Secara lughawi kisah berasal dari bahasa arab qishah yang berarti suatu cerita, hikayat,
atau riwayat. Kata tersebut berasal dari al-qish yang berarti menelusuri atas (jejak). Seperti
yang ada didalam Alqur’an surat Al-Kahfi ayat 64 yang artinya “ Musa berkata : “itulah
tempat yang kita cari”.1 Lalu keduanya kembali mengikuti jejak meraka semula. Secara
terminologis, Qashashul Qur’an adalah pemberitaan AlQur’an tentang nabi-nabi terdahulu,
umat yang telah lalu, pribadi atau tokoh pada masa lalu, dan peristiwa-peristiwa yang telah
terjadi pada masa yang lalu termasuk yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW.
Manna Al-Qathan membagi kisah dalam Alquran menjadi 3 macam , antara lain :
1
Susilawati,”Nilai-Nilai Pendidikan Melalui Kisah Dalam AL-Qur’an”.Jurnal Pendidikan Islam,vol.1,2016,hlm
25.
2
Yunahar Ilyas,Kuliah Ulumul Quran(Yogyakarta : ITQAN Publishig,Cetakan III,2014),hlm 229.
3. Kisah-kisah yang terjadi pada zaman Nabi Muhamma SAW
Alqur’an bercerita tentang peristiwa yang terjadi sebelum Nabi Muhammad lahir,yaitu
penyerbuan tentara gajah ke Makkah yang dipimpin oleh Abrahah.Alqur’an juga
bercerita beberapa bagian kehidupan Nabi Muhammad SAW waktu kecil sebagai anak
yatim, miskin dan belum mendapatkan wahyu menggunakan bahasa yang singkat dan
puitis.
Kisah – kisah yang ada di dalam Alqur’an tentu banyak mengandung nilai – nilai
edukatif. Kisah-kisah tersebut menjadi bagian dari metode pendidikan yang efektif bagi
pembentukan jiwa yang mentauhidkan Allah SWT. Karena itu ditegaskan Allah SWT “
faqshush alqashash la‟allahum yatafakkarun”, maka kisahkanlah kisah-kisah agar mereka
berpikir.3 Dunia pendidikan pada hakikatnya menjadi upaya menjelaskan hasil
eksperimentasi sebuah kisah kehidupan manusia sepanjang sejarah. Dalam pendidikan kisah
– kisah yang positif dijadikan rujukan. Pengambilan kisah teladan ini sekaligus memiliki
kesamaan dengan misi Al-Qur’an yaitu membawa manusia kepada sosok insan paripurna
(al-insan al-kamil) yang memiliki budi pekerti yang luhur (al-akhlaq alkarimah).
Dalam kisah Al-Qur’an terdapat nilai – nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya,
antara lain adalah sebagai berikut :
a. Nilai Pendidikan Tauhid. Salah satu tujuan pokok diturunkannya Al-Qur’an adalah
untuk memperbaiki akidah seseorang agar kembali kepada agama tauhid, tidak
menyekutukan tuhan. Oleh sebab itu, ada sebagian kisah yang mengandung dan
memperkokoh nilai-nilai pendidikan tauhid. Sebagai contoh adalah kisah nabi Ibrahim
ketika berdebat dengan kaumnya raja namruz.
b. Nilai Pendidikan Intelektual. Melalui kisah, Allah juga mengajak manusia untuk
mengembangkan akal (daya pikir), mendidik, meluaskan wawasan, dan cakrawala
berpikir, melalui kisah seseorang bisa mengembangkan, mendidik akal pikirannya,
serta meluaskan cakrawala berpikirnya.
c. Nilai Pendidikan Akhlak/Moral. Nilai pendidikan akhlak/moral antara lain bisa
dibaca dalam dialog kisah luqman dengan puteranya. Salah satu hamba allah yang
wasiatnya diabadikan dalam Al-Qur’an adalah Luqman Al-hakim. Beliau adalah
seorang laki-laki yang diberi hikmah oleh Allah, sebagaimana dijelaskan dalam
firmannya: “dan sungguh telah kami berikan hikmah kepada luqman”.
d. Nilai Pendidikan Seksual. Seksualitas dalam prespektif Islam tidak harus dimatikan,
tetapi dimenej dengan baik agar tidak liar. Al-Qur’an memuji orang-orang yang bisa
mengendalikan seks, termasuk orang yang beruntung. kisah nabi yusuf adalah sosok
orang yang bisa mengendalikan nafsu seksnya, meski ia sempat digoda oleh
perempuan bangsawan yang cantik rupawan.
e. Nilai Pendidikan Spiritual. Salah satu pendidikan spiritualitas dalam Al-Qur’an,
dapat dicermati dalam kisah Maryam. Ia merupakan sosok perempuan yang sangat
menarik untuk diteladani berkaitan dengan aspek spiritualitas Islam. Sebab ia telah
memberikan keteladanan tentang nilai-nilai kesabaran.
f. Nilai pendidikan Demokrasi. Di dalam Al-Qur’an ada model pendidikan demokratis
yang pernah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim. Beliau adalah nabi yang dikenal sebagai
bapak monoteistik sejati. Salah satu keteladanan nabi Ibrahim adalah beliau telah
menunjukkan sikap lembut, kasih sayang dan demokratis dalam mendidik anak.
Sebagai wahyu Allah Alqur’an tentunya tidak ada yang bersifat fiktif, semuanya
merupakan fakta. Sangat berbeda jika dibandingkan dengan karya – karya susterawan.
Kebenaran semua kisah yang diungkapkan oleh Al-Qur’an itu didasarkan kepada
keyakinan bahwa semua firman Allah dalam Al-Qur’an adalah kebenaran yang datang
dari Allah Yang Maha Benar. Kisah – kisah yang diungkapkan dalam Al-Qur'an tentang
Nabi dan Rasul, pribadi dan tokoh, umat dan peristiwa adalah fakta, bukan fiktif. Bukan
dongeng atau hanya sekadar karya sastera yang sengaja diciptakan untuk
menyampaikan pesan – pesan moral dan pelajaran tertentu. Kisah-kisah Al-Qur'an
adalah realita sejarah yang diungkapkan dengan gaya bahasa yang indah dan
mempesona.6
5
Yunahar Ilyas,Kuliah Ulumul Quran(Yogyakarta : ITQAN Publishig,Cetakan III,2014),hlm 234.
6
Mannâ’ Al-Qaththân Mabâhits fî ‘Ulûm Al-Qur’an (Riyadh: Muassasah ar-Risâlah, 1976), hlm.309.