PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
dari akar kata santri “pe-santri-an” atau tempat santri yang memiliki arti “tempat
“Akhlak”1.
memiliki tata nilai kehidupan yang positif dan mempunyai ciri khas
tersendiri seperti: 1) adanya hubungan yang akrab antara santri dan kiai, 2)
santri ta‘dzim terhadap kiainya, 3) semua santri hidup secara sederhana dan
dengan mengkondisikan para santri dalam satu lokasi sebuah asrama, hal ini
1
Ahsanul Husna, “Akhlak Santri Di Era Globalisasi,” Jurnal Pendidikan Agama Islam 1, no. 2
(2021): 2774–9118, http://ejournal.idia.ac.id/index.php/fakta.
2
Akmal Mundiri dan Afidatul Bariroh, “Trans Internalisasi Pembentukan Karakter Melalui
Trilogi Dan Panca Kesadaran Santri,” IQRA’ (Jurnal Kajian Ilmu Pendidikan) 3, no. 1 (2018): 24–
55,
Pondok pesantren yang melembaga di masyarakat, merupakan salah
teruji oleh zaman, sehingga sampai saat ini pesantren masih tetap hidup
remaja tinggal 4.
informasi desa dalam bentuk sederhana. Oleh karena itu guna pondok pesantren
dilandasin aqidah akhlak. Secara teori santri diajarkan ilmu-ilmu agama yang
bersumber dari kitab klasik atau bukan, yang berkaitan dengan akhlak. Secara
3
Akmal Mundiri dan Ira Nawiro, “Ortodoksi Dan Heterodoksi Nilai-Nilai Di Pesantren: Studi
Kasus Pada Perubahan Perilaku Santri Di Era Teknologi Digital,” Jurnal Tatsqif 17, no. 1 (2019):
1–18.
4
Happy Susanto dan Muhammad Muzakki, “Perubahan Perilaku Santri (Studi Kasus Alumni
Pondok Pesantren Salafiyah di Desa Langkap Kecamatan Besuki Kabupaten Situbondo),” Istawa:
Jurnal Pendidikan Islam 2, no. 1 (2017): 1.
praktek mereka diwajibkan untuk mempraktekan kehidupan beragama yang
Dunia yang semakin modern dan serba canggih seperti sekarang ini,
mengakibatkan para orang tua menjadi khawatir akan krisis moral atau krisis
ahklak. Padahal dalam kenyataan nya etika sangat diperlukan sekali dalam
kehidupan. Etika menjadi modal terpenting untuk diri manusia. Orang akan
menjadi segan karena etikanya, orang akan menjadi bijak karena etikanya. Tetapi
di zaman sekarang ini, apalagi kalangan remaja etika menjadi minim, mereka
mereka tidak mengeyam pendidikan atau bimbingan orang tua, tetapi memang
mereka dikalahkan oleh egonya sendiri untuk bisa lebih bereksistensi daripada
beretika. Padahal bereksistensi dan bertetika itu akan jauh lebih terhormat.
berdiri sejak tahun 1985 dan didirikan oleh KH. Abdul Ghofir Nawawi yang
merupakan santri dari Tebu Ireng Jombang yang kini telah berkembang menjadi
pondok pesantren dalam pembinaan akhlak para santri dalam pelaksanaan akhlak
masyarakat Banuroja, meliputi akhlak santri kepada Allah SWT, akhlak santri
kepada diri sendiri dan akhlak santri kepada orang lain. Tentunya terlaksana
sesuai yang dipelajari di lingkungan pesantren didalam kitab akhlak ta’limul
muta’allim yang di susun oleh Ibrahim dan ismail yang merupakan kitab klasik,
dahulu di iringi dengan penjelasan, sehingga santri dan para guru-gurunya 1 kali
yaitu berupa arahan dari ustad pengasuh asrama dikawasan asrama dengan materi
pembinaan akhlak kepada Allah, akhlak kepada diri sendiri dan akhlak kepada
orang lain. Hal ini dilakukan 3 x seminggu dan pelaksanaannya hari Senin, Rabu,
Jum’at pada waktu Asar di ruang Musholla.Pada dasarnya akhlak Islam adalah
akhlak yang berdasarkan ajaran Islam, yakni Al-Quran dan Hadits yang
kehidupannya.
dan Ikhsan secara utuh, baik yang berhubungan dengan Allah maupumakhluk, diri
sendiri, orang lain dan lingkungan.5 Supaya dapat terbiasa melakukan yang baik,
indah, mulia, terpuji serta menghindari yang buruk, jelek, hina dan tercela.
Pada era milenial seperti saat ini pondok pesantren dihadapkan kepada
perubahan sistem sosial dan teknologi yang sangat cepat. Masyarakat sekarangini
tekhnologi khususnya internet dan gadget. Bagi generasi milenial, internet sudah
bukan lagi menjadi kebutuhan tersier atau sekunder, tetapi kebutuhan utama atau
primer. Selain itu, karena menjadi generasi muda di zaman ini adalah menjadi
manusia yang di tuntut tetap adaptif terhadap fleksibilitas zaman. Hal itu sama
halnya dengan generasi milenial yang ada pondok pesantren Salafiyah syafi’iyah.
besar dari mereka adalah mahasiswa yang mana kebutuhan akan media sosial
menjadi kebutuhan sehari-hari baik itu untuk mengerjakan tugas dari kampus
zaman sekarang ini, membuat pola berfikir, perilaku atau kebiasaan santri di
santri di pondok pesantren Salafiyah syafi’iya ini lebih terlena dengan kemajuan
medianya. Hal itu tidak menutup kemungkinan bahwasanya dapat mengubah pola
menyebar sekarang ini yang mungkin saja masuk pada diri santri.
sementara akhlak santri masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini dilandasi banyak
santri bertingkah laku buruk, dan mengerjakan perbuatan yang tidak sesuai
dengan syari’at Islam. Seperti dalam pengamalan akhlak kepada Allah SWT,
santri masih banyak yang malas melaksanakan shalat, dan bahkan sama sekali
tidak mengerjakan shalat ketika sibuk dengan aktivitasnya, begitu juga dengan
akhlak kepada diri sendiri, santri belum mampu melindungi kesucian jiwa dalam
hal berbusana, sehingga sebagian dari santri masih ada yang tidak memakai jilbab
di luar pesantren serta baju yang tidak menutupi aurat mereka, sehingga
orang lain, santri tidak dapat bertutur sapa yang sopan terhadap orang lain dan
berlaku jujur kepada guru dan orang lain, hanya sebagian santri yang mampu
sehari-hari.
salafiyah syafi’iyah?
Banuroja.?
salafiyah syafi’iyah
masyarakat banuroja.
1. Kegunaan Akademis
tentang kajian etika secara umum, terutama pandangan dan beberapa pengertian
mengenai pesantren.
2. Kegunaan Sosial
Untuk memecahkan rasa penasaran penulis terhadap akhlak atau etika yang
berkembang dikalangan para santri dan meninjau sejauh mana akhlak para santri.
Yang mana santri akan sangat taat dan patuh terhadap gurunya dan sangat besar
akhlak dan moralitas baik dari segi individu maupun kelompok. Sejarah mencatat
zaman, tetapi juga mengalami perkembangan pesat dan transformasi dari masa ke
masa 5.
dikembangkan oleh kyai. Jika ditelusuri, pesantren lahir dari sesuatu yang sangat
dianggap sebagai ustadz, menyediakan diri untuk mengajar Islam. Mulai dari hal-
hal yang sederhana mengenai dasar-dasar pengetahuan ajaran Islam, seperti cara
lain sejenisnya 6.
5
Nur Kholidah Jauharoh dan Siti Rofi, “Internalisasi Nilai Moderasi Islam Dalam Membentuk
Moral Santri Milenial ( Studi Kasus Di Pondok Pesantren Tebuireng Diwek Jombang ),”
Munaqasyah: Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pembelajaran 3, no. 1 (2020): 1–14,
http://ejournal.stib.ac.id/index.php/mnq/index.
6
Ferdinan, “Pondok Pesantren, Ciri Khas Perkembangannya,” Jurnal Tarbawi 53, no. 9 (2018):
13.
Fungsi pesantren tidak semata-mata hanya sebagai lembaga pendidikan
tafaqquh fi al-dian an sich, tetapi multi komplek yang menjadi tugas pesantren.
Dua unsur tambahan tersebut perlu ditekankan sebab ulama’ bukan hanya
orang yang mempunyai penguasaan ilmu yang tinggi, tetapi juga harus disertai
oleh Tholkhah Hasan mantan menteri agama RI, bahwa pesantren seharusnya
development).
peranan sebagai agent of change. Oleh karena itu pondok pesantren bukan hanya
pendidikan sekolah modern Barat dan pesantren salaf, yang berorientasi pada
Menurut Zamakhsyari Dhofier, ada beberapa ciri pesantren salaf atau tradisional,
dengan Kitab kitab klasik, dan tanpa diberikan pengetahuan umum. Model
yaitu sorogan dan weton. Weton adalah pengajian yang inisiatifnya berasal dari
kyai sendiri, baik dalam menentukan tempat, waktu, maupun lebih-lebih kitabnya.
8
Riskal Fitri dan Syarifuddin Ondeng, “Pesantren Di Indonesia: Lembaga Pembentukan
Karakter,” Jurnal Al-Urwatul Wutsqa: Kajian Pendidikan Islam 2, no. 1 (2022): 42–54,
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/alurwatul/article/view/7785.
atau beberapa orang santri kepada kyainya untuk diajarkan kitab-kitab tertentu.
Sedangkan istilah salaf ini bagi kalangan pesantren mengacu kepada pengertian
praktek islam sebagai warisan sejarah, khususnya dalam bidang syari’ah dan
Pengajaran kitab- kitab Islam klasik atau sering disebut dengan kitab kuning
dan shorof (morfologi), fiqh, usul fiqh, hadis, tafsir, tauhid, tasawuf dan etika, dan
tradisional itulah yang lantas menjadikan pesantren semodel ini disebut sebagai
9
Amin Nasir, “Etika Sosial Santri Menuju Modernisasi Pendidikan (Telaah Pendidikan Santri Di
Kudus),” Journal of Social Science Teaching 2, no. 1 (2018),
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Ijtimaia.
tanpa pamrih dan penuh tanggung jawab, serta terikat oleh rasa solidaritas yang
tinggi 10.
2.2 Santri
pengertian, yakni; orang yg mendalami agama Islam; dan orang yang beribadah
dari serapan bahasa inggris yang berasal dari dua suku kata yaitu sun dan three
pesantren mengenai ilmu agama, tauhid, fiqih, tasawuf, dan akhlak. Namun,
seperti telah disinggung sebelumnya, definisi itu kini telah mengalami perluasan
makna yang mengartikan santri tidak hanya terbatas pada definisi itu. Santri ialah
seorang muslim yang ikut dan patuh terhadap dawuhnya kai dan memiliki
semangat yang sama layakya santri. Dalam makna luas, siapapun yang berakhlak
tempat ini karakter khas santri terbentuk. Jiwa spiritual dan sosial yang tinggi,
adalah bagian dari karakteristik tersebut. Karakter santri yang unik diataranya;
teosentris; yaitu sebuah nilai dalam karakter diri santri yang dilandasi pemikiran
bahwa sesuatu kejadian berasal, berproses, dan kembali kepada kebenaran Allah
Swt. Semua aktivitas pendidikan dipandang sebagai ibadah kepada Allah Swt, dan
10
Gumilang dan Nurcholis, “Peran Pondok Pesantren Dalam Pembentukan Karakteristik Santri.”
11
Imroatul Azizah, “Peran Santri Milenial dalam Mewujudkan Moderasi Beragama,” Prosiding
Nasional 4, no. November (2021): 197–216, http://ejournal.stib.ac.id/index.php/mnq/index.
merupakan bagian integral dari totalias kehidupan keagamaan. Orientasi akhirat
yaitu adalah perilaku/etika atau akhlak. Menurut ibn Maskawih, ahlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa
ahlak itu bukan hanya sebatas perilaku, atau sekedar kemampuan berbuat, dan
bukan juga sebatas pengetahuan. Akan tetapi, ahlak yang sebenarnya itu adalah
harus bisa mewujudkan dua keadaan yang disebut dengan dirinya dan situasi
itu harus melekat sedemikian rupa sehingga perbuatan yang muncul darinya tidak
Menurut imam Al-Ghazali, lafadz khulq dan khalqu adalah dua sifat yang dapat
sosial-ekonomi. Salah satu ciri utama generasi milenial ditandai oleh peningkatan
12
Ibid.
sebelumnya, mereka lebih berteman baik dengan teknologi. Generasi ini
Bukti nyata yang dapat diamati adalah hampir seluruh individu dalam generasi
tersebut para milenial dapat menjadi individu yang lebih produktif dan efisien 13.
Kehadiran generasi milenial telah memberikan ciri khas yang tidak bias
Ditambah dengan apa yang disebut Asef dan Linda bahwa kehidupan mereka
tidak bisa terlepas dari dukungan teknologi, sehingga dominasi user teknologi dan
internet masih dipegang oleh kalangan kaum muda. Kaum muda telah melakukan
berpakaian peci dan sarung akan tetapi suka gonta ganti handphone, rajin
muda muslim masa kini yang bergelut dengan persoalan keislaman dalam kontek
13
Zulkifli dan M Khatami, “Peran Santri dalam Mewujudkan Indonesia Emas 2045,” Jurnal
Pendidikan dan Ilmu-ilmu Keislaman 1 (2021): 247–255.
14
Arif Rahman dkk., Pendidikan Islam Di Era Revolusi Industri 4.0, 2019,
https://doi.org/10.31219/osf.io/4j6ur.
terobosan pemikiran untuk menjawab tantangan sosial keagamaan aktual, apapun
milenial juga dikenal dengan sebuah generasi yang satu kaki masih
sudah terjulur dan menapak di era global. Seorang santri milenial bukan hanya
mempunyai daya saing intelektual dan manajerial saja, tetapi dia juga mempunyai
daya yang handal dalam menghadapi tantangan hidup dengan pola sikap serta pola
mempunyai selling point yang tidak bisa didapatkan melalui kekuatan penguasa
teknologi dan informasi. Seorang santri milenial harus bisa menjadi teladan karena
di tangannya estafet guru (ulama) yang notabene pewaris para nabi. Yang mana
Terkait dengan masalah pengaruh dari luar akibat adanya banjir informasi,
selain ilmu lain semisal eksakta seperti di pendidikan formal non pesantren.
15
Aulia Hadi dan Thung Ju Lan, Nasionalisme ala Milenial: Sebuah Disrupsi?, Nasionalisme
ala Milenial: Sebuah Disrupsi?, 2021.
16
Zulkifli dan Khatami, “Peran Santri dalam Mewujudkan Indonesia Emas 2045.”
Ketiga nilai ini digunakan sebagai pondasi ketika mereka terjun kemasyarakat
yang tidak sekedar hanya dibekali kreativitas dan intelektualitas an sich. Jadi,
gaya hidup (life style) tetapi tidak diimbangi dengan kekuatan nilai spiritualitas
dan moral, maka akan terjadi dekadensi moral. Dekadensi moral itu yakni
Tampilan luarnya terlihat keren, tapi sejatinya hati dan karakternya keropos.
kehidupan, bukan pada generasi milenial itu sendiri. Sebab generasi milenial yang
Tangguh, kuat iman dan mempunyai kontribusi positif juga banyak tampil eksis di
depan masyarakat.
Jika kita melihat fenomena saat ini, hampir semua lini tersentuh oleh
teknologi informasi dan digitalisasi, jika tidak diimbangi dengan kokohnya nilai-
nilai moral, maka akan tumbuh tunas-tunas kriminalitas berbasis digital, cyber
17
Ibid.
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini ialah penelitian lapangan (field research) dan bersifat
tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi lingkungan sesuatu unit
kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena sosial dari sudut atau perspektif
Pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana proses atau prosedur yang
Anthropos berarti manusia, dan Logos ilmu, dengan demikian secara harfiah
disebut sebagai ilmu tentang manusia, khususnya tentang asal-usul, aneka warna,
pada sebuah fenomena menjadi sebuah deskripsi tentang esensi atau intisari
universal.
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder,
sebagai :
dipersiapkan. Dan juga bisa menghasilkan foto, video, catatan yang telah
penelitian.
arsip penting yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Contohnya
artikel, jurnal, skripsi, tesis, buku dan beberapa sumber lainnya, yang berkaitan
yang dapat dijadikan sumber data. Sumber data yang dimaksud adalah subjek dari
pengumpulan data. Hubungan antar peneliti atau kelompok peneliti dengan subek
data dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan kondisi alami, sumber data
primer, dan lebih banyak psda teknik observasi, serta wawancara mendalam dan
dokumentasi.
3.6.1 Observasi
aktif yang dimungkinkan dalam situasi sesuai dengan kondisi subjek yang
diamati. Melalui cara ini peneliti leluasa dapat mengakses data yang diteliti,
dan peneliti telah dianggap bagian dari mereka sehingga kehadirannya tidak
Penelitian ini termaksud pada bagian yang ketiga. Karena akan meneliti
dengan mengamati aktivitas para santri sebagai objek penelitian secara langsung,
sehingga dapat dengan mudah mengetahui lebih jauh tenteang peran santri di era
milenial.
3.6.2 Wawancara
Wawancara merupakan cara pengumpulan data yang cukup efektif bagi
peneliti dan kualitas sumbernya termasuk dalam data primer, yakni dengan cara
tanya jawab dengan responden (pihak terkait) yang dikerjakan secara sistematis
3.6.3 Dokumentasi
gambar/foto, rekaman suara atau video. Teknik ini bertujuan agar seorang peneliti
bisa mendeskripsikan peran santri di era milenial, sehingga tergambar jelas respon
dari upaya memperoleh informasi tentang banyak hal yakni pertama, data lokasi
Analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai
sumber, baik data dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam
yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman, yaitu meliputi empat komponen
Sajian data pada dasarnya terdiri dari hasil analisis data, yakni: pertama, berupa
cerita rinci para informan sesuai dengan ungkapan atau pandangan mereka apa
adanya (termasuk hasil observasi) tanpa ada komentar, evaluasi, dan interpretasi.
Kedua, berupa pembahasan yakni diskusi antara data temuan dengan teori-teori
3.7.4 Kesimpulan
Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan
analisis data kualitatif hanyalah bagian dari serangkaian proses penelitian secara
catatan-catatan data yang diperoleh dan pemknaan yang dilakukan terhadap data
tersebut.
penelitian kualitatif ini merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah
ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya
masih remang-remang atau justru masih gelap sehingga setelah diselidiki menjadi
jelas
Proses penelitian ini, peneliti menggolongkan tiga tahap kegiatan yang akan
2. Studi awal untuk pengecekan layak tidakya penelitian yang akan dilakukan
Dalam tahap ini, peneliti dapat melakukan beberapa tahapan pokok, sebagai
berikut :
1. Pengumpulan data
2. Pengelolaan data
3. Analisis data
pedoman penulisan karya tulis ilmiah yang diberlakukan oleh Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo. Selain itu, peneliti dapat
memperhatikan aspek bacaan, bentuk, dan isi, serta panduan dalam penyusunan
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
http://ejournal.stib.ac.id/index.php/mnq/index.
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/alurwatul/article/view/7785.
Gumilang, Ria, dan Asep Nurcholis. “Peran Pondok Pesantren Dalam
Hadi, Aulia, dan Thung Ju Lan. Nasionalisme ala Milenial: Sebuah Disrupsi?
Jauharoh, Nur Kholidah, dan Siti Rofi. “Internalisasi Nilai Moderasi Islam Dalam
http://ejournal.stib.ac.id/index.php/mnq/index.
http://dx.doi.org/10.25217/ji.v3i1.184.
(2018). http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Ijtimaia.
Rahman, Arif, Diyah Mintasih, Suwardi, Suharto, Kharis Syuhud Mujahada, Zalik
(2017): 1.