Anda di halaman 1dari 15

ISLAM DAN GERAKAN SOSIAL

Makalah
Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Ilmu Sosial Humaniora
Program Studi Fisika

Dosen Pengampu:
Dr. Fathorrahman, M.Si.
Eulis Yulianti Faridah, M.Ds.

Disusun oleh:
Nanda Aisyah Putri (20106020002)
Riko Afrilianto (20106020007)
Zeni Rahmawati (20106020017)
Nahda Helena Sekarsari (20106020036)

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan syafa’at
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul Islam dan Gerakan
Sosial ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Islam dan Ilmu Sosial Humaniora.
Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai
Islam dan gerakan sosial yang ada di masyarakat sekitar kita.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. Fathorrahman, M.Si. dan ibu Eulis
Yulianti Faridah, M.Ds. selaku dosen pengampu mata kuliah Islam dan Ilmu Sosial Humaniora
yang telah membimbing dan memberikan tugas ini sehingga penulis mendapatkan pengetahuan
dan wawasan baru di mata kuliah Islam dan Ilmu Sosial Humaniora. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu memberikan pengetahuannya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari ada banyak kekurangan pada makalah ini dan jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu, sangat diharapkan kritik dan saran dari pembaca yang dapat
membangun dan mengembangkan makalah ini agar isi dari makalah ini kedepannya menjadi
lebih baik.

Yogyakarta, 31 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................................. 1

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................................. 2

2.1 Pengertian islam dan gerakan sosial .......................................................................................... 2

2.2 Sejarah Perkembangan Gerakan Sosial ..................................................................................... 3

2.3 Perbedaan Gerakan Sosial dalam Perspektif Islam dan Perspektif Ilmu Sosial ......... 4

2.4 Peran Agama dalam Gerakan Sosial ............................................................................................ 7

BAB III PENUTUP ....................................................................................................................................... 10

3.1 Kesimpulan ......................................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gerakan-gerakan sosial yang terinspirasi, terdorong, dan terpengaruhi oleh nilai-


nilai Islam pada satu dasawarsa terakhir ini merupakan fenomena yang begitu masif.
Gerakan ini diyakini sebagai sebuah fenomena yang mampu membangkitkan semangat
kemerdekaan bagi bangsa yang terjajah, karena adanya sistem politik oligarkis, hingga
ketidakadilan dalam segi ekonomi yang menyebabkan masalah baru di era milenium atau
dikenal neoliberalisme. Gerakan berbasis nilai-nilai Islam selanjutnya mendorong
semangat baru bagi perubahan sosial bagi masyarakat yang tertindas dan terhegemoni oleh
kekuasaan.
Gerakan keagamaan di Indonesia sudah banyak bermunculan sejak Era
Kolonialisme. Gerakan keagamaan di Indonesia muncul sebagai bentuk dari kebebasan
beragama di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berbagai macam gerakan
keagamaan yang muncul membawa pemahaman tentang agama yang berbeda-beda sesuai
dengan nilai-nilai yang dipegang, dimana pemahaman tersebut disiarkan ke para
pengikutnya dan dipegang teguh secara bersama sama.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah ini:
1. Apakah pengertian islam dan gerakan sosial?
2. Bagaimana sejarah perkembangan gerakan sosial?
3. Bagaimana perbedaan gerakan sosial dalam perspektif islam dan perspektif ilmu sosial?
4. Bagaimana peran agama dalam gerakan sosial?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan pada makalah ini:
1. Mengetahui pengertian dari islam dan gerakan sosial
2. Mengetahui sejarah perkembangan gerakan sosial
3. Mengetahui perbedaan gerakan sosial dalam perspektif islam dan perspektif ilmu sosial
4. Mengetahui dan memahami peran agama dalam gerakan sosial

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian islam dan gerakan sosial


Kataِ “Islam”ِ merupakanِ mashdarِ dariِ kataِ kerjaِ aslama yuslimu-Islaman,
mempunyai beberapa pengertian yaitu: pengertian pertama melepaskan diri dari segala
penyakit lahir dan batin. Kedua kedamaian dan keamanan. Ketiga ketaatan dan
kepatuhan. Kata Islam disebut delapan kali dalam al-Quran, yaitu surah Ali Imran ayat
1928 dan 85, surah al-Maidahِ ayatِ 3,ِsurahِ alAn’amِ ayatِ 125,ِ surah az-Zumar ayat 22,
surah as-Saff ayat 7, surah al-Hujurat ayat 17, dan surah at-Taubah ayat 74. Islam
merupakan agama samawi (langit) yang diturunkan oleh Allah SWT melalui utusan-
Nya, Muhammad saw., yang ajaran-ajarannya terdapat dalam kitab suci al-Quran dan
sunnah dalam bentuk perintah-perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk
untuk kebaikan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagai risalah agama
samawi terakhir, Islam berisi tuntunan hidup (pedoman) agar manusia dapat
menentukan yang baik, buruk, hak, dan batil sehingga selamat dan Bahagia di dunia dan
akhirat. Islam lahir di dunia Arab sebagai penyempurna dari agama-agama sebelumnya
yang dibawa oleh nabi dan rasul terdahulu sejak zaman Nabi Adam as. sampai Nabi Isa
as. Islam turun disebabkan adanya kebutuhan yang mendesak dari seluruh umat manusia
akan agama baru, dimana ajaran para rasul terdahulu sudah tidak diindahkan lagi oleh
manusia. Nabi Muhammad saw. menerima wahyu selama 23 tahun, di Mekah 13 tahun
dan di Madinah 10 tahun, dan dalam waktu itu pula Nabi berdakwah dalam rangka
menegakkan syariat Islam.ِ Dakwahِ berikutnyaِ dilanjutkanِ olehِ paraِ Sahabat,ِ Tabi’in,ِ
danِ Tabiitِ Tabi’inِ hinggaِ Islamِ tersebarِ keِ seluruhِ penjuruِ dunia.
Gerakan sosial merupakan tindakan kolektif yang spontan dan tidak terlembaga
untuk menghasilkan perubahan yang lebih baik. Penekanan dari pengertian gerakan
sosial ini dapat dilihat dari berbagai pandangan para ahli gerakan sosial. Gerakan sosial
mengandung pengertian suatu gerakan bersama, suatu kekacauan di antara manusia,
suatu usaha bersama untuk mencapai tujuan tertentu, khususnya perubahan dalam
lembaga sosial tertentu. Sidney Tarrow berpendapat bahwa gerakan sosial merupakan
suatu tantangan kolektif yang didasarkan pada tujuan-tujuan bersama rasa solidaritas
sosial. dan interaksi sosial yang berkelanjutan antara para elit penentang dan pemegang
wewenang dalam pembahasan tentang gerakan sosial banyak sekali para pakar teoritis
sosial memberikan definisi mengenai gerakan sosial (social movement). Karena

2
beragamnya ruang lingkup yang dimilikinya, salah satu definisi gerakan sosial dari
Anthony Giddens menyatakan bahwa gerakan sosial adalah suatu upaya kolektif untuk
mengejar suatu kepentingan bersama atau gerakan mencapai suatu tujuan bersama
melalui gerakan kolektif (collective action) di luar lingkup lembaga-lembaga yang
mapan. Jadi dapat ditafsirkan mengenai definisi konsep gerakan sosial dari Giddens
yang menyatakan bahwa gerakan sosial adalah sebuah gerakan yang dilakukan secara
bersama-sama demi mencapai tujuan yang sama-sama diinginkan oleh kelompok atau
dengan kata lain gerakan sosial adalah tindakan kolektif untuk mencapai keinginan yang
menjadi cita-cita bersama.

2.2 Sejarah Perkembangan Gerakan Sosial


Kajian gerakan sosial mengalami perkembangan pesat dalam beberapa
dasawarsa terakhir. Dimulai pada dekade 1940-an teori-teori gerakan sosial mulai
dikonseptualisasi dan terus mengalami perkembangan hingga dewasa ini. Periode
pertama berlangsung antara 1940 sampai 1960 yang lebih menekankan pada aspek
irasional, periode kedua berawal tahun 1960 dengan fokus pada gerakan
kemasyarakatan sebagai aktor rasional di dalam struktur sosial, serta periode ketiga
dimulai 1970-an dengan menekankan pada dekonstruksi gerakan sosial.
Perkembangan studi gerakan sosial tidak terlepas dari posisi penting gerakan
sosial sebagai kekuatan yang mendorong perubahan dan bahkan dianggap sebagai
kekuatan yang efektif dalam masyarakat. Perubahan-perubahan besar dalam sejarah
kontemporer didahului oleh gerakan sosial yang masif. Studi yang dilakukan Teda
Skocpol, menunjukan bahwa gerakan revolusioner di sejumlah negara, baik karena
faktor-faktor sosial maupun politik telah melahirkan perubahan yang signifikan, tidak
hanya merubah struktur sosio-politik masyarakatnya, tetapi juga memunculkan suatu
optimisme baru bagi kemandirian dan otonomi masyarakat serta kebebasan yang
meluas. Dalam kasus gerakan revolusioner di Perancis telah mengubah negara tersebut
menjadi suatu kekuatan penakluk di Benua Eropa, demikian pula dengan gerakan serupa
di Rusia yang telah membangkitkan negeri ini menjadi negara adidaya industri dan
militer dalam beberapa dekade. Gerakan sosial yang berkembang pasca perang dunia
ke-2 telah mengubah masyarakat, baik kondisi masyarakat maupun pada negara.
Gerakan sosial memiliki peran besar dalam mendorong terbentuknya sistem
politik demokratis. Demokratisasi di Polandia yang didorong oleh gerakan buruh yang
meluas, tumbangnya rezim komunis sekaligus runtuhnya Negara Uni Soviet, gerakan

3
people power di Filipina yang menumbangkan rezim otoriter Ferdinand Marcos yang
telah berkuasa puluhan tahun, bahkan di dalam negeri, kejatuhan rezim Soeharto yang
telah berkuasa lebih 30 tahun kemudian diikuti reformasi politik, tidak terlepas dari
pengaruh gerakan sosial. Banyak lagi contoh-contoh lain yang menunjukan betapa besar
pengaruh gerakan sosial, termasuk pada perubahan-perubahan kebijakan politik.
Gerakan sosial juga menjadi solusi dalam kebuntuan hubungan antara civil society dan
negara, terutama dalam mencegah penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan aktor
negara. Hubungan civil society dan negara yang dibangun berdasar kerangka dialogis
masyarakat beradab terutama pada masyarakat yang telah mapan menjalankan
demokrasi liberal seringkali mengalami kebuntuan. Persoalan kebuntuan lebih parah
pada masyarakat yang baru mulai membangun sistem secara demokratis. Tidak semua
gerakan sosial dapat berhasil mendorong terjadinya perubahan-perubahan besar dalam
masyarakat. Tidak jarang ditemukan gerakan sosial menjadi pembuka jalan bagi
munculnya konflik yang berlangsung berlarut-larut. Kebanyakan gerakan sosial gagal
bertahan sampai mampu mewujudkan perubahan yang dikehendakinya.
Gerakan sosial mengalami perkembangan dalam situasi politik yang tidak stabil,
baik berkembangnya konflik dalam suatu negara maupun akibat dari faktor eksternal
negara seperti pada kasus krisis keuangan global yang melanda pada 1997 yang
menyerang hampir semua mata uang termasuk Indonesia yang menyebabkan
berkembangnya krisis. Semula hanya krisis mata uang, berkembang menjadi krisis
ekonomi dan akhirnya sampai pada krisis politik dan krisis legitimasi pemerintah.
Dalam konteks tersebut, muncul dan berkembang gerakan-gerakan sosial yang
menuntut perubahan politik dan suksesi (pergantian) kepemimpinan nasional.

2.3 Perbedaan Gerakan Sosial dalam Perspektif Islam dan Perspektif Ilmu Sosial

Gerakan-gerakan sosial yang terinspirasi, terdorong, dan terpengaruhi oleh


nilai-nilai Islam pada satu dasawarsa terakhir ini merupakan fenomena yang begitu
masif. Gerakan ini diyakini sebagai sebuah fenomena yang mampu membangkitkan
semangat kemerdekaan bagi bangsa yang terjajah, karena adanya sistem politik
oligarkis, hingga ketidakadilan dalam segi ekonomi yang menyebabkan masalah baru
di era milenium atau dikenal neoliberalisme. Gerakan berbasis nilai-nilai Islam
selanjutnya mendorong semangat baru bagi perubahan sosial bagi masyarakat yang
tertindas dan terhegemoni oleh kekuasaan. Pada konteks ini, tidak jarang implikasinya
membuat nilai-nilai Islam terkadang halus, lunak, bahkan bisa juga sangat keras. Dalam

4
peta sejarah, gagasan gerakan sosial berbasis nilai-nilai Islam muncul pada awal abad
ke-20, sebagai akibat dari respon para teolog dunia terhadap masalah-masalah
penindasan, rasisme, kemiskinan, penjajahan, bias ideologi, dan lain sebagainya. Dalam
tradisi kristen yang muncul di Amerika Latin menamakan gerakan teologi pembebasan,
dan di Inggris disebut liberation theology. Teologi pembebasan pada awalnya
merupakan respon terhadap situasi sosial dan ekonomi yang menjadi masalah
dikalangan masyarakat atas adanya rasa ketidakadilan sosial. Para teolog ini selanjutnya
mendeklarasikan diri mereka agar adanya sebuah reinterpretasi terhadap al-kitab atau
muncul dengan istilah hermeneutik, yang lebih kontekstual terhadap persoalan
masyarakat.
Bagaimana dengan Islam? Di Islam sendiri, gagasan teologi pembebasan
banyak dimotori oleh kelompok intelektual progresif yang meletakan pondasi persoalan
kepada al-Qur’an dan Hadits, tetapi diinterpretasi sesuai dengan realitas persoalan yang
dihadapi oleh masyarakat. Misalkan, kritik yang dilakukan oleh Hassan Hanafi, tentang
hegemoni Barat terhadap dunia Islam. Hanafi mengartikulasikan pengetahuan yang
berkembang dikalangan intelektual Barat seakan-akan menjadi kebenaran yang hakiki.
Pada gilirannya, dunia Timur menjadi objek pengetahuan dan dunia Barat menjadi
subjek pengetahuan. Terlebih, para pemikir dunia Timur seakan terkooptasi oleh nilai-
nilai pengetahuan yang muncul dari Barat. Hal ini menyebabkan lahirnya hegemoni
pengetahuan yang berkembang, seakan teori-teori Barat menjadi kebenaran hakiki.
Islam harus menjadi sebuah agama yang lebih teknis dan sosial-evolutif dengan
tujuan dasarnya persaudaraan universal (universal brotherhood), kesetaraan (equality),
dan keadilan sosial (social justice). Dengan menekankan kesatuan manusia (unity of
humankind) (Q.S. 49:13), sehingga titik tekannya tidak adanya superioritas rasial,
kesukuan, kebangsaan atau keluarga, dengan satu ketegasan dan seruan pentingnya
kesalehan. Dalam Al-Qur’an menekankan bahwa bukan hanya kesalehan spiritual, tapi
juga kesalehan sosial (Q.S. 5:8). Islam sangat menekankan pada aspek keadilan di
semua aspek kehidupan, dalam cakupan ini pun termaktub dalam Al-Qur’an; surat
10:93, 16:73, 17:70, 20:81, 23:51, 40:94, 45:16, yang menganjurkan menjadi kaya tetapi
harus tetap berlaku adil. Islam sebagai sumber nilai kehidupan, senantiasa mendukung
upaya perubahan sosial dalam struktur yang menindas, dominatif, eksploitatif, bahkan
cenderung abai terhadap persoalan keadilan sosial. Padahal dengan jelas bahwa, al-
Qur’an sebagai landasan fundamental orang Muslim dalam bergerak mengajarkan
untuk senantiasa berlaku adil dan bersikap toleran.
5
Dalam referensi sosiologis dikenal adanya berbagai pendapat yang
dikemukakan oleh para sosiolog yang terkait dengan pengertian tentang apa
sesungguhnya yang dimaksud dengan istilah gerakan sosial. Cohen misalnya (1983)
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah gerakan sosial yaitu gerakan yang
dilakukan oleh sejumlah orang yang sifatnya terorganisir dengan tujuan untuk merubah
atau mempertahankan sesuatu unsur tertentu dalam masyarakat yang luas.
Tipe Gerakan Sosial, sebagai salah satu gejala sosial yang sering muncul
ditengah masyarakat dengan tujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan dilakukan
oleh sekelompok orang secara terorganisir maka apabila dilihat dari perspektif sosiologi
tentu gerakan sosial ini dapat dibagi kedalam beberapa macam. Contohnya menurut
Cohen (1983) yang membagi jenis gerakan sosial tersebut kedalam beberapa tipe yaitu:
Pertama, gerakan ekspresif. Dalam masyarakat yang sudah maju dan modern
individu sering ingin mengungkapkan (mengekspresikan) berbagai keinginannya untuk
mendapat perhatian dan simpati publik. Misalnya saja, gerakan yang dilakukan di
kalangan kaum remaja dan pemuda dalam bentuk menciptakan model atau gaya baru
baik itu berupa cara berpakaian maupun penampilan yang dianggap unik orang lain.
Kedua, gerakan regresif. Adapun tipe gerakan sosial ini sengaja dilakukan oleh
sekelompok orang dengan tujuan untuk mengembalikan apa yang ada sekarang ini ke
keadaan sebelumnya. Dengan kata lain mereka yang melakukan gerakan sosial regresif
merasa kecewa serta frustasi melihat keadaan sosial sekarang ini. Contohnya gerakan
yang dilakukan di kalangan kelompok Ku Klux Klan yang menginginkan agar supaya
hak sipil dan kebebasan kaum orang kulit hitam (Black American) ditempatkan pada
status sosial yang lebih rendah.
Ketiga gerakan progresif. Bagi mereka yang terlibat dalam gerakan ini pada
dasarnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan kelompok
tertentu dalam masyarakat misalnya saja gerakan sosial yang dilakukan dikalangan
serikat pekerja dalam bentuk unjuk rasa dan protes menuntut kenaikan upah baik kaum
buruh serta pekerja lainnya.
Keempat gerakan reformis. Sedangkan tipe gerakan sosial ini lebih
diorientasikan pada terciptanya perubahan dan pembaruan aspek tertentu dalam
masyarakat. Contoh di Bulan Mei 1998 para mahasiswa dari berbagai universitas di
Indonesia melakukan gerakan sosial dan menuntut diadakannya pembaharuan dan
perubahan khususnya yang terkait dengan praktek kolusi, korupsi dan nepotisme.

6
Kelima gerakan revolusioner. Tidak seperti halnya gerakan reformasi, yang
hanya menuntut dilakukannya perubahan terhadap aspek tertentu dalam masyarakat
maka dalam gerakan sosial yang sifatnya revolusioner ini justru menuntut lebih jauh
hingga dilakukan perubahan bersifat total dan radikal terhadap seluruh aspek kehidupan
manusia dan tatanan sosial yang ada.
Keenam gerakan utopian. Dalam konteks gerakan sosial ini yang mana
dilakukan oleh sekelompok orang dengan tujuan untuk membentuk suatu lingkungan
yang dianggap ideal dan baik bagi mereka. Salah satu contoh termasuk dalam gerakan
sosial bersifat utopian yaitu gerakan yang dilakukan dikalangan kaum separatis yang
ingin membentuk suatu Negara baru dengan cara memisahkan diri dari suatu Negara.
Ketujuh, gerakan migrasi. Pada dasarnya mereka yang terlibat dalam gerakan
ini merasa tidak begitu puas dengan kondisi kehidupan sosial ekonomi mereka sekarang
sehingga mereka memutuskan untuk berpindah ke suatu wilayah yang lain dengan
harapan dapat memperoleh kehidupan sosial ekonomi yang jauh lebih baik
dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.

2.4 Peran Agama dalam Gerakan Sosial

Agama secara mendasar dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan


peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia
dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya.
Istilah Agama dalam bahasa sansekerta terdiri dari kosa kata ”a” berarti “tidak” dan
“gama” yang berarti kacau. Jadi jika kedua kata itu digabungkan maka agama berarti
tidak kacau. Hal itu mengandung pengertian bahwa agama adalah suatu peraturan yang
mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau. Dalam bahasa latin agama’ disebut
“religio” kata ini berasal dari akar kata “religere” yang berarti mengikat. Adapun agama
dalam pengertian sosiologi adalah gejala sosial yang umum dan dimiliki oleh seluruh
masyarakat yang ada di dunia ini, tanpa kecuali. Ia merupakan salah satu aspek dalam
kehidupan sosial dan bagian dari sistem sosial suatu masyarakat disamping unsur-unsur
yang lain. Definisi agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris. Sosiologi
tidak pernah memberikan definisi agama yang evaluatif (menilai). Ia memberikan
definisi menggambarkan apa adanya, mengungkapkan apa yang dimengerti dan dialami
oleh pemeluk-pemeluknya.
Agama dalam kehidupan manusia sebagai individu berfungsi sebagai suatu
sistem nilai yang membuat norma-norma tertentu. Norma-norma tersebut menjadi

7
kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan
agama yang dianutnya. Agama sangatlah penting dalam kehidupan manusia. Kalau kita
tinjau dari sudut pandang sosiologis, menurut E.K. Nottingham bahwa secara empiris,
fungsi agama dalam masyarakat antara lain sebagai: (1) faktor yang mengintegrasikan
masyarakat; (2) faktor yang mendisintegrasikan masyarakat; (3) faktor yang bisa
melestarikan nilai-nilai sosial; dan (4) faktor yang bisa memainkan peran yang bersifat
kreatif, inovatif dan bahkan bersifat revolusioner. Apapun itu bentuk ikatan agama dan
masyarakat baik dalam bentuk organisasi maupun fungsi agama, maka yang jelas dalam
setiap masyarakat, agama masih tetap memiliki fungsi dalam kehidupan masyarakat.
Agama sebagai anutan masyarakat, terlihat masih berfungsi sebagai pedoman yang
dijadikan sebagai sumber untuk mengatur norma-norma kehidupan.
Pembangunan masyarakat sebagai sebuah perubahan sosial yang direncanakan
banyak melibatkan unsur-unsur sosial termasuk para pemeluk agama baik sebagai
subjek maupun objek. Keterlibatan para pemeluk agama tersebut bisa dalam proses
perencanaan, pelaksanaan ataupun pemanfaatan hasil-hasil pembangunan baik yang
diselenggarakan oleh lembaga-lembaga masyarakat dan pemerintah maupun oleh
kalangan masyarakat itu sendiri.
Masyarakat bukan hanya sekedar bagian sebuah struktur sosial, tapi juga
merupakan suatu proses sosial yang komplek, sehingga hubungan nilai dan tujuan
masyarakat hanya relatif stabil pada setiap moment tertentu saja. Sehingga hal ini
menyebabkan dalam diri masyarakat selalu perubahan yang bergerak lambat namun
kumulatif, sedangkan beberapa perubahan lain mungkin berlangsung lebih cepat, begitu
cepatnya sehingga mungkin saja mengganggu struktur yang sudah ada dan matang.
Hancurnya bentuk-bentuk sosial dan kultural yang telah mapan secara otomatis akan
berakibat tampilnya bentuk-bentuk baru yang merupakan suatu proses yang
berkesinambungan. Dengan demikian jelas akan beragam kelompok yang ada di
masyarakat yang terpengaruh dengan adanya perubahan sosial tersebut. Sehingga dalam
konteks tertentu, disatu sisi agama dapat beradaptasi dan pada sisi yang berbeda dapat
berfungsi sebagai alat legitimasi dari proses perubahan yang terjadi di sekitar kehidupan
para pemeluknya.
Pembahasan tentang peran agama disini juga bisa kita lihat akan dua hal, yaitu
agama sebagai faktor integratif dan disintegratif bagi masyarakat. Peran agama sebagai
faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan
bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam
8
kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Peran agama
sebagai faktor disintegratif adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan
yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat
yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-
beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Dalam
konteks Perubahan sosial yang dikehendaki ajaran agama adalah perubahan yang
memiliki dan mengutamakan nilai-nilai, yaitu perubahan dari suatu yang kurang baik
menjadi baik atau yang baik menjadi lebih baik.
Ajaran agama memiliki pengaruh yang besar dalam penyatuan persepsi
kehidupan masyarakat. Kehadiran agama secara fungsional sebagai “perekat sosial”,
memupuk solidaritas sosial, menciptakan perdamaian, membawa masyarakat menuju
keselamatan, mengubah kehidupan seseorang menjadi kehidupan yang lebih baik,
memotivasi dalam bekerja dan seperangkat peranan yang kesemuanya adalah dalam
rangka memelihara kestabilan sosial. Keterkaitan yang demikian erat antara agama dan
masyarakat ini berdampak pada pemanfaatan fungsi kolektif agama untuk
menggerakkan masyarakat demi perubahan sosial. Menurut Ishomuddin (2002:102)
agama pada suatu saat bisa berfungsi sebagai pendorong perubahan dan pada saat yang
lain bisa berfungsi sebagai penjaga status quo. Perbedaan posisi terhadap status quo
tersebut dapat dijelaskan dengan melihat lokasi sosial agama.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik pada makalah ini adalah :
1. Islam dan gerakan sosial merupakan tindakan kolektif untuk mencapai keinginan yang
menjadi cita-cita bersama dalam agama samawi (langit) yang diturunkan oleh Allah
SWT melalui utusan-Nya, Muhammad saw., yang ajaran-ajarannya terdapat dalam
kitab suci al-Quran dan sunnah dalam bentuk perintah-perintah, larangan-larangan, dan
petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
2. Sejarah perkembangan gerakan sosial dibagi dalam tiga periode. Periode pertama
berlangsung antara 1940 sampai 1960 yang lebih menekan pada aspek irasional,
periode kedua berlangsung pada tahun 1960 dengan memfokuskan pada gerakan
kemasyarakatan sebagai aktor rasional di dalam struktur sosial, dan yang terakhir
periode ketiga dimulai ketika tahun 1970-an dengan menekankan pada dekonstruksi
gerakan sosial.
3. Kesimpulan gerakan sosial dalam perspektif Islam: Pertama, isu gerakan sosial bukan
lagi sebuah antiklimaks atas respon pemikiran kritis terhadap ideologi kapitalisme.
Kedua, Islam sebagai agama universal tidak perlu lagi membahas persoalan teologis-
transendental, tetapi bagaimana teologis itu harus menciptakan ruang dialektika baru
yang lebih aplikatif dalam persoalan yang muncul di hadapan masyarakat. Ketiga,
doktrin teologis yang progresif, inklusif, open-minded, dan pluralis akan memunculkan
sebuah pemikiran imajiner. Kemudian dalam perspektif Ilmu Sosial, rupanya suatu
gerakan sosial dapat didefinisikan sebagai gerakan yang dilakukan sejumlah orang
dengan tujuan untuk menciptakan perubahan atau mungkin ingin mempertahankan
sesuatu unsur yang dinilai sudah mapan di kalangan individu dalam masyarakat. Selain
itu, munculnya gerakan sosial ini pada dasarnya didorong oleh adanya ketidakpastian
yang diresahkan sekelompok orang terhadap berbagai aspek kehidupan manusia selama
ini dengan melalui serangkaian tahap misalnya mulai dari tahap kegelisahan,
kegusaran, formalisasi hingga tahap kelembagaan.
4. Agama dalam kehidupan berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-
norma. Norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah
laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Dengan agama, manusia
dapat menebarkan perdamaian dan cinta kasih di antara sesama, optimis dalam menatap

10
masa depan, menegakkan keadilan, kemudian teknologi untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, proses perubahan sosial tidak dapat
dilepaskan dari tanggung jawab seluruh masyarakatnya, terutama para pemeluk agama.
Dalam perspektif sosiologis merubah masyarakat ke arah yang lebih baik merupakan
sebuah keharusan yang tidak dapat dihindari.

11
DAFTAR PUSTAKA

Asghar Ali Engineer. 2000. Islam dan Teologi Pembebasan, hal. 32. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Cohe. J Bruce. 1983. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta : PT Bina Aksara.

Haris, A., Rahman, A. B., & Ahmad, W. I. 2019. Mengenal Gerakan Sosial dalam Perspektif
Ilmu Sosial. Hasanuddin Journal of Sociology (HJS), 1(1), 15-24.

Kahmad, Dadang. 2002. Sosiologi Agama. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyono, Ahmad. 2004. Konsep Gerakan Islam Imam Syahid Hasan Al Banna. (Tugas akhir),
Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Nashir, Haedar. 2010. Gerakan Islam Syari’ah. PSAP. Jakarta.

Nottingham K. Elizabeth. 2002. Agama Dan Masyarakat Suatu Pengantar Sosiologi Agama.
Jakarta: Grafindo Persada.

Rahmaniah, A. 2011. Pendidikan Islam Dan Munculnya Gerakan Sosial Islam Indonesia.
Jurnal el-Hikmah Fakultas Tarbiyah UIN Malang.

Rusmanto, Joni. 2013. Gerakan Sosial: Sejarah Perkembangan Teori Antara Kekuatan dan
Kelemahannya (1st ed). Zifataman Publishing. Palangka Raya.

Shiddiqi, N. 1983. Pengantar Sejarah Muslim. Yogyakarta: Nur Cahaya.

12

Anda mungkin juga menyukai