Anda di halaman 1dari 13

FASE PENDIRIAN DAN PEMBENTUKAN

HUKUM SYARI’AT ISLAM


Dosen Pengampu: Moh. Khusen, M.Ag., M.A.

Di Susun Oleh:

1. Sarah Nur Annisa (33030170002)

2. Wahyu Aji Setiawan (33030170125)

HUKUM TATA NEGARA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat, karunia, serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah “
Fase Pendirian dan Pembentukan Hukum Syari’at Islam ”. Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas Mata Kuliah Tarikh Tasyri’.

Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah


wawasan serta pengetahuan kita mengenai ilmu pengetahuan kita mengenai
Hukum Syari’at Islam. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas
ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang diharapkan.

Semoga makalah ini dapat berguna bagi kami dan orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan di masa depan.

Salatiga, 1 Maret 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tasyri’ secara istilah adalah pembentukan undang-undang untuk
mengetahui hokum-hukum bagi perbuatan orang dewasa dan ketentuan-
ketentuan hukum serta peristiwa yang terjadi dikalangan mereka. Melihat
dari makna Tasyri’ tersebut, maka muncul sebuah permasalahan yang sangat
perlu diperhatikan, yaitu keberadaan sebuah agama (Islam) yang berada
dalam lingkungan orang-orang berwatak keras (Badui) dan masyarakat yang
hidup penuh dengan kebiadaban dan pelecehan serta belum memiliki aturan
baku untuk dijalani oleh pemeluk-pemeluknya, dalam hal ini adalah Tasyri’.
Tentunya melihat kondisi tersebut, maka Allah mengutus Rasulullah
sebagai wasilah pertama untuk menegakkan syari’at Islam yang benar.
Penegakan syari’at Islam (Tasyri’) ini tidak berhenti setelah Rasulullah
wafat, akan tetapi hal ini berlangsung sampai beberapa periode, mulai dari
periode Rasulullah, Khulafaurrasyidin, Tabiin, dan seterusnya.
Adapun pada periode Rasulullah ini memiliki dua fase, yaitu fase
Mekkah dan fase Madinah. Secara sosiocultural kedua fase ini berbeda
dalam penerimaan Tasyri’ yang dibawa oleh Rasulullah ini. Karena corak
kehidupan Mekkah dan Madinah sangatlah jauh berbeda. Keadaan Mekkah
yang saat itu penuh dengan hal-hal yang menyimpang dari aturan atau
hokum Islam, tentunya bagi masyarakat tersebut sulit untuk menerima hal-
hal yang baru dibawa oleh Rasulullah. Sehingga yang pertama kali
ditanamkan dalam hati mereka adalah hal-hal yang menyangkut dengan
ketauhidan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah fase pendirian dan pembentukan hukum syari’at Islam ?
2. Jelaskan syariat pada masa kerasulan !
3. Bagaimanakah kondisi bangsa Arab Pra Kerasulan Muhammad ?
4. Bagaimanakah tahapan tasyri’ pada masa kerasulan ?

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui fase pendirian dan pembentukan hokum syari’at Islam.
2. Untuk mengetahui syari’at pada masa kerasulan.
3. Untuk mengetahui kondisi bangsa Arab Pra Kerasulan Muhammad.
4. Untuk mengetahui tahapan tasyri’ pada masa kerasulan.
BAB II

PEMBAHASAN

Para ulama menggunakan dua cara untuk membagi tahapan demi tahapan
perkembangan syari’at Islam. Di antara mereka ada yang menjadikan pembagian
syariat Islam sama seperti perkembangan manusia. Ada juga yang menjadikan
pembagian ini dengan melihat aspek perbedaan dan ciri-ciri utama yang juga
mempunyai pengaruh yang besar dalam fiqh, mereka yang menggunakan cara ini
juga berbeda pendapat tentang jumlah tahapan syari’at Islam.

Pendapat yang lebih tepat dan kami pilih dari perkembangan ini, yaitu pendapat
yang mengatakan ada empat fase sebagai berikut :

1. Fase kelahiran dan pembentukan, merentang sepanjang masa hidup


Rasulullah sehingga dapat kita istilahkan sebagai fase penurunan dan
kedatangan wahyu.
2. Fase pembangunan dan penyempurnaan, mencakup masa sahabat dan
tabi’in sampai zaman pertengahan abad keempat hijriah.
3. Fase kejumudan dan taqlid, mulai dari pertengahan abad keempat sampai
abad ke dua belas hijriah.
4. Fase kebangkitan dan kesadaran, mulai dari abad dua belas hijriah sampai
sekarang.
A. FASE PENDIRIAN DAN PEMBENTUKAN HUKUM SYARI’AT
ISLAM

1. Syari’at pada Masa Kerasulan


Masa kerasulan atau masa hidup Rasulullah dapat disebut juga sebagai
fase kelahiran dan pembentukan hokum syari’at Islam berdasarkan hal-
hal sebagai berikut.
a. Kesempurnaan dasar dan sumber-sumber utama fiqh Islam pada
masa ini.
b. Setiap syari’at (undang-undang) yang datang setelah zaman ini
semuanya merujuk kepada manhaj yang telah digariskan
Rasulullah dalam meng-instimbat (mengeluarkan) hokum syar’i.
c. Periode-periode setelah era kerasulan (sepeninggal Rasulullah)
tidak membawa sesuatu yang baru dalam fiqh dan syari’at Islam,
melainkan hanya pada masalah-masalah baru atau kejadian-
kejadian yang tidak ada di zaman Rasulullah.

2. Rentang Waktu Fase Pendirian dan Pembentukan Hukum Syari’at


Islam pada Masa Kerasulan
Fase ini dimulai sejak diutusnya Rasulullah pada tahun 610 M
hingga wafatnya baginda Rasulullah pada tahun kesepuluh hijriah. Jadi,
secara keseluruhan fase ini berlangsung selama dua puluh tiga tahun.

3. Kondisi Bangsa Arab Pra Kerasulan Muhammad


Sebelum diutusnya baginda Rasulullah, bangsa Arab hidup dalam
suasana yang beragam, baik dari aspek social, ekonomi, politik dan
perundangan.
Dari aspek social, bangsa Arab adalah bangsa yang ummiy (tidak
menulis), tidak memiliki ilmu, seni, termasuk akhlak, adat kebiasaan
kecuali sangat sedikit sekali dan sudah dapat dipastikan keadaan seperti
ini tidak akan dapat membangun sebuah aturan, meletakkan dasar-dasar
perundang-undangan yang dapat menjamin sebuah kehidupan yang stabil
dan hidup yang gemilang.
Atas dasar ini tidak ditemukan dari mereka tentang aspek social
kecuali betapa besar perhatian mereka dengan ilmu lisan, syair,
periwayatan biografi, sejarah, dan sedikit ilmu nujum. Karena kondisi
hiduplah yang memaksa mereka untuk mempelajarinya dengan cara
pengalaman dan bukan dengan cara mempelajari suatu hakikat dan
melatih diri dengan beberapa disiplin ilmu.
Agama yang dominan di anatara mereka adalah penyembahan
berhala (paganisme). Selain menyembah berhala, sebagian masyarakat di
Jazirah Arab juga ada yang menganut agama samawi, seperti Yahudi,
Kristen, dan agama Ibrahim. Adapun pengikut Hanifiyah (agama
Ibrahimik), yaitu mereka yang menyerukan supaya meninggalkan
penyembahan berhala dan menganut ajaran Nabi Ibrahim yang mengajak
untuk mengesakan Allah beriman kepada hari kebangkitan, pahala, dan
siksa.
Untuk masalah akhlak pada bangsa Arab sebelum datangnya Islam,
mereka tidak memiliki akhlak tercela selain berjiwa lemah, berkhianat,
dan mencuri. Adapun zina, membunuh, atau memanfaatkan orang lain
dianggap sebagai suatu perbuatan yang kurang baik dan dicela pelakunya
dan inilah kondisi dominan yang ada di Jazirah Arab pada saat itu.
Dari aspek ekonomi, sebelum kenabian mereka hidup sebagai
pengembala kambing di pelosok kampong, tidak dapat mencukupi
kebutuhan hidup karena sedikitnya air hujan dan turun tidak teratur
sehingga mereka banyak melakukan perampokan dan pencurian.
Adapun penduduk Madinah, mereka hidup dari pertanian, hidup
mereka lebih mudah walaupun tidak sampai pada taraf orang kaya.
Sedangkan penduduk Mekkah hidup dari perdagangan, mereka memiliki
kafilah-kafilah yang pergi secara teratur pada setiap tahun, perjalanan ke
Syam dan perjalanan ke Yaman.
Dari aspek politik, orang-orang Arab tidak mengenal istilah negara
dalam arti yang sesuai menurut undang-undang, karena Negara dengan
definisi ini harus memiliki aturan, undang-undang dasar, perundangan,
kehakiman, tentara sebagai pelindung dari serangan luar, dan polisi
sebagai pelindung dari dalam. Inilah yang tidak ditemukan dari orang-
orang Arab, mereka hanya hidup dalam system kabilah, setiap kabilah
ada pemimpin, dan tidak ada kekuasaan yang menyatukan semua
pemimpin kabilah yang ada sebagai penguasa dan pelaksana pemerintah,
yang akan memerangi tangan-tangan jahat. Bahkan setiap orang bebas
untuk melakukan pembalasan sendiri, dan menjadi wajib atas kabilahnya
untuk membela sampai ia mendapatkan haknya.
Dalam aspek hubungan keluarga, mereka mengenal beberapa
bentuk pernikahan, di antara yang sudah terbiasa, seorang wanita dilamar
dari orang tuanya lalu sang pelamar memberi mahar kemudian akad nikah
antara calon suami dan wali setelah calon mempelai wanita dimintai izin
dan ridha dan disaksikan oleh para saksi, dan akad inilah yang masih
tersisa dari ajaran Nabi Ibrahim.
Ada juga bentuk pernikahan yang lain yang sebenarnya sama
dengan perzinaan, lalu dibatalkan oleh Islamm karena tidak dapat
menjaga kesucian pernikahan dan nasab serta menodai kehormatan
wanita.
Praktik poligami juga sudah menjadi kebiasaan pada saat itu tanpa
menganal batas. Seorang lelaki dapat menikahi sesuai dengan
kemampuan keuangan dan kekuasaan tanpa ada yang menghalangi
walaupun seratus wanita.
4. Tahapan Tasyri’ pada Masa Kerasulan
Fase ini bermula ketika Allah mengurus Nabi Muhammad
membawa wahyu berupa Al-Qur’an ketika baginda sedang berada dalam
Gua Hira pada hari Jum’at 17 Ramadhan tahun ketiga belas sebelum
hijriah bertepatan dengan tahun 610 M. Wahyu terus menerus turun
kepada baginda Rasulullah di Mekkah selama tiga belas tahun dan terus
berlangsung ketika beliau berada di Madinah dan di tempat-tempat lain
setelah hijrah selama sepuluh tahun, sampai baginda Rasulullah wafat
pada tahun 11 hijriah.
Atas dasar ini, perundang-undangan pada masa Rasulullah
mengalami dua periode istimewa, yaitu periode legislasi hokum syari’at
di Mekah yang dinamakan perundnag-undangan era Mekkah (at-tasyri’
al-makki) dan periode legilasi hokum syari’at di Madinah setelah hijrah
yang kemudian disebut perundang-undangan era Madinah (at-tasyri’ al-
madani).
a. Tasyri’ pada Periode Mekah
Wahyu pada periode ini turun untuk memberikan petunjuk
dan arahan kepada manusia kepada dua perkara utama :
1. Mengokohkan akidah yang benar dalam jiwa atas dasar iman
kepada Allah dan bukan untuk yang lain, beriman kepada malaikat,
kitab-kitab, rasul, dan hari akhir.
2. Membentuk akhlak agar manusia memiliki sifat yang mulia dan
menjauhkan sifat-sifat yang tercela.

b. Tasyri’ pada Periode Madinah


Perundang-undangan hokum Islam pada periode ini
menitikberatkan pada aspek hokum-hukum praktikal dan dakwah
Islamiyah pada fase ini membahas tentang akidah dan akahlak.
Oleh sebab itu, perlu adanya perundang-undangan yang mengatur
tentang kondisi masyarakat dari setiap aspek, satu per satu ia turun
sebagai jawaban terhadap semua permasalahan, kesempatan, dan
perkembangan.

5. Sumber Tasyri’ pada Fase Kerasulan


Sumber perundang-undnagan hokum Islam pada fase ini terhimpun
dalam satu sumber, yaitu wahyu yang turun kepada Rasulullah dari sisi
Allah.
Wahyu sendiri ada dua macam, yaitu wahyu yang terbaca, yaitu
Al-Qur’an dan wahyu yang tidak dibaca, yaitu sunnah nabawiyyah.

6. Metode Pensyariatan pada Fase Ini


1. Memberikan ketentuan hokum terhadap permasalahan atau
kejadian yang muncul atau ditanyakan oleh sahabat.
2. Terkadang Rasulullah memeberi jawaban dengan ucapan dan
perbuatanya.

7. Ijtihad Nabi
Yang dimaksudkan dengan ijtihad Nabi adalah mengeluarkan
hokum syari’at yang tidak ada nashnya. Ulama berbeda pendapat
mengenai boleh tidaknya Rasulullah berijtihad ke dalam dua kelompok :
A. Kalangan Asy’ariyah dari ahli sunnah dan mayoritas
Mu’tazilah. Mereka berpegang teguh bahwa Nabi tidak boleh
berijtihad sendiri.
B. Mayoritas ulama ushul mengatakan boleh bagi Rasulullah untuk
berijtihad dalam setiap urusan, baginda boleh berijtihad dalam
semua perkara yang tidak ada nashnya.

8. Karakteristik Perundang-undangan pada Masa Kerasulan


A. Sumber perundang-undangan pada zaman ini hanya berasal dari
wahyu dengan dua bagiannya baik yang terbaca, yaitu Al-Qur’an atau
yang tidak terbaca yaitu Hadis.
B. Referensi utama untuk mengetahui hokum-hukum syara’ pada zaman
ini adalah Rasulullah sendiri, sebab Allah telah memilihnya untuk
menyampaikan risalah.
C. Perundang-undangan Islam pada masa ini telah sempurna hukumnya
telah dikukuhkan kaidah.
D. Kesempurnaan syari’at dapat dilihat dari aspek manhaj yang unik dan
metode yang khusus.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fase pendirian dan pembentukan hukum Islam terbagi ke dalam 8 fase
yaitu ;
1. Syari’at pada masa kerasulan
2. Rentang waktu fase pendirian dan pembentukan hokum syari’at Islam
pada masa kerasulan.
3. Kondisi bangsa Arab pra kerasulan Muhammad.
4. Tahapan tasyri’ pada masa kerasulan.
5. Sumber tasyri’ pada fase kerasulan.
6. Metode pensyairatan pada fase ini.
7. Ijtihad Nabi.
8. Karakteristik perundang-undangan pada masa kerasulan.

B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat, apabila ada kesalahan baik dalam
penulisan maupun pembahasan yang kurang jelas, kami mohon maaf. Karena,
kami hanyalah manusia yang tak luput dari kesalahan.
Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

https://media.neliti.com
https://knowledgeisfree.com
Khalil.Hasan,Rasyad.2009.TarikhTasyri’ Sejarah Legilasi Hukum Islam:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai