Anda di halaman 1dari 7

Pengertian De Facto dan De Jure

Sebelum beranjak lebih jauh, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu apa makna dari kata-
kata De facto dan De jure. Jangan sampai kita sudah mendalami lebih jauh, tetapi definisi awal
terhadap kedua kata ini malah salah.

Pengertian De Facto

De facto berasal dari bahasa latin yang memiliki arti berdasarkan kenyataan atau sesuai dengan
kenyataannya. Artinya, de facto ini melihat bagaimana kondisi di lapangan dari suatu fenomena
yang diperhatikan.

Contonya adalah suatu negara yang secara hukum de jure belum diakui sebagai negara. Tetapi,
secara de facto negara tersebut memang sudah berdiri dan memiliki sosio-ekonomi yang
berjalan.

Meskipun negara tersebut tidak sah secara hukum karena mungkin belum memenuhi syarat-
syarat terbentuknya negara, karena memang ada dan memiliki kekuatan, negara tersebut
dianggap secara de facto ada.

Secara umum, terdapat 2 jenis pengakuan de facto, yaitu de facto yang bersifat tetap dan juga de
facto yang bersifat sementara. Perbedaan dari keduanya adalah pada rentang waktu dan
implikasinya.

De facto yang bersifat tetap artinya suatu negara ataupun instansi mengakui keberadaan
negara/fenomena tertentu tanpa memperhatikan kondisi sekarang dan kondisi kedepannya.

Artinya, jika negara tersebut misalnya hancur kedepannya, maka pengaku akan tetap mengakui
bahwa negara tersebut ada dan bahkan memperjuangkannya.

Pengakuan de facto tetap ini umumnya akan menyebabkan hubungan baik antara kedua negara
ataupun lembaga tersebut. Bahkan, hal ini bisa berujung kepada perdagangan internasional dan
kerjasama internasional lainnya.

Sedangkan, de facto yang bersifat sementara adalah ketika pengakuan suatu pihak terhadap pihak
lain berlandaskan kondisinya sekarang dan proyeksi kondisinya di masa depan.

Pada pengakuan de facto secara sementara, jika negara ataupun fenomena yang diakui tersebut
hilang/runtuh, maka pengakuan ini pun akan langsung dicabut oleh pengakunya.

 
Pengertian De Jure

De jure berasal dari bahasa Latin klasik, yang digunakan untuk menjelaskan pengakuan terhadap
suatu kondisi ataupun ketetapan oleh hukum-hukum yang berlaku, baik secara lokal maupun
internasional.
Secara umum, de jure ini membahas apakah suatu fenomena ataupun kejadian sudah ada hukum
yang mengaturnya. Oleh karena itu, aspek utama dari de jure ini adalah legalitas hukumnya,
tidak peduli kondisi lapangan seperti apa.

Jika dikontekskan kepada kemerdekaan dan berdirinya suatu negara, pertanyaan utama dari de
jure adalah apakah negara tersebut sudah memiliki syarat berdirinya negara dan diakui secara
hukum oleh komunitas internasional.

Disini, de jure tidak peduli apakah negara tersebut benar-benar punya tanah kekuasaan,
masyarakat, ataupun tentara. Yang penting adalah legalitas hukumnya.

Akan tetapi untuk masalah ditaati atau tidak hukum tersebut, hal tersebut sudah diluar kuasa
dari de jure. Masalah penerapan di lapangan dari hukum-hukum tersebut sudah masuk kedalam
ranah de facto dari penerapan hukum.

Istilah De jure ini memiliki dua buah sifat, yakni de jure penuh dan juga de jure yang bersifat
tetap.

De jure yang bersifat tetap artinya adalah pengakuan yang diberikan untuk selamanya kepada
negara ataupun suatu fenomena tertentu. Umumnya, pengakuan seperti ini hanya diberikan
kepada negara-negara yang memiliki hubungan erat dengan negara pengakunya.

Selain itu, negara yang diakui ini juga harus memiliki ketahanan dan kestabilan nasional yang
tinggi karena diproyeksikan akan terus ada dalam waktu yang lama.

Sedangkan, de jure yang bersifat penuh artinya adalah bahwa negara tersebut sudah diakui secara
penuh oleh negara pengaku. Oleh karena itu, sudah dimungkinkan adanya hubungan
internasional dan juga kerjasama internasional antara kedua negara ini.

Bahkan, kedua negara ini juga dapat mulai melakukan perdagangan dan kerjasama
perekonomian lainnya untuk sama-sama menumbuhkan perekonomiannya.

Umumnya, dalam de jure penuh, terdapat perwakilan diplomatik dari suatu negara. Fungsi
perwakilan ini dapat dipegang oleh Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh (DBLBBP) pada
kedutaan besar ataupun konsul jendral pada konsulat jendral.

Mereka memiliki wewenang penuh dan kuasa atas hubungan diplomatis antara negara pengirim
dengan negara yang ditempati, sesuai dengan ketentuan yang ada.

 
Perbedaan De Facto dan De Jure

Setelah mengetahui pengertian dari istilah tersebut, maka untuk menambah pemahaman, perlu
adanya pengetahuan mengenai makna dan perbedaan diantara keduanya.

Sebenarnya, perbedaan antara kedua jenis pengakuan ini cukup jelas, berikut ini adalah beberapa
perbedaan antara de facto dengan de jure
 Pengertiannya
 Bentuk pengakuannya
 Dasar pengakuannya
 Jangka waktu pengakuannya
 Hubungan bilateral yang terbentuk
 Pencabutan pengakuannya

Agar kalian lebih paham, berikut adalah penjelasan lebih mendalam mengenai perbedaan-
perbedaan yang sudah disebutkan diatas

Perbedaan Pengertiannya
Perbedaan paling mendasar dari kedua istilah ini adalah pengertiannya itu sendiri. De facto dan
de jure memiliki pengertian yang berbeda-beda meskipun sama-sama membahas pengakuan.

De facto memiliki artian bahwa negara ataupun fenomena tersebut diakui karena memang
faktanya sudah ada secara nyata di lapangan.

Sedangkan, de jure memiliki artian bahwa negara ataupun fenomena tersebut diakui karena
sudah sah sesuai dengan ketentuan dan hukum-hukum yang berlaku.

 
Perbedaan Bentuk Pengakuannya
Terdapat pula perbedaan bentuk pengakuan antara de facto dan juga de jure. Dalam pengakuan
bentuk de facto terdapat 2 jenis pengakuan yaitu de facto tetap dan juga de facto sementara yang
berbeda jangka waktu serta komitmen pengakuannya.

Sedangkan, untuk de jure, terdapat 2 jenis pengakuan yaitu de jure penuh dan juga de jure tetap.
Kedua jenis de jure ini memiliki bentuk dan makna pengakuan yang berbeda-beda.

 
Perbedaan Dasar Pengakuan
Suatu negara akan mendapatkan pengakuan de facto oleh suatu negara, ataupun oleh
pemerintahan dan hukum nasional jika sudah memiliki beberapa syarat dan ketentuan yang
ditetapkan oleh negara tersebut.

Dalam kasus pengakuan kedaulatan negara, syarat dasarnya adalah adanya wilayah, rakyat, dan
juga pemerintah yang berdaulat di negara tersebut. Ketiga hal tersebut adalah komponen dasar
terbentuknya suatu negara.

Berbeda dengan de jure, suatu negara akan diakui oleh hukum internasional jika ia memenuhi
syarat dari hukum yang ditetapkan oleh hukum internasional.

Jika terjadi perubahan pada hukum tersebut, maka aturan untuk mentaati hukum global tetap
berlaku untuk negara yang ingin merdeka.
Salah satu cara agar sebuah negara dapat secara de jure diakui oleh komunitas internasional
adalah dengan bergabung kedalam perserikatan bangsa bangsa (PBB) dan mendapatkan status
keanggotaan penuh disitu.

 
Jangka Waktu Pengakuan
Kedua jenis pengakuan ini juga memiliki jangka waktu yang berbeda-beda. Seperti yang kita
ketahui, de facto memiliki dua sifat dalam jangka waktu pengakuan, yakni sementara dan juga
tetap.

Berdasarkan penjabaran diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa pengakuan de facto ini
terbatas oleh waktu dan umumnya berjangka waktu sementara.

Pengakuan hanya berlaku selama negara ataupun fenomena tersebut ada dan dapat diamati.

Sedangkan untuk de jure, pengakuannya hanya satu dan memiliki sifat yang tidak terbatas
dengan waktu. Asalkan ia memenuhi syarat dan hukum nasional maupun hukum global yang
berlaku.

Tetapi, jika pada suatu saat di masa depan negara tersebut melanggar hukum atau tidak lagi
sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku, maka dapat dicabut pengakuannya.

 
Bentuk Hubungan Bilateral
Untuk pengakuan de facto, maka suatu negara yang memberikan pengakuan tertentu pada suatu
negara belum tentu bisa menjalin hubungan internasional.

Hubungan yang dimaksud adalah hubungan bilateral dalam berbagai aspek, terutama di
bidang ekonomi dan juga politik.

Hal ini terjadi karena bisa saja negara yang sah secara de facto tersebut tidak sah secara de jure,
sehingga mendapatkan sanksi ekonomi ataupun larangan untuk berhubungan dengan negara-
negara lain.

Sedangkan untuk pengakuan de jure, negara yang mendapatkan pengakuan, baik yang mengakui
ataupun diakui sudah pasti bisa melakukan hubungan bilateral.

Kedua negara yang saling mengakui akan lebih mudah untuk melakukan hubungan tersebut
dibandingkan dengan negara yang tidak ada pengakuan sama sekali.

 
Cara Pencabutan Pengakuan
Pengakuan secara de facto bisa dengan mudah dicabut, asalkan suatu negara mau mengeluarkan
pernyataan resmi untuk mencabut pengakuannya.

Pernyataan resmi tersebut bisa dilakukan dengan berbagai macam media, baik dengan media
tertulis ataupun dengan media lisan.
Berbeda dengan pengakuan de jure, jika suatu negara ingin mencabut pengakuan yang telah
diberikan, maka ia harus melakukannya dengan ranah hukum internasional.

Tidak jarang pula harus diputuskan dalam pengadilan internasional sesuai dengan hukum yang
ada dan berlaku pada saat itu.

Selain itu, pencabutan pengakuan de jure ini juga harus memiliki dasar hukum yang kuat. Sebuah
negara tidak bisa semena-mena mencabut pengakuan de jure dari negara lain.

 
Contoh Penerapan De Facto dan De Jure

Ternyata, konsep pengakuan secara de facto dan de jure cukup membingungkan ya? Agar kalian
lebih mudah mengerti kita akan membahas mengenai contoh-contoh penerapan de facto dan de
jure pada kehidupan sehari-hari.

Bahasa Suatu Negara


Sering kali kita menemukan bahwa di suatu negara, ada bahasa yang dominan dituturkan oleh
masyarkatnya. Tetapi, ternyata bahasa tersebut bukan bahasa resmi dari negara ataupun daerah
tersebut.

Contohnya adalah Amerika Serikat, negara ini memiliki bahasa de facto yaitu bahasa Inggris.
Namun, Amerika ternyata tidak memiliki bahasa resmi secara de jure.

Contoh lainnya adalah Indonesia yang memiliki bahasa resmi secara de jure Bahasa Indonesia.
Namun, dalam penerapannya banyak bahasa-bahasa lain yang ada.

Ketika kita berada di pulau Jawa saja, kita sudah menemukan bahasa Sunda dan Jawa. Ketika
berpindah pulau, bahasa yang digunakan pun bisa berbeda-beda.

Keberagaman tutur bahasa ini merupakan efek dari keberagaman ras di Indonesia dan
menjadi wawasan nasional yang harus dipahami dan dilestarikan.

Berdasarkan pemaparan diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa bahasa de facto di
Indonesia berbeda-beda sesuai dengan daerahnya.

 
Standarisasi
Standarisasi produk juga cukup menarik karena umumnya tidak ada standarisasi yang secara de
jure menjadi standar resmi di seluruh dunia. Standar yang ada dan menjadi patokan pasar
umumnya muncul karena aspek kompetisi dan dianggap paling unggul.

Contohnya adalah ISO9000 yang menjadi standar pengecekan kualitas produksi atau Adobe
sRGB yang menjadi standar pengecekan kualitas layar handphone dan laptop.
Sejauh ini, tidak ada hukum yang memaksa setiap produsen untuk mengikuti standar-standar
tersebut. Namun, karena dianggap standar pasar yang de facto harus diikuti, maka mereka selalu
digunakan.

Tetapi ada pula standar-standar yang harus diikuti oleh produsen karena memang merupakan
hukum de jure di negaranya seperti standar BPOM untuk produk makanan dan obat-obatan di
Indonesia.

Contoh lainnya adalah standar nasional indonesia (SNI) dalam perencanaan dan pembangunan


infrastruktur publik.

 
Pemimpin Negara
Dalam kepemimpinan sebuah negara, kerap kita mendengar bahwa pemimpin resmi dari negara
tersebut sebenarnya tidak memiliki kuasa penuh atas negara yang dipimpinnya.

Hal ini berarti bahwa pemimpin tersebut hanyalah pemimpin de jure sedangkan pemimpin de
facto yang mengatur arah gerak dari negara tersebut adalah orang lain.

Contohnya adalah raja Louis XIII dari Prancis yang menjadi raja dan penguasa de jure  dari
kerajaan Prancis. Tetapi, dalam praktiknya, kekuasaan tertinggi di negara tersebut lebih banyak
dipengaruhi oleh Kardinal Richelieu ketimbang Louis.

Contoh lainnya adalah Augusto Pinochet yang menjadi pemimpin Chile setelah terjadi revolusi
untuk menggulingkan pemerintahan sah. Pinochet ini hanya berperan sebagai de facto karena
faktanya dia yang memegang kekuasaan pada saat itu.

Namun, Pinochet tidak memiliki legitimasi de jure karena secara konstitusional, presiden Chile
yang barus tetap harus dipilih dan tidak bisa langsung naik ke jabatan seperti yang dilakukan
oleh Pinochet.

 
Penguasaan Wilayah

Contoh lain dari de facto dan de jure yang cukup menarik adalah perihal penguasaan wilayah
oleh suatu kelompok tertentu. Kita bisa ambil contoh ISIS yang ada di timur tengah.

Saat ini, terdapat beberapa bagian negara-negara timur tengah seperti Suriah yang dikuasai oleh
ISIS dan kehidupan sehari-harinya dikontrol oleh organisasi teroris ini. Oleh karena itu,
pengakuan penguasaan wilayah secara de facto jatuh kepada ISIS

Namun, secara de jure, ISIS menguasai wilayah tersebut secara illegal, sehingga tidak diakui
kepemilikannya.

Disini, negara lain berhak untuk memberikan sanksi ataupun memaksa ISIS untuk
mengembalikan wilayah tersebut kepada pemerintah suriah yang secara legal memiliki
kewenangan untuk menguasai dan menduduki wilayah tersebut.
 
Pengakuan Negara
Pengakuan sebuah negara adalah salah satu aspek yang penting untuk dilihat de facto dan
juga de jure nya. Terkadang, negara yang ada secara fisik, sebenarnya tidak memiliki dasar
hukum yang jelas secara de jure.

Contohnya adalah ‘negara’ ISIS yang memang memiliki tanah, tentara, dan juga rakyat yang
tinggal didalam wilayah mereka. Secara de facto ISIS adalah sebuah negara.

Namun, secara de jure ISIS ini bukan merupakan negara, karena tidak sesuai dengan syarat-
syarat hukum internasional serta tidak masuk kedalam PBB. Disini, ISIS justru dianggap sebagai
lembaga teroris yang menguasai wilayah sah dari negara lain.

Itulah penjelasan singkat mengenai istilah de facto dan de jure yang umum ditemukan di kasus
hukum. Semoga dengan informasi tersebut, Anda bisa menambah pengetahuan mengenai istilah-
istilah yang ada pada dunia hukum.

Anda mungkin juga menyukai