pembenar)
ada kesalahan (tidak ada alasan pemaaaf). (Unsur
Subjektif).
kemampuan bertanggungjawab. (Unur Subjektif).
b) Aliran dualism:
Mencocoki rumusan delik.
Bersifat melawan hukum.
Ada kesalahan.
Kemampuan bertanggungjawab.
Jenis-jenis tindak pidana berdasarkan berdasarkan code penal
membagi atas 3 bagian yaitucrimen (misdaden) kejahatan, Delicta
(wanbedrijven) yaitu perbuatan yang tak patut, contravention yaitu
pelanggaran.
Pembagian delik menurut system Hukum Pidana Indonesia:
a) Pembagian delik menurut KUHP, yaitu kejahatan tertera
dalam Buku II (bab I-XXXI) Pasal 104-488. Dan pelanggaran
yang tertera dalam Buku III (Bab I-IX) Pasal 489-569. Bahwa
kejahatan merupaka perbuatan yang memang selain
melangar UU juga dipandang patut dipidana oleh
masyarakat dengan ancaman pidana lebih berat. Sedangkan
pelanggaran adalah perbuatan yang melanggar UU namun
belum tentu melanggar kepatutan dalam masyarakat. Serta
peraturan UU lain diluar KUHP dalam bentuk UU yang
menentukan apakah suatu perbuatan termasuk dalam
kejahatn atau pelanggaran, Contoh: UU No.5 Tahun 1997
tentang Psikotropika.
b) Pembagian delik menurut penilaian kesadaran hukum,
yaitu terdiri atas delik hukum dan delik Undang-undang.
Delik hukum merupakan perbuatan yang dipandang sebagai
tindakan yang bertentangan dengan hukum (mengandung
sifat ketidakadilan) sebelum adanya peraturan yang
menyatakan mengenai perbuatan tersebut. Delik undang-
undang sendiri merupakanperbuatan yang dipandang
sebagai tindakan yang bertentangan dengan hukum setelah
adanya peraturan yang dinyatakan dalam UU.
c) Pembagian delik menurut cara perumusannya, Terdiri
atas delik formiil dan delik materiil. Delik formil yang
dirumuskan ialah tindakan yang dilarang dengan tidak
mempersoalkan akibat dari tindakannya dilarang. Contoh:
Pasal 362 KUHP (pencurian). Dan delik materiil yang
dimana selain tindakan yang dilarang dan juga harus ada
akibat yang ditimbulkan dari tindakan yang dilarang.
Contohnya Pasal 338 KUHP (pembunuhan)maka harus ada
orang yang mati terbunuh.
d) Pembaian delik menurut cara melakukannya, Delik komisi
yaitu delik yang terjadi karena melakukan suatu tindakan
aktif yang dilarang seperti pada Pasal 338, Pasal 284
(perzinahan) KUHP. Delik omisi yaitu delik yang terjadi
karena tidak melakukan sesuatu perbuatan yang diharuskan.
Contoh: Pasal 531 (tidak memberikan pertolongan kepada
orang yang dalam keadaan bahaya maut). Dan delik
komisionis per Omisionis komise yaitu delik yang terjadi
karena melakukan dan tidak melakukan sesuatu. Contoh
Pasal 341 (pembunuhan anak) dengan cara tidak
memberimakanan (asi) dan mencekik lehernya.
e) Pembagian delik menurut bentuk kesalahan, Yaitu delik
dolus yang merupakan delik yang terjadi karena
kesengajaan dan delik culpa yaitu delik yang terjadi karena
kelalaian/kealpaan.
f) Pembagian delik menurut subyek, Yaitu delik umum yang
meurpakan delik yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan
delik khusus terkhusus pada orang-orang tertentu yang
dikualifisir melakukannya seperti KUHP Militer.
g) Pembagian delik menurut ancaman pidana terhadap
ancaman pidana pokoknya, Yaitu terbagi atas, delik pokok
(bentuk pokok), delik diperberat (dikualifisir), dan delik
diperringan (diplivisier).
h) Pembagian delik menurut cara penuntutanya, yaitu delik
biasa merupakan delik yang harus dituntut meskipun tidak
ada pengaduan dari korban atau orang yang dirugikan.
(pembunuhan, pencurian, korupsi). Delik aduan sendiri
merupakan delik yang hanya bias dituntut jika ada
pengaduan dari korban atau pihak yang dirugikan
(persinahan, penghinaan).
F. KAUSALITAS
Kausalitas merupakan ajaran yang menjelaskan mengenai
hubungan antara perbuatan dengan akibat, yang sekiranya dari
perbuatan tersebut yang menjadi sebab timnulnya akibat sehingga
menjadi perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan dalam
hukum pidana.
Teori kausalitas terbagi atas tiga:
a) Teori syarat mutlak Conditio Sine Qua Non ( Von Buri) yang
menyatakan bahwa setiap perbuatan harus menjadi sebab
dan syarat dari suatu akibat. Setiap perbuatan menjadi
sebuah faktor dari terjadinya sebuah akibat dan memiliki nilai
yang sama.
b) Teori mengindividualisir yaitu menjadi sebab dari akibat
namun terbatas hanya berdasarkan suatu peristiwa yang
dianggap paling dekat dengan timbulnya akibat.
c) Teori keseimbangan/ adequate (von Kries) bahwa yng
menjadi syarat sebagai sebab dari akibat harus seimbang
dengan akibat tersebut.
G. UNSUR PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
Pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) merupakan
pemidanaan pelaku dengan maksud untuk menentukan apakah
seseorang terdakwa atau tersangka dipertangungjawabkan atas
suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak.. maka untuk dapat
dipidananya pelaku, diharuskan perbuatan yang dilakukannya
memenuhi unsur delik yang telah ditentukan dalam UU. Dilihat dari
sudut terjadinya, seseorang dapat dipidana apabila tindakannya
melawan hukum dan tidak ada alasan pembenar. Dan berdasarkan
sudut kemampuan bertanggungjawab maka hanya orang yang
mampu bertanggungjawab yang dapat dipertanggungjawabkan
atas perbuatannya
a) Unsur pertanggungjawaban pidana yaitu, kemampuan
berpikir sehingga ia dapat menentukan akibat perbuatannya
dan menentukan kehendak dari perbuatannya.
b) Syarat-syarat terhadap orang yang dapat
dipertanggungjawabkan ialah jiwa orang tersebut tidak
terganggu oleh karena penyakit atau karena pertumbuhan
jiwanya cacat, sehingga orang tersebut sadar akibat yang
timbul dari perbuatannya.
Definisi mengenai kesalahan yaitu terdapatnya keadaan psikis
tertentu pada seseorang yang melakukan tindak pidana dan
adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang
dilakukannya, sehingga pelaku dapat dijatuhkan ancaman pidana.
a) Unsur-unsur kesalahan yaitu, adanya kemampuan
bertanggungjawab oleh si pelaku, adanya hubungan batin
antara sipelaku dengan perbuatannya, baik yang disengaja
(dolus) maupun karena kealpaan (culpa). Tidak tidak adanya
alasan pemaaf yang dapat menghapus kesalahan.
b) Teori-teori kesengajaan:
Teori Determinisme merupakan teori Kehendak
manusia itu sudah ditentukan terlebih dahulu oleh
suatu pengaruh, Tindakan manusia sbg perwujudan
kehendak yg dikendalikan atau dipaksakan oleh
Dirinya sendiri atau karena lingkungan. Dan Teori
Indeterminisme Pertanggungjawaban sbg akibat dr
tindak pidana yg dilakukannya merupakan
perwujudan dari kehendak bebasnya.
Teori Kehendak (wils theorie) oleh Von Hippel,
meurpakan menganggap kesengajaan ada apabila
perbuatan dan akibat suatu tindak pidana memang
dikehendaki oleh pelaku. Dan Teori
Pengetahuan/membayangkan (voorstellings-theorie)
oleh Frank, yang menganggap kesengajaan ada
apabila Ketika pelaku mulai melakukan perbuatan,
ada bayangan yg terang, bahwa akibat akan tercapai,
oleh karena itu ia menyesuaikan perbuatannya
dengan akibat itu.
Teori kesengajaan berwarna, Bahwa agar seseorang
dapat dipersalahkan/dipidana maka selain ia harus
menghendaki perbuatannya, ia juga harus menyadari
bahwa perbuatannya dilarang dan diancam pidana
oleh UU. Dan Teori kesengajaan tidak berwarna
berpandangan bahwa seseorang melakukan tindak
pidana sudah cukup hanya dengan menghendaki
perbuatannya dengan tidak diharuskan mengetahui
atau menyadari bahwa perbuatannya dilarang dan
diancam UU
Kesengajaan (dolus) sebagai niat berarti apabila perbuatan yg
dilakukan atau terjadinya akibat adalah memang sudah menjadi
tujuan si pelaku. Senagaja insyaf akan kepastian Berarti apabila
perbuatan yg dilakukan / terjadinya suatu akibat bukanlah tujuan
utama yg dituju, dan utk mencapainya pasti/harus melakukan
perbuatan tertentu. Sengaja insyaf akan kemungkinan Berarti
apabila dengan dilakukannya perbuatan / terjadinya suatu akibat yg
dituju itu, maka disadari adanya kemungkinan akan timbulnya
akibat lain.
Kelapaan (culpa) dalam KUHP yaitu karena kesalahannya missal
pada pasal 181, 191 KUHP. Kemudian terdapat bentuk-bentuk
kealpaan yang ditinjau dari dua sudut yaitu sudut berat ringannya.
yang terdiri dari kealpaan berat (culpa lata), kejahatan karena
kealpaan/Buku II KUHP, dan kealpan ringan (culpa levis)
pelanggaran/Buku III KUHP.
Bentuk kealpaan yaitu dilihat dari sudut kesadaran.
Kealpaan Disadari (bewuste schuld)Terjadi apabila pembuat
dapat membayangkan atau memperkirakan kemungkinan
timbulnya suatu akibat yang menyertai perbuatannya.
Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld), terjadi
apabila pembuat tidak membayangkan atau memperkirakan
kemungkinan timbulnya suatu akibat yang menyertai
perbuatannya, tetapi seharusnya ia dapat membayangkan
atau memperkirakan kemungkinan suatu akibat tersebut.
H. UNSUR MELAWAN HUKUM
Unsur melawan hukum artinya bertentangan dgn hukum, bukan
saja dengan hak orang lain (hukum subyektif), tetapi juga dg hukum
obyektif, seperti hukum perdata atau hukum administrasi negara.
Rumusan melawan hukum dalam delik, dengan mengakui bahwa
sifat melawan hukum adalah mutlak dari tindak pidana, tidak berarti
unsur tersebut harus selalu dibuktikan oleh penuntut umum. Hal
tersebut tergantung dari rumusan tindak pidana itu sendiri. Apabila
dinyatakan dengan tegas maka unsur tersebut harus dibuktikan.
Kalau tidak dinyatakan dengan tegas, maka juga tidak usah
dibuktikan. Pasal-pasal KUHP yang dengan tegas mencantumkan
bersifat melawan hukum antara lain adalah : Pasal 167, 168, 333,
334, 335, 362, 368, 378, 406, dan termasuk juga Pasal 302, 329,
282 KUHP dan sebagainya.
Sifat melawan hukum formil dan materiil:
Sifat melawan hukum formil adanya alasan pengecualian
(peniadaan) sifat melawan hukum dari perbuatan yang
terdapat dalam UU, misalnya Pasal 48 KUHP: daya paksa
(overmacht), Pasal 49 (1): Bela Paksa (Noodweer), Pasal 50
: Melaksanakan ketentuan UU, dan Pasal 51 (Perintah
jabatan yg sah).
Sifat melawan hukum materiil, mengakui adanya
pengecualian (peniadaan) selain yang terdapat dalam UU
(Hukum tertulis) juga terdapat dalam hukum tidak tertulis.
Unsur perbuatan terbagi atas perbuatan yang merupakan unsur
objektif dan perbuatan aktif/pasif
Perbuatan merupakan unsur objektif, yaitu terbagi atas
perbuatan yang terbagi tas perbuatan bersifat positif dan
negatif yang menyebabkan pelanggaran pidana. terdapat
akibat yang terdiri atas merusaknya atau membahayakan
kepentingan-kepentingan hukum. Dan bersifat melawan
hukum dan sifat dapat dipidana.
Perbuatan Aktif / Pasif, yang terbagi atas Delictum
Commissionis : Delik yang berupa pelanggaran terhadap
sesuatu yang dilarang undang-undang. Delik ini diwujudkan
dengan kelakukan aktif atau positif. Delictum Omissionis :
Delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah, tidak
berbuat atau melakukan sesuatu yang
diharuskan/diperintahkan. Delik ini mensyaratkan kelakukan
pasif atau negatif, seperti misalnya Pasal 164 KUHP (tidak
segera melaporkan adanya suatu pemufakatan jahat yang
diketahuinya). Delik commissionis per omissionem
Commissa adalah delik yang berupa pelanggaran larangan
tetapi dapat dilakukan dengan tidak berbuat. Misalnya
seorang ibu yang merampas nyawa anaknya dengan jalan
tidak memberi makan pada anak itu (Pasal 341 KUHP).
I. TEORI DAN TUJUAN PEMIDANAAN
Pemidanaan diartikan berdasarkan oleh salah satu pakar yaitu
Menurut Sudarto perkataan pemidanaan itu adalah sinonim dengan
kata penghukuman.Penghukuman itu berasal dari kata dasar
hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau
memutuskan tentang hukumnya (berechten). yakni penghukuman
dalam perkara pidana, yang yang kerap kali dipersamakan dengan
pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim.
Teori tujuan pemidanaan:
Teori Retribusi Pidana itu merupakan suatu akibat hukum
yang mutlak harus ada sebagai seuatu pembalasan kepada
orang yang telah melakukan kejahatan. Jadi dasar
pembenaran pidana terletak pada terjadinya kejahatan itu
sendiri. Tidak dilihat akibat-akibat apapun yang timbul
dengan dijatuhinya pidana, tidak peduli apakah
masyarakatmungkin akan dirugikan.
Teori Deterence Berbeda dengan pandangan retributif yang
memandang penjatuhan sanksi pidana hanya sebagai
pembalasan semata, maka deterrence memandang adanya
tujuan lain yang lebih bermanfaat daripada sekedar
pembalasan, yaitu tujuan yang lebih bermanfaat.