Anda di halaman 1dari 2

Klausula Attentat (Attentat Clause),

Secara umum yang dimaksudkan dengan Klausula Attentat adalah suatu klausula dalam pranata
hukum ekstradisi yang menyatakan, bahwa pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap kepala
negara atau anggota keluarganya tidak merupakan kejahatan politik walaupun perbuatan itu sendiri
mengandung motif, maksud dan tujuan politik. 1

Indonesia telah memiliki undang-udang ekstradisi nasional (selan- jutnya disingkat: UUEN)
dengan diterima dan disahkannya RUU Eks- tradisi oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 18
Desember 1978. Jauh sebelumnya, yakni pada tanggal 7 Januari 1974, telah ditanda tangani perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dan Malaysia (selanjutnya disingkat: PEIM) dan pada tanggal 10 Februari
1976 juga telah ditanda tangani perjanjian ekstradisi dengan Pilipina (selanjutnya disingkat PEIP). Kedua
perjanjian ekstradisi ini telah diratifikasi dan diundang- kan masing-masing dengan Undang-undang
Nomor 9 tahun 1974 dan Undang-Undang Nomer 10 tahun 1976. Pasal 5 ayat 1,2 dan 3 UUEN, pasal 3
ayat 1 PEIM dan pasal V A & B PEIP memuat ketentuan ten- tang Kejahatan Politik, yang pada dasarnya
menyatakan bahwa per- mintaan penyerahan akan ditolak apabila kejahatan yang dijadikan sebagai
dasar/alasan untuk meminta penyerahan adalah kejahatan poli- tik.) Sedangkan pasal 5 ayat UUEN, pasal
3 ayat 2 PEIM dan pasal VC PEIP mempersempit ruang lingkup kejahatan politik dengan me-
ngesampingkan kejahatan pembunuhan atau percobaan pembunuhan Kepala Negara atau anggota
keluarganya dari kejahatan politik. Dengan demikian, bagaimanapun juga kejahatan pembunuhan atau
percobaan pembunuhan (menghilangkan nyawa atau percobaan menghilangkan nyawa) Kepala Negara
atau anggota keluarganya, bukan merupakan kejahatan politik Inilah yang di dalam ekstradisi dinamakan
"Klausula Attentat".2

Negara yang pertama kali mencantumkan klausula attentat ini dalam perundang-undangan
ekstradisinya adalah Belgia pada tahun 1856, kemudian diikuti oleh negara-negara Eropah (Kontinental)
lain- nya, kecuali Negara Inggris. Sebagai faktor yang mendorong dimasuk- kannya klausula attentat ini
dalam perundang-undangan ekstradisi. Belgia adalah peristiwa percobaan pembunuhan atas diri Kaisar
Napo- leon III oleh Jules Jacquin dan Celestin Jacquin pada tahun 1854. Ke- dua orang itu adalah warga
negara Perancis yang berdomisili di Belgia. Mereka meledakkan senjata dan merusak jalan kereta api
antara Lille dan Calais dengan maksud membunuh Napoleon III bersama anggota keluarganya yang
sedang dalam perjalanan melewati jalan kereta api tersebut. Namun usaha kedua orang itu mengalami
kegagalan Kemu- dian meminta penyerahan kedua orang tersebut kepada Belgia, akan tetapi Belgia
menolaknya dengan alasan bahwa undang-undang ekstra- disinya melarang menyerahkan pelaku
kejahatan politik Kejahatan pembunuhan terhadap Napoleon III tersebut digolongkan oleh Belgia sebagai
kejahatan politik Untuk menghindari supaya pada masa yang akan datang peristiwa semacam ini tidak
terulang kembali, maka pada tahun 1856 Belgia menambah undang-undang ekstradisinya dengan me
nambahkan ketentuan bahwa, pembunuhan atau percobaan pembunuh- an terhadap Kepala Negara
asing atau anggota keluarganya tidak diang- gap sebagai kejahatan politik Pasal 5 ayat 4 UUEN

1
Ibid.
2
Untuk pembahasan yang cukup luas dan mendalam mengenai kejahatan politik ini, lihat dan bacalah buku Ivan
Anthony Shearer yang berjudul "Extradition in International Law", khususnya chapter seven tentang Political
Offence, halaman 166 s/d 193.
Sedangkan untuk bahan bacaan perbandingan adalah sangat menarik untuk di. baca tulisan Prof. B.A. Worthley,
O.B.E., O.C., LL. D dalam The British Year Book of International Law, 1971, halaman 219 s/d 253 dengan judul:
"Political Crime in English Law and in International Law".
menyatakan: "pembunuhan atau perco- baan pembunuhan terhadap kepala negara atau naggota
keluarganya, tidak dianggap sebagai kejahatan politik". Dengan adanya ketentuan ini maka jika terjadi
pembunuhan atau percobaan untuk membunuh KEPALA NEGARA Indonesia atau salah seorang atau
lebih dari ang- gota keluarga kepala negara Indonesia, kejahatan tersebut tidak diang- gap sebagai
kejahatan politik Meskipun pembunuhan atau percobaan pembunuhan itu dilakukan, berkaitan dengan
masalah politik atau yang ada sangkut pautnya dengan politik, atau dengan kata lain mempunyai motif,
maksud ataupun tujuan politik. Apabila si pelaku kejahatan itu melarikan diri ke negara lain, maka
Indonesia dapat meminta pe- nyerahannya kepada negara yang bersangkutan Ketentaun ini pun uga
berlaku, apabila pembunuhan atau percobaan pembunuhan itu ditujukan terhadap kepala negara atau
anggota keluarganya dari negara asing, dan si pelaku kejahatan itu melarikan diri ke Indonesia. Hal ini
terbukti dari bunyi pasal 5 ayat 2 UUEN tersebut yang hanya menyata kan pembunuhan terhadap kepala
negara atau anggota keluarganya. Ketentuan ini tidak menunjuk kepada kepala negara tertentu. Kon-
sekuensi ketentuan ini bagi si pelaku kejahatan adalah (baik si pelaku kejahatan pembunuhan atau
percobaan pembunuhan terhadap kepala negara Indonesia atau anggota keluarganya, yang melarikan
diri ke negara lain, ataupun si pelaku kejahatan pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap
kepala negara asing atau anggota keluarganya yang melarikan diri ke Indonesia), dia tidak bisa
berlindung dibalik dalih atau alasan bahwa kejahatan yang dilakuiannya itu dan yang di- jadikan dasar
untuk meminta penyerahannya adalah kejahatan
politik.===============================================================================
=====================================================================================
=

Anda mungkin juga menyukai