Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SEJARAH KAPITA SELEKTA HUKUM PERDATA

DISUSUN OLEH KELOMPOK I :

M. NASHIHUL HILMI : ( A.111.20.0197 )

ATAKA BADRUDDJA : ( A.111.20.0249 )

UNIVERSITAS SEMARANG
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
2022-2023

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial setiap manusia selalu mengadakan hubungan
dengan manusia lain. Hubungan itu terjadi sejak manusia dilahirkan sampai
meninggal dunia. Timbulnya hubungan antar manusia secara kodrati artinya
makhluk hidup sebagai manusia itu dikodratkan untuk selalu hidup bersama.
Melaksanakan kodrat hidup sebagai proses kehidupan manusia yang terjadi
dilakukan sejak lahir sampai meninggal dunia.
Manusia dikodratkan untuk selalu hidup bersama demi hidupnya,
menimbulkan satu jenis hukum yang ketentuannya mengatur tentang kehidupan itu
dan dinamakan hukum perdata (privat recht).1 Hukum perdata dalam arti luas
meliputi ketentuan-ketentuan dalam hukum perdata materiil yang mengatur
kepentingan-kepentingan perseorangan. Hukum perdata materiil ini sering juga
disebut “hukum sipil”, tetapi karena kata “sipil” lazim digunakan sebagai lawan
dari kata “militer”, sebaiknya terhadap pemakaian istilah kita gunakan “hukum
perdata” saja. Perkataan hukum perdata ada juga yang memberikan dalam arti
sempit yaitu lawan dari hukum dagang. Sebenarnya kalau dilihat dari skematik
lama yang dimaksud hukum perdata itu terdiri dari hukum sipil dan hukum dagang
kurang dapat memberikan suatu kesatuan sistem keperdataan, karena pembagian itu
hanya berdasar kepada pembagian Undang-Undang hukum perdata Belanda sebagai
akibat dari sejarah pengkodifikasian sampai ada dua kitab Undang-Undang hukum
dalam satu sistem kaidah hukum perdata.
Hukum perdata adalah rangkaian peraturan yang mengatur hubungan antara
warga negara perseorangan dengan warga negara perseorangan yang lain.
Sedangkan hukum perdata tertulis yang dimaksud dalam makalah ini adalah hukum
perdata yang diatur di dalam KUHPerdata (Burgelijk Wetboek). Hukum perdata di
Indonesia adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang
dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapatdipaksakan pemberlakuaanya
berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan
sanksi bagi pelanggarnya. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan
kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara obyek hukum.
1
Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, (Jakarta: Rajawali, Jakarta, 1989), hlm. 3.

2
Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari
hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara
serta kepentingan umum (misalnya politik danpemilu (hukum tata negara) kegiatan
pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan
(hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau
warga negara sehari-hari.
Hukum mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat dan juga
mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban
itu. Hukum perdata yang mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat
disebut “hukum perdata material”. Sedangkan, hukum perdata yang mengatur
bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban disebut
“hukum perdata formal”. Hukum perdata formal lazim disebut hukum acara
perdata.2
Bagi setiap orang yang merasa hak perdatanya dilanggar, tidak boleh
diselesaikan dengan cara menghakimi sendiri (eiginrichting), tapi ia dapat
menyampaikan perkaranya ke pengadilan, yaitu dengan mengajukan tuntutan hak
(gugatan) terhadap pihak yang dianggap merugikannya, agar memperoleh
penyelesaian sebagaimana mestinya. Tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan
memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah
perbuatan menghakimi diri sendiri (eigenrichting). Tuntutan hak ini dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu permohonan dan gugatan.
Adanya hukum acara perdata, masyarakat merasa ada kepastian hukum
bahwa setiap orang dapat mempertahankan hak perdatanya dengan sebaik-baiknya,
dan setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap hukum perdata yang
mengakibatkan kerugian terhadap orang lain dapat dituntut melalui pengadilan.
Dengan hukum acara perdata diharapkan tercipta ketertiban dan kepastian hukum
dalam masyarakat.3
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk membuat ma
kalah yang berjudul Sejarah Kapita Selekta Hukum Perdata.

2
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, ( Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 3-
4
3
Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso, Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia,
(Yogyakarta: Gama Media, 2007), hlm.10

3
B. Rumusan Masalah
1. Dari Manakah Asal Hukum Perdata ?
2. Apakah Hukum Perdata Materiil ?
3. Apakah Yang Dimaksud Dengan Hukum Perdata Formil ?
4. Bagaimanakah Sistematika KUHPerdata Di Indonesia ?

C. Tujuan
1. Untuk memahami dan menjelaskan mengenai asal Hukum Perdata ?
2. Untuk memahami dan menjelaskan mengenai Hukum Perdata Materiil ?
3. Untuk memahami dan menjelaskan mengenai Hukum Perdata Formil ?
4. Untuk memahami dan menjelaskan mengenai Sistematika KUHPerdata Di In
donesia ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Asal-Usul Hukum Perdata


Hukum perdata semula berasal dari bangsa Romawi yaitu sekira 50 SM
pada masa pemerintahan Yulius Caesar berkuasa di Eropah Barat yang sejak
waktu itu hukum Romawi diberlakukan di Perancis walaupun bercampur dengan
hukum asli yang sudah ada sebelum orang Romawi menguasai Galis (Perancis).
Keadaan seperti ini terus berlangsung sampai pada masa pemerintahan Louis XV
yaitu dengan diawalinya usaha kearah adanya kesatuan hukum yang kemudian
menghasilkan suatu kodifikasi yang diberi nama “Code Civil Des Francois”7
pada 21 Maret 1804 yang kemudian pada 1807 diundangkan kembali menjadi
“Code Napoleon”. Kodifikasi ini sangat berbau Romawi tetapi para penyusunnya
banyak juga memasukkan kedalamnya unsur-unsur hukum asli yaitu hukum adat
Perancis Kuno (hukum Jerman) yang telah berlaku di Eropa Barat sebelum orang-
orang Romawi menguasai Perancis.
Sebagai campuran ketiga di dalam isi Code Civil itu adalah hukum gereja
atau hukum Katolik yang didukung oleh gereja Roma Katolik ketika itu. Pada
1811, Belanda di jajah oleh Perancis dan seluruh Code Civil yang memuat ketiga
unsur yaitu hukum Romawi, Hukum German dan hukum Gereja diberlakukan di

4
negeri Belanda dan oleh karena Indonesia pada waktu itu merupakan jajahan
Belanda maka hukum perdata Belanda yang sebagian besar berdasarkan pada
Code Civil itu diberlakukan pula untuk Indonesia sejak 1 Januari 1848 dengan
Staatsblad tahun 1847 No. 23. Namun demikian, hukum perdata di Indonesia
agak berlainan dengan hukum perdata yang berlaku di negeri Belanda apalagi jika
dibandingkan dengan Code Civil Perancis, hanya asas-asasnya banyak diambil
dari Code Civil.
Berlakunya hukum perdata Belanda tersebut di Indonesia bertalian erat
dengan politik hukum pemerintah Hindia Belanda yang membagi penduduk
Hindia Belanda menjadi 3 golongan yaitu:
1) Golongan Eropa yaitu semua orang Belanda, orang yang berasal dari
Eropa, orang Jepang, orang yang hukum keluarganya berdasarkan azas-
azas yang sama dengan hukum Belanda beserta anak keturunan mereka;
2) Golongan Timur Asing Tionghoa dan Timur Asing bukan Tionghoa
misalnya orang Arab, India dan Pakistan;
3) Mereka yang telah meleburkan diri dan menyesuaikan hidupnya dengan
golongan Bumi Putera.
Penggolongan tersebut diatas diatur dalam pasal 163 IS (Indische Staatsregeling)
yang sampai sekarang masih tetap berlaku berdasarkan ketentuan Pasal 2 Aturan
Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.4
Dalam mempelajari dan menerapkan ketentuan-ketentuan hukum perdata
perlu diperhatikan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia
yang mempengaruhi dan mengubah isi serta berlakunya KUH Perdata di
Indonesia. Dengan demikian dapat diketahui pasal-pasal mana yang dianggap
tidak berlaku atau dicabut sehubungan dengan adanya peraturan-peraturan baru
tersebut. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tanggal 24
September 1960, Stb. tahun 1960 Nomor 104 tentang Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA) mencabut semua ketentuan-ketentuan mengenai hak-hak
kebendaan yang bertalian dengan tanah dari buku II BW (KUHP) kecuali
mengenai hipotek. Artinya semua ketentuan-ketentuan yang mengenai hak
kebendaan yang bertalian dengan tanah mendapat pengaturannya di dalam hukum
Agraria dan tidak menjadi obyek hukum perdata lagi.

4
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, ( Jakarta: PT Intermasa, 1980), hlm.34

5
Adanya Surat Edaran Mahkamah Agung tanggal 5 September 1963
Nomor 3 Tahun 1963, beberapa pasal atau ketentuan dipandang tidak berlaku
lagi, yaitu:
a) Pasal 108 –110 BW tentang ketidakwenangan bertindak seorang istri;
b) Pasal 284 ayat 3 BW tentang pengakuan anak luar kawin yang lahir dari
seorang wanita Indonesia;
c) Pasal 1682 BW tentang keharusan dilakukannya hibah dengan akte
notaris;
d) Pasal 1579 BW tentang penghentian sewa-menyewa dengan alasan akan
memakai sendiri barang itu;
e) Pasal 1238 BW tentang pengajuan gugat pelaksanaan suatu perjanjian;
f) Pasal 1460 BW tentang resiko dalam perjanjian jual beli barang;
g) Pasal 1603 ayat 1 dan 2 BW diskriminasi orang Eropa dan bukan Eropa
dalam perjanjian perburuhan.
Burgelijk Weetbook Baru Belanda (BWBB) telah berhasil diubah,
dirombak, singkatnya dimodernisasi, sehingga dapat mengikuti perkembangan
jaman, khususnya menunjang berbagai kegiatan kegiatan ekonomi dalam arti
luas. Upaya perubahan dan modernisasi diawali dalam tahu 1947 dan baru
berhasil akhir tahun 1992 dengan pengundangan BWBB yang dinyatakan berlaku
mulai 1 januari 1992. buku 1 (orang dan keluarga) dan Buku 2 (Badan Hukum)
sudah dinyatakan berlaku, yaitu berturut –turut tentang jual beli dan tukar
menukar (koop en huur), pemberian kuasa (lestgeving), Penitipan
(bewaargeving), dan penanggungan (borgtocht).5
Ketika Belanda menjajah Indonesia, Belanda menerapkan aturan
KUHPerdata dan KUH Dagang di setiap negara-negara jajahannya termasuk
Indonesia. Bahkan, KUHPerdata dan KUHDagang warisan Belanda masih
digunakan Indonesia sampai detik ini. Pada tahun 1948 atas dasar asas
concordantie (asas politik), Indonesia memberlakukan kedua Kitab Undang-
Undang tersebut secara resmi.

5
Redaksi, Jurnal hukum Ekonomi, New Burgelijk Wetboek Belanda Edisi III (Pebruari 1996), hlm.12

6
B. Pengertian Hukum Perdata Materiil
Hukum perdata materiil Adalah suatu kumpulan peraturan perundang-
undangan yang mengatur hubungan hukum tentang hak dan kewajiban
keperdataan antara satu pihak dengan pihak lainnya. Contohnya: Dalam sewa
menyewa, hutang piutang, jual beli diatur dalam KUHPerdata, dalam perjanjian
jaminan yang diatur dalam Pasal 1150-1160 KUHPerdata tentang gadai, Undang-
Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia, Undang-Undang No.4 tahun 1996
tentang Hak Tanggungan.

C. Pengertian Hukum Perdata Formil


Hukum perdata formil adalah Peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang pelaksanaan sanksi hukuman apabila terjadi pelangaran
terhadap hak-hak keperdataan seseorang sesuai dengan hukum perdata materiil
yang menyebabkan kerugian bagi pihak lain. Peraturan perundang-undangan
yang berfungsi untuk menjamin tegaknya hukum perdata materiil, seperti HIR
dan RBG .6 contohnya adalah peraturan tentang cara menyusun surat gugatan,
mengajukan banding, dan lain sebagainya.

D. Sistematika KUHPerdata Di Indonesia

1. Hukum Pribadi atau Perorangan : Hukum pribadi atau perorangan ini


memuat mengenai peraturan peraturan, mengenai manusia sebagai subjek
hukum. Di dalamnya berisi peraturan peraturan tentang kecakapan untuk
mempunyai hak, serta kecakapan dalam bertindak sendiri untuk
melaksanakan hal tersebut, serta hal hal lainnya yang berpengaruh terhadap
kecakapan yang dimaksud;

2. Hukum Keluarga : Hukum keluarga mempunyai hak dan kewajiban, yang


pada dasarnya tidak bisa dinilai dengan uang. Di dalam KUHPerdata, hukum
satu ini disebutkan dalam aturan Buku I yang berjudul tentang orang. Isinya
yaitu mengatur hubungan yang tercipta dari hubungan kekeluargaan seperti
perkawinan, dan juga hukum kekayaan antara suami istri;

6
https://suduthukum.com/2016/11/pengertian-hukum-perdata-formil-dan.html diakses tanggal 14
Maret 2023pukul: 10WIB

7
3. Hukum Kekayaan : Jika hukum keluarga mengatur mengenai hubungan yang
tercipta dari hubungan kekeluargaan, maka hukum kekayaan ini mengatur
antara orang dengan harta kekayaan yang mereka miliki. Dimana hak dan
kewajibannya dapat dinilai dengan uang. Hak dan kewajiban yang bersifat
seperti ini, umumnya bisa dipindahtangankan kepada orang lain;

4. Hukum Waris : Hukum waris di dalam KUHPerdata, diatur dalam Buku II


yang berjudul tentang kebendaan. Dengan demikian, hukum satu ini
sebenarnya termasuk ke dalam hukum harta benda. Meski demikian, hukum
waris ini juga sangat erat kaitannya dengan hukum keluarga. Karena untuk
bisa mewarisi harta benda yang ada, maka harus mempunyai hubungan
keluarga dengan pewaris. Secara garis besar, hukum waris mengatur tentang
harta benda seseorang setelah orang tersebut meninggal dunia. Hukum ini
berisikan tentang peralihan hak serta kewajiban pewaris kepada ahli
warisnya, dalam bidang kekayaan. Sehingga sistematika hukum perdata satu
ini juga sangat erat kaitannya dengan hukum kekayaan, yang mempunyai
sifat relatif.

Sistematika dari hukum perdata di atas merupakan sistematika berdasarkan ilmu


pengetahuan hukum, apabila berdasarkan pada KUHPerdata, maka sistematika
dari hukum perdata ini terdiri atas :

1. Buku I tentang Orang : Ketentuan yang diatur dalam buku I ini mengatur
tentang hukum orang dan hukum keluarga, hal tersebut mengingat menurut
pembuat undangundang pengertian hukum orang dalam arti luas, juga
meliputi hukum keluarga. Berkaitan dengan ketentuan Buku I KUHPerdata
dewasa ini dengan telah diundangkannya Undang-Undang No. 1 Th. 1974
tentang Perkawinan maka segala ketentuan yang berkaitan dengan
perkawinan sepanjang sudah diatur dalam Undang-Undang tersebut maka
ketentuan perkawinan dalam KUHPerdata tidak berlaku lagi.7

2. Buku II tentang Benda : Ketentuan yang diatur dalam buku II KUHPerdata


menyangkut tentang hak-hak kebendaan yang merupakan bagian dari hukum
kekayaan sebagaimana diatur dalam doktrin. Menurut doktrin hukum

7
Lihat Pasal 66 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

8
kekayaan dibagi menjadi dua, yaitu hukum kekayaan yang absolut yang
merupakan hak kebendaan yang diatur dalam Buku II tentang Benda. Dan
hukum kekayaan yang relatif merupakan hak-hak perseorangan yang diatur
dalam Buku III tentang Perikatan. Berkaitan dengan ketentuan Buku II
tentang Benda, KUHPerdata tidak diberlakukan lagi, yaitu dengan
berlakunya UU No. 5 Th. 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria.
Berdasarkan UU tersebut semua ketentuan hukum menyangkut bumi (tanah),
air, dan kekayaan alam lain yang terkandung di dalamnya yang telah diatur
dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 dinyatakan tidak berlaku. Selain
itu, berkaitan dengan jaminan atas tanah dan benda-benda yang berkaitan
dengan tanah yang dulu menggunakan ketentuan hipotik sebagaimana diatur
dalam Buku II KUHPerdata, dengan berlakunya Undang-Undang No.4
Tahun 1996 tentang hak tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi. Dalam
buku II tentang Benda KUHPerdata tersebut juga diatur ketentuan hukum
waris berdasarkan 2 alasan yang menurut pembuat Undang-Undang melalui
ketentuan Pasal 584 KUHPerdata yang menyebutkan mewaris adalah salah
satu cara memperoleh hak milik. Selain itu, ketentuan dalam Pasal 528
KUHPerdata ditentukan hak waris merupakan hak kebendaan

3. Buku III tentang Perikatan : Hukum perikatan yang diatur dalam buku III
KUHPerdata sebagaimana disebutkan sebelumnya merupakan bagian dari
hukum kekayaan yang relatif (menurut doktrin). Hukum perikatan mengatur
tentang hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain
untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat dalam ruang
lingkup hukum kekayaan yang bersumber dari Undang-Undang maupun
perjanjian. Khusus tentang hukum perjanjian berlaku asas kebebasan
berkontrak (freedom of contract), dalam hal ini setiap pihak diperbolehkan
mengatur sendiri perjanjian yang mengikat di antara mereka bahkan boleh
menyimpangi ketentuan yang berlaku dalam KUHPerdata.

4. Buku IV tentang Pembuktian dan Daluarsa : Hukum perikatan yang diatur


dalam buku III KUHPerdata sebagaimana disebutkan sebelumnya merupakan
bagian dari hukum kekayaan yang relatif (menurut doktrin). Hukum
perikatan mengatur tentang hubungan hukum antara orang yang satu dengan

9
orang yang lain untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak
berbuat dalam ruang lingkup hukum kekayaan yang bersumber dari Undang-
Undang maupun perjanjian. Khusus tentang hukum perjanjian berlaku asas
kebebasan berkontrak (freedom of contract), dalam hal ini setiap pihak
diperbolehkan mengatur sendiri perjanjian yang mengikat di antara mereka
bahkan boleh menyimpangi ketentuan yang berlaku dalam KUHPerdata.
Berkaitan pengaturan yang termuat dalam buku IV KUHPerdata, para ahli
hukum (doktrin) berpendapat seharusnya itu tidak dimasukkan dalam hukum
perdata materil, tetapi dimasukkan dalam hukum perdata formil (hukum
acara), tetapi pembuat Undang-Udang beranggapan bahwa berkaitan dengan
alat bukti dan daluwarsa merupakan hukum acara materiil sehingga
dimasukkan ke dalam hukum materiil. Pembuat Undang-Undang
membedakan antara hukum acara materiil yang masuk dalam ruang lingkup
hukum materiil dan hukum acara formil yang masuk dalam ruang lingkup
hukum acara (formil).

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan


sebagai berikut :

Pada tahun 1948 atas dasar asas concordantie (asas politik) Indonesia
memberlakukan kedua Kitab Undang-Undang tersebut secara resmi. Hukum
perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar individu dalam
pergaulan masyarakat. Sistematika dalam KUHPerdata terdiri atas : Buku I
tentang Orang, Buku II tentang Benda, Buku III tentang Perikatan, Buku IV
tentang Pembuktian dan Daluarsa. Hukum perdata adalah hukum pokok yang
mengatur kepentingan-kepentingan perorangan. Dalam peradilan hukum
perdata diutamakan perdamaian karena hukum perdata itu tidak hanya

10
difungsikan untuk menghukum seseorang, tetapi juga sebagai alat untuk
mendapatkan keadilan dan perdamaian.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti,


2000.

Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso, Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di
Indonesia, Yogyakarta: Gama Media, 2007.

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT Intermasa, 1980.

Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jakarta: Rajawali, Jakarta, 1989.

https://suduthukum.com/2016/11/pengertian-hukum-perdata-formil-dan.html

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Anda mungkin juga menyukai