PERTEMUAN 13
EKSEKUSI PUTUSAN DAN PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI PUTUSAN
A. TUJUAN PERKULIAHAN
Setelah menyelesaikan pertemuan ke-9 Mahasiswa diharapkan mampu memahami
bagaimana Eksekusi Putusan dan Perlawanan terhadap Eksekusi Putusan dalam
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
B. URAIAN MATERI
Eksekusi putusan PTUN berbeda dengan eksekusi putusan perdata, karena
PTUN adalah pengadilan yang mengadili sengketa-sengketa administratif, jadi tidak
mempunyai wewenang dalam bidang fisik (faktual) Eksekusi PTUN hanya
dilaksanakan secara administratif (abstrak) tidak secara fisik seperi perkara perdata.
1. Eksekusi Putusan PTUN
Putusan PTUN yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap adalah
merupakan keputusan hukum yang bersifat hukum publik dan karena itu berlaku juga
bagi pihak-pihak yang diluar yang bersengketa (orga omnes). Berbeda dengan
putusan hukum perdat, yang pada umumnya hanya berlaku bagi pihak-pihak yang
bersengketa saja, meskipun ada juga perkara perdata yang bersifat hukum publik.
Oleh karena itu kekuatan eksekutorial dari putusan PTUN, adalah juga berbeda
dengan kekuatan eksekutorial dari putusan perdata.1
2. Diktum Putusan yang memerlukan Eksekusi
Dalam ketentuan Pasal 97 ayat (7) UU No 5 Tahun 1986 tentang PTUN
menyebutkan, bahwa:
Putusan Pengadilan dapat berupa:
a. gugatan ditolak;
b. gugatan dikabulkan;
c. gugatan tidak diterima;
d. gugatan gugur.
Bedasarkan jenis putusan diatas, hanya satu butir yang memerlukan tindak
lanjut (follow up), berupa eksekusi, yaitu butir (2) “Gugatan dikabulkan” sedangkan
butir-butir: (1) Gugatan ditolak; (3) Gugatan tidak dapat diterima; dan (4) Gugatan
1
Sumaryono dan Anna Eliyana, Tuntutan Praktik Beracara di Pengandilan Tata Usaha Negara,
Jakarta: Penerbit PT Prima Media Pustaka Gramedia Group, 2014, hlm. 129.
Gugur, tidak memerlukan tindak lanjut. Berdasarkan gugatan yang dikabulkan itu,
juga tidak seluruhnya memerlukan pelaksanaan eksekusi, hanya sebagian saja.
3. Cara-cara Ekesekusi
Pelaksanaan putusan PTUN diatur dalam ketentuan-ketentuan tentang
eksekusi, yang temuat dalam Pasal 116 UU No 5 Tahun 1986. Dikatakan bahwa,
pelaksanaan eksekusi hanya dilakukan melalui surat yang dikirimkan dengan
perantaraan pos secara tercatat. Mula-mula ditujukan kepada pihak-pihak yang
bersangkutan, agar melakukannya secara sukarela, akan tetapi apabila tidak berhasil
diteruskan kepada instansi atasan, dan seterusnya hingga Presiden.
Didalam Pasal 119 UU No 5 Tahun 1986, disebutkan:”…Ketua Pengadilan
wajib mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap”, bagaimana caranya Ketua Pengadilan melakukan pengawasan tersebut,
pelaksanaan eksekusi itu sendiri, yang diatur di dalam perundang-undangan,
sebagaimana diuraikan dibawah ini.
(1) Pengadilan Memerintahkan Tergugat
Putusan Pengadilan yang mewajibkan Tergugat untuk mencabut KTUN yang
digugat dan menerbitkan KTUN yang baru, setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan,
ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka ketua pengadilan berwenang
untuk memerintahkan tergugat untuk melaksanakannnya. Perintah tersebut dilakukan
melalui suatu surat yang ditujukan kepada Tergugat, setelah ada permohonan dari
pihak penggugat, yang juga membuat penjelasan tentang ketidakpatuhan tergugat
dalam tanggang waktu tersebut diatas. Sedangkan pelaksanaan kewajiban yang
disertai dengan ganti-rugi dan rehabilitasi, masing-masing sudah diatur dalam Pasal
117 UU No 5 Tahun 1986.
(2) Mengajukan Kepada Instansi Atasan
Apabila perintah Ketua Pengadilan tersebut diatas, tidak diindahkan oleh
Tergugat, maka Ketua Pengadilan mengajukan hal itu kepada instansi atasan menurut
jenjang jabatan dan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah itu, instansi atasan tersebut
harus memerintahkan pejabat yang bersangkutan untuk melaksanakan putusan
pengadilan.
(3) Mengajukan Kepada Presiden
Apabila instansi atasan juga tidak mengindahkan surat atau perintah ketua
Pengadilan Ketua Pengadilan tersebut, maka Ketua Pengadilan mengajukan hal itu
5
Lintong O. Siahaan, Instrumen Hukum di PTUN, Jakarta: Percetakan Negara RI, 2007, hlm. 161-62.