Anda di halaman 1dari 30

TUGAS AKHIR

HUKUM ACARA PERDATA A

ANALISIS PUTUSAN
PUTUSAN Nomor : 14/Pdt.G/2012/PN.Im.

LEGAL STANDING ANAK DIBAWAH UMUR

Nama :

NPM :

Angkatan :

Kelas : Hukum Acara Perdata A

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Depok
DAFTAR ISI
KASUS POSISI

H. IMAN SOLIHIN bin RAHMAT (Penggugat) telah menikah secara sah menurut hukum
dengan Hj.KARSEM alias Hj.KASENG alias Hj.SITI ROSIDAH Binti WASKANA (Alm)
pada 17 Juni 1999 dengan akta nikah tercatat nomor 228/37/VI/1999. Pada 22 Juni 2010
Hj.KARSEM meninggal dunia dan meninggalkan ahli waris 2 orang anak yang bernama
ADAM SAPUTRA (11 tahun) dan SINTIA SAPUTRI (9 tahun) yang masih dibawah umur
dan belum cakap melakukan perbuatan hukum. Maka, secara hukum penggugat yang
mewakilinya. Hj. KARSEM semasa hidupnya memiliki harta pribadi yang diperolehnya
sebelum menikah dengan Penggugat yakni:

1. 2 rumah permanen ukuran panjang x lebar = 11 m 2 x 9m2 dan 9m2 x 11 m2 dengan IMB
nomor 502.648/SK/91-DB/1999 tercatat atas nama Hj.KARSEM terletak di Blok
Samakrombeng Desa Margamulya Rt.05 Rw.01 Kec. Bongas, Kabupaten Indramayu.

2. Sebidang tanah berikut rumah toko percetakan “Adam Offset” 14m2x7m2 dengan persil
nomor 233 DA. 38 kohir C Nomor 466 dengan luas 340 m2 atas nama Hj. KARSEM di
Desa Margamulya Rt. 016/04 Blok Gebangmampang Kec. Bongas Kab.Indramayu.

3. Sebidang tanah sawah, persil No.22 kohir C Nomor 989 luas 14.200 m2 (2 bahu) atas nama
Hj. KARSEM, Blok Samakrombeng Desa Margamulya Kec.Bongas Indramayu.

4. Sebidang tanah sawah, persil No.22 letter C / SPPT Nomor NOP 32.14.180.003.007.0016.0,
± 2 bahu atas nama Hj. KARSEM, dahulu terletak di Blok Samakrombeng, sekarang
menjadi Blok Tirtamulya, Desa Margamulya Kec.Bongas Kabupaten Indramayu.
5. Sebidang tanah sawah, persil No.22 letter C / SPPT Nomor NOP 32.14.180.003.006.0044.0,
luas ± 1 bahu atas nama Hj. KARSEM, dahulu terletak di Blok Samakrombeng, sekarang
menjadi Blok Tirtamulya Desa Margamulya Kecamatan Bongas Kabupaten Indramayu.

Setelah 1 bulan meninggalnya Hj.KARSEM (Juli,2010), Penggugat mendapat undangan dari


Turut Tergugat I (Sdr. SUDIRAH WASTIKA Kuwu Desa Margamulya) untuk
bermusyawarah kekeluargaan mengenai harta peninggalan almh. Hj. KARSEM sehubungan
dengan anak–anak almh. Hj.Karsem yang belum cakap melakukan perbuatan hukum. Hasil
musyawarah yang disepakati adalah Surat Pernyataan yang dibuat antara Penggugat dan
Tergugat I (Hj.TASDEM) dimana Tergugat I sebagai pihak pengelola atas harta
peninggalan Hj.KARSEM yakni bidang-bidang tanah sawah sengketa nomor 3,4,5 yang
diperuntukkan guna masa depan ADAM SAPUTRA DAN SINTIA SAPUTRI. Atas bukti
kepemilikan objek tanah sawah tersebut dipegang Tergugat I (Hj.TASDEM) , disaksikan
Sdr.SUDIRA WASTIKA Kuwu Desa Margamulya (Turut Tergugat I), diketahui
Sdr.KANTO HARTONO,S.A.P Camat Bongas (Turut Tergugat II). Dalam surat
pernyataan, Penggugat menempati rumah sebagai tempat tinggal, usaha percetakan, penggugat
dibebankan sisa utang Hj.KARSEM.

Namun, Tergugat I (Hj.TASDEM) wanprestasi terhadap surat pernyataan kesepakatan.


Hj.TASDEM dalam kesepakatan hanyalah pemegang barang bukti dan pengelolaan harta
peninggalan Almarhumah Hj.KARSEM. Namun, TASDEM mengalihkan harta peninggalan
kepada WASNA bin WASKANA (Tergugat II) dan menyerahkan pengelolaan tanah sengketa
tanpa hak kepada Sdr.MASKINAH binti WASKANA (Tergugat IV) yang merupakan anak-
anak Hj.TASDEM Binti TALUN dan/atau saudara/kakak kandung Hj.KARSEM.

Tanah sawah yang dihibahkan oleh Hj. TASDEM (Tergugat I) kepada WASNA Bin
WASKANA (Tergugat II) adalah sawah persil nomor 22 C. Nomor 989 luas 14.200 m2 atas
nama Hj. KARSEM yang terletak blok Samakrombeng Desa Margamulya Kecamatan Bongas
Kabupaten Indramayu. Obyek tanah sengketa tersebut diatas oleh Tergugat II (WASNA Bin
WASKANA) telah dijual kepada H. RAKIDIN (Tergugat IV) dengan luas 7.100 m2 (1 bahu)
dan sebagian lagi telah dijual dengan luas 7.100 m2 (1 bahu) kepada Sdr. DARJI (Tergugat
V) dengan dibuat dihadapan Notaris DEDDY RUSNADI, SH.M.Kn. (Turut Tergugat III)
dengan tanpa hak dan melawan hukum tanpa persetujuan Penggugat sebagai wali ADAM
SAPUTRA dan SINTIA SAPUTRI yang merupakan pemilik sah byek tanah sengketa perkara
aquo.

Tergugat I (Hj. TASDEM), telah menjual tanah sawah dengan persil 22 C SPPT Nomor
32.14.180.003.007.0016.0 dengan luas 14.300m2 atas nama Hj. KARSEM kepada Sdr. H.
DIDI JUNEDI alias H. JUNETIN Bin H. RAENDI (Tergugat VI) dengan luas 8.000,- m2
(1 Hektar) dan sebagian lagi telah dijual kepada Sdr. TASDIK (Tergugat VII) dengan luas
3.200 m2 (1/2 bahu) dibuat dan dihadapan notaris DEDDY RUSNADI, SH.M.Kn. (Turut
Tergugat III), dan disaksikan Sdr. SUDIRAH WASTIKA Kuwu Desa Margamulya (Turut
Tergugat I).

Tanah sawah persil No.22 dengan letter C/ SPPT Nomor Nop 32.14.180.003.004.0031.0
dengan luas 7.100 m2 (1 bahu) atas nama Hj. KARSEM telah dikuasai dengan tanpa hak dan
dikelola oleh MASKINAH Binti WASKANA (Tergugat III) dengan alasan mendapat
pemberian dari Hj. TASDEM Binti TALUN (Tergugat I). Maka dari itu, Penggugat merasa
dirugikan karena dalam kesepakatan tergugat I (Hj. TASDEM) hanya sebagai pengelola dan
pemegang barang bukti atas obyek obyek tanah sengketa. Namun, ia telah mengalihkan Hak
jual beli dan hibah tanpa persetujuan Penggugat sebagai wali dari ADAM SAPUTRA dan
SINTIA SAPUTRI yang merupakan ahli waris dari Hj. KARSEM pemilik obyek tanah
sengketa perkara Aquo.

DASAR TEORI

1. ASAS HUKUM ACARA PERDATA


1) Hakim bersifat menunggu
Inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada pihak yang
berkepentingan. Hakim bersifat menunggu datangnya tuntutan hak yang diajukan
kepadanya. Dengan kata lain, hakim tidak mencari perkara. Sekali perkara diajukan
kepadanya, hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadilinya, sekalipun
dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas (Pasal 10 ayat (1) UU No.48
Tahun 2009). Hakim dianggap tau hukum atau ius curia novit.
2) Hakim pasif
Ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa
pada asasnya ditentukan oleh pihak yang berperkara dan bukan oleh hakim. Hakim
hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan
rintangan untuk dapat tercapainya peradilan (Pasal 4 ayat (2) UU No.48 Tahun 2009).
Hakim wajib mengadili seluruh gugatan dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara
yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih daripada yang dituntut (ultra petita). Jadi,
pengertian pasif disini hanyalah berarti bahwa hakim tidak menentukan luas dari pokok
sengketa.
3) Sifat Terbukanya Persidangan
Sidang pemeriksaan pengadilan pada asasnya adalah terbuka untuk umum. Artinya,
setiap orang diperbolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan persidangan. Tujuan
dari asas ini adalah untuk memberi perlindungan hak asasi manusia dalam bidang
peradilan serta untuk lebih menjamin objektivitas peradilan dengan
mempertanggungjawabkan pemeriksaan yang fair, tidak memihak, dan putusan yang
adil kepada masyarakat (Pasal 13 ayat (1) dan (2) UU No.48 Tahun 2009).
4) Mendengar Kedua Belah Pihak
Yang berperkara harus sama-sama diperhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan
adil serta diberi kesempatan untuk memberi pendapatnya. Asas kedua belah pihak harus
sama-sama didengar dikenal dengan “audi et alteram partem”. Artinya, hakim tidak
boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sedangkan pihak lain tidak diberi
kesempatan mengeluarkan pendapatnya. Hal ini berari juga bahwa penakuan alat bukti
hars dilakukan di muka sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak.1
5) Putusan harus disertai dengan alasan
Alasan atau argumentasi dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban hakim pada
putusannya terhadap masyarakat, para pihak yang lebih tinggi, dan ilmu hukum
sehingga mempunyai nilai objektif. Alasan tersebut menyebabkan putusan memiliki
wibawa dan bukan karena hakim tertentu yang menjatuhkan.
6) Beracara dikenakan biaya
Untuk beracara pada dasarnya dikenakan biaya (Pasal 2 yayat (2) UU No.48 Tahun
2009, 121 ayat (4), 182 HIR). Biaya perkara ini meliputi biaya kepaniteraan, biaya
pemanggilan, pemberitahuan para pihak dan biaya materai. Apabila meminta bantuan
seoran pengacara juga dikenakan biaya. Bagi mereka yang tidak mampu membayar
baya perkara dapat mengajaukan perkara secara cuma-cuma (pro deo) dengan
mendapatkan izin untuk membebaskan dari pembayaran biaya perkara dengan
mengajukan surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh camat yang membawahi
daerah tempat tinggal si berkepentingan.
7) Tidak Ada Keharusan Mewakilkan
HIR tidak emwajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada orang lain. Sehinggam
pemeriksaan persidangan terjadi secara langsung terhadap para pihak yang
berkepentingan. Akan tetapi, para pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasanya jika
dikehendaki (Pasal 123 HIR).

2. KEWENANGAN MENGADILI
Kewenangan Mengadili (Kompetensi) terdiri dari:
a. Kompetensi Absolut/ Absolute Competentie (attributie van rechtsmacht):
- Kewenangan mengadili antara berbagai macam badan peradilan (Pasal 134 HIR).
- Menyangkut pembagian kekuasaan antar ruang lingkup badan peradilan, dilihat
dari macam-macam pengadilan menyangkut pemberiaan kuasa untuk mengadili.
- Contoh : perceraian mereka yang beragama Islam, yang menikah dengan tata cara
Islam, maka perceraian dilakukan di Pengadilan Agama. Apabila perceraian selain
agama Islam di PN.

1
Sudikno, hlm 15.
- Menjawab pertanyaan : Badan peradilan macam apa yang berwenang untuk
mengadili sengketa ini?

Kompetensi Relatif (distributie van rechtmacht):


- Wewenang relative mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan
yang serupa, sejenis, tergantung dari tempat tinggal tergugat  118 HIR.
- Azasnya : “yang berwenang adalah PN di wilayah hukum tempat tinggal tergugat.”
 “actor sequitur forum rei” (Pasal 118 ayat 1 HIR)
- Menjawab pertanyaan pengadilan negeri dimana yang berwenang mengadili
perkara ini? Jakarta? Bandung? Depok? Bogor?
- Tempat tinggal vs tempat kediaman (17 BW):
Tempat tinggal : tenpat dimana seseorang berdiam dan tercatat sebagai penduduk
yang terdapat dalam KTP (domisili).
Tempat Kediaman : tempat seseorang berdiam. Mungkin dirumah peristirahatan di
Puncak.

Pengecualian terhadap azas Actor Sequitur Forum Rei dalam pasal 118 HIR:
(1) Gugatan diajukan pada PN di wilayah hukum tergugat bertempat tinggal (Actor
Sequitor Forum Rei)
(2) Jika tergugat terdiri dari 2orang atau lebih, gugatan diajukan pada tempat tinggal dari
salah seorang tergugat atas pilihan penggugat. Jadi, penggugat yang menentukan
dimana ia akan mengajukan gugatannya.
Akan tetapi, jika para pihak tergugat terdapat hubungan berutang utama dan
penanggung, maka gugatan dimasukkan kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah
hukum si pihak yang berutang utama bertempat tinggal.
(3) Apabila tempat tinggal dan tempat kediaman tergugat tidak dikenal, gugat diajukan
kepada Ketua Pengadilan Negeri wilayah hukum penggugat bertempat tinggal atau
salah seorang dari penggugat.
Apabila gugatan mengenai barang tetap, dapat diajukan kepada Ketua Pengadilan
Negeri dimana barang tetap tersebut terletak.
(4) Apabila ada tempat yang dipilih dengan suatu akta, gugat diajukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri dalam wilayah hukum tempat tinggal yang dipilih dalam akta
tersebut.

3. PERIHAL PARA PIHAK YANG BERPERKARA


Pada azasnya, setiap orang boleh berperkara di depan pengadilan. Namun, ada
pengecualiannya yakni mereka yang belum dewasa dan orang yang sakit ingatan. Mereka
itu tidak boleh berperkara sendiri di depan pengadilan. Untuk anak dibawah umur harus
diwakili oleh orangtua atau walinya. Untuk mereka yang sakit ingatan, harus diwakili oleh
pengampunya.
Perseroan terbatas dapat juga menjadi pihak dalam perkara. Yang bertindak untuk dan atas
nama badan hukum, berdasarkan anggaran dasarnya, adalah direktur dari PT tersebut.
Negara juga dapat digugat. Gugatan terhadap negara harus diajukan kepada Pemerintah RI
mewakili Negara Republik Indonesia.
Pengajuan gugatan secara keliru menyebabkan gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.

4. CARA MENGHADAP
a. Proses Partij Materiil (Tanpa Kuasa)
b. Proses Partij Formil (Dengan Kuasa Khusus)
Pasal 123 HIR : “bilamana dikehendaki, kedua belah pihak dapat dibantu ata diwakili
oleh kuasa, yang dikuasakannya untuk melakukan itu dengan surat kuasa teristimewa
(kuasa khusus), kecuali kalau yang memberi kuasa itu sendiri hadir. Penggugat juga
dapat memberi kuasa dalam permintaan yang ditandatangani dan dmasukkan menurut
118 ayat 1 atau jika gugatan dilakukan dengan lisan (Pasal 120 HIR) harus disebutkan
dalam catatan yang dbuat surat gugat ini.”

5. TAHAPAN BERACARA
1) Segi administrative
a. Pihak Penggugat
- Mengajukan gugatan/permohonan; -Membayar ongkos perkara (persekot);
- Menerima tanda bukti pembayaran.
b. Pihak Pengadilan
- Panitera menerima perkara yang diajukan dan memberi nomor register perkara;
- Panitera menyampaikan kepada KPN;
- KPN majelis hakim;
- Majelis hakim menentukan hari sidang pertama;
- Panitera membuat surat panggilan;
- Juru sita menyampaikan surat panggilan kepada para pihak.
Dokumen Penting dalam Segi Administratif :
a. Surat Penetapan hari sidang pertama;
b. Surat Panggilan;
Disampaikan secara langsung, minimal 3 hari kerja, pendelegasian wewenang bila
berbeda tempat tinggal (Pasal 388,389,390 HIR)
c. Berita Acara Pemanggilan (Relass);
d. Daftar Perkara (Roll).
2) Segi yudisial  4 tahap :
a. Tahap hari sidang pertama  ada empat kemungkinan :
1. Penggugat dan Tergugat Hadir
 Majelis hakim mendamaikan secara ex officio (130 HIR)
 Jika perdamaian tercapai, maka dibuat Akta Perdamaian (Akta Van
Dading) yang bersifat final and binding (terakhir dan mengikat)
 Jika perdamaian tidak tercapai, maka persidangan dilanjutkan.
2. Penggugat Tidak Hadir ; Tergugat Hadir
 Majelis hakim memeriksa apakah pemanggilan dilakukan sah dan patut (122
HIR);
 Tergugat dipanggil sekali lagi (Pasal 126 dan 127 HIR);
 Jika tergugat pada pemanggilan kedua tetap tidak hadir, maka gugatan
diputus Verstek/in absensia (putusan tak hadir) (125 ayat 1 HIR);
 Upaya hukum terhadap putusan Verstek adalah Verzet. (Pasal 129 jo 125
ayat 3 HIR).
Syarat-Syarat Putusan Verstek yang Mengabulkan Gugatan Penggugat :
 Tergugat/para tergugat/kuasanya semua tidak hadir pada hari sidang yang
ditentukan;
 Petitum gugatan tidak melawan hak;
 Petitum gugatan beralasan (Pasal 125 ayat 1 HIR);
 Tenggang waktu mengajukan verzet 14 hari (Pasal 129 ayat 1 HIR).
3. Penggugat Tidak Hadir ; Tergugat Hadir.
 Majelis hakim memeriksa apakah pemanggilan telah dilakukan dengan sah
dan patut (Pasal 122 HIR);
 Penggugat dipangil sekali lagi (Pasal 126 HIR);
 Jika penggugat pada panggilan kedua tetap tidak hadir, gugatan dianggap
gugur dan penggugat dibebankan membayar biaya perkara (124 HIR).
4. Penggugat dan Tergugat sama-sama Tidak Hadir
Sidang ditunda dan para pihak akan dipanggil lagi secara sah dan patut.
b. Tahap Jawab Menjawab
1. Jawaban tergugat atas gugatan penggugat;
2. Replik;
3. Duplik;
4. Kesimpulan Penggugat dan Tergugat.
c. Tahap Pembuktian;
d. Tahap Putusan Hakim dan Pelaksanaannya

6. GUGATAN
Perbedaan antara gugatan dan permohonan adalah dalam gugatan ada suatu sengketa atau
konflik yang harus diselesaikan dan diputus oleh pengadilan. Setiap orang yang merasa
haknya dirugikan dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang dianggap merugikan
dirinya melalui pengadilan. Gugatan tersebut harus diajukan oleh pihak yang
berkepentingan. Melalui proses pengadilan, akan diperoleh suatu putusan hakim untuk
menentukan siapa yang benar dan berhak mengenai pokok sengketa dan objek yang
disengketakan. Hakim benar-benar berfungsi sebagai hakim yang mengadili dan memutus
diantara pihak-pihak tersebut. Berbeda dengan gugatan, dalam permohonan tidak terdapat
suatu sengketa. Hakim hanya memberi jasa sebagai seorang tenaga tata usaha negara.
Hakim hanya mengeluarkan suatu penetapan atau putusan declatoir saja.2

Definisi
Menurut Sudikno Mertokusumo, gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa.
Sedangkan, menurut Darwi Prints, gugatan adalah Suatu upaya atau tindakan untuk
menuntut hak/memaksa pihak lain untuk melaksanakan tugas/kewajibannya guna
memulihkan kerugian yang diderita oleh Penggugat melalui suatu putusan pengadilan.

Cara Mengajukan Gugatan


Menurut pasal 118 HIR, gugat harus diajukan dengan surat permintaan yang
ditandatangani oleh penggugat atau wakilnya. Surat permintaan ini dalam praktek disebut
surat gugatan. Gugatan dapat diajukan secara :
a. Lisan Pasal 120 HIR : “bila mana penggugat buta huruf, gugatannya dapat dimasukan
dengan lisan ke Ketua Pengadilan Negeri yang mencatat gugatan atau menyuruh
mencatatnya”
2
Retnowulan hlm.10
b. Tertulis

Menyusun Gugatan
Mengenai persyaratan tentang isi daripada gugatan tidak ada ketentuannya, tetapi dapat
melihat dalam Rv Ps.8 No.3 yang mengharuskan adanya pokok gugatan yang meliputi3 :
1. Persona Standi in Judicio
Menguraikan kompetensi, identitas para pihak (ciri-ciri daripada penggugat dan
tergugat. Ciri-ciri biasanya mencakup nama, pekerjaan, umur, dan tempat tinggal),
kualitas para pihak.
2. Dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta
alasan-alasan daripada tuntutan. Dikenal dengan istilah Fundamentum
Petendi/Posita. Fundamentum petendi ini terdiri dari dua bagian:
a. Bagian yang meguraikan tentang kejadian atau peristiwanya;
Penjelasan duduk perkara tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi
dasar yuridis daripada tuntutan.
b. Bagian yang meguraikan tentang dasar hukumnya.
Uraian yuridis tidak berarti harus menyebutkan peraturan hukum yang dijadikan
dasar tuntutan, melainkan cukup hak atau peristiwa yang harus dibuktikan di dalam
persidangan sebagai dasar tuntutan yang memberi gambaran kejadian materiil yang
menjadi dasar tuntutan.4
3. Petitum atau Tuntutan adalah apa yang diminta atau diharapkan Penggugat agar
diputus oleh hakim. Jadi, tuntutan akan terjawab dalam amar atau dictum putusan. Oleh
karenanya, petitum harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Tuntutan yang tidak jelas
atau berisi pernyataan yang bertentangan satu sama lain (obscuur libel) mengakibatkan
gugatan tidak dapat diterima.5 Tuntutan dapat dibagi menjadi 3 :
1) Tuntutan primer : tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan perkara;
2) Tuntutan tambahan : bukan tuntutan pokok tetapi masih ada hubungannya dengan
pokok perkara. Misalnya : tuntutan agar tergugat dihukum membayar biaya
perkara, agar putusan dapat dijalankan terlebih dahulu meski ada perlawanan,
banding, kasasi (uitvoerbaar bij voorraad), agar tergugat dihukum membayar bunga
moratoir, membayar uang paksa (dwangsom), dalam perkara gugat cerai terdapat

3
Soeroso, Ibid., hlm. 27
4
Soeroso, Ibid., hlm.27
5
Soeroso, Ibid., hlm. 27
tuntutan nafkah bagi istri.
3) Tuntutan subsidair : biasanya berbunyi “agar hakim mengadili menurut keadilan
yang benar” atau “mohon putusan yang seadil-adilnya” (aequo et bono). Tujuan
tuntutan subsidair adalah agar apabila tuntutan primair ditolak masih ada
kemungkinan dikabulkannya gugatan didasarkan atas kebebasan hakim dan
keadilan.

Penambahan atau Perubahan Gugatan


 Penambahan atau perubahan gugatan tidak boleh merugikan tergugat;
 Pengurangan senantiasa boleh;
 HIR tidak mengaur mengenai penambahan atau perubahan gugatan. Pasal 127 Rv
penggugat berhak untuk mengubah atau mengurangi tuntutannya sampai saat perkara
diputus tanpa boleh mengubah atau menambah pokok gugatan.
 Perubahan gugatan dilarang:
 Bila berdasarkan hukum yang sama dimohonkan pelaksanaan suatu hak lain.
Contoh : petitum awal meminta untuk memenuhi perjanjian berubah menjadi
tuntutan ganti rugi.
 Adanya penambahan keadaan-keadaan yang baru sehingga memerlukan putusan
hakim tentang suatu perhubungan hukum antara pihak yang lain daripada yang
semula dikemukakan.
 Putusan MA-RI No 434.K/Sip/1970 tanggal 11 Maret 1971:
“Perubahan gugatan dapat dikabulkan asalkan tidak melampaui batas-batas materi
pokok yang dapat menimbulkan kerugian pada hak pembelaan para tergugat”
 Putusan MA-RI No 1452 K/Pdt/1985 tanggal 24 juni 1991:
“Perubahan surat gugatan perdata dapat diterima/ dibenarkan bila perubahan itu
dilakukan sebelum Hakim membacakan surat gugatan di dalam persidangan dan
kepada Tergugat masih belum diperintahkan untuk menjawab gugatan tersebut.”

Penggabungan atau Kumulasi Gugatan


 Penggabungan gugatan :
Dalam satu pengadilan ada 2 register perkara, satu dan lainnya saling berhubungan
terutama apabila penggugat dan tergugatnya sama, maka salah stau pihak atau keduanya
dapat meminta kepada majelis hakim agar perkara tersebut digabung.
 Kumulasi Gugatan :
Apabila ada 2 gugatan yang dituangkan dalam 1 register perkara itu diperbolehkan
apabila pihak penggugat dan tergugat adalah orang yang sama.
a. Kumulas subjektif : Penggabungan beberapa subjek. Penggugat terdiri dari lebih
dari seorang melawan tergugat yang hanya seorang saja, atau seorang penggugat
melawan tergugat yang terdiri lebih dari seorang atau kedua pihak masing-masing
terdiri lebih dari seorang. Contohnya adalah kreditur menagih beberapa orang
debitur atau beberapa ahli waris menggugat ahli waris lainnya mengenai warisan.
b. Kumulasi objektif : Penggabungan beberapa tuntutan. Penggabungan beberapa
tuntutan dilarang apabila:
- Diperlukan acara khusus sedangkan tuntutan lain harus diperiksa menurut acara
biasa. Misalnya gugat cerai tidak bisa digabung dengan wanprestasi;
- Apabila gugatan ditujukan kepada seseorang dalam 2 kualitas.
Contoh : sebagai wali menggugat pengembalian hak warisan milik si anak dan
sebagai pribadi menggugat pembayaran utang.
Konkursus
Konkursus terjadi apabila seorang penggugat mengajukan gugatan yang mengandung
beberapa tuntutan yang kesemuanya menuju kepada satu akibat hukum yang sama.
Dengan dipenuhi atau dikabulkan salah satu dari tuntutan-tuntutan itu, tuntutan lainnya
sekaligus terkabul.6 Contoh konkursus:
- Kreditur menuntut pembayaran sejumlah utang kepada beberapa orang debitur yang
terikat secara tanggung renteng, dengan dibayarkan sejumlah uang tersebut oleh
salah satu debitur, semua tuntutan terhadap debitur lainnya hapus;
- Pemilik suatu benda meminjamkan bendanya dengan persetujuan pinjam pakai. Pada
waktu berakhirnya persetujuan pinjam pakai itu, pemilik berhak menuntut
pengembalian benda itu karena ia pemiliknya. Tetapi, juga karena persetujuan
pinjam pakai sudah berakhir, ia berhak menuntut pengembalian benda itu. Yang
pertama berdasarkan hak milik, yang kedua berdasarkan persetujuan pinjam pakai.

Pencabutan Gugatan
Gugatan dapat dicabut selama putusan pengadilan belum dijatuhkan dengan catatan:
a. Apabila gugatan belum sampai dijawab oleh Tergugat, maka Penggugat dapat
langsung mengajukan pencabutan gugatan.
6
Sudikno, Ibid., hlm. 82.
b. Apabila pihak tergugat sudah memberikan jawaban maka pencabutan gugatan dapat
dilaksanakan apabila ada persetujuan dari tergugat.7

Gugatan Provisionil dan Permohonan Insidentil


 Gugatan Provisionil : Ada hal-hal mendesak yang diminta diputuskan terlebih dahulu
sebelum majelis hakim memberi putusan akhir dan meskipun perkara belum selesai.
 Permohonan Insidentil : Permohonan para pihak ditengah-tengah perkara.

7. MEDIASI

8. JAWABAN
Jawaban diajukan setelah usaha perdamaian yang dilakukan oleh hakim tidak berhasil.
Jawaban tergugat dapat terdiri dari 2 macam:
1) Jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara (eksepsi/tangkisan)
HIR hanya mengenai satu mcam eksepsi, yakni eksepsi perihal tidak berkiasanya
hakim yang menyangkut kekuasaan abslut dan kekuasaan relative. Kedua macam
eksepsi tersebut meripakan eksepsi yang menyangkut acara atau dalam hukum acara
perdata dikenal dengan istilah eksepsi prosesuil. Eksepsi mengenai kekuasaan relative
tidak diperkenankan untuk diajukan pada setiap waktu, melainkan harus diajukan pada
permulaan sidang, sebelum tergugat menjawab pokok perkara baik secara lisan atau
tertulis. Jika eksepsi kekuasaan relative terlambat diajukan, maka eksepsi tersebut tidak
dapat diterima pengadilan dan pengajuannya akan menjadi sia-sia.8 Eksepsi mengenai
kekuasaan abosulut dapat diajuka setiap waktu selama pemeriksaan perkara
berlangsung. Bahkan, hakim wajib karena jabatannya, tanpa diminta penggugat, untuk
memecahkan soal berkuasa atau tidaknya beliau memeriksapersoalan tersebut tanpa
menunggu diajukan keberatan dari pihak yang berperkara.
Selain itu, terdapat eksepsi bahwa persoalan yang sama telah diputus dan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap (ne bis in idem), eksepsi bahwa persoalan yang
sama sedang diperiksa oleh PN lain atau sedang diperiksa dalam taraf banding atau
kasasi, dan eksepsi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai kualifikasi atau sifat

7
Prof.Dr.R Supomo S.H,alm., “Hukum Atjara Perdata Pengadilan Negeri” (Jakarta:Pradnja
Paramita, 1971), hlm 28.
8
retnowulan hlm.40
untuk bertindak (error in persona).
Sedangkan, eksepsi yang berdasarkan hukum materiil ada 2 macam :
a. Eksepsi dilatoir
Eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan penggugat belum dapat dikabulkan.
Misalnya penggugat telah memberikan penundaan pembayaran.
b. Eksepsi Paremptoir
Eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan, misalna karena gugatan lampau
waktu (daluarsa) atau utang yang menjadi dasar gugatan telah dihapuskan.
Pasal 136 HIR menyebutkan bahwa eksepsi lainnya kecuali yang menyangkut
kekuasaan hakim, secara absolut dan relative tersebut diatas, harus dibahas dan
diputuskan bersama dengan pokok perkara. Tujuannya adalah untuk menghindari
keterlambatan yang tidak perlu, dibuat-buat dan agar proses berjalan cepat dan lancar.
2) Jawaban yang langsung mengenai pokok perkara, terdiri dari 2 macam:
a. Jawaban dalam konpensi (gugatan asli/asal), berisi pengakuan, penyangkalan,
referte/diam.
b. Jawaban berupa rekopensi (gugatan balik), diatur dalam pasal 132 a dan b HIR.
Gugat balasan terhadap gugat yang telah diajukan oleh penggugat, maka tidak
dibenarkan apabila tergugat I misalnya mengajukan gugatan ke tergugat lainnya.
Gugat balasan harus ditujukan kepada penggugat atau para penggugat oleh
tergugat, para tergugat, atau turut tergugat. Tergugat yang menggugat pihak
penggugat asal disebut dengan penggugat dalam rekopensi. Pada azasnya, gugat
balasan dapat diajukan dalam setiap perkara kecuali (132a HIR):
- Jika penggugat dalam gugatan asal mengenai sifat, sedangkan gugat balasan
mengenai diri sendiri dan sebaliknya;
- Jika PN, kepada siapa gugat asal itu dimasukkan, tidak berhak, oleh karena
berhubungan dengan pokok perselisihan, memeriksa gugat balasan;
- Dalam perkara perselisihan menjalankan putusan;
- Jika dalam pemeriksaan pertama tidak dimasukan gugat balasan, maka dalam
tingkat banding ttidak boleh mengajukan gugat balasan.
Gugat asal maupun gugat balasan pada umumnya diselesaikan sekaligus dengan satu
putusan. Pertimbangan hukumnya memuat dua hal, yakni pertimbangan hukum dalam
konpensi dan pertimbangan hukum dalam rekopensi.9 Gugat balasan sangat berfaedah
bagi kedua belah pihak yang bersengketa karena :
9
Retno wulan, hlm. 45
a. Menghemat ongkos perkara;
b. Mempermudah pemeriksaan;
c. Mempercepat penyelesaian sengketa;
d. Menghindari putusan yang saling bertentangan.

3) Replik
Replik diatur dalam Pasal 142 Rv (Stb. 1847-52 jo 1849-63).
Replik adalah memberi balasan jawaban atas jawaban yang telah dikemukakan
Tergugat atau kuasanya. Replik terdiri dari dalil-dalil yang dikemukakan penggugat,
merupakan sanggahan atau penolakan atas sebagian atau seluruh dalil-dalil yang
dikemukakan tergugat dalam jawabannya.
4) Duplik
Duplik merupakan jawaban tergugat atas replik yang dikemukakan oleh penggugat.
Dalam duplik tergugat akan memperkuat dalil-dalil yg dikemukakan dalam jawaban
dan berusaha mematahkan dalil-dalil yg ada dalam replik penggugat.
5) Kesimpulan
Merupakan konklusi dari hasil-hasil selama persidangan berlangsung. Masing-masing
pihak akan menyampaikan kesimpulan. Umumnya, tiap pihak akan mengemukakan
kesimpulan yang menguntungkan bagi dirinya sendiri.

9. SURAT KUASA
 Pemberian Kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan
kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya
menyelenggarakan suatu urusan.
 Dalam perjanjian pemberian kuasa, berlaku syarat-syarat perjanjian yakni sepakat,
cakap, hal tertentu, dan sebab yang halal (Pasal 1320 KUHPerdata).
 Cara Pemberian Kuasa menurut Pasal 123 HIR dapat secara lisan dan tertulis.
 Bentuk Pemberian Kuasa (Pasal 1795 KUHPerdata):
a. Khusus : hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Untuk beracara di
pengadilan, harus menggunakan surat kuasa khusus (SEMA No. 2 Tahun 1959 dan
Fatwa MA No. 531K/Sip/1973). Pada surat kuasa khusus, harus dicantumkan apa
saja hal-hal yang diberikan kepada si wakil dan menantumkan pada tahap apa surat
kuasa tersebut dapat dipergunakan.
b. Umum : meliputi segala kepentingan di pemberi kuasa. Dirumuskan dalam kata-
kata yang umum dan hanya meliputi perbuatan pengurusan (Pasal 1796
KUHperdata).
 Syarat surat kuasa khusus
SEMA No. 2 Tahun 1959 mengatur syarat surat kuasa khusus sesuai dengan Pasal 123
HIR, harus memuat :
a. Identitas dan kedudukan para pihak;
b. Kompetensi absolut dan relative;
c. Pokok sengketa (PMH atau Wanprestasi).
 SEMA No. 6 Tahun 1994 :
Surat kuasa yang bersifat khusus harus dicantumkan dengan jelas hanya diperlukan
untuk perkara tertentu misalnya perkara waris, siapa penggugat dan tergugatnya, jika
dalaam surat kuasa khusus telah disebutkan berlaku juga pada tingkat banding dan
kasasi, maka surat kuasa tersebut sah untuk dipergunakan pada tingkat banding dan
kasasi.
 Hak-Hak yang biasa termuat dalam surat kuasa :
a. Hak substitusi (Pasal 1803 BW)
si kuasa bertanggung jawab untuk orang yang telah ditunjuk olehnya sebagai
penggantinya dalam melaksanakan kuasanya :
- jika ia tidak diberikan kekuasaan untuk menunjuk seorang lain sebagai
penggantinya;
- jika kekuasaan itu telah diberikan kepadanya tanpa penyebutan seorang
tertentu, sedangkan orang yan dipilihnya itu ternyata seorang yang tak cakap
atau tak mampu.
Si pemberi kuasa senantiasa dianggap telah memberi kekuasaan kepada si kuasa
untuk menunjuk orang lain sebagai penggantinya mengurus benda-benda yang
terletak di luar wilayah Indonesia atau lain pulau pemberi kuasa.
Dalam segala hal, si pemberi kuasa dpaat menuntut langsung orag yang ditunjuk
oleh kuasa sebagai penggantinya.
b. Hak Honorarium (Pasal 1808 dan 1794 BW)
Pemberi kuasa berkewajiban mengembalikan persekot-persekot dan biaya yang
telah dikeluarkan penerima kuasa untuk melaksanakan kuasanya dan membayar
upah yang diperjanjikan.

c. Hak Retensi : si penerima kuasa berhak untuk menahan segala kepunyaan di


pemberi kuasa yang berada dalam tagannya, sekian lamanya, hingga dibayar lunas
segala apa yang dapat dituntutnya sebagai akibat pemberian kuasa (Pasal 1812 BW)

10. MASUKNYA PIHAK KETIGA


Masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara disebut dengan interventie dan orangnya
dinamakan intervenient. Intervensi merupakan masuknya pihak ketiga selama proses
persidangan dan belum ada putusan. Intervensi terdiri dari :
1) Masuknya pihak ketiga secara sukarela
a. Tussenkomst
Pencampuran pihak ketiga atas kemauannya sendiri. Pihak ketiga tidak memihak baik
penggugat ataupun kepada tergugat, melainkan ia hanya memperjuangkan
kepentingannya sendiri. Tujuan dari tussenkomst pada hakikatnya adalah untuk
menyederhanakan prosedur dan mencegah putusan yang saling bertentangan. 10 Dasar
hukum: Pasal 279-282 Rv.
b. Voeging
Pihak ketiga mencampuri sengketa yang sedang berlangsung antara penggugat dan
tergugat dengan bersikap memihak salah satu pihak, biasanya pihak tergugat,
dimaksudkan untuk melindungi kepentingan hukumnya sendiri dengan jalan membela
salah satu pihak yang bersengketa.11 Contoh : C (pihak ketiga) meupakan penanggung
daripada tergugat. C dapat mencampuri sengeta utang piutang antara A(penggugat) dan
B(tergugat) untuk membantu membela B. Dasar hukum: Pasal 279-282 Rv.
2) Vrijwaring
Vrijwaring atau penjaminan terjadi apabila suatu perkara yang sedang diperiksa oleh
pengadilan, diluar kedua belah pihak yang berperkara, ada pihak ketiga yang ditarik
masuk dalam perkara tersebut. Tujuan dari permohonan penanggungan ini agar pihak
ketiga yang ditarik dalam sengketa yang sedang berlangsung (penanggung) akan
membebaskan pihak yang memanggilnya dari kemungkinan putusan tentang pokok
perkara.12 Tergugat harus mengajukan permohonan untuk vrijwaring sebelum ia
memberi jawaba terhadap gugatan, sedangkan bagi penggugat, pemohonan itu harus

10
Sudikno, Ibid., hlm. 84
11
Soedikno, Ibid., hlm.83
12
Sudikno, Ibid., hlm. 85
diajukan kepada hakim sebelum memberikan repliknya.13 Dasar hukum: Pasal 70-76
Rv.
Permohonan untuk memasukan pihak ketiga disebut dengan gugatan insidentil dan dengan
suatu putusan sela akan diputus apakah gugatan insidentil itu akan dikabulkan atau ditolak
karena dianggap tidak beralasan. Putusan sela tersebut adalah putusan insidentil.14

Selain itu, dikenal istilah “Derdenverzet” yang merupakan perlawanan pihak ketiga namun
masuknya pihak ketiga ini adalah setelah ada putusan. Derdenverzet merupakan salah satu
upaya hukum luar biasa, karena pada dasarnya suatu putusan hanya mengikat para pihak
yang berperkara saja dan tidak mengikat pihak ketiga ( 1917 BW). Namun bila ada
putusan yang merugikan kepentingan pihak ketiga maka pihak ketiga tersebut dapat
melakukan perlawanan terhadap putusan tersebut. Dasar hukum: 378-384 Rv, 195 ayat (6)
HIR.

11. SITA JAMINAN


1. Sita Conservatoir;
Dasar hukum pasal 227 HIR:
a. Harus ada sangka yg beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan
mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang-barangnya;
b. Barang yg disita itu merupakan barang milik orang yg terkena sita, artinya bukan
milik penggugat;
c. Permohonan diajukan kepada KPN yang memeriksa perkara yang bersangkutan;
d. Permohonan harus diajukan dalam surat tertulis;
e. Sita conservatoir dapat diletakkan baik terhadap barang yang bergerak maupun
barang tidak bergerak.
2. Sita Revindicatoir :
Pemilik barang bergerak yang barangnya ada ditangan orang lain dapat diminta, baik
secara lisan atau tertulis ke KPN.
Dasar hukum pasal 226 HIR:
a. Harus berupa barang bergerak;
b. Barang bergerak tersebut merupakan milik penggugat yg berada di tangan
tergugat;
c. Permohonan harus diajukan kepada KPN;
13
Sudikno, Ibid., hlm.86
14
Retnowulan, Ibid., hlm.51
d. Permohonan dapat diajukan secara lisan atau tertulis;
e. Barang tersebut harus diterangkan dengan terperinci.
f. Akibat hukum sita revindicatoir : pemohon atau penyita barang tidak dapat
menguasai barang yang telah disita. Sebaliknya, yang terkena sita dilarang untuk
mengasingkannya.
g. Apabila gugatan penggugat dikabulkan  dictum putusan dinyatakan “sah dan
berharga”  diperintahkan agar barang tersebut diserahkan ke penggugat;
h. Apabila gugatan ditolak, sita revindicatoir yang telah dijalankan, dicabut.
i. Contoh : hak reklame : hak dari penjual barang bergerak untuk meminta kembali
barangnya apabila tidak dibayar, dapat meminta sita revindicatoir. Tuntutan sita ini
dapat dilakukan langsung kepada orang yang menguasai barang tanpa dilakukan
pembatalan mengenai jual beli.
j. Diajukan ke hakim pemeriksa perkara dan ia pula yang memberi perintah penyitaan
dengan surat penetapan.
3. Sita Marital
Dasar hukum: 823aRv
a. Sita yang dimohonkan oleh pihak istri terhadap barang-barang bergerak dan
barang tidak bergerak milik suami, agar selama proses perceraian berlangsung
suami tidak menjual atau menghilangkan barang-barang tersebut.
b. Ini untuk menjamin agar setelah proses perceraian selesai pihak isteri tetap
mendapat harta yang menjadi bagiannya.
4. Pandbeslag
a. Dasar hukum: 751Rv
b. Sita yang biasanya dimohonkan oleh seseorang yg menyewakan rumah, agar
perabotan milik orang yg menyewa disita untuk menjamin agar ia membayar uang
sewa rumah.
c. Tata cara dan akibat hukum sita jaminan diatur dalam pasal 197, 198,199 HIR.

12. PUTUSAN
 Menurut Sudikno Mertokusumo, putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh
hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan
bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak
 Putusan hakim harus dibacakan di depan persidangan yang terbuka untuk umum. Bila
hal tersebut tidak dilaksanakan maka terhadap putusan tersebut terancam batal. Akan
tetapi untuk penetapan hal tersebut tidak perlu dilakukan.
 Berdasarkan pasal 184 HIR suatu putusan hakim harus berisi:
a. Suatu keterangan singkat tetapi jelas dari isi gugatan dan jawaban;
b. Alasan-alasan yang dipakai sebagai dasar dari putusan hakim;
c. Keputusan hakim tentang pokok perkara dan tentang ongkos perkara;
d. Keterangan apakah pihak-pihak yang berperkara hadir pada waktu keputusan itu
dijatuhkan;
e. Jika didasarkan atas suatu undang-undang, harus disebutkan;
f. Tandatangan hakim dan panitera.
 Susunan dan isi putusan hakim terdiri dari :15
1) Kepala Putusan
Mencantumkan irah-irah, yakni “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa” (pasal 4 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970). Kepala putusan ini memberi
kekuatan eksekutorial pada putusan.
2) Identitas Para Pihak
Semua perkara atau gugatan harus memuat identitas para pihak, seperti nama, umur,
alamat, dan nama pengacara jika ada.
3) Pertimbangan atau Considerans
- Merupakan dasar daripada putusan. Pertimbangan putusa dibagi menjadi dua,
yakni pertimbangan duduk perkara dan hukumnya.
- Pertimbangan dari putusan merupakan alasan hakim sebagai
pertanggungjawaban ke masyarakat mengapa ia mengambil putusan demikian
(obyektif).
4) Amar atau Dictum
- Pada dasarnya merupakan jawaban terhadap petitum dari gugatan.
- Dalam mengadili suatu perkara, hakim wajib mengadili semua tuntutan dan
dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau
mengabulkan lebih dari apa yang dituntut.
- Amar putusan dapat bersifat deklaratif (amar itu merupakan penetapan) dan
dispositive (apabila memberi hukum atau hukumnya mengabulkan atau
menolak gugatan).16
5) Penandatanganan oleh hakim ketua, hakim anggota, dan panitera.
 Penggolongan Putusan :
1) Putusan Sela
Merupakan putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir dengan tujuan untuk
15
Soeroso, Ibid., hlm. 79-81.
16
Soeroso, Ibid., hlm.81.
mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Semua putusan sela diucapakan
dalam sidang dan merupakan bagian dari berita acara persidangan. Terhadap salinan
otentik dari putusan sela tersebut kedua belah pihak dapat memperolehnya dari
berita acara yang memuat putusan sela tersebut.
2) Putusan Akhir
Merupakan putusan yang mengakhiri perkara perdata pada tingkat pemeriksaan
tertentu. Putusan akhir belum tentu merupakan putusan yang memiliki kekuatan
hukum tetap. Sedangkan, putusan BHT pasti merupakan putusan akhir.
 Macam Putusan Sela
1) Putusan Preparatoir
Putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan guna melancarkan proses
persidangan hingga tercapai putusan akhir.
2) Putusan Incidentieel
Putusan yang berhubungan dengan insiden, yitu peristiwa yang menghentikan
prosedur peradilan biasa. Putusan ini belum berhubungan dengan pokok perkara,
masih bersifat formil belum menyangkut materil suatu perkara.
3) Putusan Provisionieel
Putusan yang menjawab tuntutan provisi, yaitu permintaan pihak yang berperkara
supaya diadakan tindakan pendahuluan untuk kepentingan salah satu pihak sebelum
putusan akhir dijatuhkan.
4) Putusan Interlocutoir
Putusan yang isinya memerintahkan pembuktian, isi putusan ini mempengaruhi
putusan akhir.

 Putusan berdasarkan Sifat Amarnya (Dictumnya)17


1) Putusan Declatoir
Putusan yang bersifat menerangkan dan menegaskan suatu keadaan hukum saja.
Misalnya: A anak angkat sah dari X dan Y. A,B,C ahli waris dari alm. Z.
2) Putusan Constitutif
Putusan yang meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan
hukum yang beru. Contoh : putusan perceraian, menyatakan seseorang pailit.
3) Putusan Condemnatoir

17
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Ibid., hlm 109.
Putusan yang berisi penghukuman.
 Selain itu, terdapat juga:
1) Putusan perdamaian
Putusan yang dijatuhkan hakim yang menghukum para pihak yang berperkara untuk
melaksanakan isi perjanjian perdamaian yang sebelumnya telah disetujui para pihak.
2) Putusan Gugur
Putusan gugur dijatuhkan kepada Penggugat oleh hakim dalam hal Penggugat tidak
hadir pada hari sidang pertama tanpa alasan yang sah dan tidak pula menyuruh
wakilnya untuk hadir padahal penggugat telah dipanggil secara sah dan patut (Pasal
124 HIR).
3) Putusan Verstek
Putusan yang dijatuhkan oleh hakim karena tergugat tidak hadir pada hari sidang
pertama dan tidak mengirimkan wakilnya yang sah walaupun telah dipenggil secara
sah dan patut (pasal 125 HIR).
4) Putusan Serta Merta
Putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uit voerbaar bij voorraad)
walaupun terhadap putusan tersebut ada upaya hukum lain (baik upaya hukum biasa
maupun luar biasa). Syaratnya diatur dalam Pasal 180 ayat (1) HIR:
a. Ada surat otentik atau tulisan di bawah tangan yang menurut undang-undang
mempunyai kekuatan bukti.
b. Ada putusan pengadilan sebelumnya yang sudah mempunyai kekuatan tetap
yang menguntungkan pihak penggugat dan ada hubungannya dengan gugatan
yang bersangkutan.
c. Ada gugatan provisionil yang dikabulkan.
d. Dalam sengketa-sengketa mengenai bezitrechts.
e. Pada praktek putusan uit voerbaar bij voorraad sangat sulit dikabulkan karena
banyak menimbulkan kesulitan

13. UPAYA HUKUM


 Prof. Sudikno Mertokusumo : Upaya hukum adalah upaya atau alat untuk
mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan
 Tujuan upaya hukum adalah memperbaiki putusan hakim yang ada kekhilafan atau
kesalahan.
 Upaya Hukum terdiri dari upaya hukum biasa, yakni banding dan kasasi serta upaya
hukum luar biasa.
 Putusan akhir tidak selalu memiliki kekuatan eksekusi karena apabila dilakukan suatu
upaya hukum biasa, maka akibatnya adalah terjadi suatu penangguhan eksekusi.
 Sedangkan, mengenai upaya hukum luar biasa tidak menangguhkan eksekusi.
 Banding
 Semua putusan akhir pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan pemeriksaan
ulang di tingkat banding oleh para pihak yg bersangkutan, kecuali UU menentukan
lain (Pasal 21 UU No 4/ 2004).
 Jangka waktu mengajukan permohonan banding adalah 14 hari sejak para pihak
mengetahui putusan PN. (Pasal 11 (1) UU 20/ 1947 )
 Permohonan banding harus diajukan ke Pengadilan Tinggi melalui Panitera PN
yang menjatuhkan putusan (Pasal 7 (1) UU 20/ 1947)
 Kasasi
 Permohonan kasasi diajukan kepada Panitera dari pengadilan tingkat pertama yang
menjatuhkan putusan yang dimohonkan.
 Jangka waktu permohonan kasasi adalah 14 hari sejak putusan diketahui oleh
pemohon.
 Alasan yg dipergunakan dalam permohonan kasasi yg ditentukan dalam ps 30 UU
No.14/ 1985 jo UU No 5/ 2004 adalah :
a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yg mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan tersebut.
 Peninjauan Kembali
 Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yg ditentukan dengan UU, terhadap
putusan pengadilan yg telah berkekuatan hukum tetap dapat dimintakan PK kepada
MA dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yg berkepentingan. (Ps 23
ayat (1) UU No 4/ 2004)
 Permohonan PK diajukan oleh pemohon kepada MA melalui KPN yang memutus
perkara dalam tingkat pertama dengan membayar biaya perkara yang diperlukan;
14. EKSEKUSI
 Eksekusi adalah melaksanaan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan
kekuatan umum, guna menjalankan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
(Yahya:1089)18
 Asas Eksekusi19:
1. Menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap;
Eksekusi hanya melekat setelah putusan BHT yangmana putusan tersebut tidak
dapat diubah lagi sehingga hubungan hukum anntara pihak yang berperkara menjadi
tetap dan pasti.20 Pelaksanaan eksekusi baru terjadi apabila si tereksekusi tidak
melaksanakan putusan secara sukarela. Pengecualian:
a. Pelaksanaan Putusan lebih dahulu (180 ayat (1) HIR)
b. Pelaksanaan putusan provisi (180 ayat (1) HIR)
c. Akta Perdamaian (Pasal 130 HIR)
d. Eksekusi terhadap Grosse Akta (Pasal 224 HIR)
2. Putusan tidak dijalankan secara sukarela;
3. Putusan yang dieksekusi bersifat kondemnator;
4. Eksekusi atas perintah dan dibawah Pimpinan KPN.
 Jenis-Jenis Eksekusi :
1) Eksekusi Riil
Penghukuman pihak yang kalah untuk melakukan suatu perbuatan tertentu.
Misalnya: menyerahkan barang, pengosongan sebidang tanah atau rumah. Eksekusi
riil dapat dilakukan langsung dengan perbuatan nyata, sesuai amar putusan tanpa
memerlukan lelang.
2) Eksekusi Pembayaran Sejumlah Uang
Menghukum para pihak membayar sejumlah uan. Hanya dapat dijalankan dengan

18
Wildan Sayuthi, “Sita Eksekusi : Praktek Kejurusitaan Pengadilan” (Jakarta: PT Tatanusa,
2004), hlm. 60.
19
Yahya Harahap, “Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Sidang {erdata” (Jakarta:Sinar
Grafika, 2005), hlm.6-18.
20
Subekti, “Hukum Acara Perdata” (Jakarta:BPHN,1977) hlm.130
pelelangan terlebih dahulu.21 Dasar hukum 196 HIR.
3) Eksekusi untuk melaksanakan suatu perbuatan  Pasal 225 HIR.
 Tata Cara Sita Eksekusi
1) Berdasarkan Surat Perintah Ketua Pengadilan Negeri;
2) Dilaksanakan Panitera atau Juru Sita;
3) Pelaksanaan dibantu Dua Orang Saksi;
4) Sita Eksekusi Dilakukan di Tempat;
5) Pembuatan Berita Acara Sita Eksekusi;
6) Penjagaan Yuridis Barang yang Disita;
7) Ketidakhadiran Tersita Tidak Menghalangi Sita Eksekusi .
15. CLASS ACTION
 Suatu tata cara atau prosedur pengajuan gugatan dimana satu orang atau lebih yang
mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili
sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau
kesamaan dasar hukum dan kesamaan tuntutan antara wakil kelompok dan anggota
kelompoknya. (Pasal 1 huruf a PERMA No.1 Tahun 2002)
 Persyaratan (Pasal 2 PERMA No.1 Tahun 2002):
1) Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak;
2) Kesamaan fakta atau peristiwa;
3) Kesamaan dasar hukum yang digunakan;
4) Kesamaan jenis tuntutan diantara wakil kelompok dengan anggota kelompok;
5) Wakil kelompok harus memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi
kepentingan anggota kelompok yang diwakili.

21
Wildan Sayuthi, Ibid., hlm.68
ANALISIS

1. ASAS HUKUM ACARA PERDATA


Asas-asas hukum acara perdata yang terdapat pada putusan ini adalah:
1) Hakim bersifat menunggu;
Hal ini tercermin dari inisiatif mengajukan gugatan dilakukan oleh penggugat dalam
hal ini adalah H.IMAN SOLIHIN bin RAHMAT. Hakim tidak mencari perkara.
Namun, setelah gugatan diajukan dan telah terdaftar dalam register perkara, maka
hakim wajib memeriksa dan mengadilinya. (Pasal 10 ayat 1 UU No.48 Tahun 2009)
2) Hakim Pasif
Dalam putusan No 14/Pdt.G/2012/PN.Im, hakim hanya mengadili dan mengabulkan
apa yang dituntut oleh penggugat. Hakim dalam putusan ini tidak menjatuhan perkara
yang tidak dituntut (ultrapetita).
3) Sidang terbuka untuk umum
Sidang pengadilan dengan penggugat bernama H.IMAN SOLIHIN, terbuka untuk
umum. Hal ini terbukti dari “putusan mana telah diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum pada hari Selasa, tanggal 11 Desember 2012 oleh Majelis Hakim
tersebut dengan didampingi oleh SALIMAH, Panitera Pengganti Pada
Pengadilan Negeri Indramayu dan dengan dihadiri oleh Kuasa Hukum
Penggugat dan Kuasa Hukum Tergugat..” halaman 80 dari putusan
No.14/Pdt.G/2012/Pn.Im.
4) Mendengar kedua belah pihak
5) Beracara dikenakan baya
Pada akhir halam putusan, terdapat biaya sebesar Rp4.489.000 ditanggung oleh
tergugat secara tanggung rentang.
6) Putusan harus disertai alasan
Dalam putusan No 14/Pdt.G/2012/PN.Im, hakim dalam menjatuhkan putusannya
memberi pertimbangan-pertimbangan dari putusan yang dijatuhkan
7) Tidak ada keharusan mewakilkan.
Namun, dalam putusan No 14/Pdt.G/2012/PN.Im, penggugat yakni H.IMAN SOLIHIN
memberikan kuasa kepada H. TARWITA ARMAD, SH. Dan CARIPAN, SH,
Para Advokat Dan Konsultan Hukum, beralamat pada Kantor Advokat dan
Konsultan Hukum / Law Office H. TARWITA ARMAD, SH. & ASSOCIATES.

2. KEWENANGAN MENGADILI
a. Kompetensi Absolut
Kewenangan mengadili antar berbagai macam badan peradilan, dalam hal ini
mengenai gugatan waris perdata termasuk dalam ranah Peradilan Umum, dalam
putusan ini, masih dalam tingkat pertama/Pengadilan Negeri.
b. Kompetensi Relatif
Putusan No.14/Pdt.G/2012 memiliki 7 orang tergugat dan 3 orang turut tergugat.
Artinya, dalam putusan ini terdapat lebih dari satu orang tergugat. Implikasinya
adalah, yang berlaku bukanlah pasal 118 ayat 1 HIR melainkan Pasal 118 ayat
(2) HIR. Pasal 118 ayat (2) HIR mengatur bahwa jika tergugat terdiri dari 2
orang atau lebih, gugatan diajukan pada tempat tinggal dari salah seorang
tergugat atas pilihan penggugat. Jadi, penggugat yang menentukan dimana ia
akan mengajukan gugatan. Dalam kasus ini juga tidak terdapat hubungan
berutang utama dan penanggung. Maka, dikarenakan seluruh tergugat bertempat
tinggal di Kabupaten Indramayu serta Penggugat juga berdomisili di Kabupaten
Indramayu, maka Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri
Indramayu.

3. PIHAK YANG BERPERKARA


Pada dasarnya, setiap orang dapat berperkara di depan pengadilan, namun
pengecualiannya adalah mereka yang belum dewasa dan sakit ingatan.
Dalam kasus ini, yang memiliki kepentingan hukum sejatinya adalah anak-anak
pewaris yakni Adam Saputra dan Sintia Saputri. Namun, Adam dan Sintia masih
dibawah umur sehingga …………… H.IMAN SOLIHIN merupakan Ayah dari
Adam dan Sintia mewakili mereka dengan mengajukan gugatan untuk kepentingan
Adam dan Sintia.
4. CARA MENGHADAP
Kasus ini, H.Iman Solihin menghadap menggunakan Proses Partij Formil (dengan
kuasa khusus), yakni memberikan kuasa kepada H. TARWITA ARMAD, SH. dan
CARIPAN, SH. Para Advokat Dan Konsultan Hukum, beralamat pada Kantor
Advokat dan Konsultan Hukum / Law Office H. TARWITA ARMAD, SH. &
ASSOCIATES.

5. TAHAPAN BERACARA

6. GUGATAN
Gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa. Dalam hal ini sengketa
yang dipermasalahkan adalah … mengenai persoalan warisan Almh.Hj.KARSEM.
Selain itu, cara mengajukan gugatan dalam putusan ini adalah diajukan dengan cara
tertulis. Gugatan sejatinya disusun meliputi:
1. Persona standi in judicio
2. Posita/Fundamentum Petendi
Fundamentum petendi merupakan tentang adanya hubungan hukum yang
merupakan dasar serta alasan-alasan daripada tuntutan. Hal ini seperti yang
terdapat pada kasus posisi.
3. Petitum

7. MEDIASI

8. JAWABAN
Jawaban diajukan setelah proses mediasi gagal. Dalam Putusan No.14/Pdt.G/2012
Pn.Im. Dalam putusan ini, terdapat jawaban yang tidak langsung mengenai pokok
perkara (tangkisan/eksepsi) dan jawaban yang langsung mengenai pokok perkara,

Anda mungkin juga menyukai