Anda di halaman 1dari 124

KEDUDUKAN KOPERASI YANG DINYATAKAN

PAILIT DALAM PERMOHONAN


PEMBAYARAN UTANG

TESIS

Oleh

VETRA REHELDRIM BERKATSYAH SINAGA


107011039/M.Kn

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

Universitas Sumatera Utara


KEDUDUKAN KOPERASI YANG DINYATAKAN
PAILIT DALAM PERMOHONAN
PEMBAYARAN UTANG

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada


Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara

Oleh

VETRA REHELDRIM BERKATSYAH SINAGA


107011039/M.Kn

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada :
Tanggal : 11 Februari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS


Ketua : Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum
Anggota : 1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum
2. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum
4. Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Apabila koperasi berada dalam keadaan merugi dan tidak dapat membayar
utang-utangnya, ada 2 (dua) jalan yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan masalah
tersebut, yaitu dengan keputusan rapat anggota atau keputusan pemerintah yang
diatur. Permasalahan kemudian timbul setelah meninggalnya HMJ yang merupakan
ayah dari penggugat. Dimana harta sengketa tetap dikuasai oleh tergugat dan
dinikmati hasilnya sendiri tanpa memperbolehkan para penggugat untuk turut
menikmati hasil harta sengketa tersebut karena dilarang oleh tergugat. Putusan No.
01/Pailit/2008/PN.Niaga.Smg yang menyatakan pailitnya koperasi SAM yang
berkedudukan di Solo dengan pengajuan permohonan pailit oleh 3 (tiga) orang
pengurusnya, BS, LTT, dan AW.
Ada beberapa permasalahan yang akan dibahas, yaitu Bagaimanakah akibat
hukum putusan pailit terhadap harta kekayaan Koperasi, bagaimanakah mekanisme
dan kendala dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit dan bagaimanakah
kedudukan hukum koperasi akibat putusan pailit koperasi. Sifat dari penelitian ini
adalah bersifat deskriptif analisis, dengan pendekatan yuridis normatif. Bahan utama
dari penelitian ini adalah data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-
bahan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.
Akibat hukum putusan pailit terhadap harta kekayaan koperasi adalah seluruh
harta kekayaan koperasi berada di bawah pengawasan dan pengurusan kurator. Pada
umumnya sisa kekayaan Koperasi yang dibubarkan tidak mencukupi untuk
memenuhi kewajiban. Kedudukan hukum koperasi akibat putusan pailit, maka
koperasi dapat dibubarkan. Hambatan biasanya datang dari pihak debitur yang
beritikad buruk atau yang tidak mempunyai keinginan untuk melunasi utang-
utangnya bisa berupa, penggelapan investasi pada saat kurator akan mencatat harta
debitur, dengan serta merta debitur memindahkan harta kekayaannya ketempat lain
sehingga pada saat diadakan pencatatan oleh kurator ternyata debitur telah
tidak mempunyai harta apa-apa lagi. Ketidak profesionalnya Kurator dalam mengurus
harta-harta debitur yang telah dinyatakan pailitmerupakan faktor hambatan lainnya
Apabila terjadi pembubaran maka para anggota hanya bertanggung jawab sebatas
simpanan pokok, simpanan wajib, dan modal penyertaan yang disetorkannya. Dalam
hal anggota koperasi yang memberikan pinjaman pribadi pada koperasi, ia
mempunyai posisi yang sama dengan para kreditur lain dalam hal menuntut
pelunasan piutang kepada badan hukum koperasi.

Kata Kunci : Kedudukan Koperasi, Pailit, Permohonan Pembayaran Hutang

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

When a cooperative suffers a loss and is not able to pay off its debt, two
methods can be used to solve the problem, either by the decision of membership
meeting or by the government directive. The problem arouse after the death of HMJ
who was the plaintiff’s father. In this case, the assents were completely controlled bye
the benefit from them. The ruling No.01/Pailit/2008/PN.Niaga.Smg states the
bankruptcy of Koperasi SAM, located in Solo, by the request for bankruptcy by its
three managers: BS,LTT,and AW.
There were some problems which would be analyzed: how about the legal
consequence of the bankruptcy on the assets of the cooperative, how about the
mechanism and abstacle in managing and settling bankruptcy assent, and how about
the legal status of the cooperative due to the ruling on the bankruptcy. The research
was descriptive analytic with judicial normative approach. The data comprised
secondary data which were obtained bye gathering primary, secondary, and tertiary
legal materials.
The legal consequence of the bankruptcy of the cooperative’s assent was that
all of the cooperative’s assents were under the curators’ control and management.
Generally, the rest of the assets of a cooperative which has been closed down is not
sufficient to pay off the debt. The legal status of a cooverative as the result of
bankruptcy is that it will be closed down. The problems usually come from the
debtors who have bad intention or who do not want to pay off their debts; they can
embezzle investment when the curators are filing the debtors’ assets by transferring
their assets to other places. The result is that the curators cannot detect the debtors’
assets. The non-professional curators in managing bankrupted debtors’ assets can
cause another problem. When a cooperative is closed down, its members are only
responsible fot their main savings and initial capital they have deposited. In the case
of some members who give their personal loan to the cooperative, they will have the
same status as the other creditors in claiming the payoff of the loan to the
cooperative which has a legal entity.

Keywords : Status of Cooperative, Bankruptcy, Request for Paying Off Debt

ii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang

telah memberikan ramhat dan anugrahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian tesis ini, dengan judul “KEDUDUKAN KOPERASI YANG

DINYATAKAN PAILIT DALAM PERMOHONAN PEMBAYARAN UTANG”

Penulisan tesis ini adalah merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi

untuk menyelesaikan sutudi pada Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU. Akan

tetapi menurut Penulis, tesis ini adalah merupakan amanah yang diberikan dan harus

dipertanggung jawabkan sedaya mampu dalam hakekat kemanusiaan yang penuh

keterbatasan. Semoga bermanfaat bagi seluruh masyarakat.

Dalam kesempatan ini penulis dengan kerendahan hati menyampaikan ucapan

terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA (K),

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang

diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan

program studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program

Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang selalu

memberikan masukan dan dorongan kepada penulis.

iii

Universitas Sumatera Utara


4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program

studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah

membimbing selama proses penyusunan thesis ini dan selalu memberikan

dukungan kepada penulis.

6. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II

yang telah memberikan bimbingan dan kritikan kepada penulis.

7. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Dosen Pembimbing

III yang telah memberikan masukan dan dukungan kepada penulis.

8. Bapak-bapak dan ibu-ibu staf pengajar serta para karyawan di program studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua dan keluarga besar yang telah

membesarkan dengan penuh kasih sayang dan pengorbanan dalam dukungan

moril dan finansial kepada penulis, serta doanya yang tak pernah putus sehingga

dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan Program Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

10. Kepada hasianku Siska Evi Martina yang selalu mengingatkan penulis untuk

segera menyelesaikan studi secepat mungkin dan memberikan semangat ditengah

kesibukanya menyelesaikan program master di luar negri, terima kasih atas

segala doa dan dukungannya.

11. Teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, khususnya teman-teman selokal dengan penulis,


iv

Universitas Sumatera Utara


terima kasih atas kekompakannya selama ini, dan yang selalu memberi semangat

dalam menyelesaikan tesis ini.

Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatiannya

sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini, penulis

menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, namun diharapkan semoga tesis ini

bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Februari 2013


Penulis

(VETRA REHELDRIM BERKATSYAH SINAGA)

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI
Nama : Vetra Reheldrim Berkatsyah Sinaga
Tempat/ Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 17 Januari 1983
Pekerjaan/ Jabatan : Notaris
Alamat : Jln. HOK Salamuddin No. 15, Kelurahan Siantar
Estate, Kecamatan Siantar, Kabupaten
Simalungun, Propinsi Sumatera Utara
Agama : Kristen Protestan
Kewarganegaraan : Indonesia
Status Perkawinan : Kawin
Email : vetrareheldrim@yahoo.com
Telepon : 085297906654

II. DATA PENDIDIKAN


a. SD Cinta Rakyat N0. 6 Pematangsiantar lulus tahun 1996.
b. SMP Negeri 1 Pematangsiantar lulus tahun 1999.
c. SMU Kampus Univ. HKBP Nommensen Pematangsiantar lulus tahun 2002.
d. Strata-1 Univ. HKBP Nommensen Medan lulus tahun 2008.
e. Strata-2 Universitas Sumatera Utara lulus tahun 2013.

III. KELUARGA
1. Nama Ayah: Daulat Sinaga
2. Nama Ibu : Rotua Pangaribuan
3. Nama Saudara Kandung:
- Renova B Sinaga
- Helga M Sinaga
- Dina D A sinaga
- Rina L Sinaga
- Immanuel G I Sinaga
- Vetra R B Sinaga
- Ika A Sinaga

IV. RIWAYAT PEKERJAAN


a. Sebagai asisten Advokat/ Pengacara pada kantor Memori Keadilan di Medan
sejak tahun 2008 s/d 2013
b. Magang dikantor Notaris-PPAT IRVO MELYKA LUMBANTOBING sejak
tahun 2013 s/d 2015

vi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK .......................................................................................................... i
ABSTRACT ......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... vi
DAFTAR ISI........................................................................................................ vii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 10
E. Keaslian Penelitian ..................................................................... 11
F. Kerangka Teori dan Konsepsi..................................................... 11
1. Kerangka Teori ................................................................... 11
2. Konsepsi............................................................................... 18
G. Metode Penelitian........................................................................ 21
BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA
KEKAYAAN KOPERASI ............................................................... 23

A. Pengertian Koperasi ......................................................................... 23


B. Pengertian Kepailitan Secara Umum dan Pihak Yang Berwenang
Mengajukan Pailit ............................................................................. 39

C. Saat Koperasi Dikategorikan Pailit ............................................. 46


D. Akibat Putusan Pailit terhadap Kekayaan Koperasi ................. 52
BAB III MEKANISME DAN KENDALA DALAM PENGURUSAN
DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT ....................................... 61
A. Mekanisme Pengurusan dan Pemberesan Harta ................................. 61
B. Kendala Atau Hambatan dalam Eksekusi Pailit Koperasi ......... 76

vii

Universitas Sumatera Utara


BAB IV KEDUDUKAN HUKUM KOPERASI AKIBAT PUTUSAN
PAILIT KOPERASI ........................................................................ 90

A. Kedudukan Koperasi sebagai Badan Hukum ............................. 90


B. Kedudukan Koperasi Akibat Putusan Pailit .............................. 94
C. Kedudukan Anggota Dalam Koperasi ............................................... 99
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 107
A. Kesimpulan ................................................................................. 107
B. Saran ........................................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 109

viii

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan ekonomi pada hakekatnya adalah kegiatan menjalankan perusahaan

yaitu, suatu kegiatan yang mengandung pengertian bahwa kegiatan yang dimaksud

harus dilakukan:

1. Secara terus menerus dalam pengertian tidak terputus putus;

2. Secara terang terangan dalam pengertian yang sah (bukan ilegal);

3. Dan kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka memperoleh keuntungan baik

untuk diri sendiri atau orang lain.

4. Perundingan, baik dalam tingkatan bisnis mikro hingga tingkatan kesepakatan

internasional. 1

Koperasi merupakan bagian dari tata susunan ekonomi, hal ini berarti bahwa

dalam kegiatannya Koperasi turut mengambil bagian bagi tercapainya kehidupan

ekonomi yang sejahtera, baik bagi orang-orang yang menjadi anggota perkumpulan

itu sendiri maupun untuk masyarakat di sekitarnya. Banyak Pemerintah di dunia yang

menganggap, adanya persamaan tujuan negara dan koperasi sehingga dapat

bekerjasama.

Tidak jarang peran development, justru tidak mendewasakan koperasi.2

Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan landasan bagi

1
Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, CV Mandar Maju, Bandung, 2000.
hal.4.

Universitas Sumatera Utara


2

penyusunan dan pengelolaan ekonomi nasional dalam rangka memberikan

kesejahteraan kepada rakyat banyak dengan asas demokrasi ekonomi. Hal ini

ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa

Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan.

Pasal 33 ayat (4) dinyatakan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan

berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi

berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan

menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Koperasi sebagai

perkumpulan untuk kesejahteraan bersama, melakukan usaha dan kegiatan di bidang

pemenuhan kebutuhan bersama dari para anggotanya. Koperasi mempunyai peranan

yang cukup besar dalam menyusun usaha bersama dari orang-orang yang mempunyai

kemampuan ekonomi terbatas.

Mengantisipasi adanya kecendrungan dunia usaha yang bangkrut yang tentu

saja akan berakibat pula pada tidak dapat dipenuhinya kewajiban yang sudah jatuh

tempo, dan dapat ditagih serta masalah hilangnya kesempatan kerja dan kepercayaan

investor. Maka perlu adanya aturan-aturan yang dapat digunakan secara cepat,

terbuka dan efektif, sehingga perusahaan-perusahaan dapat segera beroperasi dengan

normal.3

Apabila koperasi berada dalam keadaan merugi dan tidak dapat membayar

utang-utangnya, ada 2 (dua) jalan yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan masalah

2
Koperasi, http://www.google.co.id.koperasi, diakses tanggal 26 Desember 2012.
3
Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002), Hal. 2.

Universitas Sumatera Utara


3

tersebut, yaitu dengan keputusan rapat anggota atau keputusan pemerintah yang

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran

Koperasi oleh Pemerintah, dapat juga dibubarkan melalui Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Adanya reformasi di bidang hukum kepailitan dan badan peradilan yang

menyelesaikan kepailitan diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang timbul

antara debitor dengan kreditor dengan cara cepat, efisien dan berimbang serta

transparan. Peraturan Kepailitan ini juga harus memberikan kesempatan bagi debitor

yang beritikad baik untuk membayar utangnya melalui program PKPU.

Untuk mempailitkan debitor, hukum kepailitan tidak mensyaratkan agar debitor

berada dalam insolvent (dalam keadaan tidak lagi mampu membayar). Dalam hal ini

Sutan Remi Syahdeini berpendapat bahwa seharusnya salah satu syarat untuk

mengajukan permohonan pailit adalah selain debitor memiliki lebih dari satu orang

kreditor, debitor tersebut harus berada dalam keadaan insolvent yaitu debitor tidak

mampu secara finansial untuk membayar hutang-hutangnya kepada sebagaian besar

kreditor.4 Koperasi sebagai debitor untuk dapat dinyatakan pailit, harus mempunyai 2

(dua) atau lebih kreditor dan tidak mampu membayar lunas sedikitnya 1(satu) utang

yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pernyataan pailit harus dimohonkan ke

Pengadilan Niaga, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan 1

(satu) atau lebih kreditornya.

4
Sutan Remi Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Faillisement Verordening Juncto
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, (Jakarta: Pustaka Umum Garfiti, 2002), hal . 71

Universitas Sumatera Utara


4

Sebagian besar koperasi di Indonesia mempunyai bisnis lebih dari satu. Jenis

bisnis gado-gado ini lebih banyak diminati kalangan koperasi, ketimbang bisnis

terfokus pada satu bidang usaha. Mengapa koperasi memilih mengelola banyak unit

usaha? Alasannya karena memenuhi kebutuhan anggota. Sehingga, satu koperasi

biasanya memiliki unit simpan pinjam (USP) untuk memenuhi kebutuhan pinjaman

anggota, toko atau waserda untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan lain-lain.

Namun, hal yang lazim terjadi, kendati unit usaha sebuah koperasi sangat banyak,

unit simpan pinjam tetap menjadi andalan. Jarang sekali sebuah koperasi yang

mengandalkan bisnis di luar USP.

Uniknya, meski unit usaha lain tidak memberikan kontribusi signifikanbahkan

di beberapa koperasi, unit usaha lain tersebut cenderung menggerogoti keuntungan

koperasi, koperasi tetap mempertahankannya. Beragam alasan melatarbelakangi

keputusan koperasi tidak menutup unit bisnis yang mati suri. Ada yang beralasan

tidak ingin mem-PHK karyawan. Namun, ada juga anggapan bahwa semakin banyak

unit bisnis, maka koperasi tersebut sukses.5

Padahal, dengan fokus pada satu bisnis, koperasi lebih bisa mengembangkan

usahanya. Karena, hanya fokus pada satu bidang usaha. Strategi seperti ini juga

diterapkan banyak kalangan pebisnis. Sehingga, kemajuan bisnis lebih cepat. Selain

itu, dengan memiliki banyak unit bisnis, koperasi akan mengalami kerugian ketika

salah satu unit bisnisnya rugi dan mengalami pailit

5
Susan Sutardjo. “Lebih Untung dengan Satu Bisnis, “https://susansutardjo.
wordpress.com/tag/koperasi-pailit/, diakses tanggal 7 Januari 2013

Universitas Sumatera Utara


5

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan Dan Penundaan Pembayaran Utang, kepailitan adalah sita umum atas

semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh

Kurator, di bawah pengawasan Hakim Pengawas.

Sebagai contoh pada Putusan No. 01/Pailit/2008/PN.Niaga.Smg yang

menyatakan pailitnya koperasi SAM yang berkedudukan di Solo dengan pengajuan

permohonan pailit oleh 3 (tiga) orang pengurusnya, BS, LTT, dan AW.

Permohonan pailit diajukan karena ada utang yang belum bisa dibayar dan

sudah jatuh tempo, sebanyak 3 kreditor:

1. RG, dengan kewajiban pemohon yang harus diselesaikan sebesar

Rp.120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah)

2. MW, dengan kewajiban pemohon yang harus diselesaikan sebesar

Rp.400.000.000,- (empat ratus juta rupiah)

3. MFF, dengan kewajiban pemohon yang harus diselesaikan sebesar Rp.

500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)

Berdasarkan dasar dan pertimbangan hukum yang dilakukan hakim, maka

koperasi yang dianggap tidak lagi sanggup membayar akan dijatuhi putusan pailit.

Apabila ditinjau, tidak satupun pengaturan yang secara khusus mengatur tentang tata

cara pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap suatu koperasi. Oleh karena

itu maka diintrodusir sejumlah ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang No. 37

Tahun 2007 tentang Kepailitan dan PKPU dan UU No. 25 Tahun 1992 tentang

Universitas Sumatera Utara


6

Perkoperasian dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1995 tentang Kegiatan Usaha

simpan Pinjam oleh Koperasi.

Kepailitan juga bisa menjadi salah satu penyebab bubarnya koperasi. Secara

hukum, apabila terjadi pembubaran dari sebuah badan hukum, maka para badan

hukum tersebut dalam hal ini koperasi hanya menanggung kerugian yang diderita

badan hukum, koperasi itu masing-masing sebesar simpanan pokok, simpanan wajib,

dan modal penyertaan yang telah disetorkannya.

Ketentuan seperti ini merupakan dasar penegasan bahwa anggota hanya

menanggung kerugian terbatas pada jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib

serta jumlah modal penyertaan saja, jadi tidak termasuk uang yang disetorkan kepada

koperasi sebagai modal pinjaman koperasi.6

Selama suatu koperasi belum dinyatakan pailit oleh pengadilan, selama itu

pula masih dianggap mampu membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo, akan

tetapi setelah ada putusan pailit dari pengadilan, maka seluruh harta kekayaan

koperasi menjadi harta pailit yang akan dipergunakan untuk melakukan pembayaran

atas segala hutang-hutangnya.

Kepailitan merupakan suatu proses, di mana seorang debitor yang mempunyai

kesulitan keuangan untuk membayar utangnya, dinyatakan pailit oleh pengadilan,

dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitor tersebut tidak dapat membayar

6
Sutantya Rahardja Hadikusuma, Op. Cit.. hal. 94

Universitas Sumatera Utara


7

utangnya. Harta debitor dapat dibagikan kepada para kreditor, sesuai dengan

peraturan pemerintah.7

Dalam pengaturan pembayaran atas segala utang-utang koperasi yang telah

dinyatakan pailit tersebut, tersangkut baik kepentingan koperasi itu sendiri, maupun

kepentingan para kreditornya. Dengan adanya putusan pernyataan pailit tersebut,

diharapkan agar harta pailit suatu koperasi dapat digunakan untuk melakukan

pembayaran kembali seluruh utang-utangnya secara adil dan merata serta berimbang.

Jadi, kepailitan tidak membebaskan suatu koperasi dari kewajiban untuk

membayar utang-utangnya. Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat

komersial untuk keluar dari persoalan utang piutang yang menghimpit seorang

debitor, di mana debitor tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi untuk

membayar utang-utang tersebut pada kreditornya.

Bila keadaan ketidakmampuan untuk membayar kewajiban yang telah jatuh

tempo tersebut disadari oleh debitor, maka langkah untuk mengajukan permohonan

penetapan status pailit terhadap dirinya (voluntary petition for self bankruptcy)

menjadi suatu langkah yang memungkinkan, atau penetapan status pailit oleh

pengadilan terhadap debitor tersebut bila kemudian ditemukan bukti bahwa debitor

tersebut memang telah tidak mampu lagi membayar utangnya yang telah jatuh tempo

dan dapat ditagih (involuntary petition for bankruptcy)8.

7
J. Djohansah. Pengadilan Niaga di dalam Rudy Lontoh (Ed.), Penyelesaian Utang Melalui
Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang , (Alumni: Bandungi, 2001), hal. 23.
8
Ricardo Simanjuntak, Esensi Pembuktian Sederhana dalam Kepailitan, Dalam: Emmy
Yuhassarie (ed.), Undang-undang Kepailitan dan Perkembangannya, Pusat pengkajian Hukum,
Jakarta, 2005, hal.55-56.

Universitas Sumatera Utara


8

UU Kepailitan secara filosofis harus memberikan perlindungan baik terhadap

kreditornya maupun debitornya secara seimbang.9 UU Kepailitan tidak bertujuan

untuk memudahkan dipailitkannya suatu Koperasi debitor yang tidak membayar

utangnya, tetapi harus memberikan alternatif jalan penyelesaian yang lain, yaitu

dengan memberikan kesempatan kepada Koperasi ataupun perusahaan-perusahaan

yang tidak mampu membayar utangnya tetapi mempunyai prospek usaha yang bagus

dan pengurusannya beritikad baik serta kooperatif dengan para kreditornya untuk

melunasi utang-utangnya, untuk dapat direstrukturisasi utang-utangnya dan

disehatkan perusahaannya.

Pada Putusan No. 01/Pailit/2008/PN.Niaga.Smg disebutkan bahwa adanya

permohonan pailit adalah karenan ketidakmampuan koperasi membayar hutang-

hutangnya yang telah jatuh tempo, meskipun sesungguhnya koperasi memiliki uang

dalam bentuk hak tagih. Berdasarkan beberapa keterangan saksi, Koperasi Sumber

Artha Mandiri bahwa dana yang disimpan oleh para deposan ada sekitar + 13 milyar

rupiah, namun dana-dana tersebut tidak bisa dicairkan karena dana-dana tersebut

masih berada di tangan para peminjam. Bahkan, salah seorang peminjam yang

jumlahnya besar, juga telah dilakukan penagihan, hingga waktu jatuh tempo, sama

sekali belum dikembalikan.

Adanya hutang-hutang yang telah jatuh tempo dan adanya lebih dari 2 (dua)

debitor menyebabkan dibolehkannya pengajuan pailit pada koperasi. Sesuai dengan

9
Editorial: Dicari Undang-Undang Kepailitan Yang Komprehensif, Jurnal Hukum Bisnis,
Volume 22 Nomor 4 Tahun 2003, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003, Hal. 4.

Universitas Sumatera Utara


9

PP No. 17 Thun 1994 tentang Pembubaran Koperasi, bahwa pengajuan kepailitan

yang dilakukan oleh pengurus sebuah koperasi untuk dirinya sendiri harus ada

pertimbangan dari Menteri Koperasi. Untuk itu Koperasi Artha Mandiri sudah

mengirimkan surat untuk mengajukan permohonan pailitnya dan Dinas Pelayanan

Koperasi dan UKM Jawa Tengah telah melakukan penelitian di Koperasi Sumber

Artha Mandiri dan berkesimpulan bahwa koperasi tersebut sudah tidak dapat

dipertahankan lagi karena kewajiban sudah lebih besar daripada haknya. 10

Keadaan pailit dapat dilihat dalam Pasal 21 Undang-Undang Kepailitan No. 37

Tahun 2004 yang menyebutkan Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada

saat putusan pernyataan diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama

kepailitan. Permohonan kepailitan dapat diminta kepada Pengadilan Niaga diwilayah

daerah hukumnya maka pengurusan harta kekayaan koperasi beralih kepada kurator.

Kemudian kurator akan membuat sebuah daftar semua hutang dan piutang

serta membuat alamat orang-orangnya berpiutang dan apabila dianggap perlu kurator

akan akan menyegel barang-barang milik koperasi yang pailit. Setelah koperasi itu

dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga dan pengurusan harta kekayaan koperasi

beralih kepada kurator dan juga bagaimana kedudukan koperasi dalam menjalankan

kegiatannya.

Hal-hal inilah yang pada akhirnya menarik perhatian dan mendorong untuk

melakukan penelitian dengan judul Kedudukan Koperasi Yang Dinyatakan Pailit

Dalam Permohonan Pembayaran Hutang.


10
Ringkasan Putusan No. 01/Pailit/2008/PN.Niaga.Smg.

Universitas Sumatera Utara


10

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas terdapatnya permasalahan, adapun yang menjadi

permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu:

1. Bagaimanakah akibat hukum putusan pailit terhadap harta kekayaan Koperasi?

2. Bagaimanakah mekanisme dan kendala dalam pengurusan dan pemberesan harta

pailit ?

3. Bagaimanakah kedudukan hukum koperasi akibat putusan pailit koperasi?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengkaji akibat hukum putusan pailit terhadap harta kekayaan Koperasi.

2. Untuk mengkaji mekanisme dan kendala dalam pengurusan dan pemberesan

harta pailit .

3. Untuk mengkaji dan menganalisa kedudukan hukum koperasi akibat putusan

pailit koperasi.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat atau kegunaan yang diharapkan dari pembahasan dan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis penelitian ini diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan

wawasan dan kajian lebih lanjut bagi yang ingin mengetahui dan memperdalam

tentang Kedudukan Koperasi Yang Dinyatakan Pailit Dalam Permohonan

Pembayaran Hutang.

Universitas Sumatera Utara


11

2. Secara Praktis adalah untuk memberikan manfaat berupa sandaran hukum atau

pedoman dalam hal permohonan pembayaran hutang oleh koperasi yang

dinyatakan pailit, serta sumbangan pemikiran bagi masyarakat dan pihak-pihak

yang ingin mengetahui tentang permohonan pembayaran hutang oleh koperasi

yang dinyatakan pailit.

3. Sebagai bahan bacaan lebih lanjut bagi siapa saja yang berminat meneliti lebih

lanjut dalam masalah yang serupa.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian pada kepustakaan, khususnya dilingkungan


Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang menyangkut
judul Kedudukan Koperasi Yang Dinyatakan Pailit Dalam Permohonan Pembayaran
Hutang.
Maka penelitian tesis ini dapat disebut asli jauh dari unsur plagiat yang
bertentangan dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka.
Semua ini merupakan implikasi dari proses menemukan kebenaran ilmiah,11 sehingga
kebenaran penelitian tesis ini juga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi


1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala Spesifik proses

tertentu terjadi,12 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-

fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.13

11
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1999), Hal. 244
12
J.J.J M. Wuisman dengan penyunting M. Hisma, Penelitian ilmu-ilmu sosial, Jilid 1,
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 203

Universitas Sumatera Utara


12

M. Solly Lubis, yang menyebutkan: Bahwa landasan teori adalah suatu

kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau

permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang

mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat

kerangka berpikir dalam penelitian.14

Adapun teori menurut Maria S. W. Sumardjono adalah seperangkat proposisi

yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefenisikan dan saling

berhubungan antar variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari

fenomena yang digambarkan oleh suatu variabel dengan variabel lainnya dan

menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut.15

Sedangkan fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk mensistematiskan

penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau predeksi atas dasar

penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab

pertanyaan, Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian

dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat

dinyatakan benar.16

Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting. Ia memberikan


sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita
bicarakan secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri
sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara
bermakna. Teori, dengan demikian memberikan penjelasan dengan cara

13
Ibid hal 206
14
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Madju, Bandung, 1994, hal. 80.
15
Maria S. W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Yogjakarta, Gramedia,
1989, hal. 12
16
M. Solly Lubis, loc.it

Universitas Sumatera Utara


13

mengorganisasikan dan mensistematiskan masalah yang dibicarakannya.


Teori bisa juga mengandung subjektifitas, apalagi berhadapan dengan suatu
fenomena yang cukup kompleks seperti hukum ini.17

Hukum sebagai pengemban nilai keadilan, menurut Gustav Radbruch

menjadi ukuran bagi adil tidak adilnya tata hukum. Tidak hanya itu, nilai keadilan

juga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum. Dengan demikian, keadilan memiliki

sifat normatif sekaligus konsumtif bagi hukum.18 Apabila dikaitkan dengan

identifikasi masalah yang diteliti dalam penelitian ini, maka penelitian ini

menggunakan landasan teori yaitu teori tujuan hukum. Tujuan hukum merupakan

arah atau sasaran yang hendak dicapai hukum dalam mengatur masyarakat.

Achmad Ali membagi Grand theory tujuan hukum, yaitu:

a. Teori etis, dimana tujuan hukum semata-mata untuk mewujudkan keadilan

(justice)

b. Teori Utilitis, dimana tujuan hukum semata-mata untuk mewujudkan

kemanfaatan (utility) yang sebesar-besarnya bagi manusia dalam jumlah yang

sebanyak-banyaknya. Jadi pada hakekatnya menurut aliran ini, tujuan hukum

adalah manfaat dalam menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar

bagi jumlah orang yang terbanyak.

17
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum cetakan ke enam 2006, Penerbit PT. Citra Adtya Bakti,
Bandung, 2006, hal. 259.
18
Bernard L. Tanya, Teori Hukum (Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi),
Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, Hal. 129

Universitas Sumatera Utara


14

c. Teori Legalistik, dimana tujuan hukum semata-mata untuk mewujudkan

kepastian hukum.19

Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam

manifestasinya bisa berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik

jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan

yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.20

Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan

(rechtsgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum

(rechtszekerheid).21 Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith (1723-1790),

Guru Besar dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasgow

University pada tahun 1750,22 telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice).

Smith mengatakan bahwa: tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian

(the end of justice is to secure from injury).23

Satjipto Rahardjo menyebutkan bahwa hukum berfungsi sebagai salah satu

alat perlindungan bagi kepentingan manusia

Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu

kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.

19
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 1991, Hal. 264.
20
Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 1993, h. 79.
21
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Gunung
Agung Tbk, Jakarta, 2002, h. 85.
22
Bismar Nasution, Mengkaji Ulang sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidata pada
Pengukuhan sebagai Guru Besar, USU – Medan, 17 April 2004, h. 4-5. Sebagaimana dikutip dari Neil
Mac Cormick, Adam Smith On Law, Valvaraiso University Law Review, Vol. 15, 1981 h. 244.
23
Ibid, h. 9.

Universitas Sumatera Utara


15

Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan

keluasan dan ke dalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak.

Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak,

melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada

seseorang.24

Dalam perkembangan masyarakat modern yang ditandai dengan revolusi

industri, terjadi perkembangan yang pesat dengan teknologi dalam kehidupan

masyarakat sehingga kemajuan usaha tidak cukup hanya dilakukan secara individual,

melainkan sudah harus bekerja sama secara berkelompok. Dalam teori realistis (teori

organ) yang menganggap bahwa keberadaan suatu perusahaan yang berbadan hukum

dalam suatu tata hukum, sama saja layaknya dengan keberadaan manusia selaku

subjek hukum. Jadi badan hukum bukanlah hanya hayalan semata dari hukum

sebagaimana diajarkan dalam teori fiksi akan tetapi benar adanya dalam kehidupan

hukum. Dalam hal ini badan hukum tersebut bertindak lewat organ-organnya.25

Kepastian hukum adalah merupakan salah satu tujuan hukum di samping

masalah keadilan. Masing–masing ahli hukum mempunyai landasan pijakan teoritik

dan pertimbangan beda dalam menentukan mana yang diutamakan antara kepastian

hukum dan keadilan tersebut. Bahkan idealnya adalah hukum dapat mencerminkan

kedua-duanya sekaligus yaitu kepastian dan keadilan hukum.

24
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Cetakan ke – V Bandung, 2000, h. 53.
25
Munir Fuady, Dokrin-doktrin Moderen dalam Corporate Law, Eksistensinya di dalam
Hukum Indonesia, Citra Aditia Bakti, Bandung, 2002, h. 4

Universitas Sumatera Utara


16

Keadilan memang penting. Akan tetapi tidak harus menyampingkan kepastian

hukum. Sebab dalam keadilan semua manusia akan mempunyai konsep dan persepsi

yang berlainan. Sementara itu, jika selalu mengagungkan kepastian hukum, jelas akan

mengagungkan kepastian hukum.26

Pada saat hukum akan ditegakkan untuk menjamin adanya kepastian hukum,

maka ada kemungkinan rasa keadilan masyarakat terganggu, sehingga dalam situasi

yang demikian ada konflik atau berbenturan kepentingan antara kepastian hukum

dengan rasa keadilan masyarakat. Untuk mencapai suatu suasana kehidupan

masyarakat hukum yang mampu menegakkan kepastian hukum dan sekaligus

mencerminkan rasa keadilan masyarakat, maka Soerjono Soekanto yang dikutip

Waluyadi mengatakan bahwa efektifitas hukum ditentukan oleh lima faktor:

a. Hukumnya, misalnya memenuhi syarat yuridis, sosiologis dan filosofis

b. Penegak hukumnya, misalnya betul-betul telah melaksanakan tugas dan

kewajibannya sebagaimana digariskan oleh hukum yang berlaku.

c. Fasilitasnya, prasarana yang mendukung dalam proses penegakan hukumnya.

d. Kesadaran hukum masyarakat, misalanya prasarana yang mendukung dalam

proses penegakan hukumnya, misalnya tidak melakukan main hakim sendiri,

e. Budaya hukumnya, misalnya perlu ada syarat yang tersirat tentang budaya malu

dan budaya rasa bersalah jika seseorang melakukan kesalahan. 27

Ahmad Ali menyebutkan bahwa beliau tidak mendukung pendapat yang

menyatakan bahwa hukum hanyalah semata-mata untuk mewujudkan keadilan,

26
Waluyadi, Pengantar Ilmu Hukum dalam Perspektif Hukum Positif, Djakarta: Djambatan,
2001, h.42
27
Ibid, h. 14

Universitas Sumatera Utara


17

karena bagaimanapun, nilai keadilan selalu subjektif dan abstrak. Jika harus

mengikuti perspektif tujuan hukum Barat ini, maka seyogyanyalah jika keadilan

bersama-sama dengan kemanfaatan dan kepastian hukum, dijadikan tujuan hukum

secara prioritas, sesuai kasus in concreto. 28

Sejalan dengan tujuan hukum untuk keadilan dan kepastian hukum, tujuan

utama kepailitan adalah untuk melakukan pembagian secara adil antar para kreditor

atas kekayaan debitor oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari

terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditor dan menggantikannya

dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaaan debitor dapat dibagikan

kepada semua kreditor sesuai dengan hak masing-masing.

Suatu UUK yang baik haruslah memberikan keseimbangan yang dilandaskan

pada asas untuk memberikan perlindungan yang seimbang bagi semua pihak yang

terkait dan berkepentingan dengan kepailitan seseorang atau perusahaaan.

Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

dan PKPU dapat ditarik kesimpulan tentang syarat-syarat yuridis agar suatu

perusaahan dapat dinyatakan pailit yaitu sebagai berikut:

a. Adanya utang
b. Minimal satu dari utang sudah jatuh tempo
c. Minimal satu dari utang dapat ditagih
d. Adanya debitor
e. Adanya paling sedikit dua kreditor
f. Pernyataan pailit dilakukan oleh Pengadilan khusus yang disebut dengan
Pengadilan Niaga.

28
Ahmad Ali., Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial
Prudence) termasuk Interprestasi Undang-undang (Legiprudence), (Jakarta: Prenada Media Group,
2009), hal. 223.

Universitas Sumatera Utara


18

Terdapat dua tujuan klasik hukum kepailitan, yang pertama, untuk

keseimbangan pembagian kekayaan atau asset debitor bagi seluruh kreditor dan yang

kedua, untuk kegiatan usaha baru yang sehat (fresh start) bagi debitor dalam memulai

usahanya setelah mengalami penghentian akibat kesulitan keuangan yang signifikan.

Konsep PKPU menurut UUK Indonesia mempunyai tujuan memberikan

kesempatan bernafas atau waktu kepada kreditor untuk berkompromi dengan para

pihak (kreditor) melalui beberapa opsi yaitu penjadwalan kembali, restrukrisasi utang

atau permohonan pemailitan.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi

dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan obserpasi, antara abstraksi dan

kenyataan. Konsepsi diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

digenaralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi perasional.29

Konsep atau pengertian merupakan unsur poko dari suatu penelitian, kalau

masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui

pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok penelitian, dan suatu konsep

sebenarnya adalah defenisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu.

Maka konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati , konsep

merupakan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan

29
Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo, Persada, Jakarta, 1998, hal. 3.

Universitas Sumatera Utara


19

empiris.30 Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu

didefenisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi, yaitu

sebagai berikut:

a. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau

badan hukum Koperasi,dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai

modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan

bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip

Koperasi.31

b. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-

Undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan,32

c. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-

Undang yang pelunasannya dapat ditagih dimuka pengadilan,33

d. Kepailitan adalah Setiap berutang (debitor) yang ada dalam keadaan berhenti

membayar, baik atas laporan sendiri maupun atas permohonan seseorang atau

lebih berpiutang (kreditor), dengan putusan hakim dinyatakan dalam keadaan

pailit.

Khusus untuk koperasi, Pasal 62 Undang-undang No. 17 Tahun 2012 mengatur:

30
Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, edisi ketiga, Gramedia Pustaka
Utama, 1997, hal. 21.
31
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian
32
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
33
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.

Universitas Sumatera Utara


20

Pengurus dapat mengajukan permohonan ke pengadilan niaga agar Koperasi

dinyatakan pailit hanya apabila diputuskan dalam Rapat Anggota.

e. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan dalam atau dapat dinyatakan dalam

jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik

secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang

timbul karena perjanjian atau karena Undang-Undang dan wajib dipenuhi oleh

debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat

pemenuhannya dari harta kekayaan debitor,34

f. Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan

membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat

memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk

mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian

atau seluruh utang kepada Kreditor. 35

g. Pengadilan Niaga adalah pengadilan dalam Lingkungan Badan Peradilan Umum.

Pengadilan memeriksa dan memutus Permohonan Kepailitan dan Penundaan

Pembayaran.Penetapan Pengadilan Niaga sebagai yang berwenang memeriksa

dan memutus permohonan atau perkara kepailitan semata-mata untuk

mengefisienkan proses pemeriksaan permohonan kepailitan dan penundaan

pembayaran (dan perkara perniagaan tertentu lainnya).36

34
Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
35
Pasal 222 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
36
Bagir Manan, Op. Cit..., hal. 67.

Universitas Sumatera Utara


21

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Pada penelitian ini metode yang akan dipergunakan adalah metode penelitian

yang bersifat Deksriptif Analitis, artinya penelitian ini termasuk lingkup penelitian

yang menggambarkan, menelaah, dan menjelaskan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, dan kemudian dihubungkan dengan praktek pelaksanaan hukum

mengenai kedudukan Koperasi dalam permohonan pembayaran hutang.

Penelitian deksriptif ini dimulai dengan pengumpulan data yang berhubungan

dengan pembahasan diatas, lalu menyusun, mengklasifikasikan dan menganalisanya

serta kemudian menginterprestasikan data, sehingga diperoleh gambaran yang jelas

tentang fenomena yang diteliti. Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah

pendekatan Yuridis Normatif yaitu penelitian yang mengutamakan tinjauan dari segi

peraturan hukum yang berhubungan dengan Kedudukan Koperasi Yang Dinyatakan

Pailit Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang, yakni dengan

cara menganalisa hukum baik tertulis didalam buku maupun media cetak lainnya.

2. Sumber Data

Sumber data berasal dari data sekunder yitu berupa

a. Bahan Hukum Primer, yaitu Undang\-Undang Dasar 1945 , Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Peraturan Pemerintah Nomor

17 Tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi oleh pemerintah, Undang-

Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan

Pembayaran Utang.

Universitas Sumatera Utara


22

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar, atau pertemuan ilmiah

lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum

sepanjang relevan dengan objek telaahan penelitian ini.37

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder

seperti Kamus Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum maupun berupa majalah

atau tulisan-tulisan yang berkaitan dengan hukum.38’

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data ini merupakan landasan utama penyusunan tesis, Peneliti

menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), dan peneliti

membaca literatur berupa buku-buku ilmiah, peraturan perundang-undangan dan

sumber lain.

4. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini digunakan data kualitatif, yaitu suatu

analisis secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat yang disusun secara

sistematis dan kemudian substansinya dianalisis secara yuridis untuk memperoleh

gambaran tentang pokok permasalahan. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan

menggunakan metode deduktif sehingga diharapkan dapat menghasilkan suatu

kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan.

37
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1982, hal. 24.
38
Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta: Radjawali Press, 1990, hal. 14-15.

Universitas Sumatera Utara


23

BAB II

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP


HARTA KEKAYAAN KOPERASI

A. Pengertian Koperasi

Koperasi berasal dari kata cooperation (bahasa Inggris), yang berarti kerja

sama. Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan koperasi adalah suatu

perkumpulan yang dibentuk oleh para anggota peserta yang berfungsi untuk

memenuihi kebutuhan para anggotanya dengan harga yang relatif rendah dan

bertujuan memajukan tingkat hidup bersama. 39

Koperasi merupakan perkumpulan kepentingan ekonomi. Usaha bersama

tersebut diawasi secara demokratis. Untuk permodalan koperasi, anggota

perkumpulan memberikan uang simpanan yang digunakan sebagai modal sesuai

dengan kemampuannya masing-masing. Para anggota telah sepakat secara bersama-

sama memikul tanggung jawab bila perkumpulan tersebut menderita kerugian dan

demikian pula menikmati bersama-sama segala manfaat yang diperoleh bila usaha

perkumpulan tersebut maju.

Secara umum yang dimaksud koperasi adalah: “Suatu badan usaha di bidang

perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi lemah yang

bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak, berkewajiban melakukan

39
A.G. Kartasapoetra, dkk, Koperasi Indonesia, Bina Adiaksara bekerjasama dengan Rineka
Cipta Jakarta, 2003, hal. 1.

23

Universitas Sumatera Utara


24

suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para

anggotanya”.40

Pengertian koperasi menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik

Indonesia No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian sebagai berikut:

Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau
badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai
modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan
bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan
prinsip Koperasi.

Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi, mempunyai kedudukan politik yang

cukup kuat karena memiliki cantolan konstitusional, yaitu berpegang pada Pasal 33

UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa "Perekonomian disusun

sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan". Dalam Penjelasan UUD

1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan

itu adalah koperasi. “Tafsiran itu sering pula dikemukakan oleh Mohammad Hatta,

yang sering disebut sebagai perumus pasal tersebut”. 41

Berdasarkan Penjelasan Umum disebutkan bahwa koperasi juga banyak

memili faktor penghambat, yaitu:

Banyak faktor yang menghambat kemajuan Koperasi. Hal tersebut berakibat


pada pengembangan dan pemberdayaan Koperasi sulit untuk mewujudkan
Koperasi yang kuat dan mandiri yang mampu mengembangkan dan
meningkatkan kerja sama, potensi, dan kemampuan ekonomi Anggota dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Salah satu faktor
penghambat tersebut adalah peraturan perundang-undangan. Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasianternyata sudah tidak memadai
untuk digunakan sebagai instrumen pembangunan Koperasi. Sebagai suatu
40
Ibid.
41
Dawam Raharjo, Apa Kabar Koperasi Indonesia, Makalah, Jum’at, 2 Agustus 2002.

Universitas Sumatera Utara


25

sistem, ketentuan di dalam Undang-Undang tersebut kurang memadai lagi


untuk dijadikan landasan hukum bagi pengembangan dan pemberdayaan
Koperasi, terlebih tatkala dihadapkan kepada perkembangan tata ekonomi
nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan. Hal tersebut
dapat dilihat dalam ketentuan yang mengatur nilai dan prinsip Koperasi,
pemberian status badan hukum, permodalan, kepengurusan, kegiatan usaha
simpan pinjam Koperasi dan peranan Pemerintah. Oleh karena itu, untuk
mengatasi berbagai faktor penghambat kemajuan Koperasi, perlu diadakan
pembaharuan hukum di bidang Perkoperasian melalui penetapan landasan
hukum baru berupa Undang-Undang. Pembaharuan hukum tersebut harus
sesuai dengan tuntutan pembangunan Koperasi serta selaras dengan
perkembangan tata ekonomi nasional dan global.42

Ada dua dasar atau alasan mengapa harus membangun koperasi:43

1. Alasan Yuridis

Alasan yuridis adalah alasan yang berpangkal pada dasar hukum yang

menjamin mereka untuk dapat mendirikan usaha bersama dalam bentuk koperasi.

a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 1.

Salah satu pedoman pokok dalam bidang ekonomi adalah Pasal 33 ayat 1 beserta

penjelasannya yang memberikan dasar hukum pertama untuk koperasi.

b. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978

Dalam GBHN Bab II huruf B nomor 6 disebutkan bahwa dalam pelaksanaan

pembangunan nasional segenap kemampuan modal dan potensi dalam negeri

harus dimanfaatkan disertai kebijaksanaan serta langkah-langkah guna

membantu, membimbing pertumbuhan dan meningkatkan kemampuan yang

42
Penjelasan Umum Undang-undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
43
Smecda. “Pengetahuan Perkoperasian”/. https://www.google.co.id, diakses tanggal 27
Desember 2012.

Universitas Sumatera Utara


26

lebih dari golongan ekonomi lemah untuk berpartisipasi dalam proses

pembangunan sehingga dapat berdiri sendiri.

c. Undang-Undang RI No. 25/1992 tentang Perkoperasian

Undang-Undang ini memberikan ruang gerak dan kesempatan usaha yang luas

yang menyangkut kepentingan kehidupan perekonomian rakyat. Untuk

menyelaraskannya dengan perkembangan lingkungan yang dinamis perlu adanya

landasan hukum yang mampu mendorong koperasi agar dapat tumbuh dan

berkembang menjadi lebih kuat dan mandiri.44

2. Alasan Ekonomis

Alasan ekonomis adalah alasan-alasan yang berdasarkan kemudahan-kemudahan

dalam pelaksanaannya dan secara ekonomis memberikan manfaat yang benar-

benar berguna bagi mereka yang menggabungkan dirinya dalam koperasi.

Koperasi sebagai organisasi perekonomian rakyat yang berasas kekeluargaan

secara keseluruhan dapat ditinjau dari beberapa segi:

a. Koperasi ditinjau sebagai kelompok orang-orang yang melakukan kerja sama


dan orang-orang yang terbatas kemampuan ekonominya. Mereka menyatukan
diri dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan bersama. Misalnya,
sekelompok pedagang kecil, atau sekelompok petani membentuk koperasi.
b. Koperasi dapat ditinjau dari jenis kebutuhan yang ingin dipenuhi misalnya
kebutuhan akan barang-barang atau individu, misalnya kebutuhan perumahan,
kebutuhan bahan makanan, dan kebutuhan jasa-jasa seperti asuransi.
c. Koperasi ditinjau dari segi hubungannya dengan negara, BUMN, swasta, serta
organisasi lainnya di luar koperasi. Hubungan-hubungan tersebut banyak
ditentukan oleh struktur ekonomi dan sosial serta faktor perkembangan
sejarah masing-masing negara tempat koperasi itu tumbuh.45

44
Ibid.
45
Revrisond Baswir, Koperasi Indonesia, BPFE Yogyakarta, 1997, hal. 45.

Universitas Sumatera Utara


27

Koperasi harus dilihat sebagai suatu kebulatan di mana prinsip-prinsip

dasarnya menentukan arah tujuan dan geraknya. Sebagai badan usaha, koperasi

menyelenggarakan gerakan usaha bersama untuk kepentingan bersama. “Koperasi

mempunyai tujuan bersama untuk kepentingan bersama dan diselenggarakan atau

dicapai melalui suatu kegiatan ekonomi yang terorganisir yang disebut badan usaha.

Keadaan ini menyebabkan koperasi mempunyai dua unsur yang tidak dapat

dipisahkan satu sama lainnya, yaitu unsur sosial dan unsur ekonomi.”46

Koperasi pada hakekatnya merupakan satu perkumpulan oerang-orang yang

mempunyai atau kepentingan yaitu secara bersama-sama, bahu membahu penuh

kegotongroyongan untuk mencapai satu tujuan bersama, yaitu peningkatan taraf

hidup sesama anggotanya dan kalau mungkin peningkatan hidup masyarakat

dilingkungan daerah kerjanya, yang sama-sama ekonominya (relatif) lemah. 47

Di dalam uraian-uraian terdahulu pernah disinggung, bahwa pembentukan

koperasi dapat berlangsung karena adanya:

a. Inisiatif dari seseorang atau beberapa orang dari kelompok orang-orang yang

merasa senasib (golongan ekonomi lemah) yang telah sepakat untuk mencari

jalan keluar melalui usaha bersama untuk meningkatkan taraf hidupnya,

pemrakarsa bisanya telah mengetahui, atau pengalaman karena pernah menjadi

46
Bayu Krisnamurthi, Membangun Koperasi Berbasis Anggota Dalam Rangka Pengembangan
Ekonomi Rakyat, Makalah disampaikan dalam seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat Koperasi,
Jakarta, 21 Mei 2002.
47
Rusidi, dan Maman Suratman, Bunga Rampai 20 Pokok Pemikiran Tentang Koperasi,
Institut Manajemen Koperasi Indonesia, Bandung, 2002 , hal. 84.

Universitas Sumatera Utara


28

anggota koperasi, tentang seluk beluk perkoperasian dan tentang manfaat-

manfaat koperasi;

b. Adanya dorongan dan turunan dari pihak LKMD (Lembaga Ketahanan

Masyarakat Desa) dan atau pihak pemerintah yang mengetahui potensi-potensi

untuk perbaikan hidup masyarakat itu ada tetapi penggerak ke arah itu belum

tergugah semangatnya (pelopornya belum ada).48

Para pelopor, baik yang timbul dari kelompok maupun yang didorong oleh

LKMD/ Pemerintah, mereka selanjutnya, dapat bertindak sebagai pendiri, yang pada

akhirnya kedua-duanya harus, berhubungan dengan Pemerintah c.q. Kantor

Departemen Koperasi setempat dalam rangka mendapatkan keterangan-keterangan

yang lebih banyak/jelas tentang persiapan-persiapan pembentukan koperasi.

Seseorang atau beberapa orang yang menjadi pelopor dan selanjutnya akan

bertindak sebagai pendiri koperasi (tentunya atas kesepakatan para calon anggota)

harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut (syarat minimal):

a. Mempunyai minat dan dinamika yang besar, kreatif dan bercita-cita tinggi,

mempunyai jiwa sosial yang tebal untuk bekerja bagi kepentingan orang banyak;

b. Berjiwa Pancasila sehingga dapat memupuk persatuan dan kesatuan, jujur dan

berwibawa sehingga mendapat kepercayaan penuh untuk bertindak atas nama

dan demi kepentingan semua;

48
ibid

Universitas Sumatera Utara


29

c. Menyadari peranan dan tugas koperasi, yaitu antara lain yang utama mewujudkan

demokrasi ekonomi dan meningkatkan taraf hidup rakyat (para calon anggota

dan masyarakat);

d. Mempunyai kepercayaan pada diri sendiri, keberanian, keuletan, dan keyakinan

tentang berhasilnya koperasi untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang

menyeluruh berdasarkan Pancasila;

e. Mempunyai keluwesan untuk meningkatkan integrasi, sehingga segala sesuatu

kelak dalam pelaksanaan usaha akan sejalan searah, berat sama dijinjing, ringan

sama dipikul.49

Mereka pelopor yang hendak membentuk koperasi tersebut sebelum sampai

kepada rapat pembentukannya harus mampu mengadakan beberapa penelaahan

(observasi) tentang beberapa hal yang berkaitan dengan sosial ekonomis sekitar

lingkungan yang akan di tentukan sebagai daerah kerja koperasi tersebut, antara lain

mengenai:

a. Situasi dan kondisi penghidupan rakyat dalam lingkungan dimana koperasi itu

didirikan;

b. Untuk memperoleh petunjuk tentang koperasi jenis mana ang harus dibentuk,

yang dapat memenuhi harapan para calon anggota (penduduk), harus

berkemampuan mengenai kesulitan-kesulitan yang utama yang diderita penduduk

dalam perjuangan/ usaha untuk kelangsungan hidupnya;

49
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


30

c. halangan-halangan dan atau hambatan-hambatan yang diperkirakan akan timbul

tetapi dengan perhitungan akan dapat di atasi, apabila jenis koperasi tertentu

dibentuk di daerah/ lingkungan yang bersangkutan.

Penelaahan-penelaahan seperti di atas tidak lain agar koperasi yang akan

dibentuk akan dapat bergerak lancar dalam usaha-usahanya, sesuai dengan harapan

masyarakat, bermamfaat bagi masyarakat, sehingga keterpaduan para anggotanya

(kelak setelah koperasi dibentuk) akan mempunyai ketahanan dan dapat mengatasi

segala rintangan dan hambatan, dengan demikian maka koperasi yang bersangkutan

akan memperoleh keberhasilan dalam mencapai tujuan dan atau sasaran-sasarannya.

Merupakan hal yang sangat penting bagi peloporan pendirian/pembentukan

koperasi untuk mengemukakan/ menentukan inisiatif usahanya yang telah

diperhitungkan benar-benar bahwa usha tersebut dapat dijalankan dengan baik dan

mudah serta dapat ditangani pula oleh para anggotanya (mengingat koperasi adalah

usaha bersama) dan dapat terasa/ dirasakan oleh segenap anggota, dengan demikian

maka mereka tidak dikecewakan. Patut diingat bahwa kekecewaan akan

menimbulkan patah hati, tetapi keberhasilan atu kepuasan menimbulkan kegairahan

kerja, dengan kegairahan kerja inilah (terutama baik Koperasi Prosuksi KUD) maka

koperasi dapat berkembang dengan pesat.50

Lazimnya para pelopor pembentuk koperasi merupakan suatu panitia yang

diberi nama Panitia Pendiri Koperasi, dimana pelopor atau pengambil inisiatif

diterima oleh beberapa orang yang mempunyai pengaruh dalam masyarakat atau yang
50
Revrisond Baswir, Op. Cit, hal. 46.

Universitas Sumatera Utara


31

mempunyai pengalaman dalam perkoperasian turut membantu mengembangkan/

mewujudkan inisiatifnya. Setelah panitia ini mayakini bahwa koperasi dapat didirikan

atau menurut pendapatnya memang perlu didirkan, selanjutnya dibuatlah persiapan-

persiapan, misalnya menyiapkan Anggaran Koperasi, menentukan saat rapat

pembentukan koperasi, dan lain-lain yang diperlukan yang dapat menunjang

kelancarannya, seperti memberitahukan maksud tersebut kelancarannya, seperti

memberitahukan maksud tersebut kepada anggota masyarakat, mengundang wakil

dari Kantor Departemen Koperasi setempat serta pejabat-pejabat lingkungan.

Dalam rapat pembentukan koperasi ini, pembuatan berita acara harus

dilakukan secermat mungkin, mengingat berita acara ini dalam waktu dekat sangat

diperlukan dan akan sangat membantu dalam pengajuan surat permintaan Badan

Hukum bagi koperasi yang bersangkutan.

Akta pendirian yang dimaksudkan dalam pembentukan koperasi ini harus

berisi:

a. Pernyataan tentang dibentuknya koperasi, dengan menyebutkan jenisnya,

lengkap dengan data, tempat dan jumlah calon anggota dan peserta lainnya yang

hadir;

b. Nama orang-orang yang membentuk koperasi tersebut (mereka yang oleh rapat

pembentuk koperasi diberikan kuasa untuk menandatangani akta

pendirian/pembentukan koperasi yang bersangkutan);

c. Tanda tangan mereka yang membentuk koperasi, dan

Universitas Sumatera Utara


32

d. Anggaran Dasar Koperasi yang telah disiapkan dan disetujui oleh rapat

pembentukan koperasi ini.

Tentang anggaran dasar koperasi ini agar diperoleh kemudahan-kemudahan

dalam pembuatannya dan terhindar dari kekeliruan-kekeliruan dalam perbuatannya

dan terhindar dari kekeliruan-kekeliruan, oleh Menteri Koperasi melalui kantor-

kantor wilayahnya telah disediakan pedoman untuk hal ini, yang antara lain setiap

anggaran dasar koperasi harus memuat:

a. Nama, pekerjaan serta tempat tinggal para pendiri koperasi;

b. Nama lengkap dan nama singkatan dari koperasi;

c. Tempat kedudukan koperasi dan daerah kerjanya;

d. Maksud dan tujuan;

e. Ketegasan usahanya;

f. Syarat-syarat keanggotaan koperasi;

g. Ketetapan tentang permodalan;

h. Peraturan tentang tanggungan anggota;

i. Peraturan tentang pimpinan koperasi dan kekuasaan anggota;

j. Ketentuan tentang kourum rapat anggota;

k. Penetapan tahun buku;

l. Ketentuan tentang sisa hasil usaha pada akhir tahun buku;

m. Ketentuan mengenai sisa kekayaan bila koperasi dibubarkan.

Universitas Sumatera Utara


33

Kewajiban untuk mendaftarkan koperasi serta memperoleh pengesahan

sebagai Badan Hukum tidak lain atau pada hakekatnya adalah untuk kepentingan

koperasi sendiri, yaitu:

a. Agar pemerintah dapat memberi perlindungan terhadap usaha koperasi yang

bersangkutan dalam hal terjadinya kerugian-kerugian yang diperbuat pihak lain.

b. Agar pemerintah dapat memebrikan pembinaan, bimbingan dan bantuan-bantuan

teknis, permodalan serta kesempatan-kesempatan bagi pertumbuhan dan

perkembangan koperasi yang bersangkutan.

c. Agar supaya koperasi yang bersangkutan lancar, karena pihak-pihak lain

(usahawan-usahawan lain) tidak akan segan-segan untuk melakukan hubungan

usaha.

Koperasi merupakan himpunan orang-orang yang dengan sukarela

membentuk usaha berdikari yang terorganisir dengan tujuan memajukan kepentingan

ekonomi bersama dari para anggotanya. Koperasi atas dasar tersebut mempunyai

fungsi yang penting dalam perekonomian suatu negara begitupun dalam

perekonomian di Indonesia dan bahkan secara jelas disebutkan dalam UUD 1945

Pasal 33 ayat (1), dimana dikatakan bahwa perekonomian disusun sebagai

usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Koperasi didirikan berdasarkan apa yang telah disebutkan dalam pasal

tersebut. Tujuannya hanyalah untuk membantu perekonomian bangsa Indonesia

dengan tidak membebani para warganya, hal itu dikarenakan asas kekeluargaan yang

Universitas Sumatera Utara


34

dipakaidan dipercaya bisa mensejahterakan para anggotanya. Asas dalam koperasi

adalah berdasarkankerjasama dan asas kekeluargaan.

Koperasi sebagai usaha bersama, harus mencerminkan ketentuan-ketentuan

sebagai lazimnya didalam kehidupan suatu keluarga. Dengan demikian suatu usaha

bersama untuk bisa disebut sebagai koperasi haruslah mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut:

a. Koperasi bukan suatu organisasi perkumpulan modal (akumulasi modal);

Konsekuensi dari hal ini adalah koperasi harus benar-benar mengabdi kepada

kemanusian, bukan kepada suatu kebendaan.

b. Merupakan kerja sama; Suatu bentuk gotong royong berdasarkan asas kesemaan derajat,

hak dan kewajiban. Sehingga koperasi benar-benar sebagai wahana demokrasi ekonomi

dan sosial.

c. Semua kegiatan harus didasarkan atas kesadaran para anggotanya; dalam hal ini tidak

boleh ada paksaan atau intimidasi maupun campur tangan dari luar yang tidak ada

hubungannya sosial ke dalam koperasi;

d. Tujuan koperasi harus merupakan kepentingan bersama para anggotanya dan tujuan

tersebut hanya dapat dicapai dengan karya dan jasa yang disumbangkan para anggotanya

dan pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) harus dapat mencerminkan perimbangan secara

adil dari besar kecilnya karya dan jasa dari para anggotanya.51

Keberadaan organisasi badan-badan usaha koperasi berkaitan erat dengan

sistem perekonomian yang berlaku disuatu negara; karena itu hal yang penting dan

mendasar yang harus dipahami terlebih dahulu oleh orang yang hendak mempelajari
51
Rusidi, dan Maman Suratman, Op. Cit. hal. 69

Universitas Sumatera Utara


35

hukum koperasi adalah pengetahuan dasar tentang ideologi, paham, dan sistem

perekonomian yang dianut oleh negara tersebut. Koperasi sebagai suatu badan atau

perkumpulan merupakan suatu alat, wahana atau wadah bagi para anggotanya untuk

bersama-sama mencapai tujuan bersama yaitu terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan

ekonomi mereka, baik sebagai konsumen maupun sebagai produsen.

Termasuk didalamnya kebutuhan-kebutuhan akan kredit, asuransi, jasa-jasa

dalam bidang kesehatan dan lain-lain. Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 25

Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang mulai berlaku pada tanggal 21 Oktober

1992, disebutkan dengan jelas bahwa tujuan koperasi adalah: Koperasi bertujuan

memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya

serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan

masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945.

Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, serta berdasarkan atas asas kekeluargaan. Menurut Pasal 4

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dijelaskan, bahwa Fungsi dan peran koperasi

sebagai berikut:

1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada

khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi

sosialnya;

2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan

Universitas Sumatera Utara


36

3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuasaan dan ketahanan

perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya;

4. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang

merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.52

Menurut pendapat Fauguet dalam Pandji Anoraga menegaskan adanya 4

prinsip yang setidak-tidaknya harus dipenuhi oleh setiap badan yang menamakan

dirinya Koperasi. Prinsip-prinsip itu adalah:

1. Adanya ketentuan tentang perbandingan yang berimbang di dalam hasil yang diperoleh

atas pemanfaatan jasa-jasa oleh setiap pemakai dalam Koperasi.

2. Bersumber dari ketentuan ini timbul ketentuan-ketentuan tentang pembagian atas sisa

hasil usaha, kewajiban penyertaan uang simpanan untuk partisipasi dalam pembiayaan

Koperasi, kewajiban ikut serta bertanggung jawab atas kemungkinan kerugian yang

terjadi pada Koperasi, atau ikut sertanya dalam pembentukan cadangan perorangan atau

cadangan bersama dalam Koperasi;

3. Adanya ketentuan atau peraturan tentang persamaan hak antara para anggota;

4. Adanya pengaturan tentang keanggotaan organisasi yang berdasarkan kesukarelaan;

5. Adanya ketentuan atau peraturan tentang partisipasi dari pihak anggota dalam

ketatalaksanaan dan usaha Koperasi.53

Sedangkan prinsip koperasi, adalah keanggotaannya bersifat sukarela dan

terbuka, pengelolaannya dilakukan secara demokratis dan pembagian sisa hasil

usahanya (SHU) dilakukan secara adil dan sebanding dengan besarnya jasa usaha
52
R.T. Sutantya RahardjaHadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, Penerbit RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2005) hal 40.
53
Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi ,Cet. Kedua (Jakarta: PT.Rineka
Cipta, 1997), hal. 11.

Universitas Sumatera Utara


37

masing-masing anggota serta pemberian balas jasa yang terbatas, terhadap modal

yang utama adalah kemandiriannya. Adapun tentang hak suara, jika dalam Perseroan

Terbatas berdasarkan kepada jumlah saham yang dimiliki sehingga dikenal adanya

pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas dan sampai batas-batas

yang diatur oleh undang-undang, setiap orang pada prinsipnya boleh memiliki saham

yang sebanyak-banyaknya, tetapi dalam Koperasi setiap anggota hanya memiliki hak

sebanyak 1 (satu) suara saja tanpa memperhatikan jumlah dana yang disimpan.

Ketentuan pada pasal tersebut di atas sejalan dengan bunyi Pasal 1659 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur tentang hak suara dalam suatu

perkumpulan yang berbunyi sebagai berikut: Jika dalam surat pendirian, perjanjian-

perjanjian dan elemennya tidak telah dibuat ketentuan-ketentuan tentang hak

bersuara, maka masing-masing anggota suatu perkumpulan mempunyai hak yang

sama untuk mengeluarkan suaranya, sedangkan segala keputusan diambil dengan

suara terbanyak.

Pandangan mengenai permodalan di satu pihak dan keanggotaan di pihak lain

dalam organisasi koperasi Sutantya Rahardja Hadikusuma mengemukakan

pendapatnya, yaitu besarnya modal yang terkumpul itu tetap harus menjadi perhatian

koperasi, meskipun banyaknya anggota koperasi merupakan ciri utama dari suatu

koperasi.54

54
Sutantya Rahardja Hadikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, Cet. II. (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001), hal 1-2.

Universitas Sumatera Utara


38

Besarnya dana yang disertakan melalui simpanan sukarela hanya

mempengaruhi kepada besarnya perolehan sisa hasil usaha (SHU) tetapi tidak

merubah jumlah hak suara yang dimilikinya. Ketentuan pada pasal tersebut di atas

sejalan dengan bunyi Pasal 1659 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang

mengatur tentang hak suara dalam suatu perkumpulan yang berbunyi sebagai berikut:

Jika dalam surat pendirian, perjanjian-perjanjian dan reglemennya tidak telah dibuat

ketentuan-ketentuan tentang hak bersuara, maka masing-masing anggota suatu

perkumpulan mempunyai hak yang sama untuk mengeluarkan suaranya, sedangkan

segala keputusan diambil dengan suara terbanyak.

Persyaratan untuk mendirikan koperasi yang biasanya tertuang dalam

Undang-Undang ataupun Peraturan Koperasi adalah sebagai berikut:55

a. Orang-orang yang akan mendirikan koperasi harus mempunyai kepentingan ekonomi

yang sama.

b. Orang-orang yang akan mendirikan koperasi harus mempunyai tujuan yang sama.

c. Harus memenuhi syarat jumlah minimum anggota, seperti telah ditentukan oleh

pemerintah.

d. Harus memenuhi persyaratan wilayah tertentu, seperti telah ditentukan oleh pemerintah.

e. Harus telah dibuat konsep anggaran dasar koperasi.

Sebagai suatu badan usaha, koperasi dapat mengalami untung dan rugi.

Apabila suatu Koperasi memperoleh keuntungan, tentu koperasi itu akan terus

berkembang dan menjadi besar, namun permasalahan akan timbul jika suatu koperasi

55
Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti, Op. Cit... hal. 66

Universitas Sumatera Utara


39

mengalami kerugian yang tidak dapat ditanggungnya lagi, sehingga menjadi insolven

atau tidak solvabel.

B. Pengertian Kepailitan Secara Umum dan Pihak Yang Berwenang


Mengajukan Pailit

Secara tata bahasa, kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan

“pailit”. Jika dibaca seluruh ketentuan yang dalam undang-undang tentang Kepailitan,

tidak akan ditemui satu rumusan atau ketentuan dalam undang-undang kepailitan

yang menjelaskan pengertian maupun dari defenisi kepailitan itu sendiri.56

Menurut Peter Mahmud, kata pailit dari bahasa Perancis failite yang berarti

kemacetan pembayaran. Dalam bahasa Belanda digunakan istilah failliet dan dalam

hukum Anglo Amerika, undang-undangnya dikenal dengan Bankcrupty Act.57

Kata pailit berasal dari bahasa Prancis; Failite yang berarti kemacetan

pembayaran. Secara tata bahasa, kepailitan berarti berarti segala hal yang

berhubungan dengan pailit. Menurut Imran Nating, kepailitan diartikan sebagai suatu

proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk

membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan

niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya.

Bahwa dengan dinyatakan pailit, debitor kehilangan haknya atau kehilangan

kewenangannya untuk mengurus dan menguasai hartanya merupakan salah satu asas

umum kepailitan. Dengan demikian debitor pailit dianggap tidak cakap (onbekwaam)

56
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. 2004, Seri Hukum Bisnis, Kepailitan, Jakarta:
Grafindo Raja Persada, h 11
57
Rahayu Hartini, 2009, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia, dualism
Kewenangan Pengadilan Niaga dan Lembaga Arbitrase, Jakarta: Kencana, halaman 71.

Universitas Sumatera Utara


40

untuk mengurus dan menguasai hartanya tersebut. Pengurusan dan pemberesan atas

kekayaan debitor beralih kepada kurator58

Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditor sesuai dengan peraturan

pemerintah. Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan disebutkan bahwa

yang dimaksudkan dengan pailit adalah seseorang yang oleh suatu pengadilan

dinyatakan bankrupt, dan yang aktivitasnya atau warisannya telah diperuntukkan

untuk membayar hutang-hutangnya.

Pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari

seorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan

tersebut harus disertai suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan

secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga. Maksud

dari pengajuan permohonan tersebut sebagai bentuk pemenuhan asas publisitas

(pengumuman) dari keadaan tidak mampu membayar.

Orang sering menyamakan arti pailit ini sama dengan bankrupt atau bangkrut

dalam bahasa Indonesia. Namun sebenarnya pengertian pailit tidak sama dengan

bangkrut, karena bangkrut berarti ada unsur keuangan yang tidak sehat dalam suatu

perusahaan, tetapi pailit bisa terjadi pada perusahaan yang keadaan keuangannya

sehat, perusahaan tersebut dipailitkan karena tidak membayar utang yang telah jatuh

tempo (habis waktu) dari salah satu atau lebih kreditornya.

58
H. Man S. Sastrawidjaja, 2006. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang Bandung: Alumni, halaman 81.

Universitas Sumatera Utara


41

Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 menyatakan: “Kepailitan adalah sita

umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya

dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang ini.” Dari Pasal di atas dapat dilihat bahwa pernyataan pailit

hanya dapat diberikan oleh Putusan Pengadilan. Hal ini berarti jika belum ada

putusan pengadilan, maka keadaan seseorang atau badan hukum tidak dapat

dinyatakan pailit.

Tentang pengertian dari hukum kepailitan ini dinyatakan bahwa setidaknya

terdapat tiga unsur, yaitu:

1. Adanya sita dan eksekusi atas seluruh kekayaan debitor.

2. Sita itu semata-mata mengenai harta kekayaan.

3. Sita dan eksekusi tersebut untuk kepentingan para kreditornya bersama-

sama.“

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disebutkan bahwa kepailitan

mempunyai makna ketidakmampuan pihak penghutang (debitor) untuk memenuhi

kewajibannya kepada pihak pemberi hutang (kreditor) tepat pada waktu yang sudah

ditentukan. Jika terjadi ketidakmampuan untuk membayar utang, maka salah satu

solusi hukum yang dapat ditempuh baik oleh debitor maupun kreditor melalui pranata

hukum kepailitan.59

Dari unsur-unsur di atas, dapat dipakai pedoman tentang pengertian

kepailitan. Kepailitan merupakan realisasi dari amanat Pasal 1131 dan Pasal 1132
59
Sentosa Sembiring, Op. Cit, halaman 13.

Universitas Sumatera Utara


42

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH-Perdata). Pasal 1131 KUH-Perdata

menyatakan: “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak

bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada dikemudian hari, menjadi

tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan.”

Ada beberapa pihak yang terlibat dalam proses kepailitan, yaitu antara lain:

1. Pihak Pemohon Pailit

Salah satu pihak yang terlibat dalam perkara kepailitan adalah pihak pemohon

pailit, yakni pihak yang mengambil inisiatif untuk mengajukan permohonan pailit ke

pengadilan, yang dalam perkara biasa disebut sebagai pihak penggugat. Menurut

Undang-undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 (Pasal 3) maka yang dapat menjadi

pemohon dalam suatu perkara pailit adalah salah satu dari pihak berikut ini:

a. Pihak debitor itu sendiri;

b. Salah satu atau lebih pihak kreditor;

c. Pihak kejaksaan jika menyangkut dengan kepentingan umum;

d. Pihak Bank Indonesia jika debitornya aadalah suatu debitor;

e. Pihak Badan Pengawas Pasar Modal jika debitornya adalah suatu perusahaan

efek. Yang dimaksud dengan perusahaan efek adalah pihak yang melakukan

kegiatannya sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan/atau

manajer investasi, sebagaimana dimaksudkan dalam perundang-undangan di

bidang pasar modal.

Apabila debitor adalah perusahaan Bursa Efek, Lembaga Kliring dan

Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian maka satu-satunya

Universitas Sumatera Utara


43

pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah Badan

Pengawas Pasar Modal, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang

berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di

bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal.

f. Menteri Keuangan dalam hal debitor adalah perusahaan, perusahaan

reasuransi, dana pensiun atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di

bidang kepentingan publik.

Permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh Menteri Keuangan apabila

debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau

Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik. Dalam

penjelasan Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 disebutkan bahwa

Kewenangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi Perusahaan

Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan.60

Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat

terhadap Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sebagai lembaga pengelola

risiko dan sekaligus sebagai lembaga pengelola dana masyarakat yang memiliki

kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian. Kemudian

Kewenangan untuk mengajukan pailit bagi Dana Pensiun, sepenuhnya ada pada

Menteri Keuangan.

60
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. Cit, hal. 56

Universitas Sumatera Utara


44

Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat

terhadap Dana Pensiun, mengingat Dana Pensiun mengelola dana masyarakat dalam

jumlah besar dan dana tersebut merupakan hak dari peserta yang banyak jumlahnya.61

2. Pihak Debitor Pailit

Pihak debitor pailit adalah pihak yang dimohonkan/memohon pailit

pengadilan yang berwenang. Yang dapat menjadi debitor pailit adalah debitor yang

mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang

telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

3. Hakim Niaga

Perkara kepailitan diperiksa oleh hakim majelis (tidak boleh hakim tunggal)

baik untuk tingkat pertama maupun tingkat kasasi. Hanya untuk perkara perniagaan

lainnya yakni yang bukan perkara kepailitan untuk tingkat pengadilan pertama yang

boleh diperiksa oleh hakim tunggal dengan penetapan Mahkamah Agung (vide Pasal

283 dari Undang-undang Kepailitan). Hakim Majelis tersebut merupakan hakim-

hakim pada Pengadilan Niaga, yakni hakim Pengadilan niaga yang telah diangkat

menjadi Hakim Pengadilan Niaga berdasarkan keputusan Ketua Mahkamah Agung.62

4. Hakim Pengawas

Untuk mengawasi pelaksanaan harta pailit, maka dalam keputusan kepailitan,

oleh pengadilan harus diangkat seorang hakim pengawas di samping pengangkatan

kuratornya.

61
Bismar Nasution dan Sunarmi, 2007, Hukum Kepialitan, Medan: Diktat Program Magister
Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Hal. 41
62
Munir Fuady, Op.Cit, hal. 35

Universitas Sumatera Utara


45

5. Kurator

Kurator merupakan salah satu pihak yang cukup memegang peranan dalam suatu
proses perkara pailit. Dan karena peranannya yang besar dan tugasnya yang berat, maka tidak
sembarangan orang dapat menjadi pihak kurator. Karena itu pula maka persyaratan dan
prosedur untuk dapat menjadi kurator ini oleh Undang-Undang Kepailitan diatur secara
relatif ketat.
6. Panitia Kreditor

Salah satu pihak dalam proses kepailitan adalah apa yang disebut Panitia

Kreditor. Pada prinsipnya, suatu panitia kreditor adalah pihak yang mewakili pihak

kreditor, sehingga panitia kreditor tentu akan memperjuangkan segala kepentingan

hukum dari pihak kreditor. Ada dua macam panitia kreditor yang diperkenalkan oleh

Undang-Undang Kepailitan, yaitu:

a. Panitia kreditor sementara (yang ditunjuk dalam putusan pernyataan pailit); dan

b. Panitia kreditor (tetap) yakni yang dibentuk oleh hakim pengawas apabila dalam

putusan pailit tidak diangkat panitia kreditor sementara.63

Atas permintaan kreditor konkuren, dan berdasarkan putusan kreditor

konkuren dengan suara terbanyak biasa (simple majority), hakim pengawas

berwenang menggantikan panitia kreditor sementara dengan panitia kreditor (tetap),

atau membentuk panitia kreditor (tetap) jika tidak diangkat panitia diangkat

sementara. Berbagai penafsiran yang kurang tepat dan terasa mengada-ada itu

sebenarnya tidak akan terjadi kalau saja penafsiran itu dilakukan secara berhati-hati,

cermat dengan memperhatikan metoda berfikir yuridis yang sahih sebagaimana

dikemukakan oleh para ahli hukum terkemuka.

63
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. Cit, hal. 58

Universitas Sumatera Utara


46

C. Saat Koperasi Dikategorikan Pailit

Suatu perusahaan atau koperasi dapat dikategorikan pailit jika memiliki kewajiban

yang jumlahnya lebih besar dari aset perusahaan yang bersangkutan. Contohnya, jika dalam

satu periode suatu perusahaan memiliki aset sebesar Rp 1 miliar, tetapi juga mempunyai

kewajiban membayar hutang Rp 2 miliar, maka secara logika perusahaan tersebut dapat

digolongkan sebagai perusahaan yang pailit. Suatu perusahaan hanya dapat dinyatakan pailit

jika telah diputus oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga (hingga saat ini hanya ada

di Jakarta). Permohonan kepailitan dapat diajukan oleh perusahaan yang akan pailit itu

sendiri, atau oleh salah satu kreditur (yang memiliki piutang) yang telah jatuh tempo atau

oleh pihak kejaksaan jika berkaitan dengan kepentingan umum. 64

Apabila permohonan tersebut dikabulkan oleh pengadilan, maka perusahaan yang

bersangkutan (debitur) akan dinyatakan pailit, dan direksi atau pengurus perusahaan tersebut

tidak diperkenankan lagi mengelola perusahaannya. Untuk selanjutnya perusahaan tersebut

berada di bawah pengawasan hakim pengawas dan pelaksana operasional sehari-hari

dilakukan oleh kurator (ditunjuk oleh pengadilan) yang bertugas untuk menyelesaikan

seluruh kewajiban perusahaan yang pailit tersebut kepada seluruh pihak kreditur.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat dilihat bahwa pada praktiknya

ternyata cukup mudah untuk mempailitkan suatu perusahaan, karena syarat yang

harus dipenuhi adalah:

1. Adanya debitur (misalnya suatu perusahaan) yang mempunyai dua atau lebih

kreditur (yang memiliki piutang),

2. Perusahaan tersebut tidak membayar satu hutang yang telah jatuh tempo.

64
Munir Fuady, Op. Cit. hal. 80/

Universitas Sumatera Utara


47

3. Adanya permohonan dari perusahaan itu sendiri, atau

4. Adanya permohonan dari seorang kreditur atau lebih.

Proses pembuktian yang dipergunakan oleh pengadilan dalam permohonan

kepailitan adalah proses pembuktian sederhana (sumir), yaitu apabila fakta atau

keadaan sebagaimana yang disebutkan di atas dapat dibuktikan oleh pemohon, maka

permohonan pailit harus dikabulkan oleh hakim.65

UU No. 4 Tahun 1998 tersebut ternyata tidak mengatur mengenai kewajiban

hakim untuk mempertimbangkan perbandingan antara aset perusahaan dengan

kewajiban yang harus dilaksanakan.

Pada tanggal 21 Januari 2008 menjadi titik balik. Pada tanggal itu pengurus

Koperasi Sumber Artha Mandiri mempailitkan terhadap diri koperasi Sumber Artha

Mandiri dan dikabulkan oleh hakim Pengadilan Niaga karena dinilai tidak mampu

membayar utang yang sudah jatuh tempo dan sudah harus dibayar terhadap kreditor /

penyimpan dana.

Adapun permohonan Pailit dari Pemohon Pailit tersebut didasarkan pada dalil-

dalil permohonan sebagai berikut :

1. Bahwa pemohon adalah suatu badan hukun berbentuk koperasi yang telah disahkan

oleh Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah

14042/BH/KDK.11/II/2004, Tanggal 9 Februari 2004;

65
”Dinyatakan Pailit oleh Pengadilan,” http://www.pikiran-rakyat. com/cetak/0604/
14/teropong/konsul_hukum.htm, diakses tanggal 05 Januari 2013 Ketentuan ini tidak berlaku untuk
bank dan perusahaan efek, karena pihak pemohon pailit terhadap bank hanya Bank Indonesia dan
perusahaan efek hanya Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)

Universitas Sumatera Utara


48

2. Bahwa oleh karena pemohon pailit berbentuk badan hukum berbentuk koperasi telah

menampung dana penyimpan berbentuk simpanan jangka pendek ataupun simpanan

jangka menengah serta jangka panjang dengan bunga berkisar 13 – 17 persen

pertahun;

3. Bahwa oleh karena simpanan jangka pendek ataupun simpanan jangka menengah

serta jangka panjang yang ada pada pemohon pailit harus diberikan bunga, maka

pemohon pailit juga menyalurkan kepada debitor / peminjam dengan bunga berkisar

33 – 36 persen pertahun;

4. Bahwa para debitor pemohon pailit ada yang sudah jatuh tempo dan ada yang belum

jatuh tempo, sehingga total asset pemohon pailit yang telah disalurkan kepada para

peminjam/ debitor keseluruhan total sebesar Rp 13.367.226.866,- (tiga belas milyar

tiga ratus enam puluh tujuh juta dua ratus dua puluh enam ribu delapan ratus enam

puluh enam rupiah);

5. Bahwa para penyimpan dana yang tercatat pada pemohon pailit pada saat ini

(simpanan pokok, simpanan wajib, sinpanan sukarela, dan simpanan berjangka) yang

ada pada pasiva pertanggal 23 Juli 2007 sebesar Rp 14.408.302.192,- (empat belas

milyar empat ratus delapan juta tiga ratus dua ribu seratus sembilan puluh dua

rupiah);

6. Apabila simpanan berjangka yang tercatat pada pemohon pailit bervariatif dan

keseluruhannya apabila diuraikan sebagai berikut:

a. Simpanan Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) keseluruhannya sebesar Rp

329.161.601,- (tiga ratus dua puluh sembilan juta seratus enam puluh satu ribu

enam ratus satu rupiah)

Universitas Sumatera Utara


49

b. Simpanan Rp. 20.000.000,- keseluruhan sebesar Rp. 437.347.276,- (empat ratus

tiga puluh tujuh juta tiga ratus empat puluh tujuh ribu dua ratus tujuh puluh

enam rupiah);

c. Simpanan Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) keseluruhan sebesar Rp.

2.018.962.672,- (dua milyar delapan belas juta sembilan ratus enam puluh dua

ribu enam ratus tujuh puluh dua rupiah);

d. Simpanan Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) keseluruhan sebesar Rp

10.679.408.002 (sepuluh milyar enam ratus tujuh puluh sembilan juta empat

ratus delapan ribu dua rupiah); (dana penyimpan / kreditur tersebut diantaranya

simpanan berjangka antar koperasi keseluruhann sebesar Rp 1.359.000.000,-

(satu milyar tiga ratus lima puluh sembilan juta rupiah);

7. Bahwa dana berupa kas sebesar Rp. 871.000,- (delapan ratus tujuh puluh satu ribu

rupiah) maupun pada simpanan di koperasi lain yang tercatat saat ini sebesar Rp

100.000.000,- (seratus juta rupiah) di koperasi Anugrah Buana Artha sedangkan asset

berupa barang-barang bergerak (Aktiva tetap dan Inventaris) sebesar Rp

169.457.400,- (seratus enam puluh sembilan juta empat ratus lima puluh tujuh ribu

empat ratus rupiah) yang tercatat pada aktiva pertanggal 23 Juli 2007;

8. Bahwa kewajiban pemohon pailit terhadap kreditor/ para penyimpan dana yang saat

ini sudah jatuh tempo yang sudah diminta agar pemohon pailit menyelesaikan

kewajiban, akan tetapi pemohon pailit tidak sanggup menyelesaikan kewajiban

tersebut karena uang para kreditor yang telah disalurkan dalam bentuk pinjaman juga

belum tertarik dan akhirnya kreditor pemohon melaporkannya di Kepolisian sesuai

Laporan Polisi Nomor LP/96/VIII/2007/Ops. Tanggal 28 Agustus 2007 dan adanya

Universitas Sumatera Utara


50

Surat Tanda Penerimaan data No.STP/93 B/IX/2007/RESKRIM Tanggal 21

September 2007 atas laporan tersebut yang berakibat Ketua Koperasi dan Manager

Koperasi ditahan;

9. Bahwa kewajiban pemohon pailit yang sudah jatuh tempo dan yang diminta oleh

kreditor untuk segera menyelsaikan tersebut diantaranya :

a. Ratna Gunarti dengan kewajiban yang harus diselesaikan diselesaikan sebesar

Rp 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah);

b. Melia Widyawati, kreditor II, sedangkan kewajiban pemohon yang seharusnya

diselesaikan sebesar Rp 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah);

c. Ma Fang Fang, kewajiban pemohon yang seharusnya diselesaikan sebesar Rp

500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);

10. Bahwa kewajiban pemohon kepada para penyimpan dana/ kreditor (simpanan pokok,

simpanan wajib, sinpanan sukarela, dan simpanan berjangka) ada yang sudah jatuh

tempo yang merupakan kewajiban pemohon keseluruhannya sebesar Rp

14.408.302.192,- (empat belas milyar empar ratus delapan juta tiga ratus dua ribu

seratus sembilan puluh dua rupiah);

11. Bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2004 yang berbunyi : “Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila

terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2 ayat (1) telah dipenuhi”.

12. Bahwa oleh karena sudah jelas dan senyatanya atas bukti-bukti yang ada terdapat

fakta atau keadaan yang terbukti sederhana, sehingga pemohon pailit dapat

Universitas Sumatera Utara


51

dinyatakan pailit atas permohonan pemohon pailit karena ketidakmampuan

menyelesaikan kewajiban yang telah jatuh tempo tersebut;\

Terhadap permohonan tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri

Semarang telah mengambil keputusan, yaitu putusan Nomor 01/Pailit/2008/PN.Niaga

Semarang tertanggal 27 Maret 2008 yang amarnya berbunyi antara lain:

1. Mengabulkan permohonan pailit dari permohonan pailit untuk seluruhnya;

2. Menyatakan pailit dengan segala bentuk akibat hukumnya permohonan pailit

koperasi Sumber Artha Mandiri yang berkedudukandi jalan Cendrawasih M.2, Solo

Baru, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo.

3. Mengangkat Balai Harta Peninggalan Semarang sebagai Kurator;

Perlu diketahui, bahwa berdasarkan ketentuan yang berlaku, kurator dapat

melaksanakan tugasnya terlepas apakah perusahaan yang dinyatakan pailit

mengajukan kasasi atau tidak. Akan tetapi, jika diyakini bahwa perusahaan tersebut

sangat sehat, maka sebagai kreditur punya hak untuk memilih, apakah akan

melakukan penarikan dana atau menunggu hingga keputusan tersebut memiliki

kekuatan hukum yang tetap.

Terjadinya kontroversi dalam beberapa kasus sebagaimana tersebut di atas,

sebaiknya selalu mencermati "tingkat kesehatan" perusahaan yang akan menjadi

peserta. Salah satu caranya adalah dengan mencari informasi tentang neraca keuangan

mereka. Perusahaan yang sehat dan telah go public tentu saja tidak pernah keberatan

dan bahkan secara periodik akan mengumumkan kepada publik tentang posisi

keuangan perusahaan mereka.

Universitas Sumatera Utara


52

D. Akibat Putusan Pailit terhadap Kekayaan Koperasi

Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 jo UU No. 37 Tahun 2004 termasuk ke

dalam hukum materil, namun bila dipelajari seluruhnya maka akan diketahui bahwa

sebagian besar dari pasal-pasal Undang-Undang tersebut merupakan hukum formil

yang berisi pengaturan proses pengjuan Permohonan Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang bahkan proses upaya hukumnya dari tingkat kasasi

sampai ke Peninjauan Kembali.

Koperasi ataupun perusahaan pada umumnya memerlukan modal dalam

jumlah dan peristiwa tertentu sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan usahanya,

yaitu (1) pada waktu didirikan dan hendak memulai usaha koperasi memerlukan

modal dalam jumlah minimum tertentu, (2) pada waktu melakukan perluasan usaha

memerlukan tambahan modal, dan (3) pada waktu mengalami kesulitan yang hanya

dapat di atasi dengan menambah modal. Perusahaan pada umumnya memiliki

mekanisme untuk mengatasi permodalan dengan saham, yaitu ada ketentuan tentang

minimum modal saat didirikan dalam bentuk modal dasar, modal ditempatkan dan

modal disetor. Mekanisme penambahan modal dilakukan dengan mengeluarkan

saham baru.

Mekanisme dan cara penghimpunan modal pada koperasi tidak sama dengan

cara penghimpunan modal pada perusahaan secara umum. Pada koperasi ketentuan

yang mengharuskan adanya minimum modal pada waktu didirikan tidak ada, kecuali

untuk KSP dan Unit Simpan Pinjam (USP). Adanya ketentuan seperti itu tidak

menggembirakan dan banyak ditentang oleh kalangan KSP dan USP, karena

Universitas Sumatera Utara


53

dianggap memberatkan. Kebiasaan penghimpunan simpanan berangsur secara berkala

menyulitkan mekanisme penambahan modal yang diperlukan pada waktu tertentu.

Simpanan pokok merupakan syarat keanggotaan yang dibayar waktu masuk menjadi

anggota, yang umumnya dalam jumlah kecil.

Simpanan wajib dibayar secara berkala, bulanan atau musiman, memakan

waktu lama untuk mencapai jumlah tertentu. Selain itu juga disebabkan karena

umumnya anggota koperasi tidak mempunyai kemampuan untuk menyimpan dalam

jumlah yang besar. Penambahan modal untuk keperluan perluasan usaha sulit

dilakukan.

Putusan pernyataan pailit membawa akibat hukum terhadap koperasi, Pasal 21

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 menentukan bahwa kepailitan meliputi seluruh

kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu

yang diperoleh selama kepailitan.

Dari ketentuan Pasal 21 di atas diketahui bahwa kepailitan merupakan sita

umum. Dengan adanya sita umum ini hendak dihindari adanya sita perorangan.

Pembentuk Undang-Undang memandang perlu untuk memungkinkan adanya

eksekusi “massal" dengan cara melakukan sitaan umum atas seluruh harta kekayaan

debitor untuk kepentingan semua kreditor yang bersangkutan yang dijalankan dengan

pengawasan seorang Hakim Pengawas. Sita umum tersebut haruslah bersifat

konservatoir yaitu bersifat penyimpanan bagi kepentingan semua kreditor yang

bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara


54

Para kreditor harus bertindak secara bersama-sama (concursus creditorum)

sesuai dengan asas dalam Pasal 1132 KUHPerdata. Perlu ditekankan bahwa tujuan

Kepailitan itu adalah untuk membagi seluruh kekayaan debitor oleh kurator kepada

semua kreditor dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing. Dengan

tejadinya kepailitan berlakulah “general statutory attachment” atas seluruh kekayaan

debitor untuk kepentingan para kreditor. Undang-undang Kepailitan khususnya tidak

membicarakan persoalan mengenai apakah debitor dapat dimintai pertanggung

jawaban atas kekayaan finansialnya. Undang-Undang Kepailitan berbicara secara

netral tentang kepailitan menyangkut debitor yang berada dalam keadaan berhenti

membayar.

Di dalam kepailitan dihindari berbagai kemungkinan factual dan yuridis yang

mungkin timbul di dalam kegiatan khusus untuk mendapatkan barang-barang milik

debitor. Kepailitan adalah sita umum atas barang-barang milik debitor untuk

kepentingan kreditor secara bersama. Semua barang dieksekusi dan hasilnya

dikurangi dengan biaya eksekusi dibagi-bagi di antara kreditor dengan mengingat

hak-hak istimewa yang diakui oleh Undang-Undang.

Yang dimaksud dengan kekayaan adalah semua barang dan hak atas benda

yang dapat diuangkan (ten gelde kunnen worden gemaakt).

Kepailitan itu juga berlaku terhadap semua harta kekayaan debitor yang

berada di luar negeri. Terhadap harta kekeyaan debitor yang berada di luar negeri ini

dapat dilakukan sita umum dengan memperhatikan asas teritorialitas.

Universitas Sumatera Utara


55

Meskipun kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor, namun Pasal 22

Undang-Undang No.37 Tahun 204 memerinci apa saja yang tidak termasuk ke dalam

kepailitan yaitu:

a. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan debitor sehubungan dengan

pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan,

tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh Debitor dan keluarganya

dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitor dan keluarganya, yang

terdapat di tempat itu;

b. Segala sesuatu yang diperoleh dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari

suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pension, uang tunggu atau uang tunjangan,

sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas, atau

c. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban member

nafkah menurut undang-undang.

Selain itu juga barang yang bukan merupakan bagian dari kekayaan debitor

tetapi berada dalam penguasaannya tidak termasuk dalam Kepailitan. Terhadap

barang-barang yang bukan milik debitor berlaku ketentuan Pasal 56 ayat (1) yaitu:

“Hak eksekusi kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dan hak pihak

ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor pailit atau

kurator ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (Sembilan puluh) hari

terhitung sejak tnaggal putusan pailit ditetapkan”.66

66
Sudarsono. Manajemen Koperasi Indonesi, Jakarta: Rineka Cipta, hal 86.

Universitas Sumatera Utara


56

Kepailitan juga meliputi seluruh harta kekayaan suami atau isteri debitor pailit

yang menikah dalam suatu persatuan harta. Meskipun debitor pailit tidak kehilangan

kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum (volkomen handelingsbeboegd),

namun demikian perbuatan-perbuatannya tidak mempunyai akibat hukum atas harta

kekayaannya yang tercakup dalam Kepailitan.

Pasal 24 menentukan: “Debitor demi hukum kehilangan hak untuk menguasai

dan mengurus kekayaannya yang termasuk harta pailit, sejak tanggal Putusan

pernyataan pailit tiu diucapkan”.

Putusan pailit mulai berlaku sejak pukul 00.00 waktu setempat. Bila sebelum

putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transfer dana melalui bank

atau lembaga selain bank pada tanggal Putusan, transfer tersebut wajib diteruskan.

Demikian pula bila sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan

transaksi efek di Bursa Efek maka transaksi tersebut wajib diselesaikan.

Penjelasan Pasal 24 UU No.37 Tahun 2004 menyebutkan:

1) Dalam hal debitor adalah Perseroan Terbatas, organ perseroan tersebut tetap berfungsi

dengan ketentuan jika dalam pelaksanaan fungsi tersebut menyebabkan berkurangnya

harta pailit, maka pengeluaran uang yang merupakan bagian harta pailit, adalah

wewenang kurator.

2) Yang dimaksud dengan “waktu setempat” adalah waktu tempat putusan pernyataan pailit

diucapkan oleh Pengadilan Niaga, misalnya Putusan diucapakan di Jakarta pada tanggal

1 Juli 2001 pukul 13.00 WIB, maka Putusan tersebut dihitung mulai berlaku sejak pukul

00.00 WIB tanggal 1 Juli 2001.

Universitas Sumatera Utara


57

3) Transfer dana melalui Bank perlu dikecualikan untuk menjamin kelancaran dan

kepastian sistem transfer melalui Bank.

4) Transfer Efek di Bursa Efek perlu dikecualikan untuk menjamin kelancaran dan

kepastian hukum atas Transaksi Efek di Bursa Efek. Adapun penyelesaian Transaksi

Efek di Bursa Efek dapat dilaksanakan dengan cara penyelesaian pembukuan atau cara

lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Meskipun debitor kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai harta

kekayaannnya tetapi debitor tidak kehilangan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum

sepanjang perbuatan hukum tersebut tidak mempunyai akibat hukum atas harta kekayaannya

yang telah dikuasai kurator.

Apabila debitor tetap melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan

harta pailit, maka perbuatan tersebut tidak mengikat harta pailit kecuali apabila

perbuatan hukum tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit. Hal ini

ditegaskan dalam Pasal 25 UU No. 37 Tahun 2004 yang menentukan: “Semua

perikatan debitor pailit yang dilakukan sesudah penyataan pailit, tidak dapat dibayar

dari harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan

bagi harta kekayaannya itu”.

Dalam hal Majelis Hakim harus memeriksa apakah ada bukti yang cukup dan

otentik untuk membuktikan keduanya. Untuk membuktikan adanya utang, berarti

melihat ada tidaknya hubungan perutangan, yaitu perikatan yang mendasari hubungan

tersebut. Lebih jauh lagi, siapa yang berperan sebagai kreditor dan debitor serta apa

objek perutangannya (prestasi). Bukti adanya hubungan perutangan ini dapat dilihat

Universitas Sumatera Utara


58

dan adanya akta perjanjian atau pun sekedar buku tagihan, namun tidak jarang

Majelis Hakim menyimpulkan adanya utang dan pengakuan debitor/termohon pailit.

Pembuktian sederhana dalam kasus Kewajiban Pembayaran Utang maka

permohona kepailitan koperasi Sumber Artha Mandiri telah dapat dilakukan,

sehingga memenuhi persyaratan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Apabila mengacu kepada ketentuan Pasal

8 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan pernyataan pailit harus

dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa

persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 2

ayat (1).

Berdasarkan uraian tersebut di atas Putusan Pengadian Niaga Nomor

01/Pailit/2008/PN.Niaga Semarang, tertanggal 27 Maret 2008 telah memenuhi

ketentuan Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang, khususnya Pasal 2 ayat (1) tentang syarat pailit jo

Pasal 8 ayat (4) tentang pembuktian sederhana. Sehingga koperasi Sumber Artha

Mandiri dalam konteks ini dapat dinyatakan pailit.

Proses kepailitan koperasi Sumber Artha Mandiri dilakukan tanpa melewati

proses perdamaian sebagaimana diatur dalam Pasal 114 Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang

menyebutkan bahwa debitor Pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian

kepada semua kreditor. Perdamaian tersebut diajukan paling lambat 8 (delapan) hari

sebelum rapat pencocokan piutang. Dan rumusan tersebut di atas dapat diketahui

Universitas Sumatera Utara


59

bahwa perdamaian merupakan hak dari debitor pailit, sehingga apabila debitor pailit

tidak mempergunakan haknya tersebut maka proses perdamaian tidak akan pernah

terjadi dalam perkara kepailitan.

Perlu diperhatikan bahwa Kepailitan ini hanyalah menyangkut harta kekayaan

debitor hak pailit dan bukan hak pribadi si debitor. Debitor masih tetap memiliki hak

untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan kedudukannya sebagai

suami, orang tua terhadap anak-anaknya dan lain-lain hubungan pribadi antara si

debitor pailit dengan keluarga dan masyarakat sekitarnya.

Salah satu alasan utama dimasukkannya hakim ad hoc dalam UU Kepailitan 1998

adalah untuk membantu para hakim niaga dalam menganalisis berbagai kasus yang dihadapi.

Oleh karenanya atas dasar itu diperlukan hakim yang ahli yang disebut juga hakim ad hoc.

Mengenai pengertian “ahli” ini memang tidak ada definisi khusus dalam peraturan

perundangan. Pasal 1 ayat (2) Peraturan MA No. 2 Tahun 2000 tentang Penyempurnaan

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1999 tentang Hakim Ad hoc hanya menyatakan

bahwa, “ahli adalah seorang yang memiliki disiplin ilmu yang cukup dan berpengalaman di

bidangnya sekurang-kurangnya 10 tahun.” Dari Definisi ini tidak menjelaskan mengenai

bidang keilmuan apa yang disandang, siapa yang menilai “cukup” bagi disiplin ilmu tersebut

dan siapa yang mengawasi jangka waktu 10 (sepuluh) tahun tersebut.

Putusan Pailit membawa akibat hukum terhadap seluruh harta kekayaan

debitor. Kekayaan tersebut akan dikuasi oleh kurator. Kuratorlah yang akan

mengurus dan membereskan seluruh harta pailit. Akibat dari Putusan Pailit

membawa konsekuensi bahwa gugatan-gugatan hukum yang bersumber pada hak dan

Universitas Sumatera Utara


60

kewajiban harta kekayaan debitor pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator.

Bila tuntutan diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap debitor pailit, maka apabila

tuntutan tersebut mengakibatkan penghukuman debitor pailit, maka penghukuman itu

tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap harta pailit.67

Selama berlangsungnya Kepailitan, tuntutan untuk memperoleh pemenuhan

perikatan dari harta pailit yang ditujuak tehadap debitor pailit, hanya dapat diajukan

dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan.

67
Sunarmi, Hukum Kepailitan. Edisi II. Jakarta: Softmedia, 2010, hal. 136

Universitas Sumatera Utara


61

BAB III

MEKANISME DAN KENDALA DALAM PENGURUSAN


DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

A. Mekanisme Pengurusan dan Pemberesan Harta

Secara umum tugas kurator ialah mengurus dan membereskan harta Debitor

Pailit. Dalam menjalankan tugasnya Kurator tidak diharuskan memperoleh

persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada Debitor

atau salah satu organ Debitor, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan

atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan. Kurator dapat melakukan pinjaman dari

pihak ketiga, hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit. 68

Kurator untuk segera setelah menerima pemberitahuan tersebut dengan segala

upaya yang perlu dan patut mengusahakan keselamatan harta pailit, antara lain

dengan secara langsung mengambil dan menyimpan segala surat-surat, uang- uang,

barang-barang perhiasan, efek-efek dan lain-lain surat yang berharga harus disimpan

sendiri oleh Kurator, kecuali apabila oleh Hakim Pengawas ditetapkan cara

penyempanan lain.

Bila dalam melakukan pinjaman kepada pihak ketiga kurator perlu

membebani harta pailit dengan hak agunan atas kebendaan lainnya maka pinjaman

tersebut harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Hakim Pengawas. Untuk

menghadap di muka Pengadilan Kurator harus terlebih dahulu harus mendapat ijin

dari Hakim Pengawas, kecuali dalam hal :

a. sengketa pencocokan piutang

68
Kelik Pramudya, “Kurator dalam Kepailitan”, http://click-gtg.blogspot.com/2009/10/
kurator-dalam-kepailitan.html, diakses tanggal 29 Desember 2012.

61

Universitas Sumatera Utara


62

b. sengketa tentang kepastian kelanjutan pelaksanaan perjanjian timbal balik yang

belum atau baru sebagian dipenuhi

c. sengketa tentang penghentian hubungan sewa yang dilakukan oleh debitor pailit

dengan pihak lain

d. sengketa tentang pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan yang bekerja

pada debitor pailit

e. sengketa tentang penuntutan penyerahan barang yang menjadi agunan, tanpa

mengurangi hak pemegang hak tersebut untuk memperoleh hasil penjualan

agunan tersebut.

f. Kurator harus menyampaikan laporan kepada Hakim Pengawas mengenai

keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap tiga bulan sekali. Kurator

bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan tugas

pengurusan atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

Biasanya pemberesan dilakukan oleh dewan pengurus koperasi yang

bertindak sebagai pemberes, kecuali jika ketentuan Undang-Undang Koperasi,

anggaran dasar, atau keputusan rapat umum para anggota memberikan persetujuan

kepada orang lain sebagai pemberes. Dalam hal pembubaran sukarela, penunjukkan

pemberes biasanya dilakukan oleh rapat umum.Para pemberes dan setiap penggantian

pemberes dimasukkan dalam daftar koperasi, dan diumumkan dalam Berita Negara.

Para pemberes mempunyai status hukum yang sama dengan para anggota

dewan pengurus. Kewajiban para pemberes antara lain:

Universitas Sumatera Utara


63

a. Menyelesaikan masalah-masalah koperasi dengan para pengusaha biasa secara

baik dan teliti.-

b. Memelihara buku-buku rekening sebagaimana mestinya.-

c. Membuat neraca keuangan pada permulaan pemberesan dan mempertunjukkan

neraca keuangan selanjutnya dalam interval yang reguler.-

d. Mematuhi dengan ketat semua peraturan untuk melindungi para kreditur.

Para pemberes yang melanggar tugaasnya bertanggung jawab atas kerugian

yang timbul akibat pelanggaran itu. Selama pemberesan, para pemberes diawasi oleh

para anggota,oleh dewan pengawas (jika ada) dan oleh pejabat pendaftaran, atau

instansi pemerintah urusan pengembangan koperasi. Dalam hal terjaadi kepailitan,

kegiatan pemberes juga diawasi oleh para kreditur. Memasuki tahap pemberesan

tidak perlu berarti menghentikan semua kegiatan badan usaha koperasi dengan

segera. Jika diperlukan untuk pemanfaatan yang paling memungkinkan dari sisa harta

kekayaan koperasi, misalnya pemanfaatan bahan mentah yang dijual oleh koperasi.

Apabila koperasi harus mengajukan permohonan kepailitan karena

ketidakmampuan membayar atau insolvensi dan dibubarkan karena alasan ini, dan

apabila pemberes koperasi mengetahui bahwa koperasi yang dibubarkan tersebut

tidak mampu untuk membayar atau insolvensi dan karenanya mengajukan kepailitan,

maka wali pengawas kepailitan membuat neraca keuangan pada permulaan acara

penyelesaian kepailitan, yang disimpan pada pejabat pendaftaran atau instansi

pemerintah urusan pengembangan koperasi.

Universitas Sumatera Utara


64

Berdasarkan neraca keuangan ini dan daftar para anggota, wali pengawas

kepailitan menentukan jumlah yang harus dikontribusikan oleh setiap anggota untuk

menutup selisih antara jumlah harta kekayaan koperasi dan jumlah tuntutan yang

diajukan oleh para kreditur.

Dalam perhitungan ini, tidak hanya termasuk para anggota sekarang yang

pada waktu pembubaran tercatat dalam daftar anggota, tapi juga orang-orang yang

telah mengundurkan diri dari keanggotaan selama jangka waktu tertentu

sebelum pembubaran koperasi. Daftar nama penyumbang harus harus memuat nama-

nama semua anggota yang bertanggung jawab dan jumlah yang harus mereka

sumbangkan. Setelah acara kepailitan mencapai tingkat pembagian harta kekayaan,

baru dapat ditentukan kekurangan jumlah untuk memenuhi semua tuntutan. Selain

itu, juga untuk menentukan jumlah yang pasti yang harus disumbangkan oleh para

anggota dan untuk menentukan para anggota yang harus memberikan

sumbangannya.69

Dalam hal para anggota telah menyumbang uang lebih dari yang diperlukan

untuk menyelesaikan semua tuntutan para kreditur, uang itu dikembalikan oleh

wali pengawas kepailitan. Hal ini dilakukan agar sumbangan para anggota yang

lampau dikembalikan terlebih dahulu.

Peraturan Kepailitan yang lama menyebutkan Hakim Pengawas sebagai Hakim

Komisaris. Secara umum Hakim Pengawas bertugas untuk melakukan pengawasan

atas pelaksanaan pengurusan dan pemberesan harta pailit.70

69
Budi Untung¸ Hukum Koperasi dan Peran Notaris Indonesia, Hukum Koperasi dan Peran
Notaris Indonesia, Yogyakarta, Andi, 2005 ¸ hal. 48.
70
Imran Nating, Op. Cit, hal. 96.

Universitas Sumatera Utara


65

Hakim Pengawas adalah berkuasa guna memperoleh segala keterangan yang

mengenai Kepailitan, mendengar saksi-saksi ataupun memerintahkan penyelidikan

ahli-ahli. Para saksi tersebut harus dipanggil atas nama Hakim Pengawas. Apabila ada

saksi yang tidak datang menghadap atau menolak memberikan kesaksiannya, maka

bagi mereka berlaku Pasal 140, Pasal 141 dan Pasal 148 Reglement Indonesia yang

diperbaharui (Het Herziene Indlandsch Reglement) atau pasal-pasal 166, 167 dan 176

Reglement Acara Hukum untuk daerah di luar jawa dan Madura (Rechtsreglement

Buitengewesten). Apabila saksi mempunyai tempat kedudukan hukum di luar

kedudukan hukum Pengadilan yang menetapkan Putusan pernyataan pailit. Hakim

Pengawas dapat melimpahkan pendengaran keterangan saksi kepada pengadilan yang

wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal saksi. Dalam hal kedudukan sebagai isteri

atau suami, dan keluarga sedarah menurut keturunan lurus ke atas dan kebawah dari

debitor pailit mempunyai hak undur diri sebagai saksi71.

Semua penetapan dalam hal yang menyangkut pengurusan dan pemberesan

adalah bersifat final. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 91 UUK yang menyatakan

bahwa: “ Semua penetapan mengenai pengurusan dan atau pemberesan harta pailit

ditetapkan oleh Pengadilan dalam tingkat akhir, kecuali Undang-Undang ini

menentukan lain”.

Yang dimaksud dengan “penetapan” adalah penetapan administrative, misalnya

penetapan tentang honor kurator, pengangkatan atau pemberhentian kurator dan yang

dimaksud dengan “Pengadilan dalam tingkat terakhir” adalah bahwa terhadap


71
Ibid¸ hal. 97.

Universitas Sumatera Utara


66

penetapan tersebut tidak terbuka upaya hukum (Penjelasan Pasal 91 UU No. 37

Tahun 2004).

Demikan juga halnya semua penetapan mengenai pengurusan dan atau

pemberesan harta pailit yang ditetapkan oleh hakim dapat dilaksanakan terlebih

dahulu, kecuali Undang-Undang ini menentukan lain (Pasal 92 UU No.37 Tahun

2004).

Apabila di perinci, maka tugas Hakim Pengawas meliputi:

1. Mengawasi Kurator dan mengurus dan membereskan harta pailit (Pasal 65);

2. Memimpin dan mengawasi pelaksanaan Kepailitan;

3. Memimpin rapat verifikasi;

4. Menyetujui atau menolak daftar tagihan;

5. Menyerahkan tagihan-tagihan yang tidak dapat diselesaikan dalam topic

verifikasi kepada Hakim pemutus Kepailitan (Pasal 127, 131);

6. Hakim komisaris berwenang untuk memperoleh keterangan dalam segala hal

mengenai Kepailitan;

7. Mendengar saksi-saksi;

8. Berwenang memerintahkan mengadakan penyelidikan oleh ahli-ahli (Pasal 67

ayat (1));

9. Hakim pengawas tidak hanya berfungsi sebagai pengawas tetapi juga sebagai

pemimpin dalam pengurus dan pemberesan harta pailit (Pasal 85, 86, 90 dan

131);

Universitas Sumatera Utara


67

10. Jika kurator menolak permohonan untuk mengangkat penangguhan eksekusi

atau yang biasa disebut “stay” yang diajukan oleh kreditor atau pihak ketiga

berkepentingan tersebut, maka dapat mengajukan permohonan kepada Hakim

Pengawas agar meninjau kembali penolakan Kurator itu (Pasal 57 ayat (3)

Undang-Undang Kepailitan. Bahkan Hakim Pengawas dapat memutuskan:

a. Diangkatnya penangguhan eksekusi hak untuk beberapa kreditor saja;

b. Menolak atau mengubah persyaratan penangguhan tersebut;

c. Tetap mempertahankan penangguhan eksekusi;

d. Hakim Pengawas wajib memerintahkan Kurator untuk memberikan

perlindungan yang wajar guna perlindungan kepentingan kreditor atau

pihak ketiga yang mengajukan permohonan pengangkatan “stay” tersebut

(Pasal 58 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004)

4. Tahap Pengurusan

Tahap pengurusan harta kepailitan dilakukan dengan cara:

a. Mengumumkan ihwal Kepailitan

Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari setelah tanggal Putusan pernyataan

pailit diterima oleh Kurator dan Hakim Pengawas, Kurator mengumumkan dalam Berita

Negara RI dan paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian yang ditetapkan oleh Hakim

Pengawas, mengenai ikhtisar Putusan pernyataan pailit yang memuat hal-hal sebagai

berikut:

1) Nama, alamat dan pekerjaan debitor;

2) Nama Hakim Pengawas;

Universitas Sumatera Utara


68

3) Nama, alamat dan pekerjaan Anggota Panitia Kreditor Sementara, apabila telah

ditunjuk;

4) Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditor;

b. Melakukan penyegelan harta pailit

Kurator dapat meminta penyegelan harta pailit kepada pengadilan, berdasarkan

alasan untuk mengamankan harta pailit, melalui Hakim Pengawas. Penyegelan dilakukan

oleh jurusita di tempat harta tersebut berada dengan dihadiri oleh 2 (dua) saksi yang salah

satu diantaranya adalah wakil dari Pemerintahan Daerah setempat (Pasal 99 UU No.37 Tahun

2004). Yang dimaksud dengan ‘wakil dari Pemerintahan Daerah setempat’ adalah lurah atau

kepada desa atau yang disebut dengan lain.72

c. Pencatatan /pendaftaran harta pailit

Kurator harus membuat pencatatan harta pailit paling lambat 2 (dua) hari setelah

menerima surat Putusan pengangkatannya sebagai Kurator. Pencatatan dapat dilakukan di

bawah tangan oleh Kurator dengan persetujuan Hakim Pengawas. Anggota panitia kreditor

sementara berhak menghadiri pembuatan pencatatan tersebut (Pasal 100 UU No.37 Tahun

2004). Mengingat bahwa debitor telah mengetahui tentang seluruh harta kekayaannya, maka

dalam prakteknya kehadiran Debitor akan sangat membantu pelaksanaan pendaftaran harta

kekayaan ini. Untuk itu kurator perlu memanggil debitor pailit untuk memberikan

keterangan-keterangan dan melibatkannya memberikan petunjuk dalam pendaftaran harta

tersebut. Bahwa informasi pertama yang akan diperoleh tentang harta kekayaan debitor

adalah dari putusan/ penetapan Pengadilan Niaga, karena dalam pertimbangan hukumnya

Pengadilan Niaga akan menyebutkan, baik harta kekayaan maupun utang Debitor dan siapa-

72
Penjelasan Pasal 99 ayat (2) UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan.

Universitas Sumatera Utara


69

siapa yang menjadi Kreditornya. Selain itu, informasi tentang harta kekayaan Debitor dapat

juga diketahui dari kantor badan Pertanahan Nasional, kantor-kantor Bank, baik Bank

Pemerintah maupun Bank Swasta untuk mengetahui adanya simpanan Debitor.

Setelah pencatatan harta pailit, Kurator harus membuat daftar yang menyatakan sifat,

jumlah piutang dan utang harta pailit, nama dan tempat tinggal kreditor beserta jumlah

piutang masing-masing kreditor. Pencatatan dan pendaftaran tersebut diletakkan di

Kepaniteraan Pengadilan untuk dilihat oleh setiap orang dengan cuma-cuma.73

d. Melanjutkan usaha Debitor

Melanjutkan usaha Debitor Pailit atas persetujuan panitia kreditor sementara

walaupun ada Kasasi atau Peninjauan Kembali, bila tidak ada panita kreditor sementara maka

diperlukan izin dari Hakim Pengawas (Pasal 104 UU No. 37 Tahun 2004).

e. Membuka surat-surat dan telegram Debitor Pailit

Kurator berwenang untuk membuka surat dan telegram yang dialamatkan kepada

Debitor Pailit. Surat dan telegram yang tidak berkaitan dengan harta pailit, harus segera

diserahkan kepada Debitor Pailit. Perusahaan pengirim surat dan telegram memberikan

kepada Kurator, surat dan telegram yang dialamatkan kepada Debitor Pailit. Semua surat

pengaduan dan keberatan yang berkaitan dengan harta pailit ditujukan kepada kurator (Pasal

105 UU No. 37 Tahun 2004).

Berdasarkan Pasal 24 dan Pasal 69 sejak Putusan Pailit diucapkan semua wewenang

Debitor untuk menguasai dan mengurus harta pailit termasuk memeperoleh keterangan

mengengai pembukuan, catatan, rekening bank, dan simpanan Debitor dari bank yang

bersangkutan beralih kepada Kurator. (Penjelasan Pasal 105 UU No. 37 Tahun 2004).

73
Pasal 102 dan 103 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan.

Universitas Sumatera Utara


70

f. Mengalihkan harta pailit

Pengalihan harta pailit dapat dilakukan sepanjang itu diperlukan untuk menutup

biaya Kepailitan atau apabila penahanannya akan mengakibatkan kerugian kepada harta pailit

meskipun ada Kasai dan Peninjauan Kembali.

g. Melakukan penyimpanan

Uang, perhiasan, efek dan surat berharga lainnya wajib disimpan oleh Kurator

kecuali ditentukan lain oleh Hakim Pengawas. Uang tunai wajib disimpan di Bank (Pasal 108

UU No. 37 Tahun 2004). Yang dimaksud dengan ‘disimpan oleh Kurator sendiri’ dalam

pengertian tidak mengurangi kemungkinan efek atau surat berharga tersebut disimpan oleh

kustodian, tetapi tanggung jawab atas nama Debitor Pailit. Misalnya, deposito atas nama

Kurator, qq Debitor Pailit (Penjelesan Pasal 108 UU No. 37 Tahun 2004).

h. Mengadakan perdamaian guna mengakhiri suatu perkara yang sedang berjalan atau

mencegah timbulnya suatu perkara (Pasal 109 UU No. 37 Tahun 2004). Yang dimaksud

dengan ‘perdamaian’ dalam pasal ini adalah perkara yang sedang berjalan di Pengadilan.

i. Melakukan pemanggilan kepada Kreditor

Pemanggilan terhadap Kreditor ini diperlukan untuk memastikan bukti-bukti tagihan

kepada Kurator. Dalam hal ini, Hakim Pengawas akan menentukan batas akhir pengajuan

tagihan, batas akhir verifikasi pajak, hari, tanggal, waktu dan tempat rapat kreditor untuk

mengadakan pencocokan piutang. Pemanggilan tersebut dapat dilakukan dengan surat dan

mengiklankannya dalam surat kabar umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4)

UUK. Tentang waktu batas akhir pengajuan tagihan oleh Kreditor dengan hari pelaksanaan

Rapat Pencocokan Piutang harus ada selisihnya paling sedikit 14 (empat belas) hari (Pasal

113 dan 114 UU No. 37 Tahun 2004).

Universitas Sumatera Utara


71

j. Mendaftarkan tagihan para Kreditor

Setelah para Kreditor memasukkan tagihan-tagihan, maka kurator akan mencocokkan

dengan catatan yang telah dibuat sebelumnya dan keterangan Debitor Pailit dan berunding

dengan Kreditor jika terdapat keberatan terhadap penagihan yang diterima. Tagihan-tagihan

yang disetujui akan dimasukkan kedalam sebuah daftar yang disebut dengan “Daftar Piutang

yang Sementara Diakui”, sedangkan untuk tagihan yang dibantah oleh Kurator akan

dimasukkan ke dalam sebuah daftar tersendiri disertai dengan alasan-alasannya. Dalam daftar

tagihan tersebut dibubuhkan pula catatan apakah termasuk piutang yang diistimewakan atau

dijamin dengan gadai, fidusia, hak tanggungan, hipotek dan hak agunan atas kebendaan

lainnya atau hak untuk menahan benda bagi tagihan yang bersangkutan dapat dilaksanakan.

Daftar Tagihan tersebut oleh Kurator diletakkan di papan pengumuman selama 7

(tujuh) hari untuk dapat dilihat oleh yang berkepentingan atau siapapun yang

menghendakinya. Peletakan daftar-daftar tagihan tersebut diberitahukan oleh Kurator kepada

semua Kreditor yang dikenal dan juga untuk menghadiri rapat pencocokan piutang serta

pemberitahuan jika Debitor ada memasukkan rencana perdamaian kepada Kurator (Pasal 116,

Pasal 117, Pasal 118 dan Pasal 119).

k. Menghadiri rapat pencocokan piutang

Tugas Kurator selanjutnya adalah menghadiri rapat pencocokan piutang sesuai

dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh Hakim Pengawas. Hakim Pengawas hadir dalam

rapat tersebut dan bertindak selaku pemimpin rapat yang dihadiri oleh Kurator, para Kreditor

dan oleh Debitor.

Kehadiran Debitor dalam rapat pencocokan piutang sangat penting, karena Debitor

dapat memberikan keterangan yang diminta oleh Hakim Pengawas mengenai sebab musabab

Universitas Sumatera Utara


72

Kepailitan dan keadaan harta pailit. Debitor lebih mengetahui dan dapat memberikan

keterangan-keterangan tentang kebenaran dari piutang-piutang Kreditor kepadanya, siapa-

siapa yang menjadi Kreditor dalam Kepailitan dan besarnya tagihan masing-masing Kreditor.

Hakim pengawas membacakan “Daftar Piutang Yang Diakui Sementara” dan “Daftar

Tagihan Yang Dibantah” sedangkan Kurator akan memberikan keterangan-keterangan

tentang status dari para Kreditor, apakah sebagai kreditor separatis, kreditor preferens

ataupun kreditor konkruen.74

Daftar terakhir dari tagihan-tagihan ini selanjutnya harus disetujui dan disahkan oleh

Hakim Pengawas yang dilakukan dalam rapat pencocokan tagihan tersebut di atas.

l. Memberitahukan hasil rapat pencocokan piutang kepada kreditor

Setelah berakhirnya pencocokan piutang, Kurator wajib memberikan laporan

mengenai keadaan harta pailit, dan selanjutnya kepada Kreditor, wajib diberikan semua

keterangan yang diminta oleh mereka. Laporan mengenai harta pailit beserta berita acara

rapat pencocokan piutang wajib disediakan di Kepaniteraan dan kantor Kurator yang dapat

diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

5. Tahap Pemberesan

Tahap pemberesan harta pailit dilakukan dengan cara seperti di bawah ini.

a. Mengusulkan dan Melaksanakan Penjualan Harga Pailit

Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 15 ayat (1) Kurator harus

memulai pemberesan dan menjual semua harta pailit tanpa perlu memperoleh

persetujuan atau bantuan Debitor, apabila:

74
Zinal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang, Jakarta: Raja
Grafindo Jakarta, 2001, hal. 85.

Universitas Sumatera Utara


73

1) Usul untuk mengurus perusahaan Debitor tidak diajukan dalam jangka waktu yang

telah ditentukan atau usul tersebut telah diajukan tetapi ditolak; atau

2) Pengurusan terhadap perusahaan Debitor dihentikan (Pasal 184 UU No.37 Tahun

2004).

Dalam rangka membiayai tindakan-tindakan pengurusan dan pemberesan termasuk

jasa Kurator diperlukan dana, dan dana tersebut diperoleh dari hasil penjualan harta kekayaan

pailit, baik barang-barang bergerak maupun barang-barang tidak bergerak.

Semua benda harus dijual dimuka umum sesuai dengan tata cara yang ditentukan

dalam peraturan perundang-undangan. Bila penjualan di muka umum tidak tercapai maka

dapat dilakukan penjualan di bawah tangan dengan izin Hakim Pengawas (Pasal 185 UU

No.37 Tahun 2004). Untuk semua benda yang tidak segera atau sama sekali tidak dapat

dibereskan, maka Kurator yang memutuskan tindakan yang harus dilakukan terhadap benda

tersebut dengan izin Hakim Pengawas.

Dalam melaksanakan penjualan harta pailit ini, Kurator harus terlebih dahulu

meminta izin dari Hakim Pengawas. Izin dari Hakim Pengawas ini dituangkan dalam suatu

Penetapan, Izin Penetapan ini diperoleh setelah kurator terlebih dahulu mengajukan

permohonan untuk melakukan penjualan harta pailit dan dapat dilakukan secara lelang di

depan umum maupun secara di bawah tangan.

Sebelum berlakunya UU No.37 Tahun 2004, ketika Balai Harta Peninggalan

merupakan satu-satunya Kurator dalam Kepailitan, Balai Harta Peninggalan akan

melaksanakan penjualan harta pailit dengan cara di bawah tangan. Alasannya adalah:

penjualan secara lelang akan menyita banyak waktu dan memerlukan dana yang akan

dibebankan kepada harta pailit. Kurator berkewajiban membayar piutang Kreditor yang

Universitas Sumatera Utara


74

mempunyai hak untuk menahan suatu benda, sehingga benda itu masuk kembali dan

menguntungkan harta pailit.

b. Membuat Daftar Pembagian

Kurator wajib menyusun suatu daftar pembagian untuk dimintakan

persetujuan kepada Hakim Pengawas. Daftar pembagian memuat rincian penerimaan

dan pengeluaran termasuk di dalamnya upah Kurator, nama Kreditor, jumlah yang

dicocokkan dari tiap-tiap piutang dan bagian yang wajib diterima diberikan kepada

kreditor. Daftar pembagian ini dapat dibuat sekali atau lebih dari sekali dengan

memperhatikan kebutuhan. Daftar pembagian yang telah disetujui oleh Hakim

Pengawas wajib disediakan di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat dilihat oleh

Kreditor selama tenggang waktu yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas pada waktu

daftar tersebut disetujui dan diumumkan oleh Kurator dalam surat kabar. 75

Daftar pembagian ini dapat dilawan oleh Kreditor dengan mengajukan surat

keberatan disertai alasan kepada Panitera Pengadilan dengan menerima tanda bukti

penerimaan. Hakim pengawas akan menetapkan hari untuk memeriksa perlawanan di

sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. Dalam sidang tersebut Hakim

Pengawas member laporan tertulis, sedangkan Kurator dan setiap Kreditor atau

Kuasa-nya dapat mendukung atau membantu daftar pembagian tersebut dengan

mengemukakan alasannya dan pengadilan paling lambat dalam jangka waktu 7

(tujuh) hari wajib memberikan putusan yang disertai dengan pertimbangan hukum

yang cukup. Terhadap Putusan Pengadilan ini dapat diajukan permohonan Kasasi.

75
Ibid, h. 86.

Universitas Sumatera Utara


75

Setelah berakhirnya tenggang waktu untuk melihat daftar pembagian atau

setelah Putusan akibat diajukan perlawanan diucapkan, Kurator wajib segera

membayar pembagian yang telah ditetapkan. Setelah Kurator selesai melaksanakan

pembayaran kepada masing-masing Kreditor berdasarkan daftar pembagian maka

berakhirlah Kepailitan. Kurator melakukan pengumuman mengenai berakhirnya

Kepailitan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan surat kabar (Pasal 201 dan

202 UU No.37 Tahun 2004).

c. Membuat Daftar Perhitungan dan pertanggungjawaban Pengurusan dan Pemberesan

Kepailitan kepada Hakim Pengawas

Kurator wajib memberikan pertanggungjawaban mengenai pengurusan dan

pemberesan yang telah dilakukannya kepada Hakim Pengawas paling lama 30 (tiga

puluh) hari setelah berakhirnya kepailitan. Semua buku dan dokumen mengenai harta

pailit wajib diserahkan kepada debitor dengan tanda bukti penerimaannya (Pasal 202

ayat (3) dan ayat (4) UU No.37 Tahun 2004).

Bila sesudah diadakan pembagian penutup, ada pembagian yang tadinya

dicadangkan jatuh kembali dalam harta pailit atau apabila ternyata masih terdapat

bagian harta pailit yang sewaktu diadakan pemberesan tidak diketahui, maka atas

perintah Pengadilan, Kurator membereskan dan membaginya berdasarkan daftar

pembagian yagn dahulu (Pasal 203 UU No.37 Tahun 2004).76

76
Ibid, hal 74.

Universitas Sumatera Utara


76

Kurator bertanggungjawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam

melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan yang menyebabkan kerugian

terhadap harta pailit (Pasal 72 UU No.37 Tahun 2004).

B. Kendala Atau Hambatan dalam Eksekusi Pailit Koperasi

Pada dasarnya pelaksanaan putusan atau eksekusi merupakan suatu

pelaksanaan terhadap suatu putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang

dilakukan dengan bantuan pengadilan atau dikutip pendapat R. Subekti bahwa

eksekusi adalah:

Melaksanakan putusan yang sudah tidak dapat diubah lagi itu, ditaati secara
sukarela oleh pihak yang bersengketa. Jadi di dalam makna perkataan
eksekusi sudah mengandung arti pihak yang kalah mau tidak mau harus
mentaati putusan itu secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan
kepadanya dengan bantuan kekuatan umum, dimana kekuatan umum ini
berarti polisi.77

Sedangkan menurut R. Supomo: “Hukum yang mengatur cara dan syarat-

syarat yang dipakai oleh alat-alat negara guna membantu pihak yang berkepentingan

untuk menjalankan putusan hakim, apabila pihak yang kalah tidak bersedia

memenuhi bunyinya putusan dalam waktu yang ditentukan”.78 Suatu putusan hakim

yang dapat dieksekusi harus putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap (in kracht van gewijsde) yaitu apabila tidak ada lagi upaya hukum biasa yang

dipergunakan yaitu perlawanan, banding dan kasasi. Karena dengan memperoleh

77
Salim H. S. 2003. Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak ,Sinar Grafika,
Bandung, halaman. 130.
78
Munir Fuady, 2001. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya
Bakti, Bandung, halaman 119.

Universitas Sumatera Utara


77

kekuatan hukum yang tetap maka putusan itu tidak dapat lagi diubah, sekalipun

dengan pengadilan yang lebih tinggi, kecuali dengan upaya hukum yang khusus, yaitu

request civil dan perlawanan oleh pihak ketiga. 79

Tetapi tidak selalu hanya putusan yang telah memperoleh berkekuatan hukum

tetap yang dapat dieksekusi, menurut ketentuan Pasal 180 HIR/191 RBg, hakim

diizinkan untuk menjalankan putusannya terlebih dahulu walaupun belum

berkekuatan hukum tetap yang disebut dengan putusan serta merta (uitvoerbaar bij

vooraad). Putusan serta merta tersebut dianut dalam UUKPKPU, diatur dalam Pasal 8

ayat (7):“Putusan atas permohonan pernyataan pailit sebagaimana dimaksud pada

ayat (6) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan

tersebut harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat

dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu

upaya hukum”.

Adanya putusan serta merta ini disebabkan pembentuk undang-undang

menginginkan agar putusan pernyataan pailit dapat secepatnya dilaksanakan.

Pelaksanaan putusan secara serta merta ini dapat menimbulkan masalah hukum

nantinya apabila terhadap putusan pailit tersebut dimintakan upaya hukum, baik

Kasasi ataupun Peninjauan Kembali dan kemudian permintaan tersebut dikabulkan

oleh Mahkamah Agung dan putusan Pengadilan Niaga dibatalkan sedangkan Kurator

telah melakukan pengurusan dan/ atau pemberesan atas harta pailit tersebut,

misalnya: telah dilakukan penjualan terhadap sebagian harta pailit kepada pihak
79
H. Man S. Sastrawidjaja, Op. Cit, halaman 101

Universitas Sumatera Utara


78

ketiga, apakah pihak ketiga harus mengembalikan barang tersebut? Bagaimana bila

barang tersebut sudah dijual oleh pihak ketiga?.

Menyikapi hal tersebut Pasal 16 ayat (2) UUKPKPU mengatur bahwa dalam

hal putusan pernyataan pailit dibatalkan sebagai akibat adanya Kasasi atau

Peninjauan Kembali, segala perbuatan yang telah dilakukan oleh Kurator sebelum

atau pada tanggal Kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan,

tetap sah dan mengikat Debitor.

Secara umum, kendala dan hambatan dalam eksekusi pailit koperasi dapat

dibagi atas:

1. Sanksi hukum yang lemah

Menurut pendapat Sutan Remy Sjahdeini, sebaiknya Undang-Undang

menentukan bahwa yang boleh dilakukan Kurator terhitung sejak tanggal putusan

pernyataan pailit itu adalah tugas pengurusan dan pemberesan atas harta pailit kecuali

melakukan penjualan harta tetap yang merupakan harta yang mutlak diperlukan bagi

kegiatan usaha atau bisnis Debitor, yang tanpa dimilikinya lagi harta itu oleh Debitor

maka tidak mungkin lagi bagi Debitor untuk dapat melanjutkan usaha atau bisnisnya

seandainya putusan pernyataan pailit itu dibatalkan.80

Sejak dikeluarkanya Undang-Undang Kepailitan tahun 1998, permohonan

pernyataan palit terhadap debitor begitu mudahnya. Hal ini berakibat terhadap

banyaknya debitor yang dinyatakan pailit, meskipun dalam tingkat kasasi kepailitan

tersebut dibatalkan,

80
Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit. 252

Universitas Sumatera Utara


79

Putusan pernyataan pailit adalah bersifat serta merta (uitvoerbaar bij

voorraad), yang berarti walaupun putusan pernyataan pailit belum mempunyai

kekuatan hukum yang tetap (kracht van gewijsde) Kurator telah dapat melakukan

tindakan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit, seperti yang dimuat dalam

Pasal 6 ayat 5 dan Pasal 12 UUK yang berbunyi: Pasal 6 ayat 5: “Putusan atas

permohonan pernyataan pailit sebagaimana dimaksudkan dalam ayat 4 harus

diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat dijalankan terlebih

dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum”.81

Putusan pailit oleh pengadilan tidak mengakibatkan Debitor kehilangan

kecakapannya untuk melakukan perbuatan hukum (volkomen handelingsbevoegd)

pada umumnya, tetapi hanya kehilangan kekuasaan atau kewenangannya untuk

mengurus dan mengalihkan harta kekayaannya saja, Debitor tidaklah berada di bawah

pengampuan, tidak kehilangan kemampuannya untuk melakukan perbuatan hukum

yang menyangkut dirinya kecuali apabila menyangkut pengurusan dan pengalihan

harta bendanya yang telah ada. Tindakan pengurusan dan pengalihan tersebut berada

pada Kurator.

Apabila menyangkut harta benda yang akan diperolehnya debitor tetap dapat

melakukan perbuatan hukum menerima harta benda yang akan diperolehnya itu,

namun harta yang diperolehnya itu kemudian menjadi bagian dari harta pailit. 82

2. Penegakan hukumnya (pelaku)

81
Sudargo Gautama, Komentar Atas Peraturan Kepailitan Baru Untuk Indonesia, Citra
Aditya Bakti, Bandung., 1998, hal. 89.
82
Ibid, 257.

Universitas Sumatera Utara


80

Hambatan biasanya datang dari pihak debitur yang beritikad buruk atau yang

tidak mempunyai keinginan untuk melunasi utang-utangnya bisa berupa,

penggelapan investasi pada saat kurator akan mencatat harta debitur, dengan

serta merta debitur memindahkan harta kekayaannya ketempat lain sehingga

pada saat diadakan pencatatan oleh kurator ternyata debitur telah

tidak mempunyai harta apa-apa lagi.

Kelemahan lain berasal dari Kurator. Ketidak profesionalnya kurator dalam

mengurus harta-harta debitur yang telah dinyatakan pailit merupakan faktor hambatan

lainnya. Hal ini mungkin saja terjadi karena para kurator yang rata-rata merupakan

lulusan Sarjana Hukum yang tidak mempunyai kemampuan untuk

mengelola perusahaan. Karena di samping penguasaan bidang hukum sudah

seharusnya para kurator juga memiliki kemampuan dalam pengelolaan suatu usaha

khususnya yang berkaitan dengan audit pembukuan.

Harapan untuk memperoleh profit sesuai dengan yang diharapkan merupakan

tujuan akhir dari kegiatan bisnis, namun tidak semua pelaku usaha dapat mencapai

keberhasilan seperti yang diharapkan, berbagai faktor yang menyebabkan kegagalan

dalam menjalankan usaha. Kegagalan dalam menjalankan usaha dalam skala apapun

selalu meninggalkan konflik terutama yang berkaitan dengan utang piutang

(undisputable dept) konflik tersebut timbul akibat kebangkrutan sehingga perusahaan

tidak mampu untuk mengembalikan pinjaman kepada kreditor.

Kesulitan berikutnya akan timbul yaitu apabila terjadi keadaan bahwa utang

Debitur sangat besar dan ia dalam keadaan tidak mampu membayar dan tidak lagi

Universitas Sumatera Utara


81

bersedia melunasi utangnya yang dalam hal demikian ini bisa saja berakibat Kreditor

sulit menjalankan usahanya, maka dalam keadaan ini akan sangat sulit bagi Kreditur

untuk mengajukan perkaranya ke Pengadilan Niaga guna mengajukan permohonan

pailit, hingga sangat terpaksa dalam situasi seperti ini Kreditur hanya dapat

melakukan gugatan dalam perkara perdata pada umumnya ke Pengadilan Negeri.

3. Budaya hukumnya

Dalam proses kepailitan sering ditemui hambatan-hambatan yang

menghalangi jalannya proses kepailitan sampai dengan pelaksanaan putusan

kepailitannya. Hambatan ini bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena dengan

lambatnya pelaksanaan putusan kepailitan maka dapat menimbulkan penyimpangan-

penyimpangan dalam pelaksanaan kepailitan tersebut, padahal Undang-Undang No.4

Tahun 1998 ini menganut asas adil (memperhatikan kepentingan secara seimbang

antara kreditur dan debitur), cepat (dibatasi jangka waktu penyelesaian perkara baik

ditingkat pertama, kasasi maupun peninjauan kembali), dan efektif (tanpa putusan

mempunyai kekuatan pasti, putusan sudah dapat dilaksanakan).

Ketidakpercayaan tersebut dalam kehidupan sosial muncul dalam dua gejala.

Pertama, main hakim sendiri. Hal ini sesungguhnya telah meniadakan eksistensi

negara sebagai pemegang monopoli alat paksa. Kedua, masyarakat cenderung tidak

memilih proses hukum untuk menyelesaikan persoalan, tetapi mengedepankan cara-

cara kekerasan. Hal ini terjadi karena proses hukum dinilai tidak bisa memberikan

keadilan dan tidak dapat menyelesaikan persoalan.

Universitas Sumatera Utara


82

Namun walaupun Undang-Undang telah mengatur bahwa perbuatan

pengurusan atau pemberesan Kurator tetap sah dan mengikat Debitor walau

dilakukan upaya hukum tapi tetap tidak dapat dihindari kemungkinan terjadinya

kerugian bagi kelangsungan usaha Debitor setelah pembatalan putusan pernyataan

pailit oleh Mahkamah Agung karena bisa saja yang berhasil dijual oleh Kurator

tersebut adalah aset yang diperlukan untuk kelangsungan usaha debitor.

Salah satu tonggak utama dari suatu profesi adalah pengakuan atas

kewajibannya kepada kepentingan masyarakat atau publik. Sehubungan dengan

kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), pengertian

kepentingan publik harus diterjemahkan sebagai upaya dari kurator atau pengurus

untuk mengupayakan secara sungguh-sungguh terlindunginya secara maksimal

kepentingan dari seluruh pihak yang terkait dengan kepailitan dan PKPU, termasuk

kreditor, masyarakat Pemerintah atau Negara, debitor itu sendiri serta pihak lain,

yang mengandalkan pada obyektifitas, kemandirian dan integritas dari kurator atau

pengurus. Dengan dilandasi prinsip tersebut, kurator atau pengurus wajib untuk

senantiasa menjunjung tinggi martabat dan integritas profesi dalam menjalankan

profesinya.

Dalam menjalankan tugasnya kurator tidak sekadar bagaimana

menyelamatkan harta pailit yang berhasil dikumpulkan untuk kemudian dibagikan

kepada para kreditor tapi sedapat mungkin bisa meningkatkan nilai harta pailit

tersebut. Dengan demikian, kurator dituntut untuk memiliki integritas yang

berpedoman pada kebenaran dan keadilan serta keharusan untuk menaati standar

Universitas Sumatera Utara


83

profesi dan etika. Hal ini untuk menghindari adanya benturan kepentingan dengan

debitor maupun kreditor. Namun pada prakteknya kinerja kurator menjadi terhambat

oleh permasalahan seperti debitor pailit tidak mengacuhkan putusan pengadilan atau

bahkan menolak untuk dieksekusi. Hampir sebagian besar kurator memiliki

permasalahan dengan debitor (tidak kooperatif) dalam hal debitor tersebut menolak

memberikan informasi dan dokumen, menolak menemui, bahkan menghalangi

kurator memeriksa tempat usaha debitor.

Untuk keperluan pemeriksaan kemungkinan benturan kepentingan, kurator

dan pengurus wajib membuat dan memelihara daftar nama klien dan jenis pekerjaan

yang pernah dilakukan dalam pekerjaannya baik di dalam maupun di luar kepailitan

atau PKPU. Sebelum menerima penugasan, kurator atau pengurus wajib, baik jika

diminta maupun tidak diminta oleh pihak manapun, memeriksa dan memastikan

bahwa ia tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitor maupun kreditor yang

saat itu diketahui berdasarkan daftar kreditor yang tercantum dalam permohonan

pailit maupun dokumen lain yang diajukan bersama permohonan tersebut.83

Khusus tuntutan yang berkait dengan kebangkrutan suatu usaha, dalam

menuntut haknya kreditor pelaksanaan gugatan dapat dilakukan dengan

menggunakan hukum acara perdata (HIR atau R.Bg) yaitu melalui gugatan yang

diajukan kepada Pengadilan Negeri atau dapat juga dilaksanakan dengan

menggunakan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998 tentang Kepailitan yaitu melalui

Pengadilan Niaga, yang ternyata pula Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 ini telah
83
Imran Nating, Op. Cit, halaman 107.

Universitas Sumatera Utara


84

mengalami perubahan dan penyempurnaan dengan telah diterbitkannya Undang-

Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang yang secara prinsip terdapat beberapa perubahan-perubahan yang

sangat penting bagi pelaksanaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perkara

yang diajukan di muka Pengadilan Niaga yang menyangkut khususnya tentang

perkara kepailitan.

Jika diminta, kurator dan pengurus membuat pernyataan penerimaan

penugasan yang menyatakan dan menegaskan bahwa ia tidak memiliki benturan

kepentingan. Pasal 67 C UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan menyebutkan

bahwa Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam

melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan yang menyebabkan kerugian

terhadap harta pailit.

a. Maka Kurator dapat digugat dan wajib membayar anti kerugian apabila karena
kelalaiannya, lebih-lebih lagi karena kesalahannya (dilakukan dengan
sengaja) telah menyebabkan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap harta
pailit, terutama tentunya adalah para Kreditor konkuren, dirugikan.
b. Kerugian itu terutama apabila harta pailit berkurang nilainya sehingga dengan
demikian para Kreditor konkuren memperoleh nilai pelunasan tagihannya
kurang dari yang seyogyanya diterima dari hasil penjualan harta pailit
seandainya nilai harta pailit tidak mengalami pengurangan sebagai akibat
perbuatan Kurator.84’

Sehubungan dengan ketentuan Pasal 67 C itu, timbul pertanyaan, apakah

gugatan oleh pihak yang dirugikan harus diajukan kepada Pengadilan Niaga yang

memutuskan pernyataan pailit, ataukah harus diajukan kepada Pengadilan Negeri?

Mengenai hal ini UUK tidak mengaturnya. Dalam praktek, karena Pengadilan Niaga
84
Lihat Pasal 67 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan.

Universitas Sumatera Utara


85

hanya berwenang memeriksa permohonan pernyataan pailit saja maka gugatan

tersebut harus diajukan kepada Pengadilan Negeri.

Sebaiknya, para kreditor konkuren menunjuk kurator yang memiliki back up

kemampuan keuangan yang cukup daripada eksekusi pengadilan tersebut akhirnya

tak dapat terealisir dengan memuaskan. Kurator sebaiknya dilindungi oleh asuransi.

Asuransi jenis ini adalah asuransi yang juga biasanya dipakai untuk melindungi

anggota Direksi atau Komisaris suatu perusahaan debitor sehubungan dengan

kewajiban yang dibebankan oleh hukum untuk membayar ganti kerugian apabila

karena kesalahan atau kelalaiannya menyebabkan kerugian bagi perusahaan Debitor

dan atas perbuatannva itu dihukum oleh pengadilan untuk membayar ganti kerugian

kepada pihak-pihak penggugat yang dirugikan. 85

Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan melawan hukum,

Kurator dapat digugat untuk bertanggung jawab secara pribadi oleh pihak-pihak yang

dirugikan atas sikap dan perbuatan Kurator. Bahkan kurator harus bertanggung jawab

secara pidana atas sikap dan perbuatannya itu.

Tolak ukur untuk menentukan bahwa kurator telah melakukan kesalahan atau

kelalaian dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 67 C UUK tersebut adalah kewajiban sebagaimana ditentukan di dalam

UUPT dan fiduciary duties. Kewajiban kedua dari Kurator ialah berupa fiduciary

duties ata fiduciary obligations. Kurator mengemban fiduciary duties terhadap

85
Herna, “Kurator”, http://hernathesis. multiply. com/reviews/item/24 diakses tanggal 10
Februari 2012.

Universitas Sumatera Utara


86

Pengadilan yang diwakili oleh hakim pengawas, debitor, kreditor dan para pemegang

saham.

Kurator mulai bertugas sejak Kepailitan diputuskan, karena debitor tidak

berhak lagi untuk melakukan pengurusan atas harta kekayaannya. Kurator merupakan

satu-satunya pihak yang akan menangani seluruh kegiatan pengurusan dan

pemberesan harta pailit. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan kreditor

maupun debitor pailit.

Dalam menjalankan tugasnya, kurator tidak sekedar bagaimana

menyelamatkan harta pailit yang berhasil dikumpulkan untuk kemudian dibagikan

kepada para Kreditor tapi sedapat mungkin bisa meningkatkan nilai harta pailit

tersebut.86

Lebih jauh lagi, Kurator dituntut untuk memiliki integritas yang berpedoman

pada kebenaran dan keadilan serta keharusan untuk menaati standar profesi dan etika.

Hal ini untuk menghindari adanya benturan kepentingan dengan debitur maupun

kreditur. Namun, pada prakteknya kinerja kurator menjadi terhambat oleh

permasalahan sepert Debitor Pailit mengacuhkan Putusan Pengadilan atau bahkan

menolak untuk dieksekusi.

Dalam menjalankan tugasnya, kurator diangkat oleh Pengadilan yang

ditentukan dalam putusan pernyataan pailit. Apabila debitor atau kreditor tidak

mengajukan usul pengangkatan kurator, maka Balai Harta Peninggalan akan

86
Sudargo Gautama, Komentar Atas Peraturan Kepailitan Baru Untuk Indonesia, Bandung:
CitraAditya Bakti, 1998, hal. 56

Universitas Sumatera Utara


87

bertindak sebagai Kurator. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 15 yang menyatakan

bahwa:

1. Dalam Putusan pernyataan pailit, harus diangkat Kurator dan seorang Hakim

Pengawas yang ditunjuk oleh Hakim Pengadilan;

2. Dalam hal debitor, kreditor atau pihak yang berwenang mengajukan

permohonan pernyataan pailit tidak mengajukan usul pengangkatan kurator

kepada Pengadilan, maka Balai Harta Peninggalan diangkat selaku kurator.

3. Kurator yang diangkat harus independen, tidak mempunyai benturan

kepentingan dengan Debitor atau Kreditor, dan tidak sedang menangani

perkara Kepailitan dan PKPU, lebih dari 3 (tiga) perkara.

4. Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari setalah tanggal Putusan

pernyataan pailit diterima oleh kurator dan Hakim Pengawas, kurator

mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit 2

(dua) surat kabar harian yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas, mengenai

ikhtisar Putusan pernyataan pailit yang memuat hal-hal sebagai berikut:

a. Nama, alamat dan pekerjaan debitor;

b. Nama Hakim Pengawas;

c. Nama, alamat dan pekerjaan kurator;

d. Nama, alamat dan pekerjaan anggota panitia kreditor sementara apabila telah

ditunjuk; dan

e. Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama.

Universitas Sumatera Utara


88

Dalam hal mengenai ‘Independen dan tidak mempunyai benturan

Skepentingan’ artinya bahwa kelangsungan keberadaan Kurator tidak bergantung

pada debitor atau kreditor, dan kurator tidak memiliki kepentingan ekonomis yang

sama dengan kepentingan ekonomis debitor atau kreditor. Paling sedikit 2 (dua) surat

kabar harian artinya adalah:

1. Surat kabar harian yang beredar secara nasional, dan

2. Surat kabar harian local yan beredar ditempat domisili Debitor.87

Kurator mulai bertugas sejak diangkat dalam Putusan pernyataan pailit. Sejak

mulai pengangkatannya, Kurator harus melaksanakan semua upaya untuk

mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang perhiasan,

efek dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima (Pasal 98 UU

No.37 Tahun 2004).

Pasal 16 dan 69 UU No.37 Tahun 2004 menentukan tugas dan kewenangan

kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan atau harta pailit sejak

tanggal Putusan Pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan Kasasi

atau Peninjauan Kembali. Dalam hal putusan pernyataan pailit dibatalkan sebagai

akibat adanya kasasi atau Peninjauan Kembali, segala perbuatan yang telah dilakukan

oleh Kurator sebelum atau pada tanggal perbuatan yang telah dilakukan oleh Kurator

sebelum atau pada tanggal Kurator menerima pemberitahuan tentang Putusan

pembatalan tetap sah dan mengikat Debitor.

87
Rudy Lontoh, Penyelesaian Utang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, Bandung: Alumni, 2001.

Universitas Sumatera Utara


89

Tajam ke bawah, tumpul ke atas.”Itulah ungkapan yang banyak digunakan,

setidaknya oleh media massa, untuk mengilustrasikan kondisi penegakan hukum kita

sepanjang 2012. Ungkapan itu menggambarkan, di satu sisi proses penegakan hukum

sangat sulit ketika berhadapan dengan kasus-kasus yang melibatkan penguasa dan

pemodal. Di sisi lain, hukum ditegakkan secara tegas terhadap masyarakat kecil.

Hukum memang harus tegas dan pasti, namun akan menjadi persoalan ketika tidak

berlaku sama terhadap seluruh lapisan masyarakat. Kondisi tersebut setidaknya telah

menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses penegakan hukum dan

terhadap aparat penegak hukum.

Ketidakpercayaan tersebut dalam kehidupan sosial muncul dalam dua gejala.

Pertama, main hakim sendiri. Hal ini sesungguhnya telah meniadakan eksistensi

negara sebagai pemegang monopoli alat paksa. Kedua, masyarakat cenderung tidak

memilih proses hukum untuk menyelesaikan persoalan, tetapi mengedepankan cara-

cara kekerasan. Hal ini terjadi karena proses hukum dinilai tidak bisa memberikan

keadilan dan tidak dapat menyelesaikan persoalan.

Universitas Sumatera Utara


90

BAB IV

KEDUDUKAN HUKUM KOPERASI AKIBAT


PUTUSAN PAILIT KOPERASI

A. Kedudukan Koperasi sebagai Badan Hukum

Latar belakang pendirian koperasi tidak dapat dipisahkan dari keinginan

masyarakat golongan ekonomi lemah untuk memperbaiki keadaan ekonomi. Hal itu

tidak hanya terjadi ketika koperasi pertama berdiri di Inggris, tetapi juga terjadi di

negara lain di seluruh Eropa. Dengan berjuang melalui koperasi, keadaan sosial

ekonomi kaum buruh dan petani di berbagai negara mengalami perbaikan yang

cukup drastis. Pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka yang semula banyak

bergantung pada usaha para tengkulak, kemudian dapat mereka penuhi sendiri.

Meskipun dengan latar belakang sosial ekonomi dan historis yang berbeda-

beda, berkat keberhasilan yang dicapai oleh para pendiri koperasi di Eropa itu,

semangat koperasi kemudian menjalar ke berbagai negara lainnya di dunia. Kini

hampir di seluruh dunia orang-orang yang terbatas kemampuan ekonominya, meniru

usaha-usaha yang dilakukan oleh para pelopor koperasi itu.

Perjalanan sejarah bangsa Indonesia tidak berbeda dengan sejarah banyak

negara-negara berkembang lainnya. Setelah ratusan tahun hidup dalam tekanan

politik dan ekonomi kolonial bangsa Indonesia mewarisi suatu keadaan ekonomi dan

sosial yang dikenal dengan nama ekonomi dualistis, yaitu: “Situasi perekonomian di

mana terdapat ketimpangan yang dalam antara sektor perekonomian modern yang

90

Universitas Sumatera Utara


91

dikuasai oleh para saudagar asing, dengan sektor perekonomian rakyat tempat

sebagian besar rakyat Indonesia menggantungkan hidupnya.”88

Setelah merdeka, Bangsa Indonesia mulai berbenah diri. Salah satu upaya

yang segera dilakukan adalah memperbaiki taraf hidup rakyat banyak, yaitu dengan

melaksanakan pembangunan perekonomian sebagai usaha bersama berdasar asas

kekeluargaan. Sebagaimana terungkap dari Penjelasan Pasal 33 UUD 1945, koperasi

ditetapkan sebagai bentuk perusahaan yang sesuai untuk melaksanakan tujuan

tersebut.

Di Indonesia, mungkin unit usaha yang paling banyak mendapat julukan


adalah koperasi. Julukan itu begitu mulia; "soko guru perekonomian
Indonesia", "tulang punggung ekonomi rakyat", dan lain-lain. Secara
konstitusional, badan usaha yang disebutkan secara eksplisit dalam Penjelasan
UUD 1945, hanya koperasi, "... Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu
ialah koperasi", demikian dinyatakan UUD 1945.89

Dalam konteks yang lebih besar koperasi dapat dilihat sebagai wahana koreksi

oleh masyarakat pelaku ekonomi, baik produsen maupun konsumen, dalam

memecahkan kegagalan pasar dan mengatasi inefisiensi karena ketidaksempurnaan

pasar. Secara teoretis koperasi akan tetap hadir jika terjadi kegagalan pasar. Jika pasar

berkembang semakin kompetitif secara alamiah koperasi akan menghadapi

persaingan dari dalam. Karena segala insentif ekonomi yang selama ini didapat tidak

lagi bisa dimanfaatkan. Sehingga sumber kekuatan untuk tetap mempertahankan

88
Revrisond Baswir, Op. Cit, hal. 89.
89
Martin Manurung, Perkoperasian di Indonesia, Makalah disampaikan dalam seminar
Pendalaman Ekonomi Rakyat Koperasi, Jakarta, 21 Mei 2002, halaman 56

Universitas Sumatera Utara


92

hadirnya koperasi terletak pada kemampuan untuk mewujudkan keuntungan tidak

langsung atau intangible benefit yang disebutkan di muka.

Koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha


tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud
dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau
kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi menyediakan pelayanan kegiatan usaha
yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat
melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan.
Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas
pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang
dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari
lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.
Sebagai suatu perkumpulan, koperasi tidak akan mungkin terbentuk tanpa adanya
anggota sebagai tulang punggungnya. Sebagai kumpulan orang bukannya kumpulan modal,
anngota koperasi mutlak penting peranannya demi majunya koperasi itu sendiri. Semakin
banyak anggota maka semakin kokoh kedudukan koperasi sebagai suatu badan usaha,
ditinjau dari segi organisasi maupun dari sudut ekonomis.

Perolehan status badan hukum dimulai sejak sebuah koperasi mendapatkan

pengesahan atas akta pendirian atau anggaran dasar di hadapan notaris. Sedangkan

pengesahan yang dilakukan di otoritas koperasi sebenarnya hanya bertujuan sebagai

registrasi atau pencatatan di lembaga pemerintahan dan pengumuman dalam Berita

Negara RI untuk memudahkan kantor urusan koperasi melakukan pembinaan dan

pengawasan terhadap koperasi-koperasi yang didirikan di Indonesia.

Dengan mendapatkan status badan hukum berarti sebuah badan usaha

koperasi menjadi subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Sehingga,

terhadap pihak ketiga dapat dengan jelas dan tegas mengetahui siapa yang dapat

diminta bertanggung jawab atas jalannya usaha badan hukum koperasi tersebut.

Dalam kedudukan tersebut apabila dikemudian hari misalnya ternyata koperasi

Universitas Sumatera Utara


93

melakukan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUH Perdata) terhadap pihak

ketiga misalnya, akan dapat ditentukan siapa yang bertanggung jawab secara hukum

terhadap tindakan melawan hukum tersebut; apakah badan hukum koperasi, manajer,

atau para anggotanya.

Pertanggungjawaban tersebut secara kasuistis dilihat dari sejauh mana tingkat

keterlibatan kesalahan setiap anggota maupun pengurus sebagai organ dwitunggal

dalam koperasi. Sedangkan anggota koperasi hanya akan bertanggung jawab terhadap

kerugian yang diderita oleh koperasi sebatas jumlah simpanan yang mereka setorkan.

Dengan menggunakan logika, maka ketika koperasi sudah berupa badan hukum,

maka secara tegas harus diatur pula tentang hal-hal pembubaran badan hukum

koperasi. Apabila terjadi pembubaran maka para anggota hanya bertanggung jawab

sebatas simpanan pokok, simpanan wajib, dan modal penyertaan yang disetorkannya.

Dalam hal anggota koperasi yang memberikan pinjaman pribadi pada koperasi, ia

mempunyai posisi yang sama dengan para kreditur lain dalam hal menuntut

pelunasan piutang kepada badan hukum koperasi.90

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga merupakan aturan main dalam

sebuah koperasi. Pada hakikatnya, anggaran dasar koperasi merupakan kumpulan

ketentuan dan peraturan yang dibuat oleh para pendiri koperasi atas dasar

kesepakatan bersama; yang berlaku sebagai undang-undang terhadap anggota

koperasi. Maka dapatlah dikatakan bahwa anggaran dasar tersebut berlaku sebagai

dokumen persetujuan, kontrak, ataupun perjanjian antar pendiri, karena anggaran


90
Budi Untung, Op. Cit, hal. 47.

Universitas Sumatera Utara


94

dasar sebagai perjanjian haruslah ditaati dan berlaku sebagai undang-undang yang

mengikat bagi pembuatnya (Pasal 1338 KUH Perdata) sebagai kekuatan derivatif dari

hukum perikatan.

B. Kedudukan Koperasi Akibat Putusan Pailit

Pengurus merupakan perangkat organisasi koperasi setingkat di bawah

kekuasaan Rapat Anggota. Rapat Anggota yang mempunyai kewenangan untuk

mewakili koperasi sebagai badan hukum, baik dimuka Pengadilan maupun di luar

Pengadilan. Pengurus koperasi merupakan: “Salah satu alat perlengkapan organisasi

koperasi yang diberikan kuasa atau rapat anggota koperasi untuk melaksanakan

kegiatan koperasi sehari-hari”.91

Dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Pengurus Koperasi Indonesia ini,

diatur di dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 37. Dari ketentuan pasal-pasal tersebut,

dapat ditarik kesimpulan bahwa pengurus koperasi dipilih dari dan oleh anggota

dalam suatu rapat anggota, untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun, dengan

kemungkinan dapat dipilih kembali. Sedangkan bagi koperasi yang beranggotakan

badan-badan hukum koperasi, pengurusnya dipilih dari anggota-anggota koperasi.

Berkaitan dengan tugas yang diembannya sebagai pengelola koperasi, kepada


pengurus koperasi juga diberikan hak atau wewenang yang mendukung tugas dan
tanggung jawabnya sebagai administratur pelaksanaan kegiatan koperasi. Adapun hak
atau wewenang tersebut adalah :
1. Mewakili koperasi dalam hal koperasi mempunyai masalah sehingga terlibat

dalam urusan hukum di pengadilan

91
M. Tohar, Permodalan dan Perkreditan Koperasi, Yogyakarta: Kanisius, 2000, hal. 4.

Universitas Sumatera Utara


95

Pengurus akan bertindak atas nama koperasi di dalam dan di luar hukum. Yang

dimaksud mewakili di muka dan di luar pengadilan adalah sebagai berikut:

a. Pengurus mewakili perkumpulan koperasi, jika kepentingan koperasi perlu

dipertahankan di muka pengadilan, umpamanya jika koperasi dituntut di muka

pengadilan atau perlu diminta kesaksiannya mengenai suatu hal yang ada

hubungannya dengan kehidupan koperasi. Sebaliknya jika koperasi perlu

menuntut pihak lain di muka pengadilan, maka sebagai wakil koperasi,

pengurus harus hadir guna membela kepentingan koperasi.

b. Di luar Pengadilan, umpamanya koperasi diundang atau dipanggil oleh

pejabat pemerintah maka yang memenuhi undangan atau panggilan itu ialah

pengurus. Jika koperasi mengikat perjanjian dengan bank untuk meminjam

uang dan dalam hal sebagai jaminan (agunan) utang, maka yang mewakili

koperasi dalam perjanjian serupa adalah pengurus.

2. Memutuskan kelayakan penerimaan/ penolakan seorang calon sebagai anggota

koperasi berdasarkan Anggaran Dasar Koperasi

Sebagai pelaksana berbagai kegiatan operasional dan administratif maka


pengurus koperasi mempunyai kewenangan untuk menerima/ menolak seseorang
menjadi anggota koperasi. Penolakan harus didasarkan pada alasan-alasan yang
logis dan sejauh mungkin dapat dikembalikan kepada ketentuan-ketentuan yang
dicantumkan di dalam Anggaran Dasar Koperasi.

3. Melakukan tindakan-tindakan untuk kepentingan dan kemanfaatan koperasi

sesuai dengan tanggung jawabnya sebagai pengurus

Universitas Sumatera Utara


96

Semua tindakan pengurus harus selalu didasarkan pada pertimbangan yang

matang, artinya kemanfaatan tindakan bagi anggota harus diusahakan

semaksimal mungkin. Dengan demikian peningkatan kesejahteraan anggota koperasi

akan semakin cepat dapat diwujudkan.

Di dalam Pasal 30 UU No. 25 Tahun 1992, tugas pengurus koperasi dalam garis

besarnya sebagai berikut:

1. Mengelola koperasi dan usahanya

Sebagai orang yang mendapat kepercayaan untuk mengelola organisasi dan

usaha koperasi maka pengurus harus berusaha menjalankan semua kebijakan dan

rencana kerja yang telah disusun, sehingga usaha koperasi dapat memberikan

hasil sesuai dengan yang diharapkan oleh para anggotanya.

2. Mengajukan rancangan rencana kerja serta anggaran pendapatan dan belanja

koperasi

Sebagai pengelola koperasi, pengurus harus mempunyai pengalaman bisnis


yang cukup untuk mengidentifikasi berbagai peluang dan hambatan bisnis yang
dihadapi oleh koperasi, serta mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh
koperasi.
3. Menyelenggarakan rapat anggota

Sebagai pelaksana kegiatan harian koperasi, pengurus dapat merencanakan

teknis pelaksanaan rapat anggota yang paling baik. Hal ini didasarkan pada

kenyataan bahwa anggota koperasi yang bukan pengurus pada umumnya kurang

mempunyai pengalaman dalam penyelenggaraan rapat-rapat, sebagaimana halnya

rapat rutin koperasi.

Universitas Sumatera Utara


97

4. Mengajukan laporan keuangan dan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

tugas.

Sebagai pengelola usaha koperasi, pengurus mempunyai kewajiban untuk

mempertanggung jawabkan kepengurusan kepada rapat anggota.

5. Memelihara buku daftar anggota dan pengurus.

Organisasi yang sehat, salah satu ukurannya adalah terselenggaranya sistem

pencatatan atau administrasi organisasi yang teratur dan sistematis. Dengan

demikian pengurus berkewajiban pula untuk menyelenggarakan administrasi yang

teratur dan sistematis mengenai hal-hal atau peristiwa-peristiwa penting yang

terjadi sehubungan dengan pelaksanaan usaha koperasi.92

Di dalam Pasal 31 UU No. 25 Tahun 1992, disebutkan bahwa pengurus

bertanggungjawab mengenai segala kegiatan pengelolaan koperasi dan usahanya

kepada Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa. Dalam mengelola koperasi

ini, sebagai kuasa rapat anggota, pengurus harus melaksanakan kegiatannya semata-

mata untuk kepentingan dan kemanfaatan koperasi beserta anggotanya, sesuai

keputusan rapat anggota.

Sebagai perangkat organisasi dari suatu badan hukum koperasi, yang diberi

kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum dan upaya-upaya hukum

untuk dan atas nama badan hukum koperasi yang besangkutan, pengurus

92
Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001, hal. 89.

Universitas Sumatera Utara


98

bertanggungjawab atas perbuatannya jika terjadi risiko kerugian pada koperasi

tersebut.

Eksistensi yuridis dari koperasi yang telah dipailitkan adalah masih tetap ada

eksistensi badan hukumnya. Dengan dinyatakan pailit tidak muitatis mutandis badan

hukum koperasi menjadi tidak ada. Suatu argumentasi yuridis mengenai proposisi ini

setidaknya ada 2 (dua) landasan, yaitu:

1. Kepailitan terhadap koperasi tidak mesti berakhir dengan likuidasi dan

pembubaran badan hukum koperasi. Dalam harta kekayaan koperasi telah

mencukupi seluruh tagihan-tagihan kreditor dan biaya-biaya yang timbul dari

kepailitan, maka langkah berikutnya adalah pengakhiran kepailitan dengan

rehabilitasi terhadap koperasi tersebut dan kepailitan diangkat serta berakibat

koperasi kembali pada keadaan semula sebagaimana koperasi sebelum adanya

kepailitan. Seandainya eksistensi badan hukum koperasi tersebut hapus

dengan adanya kepailitan, maka tentunya tidak dimungkinkan adanya

pengangkatan kepailitan serta rehabilitasi koperasi karena sudah hapusnya

status badan hukum itu.

2. Dalam proses kepailitan koperasi, maka koperasi tersebut masih dapat

melakukan transaksi hukum terhadap pihak kedua, di mana tentunya yang

melakukan perbuatan hukum koperasi tersebut adalah kurator atau setidak-

tidaknya atas mandat kurator. Sehingga tidak mungkin jika badan hukum

koperasi telah tiada sementara masih dapat melakukan proses transaksi

tersebut melakukan perbuatan hukum koperasi tersebut adalah kurator atau

Universitas Sumatera Utara


99

setidak-tidaknya atas mandat kurator. Sehingga tidak mungkin jika badan

hukum koperasi telah tiada sementara masih dapat melakukan proses transaksi

tersebut.

C. Kedudukan Anggota Dalam Koperasi

Sebagai suatu perkumpulan, koperasi tidak akan mungkin terbentuk tanpa adanya

anggota sebagai tulang punggungnya. Sebagai kumpulan orang bukannya kumpulan modal,

anggota koperasi mutlak penting perannya demi majunya koperasi itu sendiri. Anggota

koperasi merupakan bagian penentu dalam kehidupan koperasi. Semakin banyak anggota

maka semakin kokoh kedudukan koperasi sebagai suatu badan usaha, ditinjau dari segi

organisasi maupun dari sudut ekonomis. Semakin banyak anggota koperasi maka semakin

banyak sebab badan usaha koperasi dikelola serta dibiayai oleh para anggota, hal ini terlihat

dari pemasukan modal koperasi yang bersumber dari simpanan-simpanan para anggota, yang

dikelompokkan sebagai modal sendiri atau modal lequity.

Di samping itu menurut ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU No. 25 Tahun 1992

dinyatakan bahwa anggota koperasi Indonesia merupakan pemilik sekaligus sebagai

pengguna jasa koperasi. Hal ini mengartikan bahwa anggota merupakan unsur pembentuk

yang sangat menentukan kehidupan koperasi. Apabila anggota koperasi dapat berperan aktif,

maka koperasi akan maju dan sebaliknya jika anggota hanya dilihat dari daftar namanya saja,

koperasi akan mandeg dan akhirnya akan mati. Dari sini bisa disimpulkan bahwa maju

mundurnya badan usaha koperasi adalah sangat ditentukan sekali dari para anggotanya.

Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesadaran dan kehendak secara bebas

dari para calon anggota, tanpa adanya paksaan apapun dan oleh siapapun. Di dalam

koperasi dijunjung tinggi asas persamaan derajat diantara sesama anggota, serta

Universitas Sumatera Utara


100

adanya jalinan hubungan koordinasi yang harmonis antar sesama anggota, serta tanpa

memandang perbedaan keturunan, politik dan agama. Artinya koperasi merupakan

badan hukum dan badan usaha yang sama sekali tidak memberlakukan pembedaan

kepada anggotanya, sebab anggota-anggota inilah yang mempunyai kewenangan

penuh dalam koperasi.

Setiap orang yang merasa mempunyai kepentingan dan kebutuhan sama dan

mempunyai kesadaran berkoperasi, boleh ikut serta menjadi anggota koperasi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam keanggotaan koperasi dikenal adanya sifat

bebas, sukarela dan terbuka. Di dalam ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU No. 25 Tahun

1992 dinyatakan bahwa keanggotaan koperasi didasarkan pada kesamaan

kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha koperasi. Ketentuan ini menunjukkan

bahwa faktor kesamaan kepentingan dalam usaha koperasi merupakan tolok ukur

untuk menentukan diterima atau tidaknya seseorang/ badan hukum koperasi menjadi

anggota koperasi baik untuk koperasi primer maupun koperasi sekunder.

Jika anggota koperasi merasa dirinya sudah tidak terwakili lagi

kepentingannya di dalam koperasi, maka dia harus diberi kebebasan untuk

menentukan sikap apakah akan ke luar sebagai anggota ataukah terus sebagai

anggota. Dalam ketentuan Pasal 19 ayat (2) UU No. 25 Tahun 1992 dinyatakan

bahwa keanggotaan koperasi diperoleh maupun diakhiri setelah syarat seperti diatur

di dalam Anggaran Dasar koperasi dipenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa

keanggotaan koperasi ini fleksibel, siapapun yang mempunyai kepentingan ekonomi

sama boleh masuk menjadi anggota koperasi bersangkutan dan siapapun anggota

Universitas Sumatera Utara


101

koperasi yang merasa kepentingannya sudah tidak terwakili dalam koperasi tersebut

boleh ke luar sebagai anggota. Namun demikian, persyaratan untuk masuk sebagai

anggota dan persyaratan untuk keluar sebagai anggota koperasi harus diatur dalam

Anggaran Dasar Koperasi untuk menjaga kestabilan dari koperasi itu sendiri.

Untuk menjamin kepentingan pihak ketiga yang mengadakan hubungan usaha

dengan koperasi, maka pada umumnya dalam Anggaran Dasar atau dalam Keputusan

Rapat Anggota Koperasi, diatur suatu ketentuan mengenai:

1. Syarat masuk atau diterima sebagai anggota koperasi dan syarat keluar atau

berhenti/pemberhentian sebagai anggota koperasi.

2. Kedudukan, hak dan kewajiban serta tanggung jawab anggota koperasi.

3. Modal koperasi dan bagaimana memperoleh modal.93

Pencantuman syarat bagi anggota koperasi ini penting mengingat perannya

yang cukup besar dalam kehidupan koperasi. Sehubungan dengan pailitnya koperasi,

Jika koperasi tidak lagi dapat memenuhi hutangnya terhadap para kreditur, atau jika

seluruh jumlah hutangnya melebihi prosentasi tertentu dari harta kekayaannya

termasuk hutang-hutang perseorangan para anggotanya, maka pengurus koperasi

harus mengajukan permohonan kepailitan.94

Setelah permohonan kepailitan diajukan oleh koperasi atau oleh sakah seorang

krediturnya, maka kreditur perseorangan tidak lagi dapat memaksakan tuntutannya

93
M. Tohar, OP. Cit . hal. 21
94
Revrisond Baswir, Op. Cit, hal. 49.

Universitas Sumatera Utara


102

terhadap koperasi tersebut. Semua kreditur harus mengajukan tuntutan secara

bersama-sama.

Para kreditur disusun menurut urutan tuntutannya dalam kategori yang

berlainan dan menerima bagiannya apabila harta kekayaan koperasi yang bangkrut

tersebut dibagikan. Menurut cara penyelesaian kepailitan biasa, seluruh harta

kekayaan debitur yang ada disita untuk kepentingan semua kreditur yang telah

berkelompok untuk memperoleh tagihan terhadap harta kekayaan dan kerugian

karena pailit. Dalam menyelesaikan tuntutan para kreditur menurut urutan yang

mereka ajukan, dibuatlah suatu rencana sehingga semua kreditur dengan bukti hutang

menerima bagiannya. Tetapi, bagi koperasi berlaku ketentuan khusus yang mengganti

atau melengkapi peraturan kepailitan itu.

Hal ini timbul dari struktur koperasi sebagai perhimpunan orang-orang dan

dari bentuk khusus keikutsertaan finansial para anggota. Karena koperasi tidak

mempunyai modal tetap yang stabil seperti dalam perusahaan perseroan, melainkan

modal sahamnya berubah-ubah, maka tanggung jawab koperasi sebagai badan hukum

dilengkapi dengan tanggung jawab perorangan para anggotanya. Di kebanyakan

negara, diberikan kebebasan kepada koperasi untuk menetapkan dalam anggaran

dasarnya mengenai sejauh mana para anggota akan bertanggung jawab secara

perorangan bagi hutang-hutang koperasi dalam hal kepailitan.

Perluasan tanggung jawab perorangan hanya menjadi kepentingan sekunder,

sehingga hanya dapat dilakukan jika harta kekayaan koperasi tidak cukup untuk

menyelesaikan semua tuntutan parakreditur. Dalam hal demikian, para anggota

Universitas Sumatera Utara


103

membentuk kelompok penanggung resiko (risk sharing commmunity) yang

bertanggung jawab bagi tuntutan yang belum terselesaikan. Apabila diputuskan jika

koperasi tidak mampu membayar (insolvensi) dan dinyatakan menurut kriteria khusus

ini, maka tidak hanya dewan pengurus namun setiapanggota dewan pengurus

individual mempunyai hak dan kewajiban untuk mengajukan permohonan kepailitan

tanpa penundaan. Cara penyelesaian kepailitan ini dimasukkan kedalam daftar

koperasi dan diumumkan dalam Berita Negara.

Pejabat pendaftaran atau instansi pemerintah urusan pengembangan koperasi

harus menunjuk satu atau beberapa wali pengurus dalam kepailitan. Pada koperasi

yang dinyatakan pailit, biasanya akan berdampak pada harta kekayaannya. Koperasi

yang dibubarkan dapat dipastikan karena mengalami kesulitan dalam usaha atau

keuangan, kecuali karena habis jangka waktu berdirinya. Pada umumnya sisa

kekayaan Koperasi yang dibubarkan tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban.

Simpanan anggota (pokok dan wajib) akan dipergunakan untuk menutup kewajiban

akibat pembubaran, sehingga tidak ada sisa untuk dikembalikan kepada anggota.

Tetapi dalam beberapa kejadian koperasi yang dibubarkan masih memiliki

sisa kekayaan dalam jumlah cukup besar, setelah semua kewajiban dipenuhi dan

simpanan anggota dikembalikan sesuai dengan nilai nominal. Sisa kekayaan yang

besar antara lain disebabkan karena kenaikan nilai harta tetap. Contoh imajiner yang

ekstrim dapat digambarkan sebagai berikut: sebuah koperasi membelanjakan

simpanan anggota sebesar 20 juta rupiah untuk membeli tanah dijalan utama Jakarta

(Jalan Sudirman) lima puluh tahun yang lalu yang sekarang mungkin harganya bisa

Universitas Sumatera Utara


104

mencapai 100 milyar rupiah, pasti memiliki sisa kekayaan yang sangat besar dalam

pembubaran, setelah simpanan anggota dikembalikan menurut nilai nominal.

Terjadinya sisa kekayaan yang besar disebabkan karena: (1) Simpanan

anggota hanya diperhitungkan nilai nominal, dan tidak diperhitungkan dengan

kenaikan nilai kekayaan, (2) adanya dana cadangan yang berjumlah besar, dan (3)

adanya kekayaan yang timbul dari hibah yang diterima oleh koperasi, jika ada. Jika

kenaikan nilai simpanan dlperhitungkan, kemungkinan sisa kekayaan tidak akan

terlalu besar.

Persoalannya ialah sisa kekayaan tersebut milik siapa dan dipergunakan untuk

apa. Berapa bagiankah milik anggota dan sisanya diberikan kepada siapa. Hak

anggota adalah pengembalian simpanan, jika masih ada sisa kekayaan setelah

pembubaran. Tetapi karena simpanan hanya diperhitungkan nilai nominal, maka

bagian yang dikembalikan kepada anggota sangat kecil. Sedang sisa kekayaan lainnya

yang lebih besar dianggap bukan hak anggota, karena sisa kekayaan tersebut

merupakan modal sosial, atau bahkan koperasinya sendiri dianggap milik umum

(public good). Suatu anggapan yang diragukan kebenarannya. Ada ketentuan yang

menyatakan bahwa sisa kekayaan koperasi yang dibubarkan diserahkan kepada

lembaga yang sama tujuannya dengan koperasi atau koperasi lain.

Sedangkan akibat hukum kepailitan koperasi Sumber Artha Mandiri dari

Keputusan Menteri Koperasi pengusaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

Nomor:351/KEP/M/XII/1998, sampai saat ini tidak ada peraturan kepailitan koperasi

harus ada pertimbangan dari menteri koperasi, dan berdasarkan Pasal 32 ayat (3)

Universitas Sumatera Utara


105

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan

Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi menyatakan :

“Dalam hal kondisi Koperasi Simpan Pinjam yang mengarah kepada

kepailitan tidak dapat dihindarkan, sebelum mengajukan kepailitan kepada instansi

yang berwenang, Pengurus Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang

bersangkutan wajib meminta pertimbangan menteri”.

Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum majelis dan berdasarkan fakta-fakta

diatas, koperasi Sumber Artha Mandiri dapat dinyatakan pailit dan memenuhi seluruh

syarat-syarat sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (5)

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang.

Anggota yang menempati posisi sentral yang menentukan maju atau

mundurnya koperasi seharusnya mendapat perlakuan yang adil. Kenaikan nilai

simpanannya harus diperhitungkan sesuai dengan perkembangan kekayaan koperasi,

sehingga jika koperasi dibubarkan dan masih memiliki sisa kekayaan mendapat

pengembalian simpanan dengan nilai yang wajar. Jika saran untuk menghitung nilai

simpanan yang disinggung dimuka dapat diterima, yaitu nilai nominal simpanan

ditambah dana cadangan, maka sisa kekayaan setelah koperasi dibubarkan tidak akan

terlalu besar. Apalagi kenaikan nilai simpanan diperhitungkan secara menyeluruh,

termasuk kenaikan nilai harta tetap.

Prinsip koperasi ketiga yang antara lain menyatakan bahwa : setidak-tidaknya

sebagian dari modal itu adalah milik bersama koperasi, perlu diinterpretasikan dengan

Universitas Sumatera Utara


106

tepat. Jika perlu modal milik bersama koperasi tersebut diatur tersendiri oleh masing-

masing koperasi. Modal milik bersama tersebut merupakan bagian kekayaan

koperasi, dan dapat dibagikan kepada anggota jika koperasi dibubarkan. Dengan

demikian, jumlah sisa kekayaan menjadi betul-betul sisa yang kemudian diserahkan

kepada pihak lain.

Hibah yang merupakan bagian dari kekayaan koperasi perlu diatur tersendiri

dalam pembubaran koperasi. Hibah yang diberikan kepada koperasi terutama dari

pemerintah bertujuan untuk memajukan usaha koperasi, dapat dibenarkan bukan

merupakan hak anggota. Hibah tersebut sebaiknya diberikan kepada koperasi lain,

apalagi hibah berupa barang atau mesin untuk kepentingan pengembangan usaha

koperasi. Seharusnya ketentuan hibah diatur dalam akad hibah antara koperasi dengan

pihak pemberi hibah, termasuk ketentuan jika koperasi dibubarkan.

Universitas Sumatera Utara


107

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang dilakukan, maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan, yaitu:

1. Akibat hukum putusan pailit terhadap harta kekayaan koperasi adalah seluruh

harta kekayaan koperasi berada di bawah pengawasan dan pengurusan kurator.

Pada umumnya sisa kekayaan Koperasi yang dibubarkan tidak mencukupi untuk

memenuhi kewajiban. Simpanan anggota (pokok dan wajib) akan dipergunakan

untuk menutup kewajiban akibat pembubaran, sehingga tidak ada sisa untuk

dikembalikan kepada anggota.

2. Mekanisme dan kendala yang mungkin terjadi dalam pengurusan dan

pemberesan harta pailit.

Beberapa hambatan yang terjadi antara lain:

a. Hambatan biasanya datang dari pihak debitur yang beritikad buruk atau yang

tidak mempunyai keinginan untuk melunasi utang-utangnya bisa berupa,

penggelapan investasi pada saat kurator akan mencatat harta debitur, dengan

serta merta debitur memindahkan harta kekayaannya ketempat lain sehingga

pada saat diadakan pencatatan oleh kurator ternyata debitur telah

tidak mempunyai harta apa-apa lagi .

107

Universitas Sumatera Utara


108

b. Ketidak profesionalnya Kurator dalam mengurus harta-harta debitur yang

telah dinyatakan pailit merupakan faktor hambatan lainnya

3. Kedudukan hukum koperasi akibat putusan pailit, maka koperasi dapat

dibubarkan. Apabila terjadi pembubaran maka para anggota hanya bertanggung

jawab sebatas simpanan pokok, simpanan wajib, dan modal penyertaan yang

disetorkannya. Dalam hal anggota koperasi yang memberikan pinjaman pribadi

pada koperasi, ia mempunyai posisi yang sama dengan para kreditur lain dalam

hal menuntut pelunasan piutang kepada badan hukum koperasi.

B. Saran

1. Menghindari pailit, hendaknya koperasi dijalankan dengan sebaik-baiknya

sehingga kesehatan koperasi sebagai badan usaha dapat terjaga dengan baik dan

permohonan pailit pun dapat dicegah.

2. Hendaknya bagi para Kurator lebih profesional dalam melaksanakan tugasnya,

mengingat beratnya tugas dan tanggung jawab yang diembannya. Untuk itu

diperlukan pelatihan yang lebih intensif dalam membentuk kurator yang

profesional.

3. Diharapkan kepada pemerintah agar pemerintah dapat melakukan pengawasan

dengan baik dalam hal pemberesan dan pengurusan harta pailit, sehingga dapat

mengurangi adanya penyelewengan.

Universitas Sumatera Utara


109

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU:

Ali Achmad, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, PT.
Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2009.

Anoraga Pandji dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi ,Cet. Kedua Jakarta:
PT.Rineka Cipta, 1997.

Baswir Revrisond, Koperasi Indonesia, BPFE Yogyakarta, 1997

Fuady Munir, 2001. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra
Aditya Bakti, Bandung.

-------, Dokrin-doktrin Moderen dalam Corporate Law, Eksistensinya di dalam


Hukum Indonesia, Citra Aditia Bakti, Bandung, 2002.

Gautama Sudargo, Komentar atas Peraturan Kepailitan Baru Untuk Indonesia, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1998.

Hadhikusuma R.T. Sutantya Rahardja, Hukum Koperasi Indonesia, Penerbit


RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005.

Hadikusuma Sutantya Rahardja, Hukum Koperasi Indonesia, Cet. II. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001.

Hartini Rahayu, 2009, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia, dualism


Kewenangan Pengadilan Niaga dan Lembaga Arbitrase, Jakarta: Kencana.

Hartono Sri Redjeki, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, CV Mandarmaju, Bandung,


2000.

Kartasapoetra G., A. dkk, Koperasi Indonesia, Bina Adiaksara bekerjasama dengan


Rineka Cipta Jakarta, 2003.

Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, edisi ketiga, Gramedia


Pustaka Utama, 1997

Lontoh Rudy Ed., Penyelesaian Utang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang , Alumni: Bandungi, 2001.

109

Universitas Sumatera Utara


110

Lubis, M. Solly Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Madju, Bandung, 1994.

Manurung Martin, Perkoperasian di Indonesia, Makalah disampaikan dalam seminar


Pendalaman Ekonomi Rakyat Koperasi, Jakarta, 21 Mei 2002.

Maria S. W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Yogjakarta,


Gramedia, 1989.

Mulyadi Kartini dan Gunawan Widjaja, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan,


Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003.

Nasution Bismar dan Sunarmi, 2007, Hukum Kepailitan, Medan: Diktat Program
Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Nating Imran, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan Dan
Pemberesan Harta Pailit, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Cetakan ke – V Bandung, 2000.

Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum cetakan ke enam 2006, Penerbit PT. Citra Adtya
Bakti, Bandung, 2006.

Rasjidi Lili dan I. B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1993.

Salim H. S. 2003. Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak ,Sinar
Grafika, Bandung.

Sastrawidjaja H. Man S., 2006. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban


Pembayaran Utang Bandung: Alumni.

Setiawan, Kepailitan Serta Aplikasi Kini, Tata Nusa, Jakarta, 1999

Sitompul Zulkarnain, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Suatu Gagasan tentang


Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, Jakarta: Program
Pascasarjana, Fakultas Hukum UI, 2002.

Sjahdeini Sutan Remi, Hukum Kepailitan Memahami Faillisement Verordening


Juncto Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, Jakarta: Pustaka Umum
Garfiti, 2002.

Soekanto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Penerbit Radjawali Press, Jakarta, 1990

Universitas Sumatera Utara


111

Soemitro Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Penerbit Ghalia Indonesia,


Jakarta, 1982.

Soenarmi. 2010. Hukum Kepailitan. Edisi II. Jakarta: Softmedia.

Subekti R., dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pranadya


Paramita, Jakarta, 1999

Suriasumantri Jujun S. , Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka


Sinar Harapan, 1999.

Suryabrata Samadi Metodologi Penelitian, Raja Grafindo, Persada, Jakarta, 1998.

Untung Budi ¸ Hukum Koperasi dan Peran Notaris Indonesia, Hukum Koperasi dan
Peran Notaris Indonesia, Yogyakarta, Andi, 2005

Tanya Bernard L., Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,
Genta Publishing, Yogyakarta, 2010.

Tohar, M. Permodalan dan Perkreditan Koperasi, Kanisius, Yogyakarta, 2000

Wuisman J.J M. dengan penyunting M. Hisma, Penelitian ilmu-ilmu sosial, Jilid 1,


Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996.

Waluyadi, Pengantar Ilmu Hukum dalam Perspektif Hukum Positif, Djakarta:


Djambatan, 2001

Yani Ahmad & Gunawan Widjaya, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2002.

Yuhassarie Emmy ed., Undang-undang Kepailitan dan Perkembangannya, Pusat


pengkajian Hukum, Jakarta, 2005.

KARYA ILMIAH

Dinyatakan Pailit oleh Pengadilan,” http://www.pikiran-rakyat. com/cetak/0604/


14/teropong/konsul_hukum.htm, diakses tanggal 13 Februari 2010 Ketentuan
ini tidak berlaku untuk bank dan perusahaan efek, karena pihak pemohon
pailit terhadap bank hanya Bank Indonesia dan perusahaan efek hanya Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam)

Universitas Sumatera Utara


112

Editorial: Dicari Undang-Undang Kepailitan Yang Komprehensif, Jurnal Hukum


Bisnis, Volume 22 Nomor 4 Tahun 2003, Yayasan Pengembangan Hukum
Bisnis, 2003.

Herna, “Kurator”, http://hernathesis. multiply. com/reviews/item/24 diakses tanggal


10 Februari 2012.

Krisnamurthi Bayu, Membangun Koperasi Berbasis Anggota Dalam Rangka


Pengembangan Ekonomi Rakyat, Makalah disampaikan dalam seminar
Pendalaman Ekonomi Rakyat Koperasi, Jakarta, 21 Mei 2002.

Nasution Bismar, Mengkaji Ulang sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidata


pada Pengukuhan sebagai Guru Besar, USU – Medan, 17 April 2004, h. 4-5.
Sebagaimana dikutip dari Neil Mac Cormick, “Adam Smith On Law”,
Valvaraiso University Law Review, Vol. 15, 1981.

Raharjo Dawam, Apa Kabar Koperasi Indonesia, Makalah, Jum’at, 2 Agustus 2002.

PERUNDANG-UNDANGAN:

UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai