Anda di halaman 1dari 99

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Hukum Skripsi Sarjana

2018

Pertanggungjawaban Perjanjian
Penitipan Barang di Pusat Perbelanjaan
Menurut Perspektif Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Studi
di Pondok Indah Pasar Buah)

Sitompul, Anggia Debora


Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/5852
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PERTANGGUNGJAWABAN PERJANJIAN PENITIPAN
BARANG DI PUSAT PERBELANJAAN MENURUT
PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
PERDATA (STUDI DI PONDOK INDAH PASAR BUAH)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-Tugas
Dalam Rangka Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
ANGGIA DEBORA SITOMPUL
NIM. 140200564

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN


PROGRAM KHUSUS HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Anggia Debora Sitompul*


Rosnidar Sembiring**
Aflah***

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem


keamanan supermarket dalam penitipan barang apakah sesuai dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata maupun Undang-Undang Perlindungan
Konsumen yang berlaku. Supermarket menawarkan keamanan dan kenyamanan
yang lebih dalam berbelanja untuk konsumennya dimana konsumen memiliki
hak-hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan juga jasa. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini
yaitu bagaimana tanggung jawab pimpinan staf dan karyawan di Pondok Indah
Pasar Buah dalam hal Penitipan Barang, bagaimana proses penggantian barang
apabila barang yang dititipkan hilang, bagaimana pertanggungjawaban Pondok
Indah Pasar Buah dalam proses Penitipan Barang.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
penelitian yuridis normatif bersifat deskriptif yang didukung penelitian empiris
yang sifatnya untuk melengkapi data saja. Sumber data yang digunakan adalah
data sekunder dan data primer, data sekunder terdiri dari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier serta ditambah dengan
melakukan penelitian ke lapangan guna mendukung data sekunder dengan
melakukan wawancara terhadap informan.
Dari hasil penelitian, tanggung jawab pimpinan staf dan karyawan di
Pondok Indah Pasar Buah dalam hal Penitipan Barang telah sesuai dengan
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dimulai dengan kewajiban staf dan
karyawan untuk menyimpan atau memelihara barang yang dititipkan sampai
dengan kewajiban staf dan karyawan untuk mengembalikan barang titipan dalam
keadaan “in natura” atau dalam keadaan semula. Dalam pelaksanaan proses
penggantian barang apabila barang yang dititipkan hilang ini para pihak
menggunakan cara kekeluargaan terlebih dahulu dengan merundingkan
permasalahan tersebut pada saat kejadian, setelah para pihak telah sepakat maka
para pihak akan menandatangani surat pernyataan perdamaian antara customer
dengan pemilik penitipan Pondok Indah Pasar Buah yang menyatakan bahwa
tidak ada permasalahan kehilangan barang yang terjadi dan setelah perjanjian ini
ditandatangani oleh kedua belah pihak, berarti sudah tidak ada masalah apapun
dan tidak akan ada tuntutan apapun dikemudian harinya, baik dari pihak customer
terhadap Pondok Indah Pasar Buah ataupun hubungan sebaliknya. Apabila cara
tersebut tidak berhasil, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan
gugatan melalui Pengadilan Negeri Medan.

Kata Kunci : Perjanjian, Penitipan Barang

*
Mahasiswa, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU
**
Dosen Pembimbing I Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU
***
Dosen Pembimbing II Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU
i

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat kepada Tuhan Yang Maha

Esa, atas segala berkat berlimpah, kemurahan-Nya dan kekuatan yang diberikan

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Menjadi suatu

kewajiban bagi setiap mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

untuk menyusun dan menyelesaikan suatu skripsi, dan untuk itu penulis

menyusun suatu skripsi yang berjudul “Pertanggungjawaban Perjanjian

Penitipan Barang di Pusat Perbelanjaan Menurut Perspektif Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (Studi di Pondok Indah Pasar Buah) ”.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan

baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh bahan-bahan

yang diperlukan oleh penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini dan

dorongan moril maupun materil kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan. Maka pada kesempatan ini penulisan menyampaikan ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Saidin, S.H. M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

3. Puspa Melati Hasibuan, S.H. M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

ii

Universitas Sumatera Utara


4. Dr. Jelly Leviza, S.H. M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus

merupakan Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktu, tenaga,

dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam proses penulisan skripsi

ini.

6. Ibu Aflah, S.H, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak

membantu memeriksa, memperbaiki kesalahan-kesalahan pada skripsi ini

kemudian membimbing dan mengarahkan serta memberi saran dan

nasehat kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini.

7. Ibu Merry selaku Manager di Pusat Perbelanjaan Pondok Indah Pasar

Bush yang telah memberikan kesempatan dan waktunya untuk

memberikan informasi maupun data yang berkaitan dengan penulisan

skripsi ini.

8. Teristimewa penulis sampaikan kepada Papa dan Mama tercinta Jamin

Sitompul,S.H dan Tan Mei Ling yang telah mendidik dan membesarkan

penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran serta memberi

semangat, motivasi, doa dan dukungan materi kepada penulis selama

penulisan.

9. Kepada abang-abang tersayang Ramos dan Parulian yang memberikan

semangat dan motivasi selama ini kepada penulis.

iii

Universitas Sumatera Utara


10. Kepada Brando Jonathan Sibuea yang selalu menemani penulis dari awal

perkuliahan serta selalu mendukung dan tak hentinya mengingatkan

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman seperjuangan Debora Esteria Tampubolon, Elvia Fidela

Simarmata, Efraim Alexander, Evelin Febriana, dan Tasya Jessica yang

telah memberikan dorongan dan juga semangat bagi penulis selama

penyelesaian skripsi

12. Seluruh teman-teman seangkatan yang telah membantu dan menemani

penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan.

Karenanya, penulis dengan kerendahan hati mengharapkan adanya kritik dan

saran yang membangun demi perbaikan menuju yang lebih baik dan bermanfaat

bagi kita semua, terutama para mahasiswa/i dan kalangan praktisi dibidang

hukum.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada

semua pihak dan semoga kritik dan saran yang telah diberikan mendapatkan

balasan kebaikan berlipat dari Tuhan Yang Maha Esa dan semoga skripsi ini

bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum di negara Republik Indonesia.

Medan, April 2017

Penulis,

ANGGIA DEBORA SITOMPUL

iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 8
E. Keaslian Penulisan........................................................................... 9
F. Metode Penellitia..............................................................................9
G. Sistematika Penulisan.....................................................................13

BAB II TANGGUNG JAWAB PIMPINAN STAF DAN KARYAWAN DI


PONDOK INDAH PASAR BUAH DALAM HAL PENITIPAN
BARANG............................................................................................16

A. Perjanjian Penitipan Barang….......................................................16


B. Hak dan Kewajiban Retail Pondok Indah Pasar Buah Selaku
Penyedia Jasa Penitipan Barang.....................................................26
C. Hak dan Kewajiban Konsumen Selaku Pengguna Jasa Penitipan
Barang ............................................................................................39
D. Kemungkinan-Kemungkinan Yang terjadi Pada Penitipan
Barang.............................................................................................43
E. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Hukum.......................................45

BAB III PROSES PENGGANTIAN BARANG APABILA BARANG YANG


DITITIPKAN HILANG......................................................................55

A. Syarat dan Prosedur Penitipan Barang Di Retail Pondok Indah


Pasar Buah......................................................................................55

Universitas Sumatera Utara


B. Bentuk-Bentuk Ganti Rugi Yang diberikan Pihak Retail Pondok
Indah Pasar Buah terhadap Konsumen Yang Kehilangan Barang
Pada Tempat Penitipan Barang.......................................................59
C. Tata Cara Pengajuan Klaim Ganti Rugi Apabila Kehilangan Barang
pada tempat Penitipan Barang Di Retail Pondok Indah Pasar
Buah................................................................................................63

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PONDOK INDAH PASAR BUAH


DALAM PROSES PENITIPAN BARANG......................................71

A. Perlindungan Hukum Terhadap Penitipan Barang Terkait


Hilangnya Barang Pada Tempat Penitipan Barang Ditinjau Dari
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata..........................................71
B. Perlindungan Hukum Terhadap Penitipan Barang Yang Hilang
Ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen................74

BAB V PENUTUP.............................................................................................78

A. Kesimpulan.....................................................................................78
B. Saran...............................................................................................79

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................81
LAMPIRAN

vi

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebelum tahun 2004 negara Indonesia sebagai Negara hukum meletakkan

dasar pembangunan jangka panjang maupun dalam jangka pendek dalam Garis-

garis Besar Haluan Negara yaitu Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Republik Indonesia No.II/MPR/1993, bahwa pembangunan jangka panjang kedua

bertujuan untuk mewujudkan bangsa yang maju dan juga mandiri serta sejahtera

lahir dan batin sebagai landasan bagi tahap pembangunan selanjutnya menuju

masyarakat yang adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sasaran dalam Pembangunan Jangka panjang kedua merupakan

terciptanya sebuah kualitas manusia dan juga kualitas masyarakat Indonesia yang

mandiri dan juga maju dalam keadaan tenteram dan sejahtera lahir dan juga batin,

dalam kehidupan Bangsa Indonesia yang memiliki keseimbangan dan keselarasan

dalam hubungan antara sesama manusia.

Didalam Garis Besar Haluan Negara yang telah ditetapkan, Bahwa arah

dan juga kebijaksanaan Pembangunan waktu jangka panjang kedua diletakkan

pada bidang ekonomi ysng menjadi penggerak utama dalam pembangunan juga

sejalan dengan majunya kualitas sumber daya manusia dan adanya dorongan

untuk saling memperkuat, saling terkait yang terpadu dengan pembangunan dalam

bidang-bidang lainnya dan salah satunya termasuk bidang usaha yang paling

umum, salah satunya adalah supermarket.

Universitas Sumatera Utara


2

Bidang usaha supermarket yang kita kenal sebagai sebuah toko pelayanan

mandiri yang menawarkan berbagai macam barang dan makanan dagangan untuk

keperluan rumah tangga, terorganisir ke dalam beberapa departemen. Departemen

yang dimaksud terbagi beberapa bagian yang diantaranya departemen food, non

food, household, toys, mapupun stationary. Dari beberapa departemen tersebut

yang paling umum dan paling berdampak bagi perekonomian Negara adalah

departemen food. Walaupun beberapa supermarket besar menggabungkan

beberapa jenis departemen pada satu tempat.

Bidang usaha supermarket dalam beberapa tahun terakhir ini semakin

menjamur karena banyaknya konsumen yang lebih memilih untuk pergi ke

supermarket daripada pergi ke pasar tradisional. Terutama terhadap masyarakat

kota yang daya beli nya semakin tinggi dan menjadikan supermarket sebagai

plihan utama dalam menyuplai kebutuhan sehari-harinya.

Supermarket menawarkan fasilitas-fasilitas yang lebih nyaman, banyak

dan lengkapnya pilihan-pilihan produk dan adanya promo yang berlangsung serta

disertai dengan potongan harga sehingga supermarket menawarkan keamanan dan

kenyamanan yang lebih dalam berbelanja untuk konsumennya, dimana konsumen

memiliki hak-hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan juga jasa.

Terkait aspek keamanan dan kenyamanan, supermarket harus bisa

didukung dengan penitipan barang saat konsumen sedang berbelanja. Seperti

penitipan tas dan beberapa barang berharga milik konsumen. Hal ini tak terlepas

dari peningkatan dan mempertahankan kualitas, Supermarket harus harus serius

Universitas Sumatera Utara


3

dalam masalah jaminan keselamatan dan ganti rugi terhadap barang-barang milik

konsumen. Karena ramainya orang datang ke supermarket, maka semakin banyak

juga orang yang menitipkan barangnya, sehingga akan semakin kompleks juga

masalah-masalah yang dihadapi oleh pihak yang menerima titipan barang atau

pihak Supermarket.

Melihat gentingnya permasalahan tersebut maka Negara tidak lepas tangan

dalam hal ini. Sehingga penitipan barang yang dimaksud juga diatur diatur dalam

Pasal 1694 KUH Perdata yaitu penitipan terjadi apabila seorang menerima sesuatu

barang dari seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan

mengembalikan dalam wujud asalnya.

“Penitipan adalah suatu perjanjian “riil” yang berarti bahwa ia baru terjadi

dengan dilakukannya suatu perbuatan yang nyata, yaitu diserahkannya

barang yang dititipkan.”1

Menurut kata-kata Pasal tersebut, penitipan adalah suatu perjanjian “riil”

yang berarti bahwa ia baru terjadi dengan dilakukannya suatu perbuatan yang

nyata, yaitu diserahkannya barang yang dititipkan,jaditidak seperti perjanjian-

perjanjian lainnya pada umumnya yang lainnya adalah konsensual, yaitu

sudhdilahirkan pada saat tercapainya sepakat tentang hal-hal yang pokok dari

perjanjian-perjanjian itu.2

Menurut Undang-Undang KUH Perdata terdapat 2 (dua) macam yaitu

penitipan barang yang murni (sejati) dan sekestrasi (penitipan dalam perselisihan).

Dalam penitipan barang yang murni (sejati) dianggap dibuat dengan cuma- cuma,
1
R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm. 107
2
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


4

jika tidak diperjanjikan sebaliknya, sedangkan ia hanya dapat mengenai barang-

barang yang bergerak sesuai dengan Pasal 1696 KUH Perdata. Si penerima titipan

barang tidak diperbolehkan memakai barang yang dititipkan untuk keperluan

sendiri tanpa izinnya orang yang menitipkan barang, yang dinyatakan dengan

tegas atau diprasangkakan, atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga

jika ada alasan untuk itu sesuai dengan Pasal 1712 KUH Perdata.

Penitipan dalam perselisihan atau Sekestrasi merupakan penitipan barang

tentang mana ada perselisihan, ditangannya seorang pihak ketiga yang

mengikatkan diri setelah perselisihan itu diputus, mengembalikan barang itu

kepada siapa yang akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya. Penitipan ini

ada yang terjadi dengan persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas perintah

hakim atau pengadilan sesuai dengan Pasal 1730-1734 KUH Perdata.

Penitipan barang yang sejati dalam Undang-undang terbagi atas 2 (dua)

macam yaitu Penitipan barang secara sukarela dan penitipan barang karena

terpaksa yang terdapat pada Pasal 1698 KUH Perdata. Penitipan barang dengan

sukarela terjadi karena ada perjanjian timbal balik antara pemberi titipan dan

penerima titipan sedangkan Penitipan terpaksa merupakan penitipan yang terpaksa

dilakukan oleh karena terjadinya suatu malapetaka, seperti kebakaran, runtuhnya

bangunan, perampokan, karamnya kapal, banjir atau peristiwa lain yang tidak

terduga datangnya.

Pada Pasal 1705 KUH Perdata menjelaskan bahwa Penitipan yang

dilakukan secara terpaksa itu mendapat perlindungan dari Undang-undang yang

tidak kurang dari suatu penitipan yang dilakukan secara terpaksa itu mendapat

Universitas Sumatera Utara


5

perlindungan dari Undang-undang yang tidak kurang dari suatu penitipan yang

terjadi secara sukarela.3

Penerima titipan diberikan kewaijban mengenai perawatan barang yang

dipercayakan kepadanya, memelihara barang titipan seperti memelihara barang

miliknya sendiri sesuai dengan Pasal 1706 KUH Perdata. Ketentuan tersebut

menurut Pasal 1707 harus dilakukan lebih keras dalam beberapa hal, yaitu :

1. Jika si Penerima titipan telah menawarkan dirinya untuk menyimpan

barangnya;

2. Jika ia telah meminta diperjanjikannya sesuatu upah untuk penyimpanan

itu;

3. Jika penitipan telah terjadi sedikit banyak untuk kepentingan si penerima

titipan; dan

4. Jika telah diperjanjikan bahwa si penerima titipan akan menanggung

segala macam kelalaian.4

Penerima titipan harus bertanggung-jawab bila terjadi peristiwa peristiwa

yang tak dapat dipungkiri. Peristiwa-peristiwa yang tak dapat dipungkiri atau

disebut juga dengan “keadaan memaksa” (Bahasa Belanda: “ overmacht ” atau “

force majeur ”) yaitu suatu kejadianyang tak disengaja dan tak dapat diduga 5.

Sebagaimana kita ketahui apabila terjadi resiko kerusakan atau kemusnahan

barang karna diakibatkan oleh karna keadaan memaksa itu memang harus dipikul

oleh pemilik barang sesuai dengan asasnya. Tetapi apabila kemusnahan barang

3
Ibid, hlm. 109
4
Ibid, hlm. 110
5
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


6

titipan disebabkan karena kelalaian si penerima titipan maka penerima barang

harus bertanggung-jawab sesuai dengan yang ditetapkan dalam perjanjian.

Pasal 1709 KUH Perdata meletakkan tanggung-jawab kepada pengurus

rumah penginapan dan penguasa losmen terhadap barang-barang para tamu yaitu

memperlakukan pengurus rumah penginapan dan penguasa losmen tersebut

sebagai orang yang menerima titipan barang. Penitipan barang oleh para tamu itu

dianggap sebagai suatu penitipan karena terpaksa. Selanjutnya Pasal 1710 KUH

Perdata menetapkan bahwa mereka itu bertanggungjawab tentang pencurian atau

kerusakan pada barang-barang kepunyaan para penginap,baik pencurian itu

dilakukan atau kerusakan itu diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau lain-lain

pekerja dari rumah penginapan, maupun oleh setiap orang lain. Namun apabila

melihat Pasal 1711 KUH Perdata seterusnya, mereka tidak bertanggung-jawab

tentang pencurian yang dilakukan oleh orang-orang yang telah dimasukkan sendiri

oleh penginap.6

Didalam prakteknya para pengurus rumah penginapan dan juga penguasa

losmen telah membatasi tanggung jawab mereka dengan cara menempelkan

pengumuman bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas kehilangan barang-

barang berharga seperti perhiasan dan juga uang yang tidak dititipkan ke mereka

secara khusus. Melepaskan keseluruhan tanggung-jawab tentunya tidak

diperbolehkan.

Si penerima barang tidak diperbolehkan menggunakan barang yang telah

dititipkan kepadanya untuk keperluan sendiri tanpa seijin orang yang telah

6
Ibid, hlm. 111

Universitas Sumatera Utara


7

menitipkan barang kepadanya, yang dinyatakan dengan tegas atau

dipersangkakan,atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga jika ada

alasan untuk itu sebagaimana dalam Pasal 1712 KUH Perdata.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka dirasa perlu untuk membahas

perjanjian penitipan barang yang ada dibidang usaha supermarket. Untuk lebih

memfokuskan masalah tersebut, maka masalah ini dihubungkan dengan penitipan

barang yang akan dilaksanakan di Pondok Indah Pasar Buah Medan.

Adapun judul skripsi ini adalah “Pertanggungjawaban Perjanjian

Penitipan Barang Di Pusat Perbelanjaan Menurut Perspektif Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (Studi Di Pondok Indah Pasar Buah)”

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan diangkat dan dibahas berdasarkan latar

belakang tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tanggung jawab pimpinan staf dan karyawan di Pondok

Indah Pasar Buah dalam hal Penitipan Barang?

2. Bagaimana proses penggantian barang apabila barang yang dititipkan

hilang?

3. Bagaimana pertanggungjawaban Pondok Indah Pasar Buah dalam

proses Penitipan Barang?

Universitas Sumatera Utara


8

C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah adapun tujuan penelitian ini, adalah

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui tanggung jawab pimpinan staf dan karyawan di

Pondok Indah Pasar Buah dalam hal Penitipan Barang.

2. Untuk mengetahui proses penggantian barang apabila barang yang

dititipkan hilang.

3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban Pondok Indah Pasar Buah

dalam proses Penitipan Barang.

D. Manfaat Penelitian

Selanjutnya hasil dari penelitian ini diharapkan bisa mempunyai manfaat

sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan pengembangan ilmu

pengetahuan, khasanah dan wawasan serta peningkatan mutu

pengetahuan khususnya mengenai penitipan barang.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat diambil oleh pembuat kebijakan,

penegak hukum dan masyarakat secara keseluruhan, yang artinya bahwa

penelitian dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-

hari khususnya bidang penitipan barang.

Universitas Sumatera Utara


9

E. Keaslian Penulisan

Adapun judul tulisan ini adalah Pertanggungjawaban Perjanjian Penitipan

Barang Di Pusat Perbelanjaan Menurut Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (Studi Di Pondok Indah Pasar Buah). Judul skripsi ini belum pernah

ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sma, sehingga tulisan ini asli, atau dengan

kata lain tidak ada judul yang sama dengan Mahasiswa Fakultas Hukum USU.

Dengan demikian ini keasliaan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah.

F. Metode Penelitian

Dalam melakukan sebuah penelitian tidak lepas dari sebuah metode dalam

melakukan penelitian tersebut. Dalam hal penggunaan metode ini bertujuan dalam

menganalisa masalah yang akan dibahas dalam suatu penelitian. Adapun metode

yang dipakai adalah :

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian hukum normatif empiris ini pada dasarnya

merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan

adanya penambahan berbagai unsur empiris. Pengolahan dan analisis

data pada dasarnya tergantung pada jenis datanya, bagi penelitian

hukum normatif yang hanya mengenal data sekunder saja, yang terdiri

dari: Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum

tersier, maka dalamm mengolah dan menganalisis bahan hukum

tersebut tidak bisa melepaskan diri dari berbagai penafsiran yang

Universitas Sumatera Utara


10

dikenal dalam ilmu hukum.7 Penelitian hukum sosiologis, memandang

hukum sebagai fenomena social (yang berbeda dengan penelitian

hukum normatif yang memandang hukum sebagai norma-norma

positif di dalam sistem perundang-undangan hukum nasional), dengan

pendekatan struktural dan umumnya terkuantifikasi (Kuantitatif )8.

Penelitian hukum normatif dan Penelitian hukum empiris dapat

digabungkan secara serasi, sehingga diperoleh sistematika mengenai

macam-macam penelitian secara umum dan pembagiannya menurut

tujuan penelitian hukum. Misalnya, penelitian terhadap azas-azas

hukum, dapat merupakan penelitian “fact-finding” belaka, atau

mungkin penelitian-penelitian “problem-finding”, “problem-

identification” dan “problem-solution”. Penelitian terhadap efektivitas

hukum, umpamanya, dapat merupakan penelitian diagnostik, yang

kemudian dilanjutkan dengan penelitin preskriptif dan penelitian

evaluatif. Jadi, yang menjadi unsur penantu adalah tujuan penelitian

hukumnya, dan unsur tambahan atau pendukungnya adalah macam-

macam penelitia secara umum sebagaimana dijabarkan secara garis

besar dimuka.9 Metode penelitian normatif-empiris mengenai

implementasi ketentuan hukum normatif dalam aksinya pada setiap

peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Dalam

penelitian jenis ini terdapat tiga kategori yaitu Non Judicial Case Study

7
Amirudin dan H. Zainul Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm.163
8
Ibid, hlm. 167
9
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Sumatera Utara, Jakarta,
1981, hlm.51.

Universitas Sumatera Utara


11

yang menjelaskan tentang pendekatan studi kasus hukum yang tanpa

konflik sehingga tidak ada campur tangan dengan pengadilan, Judicial

Case Study yang merupakan pendekatan studi kasus hukum karena

konflik sehingga akan melibatkan campur tangan dengan pengadilan

untuk memberikan keputusan penyelesaian (Yurisprudensi), Live Case

Study yang menjelaskan tentang pendekatan pada suatu peristiwa

hukum yang prosesnya masih berlangsung atau juga belum berakhir.

Dari beberapa kategori tersebut, penulisan skripsi ini menggunakan

Non Judicial Case Study dan Live Case Study.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan

atau menjelaskan norma-norma hukum positif mengenai bagaimana

tanggung jawab Supermarket Pondok Indah Pasar Buah selaku pelaku

usaha kepada konsumen khususnya dalam hal ini terkait dengan

perjanjian penitipan barang. Bagaimana tanggung jawab tersebut diatur

dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

pembahasan di dalam skripsi ini.10

3. Sumber Data

Penelitian dalam skripsi ini menggunakan data primer dan sekunder.

Data primer ialah sumber data yang didapatkan melalui wawancara

atau interaksi secara langsung, maka penulisan skripsi ini melakukan

wawancara terhadap manager retail Supermarket Pondok Indah Pasar

10
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT.Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2004, hlm.50

Universitas Sumatera Utara


12

Buah untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab retail Supermarket

Pondok Indah Pasar Buah apabila konsumen kehilangan barang pada

tempat penitipan barang retail yang bersangkutan. 11 Adapula penelitian

ini juga menggunakan data sekunder yang bersumber dari bahan-bahan

hukum antara lain sebagai berikut:12

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yakni peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan berkaitan dengan judul skripsi yang diangkat yaitu

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Bahan Hukum Sekunder

Merupakan sebuah bahan yang memberikan penjelasan tentang

hukum primer yang bersumber dari buku-buku ataupun literatur

ilmiah hukum yang berkaitan dengan judul penelitian

c. Bahan Hukum Tertier

Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum penyokong petunjuk,

penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder antara lain dapat

berupa kamus, ensiklopedi, internet maupun bentuk-bentuk

lainnya.

4. Analisis Data

Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian

yang bersifat deskriptif, analisis data yang dipergunakan adalah

11
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2011, Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat,Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.12.
12
Ibid., hlm.13

Universitas Sumatera Utara


13

pendekatan kualitatif terhadap bahan hukum primer dan sekunder.13

Analisis data dalam metode kulitatif agar dapat memahami apa yang

sebenarnya sedang ditelitinya. Metode ini dilakukan dengan

penelaahan bahan-bahan hukum baik primer maupun sekunder tentang

peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi dan terkait dengan judul

skripsi.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar

tidak terjadinya kesalapahaman dalam penulisan skripsi ini, maka penulisan

skripsi ini, maka membaginya dalam beberapa bab dan tiap bab dibagi lagi ke

dalam beberapa sub-sub bab.

Adapun bab-bab yang dimaksud adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN, dalam bab ini penjelasan secara jelas

sistematikadan komponen awal maupun dasar-dasar dalam

penulisan skripsi ini, membahas mengenai latar belakang yang

menjelaskan alas an pemilihan judul penelitian yang kemudian

akan dilanjutkan dengan perumusan masalah dan diikuti dengan

tujuan penelitian serta manfaat dari penelitian, tinjauan

keperpustakaan, metode penulisan apakah yang digunakan di

dalam penulisan skripsi ini serta diakhiri dengan sistematika

penulisan.

13
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 107

Universitas Sumatera Utara


14

BAB II TANGGUNG JAWAB PIMPINAN STAF DAN KARYAWAN

DI PONDOK INDAH PASAR BUAH DALAM HAL

PENITIPAN BARANG, dalam bab ini membahas tentang

pertanggungjawaban pimpinan staf dan karyawan Pondok Indah

Pasar Buah mengenai jasa dan titipan barang, dan membahas

mengenai hak dan kewajiban penyedia jasa penitipan barang,

hak dan kewajiban konsumen, serta menelaah struktur

organisasi di Pondok Indah Pasar Buah.

BAB III PROSES PENGGANTIAN BARANG APABILA BARANG

YANG DITITIPKAN HILANG, dalam bab ini berisikan

mengenai bagaimana proses penggantian barang yang hilang

pada penitipan barang, juga membahas mengenai syarat-syarat

dan juga prosedur penitipan barang, serta membahas mengenai

bentuk-bentuk ganti rugi yang diberikan oleh pihak Pondok

Indah Pasar Buah terhadap konsumen, dan juga membahas tata

cara pengajuan klaim ganti rugi apabila kehilangan barang pada

tempat penitipan barang di retail Pondok Indah Pasar Buah.

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PONDOK INDAH PASAR

BUAH DALAM PROSES PENITIPAN BARANG, dalam bab

ini membahas mengenai pertanggungjawaban pihak Pondok

Indah Pasar Buah dalam proses penitipan barang yang ditinjau

dari KUH Perdata serta membahas mengenai perlindungan

Universitas Sumatera Utara


15

hukum terhadap penitipan barang yang hilang ditinjau dari

Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

BAB V PENUTUP, dalam bab ini terdapat kesimpulan dan saran

sebagai bagian akhir dari penulisan skripsi ini, memberikan

rangkuman dari kesimpulan jawaban atas semua rumusan

masalah serta saran berupa masukan-masukan dalam

penyelesaian masalah yang ada di dalam penulisan skripsi ini

sebagai rekomendasi kedepannya agar dapat mencegah

permsalahan yang serupa timbul kembali.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TANGGUNG JAWAB PIMPINAN STAF DAN KARYAWAN DI PONDOK

INDAH PASAR BUAH DALAM HAL PENITIPAN BARANG

A. PERJANJIAN PENITIPAN BARANG

1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perjanjian tertulis

atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu. 14 Pengertian

Perjanjian tersebut dapat dilihat dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (KUH Perdata) tentang Perikatan dalam Pasal 1313 KUH Perdata, yakni :

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, pengertian perjanjian tersebut tidak jelas.

Definisi perjanjian yang tidak jelas ini disebabkan di dalam rumusan tersebut

hanya disebutkan suatu perbuatan saja, sehingga yang bukan merupakan

perbuatan hukum pun dapat disebut dengan perjanjian.15 Menurut Rahmad

Setiawan, definisi tersebut tidak lengkap, karena hanya menyebutkan perjanjian

sepihak saja dan juga sangat luas karena dengan dipergunakannya perbuatan

tersebut harus diartikan sebagai suatu perbuatan hukum yaitu yang bertujuan

menimbulkan akibat hukum. Perkataan “saling mengikatkan diri” ditambahkan

sehingga menurut Rahmad Setiawan perjanjian adalah “suatu perbuatan hukum, di

14
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikhasar Indonesia Edisi Ketiga, Balai
Pustaka, Jakarta, 2005, hlm. 458
15
Salim H.S., 2002, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta,
hlm.160

16

Universitas Sumatera Utara


17

mana satu orang atau lebih saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau

lebih”.16

Perjanjian adalah sumber perikatan, disamping sumber-sumber lainnya.

Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan,karena dua pihak atau lebih itu

setuju untuk membuat perjanjian. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan

(perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. 17 Menurut Subekti,

perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang

lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 18

Menurut pendapat yang banyak dianut atau dapat disebut juga

Communism Opinion Cloctortinz menjelaskan bahwa perjanjian merupakan suatu

perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.

Hal ini sependapat dengan Sudikno, yang mengatakan perjanjian adalah hubungan

hukum antara dua pihak atau lebih berdasar kata sepakat untuk menimbulkan

suatu akibat hukum.19 Pendapat lainnya yaitu menurut Wirjono Prodjokoro, yang

dimaksud dengan perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai harta benda

antara dua pihak, dimana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk

melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain

berhak menuntut pelaksanaan atas janji itu.20 Dari pendapat-pendapat tersebut,

pada dasarnya perjanjian merupakan proses interaksi juga hubungan hukum dan

dua perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak satu dan penerimaan oleh pihak

16
Rahmat Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1987, hlm. 49
17
R.Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2001, hlm.1
18
R.Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001, hlm.36
19
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 1985,
hlm.97-98
20
Wirjono Prodjokoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1981, hlm.9

Universitas Sumatera Utara


18

lainnya maka tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang

mengikat kedua belah pihak. Pengertian perjanjian pada Pasal 1313 KUH Perdata,

mendapat kritik dari para sarjana karena mengandung beberapa kelemahan.

Sehingga di dalam prakteknya mengakibatkan berbagai keberatan akibat di satu

pihak batasan sangat kurang lengkap, tapi di pihak lain terlalu luas.

Pada Pasal 1313 KUH Perdata tentang rumusan pengertian perjanjian

tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa suatu perjanjian akan selalu ada

dua pihak, di mana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi atau disebut

dengan debitor dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut

atau disebut juga dengan kreditor. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata

mengandung unsur-unsur yakni, Perbuatan dimana kata “perbuatan” pada

perjanjian lebih tepat jika diganti dengan kata tindakan hukum atau kata perbuatan

hukum, karena membawa akibat hukum untuk para pihak yang memperjanjikan.

Kemudian satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih, Untuk adanya

perjanjian, paling sedikit harus memiliki dua pihak yang saling berhadapan dan

saling memberikan suatu pernyataan yang cocok atau pas satu sama lain. Pihak

tersebut adalah orang atau juga badan hukum. Kemudian Mengikatkan dirinya, di

dalam suatu perjanjian terdapat unsur yang diberikan oleh pihak yang satu kepada

pihak lain. Dalam perjanjian ini orang terikat terhadap akibat hukum yang muncul

karena kehendaknya itu sendiri.

a. Perjanjian Penitipan Barang

1. Pengertian Perjanjian Penitipan Barang

Universitas Sumatera Utara


19

Pengertian perjanjian penitipan barang terdapat dalam Pasal 1694 KUH

Perdata yang menjelaskan bahwa penitipan adalah terjadi, apabila seorang

menerima sesuatu barang dari seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan

menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya.

Berdasarkan Pasal 1694 KUH Perdata ini maka dapat diketahui bahwa

penitipan terjadi jika barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan.

Oleh karena itu perjanjian penitipan barang merupakan termasuk jenis perjanjian

riil. Perjanjian riil adalah perjanjian yang baru terjadi kalau dilakukan suatu

perbuatan yang nyata yaitu adanya penyerahan barang yang dititipkan tersebut. 21

Maka perjanjian penitipan barang tidak seperti perjanjian-perjanjian lainnya pada

umumnya yang lazimnya adalah konsensual, yaitu sudah dilahirkan pada saat

tercapainya kata sepakat tentang hal-hal yang pokok dari perjanjian itu.22 Ditinjau

dari sifat penitipan yang merupakan “kontrak riil”, dengan consensus saja

persetujuan penitipan belum mengikat. Persetujuan baru mulai mengikat para

pihak, setelah adanya penyerahan dan penerimaan barang yang dititipkan, jadi

lahirnya penitipan harus dengan tindakan hukum. Yakni, adanya tindakan

penyerahan dan penerimaan dari pihak yang menitipkan kepada penerima titipan.

Kalau begitu adanya kehendak dan persetujuan belum dipandang sebagai

persetujuan penitipan, selama barang yang menjadi objek titipan belum

diserahkan dan diterima oleh pihak yang menerima titipan.23

Penyerahan dan penerimaan titipan itulah tindakan hukum yang

melahirkan persetujuan penitipan. Tindakan penyerahan dan penerimaan inilah


21
R.Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit, hal. 49.
22
R.Subekti, Aneka Perjanjian, Op.Cit, hal. 108.
23
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung,1986, hlm. 281

Universitas Sumatera Utara


20

yang menimbulkan konsekuensi adanya kewajiban pada kedua belah pihak

sebagaimana dalam Pasal 1697 KUH Perdata.24

2. Jenis-Jenis Penitipan Barang

Di dalam KUH Perdata, terdapat dua jenis penitipan barang, yakni

penitipan yang sejati dan sekestrasi. Berikut penjelasan mengenai jenis-jenis

penitipan barang:

a. Penitipan Barang Yang Sejati

Menurut Pasal 1696 KUH Perdata, Penitipan barang yang sejati dianggap

dibuat dengan cuma-cuma, jika tidak diperjanjikan sebaliknya, sedangkan ia

hanya dapat mengenai barang-barang yang bergerak. Perjanjian tersebut tidaklah

telah terlaksana selainnya dengan penyerahan barangnya secara sungguh-sungguh

atau secara dipersangkakan menurut ketentuan Pasal 1697 KUH Perdata.

Ketentuan ini menggambarkan lagi sifatnya riil dari perjanjian penitipan, yang

berlainan dari sifat perjanjian-perjanjian lain pada umumnya yang adalah

konsesual.25 Penitipan barang yang sejati ada dua macam, yaitu sebagai berikut:

1. Penitipan Barang Dengan Sukarela

Menurut Pasal 1699 KUH Perdata Penitipan barang dengan

sukarela terjadi karena sepakat bertimbal-balik antara pihak yang

menitipkan barang dan pihak yang menerima titipan. Penitipan

barang dengan sukarela hanyalah dapat terjadi antara orang-orang

yang mempunyai kecakapan untuk membuat suatu perjanjian-

24
Ibid.
25
R.Subekti, Op.Cit, hal. 108

Universitas Sumatera Utara


21

perjanjian. Namun jika seorang yang cakap membuat perjanjian,

menerima penitipan suatu barang dari seorang yang tidak cakap

untuk membuat suatu perjanjian, maka tunduklah ia pada semua

kewajiban yang dipikul oleh seorang penerima titipan yang

sungguh-sungguh menurut dalam Pasal 1701 KUH Perdata. Yang

dimaksudkan oleh ketentuan tersebut ialah meskipun penitipan

sebagai suatu perjanjian sah yang hanya dapat diadakan antara

orang-orang yang cakap menurut hukum, namun apabila seseorang

yang cakap menerima suatu penitipan barang dari seorang yang

tidak cakap maka si penerima titipan harus melakukan semua

kewajiban yang berlaku dalam suatu perjanjian penitipan yang

sah.26

Dalam Pasal 1702 KUH Perdata menjelaskan jika penitipan

dilakukan oleh seorang yang berhak kepada seorang yang tidak

cakap untuk membuat perjanjian, maka pihak yang menitipkan

hanyalah mempunyai hak terhadap pihak yang menerima titipan

untuk menuntut pengembalian barang yang dititipkan, selama

barang masih ada pada pihak yang terakhir itu; atau barangnya

sudah tidak ada lagi pada si penerima titipan, maka dapatlah si

pemberi titipan menuntut pemberian ganti rugi sekadar si penerima

titipan itu telah memperoleh manfaat dari barang tersebut. Dimana

maksudnya adalah, bahwa apabila seseorang yang cakap menurut

26
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


22

hukum menitipkan barang kepada seorang yang tidak cakap, maka

ia mendapat risiko kalau barang itu dihilangkan. Hanya jika,

apabila si penerima titipan itu ternyata telah memperoleh manfaat

dari barang yang telah dihilangkan, maka orang yang menitipkan

dapat menuntut atas pemberian ganti rugi. Si penerima titipan

dapat dikatakan telah memperoleh manfaat dari barang yang telah

dihilangkan itu umpamanya kalau ia telah menjualnya dan uang

pendapatan penjualan telah dipakainya. Jadi jika barangnya hilang

karena dicuri orang karena si penerima titipan tidak menyimpannya

dengan baik, tidak ada tuntutan ganti rugi. Dengan sendirinya

tuntutan pemberian ganti rugi ini harus dilakukan terhadap

orangtua atau wali dari si penerima titipan.27

2. Penitipan Barang Karena Terpaksa

Menurut Pasal 1703 KUH Perdata, penitipan karena

terpaksa adalah penitipan yang terpaksa dilakukan oleh seorang

karena timbulnya sesuatu malapateka, misalnya kebakaran,

runtuhnya gedung, perampokan, karamnya kapal, banjir dan lain-

lain peristiwa yang tak tersangka. Dalam Pasal 1705 KUH Perdata

disebutkan bahwa penitipan barang karena terpaksa ini diatur

menurut ketentuan seperti yang berlaku terhadap penitipan

sukarela. Maksudnya adalah bahwa suatu penitipan yang dilakukan

secara terpaksa itu mendapat perlindungan dari undang-undang

27
Ibid, hal. 109.

Universitas Sumatera Utara


23

yang tidak kurang dari suatu penitipan yang terjadi secara

sukarela.28

b. Penitipan Barang Sekestrasi

Sekestrasi dalam Pasal 1730 ayat (1) KUH Perdata ialah penitipan barang

tentang mana ada perselisihan, diatangannya seorang pihak ketiga yang

mengikatkan diri untuk, setelah perselisihan itu diputus, mengembalikan barang

itu kepada siapa yang akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya. Penitipan

ini ada yang terjadi dengan persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas perintah
29
Hakim atau Pengadilan. Penitipan barang sekestrasi ini terdiri atas dua macam,

yaitu:

1. Sekestrasi yang Terjadi dengan Perjanjian atau Persetujuan

Menurut Pasal 1731 KUH Perdata, Sekestrasi karena perjanjian atau

persetujuan terjadi apabila barang yang telah menjadi sengketa

diserahkan kepada seorang pihak ketiga oleh satu orang atau lebih

secara sukarela. Sekestrasi dapat mengenai baik barang-barang

bergerak maupun barang-barang tak bergerak sesuai Pasal 1734 KUH

Perdata, jadi berlainan dari penitipan barang yang sejati, yang hanya

dapat mengenai barang yang bergerak saja. Dalam Pasal 1735 KUH

Perdata, Si penerima titipan yang ditugaskan melakukan sekestrasi

tidak dapat dibebaskan dari tugasnya, sebelum persengketaan

28
Ibid.
29
Ibid, hlm.115

Universitas Sumatera Utara


24

diselesaikan, kecuali apabila semua pihak yang berkepentingan

menyetujuinya atau apabila ada suatu alasan lain yang sah.

2. Sekestrasi atas Perintah Hakim

Pasal 1736 KUH Perdata menjelaskan bahwa Sekestrasi atas perintah

Hakim terjadi apabila Hakim memerintahkan supaya suatu barang

tentang mana ada sengketa, dititipkan kepada. Selanjutnya mengenai

sekestrasi atas Perintah Hakim dijelaskan dalam Pasal 1737 KUH

Perdata sebagai berikut: Sekestrasi guna keperluan Pengadilan

diperintahkan kepada seorang yang disetujui oleh pihak-pihak yang

berkepentingan atau kepada seorang yang ditetapkan oleh Hakim

karena jabatan. Dalam kedua-duanya hal, orang kepada siapa

barangnya telah dipercayakan, tunduk kepada segala kewajiban yang

terbit dalam halnya sekestrasi dengan persetujuan, dan selainnya itu ia

diwajibkan saban tahun, atas tuntutan Kejaksaan, memberikan suatu

perhitungan secara ringkas tentang pengurusannya kepada

Pengadilan, dengan memperlihatkan ataupun menunjukkan barang-

barang yang dipercayakan kepadanya, namun disetujuinya

perhitungan itu tidak akan dapat diajukan terhadap para pihak yang

berkepentingan.

Hakim dapat memerintahkan sekestrasi:

1. Terhadap barang-barang bergerak yang telah disita

ditangannya seorang berutang (debitor).

Universitas Sumatera Utara


25

2. Terhadap suatu barang bergerak maupun tak bergerak,

tentang mana hak miliknya atau hak penguasaannya

menjadi persengketaan;

3. Terhadap barang-barang yang ditawarkan oleh seorang

berutang (debitor) untuk melunasi utangnya dalam

Pasal 1738 KUH Perdata.

Penyitaan yang disebutkan poin pertama diatas adalah

penyitaan conservatoir yang telah dilakukan atas permintaan

seorang penggugat, sedangkan penawaran barang-barang oleh

seorang debitor kepada kreditornya untuk melunasi utangnya,

sebagaimana disebutkan poin ke-3, dilakukan dalam hal kreditor

itu menolak pembayaran yang akan dilakukan debitornya, sehingga

debitor ini terpaksa meminta bantuan seorang jurusita atau notaris

untuk menawarkan barang atau uang tersebut (secara resmi)

kepada kreditor tersebut. Apabila penawaran tersebut ditolak oleh

kreditor, maka barang atau uang tersebut dapat dititipkan

dikepaniteraan Pengadilan atau kepada seorang yang ditunjuk oleh

Hakim. Perbuatan ini akan disusul oleh suatu gugatan dari debitor

tersebut untuk menyatakan sah penitipan tersebut, dan dengan

disahkannya penitipan itu, maka si debitor dibebaskan dari

utangnya.30

30
Ibid, hal. 117.

Universitas Sumatera Utara


26

B. Hak dan Kewajiban Retail Pondok Indah Pasar Buah Selaku Penyedia

Jasa Penitipan Barang

Dalam perjanjian penitipan barang, pihak yang terkait adalah pihak yang

menitipkan barang dan pihak yang akan menerima titipan barang tersebut. Para

pihak memiliki hak dan juga kewajiban mereka masing-masing. Berikut akan

dijelaskan apa-apa saja yang menjadi hak dan kewajiban para pihak dalam

perjanjian penitipan barang yang diatur dalam KUH Perdata.

Untuk perjanjian penitipan barang yang sejati, Hak sukarela maupun hak

terpaksa di dalam Pasal 1706 KUH Perdata mengharuskan si penerima titipan,

mengenai perawatan atas barang yang telah dipercayakan kepadanya,

memeliharanya seperti memelihara barang miliknya sendiri.

Menurut Pasal 1707 KUH Perdata harus dilakukan lebih keras dalam

beberapa hal, yakni:

1. Jika si penerima titipan telah menawarkan dirinya untuk menyimpan

barangnya ;

2. Jika si penerima titipan telah diminta diperjanjikannya sesuatu untuk

penyimpanan barang titipan ;

3. Jika penitipan telah terjadi sedikit banyak untuk kepentingan si penerima

titipan ; dan

4. Jika telah diperjanjikan bahwa si penerima titipan akan menanggung

segala macam bentuk kelalaian.

Kadang dapat kita lihat tidak sekali-kali si penerima titipan bertanggung

jawab tentang peristiwa-peristiwa yang tak dapat dihindarinya, kecuali bila ia

Universitas Sumatera Utara


27

telah lalai dalam pengembalian barang yang telah dititipkannya. Didalam Pasal

1708 KUH Perdata dijelaskan juga bahwa Penerima titipan barang tidak akan

bertanggungjawab apabila barang yang dititipkan akan musnah seandainya telah

berada ditangan orang yang menitipkan.

Menurut Subekti, peristiwa yang tak dapat dihindari atau yang lazimnya

dalam bahasa hukum dinamakan “keadaan memaksa” (Bahasa Belanda:

“overmacht” atau “force majeur”), merupakan suatu kejadian yang tak disengaja

dan tidak dapat diduga. Risiko kemusnahan barang karena suatu keadaan

memaksa itu pada asasnya harus dipikul oleh pemilik barang. Namun jika si

penerima titipan itu telah lalai dalam mengembalikan barangnya sebagaimana

telah ditetapkan dalam perjanjian, maka ia mengoper tanggung jawab tentang

kemusnahan barangnya jika terjadi sesuatu. Tanggung jawab ini hanya dapat

dilepaskan jika ia dapat membuktikan bahwa barangnya juka akan musnah jika

seandainya sudah diserahkan kepada orang yang menitipkan barang, misalnya

barang itu mengandung suatu cacat yang pasti juga akan menyebabkan

kemusnahannya biarpun ia berada ditangan orang yang menitipkan.31

Mengenai kewajiban bagi orang-orang yang menyelenggarakan Rumah

Penginapan dan Losmen, dimana didalam Pasal 1709 KUH Perdata meletakkan

tanggung jawab kepada pengurus rumah penginapan dan penguasa losmen

terhadap barang-barang para tamu yakni memperlakukan pengurus rumah

penginapan dan penguasa losmen tersebut sebagai orang yang menerima titipan

barang. Penitipan barang oleh para tamu hotel itu dianggap sebagai penitipan

31
R.Subekti, Op.Cit, hlm.110

Universitas Sumatera Utara


28

karena terpaksa. Kemudian pada Pasal 1710 KUH Perdata menjelaskan bahwa

mereka itu bertanggung jawab atas pencurian atau kerusakan pada barang-barang

kepunyaan para penginap, baik pencurian itu dilakukan atau kerusakan itu

dilakukan oleh pelayan-pelayan atau lain-lain pekerja yang berasal dari rumah

penginapan, maupun oleh setiap orang lain. Namun pada Pasal 1711 KUH Perdata

seterusnya dijelaskan bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas pencurian yang

dilakukan dengan kekerasan atau yang dilakukan oleh orang-orang yang telah

dimasukkan sendiri oleh si penginap.

Dalam prakteknya para pengurus rumah penginapan atau juga penguasa

losmen itu membatasi tanggung jawab mereka dengan menempelkan suatu

pengumuman bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas hilangnya barang-

barang yang berharga seperti uang dan juga perhiasan yang tidak secara khusus

dititipkan kepada mereka. Melepaskan tanggung jawab terhadap semua barang

tentunya tidak dibolehkan.32

Selanjunya dalam Pasal 1712 KUH Perdata dijelaskan bahwa penerima

titipan tidak diperbolehkan menggunakan barang yang dititipkan untuk keperluan

sendiri tanpa izin orang yang telah menitipkan barang, yang dinyatakan dengan

tegas atau dipersangkakan atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga

jika ada alasan untuk itu. Selanjutnya dalam Pasal 1713 KUH Perdata si penerima

titipan tidak diperbolehkan menyelidiki tentang wujudnya barang yang dititipkan

jika barang itu dipercayakan kepadanya dalam suatu kotak yang tertutup atau

dalam suatu sampul yang tersegel.

32
Ibid, hlm.11

Universitas Sumatera Utara


29

Dalam Pasal 1714 KUH Perdata dijelaskan bahwa si penerima titipan

diwajibkan mengembalikan barang yang sama yang telah diterimanya. Dengan

demikian maka jumlah-jumlah uang harus sama seperti yang dititipkan, tak peduli

apakah mata uang itu telah naik atau telah turun nilainya.

Selanjutnya Pasal 1715 KUH Perdata, si penerima titipan hanya

diwajibkan mengembalikan barang yang dititipkan dalam keadaannya pada saat

pengembalian itu. Kemunduran-kemunduran yang dialami barang tersebut diluar

kesalahan si penerima titipan, adalah atas tanggungan pihak yang menitipkan.

Dalam Pasal 1716 KUH Perdata dijelaskan jika barangnya dengan paksaan

dirampas dari tangannya si penerima titipan dan orang ini telah menerima

harganya atau sesuatu barang lain sebagai gantinya, maka ia harus menyerahkan

apa yang diterimanya sebagai ganti itu kepada orang yang menitipkan barang.

Seorang ahli waris dari si penerima titipan, yang karena ia tidak tahu

bahwa suatu barang adalah barang titipan, dengan itikad baik telah menjual

barang tersebut, hanyalah diwajibkan mengembalikan harga pembelian yang

diterimanya, atau jika ia belum menerima harga itu, menyerahkan hak tuntutannya

terhadap si pembeli barang dijelaskan dalam Pasal 1717 KUH Perdata. Jika ia

menjualnya barang itu dengan itikad buruk, maka dengan sendirinya selainnya ia

harus mengembalikan uang pendapatan penjualan itu, ia juga dapat dituntut

membayar ganti rugi.33

Dalam Pasal 1718 KUH Perdata diterangkan apabila barang yang

dititipkan itu telah memberikan hasil-hasil yang dipungut atau diterima oleh si

33
Ibid, hlm.112

Universitas Sumatera Utara


30

penerima titipan, maka ia diwajibkan mengembalikannya. Apabila hal yang

dititipkan itu berupa uang, si penerima titipan tidak diharuskan membayar bunga,

selainnya sejak hari ia lalai mengembalikannya, setelah diperingatkan.

Ketentuan tersebut adalah wajar, karena menurut hakekat suatu perjanjian

penitipan si penerima tidak boleh memakai uang yang dititipkan itu, bahkan ia

harus mengembalikannya dalam mata uang yang sama seperti yang diterimanya

seperti yang dijelaskan Pasal 1714 KUH Perdata. Tetapi jika ia lalai

mengembalikan uang titipan itu setelah ia diperingatkan, orang yang menitipkan

akan menderita kerugian karena ia sudah mulai memerlukan uang itu, sehingga

pembebanan pembayaran bunga itu dianggap pantas. Dan bunga yang dibebankan

ini tentunya adalah yang dinamakan “bunga moratoir”, terhitung mulai

pengembalian uang titipan itu dituntutnya dimuka pengadilan. Apa yang dikenal

sebagai “deposito” dengan bunga (meskipun “deposito” artinya penitipan), bukan

penitipan yang kita bicarakan disini, karena pihak yang menerima deposito (uang)

dibolehkan untuk memakai uang yang dititipkan dan menyanggupi untuk

membayar bunga atas penitipan itu. Pada hakekatnya perjanjian deposito uang itu

adalah suatu perjanjian pinjam uang dengan bunga.34

Selanjutnya dalam Pasal 1719 KUH Perdata, si penerima titipan tidak

diperbolehkan mengembalikan barangnya titipan selainnya kepada orang yang

menitipkannya kepadanya atau kepada orang yang atas namanya penitipan itu

telah dilakukan atau yang ditunjuk untuk menerima kembali barangnya.

34
R.Subekti, Op.Cit, hlm.114

Universitas Sumatera Utara


31

Mengacu pada 1720 KUH Perdata penerima titipan tidak diperbolehkan

menuntut dari orang yang menitipkan barang, suatu bukti bahwa orang itu pemilik

barang tersebut. Namun, jika ia mengetahui bahwa barang itu adalah barang

curian, dan siapa pemiliknya sebenarnya, maka haruslah ia memberi tahu kepada

orang ini bahwa barangnya dititipkan kepadanya, disertai peringatan supaya

meminta kembali barang itu didalam suatu waktu tertentu yang patut. Kepada

siapa pemberitahuan itu telah dilakukan, melalaikan untuk meminta kembali

barangnya, maka si penerima titipan dibebaskan secara sah jika ia menyerahkan

barang itu kepada orang dari siapa ia telah menerimanya.

Kemudian, apabila orang yang menitipakan barang meninggal, maka

barangnya hanya dapat dikembalikan kepada ahli warisnya. Apabila ada lebih dari

seorang ahli waris, maka barangnya harus dikembalikan kepada mereka

kesemuanya atau kepada masing-masing untuk bagiannya. Barang yang dititipkan

tidak dapat dibagi-bagi, maka para ahli waris harus mengadakan mufakat tentang

siapa yang diwajibkan mengopernya hal ini sudah di tentukan pada Pasal 1721

KUH Perdata.

Mengenai perubahan kedudukan seorang yang menitipkan dijelaskan pada

Pasal 1722 KUH Perdata yakni apabila orang yang menitipkan barang berubah

kedudukannya misalnya seorang perempuan yang pada waktu menitipkan barang

tidak bersuami, kemudian kawin; seorang dewasa yang menitipkan barang ditaruh

dibawah pengampuan; dalam hal ini dan dalam hal-hal semacam itu, barang yang

dititipkan tidak boleh dikembalikan selainnya kepada orang yang melakukan

pengurusan atas hak-hak dan harta-benda orang yang menitipkan barang, kecuali

Universitas Sumatera Utara


32

apabila orang yang menerima titipan mempunyai alasan-alasan yang sah untuk

tidak mengetahui perubahan kedudukan tersebut. Tentang seorang perempuan tak

bersuami yang kemudian kawin, sekarang tidak merupakan halangan lagi bagi si

penerima titipan; untuk tetap mengembalikan barangnya titipan kepada

perempuan itu, tanpa ijin tertulis atau bantuan dari suaminya, sejak adanya

yurisprudensi yang menyatakan Pasal 108 KUH Perdata sudah tidak berlaku lagi.

Apabila seorang yang melakukan penitipan barang seorang wali ataupun

seorang pengampu maka barangnya hanya dapat dikembalikan kepada orang yang

diwakili oleh wali, pengampu, suami atau penguasa tersebut. Seperti yang

dijelaskan pada Pasal 1723 KUH Perdata yakni

“Jika penitipan barang telah dilakukan oleh seorang wali pengampu, suami

atau pengurus, dan kemudian kekuasaan mereka berakhir maka brangitu

hanya boleh dikembalikan kepada pemilik sah barang itu yaitu orang yang

wakili oleh wali, pengampu, suami atau pengurus itu.”

Pasal 1724 KUH Perdata juga menjelaskan mengenai pengembalian

barang yang dititipkan harus dilakukan ditempat yang ditunjuk dalam perjanjian.

Perjanjian tidak menunjuk tempat itu, barangnya harus dikembalikan ditempat

terjadinya penitipan. Adapun biaya yang harus dikeluarkan untuk itu harus

ditanggung oleh orang yang menitipkan barang.

Barang yang dititipkan harus dikembalikan kepada orang yang menitipkan,

seketika apabila dimintanya, sekalipun dalam perjanjiannya telah ditetapkan suatu

waktu lain untuk pengembaliannya, kecuali apabila telah dilakukan suatu

penyitaan atas barang-barang yang berada ditangannya si penerima titipan. Dari

Universitas Sumatera Utara


33

ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa apabila dalam perjanjian penitipan

ditetapkan lamanya waktu penitipan, maka penetapan waktu ini hanya mengikat si

penerima titipan tetapi tidak mengikat pihak yang menitipkan barang. Setiap

waktunya, barang titipan itu dapat diminta kembali. Hal yang dapat menghalangi

pengembalian barang adalah penyitaan yang telah diletakkan oleh pihak ketiga

atas barang tersebut. Ini dapat terjadi misalnya apabila timbul suatu sengketa

mengenai barang yang bersangkutan. Dalam hal yang demikian maka jalan yang

harus ditempuh oleh orang yang menitipkan barang adalah mengajukan

perlawanan (verzet) terhadap penyitaan tersebut kepada Pengadilan Negeri.35

Si penerima titipan yang mempunyai alasan yang sah untuk membebaskan

diri dari barang yang dititipkan, meskipun belum tiba waktunya yang ditetapkan

dalam perjanjian, juga berhak mengembalikan barangnya kepada orang yang

menitipkan atau jika orang ini menolaknya, meminta izin hakim untuk menitipkan

barangnya disuatu tempat lain. Untuk membebaskan diri dari barang titipan

sebelum lewatnya waktu yang ditetapkan, bagi si penerima titipan tentu harus ada

suatu alasan yang sah dan apabila permintaannya untuk mengembalikan

barangnya ditolak oleh orang yang menitipkan, diperlukan izin dari hakim untuk

menitipkan barang itu ditempat lain, misalnya dikantor Balai Harta Peninggalan

atau di Kepaniteraan Pengadilan Negeri. Hal mengenai alasan yang sah untuk

dibebaskan dari barang yang dititipkan diatur pada Pasal 1276 KUH Perdata.

Pasal 1727 KUH Perdata menjelaskan segala kewajiban si penerima titipan

berhenti jika ia mengetahui dan dapat membuktikan bahwa dia sendirilah pemilik

35
Ibid, hlm.114

Universitas Sumatera Utara


34

barang yang dititipkan itu. Dalam hal yang demikian, maka perjanjian penitipan

hapus dengan sendirinya, karena si penerima titipan ternyata menguasai barang

miliknya sendiri.

Selanjutnya pada Pasal 1728 KUH Perdata, Orang yang menitipkan barang

diwajibkan mengganti kepada si penerima titipan segala biaya yang telah

dikeluarkan untuk menyelamatkan barang yang dititipkan, serta mengganti

kepadanya semua kerugian yang disebabkan karena penitipan itu.

Sesuai dengan ketentuan diatas, Pasal 1729 KUH Perdata menyatakan

bahwa si penerima titipan berhak menahan barangnya hingga segala apa yang

harus dibayar kepadanya karena penitipan tersebut dilunasi. Setelah itu, untuk

perjanjian penitipan barang sekestrasi, pada umumnya tunduk pada aturan-aturan

yang sama dengan penitipan sejati, dengan pengecualian-pengecualian yaitu

dalam hal penitipan sekestrasi atas perintah Hakim, pengangkatan seorang

penyimpan barang dimuka Hakim, menerbitkan kewajiban-kewajiban yang

bertimbal balik antara si penyita dan si penyimpan. Mengenai kewajiban seorang

yang dipilih oleh pengadilan diatur dalam Pasal 1739 KUH Perdata, yang berisi :

“Pengangkatan seorang penyimpan oleh Pengadilan, menimbulkan

kewajiban-kewajiban timbal balik antara penyita dan penyimpan.

Penyimpan wajib memelihara barang yang disita itusebagai seorang bapak

rumah tangga yang baik. Ia wajib menyerahkan barang itu baik untuk

dijual guna melunasi piutang penyita, maupun untuk dikembalikan kepada

orang yang barangnya kena sita, jika penyitaan atas barangnya itu telah

Universitas Sumatera Utara


35

dicabut. Kewajiban penyita ialah membayar upah penyimpan yang

ditentukan dalam undang-undang.

Memelihara barang sebagai seorang bapak rumah yang baik diartikan

sebagai memelihara sebaik-baiknya dengan minat seperti terhadap barang

miliknya sendiri. Apabila kreditor sudah dimenangkan perkaranya dengan suatu

putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, maka penyitaan

conservatoir atas barang-barang si debitor otomatis berubah menjadi penyitaan

eksekutorial, yang berarti bahwa barang-barang sitaan itu harus dijual untuk

melunasi piutang kreditor. Sebaliknya apabila gugatan kreditor (si penyita)

ditolak, maka penyitaan itu akan dicabut oleh Hakim dan si penyimpan harus

menyerahkan barang itu kepada debitor.36

Ada beberapa kewajiban yang ditentukan undang-undang kepada penerima

titipan barang. Dalam uraian ini hanya akan kita bicarakan kewajiban-kewajiban

pokok, antara lain:

 Penerima titipan wajib “menyimpan” atau “memelihara” barang yang

dititipkan. Luasnya kewajiban penyimpanan ini tergantung dari:

a. Isi persetujuan yang telah mereka janjikan.

b. Maksud dari sifat kontrak itu sendiri.

Terlepas dari persoalan luasnya penyimpanan barang titipan, Pasal 1706

KUH Perdata memberi penegasan sebagai pedoman bahwa penerima

titipan diharuskan “memelihara” barang titipan sebagaimana layaknya dia

memelihara barang sendiri.

36
Ibid, hlm.117

Universitas Sumatera Utara


36

Kewajiban pemeliharaan barang titipan, terhitung sejak adanya penetapan

kontrak dan penyerahan barang. Dan dalam melakukan pemeliharaan dia “tak

boleh berlaku passip”. Pemeliharaan bukan pekerjaan sambil lalu saja. Tetapi

harus dilakukan dengan pemeliharaan yang “memberi kepastian” atas keselamatan

barang; sesuai dengan isi dan sifat persetujuan yang disertai dengan sikap itikad

baik. Dalam Undang-Undang belum ada memberi ketentuan tentang apakah si

penerima titipan barang dapat lagi menitipkan barang, namun apabila ditarik

secara analogi jika seseorang diberikan hak kuasa maka si penerima kuasa dapat

menyerahkan kuasa itu kepada pihak ketiga, dalam penitipan barang nampaknya

dalam penitipan si penerima titipan dapat menyerahkan pemeliharaan barang

titipan kepada orang lain, tetapi bertitik tolak dari Pasal 1706 KUH Perdata yang

menetapkan bahwa penerima titipan harus memelihara barang titipan sebagai

mana layaknya barang milik sendiri. Oleh karena itu analogi penitipan dengan

kuasa tidak dapat diterapkan. Maka penerima titipan “tidak boleh” melakukan

penyerahan penitipan barang kepada pihak ketiga, kecuali jika hal tersebut

diperbolehkan dalam kontrak penitipan barang. Pemeliharaan atas barang harus

dilakukan secara lebih hati-hati jika sesuai dengan ketentuan Pasal 1707 KUH

Perdata dimana jika penitipan dilakukan atas “permintaan” si penerima titipan

selanjutnya jika si penerima titipan mendapat “upah” kemudian jika penitipan

dibuat terutama untuk “kepentingan” si penerima titipan sendiri serta jika dalam

persetujuan ada ditegaskan, bahwa si penerima titipan bertanggung jawab atas

segala kelalaian dalam pemeliharaan barang.

Universitas Sumatera Utara


37

Ada beberapa hal yang harus dipatuhi oleh si penerima titipan barang

yaitu:

1. Dalam Pasal 1713 dijelaskan bahwa Penerima titipan tidak boleh

memeriksa isi barang titipan jika tersimpan dalam peti yang terkunci atau

dalam bungkusan yang disegel. Larangan ini disesuaikan dengan rasio

penitipan itu sendiri. Dengan disimpan barang tersebut dalam peti atau

bungkus yang bersegel, sudah dengan sendiri-sendiri memberi penjelasan

bahwa barang tersebut memiliki “sifat kerahasiaan” barang yang telah

dititipkan, jika dilanggar sebenarnya Undang-Undang sendiri belum

menyebutkan suatu sanksi secara yuridis, paling-paling si pelanggar dapat

dituntut membayar ganti kerugian.

2. Kewajiban lain yang hampir sama pentingnya dengan kewajiban

pemeliharaan barang ialah kewajiban “mengembalikan” barang titipan

dalam keadaan “in natura” atau dalam keadaan semula.

Pengembalian barang titipan termasuk kewajiban utama bagi si penerima

titipan. Kewajiban mengembalikan barang itu timbul, apabila waktu yang

diperjanjikan telah mencapai akhir. Ataupun yang harus dikembalikan

ialah barang yang diterima semula.37

Pada umumnya, hak ada jika kewajiban juga ada. Di dalam suatu bentuk

tanggung jawab, maka haruslah memenuhi hak dan tanggung jawabnya terlebih

dahulu, barulah tanggung jawab tersebut dikatakan telah dilakukan. Sebagaimana

sesuai dengan penjelasan di atas, kewajiban Pondok Indah Pasar Buah selaku

37
M.Yahya, Op.Cit,hlm.287

Universitas Sumatera Utara


38

pelaku usaha sudah dipaparkan secara jelas. Oleh karena itu, maka penulisan

skripsi ini juga akan membahas mengenai hak Pondok Indah Pasar Buah selaku

pelaku usaha.

Membahas tentang kewajiban, maka seperti yang diketahui selalu

berdampingan dengan hak. Oleh karena itu, disini Pondok Indah Pasar Buah

selaku pelaku usaha memiliki hak yaitu:

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen

yang beritikad tidak baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan Perundang-undangan

lainnya.

Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai kondisi dan nilai

tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, menunjukkan bahwa pelaku

usaha tidak dapat menuntut lebih banyak jika kondisi barang dan/atau jasa yang

diberikannya kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang

berlaku pada umumnya atas barang dan/atau jasa yang sama. Dalam praktek yang

Universitas Sumatera Utara


39

biasa terjadi, suatu barang dan atau jasa yang kualitasnya lebih rendah daripada

barang yang serupa, maka para pihak menyepakati harga yang lebih murah.

Dengan demikian yang dipentingkan dalam hal ini adalah harga yang wajar.

Menyangkut hak pelaku usaha yang tersebut pada huruf b, c, dan d

sesungguhnya merupakan hak-hak yang lebih bnyak berhubungan dengan pihak

aparat pemerintah dan/atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau

Pengadilan dalam tugasnya melakukan penyelesaian sengketa. Melalui hak-hak

tersebut diharapkan perlindungan konsumen secara berlebihan hingga

mengabaikan kepentingan pelaku usaha dapat dihindari. Satu-satunya yang

berhubungan dengan kewajiban konsumen atas hak-hak pelaku usaha yang

disebutkan b,c, dan d tersebut adalah kewajiban konsumen mengikuti upaya

penyelesaian sengketa sebagaimana diuraikan sebelumnya.38

C. Hak dan Kewajiban Konsumen Selaku Pengguna Jasa Penitipan Barang

Kewajiban pihak yang menitipkan barang yang tidak begitu banyak yang

perlu untuk dibicarakan :

1. Pihak yang menitipkan barang, wajib “membayar upah” kepada pihak

yang menerima titipan; sepanjang mengenai upah titipan ada ditentukan

dalam perjanjian. Kalau penitipan terjadi dengan cuma-cuma, tentu

kewajiban ini tidak bisa dituntut. Apabila yang menitipkan barang ingkar

membayar upah yang diperjanjikan maka atas keingkaran itu dapat

dipergunakan analogi Pasal 1729 KUH Perdata yakni si penerima titipan

berhak “menahan” barang tersebut sampai upahnya dilunasi. Seandainya

38
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004, hlm. 51

Universitas Sumatera Utara


40

besarnya upah tidak ada ditentukan lebih dulu, persoalannya dapat

diselesaikan:

- Melalui keputusan hakim,

- Atau ditetapkan oleh seorang ahli jika kedua belah pihak menghendaki

dan menyetujuinya

Kalau si penerima titipan lalai memelihara barang maka pihak yang

menitipkan barang dibebaskan untuk membayar upah.

2. Menurut Pasal 1728 KUH Perdata, Kewajiban kedua dari pihak yang

menitipkan ialah membayar segala ongkos dan perugian yang dialami si

penerima titipan atas akibat pemeliharaan barang. Garis rugi yang disebut

dalam Pasal ini luas karena meliputi “segala kerugian”, terutama apabila

penitipan dilakukan dengan cuma-cuma. Sedang si penerima titipan

dengan iktikad baik dan dengan sangat hati-hati telah memelihara barang

adalah patut sekali untuk mendapat segala kerugian yang dialami. Namun

demikian ganti rugi yang wajib dibayar hanyalah sepanjang “ganti rugi

yang logis” dan masuk akal. Dalam Pasal 1729 KUH Perdata menjelaskan

akibat dari keingkaran yang menitipkan barang membayar ganti rugi,

maka si penerima titipan diberi hak retensi atau menahan barang sampai

ganti-rugi lunas dibayar.39

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 selain

terdapat kewajiban konsumen juga terdapat hak konsumen dimana hak konsumen

39
M.Yahya, Op.Cit, hlm.289

Universitas Sumatera Utara


41

dijelaskan didalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun

1999. Hak Konsumen adalah:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai

dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar. Jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa

yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

diskriminatif.

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan

lainnya.40

Dilihat dari masalah penitipan barang, maka terdapat beberapa hak yang

dapat diperoleh konsumen dari masalah tersebut yaitu pertama hak atas keamanan

40
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit, hlm.38

Universitas Sumatera Utara


42

dan keselamatan yang dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan

konsumen dalam penggunaan barang atau jasa yang diperolehnya, sehingga

konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) selanjutnya hak

untuk didengar yang merupakan hak dari konsumen agar tidak dirugikan lebih

lanjur, atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Hak ini dapat berupa

pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produk-produk tertentu

apabila informasi yang diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai,

ataukah berupa pengaduan atas adanya kerugian yang telah dialami akibat

penggunaan suatu produk, atau yang berupa pernyataan/pendapat tentang suatu

kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen. Hak ini

dapat disampaikan baik secara perorangan, maupunsecara kolektif, baik yang

disampaikan secara langsung maupun diwakili oleh suatu lembaga tertentu.

Hak yang lain merupakan hak untuk memperoleh ganti kerugian dimana

ha k atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah

menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunan barang atau jasa yang

tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini sangat terkait dengan penggunaan

produk yang telah merugikan konsumen, baik yang berupa kerugian materi,

maupun kerugian yang menyangkut diri konsunen seperti sakit, cacat, bahkan

kematian. Untuk merealisasikan hak ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu,

baik yang diselesaikan secara damai di luar pengadilan maupun yang diselesaian

melalui pengadilan. Kemudian adalah hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian

Universitas Sumatera Utara


43

hukum yang patut yang dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang

telah dirugikan akibat penggunaan produk dengan melalui jalur hukum.41

Oleh karena empat hak/prinsip dasar tersebut merupakan himpunan

beberapa hak seorang konsumen yang dimana telah diatur didalam Undang-

Undang Perlindungan Konsumen, maka hal ini sangat perlu sekali bagi konsumen,

sehingga dapat dijadikan atau merupakan suatu prinsip perlindungan hukum bagi

konsumen di Indonesia. Apabila seorang konsumen benar-benar akan merasa

dilindungi, maka hak-hak konsumen tersebut harus dipenuhi, baik oleh produsen

maupun oleh pemerintah karena pemenuhan hak-hak konsumenn tersebut akan

melindungi segala kerugian seorang konsumen dari berbagai macam aspek.

D. Kemungkinan-Kemungkinan Yang Terjadi Dalam Penitipan Barang

Dengan melihat dari dasar hukum mengenai penitipan barang sesuai

dengan ketentuan pada Pasal 1694 KUH Perdata, maka kemungkinan-

kemungkinan yang terjadi dalam suatu Penitipan barang dibagi dalam dua macam,

yakni:

1. Barang dikembalikan sesuai dengan wujud asal;

2. Barang tidak dapat dikembalikan sesuai dengan wujud asal,

dikarenakan:

a. Sebagian barang rusak;

b. Sebagian barang hilang;

c. Barang hilang sama sekali.

41
Ibid,hlm.43-46

Universitas Sumatera Utara


44

Mengenai barang dikembalikan sesuai dengan wujud asal, maka tidak

akan terjadi timbul masalah. Tetapi apabila jika barang tersebut dikembalikan

dalam keadaan yang telah rusak atau juga telah hilang sebagian maupun telah

hilang sama sekali, maka pada umumnya akan diikuti dengan pemberian ganti

rugi terhadap pemilik barang, hal ini dapat dikaitikan dengan ketentuan pada Pasal

1365 KUH Perdata yang menentukan sebagai berikut :

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada

seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan

kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”42

Di dalam perjanjian penitipan barang, dimana terdapat suatu klausula yaitu

barang yang dititipkan harus dikembalikan dalam wujud asalnya. Apabila

seseorang yang menerima barang titipan tidak mengembalikan sesuai dengan

wujud asalnya berarti orang tersebut telah melanggar hukum.

Dalam penitipan barang di retail Pondok Indah Pasar Buah, dari hasil

wawancara dengan petugas penjaga tempat penitipan barang di Pondok Indah

Pasar Buah, kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di dalam hal penitipan

barang di tempat Pondok Indah Pasar Buah dapat berupa:

1. Barang dikembalikan sesuai dengan wujud semula

2. Barang yang dititipkan hilang sebagian, misalnya ada barang

yang tercecer tanpa sepengetahuan penjaga

3. Barang yang dititipkan rusak sebagian, misalnya kerusakan tas

dan sebagainya

42
R.Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1985, hlm. 310

Universitas Sumatera Utara


45

4. Barang yang dititipkan tersebut hilang, baik karena ada unsur

kesengajaan atau adanya kelalaian penjaga salah memberikan

barang yang dititipkan

Apabila demikian, maka hilangnya barang di tempat penitipan barang,

baik sebagian maupun seluruhnya, akan menyebabkan suatu pemberian ganti rugi

yang besarnya ditentukan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

E. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Hukum

Secara umum, tanggung jawab pelaku usaha atas produk yang merugikan

konsumen mempunyai beberapa prinsip-prinsip hukum yang dibedakan sebagai

berikut:

1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan

Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on

fault) adalah prinsip yang cukup berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya pada Pasal 1365, 1366 dan

1367, prinsip ini dipegang secara teguh. 43 Prinsip ini menyatakan seseorang baru

dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan

yang dilakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata, yang lazim dikenal sebagai Pasal

tentang perbuatan melanggar hukum, mengharuskan terpeneuhi empat unsur

pokok, yaitu adanya perbuatan, adanya unsur kesalahan adanya kerugian yang

43
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Grasindo, Jakarta, 2000, hlm.
59-61 .

Universitas Sumatera Utara


46

diderita, dan adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dengan kerugian.44

Yang dimaksud kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum.

Pengertian “hukum”, tidak hanya bertentangan dengan Undang-Undang

melainkan juga dengan kepatutan dan kesusilaan yang terjadi dalam masyarakat.

Secara umum, asas tanggung jawab dapat diterima karena merupakan

sesuatu yang adil bagi orang yang telah berbuat kesalahan untuk mengganti

kerugian bagi pihak korban. Jadi dengan kata lain, tidak adil jika seseorang yang

tidak bersalah harus mengganti kerugian yang telah diderita orang lain.

Asas ini mengikuti ketentuan Pasal 163 Herziene Indonesische Reglement

(HIR) atau Pasal 283 Rechtsreglement Buitengewesten (Rbg) dan Pasal 1865

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Telah dijelaskan bahwa

barangsiapa yang mengakui mempunyai suatu hak, harus membuktikan adanya

hak atau peristiwa itu (actorie incumbit probatio).

Ketentuan di atas sejalan dengan teori-teori umum dalam hukum acara,

yaitu asas audi et alterm partem atau dikenal sebagai asas kedudukan yang sama

antara semua pihak yang berperkara. Asas ini menjelaskan bahwa Hakim harus

memberi para pihak beban yang seimbang dan patut sehingga masing-masing

pihak memiliki kesempatan yang sama untuk memenangkan perkara tersebut.

Perkara yang diperjelaskan dalam prinsip ini, yang sebenarnya juga

berlaku secara umum untuk prinsip-prinsip yang lainnya adalah definisi tentang

subjek pelaku kesalahan yang terdapat pada Pasal 1367 KUH Perdata. Dalam

doktrin hukum dikenal asas vicarious liability dan corporate liability. Vicarious

44
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta,
2011, hlm. 93

Universitas Sumatera Utara


47

liability atau dikenal juga sebagai respondent superior, let the master answer yang

mengandung pengertian yaitu majikan bertanggung jawab atas kerugian pihak lain

yang ditimbulkan oleh orang-orang atau karyawan yang berada di bawah

pengawasannya (captain of the ship doctrine). Apabila karyawan itu dipinjamkan

ke pihak lain (borrowed servant), maka tanggung jawabnya beralih pada si

pemakai karyawan tadi (fellow servant doctrine). Corporate liability pada

prinsipnya memiliki pengertian yang sama dengan Vicarious liability. Menurut

doktrin ini suatu lembaga atau korporasi yang menaungi suatu kelompok pekerja

mempunyai suatu tanggung jawab terhadap tenaga-tenaga yang dipekerjakannya.

Sebagai contohnya dalam suatu hubungan hukum antara rumah sakit dengan

pasiennya, dimana suatu tanggung jawab atas pekerjaan tenaga medik dan

paramedik dokter merupakan beban tanggung jawab rumah sakit tempat mereka

bekerja. Prinsip ini diterapkan tidak saja untuk karyawan organiknya yang dimana

digaji oleh pihak rumah sakit, tetapi untuk karyawan nonorganik misalnya dokter

yang dikontrak kerja dengan pembagian hasil.

Latar belakang penerapan prinsip ini adalah konsumen hanya melihat

semuanya di balik dinding suatu korporasi itu sebagai satu kesatuan, tidak dapat

membedakan mana yang berhubungan secara organik dengan korporasi dan mana

yang tidak berhubungan. Doktrin yang terakhir disebut dengan ostensible agency,

yang dimana maksudnya adalah jika suatu korporasi misalnya rumah sakit

memberi kesan kepada masyarakat (pasien), orang yang bekerja di rumah sakit

tersebut dimana seorang dokter, perawat, dan lain-lain adalah karyawan yang

tunduk di bawah pemerintah/koordinasi korporasi tersebut, maka sudah cukup

Universitas Sumatera Utara


48

syarat bagi korporasi itu untuk wajib bertanggung jawab secara vicarious terhadap

konsumennya.

2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab

Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab ini menyatakan bahwa

tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability principle),

sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Maka, beban pembuktian

terdapat pada si tergugat.

Ditarik dalam hukum pengangkutan, khususnya dalam hukum

pengangkutan udara, prinsip tanggung jawab ini pernah diakui, sebagaimana

terdapat pada Pasal 17, 18 ayat (1), Pasal 19 jo. Pasal 20 Konvensi Warsawa 1929

atau pada Pasal 24, 25, 28 jo. Pasal 29 Ordinansi Pengangkutan Udara No.100

Tahun 1939, kemudian dalam perkembangannya dihapuskan dengan protocol

Guetamala 1971.45

Berkaitan dengan prinsip tanggung jawab ini, dalam doktrin hukum

pengangkutan khususnya, dikenal empat variasi:

a. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab kalau ia dapat

membuktikan, kerugian ditimbulkan oleh hal-hal di luar kekuasaannya.

b. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat

membuktikan, ia mengambil suatu tindakan yang diperlukan untuk

menghindari timbulnya kerugian.

45
Shidarta, Op.Cit, hlm. 61

Universitas Sumatera Utara


49

c. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat

membuktikan, kerugian yang timbul bukan karena kesalahannya.

d. Pengangkut tidak bertanggung jawab jika kerugian itu ditimbulkan oleh

kesalahan/kelalaian penumpang atau karena mutu atau kualitas barang

yang diangkut tidak baik.

Dari empat variasi tampak beban pembuktian terbalik atau disebut

omkering van bewijslast. Dalam konteks hukum pidana yang ada di Indonesia,

omkering van bewijslast juga diperlihatkan dan diperkenalkan dalam Undang-

Undang Tindak Pidana Korupsi, terdapat dalam Pasal 17 dan Pasal 18. Namun,

dalam praktiknya sendiri Pihak Kejaksaan RI sampai saat ini juga masih keberatan

untuk menggunakan kesempatan yang diberikan prinsip beban pembuktian

terbalik ini. Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga mengadopsi sistem

pembuktian terbalik ini sebagaimana dijelaskan dengan tegas dalam Pasal 19,

Pasal 22 dan Pasal 23 (Lihat ketetentuan Pasal 28 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen).

Dasar pemikiran dari Teori Pembalikan Beban Pembuktian adalah

seseorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat membuktikan

sebaliknya. Hal ini tentu bertentangan dengan presumption of innocence atau

biasa yang kita kenal dengan asas hukum praduga tak bersalah yang lazim dikenal

dalam hukum. Apabila asas ini diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak

bahwa asas ini cukup relevan. Apabila teori ini digunakan maka diwajibkan untuk

membuktikan kesalahan itu terdapat dipihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat

ini yang harus menghadirkan bukti-bukti dirinya tidak bersalah. Konsumen tidak

Universitas Sumatera Utara


50

lalu berarti dapat sekehendak hati mengajukan gugatan. Posisi konsumen sevbagai

penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal

menunjukkan kesalahan tergugat.

3. Prinsip Praduga untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab

Prinsip ini merupakan kebalikan dari Prinsip Praduga Untuk Selalu

Bertanggung Jawab. Prinsip Praduga untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab atau

presumption nonliability principle hanya dikenal dalam lingkup transaksi

konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara

common sense dapat dibenarkan.46

Contoh penerapan prinsip ini adalah dalam hukum pengangkutan.

Kerusakan atau juga kehilangan pada bagasi kabin atau bagasi tangan, yang

biasanya dibawa dan diawasi oleh si penumpang (Konsumen) merupakan

tanggung jawab dari penumpang. Dalam halini, pengangkut sebagai pelaku usaha

tidak dapat diminta pertanggungjawabannya.

Dalam Pasal 44 ayat (2) Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1995 tentang

Angkutan Udara terdapat adanya penegasan “Prinsip Praduga untuk tidak selalu

bertnggung jawab” ini tidak lagi diterapkan secara mutlak, dan mengarah kepada

prinsip tanggung jawab dengan pembatasan uang ganti rugi yang memiliki syarat

setinggi-tingginya satu juta rupiah. Artinya bahwa bagasi kabin atau bagasi tangan

tetap dapat dimintakan pertanggung jawaban sepanjang bukti kesalahan pihak

pengangkut sebagai pelaku usaha dapat ditunjukkan. Pihak yang dibebankan

untuk membuktikan kesalahan ada pada si penumpang.

46
Ibid, hlm.62-63 .

Universitas Sumatera Utara


51

4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak

Prinsip Tanggungg Jawab Mutlak atau strict liability sering disamakan

dengan prinsip tanggung jawab absolut atau absolute liability. Kendati demikian

ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi di atas. 47

Ada pendapat yang mengatakan, Prinsip tanggung jawab mutlak adaalah

prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang

menentukan. Namun, terdapat pengecualian-pengecualian yang memungkinkan

untuk dibebaskan dari tanggung jawab tersebut, misalnya keadaan force majeur

atau yang biasa dikenal dengan keadaan memaksa yang merupakan kejadian atau

keadaan yang terjadi diluar kuasa dari para pihak yang bersangkutan. Sebaliknya,

absolute liability merupakan prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak

ada pengecualiannya. Selain itu, ada pandangan yang sedikit mirip, yang

menghubungkan perbedaan keduanya terhadap ada atau tidaknya hubungan

kausalitas antara subjek yang bertanggung jawab dan juga kesalahannya. Pada

strict liability, hubungan tersebut harus ada, sementara jika pada absolute liability,

hubungan itu tidak selalu ada. Yang artinya, pada absolute liability, dapat saja

sang Tergugat yang dimintai Pertanggungjawaban itu bukanlah si pelaku langsung

kesalahan tersebut (misalnya kasus bencana alam).

Protokol Guetamala Tahun 1971 menjelaskan prinsip tanggung jawab

mutlak ini telah diterima untuk menggantikan ketentuan Pasal 17 ayat (1)

Konvensi Warsawa 1929. Prinsip tanggung jawab mutlak ini juga diberlakukan di

47
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


52

dalam Hukum Positif Indonesia, yaitu dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang

No.15 Tahun 1992 tentang Penerbangan.

R.C.Hoeber et al. menyatakan pendapat bahwa biasanya prinsip tanggung

jawab mutlak ini diterapkan karena pertama konsumen tidak dalam posisi

menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu produksi dan

distribusi yang kompleks, selanjutnya diasumsikan produsen lebih dapat

mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada gugatan atas kesalahannya, misalnya

dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu pada harga produknya,

kemudian asas ini dapat memaksa produsen lebih hati-hati.

Prinsip tanggung jawab mutlak ini didalam hukum perlindungan

konsumen secara umum digunakan untuk mengikat pelaku usaha, khususnya

produsen barang yang dimana memasarkan produknya yang merugikan

konsumen. Asas tanggung jawab tersebut dikenal dengan nama Product liability.

Menurut asas tanggung jawab ini, produsen diwajibkan bertanggung jawab atas

kerugian yang diderita konsumen ataas penggunaan produk yang dipasarkannya.

Gugatan Product liability dapat dilakukan berdasarkan tiga hal yakni melanggar

jaminan atau dikenal dengan (breach of warranty) misalnya khasiat yang timbul

tidak sesuai dengan janji yang tertera dalam kemasan produk; selanjutnya adanya

unsur kelalaian atau (negligence) yaitu produsen lalai memenuhi standar

pembuatan obat yang baik; kemudian adanya penerapan tanggung jawab mutlak

atau strict liability.

Bentuk-bentuk yang sedikit berbeda dalam penerapan tanggung jawab

mutlak terletak pada Risk liability, dimana Risk liability, kewajiban mengganti

Universitas Sumatera Utara


53

rugi dibebankan kepada pihak yang menimbulkan suatu risiko adanya kerugian

tersebut. Namun, penggugat atau konsumen tetap diberikan suatu beban

pembuktian, walaupun tidak sebesar si tergugat. Dalam hal ini, konsumen hanya

perlu membuktikan adanya hubungan kausalitas antara perbuatan produsen selaku

pelaku usaha dan kerugian yang telah dideritanya. Selebih dari hal itu dapat

digunakan prinsip strict liability.

5. Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan

Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan atau limitation of liability

principle sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausul

eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak

film misalnya, telah ditentukan film yang ingin dicuci atau dicetak itu telah hilang

atau pun rusak termasuk akibat kesalahan petugas, maka konsumen hanya dibatasi

ganti kerugiannya sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru.48

Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan ini biasanya dikombinasikan

dengan prinsip-prinsip tanggung jawab yang lainnya. Dalam pengangkutan udara,

pada Pasal 17 ayat (1) Protokol Guetamala Tahun 1971, Prinsip “Tanggung Jawab

dengan Pembatasan” dikaitkan dengan Prinsip “Tanggung Jawab Mutlak”. Batas

tanggung jawab pihak pengangkut untuk satu penumpang sebesar 100.000 dolar

Amerika Serikat dimana tidak termasuk biaya perkara atau 120.000 termasuk

biaya perkara.

Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan ini sangat merugikan

konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh Pelaku Usaha. Dalam Undang-

48
Ibid., hlm.64

Universitas Sumatera Utara


54

Undang No.18 Tahun 1999 menjelaskan seharusnya Pelaku Usaha tidak boleh

secara sepihak menentukan klausulyang merugikan konsumen, termasuk juga

membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan mutlak harus

berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang jelas.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

PROSES PENGGANTIAN BARANG APABILA BARANG YANG

DITITIPKAN HILANG

A. Syarat dan Prosedur Penitipan Barang di Pondok Indah Pasar Buah

1. Syarat Penitipan Barang di Pondok Indah Pasar Buah

Dilihat dari macam-macam Penitipan barang, maka di dalam Penitipan

Barang sejati, obyek barang sejati dapat berupa barang-barang yang bergerak,

sedangkan jika pada Sekestrasi dapat berupa barang-barang yang bergerak

maupun barang-barang yang tidak bergerak.

Dilihat dari defenisinya yang dikatakan barang bergerak merupakan

barang yang dapat dipindah pindahkan kapanpun atau setiap saat, misalnya

kendaraan bermotor, sepeda, dan sebagainya. Sedangkan barang yang tidak

bergerak adalah barang-barang yang berkaitan dekat dengan tanah atau bangunan

yang tidak dapat dengan segera dipindahkan karena beratnya. Barang-barang tidak

bergerak misalnya rumah atau juga bangunan-bangunan lain, mesin-mesin berat

dan besar dan pemasangannya dilekatkan pada bangunan atau gedung dimana

mesin itu berada dan sebagainya.

Secara hukum KUH Perdata juga mengatur mengenai barang bergerak

maupun tidak bergerak. Berdasarkan pada Pasal 504 KUH Perdata maka benda

dapat dikategorikan dalam 2 (dua) kategori yakni benda bergerak dan benda tak

bergerak. Mengenai benda tak bergerak diatur dalam Pasal 506-508KUH Perdata.

Sedang benda bergerak diatur dalam Pasal 509-518 KUH Perdata.

55

Universitas Sumatera Utara


56

Prof. Subekti dalam bukunya membahas mengeai benda bergerak dan tak

bergerak yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata. Suatu benda dapat

tergolong dalam golongan benda yang tak bergerak (“onroerend”) pertama karena

sifatnya, kedua karena tujuan pemakaiannya dan ketiga karena memang demikian

ditentukan oleh undang undang. Adapun benda yang tak bergerak karena sifatnya

ialah tanah, termasuk segala sesuatu yang secara tujuan langsung atau tidak

langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan manusia, digabungkan secara erat

menjadi satu dengan tanah itu. Jadi, misalnya sebidang pekarangan, beserta segala

apa yang terdapat di dalam tanah itu dan segala apa yang di bangun di situ secara

tetap (rumah) dan yang ditanam di situ (pohon), terhitung buah-buahan di pohon

yang belum diambil merupakan benda tak bergerak karena tujuan pemakaiannya,

yaitu segala apa yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh digabungkan

dengan tanah atau bangunan dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan

itu untuk waktu yang agak lama, yaitu misalnya mesin-mesin dalam suatu pabrik.

Selanjutnya, ialah tak bergerak karena memang demikian ditentukan oleh

Undang-Undang, segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tak

bergerak misalnya uruchtgebruik atas suatu benda yang tak bergerak, erf

dienstbaarheden, hak opstal, hak erfpacht dan hak penagihan untuk

pengembalian atau penyerahan benda yang tak bergerak.49

Suatu benda dapat dihitung termasuk golongan benda yang bergerak

karena sifatnya atau karena ditentukan oleh undang-undang . suatu benda yang

bergerak karena sifatnya, ialah benda yang tidak tergabung dengan tanah. Apabila

49
R.Subekti, Op.Cit, hlm. 61

Universitas Sumatera Utara


57

dikatakan karena ketetapan undang-undang misalnya seperti uruchtgebruik dari

suatu benda yang bergerak, lijfrenten, penagihan mengenai sejumlah uang atau

suatu benda yang bergerak, surat-surat sero dari suatu perseroan perdagangan

dsb.50

Dalam hal penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah sesuai dengan

yang telah dijelaskan di atas, maka Penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah

merupakan penitipan barang sejati, maka barangnya merupakan barang-barang

bergerak yakni tas dan sebagainya. Dalam Penitipan barang di Pondok Indah

Pasar Buah memiliki syarat yakni, sebagai berikut :

 Dilarang menitipkan barang-barang berharga, seperti emas berlian dan

sebagainya ;

 Dilarang menitipkan surat-surat penting, seperti akta rumah dan

sebagainya ;

 Dilarang menitipkan barang yang mudah meledak dan berbahaya lainnya ;

 Dilarang menitipkan barang elektronik seperti telefon genggam, computer

dan lainnya.

2. Prosedur Penitipan Barang di Pondok Indah Pasar Buah

Membahas soal syarat maka tidak akan lepas dengan adanya prosedur,

Pondok Indah Pasar Buah juga telah menetapkan suatu prosedur dalam

menitipkan barang di pusat perbelanjaannya. Penitipan barang di Pondok Indah

Pasar Buah memiliki prosedur yang dapat dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan yaitu: 51

50
Ibid.
51
Wawancara, dengan Merry, Manager Pondok Indah Pasar Buah, tanggal 8 Juni 2018 di Pondok
Indah Pasar Buah.

Universitas Sumatera Utara


58

1. Permohonan Penitipan Barang

Pada umumnya seseorang yang memiliki maksud untuk menitipkan barang

dapat mengajukan permohonan penitipan barang miliknya secara tertulis

maupun juga lisan kepada pihak penerima barang titipan. Dalam

permohonan itu harus disebutkan mengenai jenis barang yang akan

dititipkan atau disimpan serta disebutkan lamanya barang tersebut akan

dititipkan. Setelah itu pemberi barang titipan juga akan memberikan

keterangan-keterangan yang lengkap dan juga benar tentang sifat dan juga

macam-macam barang yang akan dititipkan. Jika data-data sudah lengkap,

pemberi barang titipan atau pemohon diminta untuk menyerahkan barang

titipan. Permohonan tersebut merupakan syarat yang penting dari penitipan

barang

2. Pemeriksaan Barang Titipan

Sebelum diputuskannya permohonan penitipan barang akan diterima atau

tidak diterima, terlebih dahulu barang diperiksa dengan cermat. Maksud

dari pemeriksaan tersebut adalah agar mengetahui secara seksama

bagaimana keadaan barang yang akan dititipkan serta juga keterangan-

keterangan tentang keadaan barang yang benar dan sifat barang yang

lengkap, jenis-jenis barang dan juga macam barang yang akan segera

dititipkan, agar kedepannya tidak merugikan si penerima titipan.

3. Keputusan Penitipan Barang

Suatu Permohonan penitipan barang hanya dapat diterima apabila

penerima titipan merasa yakin bahwa si pemberi titipan akan mampu

Universitas Sumatera Utara


59

untuk memenuhi segala kewajiban sesuai dengan syarat-syarat dan pada

waktu yang telah ditentukan. Si penerima titipan akan memberikan kartu

dengan nomor dimana barang titipan diletakkan kepada si pemberi titipan

(customer).

B. Bentuk-Bentuk Ganti Rugi Yang Diberikan Pihak Pondok Indah Pasar

Buah Terhadap Tamu Hotel Yang Kehilangan Barang Pada Tempat

Penitipan Barang

Pada umumnya didalam Penitipan Barang, khususnya dalam Penitipan

Barang sejati, pihak-pihak yang bersangkutan dengan barang tersebut adalah dua

pihak saja, yaitu pihak yang menitipkan barang dan pihak yang menerima

penitipan barang tersebut.

Penitipan barang sejati akan mendapatkan upah dari penitipan tersebut

tergantung dengan perjanjian para pihak. Kalau sebelum penitipan barang

dilakukan tidak diperjanjikan tentang upahnya, maka penitipan tersebut akan

berjalan secara sukarela atau tanpa upah. Tetapi jika sebelum penitipan barang

telah diperjanjikan besarnya upah penitipan, maka penitipan barang tersebut

dilakukan dengan pemberian upah dari pihak yang menitipkan barangnya kepada

pihak yang dititipi barang tersebut.

Dilihat dari ketentuan pada Pasal 1365 KUH Perdata, maka setiap orang

yang akan menimbulkan kerugian bagi orang lain wajib memberikan ganti rugi

terhadap orang yang telah dirugikan itu. Adapun unsur-unsur perbuatan

Universitas Sumatera Utara


60

melanggar hukum (onrechtmatige daad) sebagaimana terdapat pada ketentuan

Pasal 1365 KUH Perdata adalah sebagai berikut:

1. Adanya perbuatan baik dalam pengertian aktif maupun pasif;

2. Perbuatan tersebut melanggar hukum: dalam pengertian luas yaitu

meliputi juga moral dan kepatuhan dalam masyarakat;

3. Kerugian

4. Ada hubungan causal antara kesalahan dengan kerugian yang

ditimbulkan.

Dari ketentuan-ketentuan di atas ada pula ditafsirkan bahwa ganti rugi

yang diberikan harus seimbang dengan yang ditimbulkan. Dalam praktek,

Pondok Indah Pasar Buah akan melakukan ganti rugi, jika:

1. Barang yang dititipkan hilang didalam tempat penitipan Pondok

Indah Pasar Buah.

2. Pihak yang menitipkan (Customer) harus bisa menunjukkan bukti-

bukti yang sah seperti kartu penitipan barang yang diberikan oleh si

penerima titipan barang, pada saat terjadinya kehilangan.

3. Tidak adanya unsur kerjasama antara Pihak yang menitipkan barang

(Customer) dengan pencuri dengan tendensi memperoleh uang ganti

rugi.52

Dari uraian di atas, dapat diketahu bahwa ganti rugi kehilangan Barang di

tempat Penitipan barang tersebut dapat diberikan jika barang Pihak Cutomer

52
Wawancara, dengan Merry, Manager Pondok Indah Pasar Buah, tanggal 8 Juni 2018 di
Pondok Indah Pasar Buah

Universitas Sumatera Utara


61

tersebut memang hilang di tempat penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah.

Pihak customer tersebut harus menunjukkan bukti bahwa dia pernah menitipkan

barang kepunyaannya di tempat penitipan barang Pondok Indah Pasar Buah yaitu

dengan menunjukkan bukti kartu tanda penitipan barang. Disamping itu pihak

Pondok Indah Pasar Buah telah mengetahui bahwa tidak adanya kerjasama antara

Customer sebagai penitip barang dengan pencuri yang mencuri barang tersebut

dengan tujuan menginginkan pembayaran ganti rugi.

Dari uraian di atas, nampaklah bahwa pihak-pihak yang berkaitan dengan

penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah, dikatakan juga sebagai berikut:

“Besarnya ganti rugi yang diberikan oleh Pondok Indah Pasar Buah

kepada Pihak Customer yang kehilangan barang di pusat penitipan

barang di Pondok Indah Pasar Buah akan ditentukan secara

kekeluargaan dengan patokan harga barang yang hilang ditempat

penitipan barang tersebut pada saat kejadian.”53

Dengan demikian, dalam pemberian ganti rugi terdapat dua pihak, yaitu:

a. Pihak Pondok Indah Pasar Buah secara individu yang memberikan

ganti rugi sesuai dengan hasil pembicaraan kekeluargaan pada saat

kejadian.

b. Pihak Customer sebagai pihak yang menitipkan barang itu sendiri,

yang menitipkan barang di Tempat Penitipan Barang di Pondok

Indah Pasar Buah.

53
Wawancara, dengan Merry, Manager Pondok Indah Pasar Buah, tanggal 8 Juni 2018 di
Pondok Indah Pasar Buah.

Universitas Sumatera Utara


62

Dalam prosesnya jika ternyata didalam penyidikan Pihak Customer

melakukan kerja sama dengan pencurinya, maka Pihak Pondok Indah Pasar Buah

akan menuntut pihak pemilik ke depan sidang Pengadilan.

Di dalam pelaksanaan pemberian ganti rugi barang yang hilang ditempat

penitipan ini, petugas penjaga tempat penitipan barang di Pondok Indah Pasar

Buah tidak dibebani pemberian ganti rugi54. Penitipan barang di Pondok Indah

Pasar Buah ini dapat diartikan sebagai memberi hak sementara kepada pemilik

barang untuk menitipkan barangnya. Jika terjadi kehilangan atau cacat barang

yang dititipkan, maka pemilik berhak melaporkannya kepada Kepolisian Negara,

dalam hal ini Polisi Wilayah Kota Besar Medan, sedangkan petugas penjaga

penitipan barang akan bertindak sebagai saksi dalam persidangan pengadilan

nantinya. Dalam hal terjadi kerusakan, maka pemilik barang yang dinyatakan

menderita kerugian, sehingga berhak atas adanya ganti rugi,

Dengan demikian mengenai Penentuan ganti rugi ini dapat bergantung

pada perundingan antara kedua belah pihak, yaitu pihak pemilik barang dan pihak

Pondok Indah Pasar Buah, atau tergantung pada siapa yang lalai atau siapa yang

salah di dalam kehilangan barang di penitipan barang tersebut, atau dapat juga

tergantung pada keputusan Pengadilan Negeri atau tergantung pada besarnya

harga pasaran barang yang hilang atau rusak dan kemampuan pihak Pondok Indah

Pasar Buah untuk bertanggung jawab atas ganti rugi tersebut.

54
Wawancara, dengan Merry, Manager Pondok Indah Pasar Buah, tanggal 8 Juni 2018 di
Pondok Indah Pasar Buah.

Universitas Sumatera Utara


63

C. Tata Cara Pengajuan Klaim Ganti Rugi Apabila Kehilangan Barang

Pada Tempat Penitipan Barang Di Pondok Indah Pasar Buah

Sebelum membahas mengenai tata cara pengajuan klaim ganti rugi apabila

kehilangan barang pada tempat penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah,

terlebih dahulu akan menerangkan awal terlaksananya perjanjian penitipan yaitu

sejak customer menitipkan barang di tempat penitipan barang di Pondok Indah

Pasar Buah dan mendapatkan barang bukti yang berupa kartu yang ada seri nomor

urutnya di tempat barang yang dititipkan diletakkan.Perlu kita ketahui bahwa

penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah adalah suatu perjanjian riil yang

punya arti bahwa perjanjian ini baru terjadi apabila dilakukannya dengan suatu

perbuatan yang nyata yaitu berupa penyerahan barang yang dititipkannya. Di

dalam penitipan barang terdapat faktor-faktor terjadinya kehilangan maupun

kerusakan pada barang-barang yang dititipkan,terlebih dahulu perlu kita ketahui

hak dan kewajiban Pondok Indah Pasar Buah. Hak dan kewajiban Pondok Indah

Pasar Buah ini mulai ada atau muncul sama dengan hak dan kewajiban dari

Customer yaitu sejak ia menerima barang yang dititipkan oleh Customer.

Adapun hak dari pemilik penitipan Pondok Indah Pasar Buah adalah :55

1. Hak untuk memberi ganti rugi atas hilangnya atau rusaknya barang

yang dititipkan, karena Pondok Indah Pasar Buah memiliki kewajiban

untuk menjaga barang si Customer.

2. Hak untuk menahan barang titipan Customer, hal ini dapat terjadi

apabila pemilik barang tersebut pada waktu akan mengambil kembali

55
Wawancara, dengan Merry, Manager Pondok Indah Pasar Buah, tanggal 8 Juni 2018 di Pondok
Indah Pasar Buah

Universitas Sumatera Utara


64

barang yang dititipkannya jika ia tidak dapat menunjukkan tanda bukti

yang berupa kartu bukti barang tersebut telah dititipkan.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan bahwa faktor-faktor

terjadinya kehilangan atau kerusakan pada barang yang dititipkan adalah :

a. Akibat dari kelalaian dari pihak pemilik penitipan sendiri.

Jadi dalam hal ini terjadi karena unsur ketidak sengajaan. Walapun

hilangnya atau kerusakan pada barang yang dititipkan dari

kelalaian, namun Pondok Indah Pasar Buah tetap harus

bertanggungjawab atau tetap harus mengganti rugi atas hilangnya

atau rusaknya barang yang dititipkan itu. Kita ketahui dalam

perjanjian penitipan barang ini pemilik penitipan telah diberikan

tanggung jawab untuk menjaga barang yang dititipkan. Mengenai

ganti rugi yang dilakukan oleh pemilik penitipan Pondok Indah

Pasar Buah diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata yang berbunyi :

“Mengenai penggantian biaya, rugi, bunga karena tidak

dipenuhinya suatu perikatan barulah mulai diwajibkan, apabila

siberutang, setelah dinyatakan dalam memenuhi perikatannya tetap

melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau

dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dalam tenggang waktu yang

tidak dilampaukannya”.

b. Akibat dari keadaan yang tidak dapat dihindari ataupun keadaan

memaksa ataupun keadaan yang tidak dapat diduga sebelumnya.

Keadaan yang demikian ini merupakan perlindungan bagi Pondok

Universitas Sumatera Utara


65

Indah Pasar Buah dan apabila kejadian yang ada itu memang tidak

dapat dihindari. Mengenai keadaan yang tidak dapat dihindari ini

telah diatur dalam Pasal 1708 KUH Perdata yang berbunyi : “

Tidak sekali-kali si penerima titipan bertanggung jawab tentang

peristiwa yang tidak dapat diduga, kecuali apabila ia lalai dalam

pengembalian barang yang dititipkan.

Adapun kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemilik tempat penitipan

Pondok Indah Pasar Buah yaitu :56

1. Pemilik tempat penitipan Pondok Indah Pasar Buah wajib

memelihara barang yang dititipkan dan kewajiban ini harus

dilaksanakan karena customer yang menitipkan barang telah

menyerahkan barang di tempat penitipan barang di Pondok Indah

Pasar Buah dengan jaminan kartu yang telah diserahkan oleh

penjaga penitipan barang Pondok Indah Pasar Buah.

2. Pondok Indah Pasar Buah dilarang menggunakan barang yang

dititipkan.

3. Pondok Indah Pasar Buah tidak bertanggung jawab terhadap

musnahnya barang yang dititipkan, jika pemilik tempat penitipan

dapat membuktikan bahwa musnahnya barang bukan karena

kesalahannya.

56
Wawancara, dengan Merry, Manager Pondok Indah Pasar Buah, tanggal 8 Juni 2018 di Pondok
Indah Pasar Buah

Universitas Sumatera Utara


66

Adapun hambatan yang ada dalam penyelesaian ganti kerugian barang

yang dititipkan adalah apabila customer tersebut tidak mau menerima jumlah

ganti kerugian yang diberikan oleh Pondok Indah Pasar Buah. Untuk mengatasi

hambatan tersebut Pondok Indah Pasar Buah harus berusaha bagaimana caranya

agar Customer mau menerimanya tetapi tidak dengan cara paksaaan. Adapun cara

yang ditempuhnya yaitu dengan prinsip mengalah untuk menang yaitu dengan

cara menambah jumlah ganti rugi lebih dari pada harga yang berlaku di Pasaran

walaupun tidak begitu banyak terpautnya. Pondok Indah Pasar Buah juga

menyadari bahwa penyebab terjadinya kehilangan dan kerusakan pada barang

yang dititipkan itu karena kelalaiannya dan pada prinsipnya pemilik penitipan

Pondok Indah Pasar Buah tidak mau merepotkan dirinya hanya untuk

menyelesaikan masalah kehilangan ataupun kerusakan dari barang customer yang

dititipkan. Pemilik penitipan Pondok Indah Pasar Buah memilih jalan seperti itu

karena untuk menghindari agar customer yang barangnya hilang atau rusak itu

tidak menempuh jalur hukum yaitu mengajukan gugatan di Pangadilan Negeri,

karena apabilacustomer sampai mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri, maka

Pemilik pentitipan Pondok Indah Pasar Buah tersebut akan kalah berperkara

karena telah terbukti kesalahannya. Juga memerlukan biaya yang tidak sedikit,

dan juga waktu yang cukup lama dan resiko yang harus dipikulnya yaitu nama

penitipan dan supermarket yang dikelolanya akan tercemar dan kepercayaan

masyarakat juga akan berkurang.

Setiap orang yang menitipkan barang pada penitipan Pondok Indah Pasar

Buah juga pasti mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban ini timbul

Universitas Sumatera Utara


67

sejak disetujui atau adanya kesepakan dari pihak-pihak yang mengadakan

perjanjian tersebut. Namun untuk penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah,

hak dan kewajiban itu mulai timbul sejak diserahkannya barang dari pemiliknya

kepada pihak yang mempunyai penittipan yaitu Pondok Indah Pasar Buah.

Adapun hak dari Customer adalah untuk meminta ganti rugi kepada pemilik

penitipan Pondok Indah Pasar Buah yang melalaikan barang yang dititipkan yang

menyebabkan terjadinya kehilangan ataupun kerusakan-kerusakan pada barang

dititipkan. Mengenai tuntutan ganti rugi yang merupakan hak mutlak dari

Customer ini adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 1246 KUH Perdata yang

menyatakan :

“ Penggantian biaya dan bunga yang oleh si berpiutang boleh dituntut

akan penggantinya, terdiri pada umumnya atas rugi yang telah

dideritanya dan untung yang sedianya harus dapat dinikmatinya

dengan tidak mengurangi pengecualian-pengecualian serta perubahan-

perubahan yang akan disebut di bawah ini,” junto

Pasal 1243 KUH Perdata yang menyatakan :

“ Penggantian biaya ganti rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya

suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila siberhutang setelah

dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetapi melalaikannya, atau

jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat

diberikan atau dibuat dalam tanggung waktu yang dilampaukannya.”

Walaupun tuntutan ganti rugi merupakan hak mutlak dari customer yang

barangnya telah hilang atau telah rusak karena kelalaian dari pihak pemilik

Universitas Sumatera Utara


68

penitipan Pondok Indah Pasar Buah, namun tuntutan ganti rugi dapat berhasil dan

juga tidak berhasil. Tuntutan ganti rugi akan berhasil bila kelalaian yang

menyebabkan hilangnya barang dan kerusakan pada barang Customer yang

dititipkan disebabkan atau penyebabnya dari pihak pemilik penitipan. Namun

kalau penyebab hilangnya dan kerusakan pada barang yang dititipkan tersebut

karena keadaan yang tidak dapat diduga atau tidak dapat disingkiri atau yang

biasa disebut dengan overmacht, maka pemilik penitipan Pondok Indah Pasar

Buah tidak akan atau tidak berhak mengganti kerugian. Jadi dalam hal ini tuntutan

yang diajukan oleh Customer adalah sia-sia atau tidak berhasil dan fungsi dari

keadaan yang tidak dapat diduga ataupun tidak dapat dihindari adalah merupakan

perlindungan bagi pemilik penitipan Pondok Indah Pasar Buah. Mengenai

keadaan yang tidak dapat dihindari ini diatur dalam Pasal 1708 KUH Perdata ayat

(1) yang berbunyi :

“Tidak sekali-kali penerima titipan bertanggung jawab tentang

peristiwa-peristiwa yang tidak dapat disingkiri, kecuali apabila ia lalai

dalam pengembalian barang yang dititipkan”.

Setelah menguraikan tetang hak dari Customer, maka berikut ini akan

dijelaskan mengenai kewajiban dari Customer yang dititipkan. Seperti kita ketahui

bahwa antara hak dan kewajiban adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan

selalu berkaitan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, maka kewajiban

dari Customer yang barangnya akan dititipkan adalah menjaga kartu penitipan

barang sebagai jaminan adanya perjanjian penitipan barang terjadi antara

Customer dengan penitipan barang Pondok Indah Pasar Buah.

Universitas Sumatera Utara


69

Apabila terjadi kehilangan barang yang dititipkan pada penitipan Barang

di Pondok Indah Pasar Buah, maka Customer tersebut dapat mengajukan ganti

rugi kepada pemilik penitipan. upaya pengajuan klaim ganti rugi di penitipan

Pondok Indah Pasar Buah yaitu :

1. Pihak Customer membawa tanda bukti laporan kehilangan kepada

pemilik penitipan Pondok Indah Pasar Buah.

2. Bentuk penyelesaian yang dilakukan oleh pemilik penitipan

Pondok Indah Pasar Buah yaitu bisa berbentuk barang maupun

uang sesuai dengan kesepakatan yang telah dirundingkan

sebelumnya.

3. Menandatangani Surat Pernyataan Perdamaian antara Customer

dengan pemilik penitipan Pondok Indah Pasar Buah yang

menyatakan bahwa tidak ada permasalahan kehilangan barang

yang terjadi dan setelah perjanjian ini ditandatangani oleh kedua

belah pihak, berarti sudah tidak ada masalah apapun dan tidak akan

ada tuntutan apapun dikemudian harinya, baik dari pihak Customer

terhadap Pondok Indah Pasar Buah ataupun hubungan sebaliknya.

Dari uraian di atas maka penitipan Pondok Indah Pasar Buah sudah

memenuhi asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat

(1) KUH Perdata yang berbunyi :

“ Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya”.

Universitas Sumatera Utara


70

Perlu kita ketahui bahwa perjanjian sebagaimana yang tercantum dalam

karcis yang dikeluarkan oleh pemilik penitipan Pondok Indah Pasar Buah adalah

sudah baku sifatnya mengikat pula bagi Customer selaku si penitip barang, dan

tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata yang membatasi

kebebasan berkontrak.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PERTANGGUNGJAWABAN PONDOK INDAH PASAR BUAH DALAM

PENITIPAN BARANG

A. Perlindungan Hukum Terhadap Penitipan Barang Terkait Hilangnya

Barang Pada Tempat Penitipan Barang Ditinjau Dari Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata

Dalam kehidupan bermasyarakat yang semakin maju, maka hal tersebut

tidak luput dari permasalahan yang juga semakin meningkat. Seperti halnya pada

penitipan barang, di era ini, penitipan barang merupakan jasa yang tidak asing dan

sangat dipercaya oleh masyarakat. Sebab, penitipan barang merupakan alternatif

yang banyak kita temui untuk mempermudah kehidupan masyarakat. Banyak

masyarakat awam yang tidak menyadari bahwa perbuatan yang ia lakukan adalah

merupakan salah satu bukti bahwa penitipan barang tersebut merupakan hal yang

sangat sering dilakukan oleh masyarakat.

Terkait dengan hal tersebut, banyak permasalahan yang timbul akibat jasa

penitipan barang tersebut. Permasalahan yang paling sering dihadapi adalah

hilangnya barang konsumen di tempat penitipan barang tersebut. Disini biasanya

konsumen menuntut haknya kepada pelaku usaha atau orang yang bertanggung

jawab atas kehilangan barang tersebut. Namun terkadang banyak pihak pelaku

usaha yang enggan untuk memberikan tanggung-jawab kepada pelaku usaha

dengan dalih mereka sudah memberitahukan diawal bahwa barang yang hilang

bukan merupakan tanggung jawab dari mereka. Hal ini yang menimbulkan

71

Universitas Sumatera Utara


72

permasalahan mengenai penitipan barang, maka perlindungan hukum

sangat diperlukan dalam penitipan barang tersebut.

Keadaan seperti itu dimanfaatkan oleh para pelaku usaha, salah satunya

yaitu Pusat Perbelanjaan Pondok Indah Pasar Buah. Jasa Perbelanjaan pada saat

ini merebak ke berbagai daerah karena dalam beberapa hal jasa perbelanjaan

memiliki keunggulan yang tidak didapat dari bisnis jasa lain. Peluang dalam usaha

ini dianggap menjanjikan, terutama saat era globalisasi yang segalanya praktis.

Sering kita temukan para pelaku usaha supermarket menjalankan usahanya

dengan menerapkan perjanjian baku.

Perjanjian baku merupakan perjanjian yang hampir seluruh klausul-

klausulnya di bakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak

mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan.57

Ciri-ciri perjanjian baku adalah sebagai berikut:

1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi (ekonominya)

kuat;

2. Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu;

3. Terdorong oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian

tersebut;

4. Bentuknya tertulis;

5. Dipersiapkan terlebih dahulu secara masal atau individual.58

Istilah perjanjian sering kita temukan dalam hukum perdata, dimana satu

pihak mengikatkan dirinya dengan pihak lain untuk melaksanakan sesuatu

57
Celine Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit, hlm.139
58
Mariam Darus Badrulzzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hlm.50.

Universitas Sumatera Utara


73

sebagaimana yang telah diperjanjikan, hal ini bisa disamakan dengan seorang

customer yang menggunakan jasa penitipan barang di suatu supermarket yang

secara tidak langsung dia telah mengikatkan dirinya dengan supermarket tersebut,

dimana isi perjanjian tersebut telah ditempelkan di tempat penitipan barang di

Pondok Indah Pasar Buah yang dimana memuat berbagai hak dan kewajiban para

pihak serta risiko-risiko yang akan timbul. Jadi apabila terjadi sebuah kehilangan

barang yang dimiliki oleh konsumen maka konsumen atau para customer

memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas barang yang hilang

ditempat penitipan barang Hotel.

Apabila dilihat dari sudut pandang KUH Perdata perjanjian penitipan

diatur dalam Bab XI tentang Penitipan Barang yaitu Pasal 1694-1793 Buku

Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pasal 1694 KUH

Perdata yang menyatakan bahwa penitipan barang terjadi bila sesorang menerima

barang orang lain dengan janji untuk menyimpannya dan kemudian

mengembalikannya dalam keadaan yang sama, Pasal 1697 yang menyatakan

bahwa perjanjian penitipan antara pemberi jasa dan konsumen, Pasal 1365 yang

menyatakan bahwa “tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian

kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan

kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Sifat perdata dari hubungan hukum

antara pelaku usaha dan konsumen, maka demi hukum, setiap pelanggaran yang

dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen memberikan hak kepada

konsumen yang dirugikan tersebut untuk meminta pertanggung jawaban dari

Universitas Sumatera Utara


74

pelaku usaha yang merugikannya, serta untuk menuntut ganti rugi atas kerugian

yang di derita oleh konsumen tersebut.

B. Perlindungan Hukum Terhadap Penitipan Barang Terkait Hilangnya

Barang Pada Tempat Penitipan Barang Ditinjau Dari Undang-Undang

Hukum Perlindungan Konsumen

Secara umum, Produsen (Pondok Indah Pasar Buah) dengan konsumen

(Customer) memiliki hubungan yang terus-menerus dan berkesinambungan.

Hubungan itu terjadi karena keduanya saling menghendaki dan mempunyai

tingkat ketergantungan yang cukup tinggi antara yang satu dengan yang lain. 59

Hubungan antara pemilik Hotel dengan Tamu Hotel ini dikenal sebagai

hubungan antar pelaku usaha dengan konsumen dalam aspek perlindungan hukum

terhadap konsumen terkait dengan perlindungan hukum bagi konsumen dilihat

dari peraturan perundang-undangan adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen yang terdapat pada Pasal 4a yang berbunyi

“Hak atas kenyamanan, keamanan, keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa”.

Dalam perjanjian penitipan barang tanggung jawab pengelola penitipan

barang terhadap si customer yang menitipkan barang adalah memelihara barang

titipan itu dengan sebaik-baiknya seperti memelihara barang kepunyaan sendiri

serta juga mengembalikan barang yang dititipkan dengan keadaan semula,

ketentuan ini bahkan harus diteliti lagi jika penerima titipan itu yang mula-mula

menawarkan diri untuk menyimpan barang itu dan jika telah adanya suatu jaminan

59
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit, hlm.9.

Universitas Sumatera Utara


75

untuk penitipan itu (adanya pemberian kartu nomor tanda penitipan terjadi).

Dengan kata lain apabila terjadi kerusakan dan bahkan kehilangan barang di

tempat penitipan barang tersebut merupakan tanggung jawab pemilik penitipan

barang.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, terdapat klausula baku bersifat eksonerasi atau yang

dapat diartikan sebagai klausula pengecualian kewajiban atau tanggung jawab

dalam perjanjian. Klausula baku yang bersifat eksonerasi ini yang menghilangkan

kewajiban ganti rugi atas terjadinya kehilangan bertentangan dan tidak sejalan

dengan Undang-undang tersebut. Dalam Pasal 18 ayat (1) huruf (a) Undang-

Undang Perlindungan Konsumen menegaskan bahwa pelaku usaha dalam

menawarkan barang dan juga jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang

membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau

perjanjian jika menyatakan pengalihan tanggung jawab kepada pelaku usaha.

Selanjutnya Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen

menegaskan bahwa setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha

pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud

di ayat (1) dan (2) dinyatakan batal demi hukum. Dengan demikian klausula baku

yang memuat klausula eksonerasi didalamnya dan berdasarkan Pasal 18 ayat (3)

Undang-Undang Perlindungan Konsumen dinyatakan batal demi hukum. Oleh

karena itu dapat dikatakan bahwa Undang-undang Perlindungan Konsumen

merupakan lex specialist dari pengaturan umum yang ada pada KUH Perdata

khususnya pada Pasal 1493 dan Pasal 1494.

Universitas Sumatera Utara


76

Klausula baku di dalam perjanjian dapat dibuat akan tetapi tidak boleh

mengalihkan, membatasi dan juga sampai menghindari tanggung jawab. Tidak

boleh mengalihkan beban kepada konsumen, dan terdapat batasan-batasan klausul

yang diperbolehkan dimuat dalam suatu perjanjian.

Dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menegaskan

bahwa pelaku usaha bertanggung jawwab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau

jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan, dan ganti rugi dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara

nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan dan dilaksanakan

dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi. Pemberian ganti rugi tidak

menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan secara pidana berdasarkan

pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan, dan pemberian ganti

rugi tidak berlaku jika pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut

adalah kesalahan si konsumen.

Kemudian pada Pasal 23 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

ditegaskan bahwa pada pelaku usaha yang menolak dana juga tidak memberi

tanggapan dan tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana

dijelaskan dalam Pasal 19 ayat (1) sampai dengan ayat (4) Undang-Undang

Perlindungan Konsumen, dapat digugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen atau dapat mengajukan ke Badan Peradilan di tempat kedudukan si

konsumen.

Universitas Sumatera Utara


77

Dikaitkan dengan perjanjian penitipan barang, maka pemilik penitipan

barang harus bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas hilangnya barang

yang dititipkan ditempat penitipan barang, pemilik penitipan barang tidak dapat

merujuk pada klausula eksonerasi dalam permasalahan tersebut, yaitu walaupun

dirinya tidak bertanggung jawab atas terjadinya kerusakan atau kehilangan barang

di tempat penitipan barangnya tetap pengelola tempat penitipan barang tidak

boleh melepaskan tanggung jawab begitu saja.

Pengelola tempat penitipan barang wajib menyesuaikan klausula baku

yang bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Bahkan

Pelaku usaha dapat dikenakan sanksi pidana jika pelaku usaha tetap melanggar

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen tersebut akan diberikan sanksi, baik sanksi pidana penjara atau pidana

denda sebagaimana diatur dalam Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan

Konsumen yang menjelaskan bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasa 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal

25, Pasal 17 ayat (1) huruf (a) (b) (c) (e), ayat (2), dan Pasal 18 dapat dipidana

dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling

banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari Keseluruhan urusan yang telah dituangkan di halaman-halaman

sebelum ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Di dalam pengelolaan penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah,

penentuan ganti rugi terhadap barang yang rusak dan juga hilang di

tempat penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah telah ditentukan

dengan dua cara yaitu dengan cara kekeluargaan dan dengan cara

Pengadilan. Cara Kekeluargaan yaitu dengan cara merundingkan

terlebih dahulu kepada konsumen yang mengalami kerugian tentang

bagaimana Pondok Indah Pasar Buah memberikan ganti rugi secara

barang yang sama atau dengan uang. Hal ini masih disertai syarat-

syarat tertentu, yaitu bahwa barang yang dititipkan di Pondok Indah

Pasar Buah memang hilang di tempat penitipan barang di Pondok

Indah Pasar Buah dan merupakan wewenang Pondok Indah Pasar

Buah tersebut, pihak pemilik harus memiliki kartu penitipan barang

yang diberikan pada saat penitipan terjadi, dan tidak ada unsur kerja

sama antara pemilik barang yang hilang dengan pihak pencuri setelah

diperiksa di CCTV Pondok Indah Pasar Buah. Kehilangan barang yang

terjadi di dalam area Pondok Indah Pasar Buah, akan ditanggung

secara penuh oleh pihak Pondok Indah Pasar Buah sepanjang barang

yang hilang tersebut terbukti resmi dan sah dibawah tanggung jawab

78

Universitas Sumatera Utara


79

pihak Pondok Indah Pasar Buah ditandai dengan telah diberikannya

kartu tanda telah menitipkan barang di Pondok Indah Pasar Buah atau

tanda-tanda retribusi lainnya. Cara Pengadilan yaitu Pihak Customer

dapat mengajukan gugatan terhadap Pihak Pondok Indah Pasar Buah

melalui Pengadilan Negeri Medan. Hal ini didasarkan terhadap

ketentuan dalam Pasal 1694 Jo. 1707 KUH Perdata.

2. Penentuan besarnya uang ganti rugi dalam masalah hilang atau

rusaknya barang di penitipan barang Pondok Indah Pasar Buah dapat

diselesaikan dengan dua macam jalan, yaitu dengan cara perundingan

terlebih dahulu antara pihak Pondok Indah Pasar Buah dengan pemilik

barang, atau dengan cara pemeriksaan di Persidangan Pengadilan

Negeri dengan jalan menggugat di persidangan Pengadilan Negeri

yang dilakukan oleh Pihak Pemilik barang.

B. Saran

a. Sebaiknya penyelesaian ganti rugi atas barang yang rusak atau yang

telah hilang dipenitipan mengutamakan cara kekeluargaan saja atau

secara musyawarah dibandingkan melakukan gugatan melalui proses

Pengadilan Negeri. Hal ini dilakukan untuk mempersingkat jangka

waktu juga dapat meringankan biaya kedua belah pihak, terutama

apabila permasalahan tentang rusak atau hilangnya barang di penitipan

barang di Pondok Indah Pasar Buah ini diketahui oleh masyarakat

Universitas Sumatera Utara


80

banyak maka akan berdampak terhadap “citra” pihak Pondok Indah

Pasar Buah.

b. Penyelesaian dengan cara mengajukan gugatan oleh Pihak pemilik

barang melalui proses Pengadilan Negeri setempat sekalipun dapat

dilakukan, apabila upaya musyawarah atau kekeluargaan diantara para

pihak tidak mendapatkan hasil yang baik.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ali, Zainuddin. 2009. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Sinar Grafika.

Amirudin dan H. Zainul Asikin. 2014. Pengantar Metode Penelitian Hukum.

Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Ikhasar Indonesia Edisi

Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka.

Hamzah,Andi. 2005. Kamus Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Harahap, M. Yahya. 1986. Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni.

HS, Salim. 2002. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar

Grafika.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2011. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar

Grafika.

Mertokusumo, Sudikno. 1985. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta:

Liberty.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen.

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Muhammad, Abdulkadir. 2010. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti.

___________________. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT.Citra

Aditya Bakti.

Notoatmojo, Soekidjo.2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Prodjokoro, Wirjono. 1981. Asas-Asas Hukum Perjanjian. Bandung: Sumur.

Setiawan, Rahmat. 1987. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung : Bina Cipta.

Shidarta. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo.


81

Universitas Sumatera Utara


82

Soekanto, Soerjono. 1981. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas

Sumatera Utara.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2011. Penelitian Hukum Normatif, Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Subekti,R. 1995. Aneka Perjanjian. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

________. 2001. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.

________. 2001. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT. Intermasa.

Subekti, R dan Tjitrosudibio. 1985. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

Jakarta: Pradnya Paramita.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Republik Indonesia No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen

C. Wawancara

Wawancara, dengan Merry, Manager Pondok Indah Pasar Buah, Pondok Indah

Pasar Buah, 8 Juni 2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Daftar Wawancara Pada Supermarket Pondok Indah Pasar Buah
Hari/Tanggal : Kamis, 07 Juni 2018
Waktu : 14.25 WIB
Narasumber : Merry sebagai Manager Pondok Indah Pasar Buah

1. Apa saja syarat-syarat dan ketentuan seorang Customer dapat menitipkan


barang di penitipan barang?
Jawab:
Di dalam penitipan supermarket di Pondok Indah Pasar Buah memiliki
syarat-syarat dalam menitipkan barang yaitu tidak diperbolehkan menitip
barang-barang berharga seperti emas, berlian dan sebagainya, tidak
diperbolehkan menitipkan surat-surat penting seperti akta rumah dan
sebagainya, tidak diperbolehkan menitipkan barang yang mudah meledak
dan berbahaya lainnya, tidak diperbolehkan menitipkan barang elektronik
seperti telefon genggam, computer dan lainnya.

2. Bagaimana Prosedur Penitipan Barang di tempat Penitipan Pondok Indah


Pasar Buah?
Jawab:
Penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah memiliki prosedur yang
dapat dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan yaitu:
4. Permohonan Penitipan Barang

Pada umumnya seseorang yang memiliki maksud untuk menitipkan

barang dapat mengajukan permohonan penitipan barang miliknya

secara tertulis maupun juga lisan kepada pihak penerima barang

titipan. Dalam permohonan itu harus disebutkan mengenai jenis barang

yang akan dititipkan atau disimpan serta disebutkan lamanya barang

tersebut akan dititipkan. Setelah itu pemberi barang titipan juga akan

memberikan keterangan-keterangan yang lengkap dan juga benar

tentang sifat dan juga macam-macam barang yang akan dititipkan. Jika

Universitas Sumatera Utara


data-data sudah lengkap, pemberi barang titipan atau pemohon diminta

untuk menyerahkan barang titipan. Permohonan tersebut merupakan

syarat yang penting dari penitipan barang

5. Pemeriksaan Barang Titipan

Sebelum diputuskannya permohonan penitipan barang akan diterima

atau tidak diterima, terlebih dahulu barang diperiksa dengan cermat.

Maksud dari pemeriksaan tersebut adalah agar mengetahui secara

seksama bagaimana keadaan barang yang akan dititipkan serta juga

keterangan-keterangan tentang keadaan barang yang benar dan sifat

barang yang lengkap, jenis-jenis barang dan juga macam barang yang

akan segera dititipkan, agar kedepannya tidak merugikan si penerima

titipan.

6. Keputusan Penitipan Barang

Suatu Permohonan penitipan barang hanya dapat diterima apabila

penerima titipan merasa yakin bahwa si pemberi titipan akan mampu

untuk memenuhi segala kewajiban sesuai dengan syarat-syarat dan

pada waktu yang telah ditentukan. Si penerima titipan akan

memberikan kartu dengan nomor dimana barang titipan diletakkan

kepada si pemberi titipan (customer).

3. Apakah yang diberikan oleh Pihak Pondok Indah Pasar Buah sebagai
jaminan telah terjadinya proses penitipan barang?
Jawab:
Pondok Indah Pasar Buah memberikan kartu penitipan barang sebagai
bukti barang customer telah dititipkan kepada pihak penjaga penitipan
barang.

Universitas Sumatera Utara


4. Seandainya barang-barang yang dititipkan rusak atau hilang di Penitipan
Pondok Indah Pasar Buah, bagaimana Pondok Indah Pasar buah akan
memberikan ganti rugi?
Jawab:

Pondok Indah Pasar Buah akan melakukan ganti rugi, jika:

4. Barang yang dititipkan hilang didalam tempat penitipan Pondok

Indah Pasar Buah.

5. Pihak yang menitipkan (Customer) harus bisa menunjukkan

bukti-bukti yang sah seperti kartu penitipan barang yang

diberikan oleh si penerima titipan barang, pada saat terjadinya

kehilangan.

6. Tidak adanya unsur kerjasama antara Pihak yang menitipkan

barang (Customer) dengan pencuri dengan tendensi memperoleh

uang ganti rugi.

5. Apa yang diberikan oleh Pihak Pondok Indah Pasar Buah apabila barang

customer memang dinyatakan hilang ditempat penitipan barang tersebut,

apakah pihak Pondok Indah Pasar Buah akan memberikan ganti rugi

berupa barang yang sama atau dalam bentuk uang, atau lainnya?

Jawab:

Besarnya ganti rugi yang diberikan oleh Pondok Indah Pasar Buah kepada

Pihak Customer yang kehilangan barang di pusat penitipan barang di

Pondok Indah Pasar Buah akan ditentukan secara kekeluargaan dengan

patokan harga barang yang hilang ditempat penitipan barang tersebut pada

saat kejadian.

Universitas Sumatera Utara


6. Apa saja Hak dan Kewajiban dari Pihak Supermarket Pondok Indah Pasar

Buah?

Jawab:

Adapun hak dari pemilik penitipan Pondok Indah Pasar Buah adalah :

3. Hak untuk memberi ganti rugi atas hilangnya atau rusaknya barang

yang dititipkan, karena Pondok Indah Pasar Buah memiliki kewajiban

untuk menjaga barang si Customer.

4. Hak untuk menahan barang titipan Customer, hal ini dapat terjadi

apabila pemilik barang tersebut pada waktu akan mengambil kembali

barang yang dititipkannya jika ia tidak dapat menunjukkan tanda bukti

yang berupa kartu bukti barang tersebut telah dititipkan.

Adapun kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemilik tempat penitipan

Pondok Indah Pasar Buah yaitu :

4. Pemilik tempat penitipan Pondok Indah Pasar Buah wajib

memelihara barang yang dititipkan dan kewajiban ini harus

dilaksanakan karena customer yang menitipkan barang telah

menyerahkan barang di tempat penitipan barang di Pondok Indah

Pasar Buah dengan jaminan kartu yang telah diserahkan oleh

penjaga penitipan barang Pondok Indah Pasar Buah.

5. Pondok Indah Pasar Buah dilarang menggunakan barang yang

dititipkan.

6. Pondok Indah Pasar Buah tidak bertanggung jawab terhadap

musnahnya barang yang dititipkan, jika pemilik tempat penitipan

dapat membuktikan bahwa musnahnya barang bukan karena

kesalahannya.

Universitas Sumatera Utara


7. Apakah didalam pemberian ganti rugi petugas penjaga tempat penitipan
barang di Pondok Indah Pasar Buah tidak dibebani pemberian ganti rugi?
Jawab:
Di dalam pelaksanaan pemberian ganti rugi, petugas penjaga tempat
penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah tidak dibebani pemberian
ganti rugi.

8. Bagaimana tata cara pengajuan klaim ganti rugi apabila terjadi kehilangan
barang pada tempat penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah?

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai