2018
Pertanggungjawaban Perjanjian
Penitipan Barang di Pusat Perbelanjaan
Menurut Perspektif Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Studi
di Pondok Indah Pasar Buah)
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/5852
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PERTANGGUNGJAWABAN PERJANJIAN PENITIPAN
BARANG DI PUSAT PERBELANJAAN MENURUT
PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
PERDATA (STUDI DI PONDOK INDAH PASAR BUAH)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-Tugas
Dalam Rangka Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
ANGGIA DEBORA SITOMPUL
NIM. 140200564
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
*
Mahasiswa, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU
**
Dosen Pembimbing I Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU
***
Dosen Pembimbing II Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU
i
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat kepada Tuhan Yang Maha
Esa, atas segala berkat berlimpah, kemurahan-Nya dan kekuatan yang diberikan
untuk menyusun dan menyelesaikan suatu skripsi, dan untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
yang diperlukan oleh penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini dan
dorongan moril maupun materil kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
2. Prof. Dr. Saidin, S.H. M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
ii
ini.
6. Ibu Aflah, S.H, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
skripsi ini.
Sitompul,S.H dan Tan Mei Ling yang telah mendidik dan membesarkan
penulisan.
iii
penyelesaian skripsi
saran yang membangun demi perbaikan menuju yang lebih baik dan bermanfaat
bagi kita semua, terutama para mahasiswa/i dan kalangan praktisi dibidang
hukum.
semua pihak dan semoga kritik dan saran yang telah diberikan mendapatkan
balasan kebaikan berlipat dari Tuhan Yang Maha Esa dan semoga skripsi ini
Penulis,
iv
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 8
E. Keaslian Penulisan........................................................................... 9
F. Metode Penellitia..............................................................................9
G. Sistematika Penulisan.....................................................................13
BAB V PENUTUP.............................................................................................78
A. Kesimpulan.....................................................................................78
B. Saran...............................................................................................79
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................81
LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dasar pembangunan jangka panjang maupun dalam jangka pendek dalam Garis-
bertujuan untuk mewujudkan bangsa yang maju dan juga mandiri serta sejahtera
lahir dan batin sebagai landasan bagi tahap pembangunan selanjutnya menuju
masyarakat yang adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
terciptanya sebuah kualitas manusia dan juga kualitas masyarakat Indonesia yang
mandiri dan juga maju dalam keadaan tenteram dan sejahtera lahir dan juga batin,
Didalam Garis Besar Haluan Negara yang telah ditetapkan, Bahwa arah
pada bidang ekonomi ysng menjadi penggerak utama dalam pembangunan juga
sejalan dengan majunya kualitas sumber daya manusia dan adanya dorongan
untuk saling memperkuat, saling terkait yang terpadu dengan pembangunan dalam
bidang-bidang lainnya dan salah satunya termasuk bidang usaha yang paling
Bidang usaha supermarket yang kita kenal sebagai sebuah toko pelayanan
mandiri yang menawarkan berbagai macam barang dan makanan dagangan untuk
yang dimaksud terbagi beberapa bagian yang diantaranya departemen food, non
yang paling umum dan paling berdampak bagi perekonomian Negara adalah
kota yang daya beli nya semakin tinggi dan menjadikan supermarket sebagai
dan lengkapnya pilihan-pilihan produk dan adanya promo yang berlangsung serta
penitipan tas dan beberapa barang berharga milik konsumen. Hal ini tak terlepas
dalam masalah jaminan keselamatan dan ganti rugi terhadap barang-barang milik
juga orang yang menitipkan barangnya, sehingga akan semakin kompleks juga
masalah-masalah yang dihadapi oleh pihak yang menerima titipan barang atau
pihak Supermarket.
dalam hal ini. Sehingga penitipan barang yang dimaksud juga diatur diatur dalam
Pasal 1694 KUH Perdata yaitu penitipan terjadi apabila seorang menerima sesuatu
barang dari seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan
“Penitipan adalah suatu perjanjian “riil” yang berarti bahwa ia baru terjadi
yang berarti bahwa ia baru terjadi dengan dilakukannya suatu perbuatan yang
sudhdilahirkan pada saat tercapainya sepakat tentang hal-hal yang pokok dari
perjanjian-perjanjian itu.2
penitipan barang yang murni (sejati) dan sekestrasi (penitipan dalam perselisihan).
Dalam penitipan barang yang murni (sejati) dianggap dibuat dengan cuma- cuma,
1
R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm. 107
2
Ibid.
barang yang bergerak sesuai dengan Pasal 1696 KUH Perdata. Si penerima titipan
sendiri tanpa izinnya orang yang menitipkan barang, yang dinyatakan dengan
tegas atau diprasangkakan, atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga
jika ada alasan untuk itu sesuai dengan Pasal 1712 KUH Perdata.
kepada siapa yang akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya. Penitipan ini
ada yang terjadi dengan persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas perintah
macam yaitu Penitipan barang secara sukarela dan penitipan barang karena
terpaksa yang terdapat pada Pasal 1698 KUH Perdata. Penitipan barang dengan
sukarela terjadi karena ada perjanjian timbal balik antara pemberi titipan dan
bangunan, perampokan, karamnya kapal, banjir atau peristiwa lain yang tidak
terduga datangnya.
tidak kurang dari suatu penitipan yang dilakukan secara terpaksa itu mendapat
perlindungan dari Undang-undang yang tidak kurang dari suatu penitipan yang
miliknya sendiri sesuai dengan Pasal 1706 KUH Perdata. Ketentuan tersebut
menurut Pasal 1707 harus dilakukan lebih keras dalam beberapa hal, yaitu :
barangnya;
itu;
titipan; dan
yang tak dapat dipungkiri. Peristiwa-peristiwa yang tak dapat dipungkiri atau
force majeur ”) yaitu suatu kejadianyang tak disengaja dan tak dapat diduga 5.
barang karna diakibatkan oleh karna keadaan memaksa itu memang harus dipikul
oleh pemilik barang sesuai dengan asasnya. Tetapi apabila kemusnahan barang
3
Ibid, hlm. 109
4
Ibid, hlm. 110
5
Ibid.
rumah penginapan dan penguasa losmen terhadap barang-barang para tamu yaitu
sebagai orang yang menerima titipan barang. Penitipan barang oleh para tamu itu
dianggap sebagai suatu penitipan karena terpaksa. Selanjutnya Pasal 1710 KUH
pekerja dari rumah penginapan, maupun oleh setiap orang lain. Namun apabila
tentang pencurian yang dilakukan oleh orang-orang yang telah dimasukkan sendiri
oleh penginap.6
barang berharga seperti perhiasan dan juga uang yang tidak dititipkan ke mereka
diperbolehkan.
dititipkan kepadanya untuk keperluan sendiri tanpa seijin orang yang telah
6
Ibid, hlm. 111
perjanjian penitipan barang yang ada dibidang usaha supermarket. Untuk lebih
B. Rumusan Masalah
hilang?
C. Tujuan Penelitian
sebagai berikut :
dititipkan hilang.
D. Manfaat Penelitian
sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
E. Keaslian Penulisan
Perdata (Studi Di Pondok Indah Pasar Buah). Judul skripsi ini belum pernah
ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sma, sehingga tulisan ini asli, atau dengan
kata lain tidak ada judul yang sama dengan Mahasiswa Fakultas Hukum USU.
ilmiah.
F. Metode Penelitian
Dalam melakukan sebuah penelitian tidak lepas dari sebuah metode dalam
melakukan penelitian tersebut. Dalam hal penggunaan metode ini bertujuan dalam
menganalisa masalah yang akan dibahas dalam suatu penelitian. Adapun metode
1. Jenis Penelitian
hukum normatif yang hanya mengenal data sekunder saja, yang terdiri
dari: Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
penelitian jenis ini terdapat tiga kategori yaitu Non Judicial Case Study
7
Amirudin dan H. Zainul Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm.163
8
Ibid, hlm. 167
9
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Sumatera Utara, Jakarta,
1981, hlm.51.
2. Sifat Penelitian
3. Sumber Data
10
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT.Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2004, hlm.50
lainnya.
4. Analisis Data
11
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2011, Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat,Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.12.
12
Ibid., hlm.13
Analisis data dalam metode kulitatif agar dapat memahami apa yang
skripsi.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar
skripsi ini, maka membaginya dalam beberapa bab dan tiap bab dibagi lagi ke
penulisan.
13
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 107
1. Pengertian Perjanjian
atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing
bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu. 14 Pengertian
Perjanjian tersebut dapat dilihat dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUH Perdata) tentang Perikatan dalam Pasal 1313 KUH Perdata, yakni :
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, pengertian perjanjian tersebut tidak jelas.
Definisi perjanjian yang tidak jelas ini disebabkan di dalam rumusan tersebut
sepihak saja dan juga sangat luas karena dengan dipergunakannya perbuatan
tersebut harus diartikan sebagai suatu perbuatan hukum yaitu yang bertujuan
14
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikhasar Indonesia Edisi Ketiga, Balai
Pustaka, Jakarta, 2005, hlm. 458
15
Salim H.S., 2002, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta,
hlm.160
16
mana satu orang atau lebih saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih”.16
Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan,karena dua pihak atau lebih itu
lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 18
Hal ini sependapat dengan Sudikno, yang mengatakan perjanjian adalah hubungan
hukum antara dua pihak atau lebih berdasar kata sepakat untuk menimbulkan
suatu akibat hukum.19 Pendapat lainnya yaitu menurut Wirjono Prodjokoro, yang
dimaksud dengan perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai harta benda
antara dua pihak, dimana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk
melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain
pada dasarnya perjanjian merupakan proses interaksi juga hubungan hukum dan
dua perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak satu dan penerimaan oleh pihak
16
Rahmat Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1987, hlm. 49
17
R.Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2001, hlm.1
18
R.Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001, hlm.36
19
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 1985,
hlm.97-98
20
Wirjono Prodjokoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1981, hlm.9
mengikat kedua belah pihak. Pengertian perjanjian pada Pasal 1313 KUH Perdata,
pihak batasan sangat kurang lengkap, tapi di pihak lain terlalu luas.
tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa suatu perjanjian akan selalu ada
dua pihak, di mana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi atau disebut
dengan debitor dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut
atau disebut juga dengan kreditor. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata
perjanjian lebih tepat jika diganti dengan kata tindakan hukum atau kata perbuatan
hukum, karena membawa akibat hukum untuk para pihak yang memperjanjikan.
Kemudian satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih, Untuk adanya
perjanjian, paling sedikit harus memiliki dua pihak yang saling berhadapan dan
saling memberikan suatu pernyataan yang cocok atau pas satu sama lain. Pihak
tersebut adalah orang atau juga badan hukum. Kemudian Mengikatkan dirinya, di
dalam suatu perjanjian terdapat unsur yang diberikan oleh pihak yang satu kepada
pihak lain. Dalam perjanjian ini orang terikat terhadap akibat hukum yang muncul
menerima sesuatu barang dari seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan
Berdasarkan Pasal 1694 KUH Perdata ini maka dapat diketahui bahwa
penitipan terjadi jika barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan.
Oleh karena itu perjanjian penitipan barang merupakan termasuk jenis perjanjian
riil. Perjanjian riil adalah perjanjian yang baru terjadi kalau dilakukan suatu
perbuatan yang nyata yaitu adanya penyerahan barang yang dititipkan tersebut. 21
umumnya yang lazimnya adalah konsensual, yaitu sudah dilahirkan pada saat
tercapainya kata sepakat tentang hal-hal yang pokok dari perjanjian itu.22 Ditinjau
dari sifat penitipan yang merupakan “kontrak riil”, dengan consensus saja
pihak, setelah adanya penyerahan dan penerimaan barang yang dititipkan, jadi
penyerahan dan penerimaan dari pihak yang menitipkan kepada penerima titipan.
penitipan barang:
Menurut Pasal 1696 KUH Perdata, Penitipan barang yang sejati dianggap
Ketentuan ini menggambarkan lagi sifatnya riil dari perjanjian penitipan, yang
konsesual.25 Penitipan barang yang sejati ada dua macam, yaitu sebagai berikut:
24
Ibid.
25
R.Subekti, Op.Cit, hal. 108
sah.26
barang masih ada pada pihak yang terakhir itu; atau barangnya
26
Ibid.
lain peristiwa yang tak tersangka. Dalam Pasal 1705 KUH Perdata
27
Ibid, hal. 109.
sukarela.28
Sekestrasi dalam Pasal 1730 ayat (1) KUH Perdata ialah penitipan barang
itu kepada siapa yang akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya. Penitipan
ini ada yang terjadi dengan persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas perintah
29
Hakim atau Pengadilan. Penitipan barang sekestrasi ini terdiri atas dua macam,
yaitu:
diserahkan kepada seorang pihak ketiga oleh satu orang atau lebih
Perdata, jadi berlainan dari penitipan barang yang sejati, yang hanya
dapat mengenai barang yang bergerak saja. Dalam Pasal 1735 KUH
28
Ibid.
29
Ibid, hlm.115
perhitungan itu tidak akan dapat diajukan terhadap para pihak yang
berkepentingan.
menjadi persengketaan;
Hakim. Perbuatan ini akan disusul oleh suatu gugatan dari debitor
utangnya.30
30
Ibid, hal. 117.
B. Hak dan Kewajiban Retail Pondok Indah Pasar Buah Selaku Penyedia
Dalam perjanjian penitipan barang, pihak yang terkait adalah pihak yang
menitipkan barang dan pihak yang akan menerima titipan barang tersebut. Para
pihak memiliki hak dan juga kewajiban mereka masing-masing. Berikut akan
dijelaskan apa-apa saja yang menjadi hak dan kewajiban para pihak dalam
Untuk perjanjian penitipan barang yang sejati, Hak sukarela maupun hak
Menurut Pasal 1707 KUH Perdata harus dilakukan lebih keras dalam
barangnya ;
titipan ; dan
telah lalai dalam pengembalian barang yang telah dititipkannya. Didalam Pasal
1708 KUH Perdata dijelaskan juga bahwa Penerima titipan barang tidak akan
Menurut Subekti, peristiwa yang tak dapat dihindari atau yang lazimnya
“overmacht” atau “force majeur”), merupakan suatu kejadian yang tak disengaja
dan tidak dapat diduga. Risiko kemusnahan barang karena suatu keadaan
memaksa itu pada asasnya harus dipikul oleh pemilik barang. Namun jika si
kemusnahan barangnya jika terjadi sesuatu. Tanggung jawab ini hanya dapat
dilepaskan jika ia dapat membuktikan bahwa barangnya juka akan musnah jika
barang itu mengandung suatu cacat yang pasti juga akan menyebabkan
Penginapan dan Losmen, dimana didalam Pasal 1709 KUH Perdata meletakkan
penginapan dan penguasa losmen tersebut sebagai orang yang menerima titipan
barang. Penitipan barang oleh para tamu hotel itu dianggap sebagai penitipan
31
R.Subekti, Op.Cit, hlm.110
karena terpaksa. Kemudian pada Pasal 1710 KUH Perdata menjelaskan bahwa
mereka itu bertanggung jawab atas pencurian atau kerusakan pada barang-barang
kepunyaan para penginap, baik pencurian itu dilakukan atau kerusakan itu
dilakukan oleh pelayan-pelayan atau lain-lain pekerja yang berasal dari rumah
penginapan, maupun oleh setiap orang lain. Namun pada Pasal 1711 KUH Perdata
seterusnya dijelaskan bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas pencurian yang
dilakukan dengan kekerasan atau yang dilakukan oleh orang-orang yang telah
barang yang berharga seperti uang dan juga perhiasan yang tidak secara khusus
sendiri tanpa izin orang yang telah menitipkan barang, yang dinyatakan dengan
tegas atau dipersangkakan atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga
jika ada alasan untuk itu. Selanjutnya dalam Pasal 1713 KUH Perdata si penerima
jika barang itu dipercayakan kepadanya dalam suatu kotak yang tertutup atau
32
Ibid, hlm.11
demikian maka jumlah-jumlah uang harus sama seperti yang dititipkan, tak peduli
apakah mata uang itu telah naik atau telah turun nilainya.
Dalam Pasal 1716 KUH Perdata dijelaskan jika barangnya dengan paksaan
dirampas dari tangannya si penerima titipan dan orang ini telah menerima
harganya atau sesuatu barang lain sebagai gantinya, maka ia harus menyerahkan
apa yang diterimanya sebagai ganti itu kepada orang yang menitipkan barang.
Seorang ahli waris dari si penerima titipan, yang karena ia tidak tahu
bahwa suatu barang adalah barang titipan, dengan itikad baik telah menjual
diterimanya, atau jika ia belum menerima harga itu, menyerahkan hak tuntutannya
terhadap si pembeli barang dijelaskan dalam Pasal 1717 KUH Perdata. Jika ia
menjualnya barang itu dengan itikad buruk, maka dengan sendirinya selainnya ia
dititipkan itu telah memberikan hasil-hasil yang dipungut atau diterima oleh si
33
Ibid, hlm.112
dititipkan itu berupa uang, si penerima titipan tidak diharuskan membayar bunga,
penitipan si penerima tidak boleh memakai uang yang dititipkan itu, bahkan ia
harus mengembalikannya dalam mata uang yang sama seperti yang diterimanya
seperti yang dijelaskan Pasal 1714 KUH Perdata. Tetapi jika ia lalai
akan menderita kerugian karena ia sudah mulai memerlukan uang itu, sehingga
pembebanan pembayaran bunga itu dianggap pantas. Dan bunga yang dibebankan
pengembalian uang titipan itu dituntutnya dimuka pengadilan. Apa yang dikenal
penitipan yang kita bicarakan disini, karena pihak yang menerima deposito (uang)
membayar bunga atas penitipan itu. Pada hakekatnya perjanjian deposito uang itu
menitipkannya kepadanya atau kepada orang yang atas namanya penitipan itu
34
R.Subekti, Op.Cit, hlm.114
menuntut dari orang yang menitipkan barang, suatu bukti bahwa orang itu pemilik
barang tersebut. Namun, jika ia mengetahui bahwa barang itu adalah barang
curian, dan siapa pemiliknya sebenarnya, maka haruslah ia memberi tahu kepada
meminta kembali barang itu didalam suatu waktu tertentu yang patut. Kepada
barangnya hanya dapat dikembalikan kepada ahli warisnya. Apabila ada lebih dari
tidak dapat dibagi-bagi, maka para ahli waris harus mengadakan mufakat tentang
siapa yang diwajibkan mengopernya hal ini sudah di tentukan pada Pasal 1721
KUH Perdata.
Pasal 1722 KUH Perdata yakni apabila orang yang menitipkan barang berubah
tidak bersuami, kemudian kawin; seorang dewasa yang menitipkan barang ditaruh
dibawah pengampuan; dalam hal ini dan dalam hal-hal semacam itu, barang yang
pengurusan atas hak-hak dan harta-benda orang yang menitipkan barang, kecuali
apabila orang yang menerima titipan mempunyai alasan-alasan yang sah untuk
bersuami yang kemudian kawin, sekarang tidak merupakan halangan lagi bagi si
perempuan itu, tanpa ijin tertulis atau bantuan dari suaminya, sejak adanya
yurisprudensi yang menyatakan Pasal 108 KUH Perdata sudah tidak berlaku lagi.
seorang pengampu maka barangnya hanya dapat dikembalikan kepada orang yang
diwakili oleh wali, pengampu, suami atau penguasa tersebut. Seperti yang
“Jika penitipan barang telah dilakukan oleh seorang wali pengampu, suami
hanya boleh dikembalikan kepada pemilik sah barang itu yaitu orang yang
barang yang dititipkan harus dilakukan ditempat yang ditunjuk dalam perjanjian.
terjadinya penitipan. Adapun biaya yang harus dikeluarkan untuk itu harus
ditetapkan lamanya waktu penitipan, maka penetapan waktu ini hanya mengikat si
penerima titipan tetapi tidak mengikat pihak yang menitipkan barang. Setiap
waktunya, barang titipan itu dapat diminta kembali. Hal yang dapat menghalangi
pengembalian barang adalah penyitaan yang telah diletakkan oleh pihak ketiga
atas barang tersebut. Ini dapat terjadi misalnya apabila timbul suatu sengketa
mengenai barang yang bersangkutan. Dalam hal yang demikian maka jalan yang
diri dari barang yang dititipkan, meskipun belum tiba waktunya yang ditetapkan
menitipkan atau jika orang ini menolaknya, meminta izin hakim untuk menitipkan
barangnya disuatu tempat lain. Untuk membebaskan diri dari barang titipan
sebelum lewatnya waktu yang ditetapkan, bagi si penerima titipan tentu harus ada
barangnya ditolak oleh orang yang menitipkan, diperlukan izin dari hakim untuk
menitipkan barang itu ditempat lain, misalnya dikantor Balai Harta Peninggalan
atau di Kepaniteraan Pengadilan Negeri. Hal mengenai alasan yang sah untuk
dibebaskan dari barang yang dititipkan diatur pada Pasal 1276 KUH Perdata.
berhenti jika ia mengetahui dan dapat membuktikan bahwa dia sendirilah pemilik
35
Ibid, hlm.114
barang yang dititipkan itu. Dalam hal yang demikian, maka perjanjian penitipan
miliknya sendiri.
Selanjutnya pada Pasal 1728 KUH Perdata, Orang yang menitipkan barang
bahwa si penerima titipan berhak menahan barangnya hingga segala apa yang
harus dibayar kepadanya karena penitipan tersebut dilunasi. Setelah itu, untuk
yang dipilih oleh pengadilan diatur dalam Pasal 1739 KUH Perdata, yang berisi :
rumah tangga yang baik. Ia wajib menyerahkan barang itu baik untuk
orang yang barangnya kena sita, jika penyitaan atas barangnya itu telah
eksekutorial, yang berarti bahwa barang-barang sitaan itu harus dijual untuk
ditolak, maka penyitaan itu akan dicabut oleh Hakim dan si penyimpan harus
titipan barang. Dalam uraian ini hanya akan kita bicarakan kewajiban-kewajiban
36
Ibid, hlm.117
kontrak dan penyerahan barang. Dan dalam melakukan pemeliharaan dia “tak
boleh berlaku passip”. Pemeliharaan bukan pekerjaan sambil lalu saja. Tetapi
barang; sesuai dengan isi dan sifat persetujuan yang disertai dengan sikap itikad
penerima titipan barang dapat lagi menitipkan barang, namun apabila ditarik
secara analogi jika seseorang diberikan hak kuasa maka si penerima kuasa dapat
menyerahkan kuasa itu kepada pihak ketiga, dalam penitipan barang nampaknya
titipan kepada orang lain, tetapi bertitik tolak dari Pasal 1706 KUH Perdata yang
mana layaknya barang milik sendiri. Oleh karena itu analogi penitipan dengan
kuasa tidak dapat diterapkan. Maka penerima titipan “tidak boleh” melakukan
penyerahan penitipan barang kepada pihak ketiga, kecuali jika hal tersebut
dilakukan secara lebih hati-hati jika sesuai dengan ketentuan Pasal 1707 KUH
dibuat terutama untuk “kepentingan” si penerima titipan sendiri serta jika dalam
Ada beberapa hal yang harus dipatuhi oleh si penerima titipan barang
yaitu:
memeriksa isi barang titipan jika tersimpan dalam peti yang terkunci atau
penitipan itu sendiri. Dengan disimpan barang tersebut dalam peti atau
Pada umumnya, hak ada jika kewajiban juga ada. Di dalam suatu bentuk
tanggung jawab, maka haruslah memenuhi hak dan tanggung jawabnya terlebih
sesuai dengan penjelasan di atas, kewajiban Pondok Indah Pasar Buah selaku
37
M.Yahya, Op.Cit,hlm.287
pelaku usaha sudah dipaparkan secara jelas. Oleh karena itu, maka penulisan
skripsi ini juga akan membahas mengenai hak Pondok Indah Pasar Buah selaku
pelaku usaha.
berdampingan dengan hak. Oleh karena itu, disini Pondok Indah Pasar Buah
diperdagangkan;
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
diperdagangkan;
lainnya.
Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai kondisi dan nilai
usaha tidak dapat menuntut lebih banyak jika kondisi barang dan/atau jasa yang
diberikannya kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang
berlaku pada umumnya atas barang dan/atau jasa yang sama. Dalam praktek yang
biasa terjadi, suatu barang dan atau jasa yang kualitasnya lebih rendah daripada
barang yang serupa, maka para pihak menyepakati harga yang lebih murah.
Dengan demikian yang dipentingkan dalam hal ini adalah harga yang wajar.
Kewajiban pihak yang menitipkan barang yang tidak begitu banyak yang
kewajiban ini tidak bisa dituntut. Apabila yang menitipkan barang ingkar
38
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004, hlm. 51
diselesaikan:
- Atau ditetapkan oleh seorang ahli jika kedua belah pihak menghendaki
dan menyetujuinya
2. Menurut Pasal 1728 KUH Perdata, Kewajiban kedua dari pihak yang
penerima titipan atas akibat pemeliharaan barang. Garis rugi yang disebut
dalam Pasal ini luas karena meliputi “segala kerugian”, terutama apabila
dengan iktikad baik dan dengan sangat hati-hati telah memelihara barang
adalah patut sekali untuk mendapat segala kerugian yang dialami. Namun
demikian ganti rugi yang wajib dibayar hanyalah sepanjang “ganti rugi
yang logis” dan masuk akal. Dalam Pasal 1729 KUH Perdata menjelaskan
maka si penerima titipan diberi hak retensi atau menahan barang sampai
terdapat kewajiban konsumen juga terdapat hak konsumen dimana hak konsumen
39
M.Yahya, Op.Cit, hlm.289
c. Hak atas informasi yang benar. Jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
diskriminatif.
lainnya.40
Dilihat dari masalah penitipan barang, maka terdapat beberapa hak yang
dapat diperoleh konsumen dari masalah tersebut yaitu pertama hak atas keamanan
40
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit, hlm.38
konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) selanjutnya hak
untuk didengar yang merupakan hak dari konsumen agar tidak dirugikan lebih
lanjur, atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Hak ini dapat berupa
ataukah berupa pengaduan atas adanya kerugian yang telah dialami akibat
Hak yang lain merupakan hak untuk memperoleh ganti kerugian dimana
ha k atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah
menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunan barang atau jasa yang
tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini sangat terkait dengan penggunaan
produk yang telah merugikan konsumen, baik yang berupa kerugian materi,
maupun kerugian yang menyangkut diri konsunen seperti sakit, cacat, bahkan
kematian. Untuk merealisasikan hak ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu,
baik yang diselesaikan secara damai di luar pengadilan maupun yang diselesaian
hukum yang patut yang dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang
beberapa hak seorang konsumen yang dimana telah diatur didalam Undang-
Undang Perlindungan Konsumen, maka hal ini sangat perlu sekali bagi konsumen,
sehingga dapat dijadikan atau merupakan suatu prinsip perlindungan hukum bagi
dilindungi, maka hak-hak konsumen tersebut harus dipenuhi, baik oleh produsen
kemungkinan yang terjadi dalam suatu Penitipan barang dibagi dalam dua macam,
yakni:
dikarenakan:
41
Ibid,hlm.43-46
akan terjadi timbul masalah. Tetapi apabila jika barang tersebut dikembalikan
dalam keadaan yang telah rusak atau juga telah hilang sebagian maupun telah
hilang sama sekali, maka pada umumnya akan diikuti dengan pemberian ganti
rugi terhadap pemilik barang, hal ini dapat dikaitikan dengan ketentuan pada Pasal
Dalam penitipan barang di retail Pondok Indah Pasar Buah, dari hasil
dan sebagainya
42
R.Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1985, hlm. 310
baik sebagian maupun seluruhnya, akan menyebabkan suatu pemberian ganti rugi
Secara umum, tanggung jawab pelaku usaha atas produk yang merugikan
berikut:
fault) adalah prinsip yang cukup berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya pada Pasal 1365, 1366 dan
1367, prinsip ini dipegang secara teguh. 43 Prinsip ini menyatakan seseorang baru
yang dilakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata, yang lazim dikenal sebagai Pasal
pokok, yaitu adanya perbuatan, adanya unsur kesalahan adanya kerugian yang
43
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Grasindo, Jakarta, 2000, hlm.
59-61 .
melainkan juga dengan kepatutan dan kesusilaan yang terjadi dalam masyarakat.
sesuatu yang adil bagi orang yang telah berbuat kesalahan untuk mengganti
kerugian bagi pihak korban. Jadi dengan kata lain, tidak adil jika seseorang yang
tidak bersalah harus mengganti kerugian yang telah diderita orang lain.
(HIR) atau Pasal 283 Rechtsreglement Buitengewesten (Rbg) dan Pasal 1865
yaitu asas audi et alterm partem atau dikenal sebagai asas kedudukan yang sama
antara semua pihak yang berperkara. Asas ini menjelaskan bahwa Hakim harus
memberi para pihak beban yang seimbang dan patut sehingga masing-masing
berlaku secara umum untuk prinsip-prinsip yang lainnya adalah definisi tentang
subjek pelaku kesalahan yang terdapat pada Pasal 1367 KUH Perdata. Dalam
doktrin hukum dikenal asas vicarious liability dan corporate liability. Vicarious
44
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta,
2011, hlm. 93
liability atau dikenal juga sebagai respondent superior, let the master answer yang
mengandung pengertian yaitu majikan bertanggung jawab atas kerugian pihak lain
doktrin ini suatu lembaga atau korporasi yang menaungi suatu kelompok pekerja
Sebagai contohnya dalam suatu hubungan hukum antara rumah sakit dengan
pasiennya, dimana suatu tanggung jawab atas pekerjaan tenaga medik dan
paramedik dokter merupakan beban tanggung jawab rumah sakit tempat mereka
bekerja. Prinsip ini diterapkan tidak saja untuk karyawan organiknya yang dimana
digaji oleh pihak rumah sakit, tetapi untuk karyawan nonorganik misalnya dokter
semuanya di balik dinding suatu korporasi itu sebagai satu kesatuan, tidak dapat
membedakan mana yang berhubungan secara organik dengan korporasi dan mana
yang tidak berhubungan. Doktrin yang terakhir disebut dengan ostensible agency,
yang dimana maksudnya adalah jika suatu korporasi misalnya rumah sakit
memberi kesan kepada masyarakat (pasien), orang yang bekerja di rumah sakit
tersebut dimana seorang dokter, perawat, dan lain-lain adalah karyawan yang
syarat bagi korporasi itu untuk wajib bertanggung jawab secara vicarious terhadap
konsumennya.
terdapat pada Pasal 17, 18 ayat (1), Pasal 19 jo. Pasal 20 Konvensi Warsawa 1929
atau pada Pasal 24, 25, 28 jo. Pasal 29 Ordinansi Pengangkutan Udara No.100
Guetamala 1971.45
45
Shidarta, Op.Cit, hlm. 61
omkering van bewijslast. Dalam konteks hukum pidana yang ada di Indonesia,
Undang Tindak Pidana Korupsi, terdapat dalam Pasal 17 dan Pasal 18. Namun,
dalam praktiknya sendiri Pihak Kejaksaan RI sampai saat ini juga masih keberatan
pembuktian terbalik ini sebagaimana dijelaskan dengan tegas dalam Pasal 19,
Konsumen).
biasa yang kita kenal dengan asas hukum praduga tak bersalah yang lazim dikenal
dalam hukum. Apabila asas ini diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak
bahwa asas ini cukup relevan. Apabila teori ini digunakan maka diwajibkan untuk
membuktikan kesalahan itu terdapat dipihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat
ini yang harus menghadirkan bukti-bukti dirinya tidak bersalah. Konsumen tidak
lalu berarti dapat sekehendak hati mengajukan gugatan. Posisi konsumen sevbagai
penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal
Bertanggung Jawab. Prinsip Praduga untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab atau
Kerusakan atau juga kehilangan pada bagasi kabin atau bagasi tangan, yang
tanggung jawab dari penumpang. Dalam halini, pengangkut sebagai pelaku usaha
Dalam Pasal 44 ayat (2) Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1995 tentang
Angkutan Udara terdapat adanya penegasan “Prinsip Praduga untuk tidak selalu
bertnggung jawab” ini tidak lagi diterapkan secara mutlak, dan mengarah kepada
prinsip tanggung jawab dengan pembatasan uang ganti rugi yang memiliki syarat
setinggi-tingginya satu juta rupiah. Artinya bahwa bagasi kabin atau bagasi tangan
46
Ibid, hlm.62-63 .
dengan prinsip tanggung jawab absolut atau absolute liability. Kendati demikian
prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang
untuk dibebaskan dari tanggung jawab tersebut, misalnya keadaan force majeur
atau yang biasa dikenal dengan keadaan memaksa yang merupakan kejadian atau
keadaan yang terjadi diluar kuasa dari para pihak yang bersangkutan. Sebaliknya,
absolute liability merupakan prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak
ada pengecualiannya. Selain itu, ada pandangan yang sedikit mirip, yang
kausalitas antara subjek yang bertanggung jawab dan juga kesalahannya. Pada
strict liability, hubungan tersebut harus ada, sementara jika pada absolute liability,
hubungan itu tidak selalu ada. Yang artinya, pada absolute liability, dapat saja
mutlak ini telah diterima untuk menggantikan ketentuan Pasal 17 ayat (1)
Konvensi Warsawa 1929. Prinsip tanggung jawab mutlak ini juga diberlakukan di
47
Ibid.
dalam Hukum Positif Indonesia, yaitu dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang
jawab mutlak ini diterapkan karena pertama konsumen tidak dalam posisi
dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu pada harga produknya,
konsumen. Asas tanggung jawab tersebut dikenal dengan nama Product liability.
Menurut asas tanggung jawab ini, produsen diwajibkan bertanggung jawab atas
Gugatan Product liability dapat dilakukan berdasarkan tiga hal yakni melanggar
jaminan atau dikenal dengan (breach of warranty) misalnya khasiat yang timbul
tidak sesuai dengan janji yang tertera dalam kemasan produk; selanjutnya adanya
pembuatan obat yang baik; kemudian adanya penerapan tanggung jawab mutlak
mutlak terletak pada Risk liability, dimana Risk liability, kewajiban mengganti
rugi dibebankan kepada pihak yang menimbulkan suatu risiko adanya kerugian
pembuktian, walaupun tidak sebesar si tergugat. Dalam hal ini, konsumen hanya
pelaku usaha dan kerugian yang telah dideritanya. Selebih dari hal itu dapat
principle sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausul
eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak
film misalnya, telah ditentukan film yang ingin dicuci atau dicetak itu telah hilang
atau pun rusak termasuk akibat kesalahan petugas, maka konsumen hanya dibatasi
ganti kerugiannya sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru.48
pada Pasal 17 ayat (1) Protokol Guetamala Tahun 1971, Prinsip “Tanggung Jawab
tanggung jawab pihak pengangkut untuk satu penumpang sebesar 100.000 dolar
Amerika Serikat dimana tidak termasuk biaya perkara atau 120.000 termasuk
biaya perkara.
konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh Pelaku Usaha. Dalam Undang-
48
Ibid., hlm.64
Undang No.18 Tahun 1999 menjelaskan seharusnya Pelaku Usaha tidak boleh
DITITIPKAN HILANG
Barang sejati, obyek barang sejati dapat berupa barang-barang yang bergerak,
barang yang dapat dipindah pindahkan kapanpun atau setiap saat, misalnya
bergerak adalah barang-barang yang berkaitan dekat dengan tanah atau bangunan
yang tidak dapat dengan segera dipindahkan karena beratnya. Barang-barang tidak
dan besar dan pemasangannya dilekatkan pada bangunan atau gedung dimana
maupun tidak bergerak. Berdasarkan pada Pasal 504 KUH Perdata maka benda
dapat dikategorikan dalam 2 (dua) kategori yakni benda bergerak dan benda tak
bergerak. Mengenai benda tak bergerak diatur dalam Pasal 506-508KUH Perdata.
55
Prof. Subekti dalam bukunya membahas mengeai benda bergerak dan tak
tergolong dalam golongan benda yang tak bergerak (“onroerend”) pertama karena
sifatnya, kedua karena tujuan pemakaiannya dan ketiga karena memang demikian
ditentukan oleh undang undang. Adapun benda yang tak bergerak karena sifatnya
ialah tanah, termasuk segala sesuatu yang secara tujuan langsung atau tidak
langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan manusia, digabungkan secara erat
menjadi satu dengan tanah itu. Jadi, misalnya sebidang pekarangan, beserta segala
apa yang terdapat di dalam tanah itu dan segala apa yang di bangun di situ secara
tetap (rumah) dan yang ditanam di situ (pohon), terhitung buah-buahan di pohon
yang belum diambil merupakan benda tak bergerak karena tujuan pemakaiannya,
dengan tanah atau bangunan dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan
itu untuk waktu yang agak lama, yaitu misalnya mesin-mesin dalam suatu pabrik.
Undang-Undang, segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tak
bergerak misalnya uruchtgebruik atas suatu benda yang tak bergerak, erf
karena sifatnya atau karena ditentukan oleh undang-undang . suatu benda yang
bergerak karena sifatnya, ialah benda yang tidak tergabung dengan tanah. Apabila
49
R.Subekti, Op.Cit, hlm. 61
suatu benda yang bergerak, lijfrenten, penagihan mengenai sejumlah uang atau
suatu benda yang bergerak, surat-surat sero dari suatu perseroan perdagangan
dsb.50
Dalam hal penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah sesuai dengan
yang telah dijelaskan di atas, maka Penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah
bergerak yakni tas dan sebagainya. Dalam Penitipan barang di Pondok Indah
sebagainya ;
sebagainya ;
dan lainnya.
Membahas soal syarat maka tidak akan lepas dengan adanya prosedur,
Pondok Indah Pasar Buah juga telah menetapkan suatu prosedur dalam
Pasar Buah memiliki prosedur yang dapat dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan yaitu: 51
50
Ibid.
51
Wawancara, dengan Merry, Manager Pondok Indah Pasar Buah, tanggal 8 Juni 2018 di Pondok
Indah Pasar Buah.
keterangan-keterangan yang lengkap dan juga benar tentang sifat dan juga
barang
keterangan tentang keadaan barang yang benar dan sifat barang yang
lengkap, jenis-jenis barang dan juga macam barang yang akan segera
(customer).
Penitipan Barang
Barang sejati, pihak-pihak yang bersangkutan dengan barang tersebut adalah dua
pihak saja, yaitu pihak yang menitipkan barang dan pihak yang menerima
berjalan secara sukarela atau tanpa upah. Tetapi jika sebelum penitipan barang
dilakukan dengan pemberian upah dari pihak yang menitipkan barangnya kepada
Dilihat dari ketentuan pada Pasal 1365 KUH Perdata, maka setiap orang
yang akan menimbulkan kerugian bagi orang lain wajib memberikan ganti rugi
3. Kerugian
ditimbulkan.
bukti yang sah seperti kartu penitipan barang yang diberikan oleh si
rugi.52
Dari uraian di atas, dapat diketahu bahwa ganti rugi kehilangan Barang di
tempat Penitipan barang tersebut dapat diberikan jika barang Pihak Cutomer
52
Wawancara, dengan Merry, Manager Pondok Indah Pasar Buah, tanggal 8 Juni 2018 di
Pondok Indah Pasar Buah
tersebut memang hilang di tempat penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah.
Pihak customer tersebut harus menunjukkan bukti bahwa dia pernah menitipkan
barang kepunyaannya di tempat penitipan barang Pondok Indah Pasar Buah yaitu
dengan menunjukkan bukti kartu tanda penitipan barang. Disamping itu pihak
Pondok Indah Pasar Buah telah mengetahui bahwa tidak adanya kerjasama antara
Customer sebagai penitip barang dengan pencuri yang mencuri barang tersebut
penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah, dikatakan juga sebagai berikut:
“Besarnya ganti rugi yang diberikan oleh Pondok Indah Pasar Buah
Dengan demikian, dalam pemberian ganti rugi terdapat dua pihak, yaitu:
kejadian.
53
Wawancara, dengan Merry, Manager Pondok Indah Pasar Buah, tanggal 8 Juni 2018 di
Pondok Indah Pasar Buah.
melakukan kerja sama dengan pencurinya, maka Pihak Pondok Indah Pasar Buah
penitipan ini, petugas penjaga tempat penitipan barang di Pondok Indah Pasar
Buah tidak dibebani pemberian ganti rugi54. Penitipan barang di Pondok Indah
Pasar Buah ini dapat diartikan sebagai memberi hak sementara kepada pemilik
barang untuk menitipkan barangnya. Jika terjadi kehilangan atau cacat barang
dalam hal ini Polisi Wilayah Kota Besar Medan, sedangkan petugas penjaga
nantinya. Dalam hal terjadi kerusakan, maka pemilik barang yang dinyatakan
pada perundingan antara kedua belah pihak, yaitu pihak pemilik barang dan pihak
Pondok Indah Pasar Buah, atau tergantung pada siapa yang lalai atau siapa yang
salah di dalam kehilangan barang di penitipan barang tersebut, atau dapat juga
harga pasaran barang yang hilang atau rusak dan kemampuan pihak Pondok Indah
54
Wawancara, dengan Merry, Manager Pondok Indah Pasar Buah, tanggal 8 Juni 2018 di
Pondok Indah Pasar Buah.
Sebelum membahas mengenai tata cara pengajuan klaim ganti rugi apabila
kehilangan barang pada tempat penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah,
Pasar Buah dan mendapatkan barang bukti yang berupa kartu yang ada seri nomor
penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah adalah suatu perjanjian riil yang
punya arti bahwa perjanjian ini baru terjadi apabila dilakukannya dengan suatu
hak dan kewajiban Pondok Indah Pasar Buah. Hak dan kewajiban Pondok Indah
Pasar Buah ini mulai ada atau muncul sama dengan hak dan kewajiban dari
Adapun hak dari pemilik penitipan Pondok Indah Pasar Buah adalah :55
1. Hak untuk memberi ganti rugi atas hilangnya atau rusaknya barang
2. Hak untuk menahan barang titipan Customer, hal ini dapat terjadi
55
Wawancara, dengan Merry, Manager Pondok Indah Pasar Buah, tanggal 8 Juni 2018 di Pondok
Indah Pasar Buah
Jadi dalam hal ini terjadi karena unsur ketidak sengajaan. Walapun
Pasar Buah diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata yang berbunyi :
tidak dilampaukannya”.
Indah Pasar Buah dan apabila kejadian yang ada itu memang tidak
dititipkan.
kesalahannya.
56
Wawancara, dengan Merry, Manager Pondok Indah Pasar Buah, tanggal 8 Juni 2018 di Pondok
Indah Pasar Buah
yang dititipkan adalah apabila customer tersebut tidak mau menerima jumlah
ganti kerugian yang diberikan oleh Pondok Indah Pasar Buah. Untuk mengatasi
hambatan tersebut Pondok Indah Pasar Buah harus berusaha bagaimana caranya
agar Customer mau menerimanya tetapi tidak dengan cara paksaaan. Adapun cara
yang ditempuhnya yaitu dengan prinsip mengalah untuk menang yaitu dengan
cara menambah jumlah ganti rugi lebih dari pada harga yang berlaku di Pasaran
walaupun tidak begitu banyak terpautnya. Pondok Indah Pasar Buah juga
yang dititipkan itu karena kelalaiannya dan pada prinsipnya pemilik penitipan
Pondok Indah Pasar Buah tidak mau merepotkan dirinya hanya untuk
dititipkan. Pemilik penitipan Pondok Indah Pasar Buah memilih jalan seperti itu
karena untuk menghindari agar customer yang barangnya hilang atau rusak itu
Pemilik pentitipan Pondok Indah Pasar Buah tersebut akan kalah berperkara
karena telah terbukti kesalahannya. Juga memerlukan biaya yang tidak sedikit,
dan juga waktu yang cukup lama dan resiko yang harus dipikulnya yaitu nama
Setiap orang yang menitipkan barang pada penitipan Pondok Indah Pasar
Buah juga pasti mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban ini timbul
perjanjian tersebut. Namun untuk penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah,
hak dan kewajiban itu mulai timbul sejak diserahkannya barang dari pemiliknya
kepada pihak yang mempunyai penittipan yaitu Pondok Indah Pasar Buah.
Adapun hak dari Customer adalah untuk meminta ganti rugi kepada pemilik
penitipan Pondok Indah Pasar Buah yang melalaikan barang yang dititipkan yang
dititipkan. Mengenai tuntutan ganti rugi yang merupakan hak mutlak dari
Customer ini adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 1246 KUH Perdata yang
menyatakan :
Walaupun tuntutan ganti rugi merupakan hak mutlak dari customer yang
barangnya telah hilang atau telah rusak karena kelalaian dari pihak pemilik
penitipan Pondok Indah Pasar Buah, namun tuntutan ganti rugi dapat berhasil dan
juga tidak berhasil. Tuntutan ganti rugi akan berhasil bila kelalaian yang
kalau penyebab hilangnya dan kerusakan pada barang yang dititipkan tersebut
karena keadaan yang tidak dapat diduga atau tidak dapat disingkiri atau yang
biasa disebut dengan overmacht, maka pemilik penitipan Pondok Indah Pasar
Buah tidak akan atau tidak berhak mengganti kerugian. Jadi dalam hal ini tuntutan
yang diajukan oleh Customer adalah sia-sia atau tidak berhasil dan fungsi dari
keadaan yang tidak dapat diduga ataupun tidak dapat dihindari adalah merupakan
keadaan yang tidak dapat dihindari ini diatur dalam Pasal 1708 KUH Perdata ayat
Setelah menguraikan tetang hak dari Customer, maka berikut ini akan
dijelaskan mengenai kewajiban dari Customer yang dititipkan. Seperti kita ketahui
bahwa antara hak dan kewajiban adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan
dari Customer yang barangnya akan dititipkan adalah menjaga kartu penitipan
di Pondok Indah Pasar Buah, maka Customer tersebut dapat mengajukan ganti
rugi kepada pemilik penitipan. upaya pengajuan klaim ganti rugi di penitipan
sebelumnya.
belah pihak, berarti sudah tidak ada masalah apapun dan tidak akan
Dari uraian di atas maka penitipan Pondok Indah Pasar Buah sudah
memenuhi asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat
karcis yang dikeluarkan oleh pemilik penitipan Pondok Indah Pasar Buah adalah
sudah baku sifatnya mengikat pula bagi Customer selaku si penitip barang, dan
tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata yang membatasi
kebebasan berkontrak.
PENITIPAN BARANG
tidak luput dari permasalahan yang juga semakin meningkat. Seperti halnya pada
penitipan barang, di era ini, penitipan barang merupakan jasa yang tidak asing dan
masyarakat awam yang tidak menyadari bahwa perbuatan yang ia lakukan adalah
merupakan salah satu bukti bahwa penitipan barang tersebut merupakan hal yang
Terkait dengan hal tersebut, banyak permasalahan yang timbul akibat jasa
konsumen menuntut haknya kepada pelaku usaha atau orang yang bertanggung
jawab atas kehilangan barang tersebut. Namun terkadang banyak pihak pelaku
dengan dalih mereka sudah memberitahukan diawal bahwa barang yang hilang
bukan merupakan tanggung jawab dari mereka. Hal ini yang menimbulkan
71
Keadaan seperti itu dimanfaatkan oleh para pelaku usaha, salah satunya
yaitu Pusat Perbelanjaan Pondok Indah Pasar Buah. Jasa Perbelanjaan pada saat
ini merebak ke berbagai daerah karena dalam beberapa hal jasa perbelanjaan
memiliki keunggulan yang tidak didapat dari bisnis jasa lain. Peluang dalam usaha
ini dianggap menjanjikan, terutama saat era globalisasi yang segalanya praktis.
klausulnya di bakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak
kuat;
2. Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu;
tersebut;
4. Bentuknya tertulis;
Istilah perjanjian sering kita temukan dalam hukum perdata, dimana satu
57
Celine Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit, hlm.139
58
Mariam Darus Badrulzzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hlm.50.
sebagaimana yang telah diperjanjikan, hal ini bisa disamakan dengan seorang
secara tidak langsung dia telah mengikatkan dirinya dengan supermarket tersebut,
Pondok Indah Pasar Buah yang dimana memuat berbagai hak dan kewajiban para
pihak serta risiko-risiko yang akan timbul. Jadi apabila terjadi sebuah kehilangan
barang yang dimiliki oleh konsumen maka konsumen atau para customer
memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas barang yang hilang
diatur dalam Bab XI tentang Penitipan Barang yaitu Pasal 1694-1793 Buku
Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pasal 1694 KUH
Perdata yang menyatakan bahwa penitipan barang terjadi bila sesorang menerima
bahwa perjanjian penitipan antara pemberi jasa dan konsumen, Pasal 1365 yang
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Sifat perdata dari hubungan hukum
antara pelaku usaha dan konsumen, maka demi hukum, setiap pelanggaran yang
dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen memberikan hak kepada
pelaku usaha yang merugikannya, serta untuk menuntut ganti rugi atas kerugian
tingkat ketergantungan yang cukup tinggi antara yang satu dengan yang lain. 59
Hubungan antara pemilik Hotel dengan Tamu Hotel ini dikenal sebagai
hubungan antar pelaku usaha dengan konsumen dalam aspek perlindungan hukum
ketentuan ini bahkan harus diteliti lagi jika penerima titipan itu yang mula-mula
menawarkan diri untuk menyimpan barang itu dan jika telah adanya suatu jaminan
59
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit, hlm.9.
untuk penitipan itu (adanya pemberian kartu nomor tanda penitipan terjadi).
Dengan kata lain apabila terjadi kerusakan dan bahkan kehilangan barang di
barang.
dalam perjanjian. Klausula baku yang bersifat eksonerasi ini yang menghilangkan
kewajiban ganti rugi atas terjadinya kehilangan bertentangan dan tidak sejalan
dengan Undang-undang tersebut. Dalam Pasal 18 ayat (1) huruf (a) Undang-
menawarkan barang dan juga jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang
menegaskan bahwa setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha
di ayat (1) dan (2) dinyatakan batal demi hukum. Dengan demikian klausula baku
yang memuat klausula eksonerasi didalamnya dan berdasarkan Pasal 18 ayat (3)
merupakan lex specialist dari pengaturan umum yang ada pada KUH Perdata
Klausula baku di dalam perjanjian dapat dibuat akan tetapi tidak boleh
bahwa pelaku usaha bertanggung jawwab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau
jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan, dan ganti rugi dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara
dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi. Pemberian ganti rugi tidak
pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan, dan pemberian ganti
rugi tidak berlaku jika pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
ditegaskan bahwa pada pelaku usaha yang menolak dana juga tidak memberi
tanggapan dan tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal 19 ayat (1) sampai dengan ayat (4) Undang-Undang
konsumen.
barang harus bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas hilangnya barang
yang dititipkan ditempat penitipan barang, pemilik penitipan barang tidak dapat
dirinya tidak bertanggung jawab atas terjadinya kerusakan atau kehilangan barang
Pelaku usaha dapat dikenakan sanksi pidana jika pelaku usaha tetap melanggar
Konsumen tersebut akan diberikan sanksi, baik sanksi pidana penjara atau pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasa 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal
25, Pasal 17 ayat (1) huruf (a) (b) (c) (e), ayat (2), dan Pasal 18 dapat dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling
PENUTUP
A. Kesimpulan
penentuan ganti rugi terhadap barang yang rusak dan juga hilang di
dengan dua cara yaitu dengan cara kekeluargaan dan dengan cara
barang yang sama atau dengan uang. Hal ini masih disertai syarat-
yang diberikan pada saat penitipan terjadi, dan tidak ada unsur kerja
sama antara pemilik barang yang hilang dengan pihak pencuri setelah
secara penuh oleh pihak Pondok Indah Pasar Buah sepanjang barang
yang hilang tersebut terbukti resmi dan sah dibawah tanggung jawab
78
kartu tanda telah menitipkan barang di Pondok Indah Pasar Buah atau
terlebih dahulu antara pihak Pondok Indah Pasar Buah dengan pemilik
B. Saran
a. Sebaiknya penyelesaian ganti rugi atas barang yang rusak atau yang
Pasar Buah.
A. Buku
HS, Salim. 2002. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar
Grafika.
Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2011. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar
Grafika.
Liberty.
Aditya Bakti.
Sumatera Utara.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2011. Penelitian Hukum Normatif, Suatu
B. Peraturan Perundang-Undangan
Konsumen
C. Wawancara
Wawancara, dengan Merry, Manager Pondok Indah Pasar Buah, Pondok Indah
tersebut akan dititipkan. Setelah itu pemberi barang titipan juga akan
tentang sifat dan juga macam-macam barang yang akan dititipkan. Jika
barang yang lengkap, jenis-jenis barang dan juga macam barang yang
titipan.
3. Apakah yang diberikan oleh Pihak Pondok Indah Pasar Buah sebagai
jaminan telah terjadinya proses penitipan barang?
Jawab:
Pondok Indah Pasar Buah memberikan kartu penitipan barang sebagai
bukti barang customer telah dititipkan kepada pihak penjaga penitipan
barang.
kehilangan.
5. Apa yang diberikan oleh Pihak Pondok Indah Pasar Buah apabila barang
apakah pihak Pondok Indah Pasar Buah akan memberikan ganti rugi
berupa barang yang sama atau dalam bentuk uang, atau lainnya?
Jawab:
Besarnya ganti rugi yang diberikan oleh Pondok Indah Pasar Buah kepada
patokan harga barang yang hilang ditempat penitipan barang tersebut pada
saat kejadian.
Buah?
Jawab:
Adapun hak dari pemilik penitipan Pondok Indah Pasar Buah adalah :
3. Hak untuk memberi ganti rugi atas hilangnya atau rusaknya barang
4. Hak untuk menahan barang titipan Customer, hal ini dapat terjadi
dititipkan.
kesalahannya.
8. Bagaimana tata cara pengajuan klaim ganti rugi apabila terjadi kehilangan
barang pada tempat penitipan barang di Pondok Indah Pasar Buah?