Anda di halaman 1dari 109

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN PATEN TERDAFTAR DI

INDONESIA (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 147


PK/Pdt.Sus-HKI/2018)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

DIMAS ARDIAN
NIM: 190200405

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2023

i
LEMBAR PENGESAHAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN PATEN TERDAFTAR DI


INDONESIA (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 147
PK/Pdt.Sus-HKI/2018)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana


Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh:
DIMAS ARDIAN
190200405

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

Disetujui oleh:
Ketua Program Studi Ilmu Hukum

Dr. Yefrizawati, S.H., M.Hum.


NIP. 197512102002122001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.HumSURAT Dr.


PER Syarifah Lisa Andriati, S.H., M.Hum.
NIP. 196603031985081001 NIP. 198409112015042001
i
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini

Nama : Dimas Ardian

NIM : 190200405

Adalah mahasiswa Konsentrasi Hukum Perdata BW Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis

dengan judul:

“TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN PATEN


TERDAFTAR DI INDONESIA (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
NOMOR 147 PK/Pdt.Sus-HKI/2018)”
Merupakan hasil penulisan saya sendiri, saya bersedia menanggung segala

akibat yang ditimbulkan apabila skripsi ini terbukti hasil karya orang lain.

Medan, 2023

Penulis

Dimas Ardian
190200405

ii
KATA PENGANTAR

Rasa syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena

berkat rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Tinjauan Yuridis Terhadap Pembatalan Paten Terdaftar Di Indonesia (Studi Putusan

Mahkamah Agung Nomor 147PK/Pdt.Sus-HKI/2018)”. Penulisan skripsi ini disusun

dengan tujuan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini membahas mengenai pembatalan pendaftaran paten, khususnya pada

Pengambilalihan hak atas paten yang terdaftar. Dengan penuh kesadaran sebagai

manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, penulis sadar bahwa terdapat banyak

kekurangan dalam skripsi ini, sehingga masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena

itu kritik dan saran yang membangun tentu sangat diharapkan demi perbaikan di

kemudian hari.

Penulis secara khusus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

kedua orang tua saya yang saya kasihi dan sayangi, Bapak Sudarmadi dan Ibu

Miranda Elvi Simanullang yang selalu memberikan saya motivasi, nasehat,

bimbingan untuk selalu menjadi lebih baik kedepannya, serta senantiasa mendoakan

saya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga berterimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si., selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara;

iii
2. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

3. Ibu Dr. Agusmidah, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Mohammad Eka Putra, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I dan

Dosen Pembimbing Akademik Penulis. Penulis ucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya atas waktu, tenaga, pikiran, arahan dan kritikan yang sangat

membangun sehingga skripsi ini selesai;

7. Ibu Dr. Syarifah Lisa Andriati, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang

telah menyediakan waktu untuk membimbing penulis dalam proses

pengerjaan skripsi ini;

8. Ibu Yefrizawati S.H., M.Hum, selaku Kepala Program Studi S1 Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Ibu Dr. Affila S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi S1 Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

10. Terima kasih kepada seluruh Bapak dan Ibu Dosen pengajar dan juga kepada

seluruh jajaran Staf administrasi dan Pegawai Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara yang telah membantu saya selama menjalani perkuliahan;

iv
11. Terima kasih kepada saudari kandung saya Kamelia Ulfa yang telah

memberikan dukungan, bantuan, serta doa kepada Penulis;

12. Terima kasih kepada sahabat-sahabat penulis yang telah memberikan

semangat, pembelajaran, dan mewarnai kehidupan perkuliahan penulis, Tua,

Rei, Salman, Raja, Heri, Alfi, dll.;

13. Terima kasih kepada Wave Coffee Space dan jajarannya, Heri, Virel, Emsah,

Raja, yang selalu mendukung dan menyediakan tempat untuk penulis

menyelesaikan penulisan skripsi ini;

14. Terima kasih kepada HMI FH USU, yang telah banyak memberikan pelatihan

serta pembelajaran selama masa perkuliahan dan mengajari penulis dalam

berorganisasi selama masa perkuliahan;

15. Terima kasih kepada teman-teman yang tergabung dalam Grup A Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara (2019) yang telah berjuang bersama

dengan penulis selama masa perkuliahan;

16. Terima kasih kepada Ka Ruth yang telah banyak membantu penulis dalam

mengerjakan penulisan skripsi;

17. Terima kasih kepada semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu

persatu yang telah membantu penulis hingga mencapai titik ini dan tak kenal

lelah memberikan motivasi;

Demikian penulisan skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna. Semoga

penulisan skiripsi ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan perkembangan

ilmu pengetahuan. Atas perhatiannya, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

v
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR........................................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................vi
ABSTRAK.........................................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................2
A. Latar Belakang.......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................
D. Keaslian Penulisan...............................................................................10
E. Tinjauan Kepustakaan........................................................................12
F. Metode Penelitian................................................................................14
G. Sistematika Penulisan..........................................................................18
BAB II DASAR PEMBATALAN PATEN TERDAFTAR DI INDONESIA........21
A. Tinjauan Umum Paten Di Indonesia.................................................21
1. Sejarah Pengaturan Paten di Indonesia.............................................21
2. Bentuk-Bentuk Paten........................................................................29
3. Lisensi Paten.....................................................................................34
4. Penyelesaian Sengketa Pembatalan Paten........................................49
B. Pengaturan Pendaftaran paten..........................................................58

C. Prosedur Pembatalan Paten...............................................................61


BAB III AKIBAT HUKUM BAGI PEMEGANG PATEN YANG
MENGALAMI PEMBATALAN PATEN DAN PERLINDUNGAN
HUKUM TERKAIT PEMBATALAN PATEN TERDAFTAR................67
A. Akibat Hukum Bagi Pemegang Paten yang mengalami
Pembatalan Paten Terdaftar...............................................................67
1. Konsekuensi hukum pihak yang mengalami Pembatalan Paten
Terdaftar……………………………………………………………67
2. Kewajiban dan tanggung jawab pihak yang mengalami Pembatalan
Paten Terdaftar..................................................................................69

vi
B. Akibat Hukum Pembatalan Paten Terdaftar bagi Pihak yang
mendapatkan Hak Paten.....................................................................69
1. Hak dan Kewajiban pihak yang mendapatkan paten........................69
2. Tanggung jawab dan Risiko pihak yang mendapatkan paten...........70
C. Perlindungan Hukum atas Paten yang Diamankan Melalui
Pembatalan Paten yang Terdaftar.....................................................72
1. Perlindungan Hukum Paten yang Diamankan Melalui Pembatalan
Paten yang Terdaftar.........................................................................72
2. Penegakan Hukum dan Sanksi Terhadap Pelanggaran Hak Paten....74
BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PEMBATALAN PATEN
TERDAFTAR PADA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 147
PK/PDT.SUS-HKI/2018...................................................................................78
A. Posisi Perkara Putusan Mahkamah Agung Nomor 147
PK/Pdt.Sus-HKI/2018.........................................................................78
B. Pemenuhan Unsur Putusan Mahkamah Agung Nomor 147
PK/Pdt.Sus-HKI/2018.........................................................................81
C. Pertimbangan Majelis Hakim Pada Putusan Mahkamah Agung
Nomor 147 PK/Pdt.Sus-HKI/2018.....................................................82
D. Amar Putusan Mahkamah Agung Nomor 147
PK/Pdt.Sus-HKI/2018.........................................................................84
E. Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 147 PK/Pdt.Sus-
HKI/2018..............................................................................................85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................90
A. Kesimpulan...........................................................................................90
B. Saran.....................................................................................................91
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................93

vii
ABSTRAK

Tinjauan Yuridis Terhadap Pembatalan Paten Terdaftar Di Indonesia (Studi


Putusan Mahkamah Agung Nomor 147 PK/Pdt.Sus-HKI/2018)
Dimas Ardian*
Hasim Purba.**
Syarifah Lisa Andriati.***

Sebagai bentuk perlindungan hukum oleh negara untuk mengatasi


permasalahan perkara sengketa paten yang sering terjadi saat ini adalah melalui
penerapan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten yang sebagian
pasalnya diubah dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penerapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta
Kerja menjadi Undang-Undang.
Analisis permasalahan dalam penelitian ini terkait dengan Peninjauan Kembali
PT. POLARCHEM dan kawan kawan terhadap putusan Mahkamah Agung Nomor
791 K/Pdt.Sus-HKI/2016 yang selanjutnya adanya putusan Mahkamah Agung Nomor
147 PK/Pdt.Sus-HKI/2018 adalah untuk mengetahui apa pertimbangan hukum, akibat
hukum dan analisa hukum terkait dengan putusan pembatalan paten yang sudah
terdaftar di Indonesia oleh Mahkamah Agung di pengadilan tingkat peninjauan
kembali. Metode penelitian yang digunakan ialah penelitian hukum normatif
deskriptif. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang didapat dari
dokumen resmi, buku, dan hasil penelitian. Analisa data dilakukan dengan metode
analisa data kualitatif. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan
penelitian secara yuridis normatif.
Dari hasil analisis yuridis terhadap putusan Mahkamah Agung Nomor 147
PK/Pdt.Sus-HKI/2018 dapat disimpulkan bahwa dari alasan-alasan peninjauan
kembali yang disampaikan, Majelis Hakim berpendapat telah ditemukan suatu
kekhilafan Hakim dan/atau suatu kekeliruan yang nyata oleh Judex Juris dengan
pertimbangan Paten Sederhana Nomor ID S0001281 B atas nama Teddy Tio tidak
memiliki unsur kebaruan (novelty) dan sudah ada teknologi yang telah diungkap
sebelumnya sehingga dinyatakan bukan merupakan invensi baru dan Paten atas nama
Teddy Tio dibatalkan dan menerima segala akibat hukum lainnya. Hal ini sudah tepat
karena sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
sebagai salah satu dasar hukum dalam penyelesaian permasalahan perkara sengketa
paten. Terhadap seluruh inventor dan khususnya kepada tergugat atas nama Teddy
Tio untuk memahami aspek-aspek hukum terkait dengan paten.
Kata Kunci: Paten, Pembatalan, Kebaruan.
*
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

viii
**
Dosen Pembimbing I
***
Dosen Pembimbing II

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara dengan penduduk paling terpadat ke-4 di

dunia setelah China, India dan Amerika Serikat. Kepadatan penduduk ini

mempengaruhi upaya untuk mempertahankan dan mengembangkan diri yang

menjadikan manusia sebagai mahluk kreatif dibandingkan mahluk-mahluk lainnya.

Kreatifitas manusia menciptakan hal-hal yang baru yang biasa disebut inovasi.

Inovasi merupakan penerapan secara praktis gagasan kreatif. Inovasi tercipta karena

adanya kreativitas yang tinggi. Kreativitas adalah kemampuan untuk membawa

sesuatu yang baru ke dalam kehidupan.

Negara Indonesia adalah negara hukum, maka segala hal yang ada di dalam

negara Indonesia harus didasarkan pada hukum1. Pemerintah sebagai perwakilan

rakyat haruslah mampu mengakomodir kebutuhan hak atas kekayaan intelektual

setiap rakyat, yaitu adanya rasa aman, damai dan terjaga, baik diri maupun harta, agar

tidak terjadi ketidakadilan dalam kehidupan bangsa dan bernegara, diharapkan tidak

terjadinya orang lain mengambil kekayaan intelektual dari sang pemilik kekayaan

intelektual dan menyebar luaskan tanpa adanya komunikasi atau izin, hal tersebut

diakomodir dalam aturan hukum

Salah satu jenis penggolongan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) adalah

paten. Paten merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual yang merupakan

1
Nurul Qamar, Negara Hukum atau Negara Undang-Undang (Makassar. Refleksi, 2010),
hlm.6

1
2

basis industri modern. Paten menjadi dasar pertumbuhan industri secara modern yang

bersumber pada penemuan baru, teknologi canggih, kualitas tinggi dan standar mutu.

Paten diberikan untuk melindungi Invensi dibidang teknologi. 2 Kata Paten, berasal

dari bahasa Inggris Patent, yang awalnya berasal dari patere membuka diri (untuk

pemeriksaan publik).3

Menurut kamus hukum, paten atau octrooi adalah hak yang diberikan kepada

seseorang atas permohonan untuk menikmati hasil penemuannya dan sebagai

perlindungan terhadap kemungkinan adanya peniruan terhadap hasil

ciptaan/penemuan itu.

Pemberian paten harus dilindungi oleh pemerintah untuk mendukung kegiatan

inovasi dan invensi teknologi. Apabila tidak ada perlindungan yang memadai,

inventor memilih untuk menyimpan teknologinya. Sebaliknya dengan pemberian

paten, negara meminta inventor untuk mendaftarkan invensinya dalam spesifikasi

paten yang deskripsinya dapat diakses secara luas, sehingga masyarakat memperoleh

manfaat.

Perlindungan paten diberikan untuk elemen yang bersifat immaterial. Kriteria

hukum dan hak eksklusif sebagai defenisi perlindungan paten tersebut. Misalnya,

tujuan fundamental sistem paten untuk mendukung pengembangan teknologi yang

memiliki fungsi untuk kemanfaatan masyarakat luas. Isu sentral perlindungan paten

adalah keseimbangan antara inventor dan pihak ketiga yang dapat terjalin dengan

2
Oka Mahendra, Undang-Undang Paten Perlindungan Hukum Bagi Penemu Dan Sarana
Menggairahkan Penemuan, Cetakan Pertama, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1991, hlm 26
3
Yusran Isnaini, Buku Pintar HKI Tanya Jawab Seputar Hak Kekayaan Intelektual, Ghalia
Indonesia, Bogor, 2010, hlm 75
3

baik. Pihak ketiga harus memberikan insentif yang terkait dengan penghargaan secara

ekonomi dan pemberian hak eksklusif paten.4

Pemegang Hak Paten atas pendapatannya telah mempunyai suatu hak

monopoli. Artinya, dia dapat menggunakan haknya untuk melarang siapapun tanpa

persetujuannya membuat apa yang telah dipatenkannya. Pemegang Hak Paten

memiliki kedudukan yang kuat terhadap pihak saingannya. Jika salah satu pihak

melakukan pelanggaran terhadap hak pemegang paten maka pemegang hak paten

dapat melakukan aksi hukum kepidanaan dan keperdataan. Pihak yang melakukan

pelanggaran akan dituntut melakukan tindak pidana. Aksi hukum kepidanaan bagi

pihak yang melakukan pelanggaran hak paten akan dikenakan tuntutan penggantian

kerugian dengan denda uang yang telah diputuskan.

Hak Paten merupakan benda dalam arti kebendaan menurut Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (jo. Pasal 570 KUHPerdata). Hak Paten merupakan sebagian

kekayaan dari orang yang memilikinya. Hak Paten tersebut menurut ketentuan

undang-undang termasuk benda bergerak, dan umumnya undang-undang

memberlakukan hak paten sebagai benda tidak bergerak.

Pembaharuan dalam bentuk pendekatan perubahan undang-undang paten

dilakukan guna mengoptimalisasi kehadiran negara dalam pelayanan pemerintah di

bidang kekayaan intelektual dan keberpihakan pada kepentingan Indonesia tanpa

melanggar prinsip-prinsip internasional. Pembaharuan undang-undang paten

bertujuan mewujudkan penguatan teknologi serta membangun landasan paten

4
Rahmi Jened Parinduri Nasution, Interface Hukum Kekayaan Intelektual dan Hukum
Persaingan, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013, hlm 149
4

nasional melalui pendekatan sistemik realisme hukum pragmatis (Pragmatic Legal

Realism).5

Secara umum Undang-Undang No 14 Tahun 2001 tentang Paten antara lain

mengatur tentang hak (paten), cara memperoleh dan mempertahankan hak, dan

pembatasan-pembatasan untuk mewujudkan keseimbangan antara hak dan kewajiban

pemilik atau pemegang paten. Undang-Undang No 14 Tahun 2001 tentang Paten telah

diberlakukan di Indonesia sejak tahun 2001. Keberadaan undang-undang paten telah

diberlakukan, selama 7 (tujuh) tahun terakhir dinilai tidak dapat mengatasi

permasalahan tentang perlindungan invensi diganti dengan Undang-Undang No 13

Tahun 2016 Tentang Paten sehingga diharapkan dapat mengatasi berbagai

permasalahan yang berkembang di masyarakat saat ini yang @emudian @e@rapa

@etentuan diu@ah dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta

@erja Menjadi Undang-Undang.

Paten dan kebebasan menggunakan teknologi seharusnya dapat digunakan oleh

masyarakat karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin

meningkat. Hal ini diakibatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

semakin meningkat. Perkembangan tersebut mendorong peningkatan kesadaran

masyarakat dalam menggunakan teknologi. Tujuan pemberian paten adalah

memberikan penghargaan terhadap invensi baru. Penghargaan tersebut akan

mendorong invensi teknologi yang baru sehingga undang- undang dapat memberikan

perlindungan bagi para inventor.

5
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 Tentang Paten
5

Pembaharuan undang-undang dari Undang-Undang No. 14 Tahun 2001

menjadi Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 yang@e@erapa etentuannya diu@ah

dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 diharapkan mampu meningkatkan

pelayanan pemerintah di bidang paten yang menggunakan transaksi elektronik atau e-

filling, sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jendral Administrasi

Hukum Umum, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen AHU

Kemenkumham) dalam memberikan pelayanan di bidang pendirian badan hukum,

dan aktifitasnya. Penerapan e-filling dalam permohonan paten sangat sesuai dengan

kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan, dengan kondisi geografis yang luas dan

memiliki banyak pulau. Pelayanan secara e-filling akan sangat efektif dan efisien

untuk meningkatkan jumlah permohonan dalam negeri dan meningkatkan

perlindungan paten di indonesia.

Undang-Undang Paten yang berlaku saat ini tidak dapat mengatasi berbagai

masalah yang dihadapi masyarakat, yaitu: kondisi yang menyebabkan pemerintah

tidak mampu menyediakan berbagai kemudahan kepada inventor dalam negeri dan

peneliti dalam pengurusan Paten.

Dampak masalah tersebut adalah peningkatan permohonan Paten dalam negeri

yang berasal dari lembaga penelitian nirlaba dan inventor. Biaya pemeliharaan untuk

paten sederhana perlu dipertimbangkan termasuk pemberlakuan sistem grace period

selama 6 (enam) bulan terkait pembayaran biaya tahunan serta tunggakan biaya

pemeliharaan yang diperlakukan seperti piutang negara yang wajib ditagih. Sikap

cepat dan tanggap Pemerintah diperlukan masyarakat untuk memberikan kesempatan

kepada seluruh inventor Indonesia.


6

Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah tidak hanya terkait dengan bidang

kesehatan, bidang pertahanan keamanan negara juga memerlukan pengaturan

pelaksanaan paten oleh pemerintah. Pengaturan pelaksanaan paten oleh pemerintah

perlu lebih disempurnakan dengan dasar pertimbangan: (a)berkaitan dengan

pertahanan keamanan negara; atau (b) kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan

masyarakat. Selain itu, terdapat keringanan sanksi pelanggaran paten. Sanksi dalam

pelanggaran paten dapat diperberat apabila pelanggaran tersebut mengakibatkan

terjadinya ancaman keselamatan jiwa manusia atau lingkungan hidup.6

Agar peraturan-peraturan hukum tersebut tetap terjaga dan dapat berlangsung

terus menerus serta diterima oleh seluruh lapisan masyarakat, maka peraturan-

peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-

asas keadilan dari masyarakat tersebut.7

Pelanggaran terhadap paten selain akan sangat merugikan penemu atau

perusahaan secara ekonomi, juga akan merugikan reputasi terhadap produk atau

temuan yang telah dipatenkan, karena untuk tujuan komersial dan untuk bisa

memperoleh keuntungan secara cepat dengan cara memanfaatkan kesempatan yang

ada, maka produk dibuat tidak sesuai standard, di produksi secara masal, dan lain-

lain. Sehingga banyak produk yang beredar tidak sama dengan kualitas atau mutu

yang sudah dirancang atau ditetapkan tanpa persetujuan dari pemilik paten.

Pemegang paten dalam hal ini memiliki hak ajukan gugatan untuk ganti rugi di

majelis hukum pengadilan niaga setempat kepada seseorang yang telah bertindak
6
Klik legal, Akibat Pasal 20 UU Paten, Ada Pihak Asing yang tolak daftar Paten di Indonesia,
diakses melalui https://kliklegal.com/akibat-pasal-20-uu-paten-ada-pihak-asing-yang-tolak-daftar-
paten-di-indonesia/ pada 4 Mei 2023 pukul 19.00 WIB.
7
Hasim Purba, dasar-dasar pengetahuan ilmu hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2019, Hlm.28
7

dengan terencana atau sengaja serta tidak ada pembenaran pelanggaran terhadap

paten. Uraian ini menjadi dasar pemikiran, bahwa pentingnya pengaturan paten untuk

memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha, instansi maupun bagi para inventor.8

Terjadinya sengketa akibat adanya pelanggaran hukum terhadap hak pemegang

paten harus dituntaskan sesuai dengan proses hukum yang berlaku untuk menjamin

perlindungan hukum dan keadilan bagi pemegang paten. Jika sengketa pelanggaran

paten tidak diselesaikan secara hukum, semangat dan motivasi untuk menciptakan

penemuan baru baik untuk proses produksi maupun non produksi akan berkurang.

Penanganan sengketa pada bidang hak paten ada pada Undang Undang No 13 Tahun

2016 mengenai Paten.9

Kasus yang dibahas dalam penelitian ini adalah sengketa antara PT

POLARCHEM, PT GARUDA TASCO INTERNATIONAL, PT STAR METAL

WARE INDUSTRY, dan PT GOLDEN AGIN melawan TEDDY TIO sebagai

Tergugat. Penggugat adalah Perusahaan yang berdomisili di Indonesia sejak tahun

1975 dengan Bisnis Utama di bidang distribusi dan perdagangan segala produk

pupuk, bibit, dan berbagai macam alat dan merek pertanian. Sejak tahun 2011,

perusahaan-perusahaan tersebut telah mendistribusikan dan memperdagangkan alat-

alat pertanian. Empat perusahaan diatas telah memiliki lisensi paten dan memilik hak

eksklusif untuk mendaftarkan paten.

8
Jerry Vicky Mawu, “Penyelesaian Sengketa Hak Paten Menurut Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2016 Tentang Paten”, Lex et Societatis, Volume 5, Nomor 7, September, 2017, hlm. 71.
9
Jeferson David Rompas, “Hak Pemegang Paten Dalam Gugatan Ganti Rugi Melalui
Pengadilan Niaga Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten”, Lex Privatum,
Volume 6, Nomor 3, Mei, 2018, hlm. 28.
8

Tuntutan tergugat/penggugat adalah inventor/pemilik produk-produk atau

penemuan alat Penyemprot Elektrik bertanda “CBA Electric Battery Sprayer” yang

telah terdaftar dalam Daftar Paten Publik Direktorat Jenderal Ke@ayaan Intele@tual,

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, sebagaimana

dinyatakan tentang Sertifikat Paten No. ID S0001281, tanggal 9 September 2013,

dengan lampiran No. ID S00012881 B Judul Invensi: Peralatan Penyemprot Elektrik,

diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Lampiran Sertifikat Paten No. ID S0001281 tercantum deskripsi, klaim, abstrak, dan

gambar penemuan baru yang dimiliki oleh Tergugat/Penggugat Rekonvensi.

Tergugat menemukan produk alat-alat Penyemprot Elektrik dengan bentuk dan

fungsi yang mirip, deskripsi, klaim, abstrak, dan gambar yang beredar di sekitar

Sumatera dan Jawa, yang diproduksi/dijual oleh Penggugat I/ Tergugat tuntutan balik

I yaitu POLAR Knapshack Sprayer, Penggugat II/ tuntutan balik Tergugat II yaitu

ROBOT RB 16E , Rekonvensi Penggugat III/ Tergugat III yaitu YOTO, Rekonvensi

Penggugat IV/ Tergugat IV yaitu SWAN dengan total jumlah Electric Sprayer per

bulan minimal 4.250 unit. Pengadilan Menyatakan Rekonvensi Tergugat/Penggugat

adalah pemegang hak penuh paten berdasarkan Sertifikat Paten No. ID S0001281,

tanggal 9 September 2013, termasuk bukti No. ID S00012281 berjudul Invensi:

Peralatan Penyemprot Elektrik.10.

Berdasarkan latar belakang di atas, Penulis tertarik untuk meng@aji dan

menganalisis melalui penulisan skripsi dengan judul, “TINJAUAN YURIDIS

TERHADAP PEMBATALAN PATEN TERDAFTAR DI INDONESIA (STUDI

10
Putusan Mahkamah Agung Nomor: 147 PK/PDT.SUS-HKI/2018, hal 4
9

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

147PK/Pdt.Sus-HKI/2018)”. yang menguraikan tinjauan yuridis terhadap pembatalan

paten yang terdaftar di Indonesia, akibat hukum dan perlindungan hukum bagi

pemegang Hak Paten.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim pada pembatalan

paten terdaftar di Indonesia dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor

147PK/Pdt.Sus-HKI/2018?

2. Bagaimanakah akibat hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang Hak

Paten yang mengalami pembatalan paten terdaftar di Indonesia?

3. Bagaimana analisis hukum terkait pembatalan paten terdaftar di Indonesia

dalam Putusan Mahkamah Agung RI No 147PK/Pdt.Sus-HKI/2018?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat diuraikan

tujuan dari penulisan skripsi ini, yakni:

1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung

RI pada pembatalan paten terdaftar di Indonesia dalam putusan Mahkamah

Agung RI Nomor 147PK/Pdt.Sus-HKI/2018.

2. Untuk mengetahui akibat hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang

Hak Paten yang mengalami pembatalan paten terdaftar di Indonesia?

3. Untuk mengetahui analisis hukum terhadap pembatalan paten terdaftar di

Indonesia dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor 147PK/Pdt.Sus-

HKI/2018
10

Manfaat penulisan skripsi ini antara lain:

1. Secara Teoritis

Penulisan ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan

pandangan yang benar terhadap pembatalan paten dan pengambilalihan hak

atas paten yang terdaftar, yang dapat memberikan pengetahuan,

pemahaman, serta memicu sikap kritis terkait persoalan Pembatalan Paten

di Indonesia, sehingga memberikan masukan dan saran bagi ilmu

pengetahuan, dokumentasi karya tulis, literatur, dan bahan-bahan informasi

ilmiah lainnya, dan pemahaman tentang tinjauan yuridis terhadap

pembatalan paten terdaftar di Indonesia studi putusan Mahkamah Agung

RI Nomor 147PK/Pdt.Sus-HKI/2018.

2. Secara Praktis

Penulisan Skripsi ini secara praktis diharapkan mampu memberikan

saran dan masukan bagi para pembaca ataupun dijadikan sebagai bahan

kajian, bagi para pelaku usaha negara maupun swasta agar memahami

pengaturan tentang paten di Indonesia di Indonesia terkhusus mengenai

pembatalan paten terdaftar di Indonesia dan perlindungan hukum bagi

pemegang hak paten.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelusuran perpustakaan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara “Tinjauan Yuridis Terhadap Pembatalan Paten Terdaftar di

Indonesia (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor

147PK/Pdt.Sus-HKI/2018)”. Sebelum melakukan penulisan skripsi ini, terlebih


11

dahulu sudah dilakukan penelusuran terkait buku-buku referensi di

perpustakaan dan media elektronik serta berbagai judul skripsi yang telah

tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Telah dilakukan uji bersih pada Pusat dokumentasi dan informasi Hukum/

Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU melalui surat

tertanggal…Mei 2023, menyatakan bahwasanya “telah diperiksa, tidak ada

judul yang sama” dalam arsip/ dokumen skripsi yang telah ditulis oleh

mahasiswa maupun alumni Universitas Sumatera Utara sehubungan dengan

judul penulisan skripsi ini. Kemudian telah dilakukan juga penelusuran terkait

judul karya ilmiah melalui penelusuran berbagai buku-buku, peraturan

perundang-undangan serta penelusuran media cetak maupun elektronik yang

berguna sebagai referensi. Namun, ada beberapa judul penelitian yang berkaitan

dengan penulisan ini, diantaranya ialah sebagai berikut:

1. Nama : Rendy Pranacitra


Universitas : Universitas Trisakti
Tahun : 2020
Judul : Pembatalan Pendaftaran Paten Sederhana
(Studi Putusan No.61/PDT.SUS-PATEN/
2018/PN.NIAGA.JKT.PST)
2. Nama : Haidar
Universitas : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun : 2019
Judul : Pembatalan Hak Paten akibat tidak terpenuhinya
unsur kebaruan (Novelty) (Studi Putusan Mahkamah
Agung Nomor. 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017)

Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah dijabarkan di atas.

Penulis melakukan penelitian dengan judul yaitu “Tinjauan Yuridis Terhadap


12

Pembatalan Paten Terdaftar di Indonesia (Studi Putusan No. 147/PK/Pdt.Sus-

HKI/2018)”. Permasalahan yang dibahas di dalam skripsi ini adalah murni hasil

dari pemikiran penulis yang didasarkan pada pengertian, teori-teori, dan aturan

hukum yang diperoleh melalui referensi dalam media cetak maupun media

elektronik sehubungan dengan pembatalan paten terdaftar di Indonesia.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Paten

Paten berasal dari kata Ocktroi yang dalam bahasa Eropa mempunyai

arti suatu surat perniagaan atau izin dari pemerintah yang menyatakan

bahwa orang atau perusahaan boleh membuat barang pendapatannya

sendiri. Yang dimana dapat diartikan suatu hak khusus berdasarkan

undang-undang yang diberikan kepada si pendapat/si pencipta atau

menurut hukum para pihak yang berhak memperolehnya11

Laten (latent) adalah kata dalam bahasa latin yang berarti terselubung.

Sedangkan lawan dari kata laten adalah “paten (patent) yang berarti

terbuka. Arti kata terbuka di dalam paten adalah berkaitan dengan invensi

tersebut harus diuraikan dalam sebuah dokumen yang disebut spesifikasi

paten yang dilampirkan bersamaan dengan permohonan paten. 12 Menurut

kamus hukum, paten atau yang biasa disebut dengan octrooi adalah “hak

yang diberikan kepada seseorang atas permohonannya untuk menikmati

sendiri hasil penemuannya dan sebagai perlindungan terhadap


11
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta,
2013, Hlm.64-65
12
Lindsey Tim, Et Al, op.cit. Hlm.183
13

kemungkinan adanya peniruan terhadap hasil ciptaannya/penemuannya

itu”13

2. Pembatalan Paten

Penghapusan paten atau pembatalan paten didominasi akibat

pemegang paten yang tidak melakukan pembayaran biaya tahunan paten

yang dimana faktor yang menyebabkan tidak dibayarnya biaya tahunan

adalah alasan paten tidak memiliki nilai ekonomis yang dimana tidak

memberikan keuntungan bagi perkembangan industri dan juga dikarenakan

permohonan dari pemegang paten itu sendiri dan penghapusan paten

karena putusan pengadilan niaga sangat kecil.14

3. Pencipta

Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang memiliki

kemampuan pikiran, keterampilan, kecekatan atau keahlian untuk

menghasilkan suatu karya yang baru dan dalam bentuk yang khas.15

4. Invensi

Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan

pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi.16


13
Rudyat, Charlie. Kamus Hukum (Yogyakarta: Pustaka Mahardika, 2016)
14
Undang-Undang, jurnal Hukum, Vol.2, No.1 (2019)
15
Rooseno Harjowidigdo, Mengenal Hak Cipta di Indonesia, (Jakarta; Pustaka Sinar Harapan,
1992), hlm.30
16
Dadan Samsudin “Hak Kekayaan Intelektual Dan Manfaatnya Bagi Lembaga Litbang”.
Dalam Jurnal Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan HAM, 2016,
14

5. Inventor

Inventor adalah seseorang yang melakukan pekerjaan untuk

mengkreasikan suatu hal yang baru untuk yang pertama kali, inventor

termotivasi dengan ide dan pekerjaan yang dilakukannya. Inventor

biasanya mempunyai pendidikan serta motivasi berprestasi yang tinggi.17

6. Pemegang Paten

Pemegang paten adalah inventor sebagai pemilik yang menerima hak

tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut.18

7. Sengketa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sengketa adalah

segala sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertikaian, dan

perbantahan. Menurut pendapat Suyud Margono, sengketa biasanya

bermula dari situasi yang terdapat pihak yang merasa dirugikan oleh pihak

lain yang berawal dari perasaan tidak puas yang bersifat subyektif dan

tertutup. Proses sengketa terjadi disebabkan oleh tidak adanya titik temu

antara para pihak yang bersengketa.19

8. Hak Kekayaan Intelektual

Hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada kreator, inventor,

desainer, dan pencipta berkaitan dengan kreasi atau karya intelektual.

halaman 2.
17
Reni Alfiani, “Definisi Inventor Dan Invensi Serta Tatacara Pengajuan Hak Paten Pada
Suatu Negara” melalui, https://osf.io/qjxh7/, diakses pada tanggal 26 juni 2023 pukul 20.59 WIB.
18
Op.Cit Pasal 1 Angka 6
19
POJK No. 10/POJK.05/2022, Op. Cit., Pasal 1 angka 3.
15

F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam

rangka mengumpulkan informasi beserta data dalam sebuah penelitian, yang

meliputi antara lain: prosedur dan langkah-langkah yang harus ditempuh,

sumber data, dan dengan langka apa dan data-data tersebut diperoleh dan

kemudian diolah serta dianalisis. Penelitian ini menggunakan langkah-langkah

atau metode-metode sebagai berikut:

1. Jenis dan Sifat Penulisan

Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum

normatif atau penelitian kepustakaan. Penelitian ini berdasarkan bahan

hukum tertulis dengan melakukan kajian terhadap teori-teori, buku-buku,

artikel-artikel, konsep-konsep, asas-asas, hukum serta peraturan

perundang-undangan yang memiliki korelasi dengan penelitian ini,

penelitian ini mengacu kepada Peraturan tentang Paten serta dari pustaka

yang relevan dengan pokok bahasan. Sifat penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini ialah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang

dimaksud untuk memberikan data yang konkret tentang manusia, keadaan

atau gejala-gejala lainnya. Penelitian tersebut bermaksud untuk

mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat membantu memperkuat teori-

teori lama yang sudah ada atau di dalam kerangka menyusun sebuah teori

baru.20

20
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1995), hal 12.
16

2. Pendekatan Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

pendekatan Yuridis Normatif yaitu menganalisa permasalahan di dalam

penelitian melalui pendekatan yang mengacu dengan isu hukum yang

ditangani dengan menelaah regulasi atau peraturan yang mengacu pada

norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

3. Sumber Data

Penelitian yuridis normatif menggunakan data sekunder sebagai data

utama. Data sekunder ialah data yang mencakup dokumen-dokumen resmi,

buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, artikel-artikel dan

seterusnya yang tidak terbatas oleh waktu dan tempat. 21 Adapun data

sekunder yang berupa bahan-bahan hukum yang terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang berasal dari

Norma atau kaidah, yurisprudensi maupun peraturan perundang-

undangan yang terkait. Bahan hukum primer yang terdapat dalam

penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang

Paten dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022

Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

terkait bahan hukum primer berupa publikasi hukum. Bahan hukum

21
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press), 1986), hal 12.
17

sekunder yang digunakan antara lain buku-buku teks, artikel, laporan

hasil penelitian, pendapat ahli hukum, makalah, skripsi, dan lain

sebagainya yang didapat baik melalui media cetak maupun media

elektronik dan putusan peninjauan kembali yang tertuang dalam Putusan

Mahkamah Agung RI Nomor 147PK/Pdt.Sus-HKI/2018.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk-petunjuk

serta penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti: kamus hukum, ensikopledia, dan bahan-bahan terkait

lainnya yang dapat digunakan untuk melengkapi data-data yang

dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.

4. Teknik Pengambilan Data

Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini menggunakan teknik

pengumpulan data dengan melalui teknik studi pustaka (library research)

dan juga melalui beberapa sumber yang didapatkan melalui media

elektronik, yaitu internet. Data kepustakaan ini diperoleh melalui peraturan

perundang-undangan, buku-buku, pendapat para sarjana ekonomi dan

hukum yang ahli pada bidangnya, koran serta majalah, publikasi-publikasi

hukum, dokumen resmi, dan hasil penelitian.

Berbagai sumber ini kemudian akan dipadukan, dipelajari, dianalisa,

serta dikumpulkan setiap data yang relevan dengan permasalahan terkait

skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Pembatalan Paten Atas

Pengambilalihan Hak Kekayaan Intelektual (Studi Kasus Putusan No.

147/PK/Pdt.Sus-HKI/2018)”. Kemudian hasil dari kajian tersebut akan


18

disusun secara sistematis sebagai pokok materi dalam pengkajian studi

dokumen. Hal ini mempunyai tujuan untuk mengetahui konsepsi-konsepsi,

teori-teori, doktrin- doktrin, atau penemuan baru yang berhubungan dengan

permasalahan yang diteliti dalam penulisan skripsi ini.22

5. Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini ialah analisis

data kualitatif, yaitu dengan pendeskripsian data dari literatur yang diolah

secara rinci dalam bentuk kalimat (deskriptif). Penelitian ini menggunakan

sistem Yuridis normatif, pengumpulan data sekunder yang telah dilakukan

akan dianalisa dan diolah menjadi bentuk pemikiran. Analisis ini bermanfaat

untuk menjawab persoalan pada penelitian. Analisis data tersebut dilakukan

dengan metode sebagai berikut:

a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang relevan

dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini;

b. Melakukan pemilahan data dengan menguraikan data dengan kualitas,

sifat, gejala, serta peristiwa hukum yang terjadi;

c. Menginterpretasikan data dengan tujuan memperoleh kesimpulan dari

permasalahan;

22
Miruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Grafiti Press,
2006), hal. 118.
19

d. Memperoleh kesimpulan deduktif yang diperoleh dengan membaca,

menafsirkan, dan membandingkan hubungan-hubungan dengan konsep,

asas, dan kaidah yang berhubungan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada skripsi ini dibuat secara rinci dan sistematis

dengan tujuan menghasilkan karya ilmiah yang mempunyai daya guna serta

manfaat yang mampu menjawab permasalahan agar pembahasan dapat terarah

dan berhubungan satu sama lain, dan memudahkan pembaca dalam

mengidentifikasikan penulisan. Sistematika penulisan pada skripsi yang

berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Pembatalan Paten Atas Pengambilalihan

Hak Paten yang terdaftar (Studi Kasus No. 147/PK/Pdt.Sus-HKI/2018)” adalah

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan mengenai apa yang menjadi latar belakang

penulisan skripsi, rumusan permasalahan sebagai topik yang akan

dibahas secara mendalam terkait tinjauan Pustaka, metode

penelitian yang digunakan serta sistematika penulisan skripsi.

Dimana uraian-uraian tersebut berhubungan dengan permasalahan

yang akan dibahas pada skripsi ini.


20

BAB II DASAR PEMBATALAN PATEN TERDAFTAR DI INDONESIA

Bab ini memaparkan tentang apa saja yang menjadi kajian umum

tentang paten di indonesia dan pembatalan paten yang dimana juga

akan dijelaskan di dalamnya tentang penyelesaian sengketa

pengambil alihan paten

BAB III AKIBAT HUKUM BAGI PEMEGANG PATEN YANG

MENGALAMI PEMBATALAN PATEN DAN PERLINDUNGAN

HUKUM TERKAIT PEMBATALAN PATEN TERDAFTAR

Bab ini memaparkan akibat hukum bagi pemegang paten yang

mengalami pembatalan paten dan perlindungan hukum terkait

pembatalan paten yang sudah terdaftar di Indonesia

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PEMBATALAN PATEN

TERDAFTAR DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147PK/Pdt.Sus-HKI/2018

Pada bab ini memaparkan terkait kasus posisi, pemenuhan unsur,

penggunaan alat-alat bukti dalam pemeriksaan, pertimbangan

Majelis Hakim, amar putusan, serta Analisa Putusan Kasasi No.

147 PK/Pdt.Sus-HKI/2018
21

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini mengemukakan kesimpulan dari pembahasan bab-bab yang

sebelumnya dan saran yang berguna bagi perkembangan Paten

khususnya terhadap Pengambilalihan Hak atas Paten yang terdaftar

BAB II
DASAR PEMBATALAN PATEN TERDAFTAR DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum Paten Di Indonesia

1. Sejarah Pengaturan Paten di Indonesia

Paten atau Oktroi telah ada sejak abad XIV dan XV. Sifat pemberian Hak

paten pada abad-abad tersebut tidak ditujukan atas suatu temuan atau invensi

(uitvinding), digunakan untuk menarik minat para ahli dari luar negeri.

Manfaatnya adalah agar para ahli tersebut mengembangkan keahliannya dan


22

meningkatkan kemajuan di negara tersebut. Pendirian persatuan pemberian

hak paten atau oktroi terhadap hasil temuan (uitvinding) yaitu di negara-

negara Venesia, Inggris, Belanda, lalu di Jerman, Australia dan lain

sebagainya. Telah dilaksanakan pada abad XVI.23

Pengaturan Paten di Indonesia diawali saat Dewan Perwakilan Rakyat

menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang paten pada tanggal 14

oktober 1989 sebagai Lembaga yang berwenang mengesahkan undang-

undang, pada tanggal 13 Oktober 1989. Presiden Republik Indonesia

menetapkan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1989 tentang paten pada tanggal

1 November 1989. Undang-Undang paten mulai berlaku tanggal 1 Agustus

1991. Kemudian seiring waktu dan kebutuhan masyarakat internasional akan

perlindungan hukum hak kekayaan intelektual terutama hak paten, maka

pemerintah

Indonesia melakukan perubahan atau amandemen terhadap Undang-

Undang Nomor 6 tahun 1989 Tentang Paten menjadi Undang-Undang Nomor

13 Tahun 1997 Tentang Paten dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001

dan yang terbaru adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang

Paten.24 Pemerintah Indonesia juga melakukan penyempurnaan institusi

berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1986 dengan terbentuknya

Direktorat Jenderal Hak Cipta dan Paten.

23
Bayu Herdianto, Penerapan Tekonologi (Paten) Pada Pendistribusian Gas PT Perusahaan
Gas Negara (Persero) Tbk, Semarang, 2010, Hlm. 58.
24
Dian Nurfitri, Rani Nuradi, Pengantar Hukum Paten Indonesia, (Jakarta Alumni, 2013),
hlm 34
23

Berdasarkan pertimbangan Undang-Undang Paten 1989, perangkat di

bidang paten diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum dan

mewujudkan suatu iklim yang lebih baik bagi kegiatan penemuan teknologi.

Pembangunan nasional khususnya di sektor industri membutuhkan peranan

teknologi sehingga pengesahan undang-undang 1989 bertujuan menarik

investasi asing dan mempermudah masuknya teknologi ke dalam negeri.

Menteri Kehakiman RI mengumumkan perangkat peraturan pertama yang

mengatur tentang paten yaitu pengumuman Menteri Kehakiman No. J.S.

5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten dalam

negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G. 1/2/17 yang mengatur

tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri tahun 1953.

Berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 tahun 1988 pemerintah

mendirikan Direktorat Jendral Hak Cipta, Paten dan Merek (DJ HCPM) untuk

mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta yang

merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jendral Hukum

dan Perundang-undangan, Departemen Kehakiman.25

Keterlibatan Indonesia didalam perjanjian TRIPs ( Trade Related Aspects

of Intelllectual Property Right) yang artinya adalah “Aspek-Aspek Dagang

25
Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual, Sejarah Perkembangan Perlindungan Kekayaan
Intelektual, https://www.dgip.go.id/tentang-djki/sejarah-djki, diakses pada tanggal 9 Mei 2023, pada
pukul 21.00 WIB.
24

yang Terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual” pada tanggal 1 januari

2000 memberikan harapan adanya perlindungan bagi berbagai produk

intelektual dari upaya pelanggaran hak atas produk yang dihasilkan baik oleh

individu maupun suatu korporasi dalam bidang industri dan perdagangan

dalam upaya menjaga pelanggaran hak atas keaslian karya cipta yang

menyangkut Hak Cipta, Merek, Paten, Desain, Produk, Rahasia Dagang dan

Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.26

Pemerintah telah merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di

bidang HKI, yang diantaranya Undang-Undang Paten 1989 diganti dengan

Undang-Undang No 13 Tahun 1997 tentang paten pada tahun 1997.

Penyelarasan seluruh peraturan perundang-undangan di bidang HKI dengan

Persetujuan TRIPs telah dilaksanakan pada tahun 2001 dengan mengubah

secara signifikan Undang-Undang Paten dan Merek dengan mengesahkan

tahun 2001 tentang Paten.

1. Pengertian Paten

Istilah Paten berasal dari Bahasa Latin yaitu ‘auctor’ memiliki makna

terbuka. Penemuan yang memperoleh paten maka penemuannya tersebut

terbuka untuk umum. Istilah lain dari paten di belgia dan perancis adalah

‘brevet de inventier’ dan istilah paten dalam bahasa inggris yaitu ‘patent’,

serta istilah paten dalam bahasa belanda yaitu ‘octrooi’.

26
Achmad Zen Umar Purba, hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, (bandung: Alumni
2005), hlm.43
25

Pengertian paten sendiri menurut World Intellectual Property

Organization (WIPO)

“a patent is legally enforceable right by virtue of a law to a person to


exclude, for limited times, other from certain acts in relation to describe
new invention, the previlege is granted from government authority as a
mtter of right to a person who is entitled to apply for it and who fulfill the
prescribed the condition” dengan kata lain paten merupakan sebuah hak
yang didapatkan sesorang atas penemuannya yang dan hak tersebut
diberikan oleh pemerintah yang memenuhi syarat tertentu”.27

Hak paten dapat dipindah tangankan, misalnya dijual, dihibahkan,

diwariskan, dan sebagainya. Penyerahan hak paten dilaksanakan secara

tertulis dan didaftarkan pada daftar paten agar masyarakat mengetahui hak

paten tersebut. Hak paten dapat digadaikan kepada pihak ketiga.

Sifat hak paten merupakan kekayaan yang dapat digunakan oleh

pemegang hak paten sebagai keuntungan dengan pemberian lisensi atau

ujian khusus kepada seseorang atau badan hukum untuk menggunakan

temuan pemegang hak paten. Cara dan syarat-syarat pemberian lisensi atau

ujian khusus ditetapkan dalam perjanjian tertulis agar pihak pemegang hak

paten dan pengguna paten saling mengetahui hak dan kewajibannya. 28 Hak

paten juga memberikan pemiliknya hak eksklusif untuk mencegah atau

menghentikan pihak lain utnuk membuat, menggunakan, menawarkan

untuk dijual, menjual, atau mengimpor produk atau sebuah proses,

berdasarkan temuan yang sudah dipatenkan, tanpa seizin pemilik paten.29


27
Endang Purwaningsih, Paten Sebagai Kontruksi Hukum Terhadap Perlindungan Di Bidang
Teknologi Dan Industri, Vol. 24 No. 2, Jurnal Hukum Pro Justitia, 2006, Hal. 129.
28
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm 68.
29
OK.Saidin., Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Makassar, Rajawali Pers, 1995), hlm.
223
26

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Pasal 1 angka 1,

paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas

hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu,

melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada

pihak lain untuk melaksanakannya.30

Pergerakan globalisasi yang begitu pesat menimbulkan kesadaran bagi

seorang penemu (inventor) guna melindungi hasil penemuannya (invensi)

dengan tujuan untuk memperoleh perlindungan, meningkatkan daya saing

dan memperoleh keuntungan dari nilai ekonomi pada suatu karya yang

dihasilkan. Invensi di bidang teknologi memberikan dampak yang

signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Suatu invensi yang

dihasilkan mempunyai nilai ekonomis dan mendapatkan perlindungan

apabila invensi tersebut telah dipatenkan. Perlindungan paten atau HKI

sebagai kebutuhan fitrah manusia, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan

penghargaan atas sesuatu yang dimiliki atau telah dihasilkannya, dan

kemandirian di bidang ekonomi.31

Manfaat perlindungan paten bagi masyarakat adalah penyebar luasan

teknologi ternasuk di dalamnya alih teknologi. Dengan diberikannya

paten kepada pemilik penemuan tertentu diharapkan terjadi

pengungkapan teknologi melalui modifikasi terhadap penemuan sehingga

dimungkinkan terjadinya alih teknologi. Apabila perlindungan terhadap

30
Undang-Undang No 13 Tahun 2016 Tentang Paten
31
Endang Purwaningsih, Seri Hukum Kekayaan Intelektual Hukum Paten (Bandung: Mandar
Maju, 2015), hlm. 1.
27

penemuan mempunyai jangkauan yang luas, boleh dikatakan setiap

modifikasi terhadap penemuan akan dipandang sebagai pelanggaran

terhadap perundang-undangan paten. Akibatnya, tidak mungkin terjadi

modifikasi terhadap penemuan itu dan dengan demikian juga tidak terjadi

alih teknologi. Oleh karena itu perlu ditentukan luasnya perlindungan

penemuan. Dengan adanya perlindungan penemuan maka ada jaminan

kepada masyarakat untuk menghargai hak inisiatif dan reaksi serta

memberikan perlindungan akan hasil karya ciptaanya. Semakin tinggi

penghargaan terhadap HKI, maka masa depan suatu bangsa akan menjadi

lebih baik.

Terdapat keuntungan sistem paten jika dikaitkan dengan perannya

dalam meningkatkan perkembangan teknologi dan ekonomi yaitu:

a. Paten membantu menggalakan perkembangan teknologi dan

ekonomi suatu negara;

b. Paten membantu menciptakan suasana kondusif bagi tumbuhnya

industrial lokal

c. Paten membantu perkembangan ilmu dan teknologi serta ekonomi

negara lain dengan fasilitas lisensi

d. Paten membantu tercapainya alih teknologi dari negara maju ke

negara berkembang.

Perlindungan atas suatu penemuan bisa berakhir karena beberapa sebab:

a. Penarikan (intrekking) pemegang paten atau pemegang lisensi

ternyata setelah waktu yang ditentukan Undang-Undang belum


28

melaksanakan penemuannya tanpa alasan yang layak. Penarikan ini

dilakukan oleh instansi yang berwenang (pemerintah) yaitu

Direktoral jenderal.

b. Pembatalan (recovation) bila terjadi karena diminta oleh si

pemegang paten untuk seluruhnya atau sebagian

c. Pencabutan hak milik (onteigening) atas paten yaitu tindakan paten

untuk mengakhiri berlakunya suatu paten. Pencabutan paten

dilakukan oleh instansi yang berwenang (pemerintah atau

pengadilan) apabila dalam suatu kasus terbukti dengan alasan-

alasan untuk mengambil tindakan tersebut. Tindakan tersebut harus

sesuai dengan Undang-Undang yaitu apabila demi kepentingan

umum memerlukannya dimana setiap orang dianggap akan

memanfaatkan penemuan yang dipatenkan tersebut atau demi

kepentingan pertahanan dan keamanan negara.

Terdapat dua teori dasar yang berhubungan dengan perlindungan

hukum atas penemuan:32

1. Teori perjanjian (the Contract theory), pada teori berkaitan dengan

pendapat bahwa seseorang diberi hadiah atau penghargaan atau usaha

ciptaanya, maka ia akan didorong semangatnya untuk mengusahakan

terciptanya penemuan-penemuan. Hadiah atau penghargaan itu dalam

32
Arthur R. Miller & Michel H. Davis. Intellectual Property, Patens, Trade Marks, and
Copyrights, West Publising Company, St. Paul, Minnesota, hal. 14 Dikutip dari Susilowati, Etty,Op.
Cit Halaman 122
29

bentuk pemberian perlindungan hukum oleh negara selama jangka

waktu tertentu.

2. Teori hak asasi (the natural of rights theory), penemuan adalah hasil

usaha mental dari seseorang, yang oleh karena itu menjadi hak

miliknya. Ia bebas menggunakan haknya, oleh karena itu tidak ada

kewajiban untuk mengungkapkan (disclosure) penemuan yang

diciptakannya. Namun agar orang lain dapat mengetahui adanya

penemuan itu, guna menciptakan penemuan baru sebagai

kelanjutannya, maka negara memberikan hak khusus kepada

penciptanya dengan memberikan perlindungan hukum selama jangka

waktu tertentu.33

Penciptaan hak milik intelektual membutuhkan banyak waktu di

samping bakat, pekerjaan, dan juga uang untuk membiayainya. Dibidang

kesusastraan, paten, merek dagang juga dalam teknologi baru seperti

perangkat lunak untuk momputer. Bioteknologi dan chips sudah jelas

bahwa perlindungan tertentu sangat dibutuhkan. Apabila tidak ada

perlindungan atas kreatifitas intelektual yang berlaku dibidang seni,

industri, dan pengetahuan ini, maka tiap orang dapat meniru dan membuat

copy secara bebas serta produksi tanpa batas

2. Bentuk-Bentuk Paten

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang paten menguraikan

jenis-jenis perlindungan paten terdiri dari:


33
Sudarga, Gautama. Segi-Segi Hak Milik Intelektual. (Jakarta: Eresco, 1995). Halaman 8
30

1. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada

inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi dan selama waktu

tertentu, melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuan kepada

pihak lain untuk melaksanakannya.

2. Paten sederhana adalah setiap invensi berupa produk atau alat yang

baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan karena

bentuk, konfigurasi, konstruksi atau komponennya dapat memperoleh

perlindungan hukum dalam bentuk paten sederhana.

Terdapat jenis-jenis paten lainnya, yaitu:

a. Paten yang berdiri sendiri (independent patent) yaitu paten yang

berdiri sendiri dan tidak bergantung pada paten lainnya.

b. Paten yang terkait dengan paten lainnya (dependent patent) yaitu

paten yang memiliki keterkaitan jika ada hubungan antara lisensi waji

dengan paten lainnya dan kedua paten ini dalam bidang yang

berkaitan. Apabila kedua paten tersebut dalam bidang yang sama,

maka penyelesaiannya diusahakan dengan saling memberikan lisensi

atau lisensi timbal balik (cross licence).

c. Paten tambahan (patent of addition) atau paten perbaikan (patent of

improvement) yaitu paten yang merupakan perbaikan, penambahan

atau tambahan dari temuan yang asli. Apabila dilihat dari segi paten

pokoknya, kedua jenis paten ini hanya merupakan pelengkap

sehingga disebut pula sebagai paten pelengkap (patent of accessory).

Indonesia sendiri tidak mengenal konsep paten pelengkap.


31

d. Paten impor (patent of importation) yaitu paten yang bersifat khusus

dikarenakan telah dikenal di luar negeri dan negara yang memberikan

paten lagi (revalidasi) hanya mengonfirmasi, memperkuat atau

mengesahkannya lagi supaya berlaku di wilayah negara yang

memberikan paten lagi.34

Prinsip-prinsip dasar paten dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Paten merupakan hak ekslusif

Sesuai dengan definisi paten pada Undang-Undang Nomor 14 tahun

2001 bahwa paten merupakan hak ekslusif yang diberikan negara

kepada penemu selama jangka waktu tertentu. Maka hak paten

dipegang oleh penemu (yang menjadi pemegang paten) sehingga

seseorang atau pihak lain tidak boleh melakukan sesuatu atas

penemuan yang dipatenkan tersebut tanpa seijin pemegang hak paten.

b. Paten diberikan negara atas dasar permintaan

Permintaan paten diajukan oleh penemu atau calon pemegang paten

berupa permintaan pendaftaran ke kantor paten. Bila tidak ada

permintaan paten maka tidak ada paten. Hanya penemu atau yang

menerima lebih lanjut hak penemu yang berhak memperoleh paten.

c. Paten diberikan untuk satu penemuan

Setiap penemuan paten hanya untuk satu penemuan atau tepatnya satu

penemuan tidak dapat dimintakan paten lebih dari satu paten.

34
Muhammad Djumhana dan R.Djubaedillah, Hak Milik Intelektual:Sejarah, Teori, dan
Praktiknya di indonesia, Citra Aditya, 2014, hlm.121-122
32

d. Penemuan Harus Baru

Kebaruan merupakan ciri mutlak suatu invensi, karena invensi timbul

dengan adanya kebaruan invensi. Suatu invensi akan dikatakan baru

bila suatu invensi tersebut tidak ada sebelumnya pada saat dimohonkan

patennya. Dengan kata lain, jika pada saat dimohonkan patennya

ternyata invensi tersebut sudah diungkapkan sebelumnya, invensi

tersebut bukan lagi suatu invensi yang dianggap baru, sehingga dengan

sendirinya tidak dapat dipatenkan berhubung tidak memenuhi

persyaratan sebagai suatu invensi yang baru.

e. Paten tidak dapat dialihkan

Menurut pasal 66 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 Tentang

Paten menyebutkan bahwa paten dapat beralih atau dialihkan dengan:

(1). Pewarisan 69 (2). Hibah (3). Wasiat (4). Perjanjian tertulis, atau

(5). Sebab-sebab yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

f. Paten dapat dibatalkan dan dapat batal demi hukum

Pasal 88 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten

menyebutkan bahwa ”paten dinyatakan batal demi hukum apabila

pemegang paten tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan

dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Undang-Undang ini”.

Selanjutnya dalam Pasal 91 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001


33

Tentang Paten gugatan pembatalan paten dapat dilakukan apabila

beberapa hal yang telah disebutkan dalam Undang-Undang ini.

g. Hak Ekonomi, Hak moral, dan Hak Sosial dari Paten

(1). Hak Ekonomi

Salah satu aspek hak kekhususan pada HKI adalah hak ekonomi

(economic right). Hak ekonomi adalah hak untuk memperoleh

keuntungan ekonomi atas HKI. Dikatakan hak ekonomi karena

HKI adalah benda yang dapat dinilai dengan uang. Hak ekonomi

tersebut berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena

penggunaan sendiri HKI atau karena penggunaan pihak lain

berdasarkan lisensi. Hak ekonomi itu diperhitungkan karena HKI

dapat digunakan atau dimanfaatkan oleh pihak lain dalam

perindustrian atau perdagangan yang mendatangkan keuntungan.

Dengan kata lain HKI adalah objek perdagangan. Jenis hak

ekonomi pada setiap klasifikasi HKI dapat berbeda-beda pada hak

cipta. Jenis hak ekonomi lebih banyak jika dibandingkan dengan

paten, merek.35

(2). Hak Moral

Disamping hak ekonomi ada lagi aspek khusus yang lain pada

HKI yaitu hak moral (moral Right). Hak moral adalah hak yang

melindungi kepentingan pribadi atau reputasi pencipta atau

35
Abdul Kadir Muhamad. Hukum Harta Kekayaan. (bandung: Citra Aditya Bakti)
1994 hal 23
34

penemu. Hak moral melekat pada perlindungan pencipta atau

penemu. Apabila hak cipta atau paten dapat dialihkan kepada

pihak lain, maka hak moral tidak dapat dipisahkan dari pencipta

atau penemu karena bersifat abadi atau kekal. Sifat pribadi

menunjukkan ciri khas yang berkenaan dengan nama baik

kemampuan dari integritas yang hanya dimiliki oleh pencipta atau

penemu.

(3). Fungsi Sosial

Menurut sistem hukum Indonesia setiap hak mempunyai fungsi

sosial termasuk juga HKI. Fungsi sosial tersebut mengadung

makna bahwa hak milik disamping untuk kepentingan pribadi juga

untuk kepentingan umum. Kepentingan umum merupakan

pembatasan terhadap penggunaan hak milik pribadi yang diatur

dengan undang-undang.

3. Lisensi Paten

Perkataan Lisensi berasal dari kata latin “Licentia”. Apabila

pemegang hak paten memberikan lisensi kepada seseorang, maka

pemegang hak paten memberikan kebebasan atau izin kepada orang lain

untuk menggunakan temuan yang sebelumnya tidak boleh digunakan. Hal

yang paling mendasar dalam suatu perjanjian lisensi adalah adanya izin

yang diberikan oleh pemegang hak yang dilindungi untuk dapat

dipergunakan oleh penerima hak tersebut.36


36
Roeslan Saleh, Seluk Beluk Praktis Lisensi, (Jakarta: Sinar Grafika 1991), hal. 11
35

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lisensi dalam pengertian

umum dapat diartikan memberi izin. Pemberian lisensi dapat dilakukan

jika ada pihak yang memberi lisensi dan pihak yang menerima lisensi, hal

ini termasuk dalam sebuah perjanjian. Definisi lain, pemberian izin dari

pemilik barang/jasa kepada pihak yang menerima lisensi untuk

menggunakan barang atau jasa.

Lisensi merupakan suatu tindakan hukum berdasarkan kesukarelaan

atau kewajiban. Lisensi sukarela adalah salah satu cara pemegang HKI

untuk memberikan hak berdasarkan perjanjian keperdataan hak-hak

ekonomi kekayaan intelektualnya kepada pihak lain sebagai pemegang

hak lisensi untuk mengeksploitasinya. Lisensi wajib umumnya

merupakan salah satu cara pemberian hak-hak ekonomi yang diharuskan

perundang-undangan, tanpa memperhatikan apakah pemilik

menghendakinya atau tidak.37

Berbeda dengan jenis hak kekayaan intelektual lainnya, pada paten

terdapat lisensi yang bersifat opsional dan wajib karena urgensi dan

manfaat yang diberikan atas paten tersebut guna menunjang kehidupan

dan/atau kepentingan umum.

a. Lisensi Biasa

37
Tim Lindsey et., Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. (Bandung: P.T. Alumni, 2006),
hlm. 333
36

Pemberian lisensi berdasarkan keinginan pemegang paten yang

dilakukan melalui perjanjian dan berlaku sama seperti pemberian

lisensi pada jenis hak kekayaan intelektual lainnya.38

b. Lisensi Pemerintah

Lisensi pemerintah adalah lisensi yang diberikan oleh pemerintah

untuk menjalankan paten. Tentu saja, tidak semua paten dapat

dimonopoli oleh pemerintah dengan kedok “lisensi pemerintah”. Paten

yang diberikan oleh negara diberikan sampai batas tertentu semata-

mata untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan tidak bersifat

komersial (UU Paten Pasal 109). Hal ini diatur lebih lanjut dalam

Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2020 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah.39

Pemerintah dapat melaksanakan sendiri paten di Indonesia apabila

(Pasal 2 dan 3 Perpres 77 Tahun 2020): berkaitan dengan pertahanan

dan keamanan negara contoh: Senjata api, amunisi, dan bahan peledak

militer (Pasal 4 Perpres 77 Tahun 2020). Kebutuhan sangat mendesak

untuk kepentingan masyarakat; atau Contoh: produk farmasi dan/atau

bioteknologi yang harganya mahal atau dibutuhkan untuk kebutuhan

pangan (Pasal 13 Perpres 77 Tahun 2020). Paten yang mengganggu atau

38
Legal2Us, 4 Lisensi Paten Yang Perlu Diketahui Oleh Pemegang Paten, diakses dari
https://legal2us.com/4-lisensi-paten-yang-perlu-diketahui-oleh-pemegang-paten/ hari rabu 8 Juni 2023
pukul 20.24
39
Indira Nurul Anjani, Yuk Simak! Jenis-Jenis Lisensi Paten Yang Perlu Anda Tahu, diakses
dari https://smartlegal.id/hki/pendaftaran-paten/2021/08/13/yuk-simak-jenis-jenis-lisensi-paten-yang-
perlu-anda-tahu/ hari rabu 8 Juni 2023 pukul 22.34
37

bertentangan dengan kepentingan pertahanan dan keamanan negara.

Contohnya: Senjata elektromagnetik dan bahan peledak (Pasal 22

Perpres 77 Tahun 2020). Apabila paten berkaitan dengan pertahanan dan

keamanan negara sudah dilaksanakan oleh pemerintah, maka inventor

tidak lagi memiliki hak eksklusif. Hal ini menandakan pendayagunaan

paten menjadi sepenuhnya milik pemerintah (Pasal 112 ayat (1) Undang

Undang Paten).40

c. Lisensi Wajib

Berdasarkan Pasal 31 Persetujuan TRIPs/GATT, dapat diketahui

bahwa persetujuan TRIPs/GATT secara khusus menyebutkan empat

pertimbangan yang menjadi dasar pemberian lisensi wajib untuk Paten,

yaitu:

1) Karena keperluan yang sangat mendesak (emergency and extreme

urgency)

2) Demi kepentingan praktik persaingan usaha yang tidak sehat (anti-

competitive practices)

3) Dalam rangka penggunaan yang bersifat non-komersial untuk

kepentingan umum (public non-commercial)

40
Ibid.
38

4) Adanya saling ketergantungan Paten yang ada dengan sesudahnya

(dependent patents)

Pada bingkai hukum Indonesia Lisensi-wajib bersifat non-

eksklusif (Pasal 81). Dalam Pasal 82 Ayat (1) Undang Undang Paten

diterangkan bahwa Lisensi-wajib merupakan lisensi untuk

melaksanakan Paten yang diberikan berdasarkan Keputusan Menteri

atas dasar permohonan dengan alasan:41

1. Pemegang Paten tidak melaksanakan kewajiban untuk membuat

produk atau menggunakan proses di Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dalam jangka waktu 36 (tiga

puluh enam) bulan setelah diberikan Paten;

2. Paten telah dilaksanakan oleh Pemegang Paten atau penerima

Lisensi dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan

kepentingan masyarakat; atau

3. Paten hasil pengembangan dari paten yang telah diberikan

sebelumnya tidak bisa dilaksanakan tanpa menggunakan Paten

pihak lain yang masih dalam perlindungan.42

Selain itu, penerapan dan pemberian lisensi-wajib diatur dalam

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 30 Tahun 2019 tentang

Tata Cara Pemberian Lisensi Wajib (Permenkumham 2019) dan

perubahannya terhadap Peraturan Kejaksaan Agung dan Hak Asasi


41
Ibid.
42
Sujana Donandi S, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Yogyakarta: Deepublish, 2019, hlm.
70.
39

Manusia. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.14

Tahun 2021 (Permenkumham No.14 Tahun 2021).

Pada Pasal 8 Permenkumham Nomor 14 Tahun 2021 lisensi

wajib dapat diberikan dengan alasan: Pemegang Paten tidak

melaksanakan paten-produk, paten-proses, dan paten-metode di

Indonesia dalam jangka waktu 36 bulan setelah diberikan Paten;

Paten telah dilaksanakan dengan cara merugikan kepentingan

masyarakat; dan Paten hasil pengembangan dari Paten yang telah

diberikan sebelumnya tidak bisa dilaksanakan tanpa menggunakan

Paten pihak lain yang masih dalam perlindungan. Pada Pasal 103

ayat (1) dan (2) Undang-Undang Paten mengatur perlindungan lisensi

wajib berakhir pada saat berakhirnya jangka waktu lisensi, Putusan

Pengadilan Niaga, dan Pembatalan berdasarkan keputusan Menteri

atas permohonan pemegang paten.

d. Cross Licensing

Lisensi silang atau lintas lisensi terjadi ketika paten merupakan

turunan atau kemajuan dari lisensi paten di atas. Dengan cara ini,

kedua pemegang paten dapat melisensikan yang lain. Namun, lisensi

silang sebenarnya merupakan bagian dari lisensi wajib, artinya sangat

penting untuk bekerjanya paten kedua berdasarkan ketentuan pasal 16

dan pasal 30 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 30 Tahun

2019. Dengan kata lain, pemilik paten berhak memberikan lisensi

kepada paten lain untuk menggunakan paten lain untuk penemuan


40

yang diklaim dalam paten aslinya. Lisensi paten wajib pertama hanya

dapat diberikan bersama dengan paten kedua, dan pemohon atau

agennya memiliki waktu tidak lebih dari 12 bulan untuk mendapatkan

lisensi dari pemilik paten dengan alasan yang masuk akal. Mencoba

mengambil tindakan tepat waktu. kondisi tapi tidak ada hasil.43

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten pada Pasal 1

angka 11, lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang paten, baik

yang bersifat eksklusif maupun non-eksklusif, kepada penerima lisensi

berdasarkan perjanjian tertulis untuk menggunakan paten yang masih

dilindungi dalam jangka waktu dan syarat tertentu. Praktik permintaan

paten di Indonesia secara kuantitatif dapat dijelaskan bahwa permintaan

paten hanya sedikit yang berasal dari dalam negeri, dan permintaan paten

umumnya jumlah terbesar berasal dari luar negeri. Hal tersebut

menunjukkan bahwa kemampuan orang Indonesia untuk menghasilkan

penemuan baru yang dapat memperoleh hak paten masih rendah.

Perjanjian lisensi diatur dalam pasal 78 Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2016 Tentang Paten:

“Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat merugikan


kepentingan nasional Indonesia atau memuat pembatasan yang
menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam melakukan
pengalihan, penguasaan, dan pengembangan teknologi”.

Berdasarkan uraian diatas, ketentuan-ketentuan lisensi akan

berperan penting dalam pembangunan industri selama kemampuan


43
Legal2Us, 4 LisensiI Paten Yang Perlu Diketahui Oleh Pemegang Paten, diakses dari
https://legal2us.com/4-lisensi-paten-yang-perlu-diketahui-oleh-pemegang-paten/ hari rabu 8 Juni 2023
pukul 20.24
41

bangsa Indonesia untuk menghasilkan penemuan baru yang berhak untuk

diberikan paten belum memadai.44

Perjanjian lisensi paten diatur dalam ketentuan dasar pemberian

lisensi dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten

diatur dalam Bab VII bagian 2 Pasal 76-Pasal 80. Rincian ketentuan-

ketentuan lisensi akan diatur dalam Peraturan Pemerintah yang hingga

saat ini belum ditetapkan. Ketentuan-ketentuan umum terhadap perjanjian

lisensi yaitu:

1. Perjanjian lisensi harus didaftarkan pada Kantor Paten

2. Perjanjian lisensi akan terdaftar pada buku registrasi Umum Paten

3. Pemegang hak paten harus membayar biaya yang besarnya akan

ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang paten menyatakan lebih lanjut

bahwa lisensi wajib hanya dapat diberikan apabila:

a. Orang yang mengajukan permintaan tersebut dapat menunjukkan

kemampuan untuk melaksanakan sendiri paten yang bersangkutan

secara penuh;

b. Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan sendiri paten yang

bersangkutan secara penuh;

c. Mempunyai sendiri fasilitas untuk melaksanakan yang bersangkutan

dengan secepatnya;

44
H.Ok.Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
hlm 395.
42

d. Telah berusaha mengambil langkah-langkah dalam jangka waktu

yang cukup untuk mendapatkan lisensi dari pemegang paten atas

dasar persayaratan dan kondisi yang wajar, tetapi tidak memperoleh

hasil;

e. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual berpendapat bahwa paten

tersebut dapat dilaksanakan di Indonesia dalam skala ekonomi yang

layak dan dapat memberikan kemanfaatan kepada sebagian besar

masyarakat.

Pasal 78 Undang-Undang paten menegaskan kembali bahwa lisensi

wajib tidaklah diberikan dengan sukarela. Pelaksanaan lisensi wajib

kepada pemegang paten. Besarnya royalti yang harus dibayarkan dan cara

pembayarannya. Ditetapkan Direktorat Jenderal KI yang memberikan

Lisensi Wajib. Penetapan besarnya royalti dilakukan dengan

memperhatikan tata cara yang lazim digunakan dalam perjanjian lisensi

paten atau yang lainnya yang sejenis.

Pasal 80 Undang-Undang paten mewajibkan pemberian lisensi

untuk dicatat dan diumumkan dalam daftar umum paten lisensi wajib

yang telah didaftarkan secepatnya diumumkan oleh kantor paten dalam

berita resmi paten. Lisensi wajib baru dapat dilaksanakan setelah

didaftarkan dan dibayarkan biaya-biaya tersebut. Pelaksanaan lisensi

wajib dianggap sebagai pelaksanaan paten.

Lisensi wajib tidak dapat dialihkan kecuali jika dilakukan bersamaan

dengan pengalihan kegiatan atau bagian kegiatan usaha yang


43

menggunakan paten yang bersangkutan atau karena pewarisan. Lisensi

wajib yang beralih karena pewarisan tetap terikat oleh syarat

pemberiannya dan ketentuan lainnya terutama mengenai jangka waktu

dan harus dilaporkan kepada kantor paten untuk dicatatkan dan dimuat

dalam daftar umum paten.

Perjanjian lisensi paten menggunakan ketentuan-ketentuan umum

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terutama ketentuan-

ketentuan perjanjian, tetapi “kebebasan perjanjian” akan dibatasi oleh

Pasal 1338 ayat 2 KUH Perdata dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2016 Tentang Paten Pasal 78.45

Lisensi lain yang diatur pada undang-undang paten ini adalah lisensi

wajib yaitu lisensi untuk melaksanakan paten yang diberikan berdasarkan

keputusan Ditjen Hak Kekayaan Intelektual atas dasar permohonan

tentang lisensi wajib ini diatur pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2016 Tentang paten Pasal 82 ayat (1) dan (2) yaitu:

(1) Lisensi-wajib merupakan Lisensi untuk melaksanakan Paten yang

diberikan berdasarkan Keputusan Menteri atas dasar permohonan

dengan alasan:

a. Pemegang Paten tidak melaksanakan kewajiban untuk membuat

produk atau menggunakan proses di Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dalam jangka waktu 36 (tiga

puluh enam) bulan setelah diberikan Paten;

45
Insan Budi Maulana, Bandung: Lisensi Paten, PT.Citra Aditya Bakti, hlm 1.
44

b. Paten telah dilaksanakan oleh Pemegang Paten atau penerima

Lisensi dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan

kepentingan masyarakat; atau

c. Paten hasil pengembangan dari Paten yang telah diberikan

sebelumnya tidak bisa dilaksanakan tanpa menggunakan Paten

pihak lain yang masih dalam pelindung.

(2) Permohonan Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikenai biaya.46

Konsekuensi pelaksanaan lisensi wajib disertai dengan pembayaran

royalti oleh penerima lisensi kepada pemegang paten. Royalti tersebut

dapat berupa uang atau bentuk lainnya yang disepakati para pihak.

Besaran royalti memperhatikan tata cara yang lazim dibuat dalam rangka

pengalihan kemampuan atau pengalihan pengetahuan tentang teknologi

yang tidak dipatenkan. Lisensi wajib akan berakhir apabila:

a. Alasan yang dijadikan dasar bagi pemberian lisensi wajib tidak ada lagi

b. Penerima lisensi wajib tidak melaksanakan lisensi wajib tersebut atau

tidak melakukan usaha persiapan yang sepantasnya untuk segera.

Penerima lisensi wajib tidak lagi mentaati syarat dan ketentuan lainnya

termasuk pembayaran royalti yang ditetapkan dalam pemberian lisensi

wajib.47

46
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten Pasal 82 ayat (1) dan (2).
47
Aulia Muthia. Op.Cit. hlm 142.
45

Prosedur Lisensi Paten berdasarkan Undang-Undang Nomor 13

tahun 2016 Tentang Paten yaitu:

Pasal 83 ayat (1), (2), dan (3)

(1) Permohonan Lisensi-wajib dengan alasan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 82 ayat (1) huruf a dapat diajukan setelah lewat jangka

waktu 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung sejak tanggal pemberian

Paten.

(2) Permohonan Lisensi-wajib dengan alasan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 82 ayat (1) huruf b dan huruf c dapat diajukan setiap saat

setelah Paten diberikan.

(3) Permohonan Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82

ayat (1) huruf c hanya dapat diberikan apabila Paten yang akan

dilaksanakan mengandung unsur pembaruan yang lebih maju dari

pada Paten yang telah ada.

Pasal 84 menyebutkan:

(1) Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) hanya

dapat diberikan oleh Menteri jika:

a. pemohon atau kuasanya dapat mengajukan bukti mempunyai

kemampuan untuk melaksanakan sendiri Paten dimaksud

secara penuh dan mempunyai fasilitas untuk melaksanakan

Paten yang bersangkutan dengan secepatnya;

b. pemohon atau kuasanya telah berusaha mengambil langkah-

langkah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan


46

untuk mendapatkan Lisensi dari Pemegang Paten atas dasar

persyaratan dan kondisi yang wajar tetapi tidak memperoleh

hasil; dan

c. Menteri berpendapat Paten dimaksud dapat dilaksanakan di

Indonesia dalam skala ekonomi yang layak dan memberikan

manfaat kepada masyarakat.

(2) Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dilengkapi

keterangan dari instansi yang memiliki kompetensi yang diberikan

atas permintaan pemohon atau Kuasanya.

Perjanjian lisensi mengacu kepada syarat sah perjanjian berdasarkan

KUHPerdata. Adapun perjanjian lisensi yang diberikan sepanjang tidak

dikecualikan, maka dalam perjanjian lisensi segala perbuatan yang terkait

dengan penggunaan atas hak paten yakni dalam bentuk mengumumkan

atau memperbanyak ciptaan maupun memberikan izin atau melarang

orang lain yang tanpa persetujuan pencipta atau pemegang hak paten

menyewakan suatu ciptaan untuk kepentingan yang bersifat komersial

tersebut berlangsung dalam jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku

untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.

Dalam pembuatan perjanjian lisensi, dilarang memuat ketentuan yang

dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau

memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat

sebagaimana diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Hal ini

menunjukkan bahwa secara alami adanya ketentuan lisensi dapat


47

disamakan dengan keistemewaan (Privilege) Negara berupa perlakuan

khusus kepada pemegang lisensi, yang secara tidak langsung

menunjukkan bahwa adanya kecenderungan terjadinya pemusatan

ekonomi atas lisensi tersebut.

Adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada satu pihak atau kelompok

tertentu dapat menciptakan iklim usaha monopolitis/anti kompetitif. Oleh

sebab itu, kemungkinan terjadinya Praktik Monopoli yang kemudian

menciptakan kondisi pasar anti kompetitif, telah berusaha diminimalisir

dengan melahirkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Pemberian lisensi merupakan suatu hak khusus yang hanya dapat

diberikan oleh pemberi lisensi atas kehendaknya pemberi lisensi semata-

mata kepada satu atau lebih penerima lisensi yang menurut pertimbangan

pemberi lisensi dapat menyelenggarakan, mengelola atau melaksanakan

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang dimiliki pemberi lisensi.48

a. Lisensi Ekslusif. Suatu lisensi dikatakan eksklusif jika lisensi tersebut

diberikan dengan kewenangan penuh untuk melaksanakan,

memanfaatkan atau mempergunakan suatu HKI yang diberikan

perlindungan oleh Negara. Eksklusitivitas itu sendiri tidaklah bersifat

absolut atau mutlak, melainkan juga dibatasi oleh berbagai hal,

misalnya hanya diberikan untuk suatu jangka waktu tertentu, wilayah

tertentu, atau produk tertentu dengan proses tertentu.

48
Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Lisensi, Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm.21
48

b. Lisensi Non-Ekslusif. Pemberian lisensi yang tidak memberikan

kewenangan penuh disebut dengan lisensi non-ekslusif. Dalam

praktiknya. Jarang sekali ditemui pemberian lisensi yang eksklusif,

dan jikalau pemberian lisensi tersebut bersifat eksklusif biasanya

pemberian lisensi masih dikaitkan dengan Time Exclusitivy.

Territorial Exclusivity, atau, Product Exclustivity.

Prinsip dasar lisensi adalah lisensi selalu bersifat nonekslusif, kecuali

diperjanjikan lain. Sedangkan tujuan Pemberian lisensi adalah

memberikan keuntungan ekonomis kepada pemberi maupun penerima

lisensi, memperluas pangsa pasar, memperbesar keuntungan hasil

produksi, mempercepat proses perwujudan produksi massal dan sebagai

salah satu cara tukar menukar teknologi.

Berdasarkan uraian diatas, dapat pula diketahui bahwa dalam

pemberian lisensi termasuk lisensi hak paten, juga dikenal beberapa asas

yang harus diperhatikan, yaitu:

a. Asas Kebebasan Berkontrak dan Sahnya Perjanjian. Asas ini berlaku

universal dan tertuang dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa setiap pihak diperbolehkan membuat perjanjian

apapun selama perjanjian tersebut dibuat secara sah dan perjanjian

tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya.

Dengan dianggapnya perjanjian tersebut sebagai undang-undang,

berarti perjanjian tersebut seharusnya tidak bertentangan dengan

undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.


49

b. Asas Kepatutan dan Kewajaran. Dalam perjanjian, sepatutnya

dipenuhi syarat budi dan kepatutan (redelijkheid en bilijkheid).

Redelijkheid en bilijkheid maksudnya adalah sesuatu yang dapat

dimengerti akal budi dan perasaan manusia. Asas kepatutan dan

kewajaran berkaitan erat dengan asas itikad baik. Asas ini merupakan

penyeimbang dari asas kebebasan berkontrak. Asas itikad baik,

kepatutan dan kewajaran digunakan dalam penilaian klausul yang

dianggap tidak baik “fair”.

c. Asas Kewajiban dan Hak. Asas ini muncul karena pada dasarnya

perjanjian lisensi menimbulkan kewajiban bagi salah satu pihak yang

menjadikan hak pihak lainnya dan begitu pula sebaliknya.

d. Asas Keadilan. Asas keadilan merupakan tiang utama yang

menjembatani antara hak dan kewajiban antara pihak yang terkait di

dalam perlisensian. Adil bermaksud tidak berat sebelah, tidak

sewenang-wenang dan berpihak kepada kebenaran.

Apabila kesempatan asas dalam perjanjian ini dikaitkan dengan

perjanjian lisensi, maka jelas bahwa dalam perjanjian lisensi termasuk

dalam hal ini perjanjian lisensi paten juga harus memenuhi ketentuan

tersebut. Perjanjian lisensi paten dilaksanakan karena adanya kebebasan

bagi para pihak untuk membuat perjanjian sesuai dengan kesepakatan dan

kepentingannya terhadap objek perjanjian. Perjanjian lisensi juga

dilakukan secara patut dan wajar, di mana dalam hal ini perjanjian lisensi
50

yang dibuat tidak boleh melanggar norma-norma dalam masyarakat

seperti norma kesusilaan dan kesopanan.

4. Penyelesaian Sengketa Pembatalan Paten

Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui dua proses, yaitu

secara Litigasi dan Non Litigasi. Proses penyelesaian sengketa tertua

melalui proses litigasi di dalam pengadilan, kemudian berkembang proses

penyelesaian sengketa melalui kerja sama (kooperatif) di luar pengadilan.

Proses litigasi menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversarial yang

belum mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung menimbulkan

masalah baru, lambat dalam penyelesaian masalahnya, membutuhkan

biaya yang mahal, tidak responsif, dan menimbulkan permusuhan di

antara pihak yang berselisih.49

Objek dari suatu HKI merupakan benda yang bernilai ekonomis dan

sangat berkaitan erat dengan dunia bisnis. Oleh karena itu, HKI perlu

dilindungi karena memiliki kemungkinan yang tinggi untuk terjadinya

suatu sengketa. Sebagai dari bagian sengketa keperdataan, maka cara dan

metode yang tepat bagi para pihak untuk menyelesaikan sengketa adalah

melalui Alternative Dispute Resolution khususnya mediasi karena dalam

proses mediasi dilaksanakan secara tertutup dan mengedapankan

perundingan. Tentunya penyelesaian dengan metode tersebut pada

dasarnya mengedepankan kesepakatan para pihak yang bersengketa pada

49
Susanti Adi Nugroho, Penyelesaian Sengketa Arbitrase Dan Penerapan Hukumnya, Jakarta:
Kencana, 2017, hlm 1-2.
51

saat sebelum dimulai penyelesaian sengketa maupun pada saat telah

berakhir proses penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa perdata

paten pun bersifat privat, maka fokusnya adalah mengatur kepentingan

perorangan atau para pihak yang bersengketa. Berbeda dengan

penyelesaian melalui pengadilan dimana sidang terbuka untuk umum.

Dari beberapa pasal yang tercantum dalam Undang-Undang Paten

mengenai penyelesaian sengketa paten terdapat perbedaan norma hukum.

Penyelesaian sengketa pidana paten sebagaimana tercantum dalam Pasal

154 Undang-Undang Paten memiliki norma hukum yang bersifat

memaksa (dwingend) karena pasal ini mewajibkan para pihak untuk

menempuh mediasi sebelum pada akhirnya dilakukan gugatan ke

Pengadilan Niaga. Berbeda halnya dengan penyelesaian sengketa paten

dalam ranah gugatan perdata sebagaimana tercantum dalam Pasal 142 dan

Pasal 143 Undang-Undang Paten memiliki norma hukum yang sifatnya

hanya mengatur (aanvullen) saja, sehingga tidak cukup memberikan

kepastian hukum. Sebagaimana telah tercantum di atas bahwa sistem HKI

merupakan hak privat, oleh karena penyelesaian sengketa perdata bersifat

privat, maka dalam penyelesaiannya pun sebaiknya diawali dengan

mediasi terlebih dahulu agar menemukan titik temu antara para pihak

sebelum pada akhirnya dilakukan gugatan ke Pengadilan Niaga

sebagaimana aturan yang diberikan untuk penyelesaian sengketa pidana

paten yang bersifat publik.


52

Untuk saat ini ketentuan pidana yang terdapat dalam beberapa

undang-undang kekayaan intelektual seperti hak cipta, paten, merek dan

indikasi geografis mengatur secara tegas kewajiban melakukan mediasi

terlebih dahulu sebelum proses penuntutan pidana dilakukan. Tetapi,

untuk penyelesaian sengketa perdata masih tidak tegas dan memberikan

kewajiban bagi para pihak yang bersengketa untuk melakukan mediasi

terlebih dahulu sebelum pada akhirnya proses gugatan ke Pengadilan

Niaga dilakukan.

Hubungan hukum antara penemu/pencipta dengan pelaku adalah

hubungan privat to privat yang mengakibatkan kerugian bagi pemegang

hak sehingga dalam hal ini tidak ada kepentingan negara yang dilanggar.

Dengan demikian, maka penyelesaian sengketa HKI melalui mediasi akan

menerapkan konsep keadilan yakni menempatkan kembali korban dalam

posisinya yang semula dibandingkan dengan menjatuhkan pidana kepada

pelaku. Jadi dalam hal ini bagi pemegang hak eksklusif yang telah

dilanggar haknya akan mendapatkan ganti kerugian.

Litigasi berarti penyelesaian persengketaan atau perselisihan para

pihak melalui pengadilan. Pada negara-negara beradab, negara-negara

demokratis, apalagi negara yang mendasarkan pada negara hukum,

penyelesaian sengketa secara litigasi sangat dianjurkan.

Penyelesaian sengketa secara litigasi berarti penyelesaiannya melalui

lembaga peradilan, dan apabila pokok persengketaan merupakan sengketa

keperdataan, secara garis besar telah dikemukakan sebelumnya pokok-


53

pokok sengketa keperdataan, proses maupun prosedurnya. Namun selain

penyelesaian sengketa secara litigasi dikenal pula penyelesaian sengketa

secara non litigasi atau juga disebut sebagai penyelesaian sengketa di luar

pengadilan.50

Proses penyelesaian sengketa tertua melalui proses litigasi di dalam

pengadilan, kemudian berkembang proses penyelesaian sengketa melalui

kerja sama (kooperatif) di luar pengadilan. Proses litigasi menghasilkan

kesepakatan yang bersifat adversarial yang belum mampu merangkul

kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah baru, lambat

dalam penyelesaian masalahnya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak

responsif, dan menimbulkan permusuhan di antara pihak yang

bersengketa.51

Pembatalan paten bagi lisensi dapat dibatalkan permohonan

pembatalan keputusan pemberian Lisensi-wajib dengan alasan

sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang

Paten Pasal 103 ayat (2) huruf b.

“Setelah penerima Lisensi-wajib tidak melaksanakan Paten

berdasarkan Lisensi-wajib dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat)

bulan terhitung sejak tanggal keputusan pemberian Lisensi-wajib”.

50
Abdurrahman Konoras, Aspek Hukum Penyelesaian Sengketa Secara Mediasi di
Pengadilan, Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2017, hlm. 36-37.
51
Susanti Adi Nugroho, Manfaat Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta:
Kencana, 2019, hlm. 1.
54

Pembatalan paten dapat dikatakan batal demi hukum, apabila

pemegang paten tidak membayar biaya tahunan maka dapat wanprestasi

tersebut Pasal 1243 KUHPerdata menyatakan

“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu


perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah
dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika
sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan
atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampauinya”.

Pasal 142 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 memperkenalkan

suatu paten diberikan kepada pihak lain dari yang berhak berdasarkan

Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 antara lain sebagai berikut: (1)

pihak yang berhak memperoleh paten adalah Inventor (2) jika Invensi

dihasilkan secara bersama-sama oleh beberapa orang maka hak atas

Invensi tersebut dimiliki secara bersama-sama oleh para inventor yang

bersangkutan (3) pihak yang dianggap sebagai Inventor adalah pihak

yang pertama kali dinyatakan sebagai Inventor dalam permohonan (4)

pemegang Paten atas Invensi yang dihasilkan oleh Inventor merupakan

pihak yang memberikan pekerjaan (5) ketentuan tersebut tidak

menghapuskan hak Inventor untuk tetap dicantumkan namanya dalam

sertifikat paten (6) imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diatur

dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan

di bidang keuangan (7) pemegang Paten atau Invensi yang dihasilkan oleh

Inventor dalam hubungan dinas dengan instansi pemerintahan adalah

instansi pemerintah dimaksud.52

52
Undang-Undang Paten Op.Cit hal 25
55

Apabila pemegang paten atau penerima lisensi merasa dirugikan, ia

dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga setempat

terhadap siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan

perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1). Selain

penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142, para

pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase atau

Alternative penyelesaian sengketa lainnya (Pasal 153).

Penyelesaian sengketa hak paten dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara

yaitu Penyelesaian sengketa di Pengadilan Niaga, apabila pemegang hak

paten merasa dirugikan maka pemegang paten dapat mengajukan gugatan

di pengadilan niaga untuk selanjutnya disidangkan. Selain gugatan ganti

rugi biasanya sengketa yang terjadi di pengadilan mengenai hak paten

adalah pembatalan hak paten dan penghapusan hak paten. Ini dikarenakan

pendaftaran paten tersebut memiliki kesamaan dengan paten yang telah

didaftarkan sebelumnya.

Penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui Arbitrase dan

Alternatif penyelesaian sengketa, selain melalui pengadilan niaga

sengketa hak paten juga bisa diselesaikan melalui Alternatif Penyelesaian

sengketa yang paling umum digunakan adalah dengan cara negosiasi,

mediasi, konsiliasi dan arbitrasi.

Penyelesaian sengketa melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa

berdasarkan Undang-Undang Paten terdapat beberapa alternatif yang bisa

digunakan dalam menyelesaikan sengketa paten di luar pengadilan, salah


56

satunya adalah mediasi. Berbeda halnya dengan proses penyelesaian

sengketa di pengadilan, penyelesaian sengketa melalui mediasi dapat

menghasilkan putusan “win-win solution” karena penyelesaian sengketa

di luar pengadilan melalui kesepakatan dan musyawarah di antara para

pihak sehingga dapat menghasilkan suatu keputusan bersama yang dapat

diterima baik oleh kedua belah pihak, dan keputusan yang dihasilkan

dapat dijamin kerahasiaan sengketa karena proses persidangan yang tidak

terbuka untuk umum dan dipublikasikan.

Terdapat beberapa keuntungan yang bisa dirasakan apabila

penyelesaian sengketa kekayaan intelektual ini dilakukan melalui

alternatif penyelesaian sengketa terlebih dahulu. Penyelesaian mediasi

tersebut dapat melalui Badan Arbitrase dan Mediasi Hak Kekayaan

Intelektual (BAM HKI). Peranan lembaga BAM HKI sebagai lembaga

swasta yang berperan secara khusus untuk menyelesaikan sengketa kini

dirasa diperlukan oleh pengusaha ditengah meningkatnya komersialisasi

aset hak kekayaan intelektual. Hak kekayaan intelektual termasuk aset

utama perusahaan dan karena itu kepentingan ekonomi mereka terhadap

hak kekayaan intelektual semakin tinggi. Konsekuensinya, sengketa

tersebut dapat mengganggu atau bahkan melumpuhkan aktivitas

perusahaan, termasuk juga dalam kasus yang berkaitan dengan aset hak

kekayaan intelektual.

Salah satu alasan diterimanya mediasi sebagai salah satu alternatif

penyelesaian sengketa adalah karena pada dasarnya mediasi


57

memungkinkan para pihak yang bersengketa untuk duduk bersama

membicarakan permasalahan mereka dan berusaha menyelesaikan

permasalahan dengan cara musyawarah, cara ini telah dikenal dalam

berbagai budaya. Dalam budaya Indonesia, musyawarah merupakan

upaya penyelesaian sengketa yang telah dikenal sejak lama dan hidup

dalam masyarakat tradisional. Penyelesaian sengketa melalui musyawarah

bukan hal yang baru karena telah dikenal dan hidup dalam berbagai

masyarakat adat. Mediator yang dianggap mampu menyelesaikan

sengketa biasanya adalah para tetua adat atau tokoh masyarakat.53

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan, berarti persengketaan atau

perselisihan di antara para pihak belum diajukan ke pengadilan. Dalam

hal ini dapat terjadi, Pertama, oleh karena pihak yang bersengketa

berusaha bersama-sama mencari solusi yang dapat diterima oleh para

pihak secara damai. Proses negosiasi yang dilakukan oleh para pihak,

masih memungkinkan dicapainya kata sepakat sehingga sengketa tersebut

dapat teratasi. Kedua, apabila para pihak yang bersengketa tidak dapat

menemukan kata sepakat untuk menyelesaikan persengketaan tersebut,

dapat ditempuh penyelesaiannya melalui pengadilan, dan di luar

pengadilan. Namun penyelesaian sengketa baik melalui pengadilan

maupun diluar pengadilan tetap membuka peluang ditempuhnya

perdamaian. Sengketa di luar pengadilan memiliki karakteristik tersendiri

53
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung:
1992, hlm. 247.
58

oleh karena terdapat beberapa cara penyelesaiannya yakni Pertama,

melalui Arbitrase (Arbitration), dan Kedua, melalui alternatif

penyelesaian sengketa.54

Pada umumnya para pihak yang bersengketa lebih memilih

penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan ganti rugi, karena

penyelesaiannya cepat dan efisien dibandingkan dengan penyelesaian di

pengadilan.

B. Pengaturan Pendaftaran paten

Pengaturan dalam Undang-Undang Paten Nomor 13 Tahun 2016

Perlindungan paten suatu Negara tidak lepas dari sistem pendaftaran

yang dianut oleh Negara tersebut. Sistem paten yang dikenal selama ini ada 2

sistem yaitu: -First to file dan First to invent Paten. Diberikan kepada orang

yang pertama kali mengajukan aplikasi paten disebut First to file. Sedangkan

First to invent adalah Paten akan diberikan pada suatu penemuan yang

diselesaikan terlebih dahulu/siapa yang terlebih dahulu menemukan.

Indonesia sendiri menggunakan sistem First to file dimana tercantum dalam

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 yang menyebutkan bahwa:

Kecuali terbukti lain, pihak yang dianggap sebagai inventor adalah seorang

atau beberapa orang pertama kali dinyatakan sebagai inventor dalam

permohonan.

Undang-Undang paten memberikan perlindungan hukum terhadap

54
Abdurrahman Konoras, Aspek Hukum Penyelesaian Sengketa Secara Mediasi di
Pengadilan, Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2017, hlm. 37.
59

inventor dalam bidang teknologi baik berupa proses maupun hanya

merupakan proses saja55. Undang-Undang paten menyatakan bahwa suatu

paten (termasuk paten sederhana) baru diberikan perlindungan hukum kalau

didaftarkan pada kantor paten. Sistem tersebut mengharuskan dan

mewajibkan penemu teknologi untuk mendaftarkan penemuannya, agar

penemuan teknologinya dapat diberikan perlindungan hukum. Tanpa adanya

pendaftaran suatu paten dan paten sederhana tidak akan mendapatkan

perlindungan hukum.56

Undang-Undang paten juga mengatur tentang penemuan-penemuan

tertentu yang tidak dapat diberikan paten, yaitu:

1. Proses atau produk yang pengumuman, penggunaan atau pelaksanaannya

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, agama, ketertiban

umum, atau kesusilaan;

2. Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan atau pembedahan yang

diterapkan terhadap manusia dan / atau hewan;

3. Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika;

4. Mahluk hidup, kecuali jasad renik; atau

5. Proses biologi yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan,

kecuali proses non biologis atau proses mikrobiologis.

Pengecualian paten terbatas, yaitu pemberian paten misalnya

ditanguhkan karena kepentingan umum. Karen kepentingan ini pada

55
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan Dimensi
Hukumnya di Indonesia, (Alumni, bandung, 2003) hlm.207
56
Abdul Atsar, Hukum Paten, (Sleman, CV BUDI UTAMA, 2022), hlm.7
60

hakekatnya bersifat penundaan pemberian paten, artinya bilamana sesuatu

penemuan dinilai penting bagi rakyat atau bagi kelancaran pelaksanaan

program pembangunan di bidang tertentu, pemerintah dapat menunda

pemberian paten yang diminta untuk jangka waktu tertentu. Di Indonesia,

ditentukan penundaan tersebut untuk jangak waktu paling lama 5 tahun sejak

ditetapkan oleh pemerintah. Pengecualian paten semacam ini ditentukan oleh

kebijaksanaan menurut kondisi masing-masing negara.

Di dalam Undang-Undang tentang Hak atas Kekayaan Intelektual

menentukan bahwa pengalihan hak atas HKI yang sudah terdaftar dapat

disertai dengan pengalihan nama baik reputasi, atau lain-lainnya yang terkait

dengan HKI. Khusus hak atas paten terdaftar yang tidak dapat dipisahkan dari

kemampuan, kualitas, atau keterampilan pribadi pemberi jasa yang

bersangkutan, dapat dialihkan dengan ketentuan harus ada jaminan terhadap

kualitas pemberian jasa. Berarti pengalihan hak atas merek jasa hanya dapat

dilakukan apabila ada jaminan, baik dari pemilik paten maupun pemegang

paten atau penerima lisensi, untuk menjaga kualitas jasa yang

diperdagangkannya. Untuk itu harus disusun suatu pedoman khusus oleh

pemilik paten.

Permohonan paten yang diberikan kepada inventor atau pihak yang

menerima lanjut hak dari inventor yang invensinya memenuhi syarat

perlindungan paten yaitu, mempunyai nilai kebaruan, dalam sistem

pendaftaran paten, bentuk pemberian paten setelah invensi memenuhi syarat

tertentu disebut dengan sistem konstitutif. Dengan sistem konstitutif, maka


61

suatu paten yang hendak didaftarkan akan diselidiki terlebih dahulu

memenuhi syarat substantifnya atau tidak, dan apabila memenuhi baru

diberikan paten.57

Pergerakan globalisasi yang begitu pesat menimbulkan kesadaran bagi

seorang penemu (inventor) guna melindungi hasil penemuannya (invensi)

dengan tujuan untuk mendapatkan perlindungan, meningkatkan daya saing

masyarakat dan mencari keuntungan dari nilai ekonomi pada suatu karya

yang dihasilkan. Invensi di bidang teknologi memberikan dampak yang

signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.58 Suatu invensi yang dihasilkan

mempunyai nilai ekonomis dan mendapatkan perlindungan apabila invensi

tersebut telah dipatenkan. Perlindungan paten, HKI pada umumnya, juga

merupakan kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan atas sesuatu yang

dimiliki atau dihasilkannya, dan kemandirian di bidang ekonomi.59.]

C. Penerapan Prinsip New and Novelty dalam Perlindungan Paten

Prinsip New and Novelty merupakan sebuah prinsip yang utama yang harus

dimiliki oleh invensi dan inventor untuk memperoleh perlindungan terhadap

invensinya. New berarti baru, dan Novelty merupakan penemuan baru yang

memiliki kebaruan atau syarat kebaruan. Berdasaran Pasal 3 ayat (1) UU

Paten dijelaskan bahwa “Paten yang memperoleh perlindungan paten

diberikan untuk invensi yang baru, mengandung langkah inventif dan dapat
57
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm.68
58
Endang Purwaningsih, Seri Hukum Kekayaan Intelektual Hukum Paten, (bandung: Mandar
Maju, 2015), hlm.1
59
Basuki Antariksa, “Landasan Filosofis dan Sejarah Perkembangan Perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual: Relevansinya Bagi kepentingan pembangunan di Indonesia”, Jurnal Ekonomi
Kreatif, 1, 1 (2012), hlm.16
62

diterapkan dalam industri”.. :Penjelasan pasal tersebut menjelaskan bahwa

“sebuah invensi harus memiliki prinsip New atau baru untuk memperoleh

sebuah perlindungan paten”. Suatu penemuan dapat diberikan paten apaila

merupakan hasil penemuan baru dalam bidang tenologi, dengan kata lain

harus merupakan hal baru (New), penemuan itu merupakan penemuan baru

yang memiliki kebaruan atau Novety. Dengan kata lain, New dan Novelty

merupakan syarat mutlak yang menjadi persyaratan substantif pertama dalam

pemohonan perlindungan paten. Suatu penemuan dapat diataan baru jika

penemuan tersebut tidak diantisipasi oleh prior art. Prior art adalah “semua

pengetahuan yang telah ada sebelum tanggal penerimaan suatu permintaan

paten (filling date) atau tanggal prioritas permintaan paten yang

bersangkutan, baik melalui pengungkapan tertulis atau lisan “. Suati invensi

untuk bisa mendapatkan paten, paling tidak harus memenuhi beberapa syarat

substantif sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 13 tahun 2016

yaitu : “invensi tersebut harus mengandung unsur kebaruan (novelty), bisa

diterapkan dalam Perindustrian (industrial aplicability), mempunyai nilai

langkah inventif (inventive slep), dan juga memenuhi syarat-syarat formil

yang diatur dalam Pasal 24 UU No. 13 Tahun 2016 dan Pasal 4 dan 5 PP No.

34 Tahun 1991 tentang Tata Cara Permintaan Paten. Syarat kebaruan yang

dianut Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) UU No. 13

Tahun 2016 menyatakan bahwa “Tehnologi dianggap baru apabila tehnolohi

tersebut belum pernah diumumkan di Indonesia atau di luar negeri dalam

suatu tulisan, uraian lisan, atau melalui peragaan”. Sistem kebaruan yang
63

dianut dalam Pasal 3 ayat (2) UU NO. 13 Tahun 2016 adalah Sistem

kebaruan yang luas (World Wide Novelty).

Syarat kebaruan luas (world wide novelty) yang dianut Indonesia syarat

kebaruan luas yang relative yaitu : “suatu penemuan tidak dianggap telah

diumumkan apabila dalam jangka waktu paling lama enam bulan sebelum

tangggal penerimaan : 1) invensi tersebut telah dipertunjukkan dalam suatu

pameran internasional di Indonesia atau di luar negeri yang resmi atau diakui

sebagai resmi atau dalam suatu pameran nasional Indonesia yang resmi atau

diakui resmi. 2) invensi tersebut telah digunakan di Indoensia oleh penemunya

dalam rangka percobaan dengan tujuan penelitian dan pengembangan. Invensi

juga dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu 12 bulan

sebelum penerimaan ternyata ada pihak lain yang mengumumkan dengan cara

melanggar kewajiban untuk menjaga kerahasiaan invensi tersebut.

D. Prosedur Pembatalan Paten

Prosedur merupakan suatu tata cara kerja atau kegiatan untuk

menyelesaikan pekerjaan yang disusun secara teratur dan memudahkan suatu

kegiatan. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Pasal 130, Paten

dihapuskan sebagian atau seluruhnya karena: a. permohonan penghapusan

dari pemegang paten dikabulkan oleh Menteri, b. putusan pengadilan yang

menghapuskan paten dimaksud telah mempunyai kekuatan hukum tetap, c.


64

putusan penghapusan paten yang dikeluarkan oleh komisi banding paten, d.

pemegang paten tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan.60

Pembatalan paten berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap dilakukan jika:

1. Paten yang diajukan permohonan seharusnya tidak diberikan

2. Paten yang berasal dari sumber daya genetik dan/atau pengetahuan

tradisional tidak disebutkan dengan jelas dan benar asal sumber daya

genetik dan/atau pengetahuan tradisional tersebut dalam deskripsi.

3. Paten dimaksud sama dengan paten lain yang telah diberikan pihak lain

untuk invensi yang sama.

4. Pemberian lisensi-wajib ternyata tidak mampu mencegah

berlangsungnya pelaksanaan paten dalam bentuk dan cara yang meru

gikan kepentingan masyarakat dalam waktu dua tahun sejak tanggal

pemberian lisensi-wajib yang bersangkutan atau sejak tanggal

pemberian lisensi-wajib pertama dalam hal diberikan beberapa lisensi-

wajib.

5. Pemegang paten tidak membuat produk atau menggunakan proses di

Indonesia yang menunjang transfer teknologi, penyerapan investasi

dan/atau penyediaan lapangan kerja.61

Pembatalan paten yang dimintakan pembatalan didasarkan atas gugatan

adalah pihak ketiga yang melihat bahwa pemberian paten tersebut telah

60
Undang-Undang Paten Op.cit. hal 57
61
Alif Muhammad Ardani, “Penghapusan paten terdaftar di indonesia: perkembangan dan
penyebabnya”, Jurnal Hukum, Volume 2 No 1 2019
65

melanggar Pasal 2 mengenai syarat-syarat pemberian paten, Pasal 6 mengenai

paten sederhana, atau Pasal 7 mengenai pemberian paten yang bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Gugatan itu juga dapat

dilakukan apabila paten yang dimintakan pembatalan tersebut sama dengan

paten yang lain telah diberikan kepada pihak lain untuk penemuan atau

invensi yang sama berdasarkan Undang-Undang Paten. Pemberian Lisensi

waji ternyata tidak mampu mencegah berlangsungnya pelaksanaan paten

dalam bentuk dan cara yang merugikan kepentingan masyarakat dalam jangka

waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal pemberian Lisensi wajib pertama dalam hal

diberikan beberapa lisensi wajib dapat menyebabkan pembatalan paten yang

dilakukan dengan gugatan.

Putusan Pengadilan Niaga tentang Pembatalan paten disampaikan kepada

Direktorat Jenderal HKI paling lama 14 hari sejak putusan diucapkan.

Direktorat Jenderal HKI mencatat dan mengumumkan putusan tentang

pembatalan paten seusai dengan isi putusan pengadilan di dalam Berita Resmi

Paten

Pembatalan paten menghilangkan segala akibat hukum yang berkaitan

dengan paten dan hal lain yang berasal dari paten yang dimaksud. Hak

eksklusif pemegang paten hilang sejak keputusan pengadilan niaga yang

mempunyai kekuatan hukum yang tetap menghapuskan paten yang dimiliki

pemegang paten. esuai dengan ketentuan Pasal 299 Undang-Undang Nomor

37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, hukum acara yang diterapkan di

Pengadilan Niaga adalah hukum acara perdata yang berlaku, dengan demikian
66

hukum acara yang diterapkan dalam penyelasian sengketa paten, termasuk

gugatan pembatalan paten, adalah hukum acara perdata yang berlaku yaitu

yang diatur dalam Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR) dan

Rechtsrelement Buitengevesten (RBG), dan Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata disamping ketentuan-ketentuan khusus di dalam Undang-Undang

Paten dimana berlaku azas lex specialis derogate lex generalis yang artinya

ketentuan-ketentuan khusus yang ada pada Undang-Undang Paten

mengesampingkan ketentuan umum yang ada di dalam HIR atau RGB.

Paten yang telah dibatalkan mengakibatkan pemegang paten tidak lagi

memiliki kewajiban untuk membayar biaya tahunan paten, sehingga ia tidak

dapat mendapatkan perlindungan akan paten yang sebelumnya dimiliki. Selain

itu, penghapusan juga menghilangkan segala akibat hukum yang berkaitan

dengan paten.62 Berdasarkan Pasal 141 Undang-Undang Paten Tahun 2016,

paten yang telah dihapus tidak dapat dihidupkan kembali, kecuali berdasarkan

putusan pengadilan. Paten yang dinyatakan dihapus dan telah memiliki

kekuatan hukum yang tetap akan menjadikan paten tersebut menjadi public

domain.63

Menurut Erik Saropie dari Bagian Pelayanan Teknis Direktorat Paten,

paten dapat dibatalkan dengan cara permintaan atau permohonan dari

pemegang paten itu sendiri, yang disebabkan oleh dua faktor, pertama, alasan

penemuan/invensi tersebut dinilai tidak meng hasilkan nilai ekonomi ataupun

62
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57aebff434001/inimekanisme-penghapusan-
hak-paten, “Ini Mekanisme Penghapusan Paten”, diakses 17/6/2023
63
Op.cit.
67

royalti dari penggunaannya dan perkembangan industri sudah tidak lagi

membutuhkan invensi yang mereka dapatkan.

Sedangkan menurut Fadli Rahman dari Bagian Sertifikasi, Pemeliharaan,

Mutasi dan Lisensi pada Direktorat Paten, beberapa penghapusan disebabkan

adanya cacat hukum, artinya paten yang dimiliki oleh inventor diklaim oleh

orang lain sehingga paten tersebut berdasarkan putusan pengadilan dapat

dihapuskan. Penghapusan paten mengakibatkan terhapusnya paten dari daftar

umum paten. Selain itu terkait pemberian lisensi-wajib yang tidak dapat

mencegahnya untuk dilakukan atau dilaksanakan paten juga dapat

mengakibatkan paten tersebut dihapus. Paten yang dihapus pada Direktorat

Kekayaan Intelektual umumnya didominasi oleh paten.

Selanjutnya dalam Pasal 141 menegaskan paten yang telah dihapus tidak

dapat dihidupkan kembali (Pasal 137 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016).

Kecuali ditentukan lain dalam putusan niaga, paten hapus untuk seluruh atau

sebagian sejak tanggal putusan penghapusan tersebut yang mempunyai

kekuatan hukum tetap (Pasal 138 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016).

Terdapat 4 mekanisme penghapusan paten yang di atur dalam Undang-

Undang Nomor 13 tahun 2016:

1. Pemegang paten dapat mengajukan permohonan secara tertulis ke Menteri

terkait bila ingin seluruh klaim dihapus.

2. Pihak ketiga dapat mengajukan gugatan penghapusan melalui pengadilan

Niaga, alasannya bisa beragam seperti tidak memiliki kebaruan, bukan


68

merupakan cakupan invensi dan tidak termasuk invensi yang dapat diberi

paten.

3. Paten yang berasal dari sumber daya Genetik atau bersumber dari

pengetahuan tradisional, tetapi tidak menyebutkan asal muasalnya bisa juga

dimohonkan untuk dihapuskan. Pihak ketiga yang dapat membuktikan asal

muasalnya dapat mengajukan gugatan penghapusan dilihat dalam pasal 26

Undang-Undang Paten ini.

Pemegang paten/penerima lisensi dapat mengajukan permohonan

penghapusan ke pengadilan Niaga. Misalnya, ada invensi yang sama tetapi

diberikan kepada pemegang lain agar invensi yang sama tersebut

dihapuskan.
69

BAB III
AKIBAT HUKUM BAGI PEMEGANG PATEN YANG MENGALAMI
PEMBATALAN PATEN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERKAIT
PEMBATALAN PATEN TERDAFTAR

A. Akibat Hukum Bagi Pemegang Paten yang Mengalami Pembatalan Paten

Terdaftar

1. Konsekuensi hukum pihak yang mengalami Pembatalan Paten Terdaftar

Perbuatan yang telah dilakukan oleh tergugat adalah perbuatan

melanggar hukum menurut Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata yang pada pokoknya tiap perbuatan yang membawa kerugian pada

orang lain diwajibkan untuk menggantikan kerugian tersebut. Terdapat

unsur-unsur perbuatan melanggar hukum yaitu ada perbuatan melawan

hukum, ada kesalahan, ada hubungan sebab akibat antara kerugian dan

perbuatan, dan ada kerugian.

Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dan

menyebabkan kerugian secara materiil dan immateriil. Dan konsekuensi

terhadap tergugat yaitu mengganti kerugian para penggugat, yang dimana

perbuatan melawan hukum melanggar kepentingan pribadi para penggugat

Penggantian kerugian dalam perdata dimaksud merupakan

kompensasi yang diberikan kepada korban dalam jumlah yang melebihi

kerugian yang sebenarnya dialami dan mencakup beberapa bentuk yaitu:


70

a. Ganti Rugi Nominal

Ketika terjadi perbuatan melawan hukum yang serius, seperti

perbuatan yang disengaja, tetapi tidak menyebabkan kerugian yang nyata

bagi korban, maka korban dapat menerima sejumlah uang sebagai bentuk

keadilan, tanpa memperhitungkan kerugian sebenarnya. Hal ini dikenal

sebagai ganti rugi nominal.

b. Ganti Rugi Kompensasi

Pembayaran kepada korban yang sebanding dengan kerugian yang

sebenarnya diderita akibat perbuatan melawan hukum. Ini juga disebut

ganti rugi aktual. Contohnya adalah ganti rugi untuk biaya yang telah

dikeluarkan oleh korban, kehilangan pendapatan atau gaji, biaya

pengobatan, dan penderitaan, termasuk penderitaan mental seperti stres,

malu, reputasi yang rusak, dan sebagainya.

c. Ganti rugi

Ganti rugi penghukuman merupakan bentuk ganti rugi yang

jumlahnya lebih besar daripada kerugian yang sebenarnya. Jumlah ganti

rugi ini dimaksudkan sebagai hukuman bagi pelaku.

Terdapat Perbuatan yang melanggar hukum yaitu tergugat melakukan

somasi terhadap para penggugat yang dimana itu adalah perbuatan yang

mengakibatkan kerugian bagi para penggugat, baik secara materil maupun

immaterial.
71

2. Kewajiban dan Tanggung Jawab Pihak yang Mengalami Pembatalan Paten

Terdaftar.

Hubungan hukum antara penemu/pencipta dengan pelaku adalah hubungan

privat to privat yang mengakibatkan kerugian bagi pemegang hak sehingga

dalam hal ini tidak ada kepentingan negara yang dilanggar. Dengan

demikian, maka penyelesaian sengketa HKI melalui mediasi akan

menerapkan konsep keadilan yakni menempatkan kembali korban dalam

posisinya yang semula dibandingkan dengan menjatuhkan pidana kepada

pelaku dan bagi pemegang hak eksklusif yang telah dilanggar haknya akan

mendapatkan ganti kerugian.

Kewajiban pihak yang melepaskan hak paten yaitu mengikuti segala proses

hukum yang telah ditetapkan di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2016 yang dimana telah tercantum diatas jika terbukti melakukan perbuatan

melanggar hukum. Tanggung jawab pihak yang melepaskan hak paten

adalah hal yang harus dipertanggung jawabkan terhadap kewajiban yang

tidak dipenuhi oleh pihak yang melepaskan hak paten contohnya membayar

denda pidana dan pidana penjara jika terbukti melakukan perbuatan melawan

hukum.
72

B. Akibat Hukum Pembatalan Paten Terdaftar bagi Pihak yang

mendapatkan Hak Paten.

1. Hak dan Kewajiban pihak yang mendapatkan paten

Hak dan kewajiban pihak yang mendapatkan paten terdapat dalam

Undang-Undang Paten No 13 Tahun 2016 dalam Pasal 19 hingga Pasal 23.

Pemegang Paten memiliki Hak Ekslusif dalam melaksanakan paten yang

dimilikinya. Bahkan memiliki kewenangan melarang pihak lain

menggunakan hasil karya yang sudah dipatenkan tanpa persetujuannya. Dan

juga Hak eksklusif diberikan kepada pemegang paten dalam jangka waktu

tertentu dalam melaksanakan mandiri secara komersial.64

Kewajiban pihak yang mendapatkan paten yaitu berkewajiban

membuat produk. Bahkan menggunakan proses produk di dalam wilayah

Indonesia. Tak hanya itu, pemegang paten pun dalam memuat dan

memproses produk mesti menunjang transfer teknologi, penyerapan

investasi dan, atau penyediaan lapangan pekerjaan.

Lalu pihak yang mendapatkan paten juga berkewajiban membayar

biaya tahunan. Istilah biaya tahunan (annual fee) dikenal di beberapa negara

sebagai biaya pemeliharaan. Paten juga diberikan dalam jangka waktu 20

tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan atas permohonan pemegang paten

setelah memenuhi persyaratan minimum.

64
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten Pasal 19
73

2. Tanggung jawab dan Risiko pihak yang mendapatkan paten

Tanggung jawab pihak yang mendapatkan paten adalah jika pihak

yang mendapatkan paten tidak melakukan kewajiban yang seharusnya

dilakukan oleh pihak tersebut maka menurut Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2016 Pasal 126 ayat 1 apabila dalam jangka waktu dimaksud belum

dibayarkan maka paten dapat dihapuskan baik sebagian atau seluruhnya.65

Risiko yang dihadapi oleh pihak yang mendapatkan paten adalah

perlindungan hak kekayaan intelektual dan penyalahgunaan kekayaan

intelektual yang bertentangan dengan persaingan usaha yang sehat. Hal yang

paling sering terjadi adalah pengambilalihan hak atas paten yang terdaftar

dimana terdapat dalam Kasus Putusan No. 147 PK/Pdt.Sus-HKI/2018 yang

penulis muat dalam penulisan ini. Umumnya, inventor yang curang akan

menuduh pihak lain telah melanggar hak paten dan memperkarakan (sham

litigation) dengan tujuan menjadi penguasa pasar dan mereka akan

melaporkan kepada pihak yang berwenang untuk menghentikan kegiatan

kompetitor dan berupaya mengeksploitasi kompetitor atas tuduhan tersebut.

Dan jelas hal ini dapat mematikan persaingan usaha dan iklim berusaha yang

telah kondusif menjadi tidak kondusif menciptakan mafia intelektual dalam

pasar.66

65
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten Pasal 126 ayat 1
66
Edmon Makarim, “Mencegah Penyalahgunaan Paten”, https://law.ui.ac.id/mencegah-
penyalahgunaan-paten, diakses pada tanggal 11 Mei 2022 pada pukul 13.39 WIB
74

C. Perlindungan Hukum atas Paten yang Diamankan Melalui Pembatalan

Paten yang Terdaftar

1. Perlindungan Hukum Paten yang Diamankan Melalui Pembatalan Paten

yang Terdaftar

Perlindungan Hukum Paten yang diamankan melalui pem batalan paten

yang terdaftar, terdapat dalam Pasal 22 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2016 tentang Paten, jangka waktu perlindungan paten, yaitu:

a. Paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 Tahun

b. Paten sederhana diberikan untuk jangka waktu 10 Tahun

Perlindungan jangka waktu yang diberikan mulai dihitung sejak

tanggal penerimaan dan jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang.

Pemerintah mempertimbangkan jangka waktu perlindungan paten sederhana

lebih singkat karena dalam paten sederhana secara umum produk atau alat

yang dihasilkan menggunakan cara yang lebih sederhana sehingga proses

pembuatannya waktunya relatif singkat, biaya relatif lebih murah, dan secara

teknologi juga bersifat sederhana sehingga jangka waktu perlindungan

selama 10 tahun dinilai sudah cukup untuk menikmati hak ekonomis.67

Menurut Philipus M. Hadjon, sarana perlindungan hukum ada dua

macam yaitu Perlindungan Hukum Preventif dan Perlindungan Hukum

Represif.68

67
Khoirul Hidayah, 2017, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Setara Press, Malang, hlm 76
68
Philipus M. Hadjon, perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, hlm. 6
75

1) Perlindungan hukum preventif merupakan bentuk perlindungan hukum

dimana rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau

pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapatkan bentuk

yang definitif, dengan demikian tujuan perlindungan hukum preventif

yaitu untuk mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif

adalah perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk

mencegah sebelum terjadinya pelanggaran.69 Hal ini terdapat dalam

peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu

pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam

melakukan suatu kewajiban serta tidak merugikan hak dan kepentingan

orang lain.

2) Perlindungan hukum secara represif merupakan bentuk perlindungan

hukum yang memiliki sifat memaksa dan bertujuan untuk menyelesaikan

sengketa. Menurut Philipus M. Hadjon, menyatakan perlindungan hukum

represif di Indonesia ditangani oleh badan-badan yang berwenang, yaitu

Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Instansi Pemerintah yang

merupakan lembaga banding administrasi dan badan-badan khusus. 70

Perlindungan hukum represif ini meliputi penjatuhan sanksi administratif

untuk pelanggaran ketentuan hukum administratif, penjatuhan sanksi

keperdataan berupa melaksanakan kewajiban hukum tertentu untuk

perbuatan yang merugikan hak dan kepentingan orang lain. Untuk

69
Ibid, Hlm.8
70
Philipus M. Hadjon, Op. Cit, Hlm. 10
76

pelanggaran yang bersifat keperdataan dimungkinkan menggunakan

gugatan ganti rugi dan penyelesaian sengketa alternative seperti arbitrase,

negosiasi, mediasi dan sebagainya yang dibolehkan oleh undang-undang.

Bentuk perlindungan hukum represif pada prakteknya dalam hukum

perdata seringkali berbentuk ganti rugi oleh pihak yang menimbulkan

kerugian kepada pihak yang menerima kerugian.

Penerapan perlindungan hukum represif yang dapat ditempuh dalam hak

paten yang sengaja dijiplak ini dapat dijumpai ketentuannya pada Pasal

143 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten yaitu:

“Pemegang paten atau penerima lisensi berhak mengajukan gugatan ganti

rugi kepada Pengadilan Niaga terhadap setiap orang yang dengan sengaja

dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

19 ayat 1”.

2. Penegakan Hukum dan Sanksi Terhadap Pelanggaran Hak Paten

Penegakan Hukum pelanggaran hak paten dapat ditempuh melalui jalur

perdata ataupun jalur pidana tergantung dari sifatnya. Penyelesaian sengketa

paten diatur dalam BAB XIII, dalam pasal 142 mengatakan bahwa pihak

yang merasa haknya (pasal 19) dirugikan dapat menggugat ke Pengadilan

Niaga. Dan pihak yang merasa keberatan dapat menggugat hal tersebut ke

Pengadilan Niaga sebagai upaya terakhir.

Jika tetap akan terus menempuh upaya hukum selanjutnya. Maka,

pemohon dapat melakukan upaya hukum ke Pengadilan Niaga seperti yang


77

terdapat dalam pasal 72 ayat (1) yaitu:

Pemohon atau Kuasanya dapat mengajukan gugatan atas keputusan

penolakan Komisi Banding Paten ke Pengadilan Niaga dalam waktu paling

lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan

penolakan. Sanksi terhadap pelanggaran Hak Paten juga dapat dibawah ke

ranah jalur pidana jika terjadi adanya perbuatan yang dilarang dalam

Undang-Undang. Perbuatan yang dilarang dalam Undang-Undang Paten

diatur dalam Pasal 160 yang menyebutkan bahwa:

Setiap orang tanpa persetujuan Pemegang Paten dilarang:

1). dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor,

menyewakan, menyerahkan, dan/ atau menyediakan untuk dijual,

disewakan, atau diserahkan produk yang diberi Paten; dan/atau

2). dalam hal Paten-proses: menggunakan proses yang diberi Paten untuk

membuat barang atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam

huruf a.

Untuk Ketentuan Pidana terhadap paten dan paten sederhana berbeda.

Untuk ketentuan pidana Paten diatur dalam Pasal 161 yang menyatakan:

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan

perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 untuk Paten, dipidana

dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Untuk ketentuan Pidana Paten sederhana terdapat dalam pasal 162

yang menyatakan:
78

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan

perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 untuk Paten sederhana,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda

paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Lebih berat lagi hukumannya jika perbuatan tersebut mengakibatkan

gangguan kesehatan / lingkungan hidup hingga mengakibatkan kematian di

atur dalam pasal 163 yang menyebutkan:

1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 161 dan/atau Pasal 162, yang mengakibatkan gangguan kesehatan

dan/atau lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7

(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua

miliar rupiah).

2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 161 dan/atau Pasal 162, yang mengakibatkan kematian manusia,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp. 3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta

rupiah).

Ketentuan pidana dalam paten tidak hanya dengan penggunaannya saja,

ada aturan yang mengatur tentang pelanggaran kerahasiaan yang telah tertera

dalam pasal 164 menyebutkan:

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak membocorkan dokumen

Permohonan yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45

ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
79

BAB IV
ANALISIS HUKUM TERHADAP PEMBATALAN PATEN ATAS PADA
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
147PK/Pdt.Sus-HKI/2018

A. Posisi Perkara Putusan Mahkamah Agung Nomor

147PK/Pdt.Sus-HKI/2018

Pada kasus ini bermula antara PT POLARCHEM, PT GARUDA TASCO

INTERNATIONAL, PT STAR METAL WARE INDUSTRY, dan PT GOLDEN

AGIN sebagai Penggugat melawan TEDDY TIO yang sebagai Tergugat.

Penggugat adalah Perusahaan yang berdomisili di Indonesia sejak tahun 1975

dengan Bisnis Utama di bidang distribusi dan perdagangan segala produk

pupuk, bibit, dan berbagai macam alat dan merek pertanian. Sejak tahun 2011,

telah mendistribusikan dan memperdagangkan alat-alat pertanian.

Tuntutan Balik Tergugat/Penggugat adalah Inventor/pemilik produk-

produk atau penemuan alat Penyemprot Elektrik bertanda “CBA Electric

Battery Sprayer” yang telah terdaftar dalam Daftar Paten Publik Direktorat

Jenderal HKI, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik


80

Indonesia, sebagaimana dinyatakan tentang Sertifikat Paten No. ID S0001281,

tanggal 9 September 2013, dengan lampiran No. ID S00012881 B berjudul

Invensi: Peralatan Penyemprot Elektrik, diterbitkan oleh Kementerian Hukum

dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Yang pada lampiran Sertifikat

Paten No. ID S0001281 dicantumkan deskripsi, klaim, abstrak dan gambar

penemuan baru yang dimiliki oleh Tergugat/Penggugat Rekonvensi. Tergugat

menemukan produk alat-alat Penyemprot Elektrik dengan bentuk dan fungsi

yang mirip, deskripsi, klaim, abstrak, dan gambar yang beredar di sekitar

Sumatera dan Jawa, yang diproduksi/dijual oleh Penggugat I/ Tergugat tuntutan

balik I yaitu POLAR Knapshack Sprayer, Penggugat II/ tuntutan balik Tergugat

II yaitu ROBOT RB 16E , Rekonvensi Penggugat III/ Tergugat III yaitu YOTO,

Rekonvensi Penggugat IV/ Tergugat IV yaitu SWAN dengan total jumlah

Electric Sprayer per bulan minimal 4.250 unit. Pengadilan Menyatakan

Rekonvensi Tergugat/Penggugat adalah pemegang hak penuh paten berdasarkan

Sertifikat Paten No. ID S0001281, tanggal 9 September 2013, termasuk bukti

No. ID S00012281 berjudul Invensi: Peralatan Penyemprot Elektrik.

Pada Tanggal 21 September 2016 Para Pemohon Kasasi yang dimana

dahulu sebagai Penggugat I, II, III, IV, telah mengajukan gugatan terhadap

Termohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat di depan persidangan Pengadilan

Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat menolak permohonan Kasasi dari para Pemohon Kasasi dan menghukum
81

Para Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi

sejumlah Rp.5.000.000 pada Putusan No.791 K/Pdt.Sus-HKI/2016.

Pada Tanggal 18 September 2018 para Penggugat I, II, III, IV

mengajukan peninjauan kembali dan Mahkamah Agung mengabulkan

permohonan kembali dan membatalkan Putusan Mahkamah Agung No.791

K/Pdt.Sus/2016 dan selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili kembali

perkara ini dengan amar sebagaimana berikut yaitu Termohon Peninjauan

Kembali Harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat

peradilan dan pemeriksaan peninjauan kembali. Lalu Mahkamah Agung

mengadili kembali yaitu mengabulkan gugatan para penggugat untuk

seluruhnya, menyatakan Invensi Paten Daftar Nomor ID 80001281 B, Judul

Invensi: Peralatan Penyemprot Elektrik atas nama Teddy Tio (Tergugat) bukan

merupakan Invensi yang baru. Dan menyatakan Batal Pendaftaran Paten Nomor

ID S80001281 B, Judul Invensi: Peralatan Penyemprot Elektrik atas nama

Teddy Tio dengan segala konsekuensinya.

Mahkamah Agung Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan

Negeri/Niaga Jakarta Pusat untuk segera menyampaikan salinan putusan

perkara ini kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Rl cq

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual cq Direktorat Paten; dan

Mahkamah Agung memerintahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia Rl cq Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual cq Direktorat

Paten untuk mencatat pembatalan Pendaftaran Paten Daftar Nomor ID


82

S0001281 B, tanggal 9 September 2013, Judul Invensi: Peralatan Penyemprot

Elektrik atas nama Teddy Tio (in casu Tergugat) dalam Daftar Umum dengan

segala akibat hukumnya, dan menghukum Termohon Peninjauan Kembali untuk

membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan dan pemeriksaan

peninjauan kembali, yang dalam pemeriksaan peninjauan kembali ditetapkan

sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

B. Pemenuhan Unsur Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 147 PK/Pdt.Sus-

HKI/2018

Dari uraian di atas berdasarkan posisi perkara yang sudah dijelaskan

penulis sebelumnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016

tentang Paten pada Pasal 1 angka 2 Invensi adalah ide inventor yang dituangkan

ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi

berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk

atau proses. Oleh karena itu, dalam memeriksa perkara dugaan pembatalan

paten atas pengambilalihan hak atas paten yang terdaftar, penulis akan

menjabarkan tentang pemenuhan unsur-unsur pasal 1 angka 2 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2016 dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 147

PK/Pdt.Sus-HKI/2018.

a. Unsur kebaruan (novelty)

Pada Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 147 PK/Pdt.Sus-HKI/2018

tidak memiliki Unsur kebaruan (novelty) yang dimana : body penyemprot (1)

yang berbentuk tangki tabung berongga, dengan tali punggung (8) pada kiri dan
83

kanannya yang dilengkapi dengan pegangan pipa penyemprot (8); tutup

peralatan penyemprot (3); pipa penyemprot (4); gagang penyemprot (5); nosel

(6); selang (7); tabung penyangga bodi penyemprot (2) berbentuk tabung

sebagai alat kontrol untuk menjalankan peralatan penyemprot elektrik yang

terdiri dari: pompa (11) dan bel alarm (12), seakan-akan kesemuanya memiliki

kebaruan (novelty), namun tidak menguraikan pertimbangan secara spesifik

tentang masing-masing kebaruannya (novelty) dari peralatan penyemprot

tersebut apa saja, misalkan klaim-klaim: body penyemprot (1) yang berbentuk

tangki tabung berongga, dengan tali punggung (8) pada kiri dan kanannya yang

dilengkapi dengan pegangan pipa penyemprot (8); tutup peralatan penyemprot

(3); pipa penyemprot (4); gagang penyemprot (5); nosel (6); selang (7); tabung

penyangga bodi penyemprot (2) berbentuk tabung sebagai alat kontrol untuk

menjalankan peralatan penyemprot elektrik yang terdiri dari: pompa (11); dan

bel alarm (12), kesemuanya bersifat umum dan telah menjadi milik umum

(publik domain), dan tidak memiliki unsur kebaruan lagi. Atas dasar fakta

tersebut, maka unsur kebaruan (novelty) sebagaimana yang diatur dalam

ketentuan tersebut tidak terpenuhi.

Dengan demikian, berdasarkan uraian pemenuhan unsur-unsur di atas

dapat disimpulkan telah terbukti dan tidak terpenuhinya unsur-unsur Pasal 1

angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 yang dilakukan oleh Tergugat.


84

C. Pertimbangan Majelis Hakim Dalam Putusan

No.147/PK/Pdt.Sus-HKI/2018

Dari uraian di atas berdasarkan kasus posisi yang telah dijelaskan dalam

Putusan No.147/PK/Pdt.Sus-HKI/2018, beberapa uraian yang dijelaskan dalam

Perbuatan yang dilakukan Teddy Tio sebagai Tergugat adalah perbuatan

melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Pasal 1 angka 2 Tentang

Invensi.

Selanjutnya Majelis Hakim menjelaskan terkait pertimbangan hukumnya

dengan menindaklanjuti beberapa hal, yaitu:71

1. Bahwa Paten Sederhana dengan judul “Peralatan Penyemprot Bertenaga

Elektrik” dengan Nomor ID S0001281 B, tanggal 9 September 2013, atas

nama Teddy Tio dalam hal ini Termohon Peninjauan Kembali, ternyata tidak

mengandung invensi disebabkan telah ada sebelumnya dan terdaftar di

Negara Cina (Republik Rakyat Tiongkok) sesuai Sertifikat Paten Nomor

533123 atas nama Pemilik sah Miao Wenyun tanggal 15 Januari 2003

dengan judul Peralatan Penyemprot Elektrik (Elektrik Sprayer);

2. Bahwa salinan asli Sertifikat Paten tersebut berikut lampirannya-

lampirannya telah disahkan oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia di

Shanghai Nomor 0299/PK.07.03/04/17/04 tanggal 27 April 2017, sehingga

telah memenuhi syarat sebagai bukti baru (novum) dalam perkara ini;

3. Bahwa dengan demikian Paten Sederhana Nomor ID S0001281 B atas nama

Teddy Tio/Termohon Peninjauan Kembali tidak ada unsur kebaruan dan

71
Putusan No.147/PK/Pdt.Sus-HKI/2018
85

sudah ada teknologi yang telah diungkap sebelumnya dan telah diumumkan

di luar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan atau melalui peragaan atau

dengan cara lain;

4. Bahwa sesuai dengan prinsip/asas keadilan bagi masyarakat serta ketertiban

umum, maka terhadap invensi Paten Sederhana Peralatan Penyemprot

Bertenaga Elektrik tidak dapat lagi diberi paten di Indonesia

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung

berpendapat terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan peninjauan

kembali yang diajukan oleh Para Pemohon Peninjauan Kembali: PT

POLARCHEM, dan kawan-kawan tersebut dan membatalkan putusan

Mahkamah Agung Nomor 791 K/Pdt.Sus-HKI/2016 tanggal 21 September

2016.

D. Amar Putusan Mahkamah Agung No.147 PK/Pdt.Sus-HKI/2018

Dalam Amar Putusan Mahkamah Agung Nomor 147


PK/Pdt.Sus-HKI/2018 Majelis Hakim mengadili yaitu :
Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Para Pemohon Peninjuan

Kembali: 1. PT SOLARCHEM, 2. PT GARUDA TASCO INTERNATIONAL,

3. PT STAR METAL WARE INDUSTRY dan 4. PT GOLDEN AGIN tersebut;

1. Membatalkan putusan Mahkamah Agung Nomor 791 K/Pdt.Sus-HKI/2016

tanggal 21 September 2016;

Lalu Majelis Hakim juga mengadili kembali yaitu:

1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;


86

2. Menyatakan Invensi Paten Daftar Nomor ID S0001281 B, tanggal 9

September 2013, judul Invensi: Peralatan Penyemprot Elektrik atas nama

Teddy Tio (di dalam kasus Tergugat) adalah bukan merupakan Invensi yang

baru;

3. Membatalkan atau setidak-tidaknya menyatakan batal Pendaftaran Paten

Daftar Nomor ID S0001281 B, tanggal 9 September 2013, judul Invensi:

Peralatan Penyemprot Elektrik atas nama Teddy Tio (di dalam kasus

Tergugat) dengan segala konsekuensinya;

4. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat

untuk segera menyampaikan salinan putusan perkara ini kepada

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI cq Direktorat Jenderal Hak

Kekayaan Intelektual cq Direktorat Paten;

5. Memerintahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI cq

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual cq Direktorat Paten untuk

mencatat pembatalan Pendaftaran Paten Daftar Nomor ID S0001281 B,

tanggal 9 September 2013, Judul Invensi: Peralatan Penyemprot Elektrik

atas nama Teddy Tio (di dalam Kasus Tergugat) dalam Daftar Umum

dengan segala akibat hukumnya;

6. Menghukum Termohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara

dalam semua tingkat peradilan dan pemeriksaan peninjauan kembali, yang

dalam pemeriksaan peninjauan kembali ditetapkan sebesar Rp.10.000.000

(sepuluh juta rupiah);


87

E. Analisis Putusan No.147/PK/Pdt.Sus-HKI/2018

Majelis Hakim di Dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

No.147/PK/Pdt.Sus-HKI/2018 memutuskan dan menyatakan bahwasanya pihak

Tergugat, yaitu Teddy Tio sebagai pemegang paten No. Nomor ID S0001281 B,

tanggal 9 September 2013 judul Invensi: Peralatan Penyemprot Elektrik, bukan

merupakan Invensi yang baru, dan Majelis hakim juga memutuskan untuk

membatalkan Pendaftaran Paten Nomor ID S0001281 B Atas Nama Teddy

Tio.72 Kemudian Majelis Hakim dalam putusannya telah memutuskan untuk

menolak pengajuan permohonan kembali oleh para Penggugat I, II, III, IV.

Pendapat penulis terkait Pertimbangan Majelis Hakim, terdapat beberapa

unsur penting Pembatalan Paten terhadap Pengambilalihan Hak atas Paten yang

Terdaftar, terkait Invensi sebagai bagian dari Unsur Paten sederhana ini tidak

ada sehingga tidak memenuhi unsur pada Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2016 yaitu Invensi merupakan hasil ide inventor yang sudah

berbentuk suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi.

Unsur Kebaruan tidak ada dalam Pendaftaran Paten milik Teddy tio yang

dimana itu adalah Unsur Penting dalam Paten Sederhana. Lalu sudah ada

teknologi yang telah diungkap sebelumnya dan telah diumumkan di luar

Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan, atau melalui peragaan atau dengan

cara lain. Jika tidak ada Unsur Kebaruan maka hal itu menyebabkan

Pembatalan Pendaftaran Paten. Lalu hal yang menyebabkan terjadinya

72
Putusan Mahkamah Agung, Loc.Cit.
88

Pembatalan Paten adalah Pemilik Hak Paten tidak membayar kewajiban sebagai

pemegang Paten.

Selanjutnya terkait perbuatan Tergugat merupakan Perbuatan Melawan

Hukum menurut Amar Putusan Hakim, perbuatan Tergugat memenuhi Unsur

Pasal 1365 KUHPerdata dimana perbuatan Tergugat berdampak “kerugian”

kepada Penggugat, melalui Pendaftaran Paten Nomor ID S0001281 B Atas

Nama Teddy Tio pada tanggal 9 September 2013, yang dimana Tergugat

melayangkan somasi (teguran) Tertanggal 6 Juni 2015 dan 23 Juni 2015 yang

substansinya pada pokoknya memperingatkan kepada Penggugat I dan otomatis

berlaku pula kepada Penggugat II dan Penggugat III selaku pihak-pihak yang

juga telah memperdagangkan produk peralatan penyemprot elektrik (electric

sprayer) di Indonesia agar tidak memproduksi, menggunakan, menjual,

mengimpor, menyewakan atau menyediakan untuk dijual atau disewakan,

karena telah diklaim/diakui secara sepihak bahwasanya Tergugat adalah sebagai

pemegang hak paten satu-satunya berdasarkan Pendaftaran Paten Daftar Nomor

ID S0001281 B, tanggal 09 September 2013, Judul Invensi: Peralatan

penyemprot elektrik atas nama Teddy Tio.

Berdasarkan hal diatas sudah jelas merugikan para Tergugat yang dimana

mengganggu dalam segi materiil. Dan juga pada tanggal 27 Agustus 2015,

Tergugat juga telah mengadukan Penggugat I ke Direktorat Penyidikan

Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia qq Direktorat

Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, atas dugaan terjadi tindak pidana


89

pelanggaran paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

Lalu menurut Penulis, Tergugat Teddy Tio telah melakukan kesalahan

fatal dikarenakan telah melakukan somasi terhadap Penggugat I, II, III, IV yang

dimana mereka adalah Pemegang Paten sebenarnya, menurut penulis jika tidak

memiliki dasar Hukum dalam Paten yang terdaftar tidak boleh melakukan

kegiatan di luar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 yang dimana dilarang

untuk membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan,

menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan produk yang

diberi Paten atas nama pemilik yang telah terdaftar. Dan Putusan Majelis

Hakim terhadap kasus ini menurut penulis sudah tepat dikarenakan memenuhi

unsur pada Pasal 1365 KUHPerdata dimana perbuatan yang mengakibatkan

kerugian, lalu tidak adanya Unsur Kebaruan (novelty) yang dimana Unsur

Kebaruan harus dimiliki dalam suatu Invensi.

Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 147 PK/Pdt.Sus-HKI/2018

ditemukan suatu kekhilafan Hakim dan/atau suatu kekeliruan yang nyata oleh

Judex Juris yaitu:

- Bahwa Paten sederhana dengan judul “Peralatan Penyemprot Bertenaga

Elektrik” dengan Nomor ID S0001281 B, tanggal 9 September 2013, atas

nama Teddy Tio dalam hal ini Termohon Peninjauan Kembali, ternyata tidak

mengandung Invensi disebabkan telah ada sebelumnya dan terdaftar di

Negara Cina (Republik Rakyat Tiongkok) sesuai Sertifikat Paten Nomor


90

5333213 atas nama Pemilik sah Miao Wenyun tanggal 15 Januari 2003

dengan judul Peralatan Penyemprot Elektrik (Electric Sprayer)

- Bahwa salinan asli Sertifikat Paten tersebut berikut lampiran-lampirannya

telah disahkan oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Shanghai

Nomor 0299/PK.07.03/04/17/04 tanggal 27 April 2017, sehingga telah

memenuhi syarat sebagai bukti baru (novum) dalam perkara ini;

- Bahwa dengan demikian Paten sederhana Nomor ID S0001281 B atas nama

Teddy Tio/Termohon Peninjauan Kembali tidak ada unsur kebaruan dan

sudah ada teknologi yang telah diungkap sebelumnya dan telah diumumkan

di luar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan atau melalui peragaan atau

dengan cara lain;

- Bahwa sesuai dengan prinsip/asas keadilan bagi masyarakat serta

ketertiban umum, maka terhadap Invensi Paten Sederhana Peralatan

Penyemprot Bertenaga Elektrik tidak dapat lagi diberi Paten di Indonesia;

Sesuai keterangan diatas dapat disimpulkan adalah Judex Facti yang

terdapat di dalam kasus tersebut, dalam buku Hukum Acara Perdata fungsi

Judex Facti dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: merumuskan fakta,

mencari hubungan sebab akibat dan mereka-reka probabilitas. Judex Facti

merupakan konsep tentang fungsi peradilan dalam menangani suatu perkara.

Fungsi peradilan ini berhubungan dengan prinsip hukum sistem peradilan dua

tingkat, yakni peradilan tingkat pertama dan peradilan tingkat banding sebagai

peradilan Judex Facti.


91

Peradilan tingkat kasasi bukan merupakan peradilan tingkat tiga, karena

peradilan tingkat kasasi tidak melakukan pemeriksaan terhadap fakta atau

peristiwa. Peradilan tingkat kasasi berwenang memeriksa dan memutus tentang

masalah hukum atas putusan peradilan tingkat banding, yang mempunyai tugas

membina keseragaman dalam penerapan hukum agar semua hukum diterapkan

secara tepat, sehingga terbentuk kepastian hukum dan kesatuan hukum. 73

Langkah-langkah pemeriksaan perkara seperti ini merupakan mekanisme

pemeriksaan perkara dalam lingkup Judex Facti.74

73
Moh, Amir Hamzah, Hukum Acara Perdata, hl 81.
74
Op.Cit.
92

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah diuraikan di atas dapat diambil

suatu kesimpulan, yaitu:

1. Pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor

147 PK/Pdt.Sus.HKI/2018 yang membatalkan Paten Daftar Nomor ID

S0001281 B, tanggal 9 September 2013, judul Invensi Peralatan

Penyemprot Elektrik atas nama Teddy Tio dapat diketahui karena tidak

memiliki unsur kebaruan ( Novelty ) dan sudah ada teknologi yang telah

diungkap sebelumnya sehingga dinyatakan bukan merupakan invensi baru .

Hal ini sudah sesuai dengan Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2016 tentang Paten yang menyatakan Paten diberikan untuk

invensi yang baru, mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan

dalam industri. Invensi dianggap baru jika pada tanggal penerimaan invensi

tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya. Unsur

kebaruan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam

mendapatkan hak paten untuk invensi yang baru.

2. Pembatalan Paten Terdaftar di Indonesia berakibat hukum bagi pemegang

hak paten yang dibatalkan karena terjadi perbuatan melawan hukum oleh

tergugat sehingga diwajibkan mengganti kerugian secara materiil dan

immateriil, sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata yaitu tiap perbuatan


93

yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,

mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya

untuk menggantikan kerugian tersebut. Pada perkara ini Majelis Hakim

menghukum Termohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya

perkara dalam semua tingkat peradilan dan pemeriksaan peninjauan

kembali, yang dalam pemeriksaan peninjauan kembali ditetapkan sebesar

Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah).

3. Putusan Mahkamah Agung Nomor 147 PK/Pdt.Sus-HKI/2018 merupakan

putusan Peninjauan Kembali yang membatalkan putusan Mahkamah

Agung Nomor 791 K/Pdt.Sus-HKI/2016 tanggal 21 September 2016 yang

merupakan putusan Kasasi dari putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan

Jakarta Pusat Nomor 75/Pdt.Sus-Paten/2015 tanggal 30 Juni 2016. Pada saat

peradilan Peninjauan Kembali Majelis Hakim berpendapat telah

ditemukan suatu kekhilafan Hakim dan/atau suatu kekeliruan yang nyata

oleh Judex Juris dengan pertimbangan Paten Sederhana Nomor ID

S0001281 B atas nama Teddy Tio tidak memiliki unsur kebaruan (novelty)

dan sudah ada teknologi yang telah diungkap sebelumnya sehingga

dinyatakan bukan merupakan invensi baru dan Paten atas nama Teddy Tio

dibatalkan dan menerima segala akibat hukum lainnya. Dengan adanya

system peradilan yang bertingkat mulai dari peradilan Tingkat

Pertama ,Tingkat Kasasi, dan Tingkat Peninjauan Kembali memberikan

kesempatan kepada pihak- pihak yang ingin menuntut haknya.


94

B. Saran

1. Mendorong Peran Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kekayaan

Intelektual Kementerian Hukum dan HAM RI agar lebih teliti dan cermat

dalam pendaftaran Paten dengan mempertimbangan seluruh unsur yang

harus dipenuhi bagi inventor yang akan mendaftarkan invensinya untuk

mendapatan Hak Paten. Hal ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan

berjenjang atau bertingat untuk menghindari kesalahan dalam pemeriksaan

persyaratan yang diperlukan dalam penerbitan Paten. Selanjutnya

diharapkan lebih sering melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat yang

berkepentingan dalam mendapatkan Hak Paten. Direktorat Kekayaan

Intelektual sebaiknya dapat mengatur proses pendaftaran paten sehingga

diharapkan terwujudnya persaingan yang sehat diantara pelaku bisnis.

2. Untuk mengurangi permasalahan perkara sengketa Paten Terdaftar di

Indonesia yang berakibat hukum bagi pihak pihak yang kalah dalam

sengketa Paten sangat diperlukan sosialisasi peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan perlindungan hukum bagi masyarakat khususnya pelaku

usaha maupun inventor sehingga tercipta persaingan usaha yang sehat dan

tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

3. Untu meningkatkan peran pemerintah dalam perlindungan hukum terhadap

pihak – pihak yang berkepentingan terhadap Hak Paten disarankan untuk

terus melakukan kajian hukum untuk penyempurnaan peraturan perundang-

undangan sehingga mampu memberikan perlindungan hukum yang baik


95

dan mengurangi kerugian kerugian yang ditimbulkan akibat pelanggaran

hak paten di Indonesia. KUHPerdata dan sistem peradilan di negara

Indonesia sebaiknya mengatur pengambilalihan hak atas Paten yang

terdaftar dengan menganut asas the binding force of precedent (putusan

pengadilan yang terdahulu atau sebelumnya haruslah diikuti) untuk

mencegah disparitas putusan hakim dan putusan pengadilan lebih konsisten.

Apabila perkara tersebut memiliki unsur yang sama dan memerlukan

keberagaman hukum, maka perlu kajian penentuan tolak ukur

penyalahgunaan keadaan (Misbruik van Omstandigheden) ini.


96

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku
Antariksa Basuki, “Landasan Filosofis dan Sejarah Perkembangan Perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual: Relevansinya Bagi kepentingan pembangunan di
Indonesia”, Jurnal Ekonomi Kreatif, 1, 1 2012
Arthur R. Miller & Michel H. Davis. Intellectual Property, Patens, Trade Marks, and
Copyrights, West Publising Company, St. Paul, Minnesota,2004
Atsar , Hukum Paten, Sleman, CV BUDI UTAMA, 2022
Charlie Rudyat. Kamus Hukum, 2016, Yogyakarta: Pustaka Mahardika.
Chazawi Adami, 2014, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, Jakarta: PT Raja
Grafindo
Djumhana Muhammad dan Djubaedillah,R. Hak Milik Intelektual:Sejarah, Teori, dan
Praktiknya di indonesia, Citra Aditya, 2014
Donandi Sujanna, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Yogyakarta: Deepublish, 2019
Gautama, Guatama. Segi-Segi Hak Milik Intelektual. Jakarta: Eresco, 1995.
Hadikusuma Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung:
1992.
Hadjon M Philipus,1987, perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya:
Bina Ilmu

Hamzah Amir Moh,1961, Hukum Acara Perdata, Malang: Setara Press

Herdianto Bayu, 2010, Penerapan Tekonologi (Paten) Pada Pendistribusian Gas PT


Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, Semarang
Hidayah Khoriul, 2017, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Malang, Setara Press
Isnaini,Yusran, 2010, Buku Pintar HKI Tanya Jawab Seputar Hak Kekayaan
Intelektual, Bogor: Ghalia
Konoras Abdurrahman, Aspek Hukum Penyelesaian Sengketa Secara Mediasi di
Pengadilan, Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2017
97

Mahendra, Oka, 1991, Undang-Undang Paten Perlindungan Hukum Bagi Penemu


Dan Sarana Menggairahkan Penemuan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
Maulana Budi Insan, Lisensi Paten, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Mawu Jikki Very, “Penyelesaian Sengketa Hak Paten Menurut Undang-Undang


Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten”, Lex et Societatis, Volume 5, Nomor 7,
September, 2017
Muhamad Kadir Abdul. Hukum Harta Kekayaan. bandung: Citra Aditya Bakti, 1994
Muhammad Ardani Alif, “Penghapusan paten terdaftar di indonesia: perkembangan
dan penyebabnya”, Jurnal Hukum, Volume 2 No 1 2019
Nugroho Adi Santoso, Penyelesaian Sengketa Arbitrase Dan Penerapan Hukumnya,
Jakarta: Kencana, 2017
Nurfitri Dian, Nuradi Rani, Pengantar Hukum Paten Indonesia, Jakarta Alumni,
2013),
Parirundri Rahmi Jendra Nasution, 2013, Interface Hukum Kekayaan Intelektual dan
Hukum Persaingan, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Purba Achmad Zen Umar, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, (bandung:
Alumni 2005)
Purba Hasim, Dasar-Dasar Pengetahuan Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2019
Purwaningsih Endang, Paten Sebagai Kontruksi Hukum Terhadap Perlindungan di
Bidang Teknologi Dan Industri, Vol. 24 No. 2, Jurnal Hukum Pro Justitia,
2006
Purwaningsih Endang, Seri Hukum Kekayaan Intelektual Hukum Paten (Bandung:
Mandar Maju, 2015)
Qamar Nurul, Negara Hukum atau Negara Undang-Undang, Makassar. Refleksi,
2010
Rompas Jeferson David, “Hak Pemegang Paten Dalam Gugatan Ganti Rugi Melalui
Pengadilan Niaga Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang
Paten”, Lex Privatum, Volume 6, Nomor 3, Mei, 2018
98

Saidin, 1997, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Saleh Roeslan, 1991, Seluk Beluk Praktis Lisensi, Jakarta: Sinar Grafika

Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas


Indonesia (UI-Press).

Soekanto, Soerjono, 1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,


Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sutedi Adrian, 2009, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta: Sinar Grafika
Sutedi Adrian, 2013, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta, Sinar Grafika.
Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar, 2006, Bandung
Usman Rachmad, 2003, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Bandung
Widjaja Gunawan, Seri Hukum Bisnis Lisensi, Rajawali Pers, Jakarta, 2001
Zainal Asikin, dan Miruddin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta:
Grafiti Press

Peraturan Perundang-undangan

Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten

Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten

Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Jurnal
Ardani Alif Muhammad, “Penghapusan paten terdaftar di indonesia: perkembangan dan
penyebabnya”, Jurnal Hukum, Volume 2 No 1 2019

Purwaningsih Endang, 2006, Paten Sebagai Kontruksi Hukum Terhadap


Perlindungan di Bidang Teknologi Dan Industri, Vol. 24 No. 2, Jurnal Hukum
Pro Justitia
Samsudin Dadan “Hak Kekayaan Intelektual Dan Manfaatnya Bagi Lembaga
Litbang”., 2016, Jurnal Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual Kementrian
Hukum dan HAM
99

Artikel Ilmiah/Internet
Alfiani Reni, “Definisi Inventor Dan Invensi Serta Tatacara Pengajuan Hak Paten
Pada Suatu Negara” melalui, https://osf.io/qjxh7/.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Sejarah Perkembangan Perlindungan
Kekayaan Intelektual, diakses pada tanggal 9 Mei 2023 melalui
https://www.dgip.go.id/tentang-djki/sejarah-djki.
Https://www.hukumonline.com. “Ini Mekanisme Penghapusan Paten”, diakses
Klik legal, Akibat Pasal 20 UU Paten, Ada Pihak Asing yang tolak daftar Paten di
Indonesia, diakses pada tanggal 4 Mei 2023 melalui
https://kliklegal.com/akibat-pasal-20-uu-paten-ada-pihak-asing-yang-tolak-
daftar-paten-di-indonesia.

Makarim Edmon, “Mencegah Penyalahgunaan Paten”, diakses pada tanggal 11 Mei


2022 melalui https://law.ui.ac.id/mencegah-penyalahgunaan-paten.
Klik legal, Akibat Pasal 20 UU Paten, Ada Pihak Asing yang tolak daftar Paten di
Indonesia, diakses melalui https://kliklegal.com/akibat-pasal-20-uu-paten-ada-
pihak-asing-yang-tolak-daftar-paten-di-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai