SKRIPSI
OLEH :
FAKULTAS HUKUM
MEDAN
2020
Rasa syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat
Yuridis Kartel dalam Industri Otomotif Terkait Ban Kendaraan Bermotor Roda
waktu. Skripsi ini ditulis guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar
khususnya mengenai perjanjian kartel. Dalam skripsi ini, penulis sadar bahwa
masih banyak terdapat kekurangan dalam hal pemaparannya, sehingga masih jauh
dari kata sempurna. Kritik dan saran yang membangun tentu sangat diharapkan
yang telah memberikan doa, motivasi, semangat dan bantuan dalam bentuk
kedua orang tua dan satu-satunya saudara perempuan yang penulis sayangi, Papa
Drs.Mahkota, Mama Erlina Batubara dan Kakak Nurmahayati Sari Harahap, S.Si.
4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H.,M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas
bimbingan serta mengajarkan banyak hal kepada penulis hingga skripsi ini
dapat diselesaikan;
masa kuliah, Faisal, Ilham, Acong, Puput, Dendy, Hafiz, Dina, Wulan,
11. Keluarga Yellow Kost yang merupakan tempat penulis tinggal dan berbagi
cerita selama masa kuliah, Dimas, Putra, Kepercayaan, Akram, Reza, Fikri
dan Agung;
bersama memperoleh gelar Sarjana Hukum, Kika, Fany, Liza, Vivi, Mia,
khususnya grup C.
14. Teman penulis selama ikut serta dalam organisasi di kampus, rekan-rekan
USU.
15. Serta semua pihak yang telah membantu dengan memberikan semangat,
Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi bahan yang berguna bagi
hukum persaingan usaha di Indonesia. Selain itu, ilmu yang penulis dapat selama
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
iv
Usaha. ................................................................................................ 49
A. Kartel ................................................................................................. 54
Kartel ........................................................................................... 61
08/KPPU-I/2014).
Evidence) ............................................................................... 90
KPPU/2015/PN.Jkt.Pst................................................................ 96
/2016............................................................................................ 100
/2017............................................................................................ 105
BAB V PENUTUP
B. Saran.................................................................................................. 116
vii
Jimly Asshiddiqie,
Demokrasi yang didasarkan atas
Konstitusi Ekonomi,
Demokrasi kebebasan dan otonomi
(Jakarta: Kompas Media
Ekonomi individu yang membuka ruang
Nusantara, 2010), hlm.
kompetisi terbuka.
381
Suhasril dan Mohammad
Kesepakatan di antara penjual Taufik
yang bersaing di pasar yang Makarao, Hukum
sama untuk menaikkan atau Larangan Praktik
Penetapan Harga menetapkan harga dengan Monopoli dan
(Price Fixing) tujuan untuk membatasi Persaingan Tidak
persaingan di antara mereka dan Sehat di Indonesia,
mendapatkan keuntungan yang (Bogor: Ghalia Indonesia,
lebih banyak 2010),
hlm. 118.
Sebuah konflik berkepentingan
yang terjadi ketika sebuah
individu atau organisasi yang http://lisapurnamylullaby.
terlibat dalam berbagai blogspot.com/2012/01/co
Conflict Of Interest
kepentingan, salah satu nflict-ofinterest.
yang mungkin bisa merusak html?m=1
motivasi untuk bertindak dalam
lainnya.
Kewenangan hakim untuk
memeriksa dan memutus suatu https://www.kompasiana.
perkara meskipun Tergugat com/dadangsukandar/550
dalam perkara tersebut tidak 99e30a33311723d2e3a66
Verstek
hadir di persidangan pada /verstek-putusan-tanpa-
tanggal yang telah ditentukan – kehadiran-tergugat
menjatuhkan putusan tanpa
hadirnya Tergugat.
Semata-mata, langsung
bertujuan untuk mengurangi
atau mematikan persaingan, Perkom Nomor 4 Tahun
Naked Restranit
atau bersifat ancillary (bukan 2010, hlm. 24
tujuan dari kolaborasi
melainkan hanya akibat ikutan).
Kemampuan sebuah perusahaan https://www.dictio.id/t/ap
Market Power dalam a-yang-dimaksud-dengan-
mengendalikan harga jual atau kekuatan-pasar-atau-
viii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dengan apa yang diperolehnya dan selalu berusaha terus menerus dalam
makhluk ekonomi (homo economicus) yang berarti sebagai makhluk yang selalu
untuk memperoleh kebutuhan ini, seringkali timbul daya saing antar manusia
sebagai makhluk ekonomi juga diperlukan guna mencegah adanya konflik yang
timbul antar manusia dalam hal memenuhi kebutuhannya. Maka dari itu
dapat ditetapkan sebagai hukum yang mengikat dan memiliki ketentuan sanksi
dilakukan oleh manusia terutama oleh pelaku usaha. Hukum digunakan untuk
mengontrol serta memberi aturan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan.
Pada tahun 1997 Asia mengalami krisis finansial yang juga menyeret
Indonesia ke dalamnya. Bahkan krisis yang berlanjut sampai pada tahun 1998 itu
tidak hanya berpusat pada krisis ekonomi tetapi juga menjalar menjadi krisis
Letter of Intent sebagai bagian dari program bantuan International Monetary Fund
(IMF).3 Pada peristiwa ini maka Indonesia yang pada saat itu dihadapkan dengan
masalah besar berupa terjadinya krisis ekonomi yang disebabkan karena adanya
pasar yang hanya dikuasai oleh beberapa pihak saja di berbagai industri,
2
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2012), hlm. 2.
3
Ningrum Natasya Sirait I, Hukum Persaingan di Indonesia, (Medan: Pustaka Bangsa
Press, 2011), hlm. 7.
seperti pada industri cengkeh, pala, kayu, cendana, rotan serta proyek mobil
adalah untuk menjamin adanya iklim persaingan usaha yang sehat diantara para
pelaku usaha, menjabarkan perbuatan apa saja yang dapat didefinisikan sebagai
memiliki suatu parameter yang objektif dan normatif untuk menilai perjalanan
usaha di tanah air.5 Sebagai salah satu yang menjadi cakupan pengaturan yang
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ialah perjanjian kartel. Kartel
merupakan salah satu perjanjian yang dilarang dalam undang-undang ini, tepatnya
4
Ibid, hlm. 10.
5
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 23.
pada Pasal 11 yang mengatakan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian,
dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.6 Kartel sebagai perjanjian yang dilarang tentu memiliki dampak yang buruk
kepada dunia perekonomian khususnya bidang persaingan usaha, maka dari itu
penetapan kartel sebagai perjanjian yang dilarang merupakan langkah untuk tetap
bahwa perjanjian adalah perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk
mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa pun,
Salah satu industri yang menjadi kebutuhan dari berbagai pihak dalam
ekonomi ialah industri ban kendaraan bermotor. Ban adalah salah satu komponen
penting yang mempengaruhi gerak laju akselerasi sebuah kendaraan. Industri ban
global. Hal ini terindikasi dari pertumbuhan industri ban yang rata-rata 7 sampai 8
persen per tahun.8 Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) merupakan asosiasi
pelaku usaha industri ban Indonesia, berbentuk badan hukum non-profit dan non-
6
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
7
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
8
Kompas, “Industri Ban Diandalkan” (https://kemenperin.go.id/artikel/7435/Industri-
Ban-Diandalkan, diakses pada 18 September 2013, 2013)
politik yang memiliki fungsi utama sebagai jembatan antara para pelaku usaha
secara bersama-sama dan lebih memfokuskan pada tujuan ekonomi, dimana setiap
1. Menjunjung tinggi makna, tujuan dan nama asosiasi serta kode etik
asosiasi;
yang diwajibkan.9
indikasi praktek persaingan usaha tidak sehat, hal tersebut terbukti dengan adanya
kasus kartel yang telah dijatuhkan putusannya oleh KPPU yaitu kartel dalam
industri otomotif terkait ban kendaraan bermotor roda empat, dengan nomor:
dugaan kartel pada indusri ban kendaraan bermotor roda empat, lewat hasil
penelitian dan dilanjutkan dengan penyelidikan maka ditemukan bukti yang cukup
9
Ananda Febrita Wijayanti, Tesis: “Penggunaan Metode Harrington Untuk Menilai
Terjadinya Kartel dalam Produksi Ban Kendaraan Bermotor Roda Empat Studi Kasus Putusan
KPPU Nomor:08/Kppu-I/2014”, (Yogyakarta: UGM, 2016), hlm. 4.
kasus ini, maka dari itu kasus kartel pada industri ban kendaraan bermotor roda
empat ini merupakan inisatif KPPU sebagai lembaga yang berwenang. KPPU
PT Elang Perdana Tyre Indusry, PT Industri Karet Deli terbukti secara sah dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. 10 Adanya temuan tentang risalah rapat APBI
komisi tetap memutuskan bahwa para terlapor telah terbukti secara sah dan
Dari hal di atas penulis akan memaparkan melalui skripsi ini, bagaimana
kartel dalam industri otomotif terkait ban kendaraan bermotor roda empat yang
10
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, “Putusan KPPU Nomor: 08/KPPU-I/2014”,
hlm. 231.
dalam menyelesaikan kasus ini sehingga iklim dari persaingan usaha pada indutri
ban kendaraan bermotor merupakan iklim usaha sehat bagi setiap pelaku usaha.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah :
1. Secara Teoritis
kritis dan peduli akan persaingan usaha guna menciptakan iklim usaha
2. Secara Praktis
kartel agar menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat bagi setiap
pelaku usaha dan memberikan manfaat bagi konsumen atas efisiensi dari
D. Keaslian Penulisan
Terkait Ban Kendaraan Bermotor Roda Empat (Studi Kasus Putusan KPPU
2. Persaingan Usaha Akibat Kartel Yamaha dan Honda atas Produk Motor
Pada penelitian ini hal yang menjadi sorotan ialah akibat dari kartel.
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, menyatakan bahwa “tidak ada judul
yang sama” dengan judul skripsi ini. Penulisan skripsi ini bersifat jujur dan
Utara maupun di tempat lain, maka hal tersebut di luar pengetahuan penulis.
E. Tinjauan Pustaka
bahwa dampak atas kartel adalah menghambat persaingan dengan cara menaikkan
harga atau profit. 11 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia salah satu pengertian
harga komoditas tertentu.12 Dalam Kamus Lengkap Ekonomi Edisi Kedua yang
disusun oleh Christopher Pass dan Bryan Lowes, cartel atau kartel diartikan
11
Anna Maria Tri Anggraini, “Penggunaan Analisis Ekonomi dalam Mendeteksi Kartel
Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha”, Jurnal Persaingan Usaha Edisi 4, 2010, hlm. 33.
12
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2009),hlm. 32.
sebagai suatu bentuk kolusi atau persekongkolan antara suatu kelompok pemasok
atau sebagian.13 Dalam praktik, anggota kartel biasanya dapat menetapkan suatu
harga ataupun suatu persyaratan tertentu atas suatu produk dengan tujuan
yang sering dilakukan secara tersembunyi maka sangat sulit untuk dilakukannya
pembuktian dalam kartel, untuk itu dengan beberapa ketentuan, penggunaan bukti
tidak langsung (indirect evidence) yang meliputi bukti komunikasi dan bukti
perkara kartel.
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999). Sama dengan
diberikan kewenangan dan tugas yang sangat luas yang meliputi wilayah
13
Ibid.
14
Suyud Margono, Op.Cit.,hlm. 94.
15
Ningrum Natasya Sirait I, Op.Cit., hlm. 106.
16
Ibid, hlm. 109.
Pasal 38, 39, dan pasal 40 UU No. 5 Tahun 1999 menugaskan KPPU
mengetahui, dan/atau laporan dari pelaku usaha yang dirugikan maupun atas
inisiatif KKPU sendiri tanpa adanya laporan. 17 Aturan mengenai hukum acara
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Peraturan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2019 tentang Tata Cara
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 3 Tahun 2019 tentang Tata
Usaha.
F. Metode Penelitian
sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau
17
Ningrum Natasya Sirait, dkk., Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha, (Jakarta: PT
Gramedia, 2010), hlm. 226.
18
Jonaedi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, (Depok: Kencana, 2018), hlm. 2.
merupakan metode penelitian yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi ini,
antara lain :
1. Jenis Penelitian
ini ialah penelitian yuridis normatif. Penelitian hukum normatif bisa juga
19
Ibid, hlm. 124.
20
Ibid, hlm. 130.
2. Sumber Data
PK/Pdt.Sus-KPPU/2017.
21
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hlm. 47.
penulis gunakan dalam skripsi ini salah satunya adalah website resmi
kata lain bahan hukum tersier dapat diartikan sebagai bahan hukum
22
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2003), hlm. 33-37.
23
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia
(UI-Press), 2007), hlm. 52
research). Apa yang disebut dengan riset kepustakaan atau sering juga
4. Analisis Data
24
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaa, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008), hlm. 3.
25
Zainuddin Ali, Op.Cit., hlm. 105.
bahasan permasalahan.
G. Sistematika Penulisan
Ban Kendaraan Bermotor Roda Empat (Studi Kasus Putusan KPPU Nomor:
ini saling berkaitan satu dengan yang lain, berikut merupakan sistematika
BAB I : PENDAHULUAN
Persaingan Usaha.
08/KPPU-I/2014)
Pada bagian ini penulis akan memaparkan analisi dari kasus Kartel
BAB V : PENUTUP
pembahasan dari setiap bab yang diikuti dengan saran terkait hal
yang dilakukan mulai 1980, setelah 10 tahun telah menimbulkan situasi yang
sangat kritis. Timbul konglomerat pelaku usaha yang dikuasai oleh keluarga atau
pihak tertentu yang menyingkirkan pelaku usaha kecil menengah melalui praktik
semen, kaca, kayu, serta penetapan harga semen, gula, dan beraspengaturan akses
ke pasaruntuk kayu dan kendaraan bermotor, lisensi istimewa untuk pajak pabean,
dan kemudahan kredit dalam sektor industri pesawat dan mobil. 26 Akibat dari
beberapa tindakan pelaku usaha dan pemerintah ini, iklim persaingan usaha di
Indonesia menjadi terdistorsi, tidak hanya itu Indonesia juga mengalami krisis
ekonomi yang cukup parah sebagai imbas dari krisis financial yang melanda Asia
pada 1997.
26
Suyud Margono, Op.Cit., hlm. 26.
19
produksi yang vital adalah dikuasai oleh negara. 28 Beberapa hal yang terlihat
kesempatan berusaha bagi setiap pelaku usaha baik besar maupun kecil.29
serta keadaan pasar yang terdistorsi akibat dari adanya konglomerasi beberapa
pelaku usaha dengan pemerintah yang sama sekali tidak mencerminkan tujuan
adanya suatu tindakan yang diambil oleh pemerintah pada saat itu. Dalam upaya
untuk mempercepat berakhirnya krisis ekonomi, maka pada bulan Januari 1998
Nomor 15 tahun 1998 yang mencabut monpoli Bulog (kecuali beras) dan Keppres
27
Ningrum Natasya I, Op.Cit., hlm. 1.
28
Ibid
29
Ibid, hlm. 2.
Cengkeh (BPPC). Ada yang berpendapat bahwa peran serta IMF cukup penting
usaha.30
persaingan usaha tidak sehat itu diperlukan adanya aturan hukum. Tanda adanya
aturan hukum, persaingan usaha yang sehat tidak mungkin dapat diwujudkan.
Oleh karena itu, untuk menjamin adanya persaingan usaha yang sehat itu
persaingan usaha dan menjamin terwujudnya persaingan usaha yang sehat dan
adil.31
persaingan usaha ini dapat disebut sebagai Antitrust Law, Antimonopoly Law,
Competition Law, Unfair Trade Practice Law serta Fair Competition Law. Secara
sederhana hukum persaingan usaha dapat diartikan sebagai hukum yang mengatur
30
Ibid, hlm. 7.
31
Hermansyah, Op.Cit., hlm. 12.
32
Ibid, hlm. 4.
Undang Nomor 5 Tahun 1999 dijelaskan bahwa persaingan usaha tidak sehat
adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
dalam Kamus Lengkap Ekonomi yang ditulis oleh Christopher Pass dan Bryan
persaingan.35
adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur mengenai segala aspek yang
berkaitan dengan persaingan usaha, yang mencakup hal-hal yang boleh dilakukan
dan hal-hal yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha. Sedang kebijakan
bidang persaingan usaha yang harus dipedomani oleh pelaku usaha dalam
33
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999
34
Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 25.
35
Hermansyah, Op.Cit., hlm. 2.
36
Ibid
Tahun 1999 juga diawali dengan berbagai definisi umum yang dipergunakan
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini terdiri atas 11 bab dan 53 Pasal,
yaitu :
37
Ningrum Natasya Sirait I, Op.Cit., hlm. 84.
secara tegas tercantum di dalam Pasal 3 dan secara implisit ada pula di bagian
39
konsiderans. Di dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
mengatakan bahwa :
Apabila dlihat bagian konsiderans, dapat ditarik tiga tujuan umum yang
sama bagi setiap warga negara yang ikut serta dalam proses produksi dan
pemasaran barang dan atau jasa dalam iklim usaha yang sehat dan kondusif bagi
38
Ayudha D Prayoga dkk, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di
Indonesia, (Jakarta: Proyek ELIPS, 2000), hlm. 50.
39
Arie Siswanto, Op.Cit, hlm. 75.
40
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
efisiensi terhadap produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha. Persaingan usaha
kinerja yang tidak baik dikenakan sanksi. Dengan demikian, persaingan usaha
Perlu dipahami bahwa setiap peraturan hukum itu berakar atau bertumpu
pada asas hukum, yakni sustu nilai yang diyakini berkenaan dengan penataan
materil dari suatu tata hukum yang menjadi landasan formal suatu sistem hukum
aturan hukum yang berlaku sebagai hukum positif yang harus ditaati di negara
mana diberlakukan. Asas hukum yang menjadi fondasi hukum positif itu
41
Suyud Margono, Op.Cit., hlm. 29.
42
Dewa Gede Atmadja, “Asas-Asas Hukum dalam Sistem Hukum”, Kerta Wichaksana,
2018, Volume 12, Nomor 2. Hal 145-155
antara kepentingan pelaku usaha dan kepentinngan umum”. Dalam konteks ini
yang masih perlu dipertegas sesungguhnya adalah apa yang dimaksud dengan
ada penegasan lebih lanjut, bagian kalimat tersebut terbuka bagi penafsiran yang
menyatakan bahwa :
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
dengan Pasal 16), beberapa kegiatan (Pasal 17 sampai dengan Pasal 24) dan
Hukum Perdata, juga menggunakan kata “perbuatan”. Ketentuan Pasal 1313 Kiatb
43
Arie Siswanto, Op.Cit., hlm. 76.
44
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
45
Ayudha D Prayoga dkk, Op.Cit., hlm. 74.
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih”. Lahirnya suatu perjanjian karena, adanya persetujuan atau
tujuan. Artinya tidak menyebutkan untuk apa para pihak mengadakan perjanjian.
Oleh karena itu, pengertian perjanjian menurut pasal ini tidak bisa dikatakan jelas
para pelaku usaha. Pada Pasal 1 angka 5 undang-undang ini secara tegas
disebutkan bahwa pelaku usaha bisa berupa orang perseorangan atau badan usaha
baik berbentuk badan hukum atau bukan. 49 Menurut Ayudha D Prayoga dalam
46
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakrta: Sinar Grafika,
2013), hlm. 188.
47
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
48
Ayudha D Prayoga dkk, Op.Cit., hlm. 75.
49
Ibid
mengatakan bahwa:
50
Rachmadi Usman, Op.Cit., hlm. 195.
51
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
52
Rachmadi Usman, Op.Cit., hlm. 224
mengatakan bahwa:
53
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
54
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
55
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
56
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
57
Rachmadi Usman, Op.Cit., hlm. 273.
58
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
59
Rachmadi Usman, Op.Cit., hlm. 279.
60
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
61
Rachmadi Usman, Op.Cit., hlm. 283.
aturan oligopsoni:
62
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
63
Rachmadi Usman, Op.Cit., hlm. 308.
64
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
65
Rachmadi Usman, Op.Cit., hlm. 311.
66
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
67
Nur Fadhila Amri, “Pengertian Strategi Integrasi Vertikal, Manfaat, Kelemahan dan
Contohnya”, (https://www.e-akuntansi.com/strategi-integrasi-vertikal/), diakses pada16 September
2019, 2019)
68
Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
contoh sering kita temui bahwa khusus untuk merek minyak wangi
luar negeri:
69
Muliayawan, “Persaingan Usaha Tidak Sehat dalm Tinjauan Hukum”,
(http://www.pn-palopo.go.id/index.php/berita/artikel/222-persaingan-usaha-tidak-sehat-dalam-
tinjauan-hukum), diakses pada 28 Oktober 2015, 2015)
70
Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
yang diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, akan dibahas
lebih lanjut dalam bab berikutnya. Kartel sendiri merupakan kegiatan yang
dilarang karena memiliki dampak yang buruk tidak hanya bagi perekonomian
negara tetapi juga bagi konsumen itu sendiri. Dengan kartel maka pedagang dapat
melakukan perjanjian baik itu pada penetapan harga, kartel pembagian wilayah
(rayon) dan pengaturan produksi akan suatu barang, hal ini akan menimbulkan
distorsi pada pasar produk tertentu yang lebih lanjut dapat menyebabkan
terjadinya kerugian pada suatu bidang perkonomian negara. Untuk itu KPPU
kartel. Tetapi seiring berjalannya waktu, dapat dilihat bahwa kartel masih tetap
terjadi, KPPU sebagai lembaga berwenang kurang efektif dalam hal pengawasan
maupun dalam mengadili kasus-kasus kartel yang ada, karena sampai saat ini
kartel itu sendiri masih terjadi. Maka dari itu perlu ditekankan apakah hukuman
yang diberikan terhadap para pelaku sudah tepat atau permasalahannya terdapat
pada tidak optimalnya kinerja KPPU sebagai lembaga yang berwenang dalam
Persaingan Usaha Tidak Sehat juga mengatur mengenai beberapa kegiatan yang
tahun 1999:
a.) Monopoli
b.) Monopsoni
atau menjadi pembeli tunggal atas suatu barang atau jasa tertentu yang
kemudian akan menjadi penjual tunggal atas barang atau jasa tersebut.
72
Ningrum Natasya Sirait I, Op.Cit., hlm. 96.
73
Janus Sidabalok, Op.Cit., hlm. 169.
pembeli tunggal apabila satu pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima
puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.74
terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat
sebagaimana dientukan dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-
setiap pelaku usaha, sebab dengan ini pelaku usaha akan memperoleh
d.) Persekongkolan
jelas perbuatan curang karena pada dasarnya (inherently) tidak diatur dan
74
Ningrum Natasya Sirait I, OP.Cit., hlm. 97.
75
Hermansyah, Op.Cit., hlm. 41.
76
Janus Sidabalok, Op.Cit., hlm. 170.
77
Ayudha D Prayoga, Op.Cit., hlm 122.
seolah olah telah terjadi proses tender atau proses persaingan yang
sebenarnya padahal yang terjadi adalah persaingan semu yang telah diatur.
4. Posisi Dominan
menjadi lebih unggul di pasar bersangkutan adalah menjadi salah satu tujuan
pelaku usaha. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha berusaha menjadi yang lebih
dominan di dalam hukum persaingan usaha tidak dilarang, sepanjang pelaku usaha
tersebut dalam mencapai posisi dominannya atau menjadi pelaku usaha yang lebih
unggul (market leader) pada pasar yang bersangkutan atas kemampuannya sendiri
dengan cara yang fair. Konsep hukum persaingan usaha adalah menjaga
persaingan usaha yang sehat tetap terjadi di pasar yang bersangkutan dan
mendorong pelaku usaha menjadi pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan
usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan
dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi
78
Andi Fahmi Lubis dkk, Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, (Jakarta: KPPU,
2017), hlm. 233.
untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. 79 Dari
dimiliki oleh suatu pelaku usaha sebagai pelaku usaha yang mempunyai posisi
dominan, yaitu pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti atau pelaku
usaha mempunyai posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelaku usaha
tertentu.80
istilah lain badan ini dapat disebut pula dengan competition authority. Dalam
persaingan usaha di Indonesia diatur dala Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 dan di
79
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
80
Andi Fahmi Lubis dkk, Op.Cit., hlm. 234.
dipengaruhi oleh pihak manapun, baik pemerintah maupun pihak lain yang
Dalam kajian Hukum Tata Negara, maka jenis dan fungsi badan
modern maka badan yang merupakan produk baru demokratisasi ini sebenarya
independen ini bukan berarti berada dalam level yang lebih tinggi dari lembaga
menentukan.82
(tujuh) orang anggota. Ketua dan wakil ketua komisi dipilih dari dan oleh anggota
81
Hermansyah, Op.Cit., hlm. 73.
82
Hikmahanto Juwana dkk, Peran Lembaga Peradilan dalam Menangani Perkara
Persaingan Usaha, (Jakarta: PBC, 2003), hlm. 7.
komisi.83 Kemudian sebagai lembaga tentunya KPPU memiliki tugas, fungsi serta
dijelaskan bahwa :
83
Arie Siswanto, Op.Cit., hlm 93.
84
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Selain tugas dan wewenang yang telah dipaparkan, fungsi dari KPPU
c. Pelaksanaan administratif.86
negara lain, komisi juga diberikan kewenangan dan tugas yang sangat luas yang
85
Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
86
Pasal 5 Keppres Nomor 75 Tahun 1999
karakter yang khas dalam Hukum Persaingan Usaha maka KPPU dikatakan
sebagai lembaga quasi judicial yang artinya lembaga penegak hukum yang
KPPU, maka dasar hukum untuk beracara di KPPU dapat ditentukan atau tersebar
88
dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Adapaun peraturan yang
menjadi dasar hukum acara KPPU adalah seperti Pasal 36-46 Undang-Undang
2019, HIR/Rbg atau hukum acara perdata dan KUHAP. Proses penanganan
b. Pemeriksaan Pendahuluan
c. Pemeriksaan Lanjutan
d. Membuat Putusan
87
Ningrum Natasya Sirait I, Op.Cit., hlm. 109.
88
Rachmadi Usman, Op.Cit., hlm. 58.
a. Laporan
usaha diatur dalam ketentuan Pasal 38 ayat (1) dan (2) yang menyebutkan
bahwa:
(1) Setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga
telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang ini dapat
melaporkan secara tertulis kepada Komisi dengan keterangan
yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran, dengan
menyertakan identitas pelapor.
1.) Klarifikasi
89
Pasal 38 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
90
Pasal 1 Perkom Nomor 1 Tahun 2019
b. Perkara Inisiatif
(1) dan (2), KPPU dapat melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha
Lanjutan dasar hukum KPPU dalam hal perkara inisiatif terdapat dalam
Undang-Undang.
c. Penyelidikan
Penyelidikan dilakukan oleh unit kerja dan dilakukan selama 60 hari atau
Pasal 36 huruf c, huruf d, huruf h, huruuf I serta Pasal 41 ayat (1) dan (2)
91
Pasal 6 Perkom Nomor 1 Tahun 2019
yang diatur dalam perkom, yaitu memuat identitas terlapor, memuat uraian
92
Mahkamah Konstitusi, “Putusan MK Nomor: 85/PUU-XIV/2016”. Hlm. 197.
93
Pasal 17 Perkom Nomor 1 Tahun 2019
d. Pemberkasan
e. Pemeriksaan Pendahuluan
diduga dilanggar, alat bukti dan analisis pembuktian unsur pasal yang
memberikan tanggapan.
f. Perubahan Perilaku
g. Pemeriksaan Lanjutan
h. Putusan KPPU
Putusan majelis komisi harus dibacakan dalam masa waktu paling lama 30
nama ketua dan anggota majelis yang memutus serta nama panitera.
maka putusan akan diumumkan ke publik lewat situs web resmi KPPU.
Tata cara di atas merujuk pada ketentuan baru mengenai tata cara
perkara persaingan usaha diatur pada Perkom Nomor 1 Tahun 2010. Hal yang
menjadi sorotan dalam aturan baru yang dikeluarkan oleh KPPU ini ialah terdapat
beberapa poin baru yang berimplikasi pada proses perkara persainga usaha, antara
setiap dokumen yang diajukan bukti harus dilegalisasi di kantor pos, adanya
cara panggilan sidang kepada pihak yang di luar negeri, verstek atau kewenangan
hakim memutus perkara jika terlapor tidak hadir setelah 2 kali dipanggil,
kriteria bukti petunjuk dan saksi yang bisa memberikan keterangan, tindakan-
penyitaan serta hal-hal lain yang bersifat teknis untuk kelancaran persidangan.94
Usaha.
competitive behavior) serta akibat yang ditimbulkan pada proses persaingan tentu
harus melewati beberapa acuan. Ukuran dari akibat persaingan haruslah bersifat
nyata dan substansial. Dalam hal ini terdapat ukuran yang dipergunakan dalam
hukum persaingan yaitu: melalui pembuktian yang sifatnya nyata anti persaingan
(naked restraint) misalnya seperti penetapan harga, dengan melihat akibat yang
94
Mochamad Januar, “Yuk, Pahami Aturan Baru Tata Cara Persidangan KPPU”,
(https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5cc183231f5af/yuk--pahami-aturan-baru-tata-cara-
persidangan-kppu/, diakses pada 25 April 2019, 2019)
ditimbulkannya pada persaingan dan dengan melihat tindakan atau hambatan yang
Menurut Black’s Laws Dictionary, kata “per se” berasal dari bahasa latin
own nature without reference to its relation. Apabila suatu aktivitas adalah jelas
maksudnya dan mempunyai akibat merusak, hakim tidak perlu sampai harus
disebut per se violation dalam hukum persaingan adalah istilah yang mengandung
secara inheren bersifat anti kompetitif dan merugikan masyarakat tanpa perlu
itu membatasi persaingan secara tidak patut, dan untuk itu disyaratkan bahwa
95
Ningrum Natasya Sirait II, Asosiasi & Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Medan:
Pustaka bangsa Press, 2003), hlm. 103.
96
Ayudah D Prayoga dkk, Op.Cit., hlm. 62.
97
Ibid, hlm. 63.
nyata terhadap persaingan, dan tidak berupa apakah perbuatan itu tidak adil
bentuk dari pendekatan perse illegal ini melalui pasal yang sifatnya imperative
diterapkan untuk menilai apakah suatu tindakan tertentu dari pelaku bisnis
membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna
perjanjian atau kegiatan usaha tertentu ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atas
98
Ibid
99
Ningrum Natasya Sirait I, Op.Cit., hlm. 81.
dampak yang ditimbulkan oleh perjanjian atau kegiatan usaha tersebut. Kegiatan
yang biasanya dianggap sebagai per se illegal biasanya meliputi penetapan harga
secara kolusif atas produk tertentu serta pengaturan harga penjualan kembali.100
tidak sehat”.
tidak sehat”.
g. Pasal 11, 12, 13, 16, 17, 19 “……. yang dapat mengakibatkan terjadinya
j. Pasal 28 ayat (1) dan (2) “…… yang dapat mengakibatkan terjadinya
A. Kartel
1. Pengertian Kartel
diartikan secara luas. Dalam arti sempit, kartel adalah sekelompok perusahaan
yang seharusnya saling bersaing, tetapi mereka justru menyetujui satu sama lain
dalam pengertian luas, kartel meliputi perjanjian antara para pesaing untuk
work together to raise prices and restrict outputs.102 Artinya kartel adalah sebuah
101
Anna Maria Tri Anggraini, Op.Cit., hlm. 31.
102 Paul A Samuelson dan William D Nordhaus, Economics 19e, The McGraw-Hill
Companies, Inc., New York, 2010, hlm. 190.
54
bahasa Inggris dan “kartel” dalam bahasa Belanda. “Cartel” disebut juga
produsen dan lain-lain yang sejenis untuk mengatur dan mengendalikan berbagai
hal, seperti harga, wilayah pemasaran dan sebagainya, dengan tujuan menekan
persaingan dan atau persaingan usaha pada pasar yang bersangkutan, dan meraih
keuntungan. 103 Sementara itu dalam ketentuan hukum persaingan usaha dengan
jelas mengenai pengertian dari kartel itu sendiri, namun dijelaskan dalam
harga. Ketiga, agar penetapan harga dapat efektif, maka dilakukan pula alokasi
103
Hasim Purba, “Tinjauan Yuridis Terhadap Holding Company, Cartel, Trust dan
Concern”, (http://library.usu.ac.id/download/fh/perda-hasim1.pdf, diakses pada 14 September
2007).
104
Perkom Nomor. 4 Tahun 2010 tentang Kartel
antara pelaku usaha misalnya karena perbedaan biaya. 105 Praktik kartel dapat
berjalan sukses apabila pelaku usaha yang terlibat di dalam perjanjian kartel
tersebut haruslah mayoritas dari pelaku usaha yang berkecimpung di dalam pasar
tersebut. Karena apabila hanya sebagian kecil saja pelaku usaha yang terlibat di
dalam perjanjian kartel biasanya perjanjian kartel tidak akan efektif dalam
pasar akan ditutupi oleh pasokan dari pelaku usaha yang tidak terlibat di dalam
perjanjian kartel.106
bergantung kepada kesetiaan para pelakunya yang bila tidak dapat dipertahankan
2. Indikasi Kartel
Undang Nommor 5 Tahun 1999 dianggap sangat merugikan bagi konsumen dan
iklim persaingan, maka dari itu dalam hal mendeteksi suatu indikasi dari kartel
akan sangat diperlukan untuk menentukan apakah suatu perjanjian yang dilakukan
eksternal stabillitas suatu kartel, maka kebijakan larangan kartel akan memicu
pembubaran atau paling tidak mencegah pembentukan suatu kartel. Sementara itu,
penentuan ada atau tidaknya kolusi (persekongkolan) dalam suatu industri adalah
tergantung pada struktur pasar dari industri terkait serta efektivitas dari penegakan
Hukum Persaingan.108
indikator awal identifikasi kartel yang terbagi dalam faktor struktural dan faktor
perilaku, Untuk memenuhi persyaratan bukti awal yang cukup, KPPU dapat
a. Faktor Struktural ;
108
Anna Maria Tri Anggraini, Loc.Cit.,
109
Daya beli (buying power) merupakan uang investor yang berada di akun broker,
ditambah dengan dana tambahan yang berpotensi diperoleh. Perkembangan pasar dibatasi oleh
ruang lingkup daya beli yang ada. Dalam pengertian secara umum, daya beli adalah indikator
b. Faktor Perilaku ;
dijadikan sebagai deteksi terhadap kartel. Dalam hal ini, terlihat jelas bahwa
pendekatan yang digunakan pada kartel ialah lebih mengarah kepada analisis
pelaku usaha terlapor membuat kartel. KPPU harus memeriksa apakah alasan-
alasan para pelaku usaha membuat kartel ini dapat diterima (reasonable
ekonomi yang mendefinisikan jumlah barang atau jasa yang dapat dibeli/diperoleh dengan mata
uang tertentu. Lihat https://alpari-finance.com/id/beginner/glossary/buying-power/ diakses pada
tanggal 15 Agustus 2015.
110
Andi Fahmi Lubis dkk, Op.Cit., hlm. 112.
diantara mereka.111 Sikap tersebut merupakan awal mula dari terjadinya perjanjian
kartel yang memiliki dampak buruk sehingga termasuk ke dalam perjanjian yang
Akibat atas tindakan kartel, secara umum para ahli sepakat bahwa kartel
inovasi dan penemuan teknologi baru, menghambat masuknya investor baru, serta
sehat. Kerugian atas kartel juga dapat dirasakan konsumen, karena konsumen
harus membayar harga atas barang dan atau jasa lebih mahal dari pada harga
pasar. Di samping itu juga terbatasnya barang dan atau jasa yang diproduksi, baik
dari sisi jumlah maupun mutunya, dan yang terakhir adalah terbatasnya pilihan
Pelaku Usaha.112
Tahun 2010 tentang kartel, dikatakan bahwa kartel merugikan baik pada
111
Rachmadi Usman, Op.Cit., hlm. 282.
112
Anna Maria Tri Anggraini, Op.Cit., hlm. 41.
yang sehat.
2) Barang atau jasa yang diproduksi dapat terbatas baik dari sisi jumlah
dan atau mutu daripada kalau terjadi persaingan yang sehat diantara
Indonesia tentu memiliki dasar serta tujuan yang sesuai dengan falsafah dari
negara. Beberapa dampak yang timbul dari adanya kartel sangat berakibat baik
secara langsung maupun tidak langsung bagi perekonomian negara. Maka dari itu
dengan mengetahui beberapa dampak yang timbul sebagai akibat dari adanya
kartel dapat meningkatkan pola pikir dan perkembangan pengetahuan akan hal
113
Perkom Nomor 4 Tahun 2010
yang menjadi tindakan anti persaingan baik itu berbentuk kegiatan maupun
competitive behavior) serta akibat yang ditimbulkan pada proses persaingan tentu
harus melewati beberapa acuan. Ukuran dari akibat anti persaingan haruslah
bersifat nyata dan substansial. Dalam hal ini terdapat ukuran yang digunakan
dalam hukum persaingan yaitu: melalui pembuktian yang sifatnya nyata (naked
ditimbulkannya pada persaingan dan dengan melihat tindakan atau hambatan yang
produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa. Larangan ini hanya
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Dalam bunyi Pasal 11 tersebut
ketentuan pasal ini. Di negara Amerika Serikat, Australia, dan Uni Eropa kartel
kartel disebut sebagai naked restraint yang mempunyai tujuan tunggal untuk
114
Ningrum Natasya Sirait II, Op.Cit., hlm. 103.
mempengaruhi tingkat harga dan output. 115 Alasan mengapa kartel dianggap
sebagai per se illegal di negara-negara barat terletak pada kenyataan bahwa price
negative terhadap harga dan output jika dibandingkan dengan dampak pasar yang
kompetitf.116
adalah rule of reason artinya bahwa untuk menentukan apakah suatu perjanjian
diperoleh dari beberapa pertimbangan baik sosial, dampak dan keadilan dari
kurang tepat digunakan untuk membuktikan adanya kartel. Karena dampak tindak
tindakan kriminal.117
ketentuan dalam Undang-undang yang tidak selaras dengan praktik penerapan atas
tidak sehat. Sebagai contoh, kartel (Pasal 11) dan persekongkolan tender (Pasal
tender (bid rigging) secara per se illegal, bahkan anggota kartel umumnya
115
Ayudha D Prayoga dkk, Op.Cit., hlm. 82
116
Ibid
117
Anna Maria Tri Anggraini, Op.Cit., hlm. 39
menghadapi tanggung jawab atas potensi kriminal. Terdapat tiga (3) alasan
penetapan harga, kartel, maupun bid rigging, yakni pendekatan ini sudah teruji
hukum dan bisnis. Penerapan pendekatan per se illegal terhadap penetapan harga
dan kartel menunjukkan pula, bahwa pengadilan lebih memilih kategori hukum
Kartel
Dalam jurnal Persaingan Usaha Edisi 4 Tahun 2010, Anna Maria Tri
maka KPPU harus mampu membuktikan kepada publik, bahwa terdapat alat bukti
Pembuktian tersebut dengan cara mengajukan alat bukti yang kuat untuk
kewenangannya. Sesuai dengan jenis alat bukti pemeriksaan Komisi dalam Pasal
a. Keterangan Saksi;
b. Keterangan ahli;
d. Petunjuk;
118
Ibid
Dalam pedoman Pasal 11, KPPU juga memaparkan beberapa bukti yang
jalur tempuh dan jalan masuk untuk mengungkapkan kegiatan usaha yang
119
Ibid, hlm. 42
120
Perkom Nomor 4 Tahun 2010
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah rule of reason. Hal itu sesuai
rule of reason, maka dalam rangka membuktikan apakah telah terjadi kartel yang
para pelaku usaha melakukan kartel. Majelis hakim harus memeriksa apakah
alasan-alasan para pelaku usaha melakukan kartel ini dapat/tidak dapat diterima
121
Fitrah Akbar Citrawan, Hukum Persaingan Usaha Penerapan Rule of Reason dalam
Penanganan Praktik Kartel, (Yogyakarta: Suluh Media, 2017), hlm. 91.
122
Ibid, hlm. 92.
123
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, dalam Teori Praktik
serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 607.
dan/atau jasa atau ada tidaknya kenaikan harga? Jika tidak ada maka
Usaha.
mempengaruhi pasar.
tersebut memang secara akal sehat perlu dilakukan. Dengan kata lain
124
Kekuatan Pasar atau Market Power merupakan kemampuan sebuah perusahaan
dalam mengendalikan harga jual atau harga penawaran produknya kepada konsumen tanpa
mendapatkan gangguan atau persaingan dari perusahaan lain. Lihat https://www.dictio.id/t/apa-
yang-dimaksud-dengan-kekuatan-pasar-atau-market-power/120193 diakses pada tanggal 1 Juli
2019
terdapat cara lain atau alternatif lain yang seharusnya terpikirka oleh
Jadi dalam hal pembuktian kartel selain menggunakan alat bukti pada
nantinya akan dijadikan hakim sebagai pertimbangan secara rule of reason untuk
menentukan apakah alasan yang diberikan oleh pelaku usaha dapat diterima atau
tidak.
dalam bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. OECD juga berada di garis
125
Fitrah Akbar Citrawan, Op.Cit., 93.
persoalan baru, seperti tata kelola perusahaan, ekonomi informasi dan tantangan-
yang menyerupai kartel dapat timbul dengan lebih mudah di bawah rezim dengan
harga atau dengan mengecualikan industri atau sektor tertentu dari jangkauan
menjadi lebih buruk. Risiko-risiko yang ditimbulkan oleh kegiatan kartel harus
industri atau asosiasi profesi bertanggung jawab penuh atas pengaturan perilaku
para anggotanya, tanpa sokongan legislatif pemerintah (sering kali atas desakan
pemerintah). Dalam hal ini APBI sebagai asosiasi terkait pada kasus kartel dalam
industri otomotif terkait ban kendaraan bermotor roda empat dapat dikatakan
126
OECD, “Toolkit Penilaian Persaingan Usaha Jilid I: Prinsip-Prinsip”, Versi 2.0,
2011, hlm. 2.
jawab dalam pertukaran informasi antar sesama anggota yang terdaftar dalam
pembentukan kartel, karena syarat utama bagi operasi kartel adalah bahwa para
peserta dalam kartel tersebut dapat secara efektif memantau perilaku pasar para
timbul apabila terdapat lebih sedikit peserta di pasar tersebut, apabila terdapat
hambatan masuk yang tinggi, apabila produk-produk para pemasok bersifat relatif
homogen, dan apabila informasi tentang perubahan harga atau keluaran tersedia
baik sebelum maupun segera setelah harga atau keluaran tersebut mengalami
perubahan.127
menyediakan data statistik umum, data statistik agregat memiliki potensi yang
lebih kecil untuk mendukung kartel ketimbang data statistik spesifik perusahaan,
127
Ibid, hlm. 20.
dan data statistik historis memiliki potensi yang lebih kecil untuk mendukung
kartel ketimbang informasi mutakhir yang dibuat pada waktu yang bersamaan.
Data statistik yang dikumpulkan dari berbagai perusahaan tidak akan membantu
perusahaan yang menyimpang dari perjanjian kartel atas penetapan harga dan
bagi kartel karena kartel sering kali perlu membagi informasi yang mutakhir
harga, dan dalam hal ini informasi historis tidak akan banyak membantu kartel.128
anggota APBI secara signifikan dapat membantu pada pembentukan kartel, tetapi
apabila tujuan dari publikasi informasi adalah untuk membantu konsumen atau
menyediakan data statistik umum, data statistik agregat memiliki potensi yang
lebih kecil untuk mendukung kartel ketimbang data statistik spesifik perusahaan,
C. Pengaturan Kartel
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat terdapat pada Pasal 11. Kartel termasuk ke dalam kategori perjanjian
128
Ibid, hlm. 69.
yang dilarang, karena salah satu unsur dari Pasal 11 menyebutkan bahwa kartel
dilakukan penjabaran dari tiap unsur yang ada pada Pasal 11 itu sendiri.
Nomor 5 Tahun 1999 dapat diartikan pelaku usaha dapat membuat perjanjian
dengan mengatur produksi atau pemasaran suatu barang atau jasa asalkan tidak
Dalam hal ini dapat diartikan pembentuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
persaingan usaha tidak sehat, seperti misalnya perjanjian kartel dalam bentuk
tertentu yang bertujuan untuk melindungi konsumen dari produk yang tidak layak
perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan
badan hukum yang didirikan atau berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
129
Andi Fahmi Lubis dkk, Op.Cit., 110.
ekonomi. 130 Berdasarkan pada ketentuan tersebut maka unsure pelaku usaha
dalam kartel sangat jelas dapat berupa perseorangan dan badan hukum yang
satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih
pelaku usaha lain dengan nama apapun baik tertulis maupun tidak tertulis. Unsur
perjanjian dalam Pasal 11 dapat berbentuk tertulis maupun tidak tertulis, dalam
kartel sendiri perjanjian yang dilakukan oleh pelaku usaha dapat dilakukan secara
lisan, maka dari itu dalam hal ini apabila ingin membuktikan suatu karel telah
dilakukan dengan perjanjian secara lisan antara pelaku usaha, diperlukan adanya
dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya. Kemudian isi dari
pesaingnya diartikan sebagai pelaku usaha lain yang berada dalam satu pasar
bersangkutan.131
mencapai tujuan tersebut anggota kartel setuju mengatur produksi dan atau
130
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
131
Perkom Nomor 3 Tahun 2009
pemasaran suatu barang dan atau jasa.132 Berikutnya unsur mengatur produksi dan
atau pemasaran artinya adalah menentukan jumlah produksi baik bagi kartel
secara keseluruhan maupun bagi setiap anggota. Hal ini bisa lebih besar atau lebih
kecil dari kapasitas produksi perusahaan atau permintaan akan barang atau jasa
akan dijual dan atau wilayah dimana para anggota menjual produksinya. Unsur
barang dan unsur jasa masing-masing secara jelas dipaparkan dalam Pasal 1 angka
benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak
oleh konsumen atau pelaku usaha dan jasa adalah setiap layanan yang berbentuk
Sementara itu unsur praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat. Dengan kartel, maka produksi dan pemasaran atas barang dan
atau jasa akan dikuasai oleh anggota kartel. Karena tujuan akhir dari kartel adalah
untuk mendapatkan keuntungan yang besar bagi anggota kartel, maka hal ini akan
menyebabkan kerugian bagi kepentingan umum dan persaingan usaha tidak sehat
132
Perkom Nomor 4 Tahun 2010
produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak
jujur. Kartel adalah suatu kolusi atau kolaborasi dari para pelaku usaha. Oleh
karena itu segala manfaat kartel hanya ditujukan untuk kepentingan para
sehat dan tidak jujur. Dalam hal ini misalnya dengan mengurangi produksi atau
melawan.
publik. 133 Salah satu dari peraturan yang dikeluarkan KPPU ialah Peraturan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 tentang kartel. Dalam
baik dari larangan kartel, pengaturan dan contoh kartel serta aturan dan sanksi dari
kartel.
133
Fitrah Akbar Citrawan, Op.Cit., hlm. 54.
wajar.
standar dasar yang akan digunakan oleh KPPU dalam melakukan pemeriksaan
dan analisa terhadap suatu kartel sebagaimana diatur dalam pasal 11 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pedoman ini harus dilihat sebagai penjelasan yang
dan pemeriksaan kasus per kasus. 135 Dengan pedoman ini maka secara lebih
134
Perkom Nomor 4 Tahun 2010
135
Perkom Nomor 4 Tahun 2010
I/2014, penulis akan memaparkan beberapa kasus yang telah diputus KPPU terkait
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Berikut ini merupakan
Putusan
No Hal Putusan PN Putusan MA
KPPU
02/KPPU- DAY OLD CHICK
1. - -
I/2002 (DOC)
03/KPPU- Kargo (Surabaya-
2. - -
I/2003 Makassar)
Kartel Perdagangan
10/KPPU-
3. Garam ke Sumatera - -
L/2005
Utara
No.
11/KPPU- Distribusi Semen No. 05 K/
4. 24/Pdt.G/2006/PN.
I/2005 Gresik KPPU/2007
SBY
76
Jasa Pemeriksaan
Kesehatan Calon
14/KPPU-
6. Tenaga Kerja - -
L/2009
Indonesia ke Timur
Tengah
Penentuan Tarif
No. 704
Angkutan Kontainer
K/Pdt.Sus-
Ukuran 20 kaki, 40
KPPU/2015(*)
06/KPPU- kaki dan 2ã—20 kaki No. 175/Pdt.G/2014/
10.
I/2013 di 12 Rute dari dan PN Mdn
No. 50
menuju Pelabuhan
PK/Pdt.Sus-
Belawan pada 2011
KPPU/2018(**)
dan 2012
No. 2/Pdt.Sus-
05/KPPU- Importasi Bawang No. 1495
11. KPPU/2015/PN Jkt.
I/2013 Putih K/Pdt.Sus-
Utr
K/2017
No. 221
K/Pdt.Sus-
Ban Kendaraan No. 70/Pdt.Sus- KPPU/2016 (*)
08/KPPU-
12. Bermotor Roda KPPU/2015/PN.Jkt. Putusan MA
I/2014
Empat Pst
No.
167 PK/Pdt.Sus-
KPPU/2017
(**)
No.
Perdagangan Sapi No. 715
10/KPPU- 319/PDT.G/2016/PN
13. Impor K/Pdt.Sus-
I/2015 .JKT.PST
JABODETABEK KPPU/2018
No. 444
K/Pdt.Sus-
KPPU/2018 (*)
No. 01/Pdt.Sus-
02/KPPU- Produksi Bibit Ayam Putusan MA
14. KPPU/2017/PN
I/2016 Pedaging
Jkt.Brt
No. 79
PK/Pdt.Sus-
KPPU/2019(**)
Nomor 5 Tahun 1999 dalam hal mengawasi praktek persaingan usaha di Indonesia
persaingan usaha, sampai pada tanggal 07 Januari 2020 KPPU telah memutus
sebanyak 339 perkara persaingan usaha, baik itu berbentuk inisiatif maupun
ini diperoleh lewat situs resmi KPPU Republik Indonesia. Diantaranya terdapat 14
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah terjadi sejak tahun 2002 jika
merujuk pada putusan yang telah dikeluarkan oleh KPPU. Jenis dari kasus yang
terdaftar ialah berbentuk laporan maupun inisatif dari KPPU sendiri. Dari 14
lewat pengadilan negeri. Berdasarkan hal tersebut maka angka ketidakpuasan para
terlapor terhadap putusan KPPU cukup tinggi sehingga melakukan upaya hukum
yang ditetapkan KPPU dapat memberikan efek jera bagi pelaku usaha, maka
penulis akan melakukan analisis terhadap salah satu dari kasus diatas, yaitu
08/KPPU-I/2018 telah menetapkan enam terlapor yang terbukti secara sah dan
Elang Perdana Tyre Industry dan PT Industri Karet Deli. Masing-masing terlapor
usaha. Apakah putusan yang telah ditetapkan oleh KPPU sesuai dengan ketentuan
yang ada serta mengkaji beberapa hal seperti penerapan pembuktian tidak
langsung (indirect evidence) yang meliputi bukti komunikasi dan bukti ekonomi,
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
1. Kasus Posisi
Kasus ini bermula pada adanya indikasi perjanjian kartel yang dilakukan
oleh beberapa pelaku usaha pada industri ban, secara tepat terkait mengenai
produksi dan/atau pemasaran ban kendaraan bermotor roda empat kelas passenger
car136 (penumpang) untuk ban Ring 13, Ring 14, Ring 15 dan Ring 16 periode
ban yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI). APBI
136
Mobil penumpang adalah kendaraan bermotor, selain sepeda motor, yang ditujukan
untuk pengangkutan penumpang dan dirancang untuk tempat duduk tidak lebih dari sembilan
orang (termasuk pengemudi). Lihat https://stats.oecd.org/glossary/detail.asp?ID=3524 diakses
pada 11 Juni 2013.
jika dilihat seperti kartel check list (seperti competition check list yang dimiliki
KPPU) karena dia melihat kartel dari berbagai sisi. Model dari Harrington
perusahaan dari hasil estimasi data panel tersebut. Dalam ekonometrika, error
atau residual regresi ini selalu dijadikan dasar untuk melihat perilaku dari suatu
& Sarkar terdapat 2 metode utama untuk mendeteksi keberadaan kartel yaitu:
Metode Struktural (Structural Methods), metode ini merupakan suatu cara untuk
industri untuk melakukan kartel atau observasi hasil akhir dari kartel. Cara-cara
yang dilakukan bisa dalam bentuk komunikasi langsung antar anggota kartel atau
melihat dampak terhadap pasar dari koordinasi pada harga dan kuantitas yang
137
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, “Putusan KPPU Nomor: 08/KPPU-I/2014”,
hlm. 74.
138
Ibid, hlm. 77.
Hal lain yang menjadi sorotan ialah pertemuan rutin APBI, sehingga
dalam hal ini APBI dianggap sebagai fasilitator terjadinya penetapan harga dan
perjanjian kartel yang ketentuannya dilarang dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11
pengaruh biaya terhadap harga dan koordinasi harga antar perusahaan dimana
hasil pengujian pada seluruh ukuran ban PCR Replacement pada Ring 13, Ring
penentuan harga antar perusahaan dalam industri ban karena seluruh pengujian
perusahaan.
Sedangkan dalam pembagian pasar ban sendiri dibagi menjadi 2, antara lain pasar
equipment).
akan perjanjian kartel ini melalui adanya temuan tentang risalah rapat presidium
terkait pengaturan produksi dan/atau pemasaran ban periode 2009 sampai dengan
2012. Pada rapat presidium 28 April 2009 bertempat di Hotel Grand Melia, yang
bahwa penjualan ekspor ban roda 4 diperkirakan akan turun cukup besar. Dengan
dasar itu, maka anggota APBI diminta untuk dapat menahan diri dan terus
bertempat di Hotel Nikko, yang dipimpin oleh ketua APBI dan dihadiri oleh :
permintaan kepada seluruh anggota APBI untuk dapat menahan diri dan terus
selanjutnya yaitu tanggal 26 Januari 2010 dan tanggal 25 Februari 2010 juga
Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait penetapan produksi, tidak harus dalam
Tahun 1999 adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
Dalam perkara ini yang dimaksud sebagai pelaku usaha adalah Terlapor
2. Unsur Perjanjian
1999, definisi perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku
usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain
dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis; usaha lain
Passenger Car Radial (PCR) Replacement Ring 13, Ring 14, Ring 15
yang sama dalam perkara ini adalah ban Passenger Car Radial (PCR)
2012. Pelaku usaha yang bersaing satu sama lain dalam pasar
139
Warranty Claim adalah jaminan perbaikan dan penggantian item atau bagian
barang/jasa. Apabila pembeli tidak puas atau jika barang/jasa tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan dalam masa tertentu maka penjual setuju untuk memperbaiki dengan mengganti item
atau bagian yang rusak. Lihat https://www.bandingin.com/memahami-warranty-dalam-asuransi
diakses pada 11 Juni 2018.
1999, yang dimaksud dengan barang adalah setiap benda, baik berwujud
konsumen atau pelaku usaha. Dalam perkara ini yang dimaksud dengan
Ring 13, Ring 14, Ring 15 dan Ring 16 di wilayah Republik Indonesia
dalam rentang waktu tahun 2009 sampai dengan 2012. Kemudian yang
secara bersama untuk dapat menahan diri dan terus mengontrol distribusi
ban Passenger Car Radial (PCR) Replacement Ring 13, Ring 14, Ring
tahun 2009 sampai dengan 2012 yang disepakati dan/atau disetujui oleh
tidak Sehat.
ditandai dengan tingginya CR4 atau HHI pada ban PCR Replacement
HHI yang juga berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis. Hal ini
sementara para terlapor dalam perkara ini yang seharusnya bersaing dan
PCR Replacement Ring 13, 14 dan 15. Meskipun ban PCR Replacement
memeriksa bukti, maka Majelis Komisi menetapkan para terlapor secara sah dan
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
2. Analisis Putusan
terlapor dalam kasus kartel industri otomotif terkait ban kendaraan bermotor roda
Indonesia, Tbk., PT Elang Perdana Tyre Industry dan PT Industri Karet Deli.
KPPU juga menetapkan besaran denda yang harus dibayar oleh masing-masing
terlapor yaitu sebesar Rp. 25.000.000.000,00 (Dua Puluh Lima Miliar Rupiah).
Evidence)
menjadi bukti bagi penegak hukum persaingan. Dalam hal inilah maka
1. Bukti Komunikasi
yang digunakan KPPU dalam kasus ini ialah bahwa adanya risalah
140
Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2011
ini.
Ring 13, Ring 14, Ring 15 dan Ring 16 di wilayah pasar nasional
produksi ban Ring 13, Ring 14, Ring 15 dan Ring 16 yang
dibanjiri ban dengan harga murah, sekali turun akan sulit bagi
satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu
atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa pun, baik tertulis
2. Bukti Ekonomi
141
Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2011
142
Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2011
kasus kartel ban ini, yang dijadikan sebagai bukti ekonomi ialah
143
Anna Maria Tri Anggraini, “Penggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan
Hukum Pesaingan Usaha”, Jurnal Hukum PRIORIS Vol 3, No. 3, 2013, hlm. 1.
dijatuhkan oleh Majelis Komisi kepada para terlapor sudah tepat, karena telah
acara persaingan usaha maupun hukum persaingan usaha sendiri dengan Undang-
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan dihukum dengan denda yang telah
ditetapkan dalam putusan tersebut. Atas putusan tersebut sesuai dengan ketentuan
diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sesuai dengan domisili dari terlapor.
Dasar keberatan yang diajukan oleh pemohon keberatan dalam hal ini
diantaranya adalah dasar formal beracara yang pada poinnya mengatakan bahwa
sebagaimana hukum acara dan pemeriksaan persidangan yang berlaku dan diakui
di Republik Indonesia, pemeriksaan saksi dan ahli dari pihak yang mengajukan
tuntutan seharusnya diperiksa terlebih dahulu sebelum pemeriksaan saksi dan ahli
dari pihak yang membela diri terhadap tuntutan, selain itu yang disampaikan pada
tidak menerapkan due process of law dalam proses pemeriksaan perkara, Putusan
kppu didasarkan pada asumsi-asumsi tanpa didukung dengan bukti dan tidak
Januari 2015 batal dan tidak sah berdasarkan hukum atau setidaknya
Dalam Provisi:
Karet Deli;
2015;
hari ini ditetapkan sebesar Rp1.941.000,00 (satu juta sembilan ratus empat
bahwa pertimbangan yang ditetapkan oleh Majelis hakim sudah tepat karena pada
putusan KPPU sebelumnya penulis juga berpendapat telah tepat karena setiap
unsur dari Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah terpenuhi dengan
jelas. Pada putusan pengadilan negeri terkait keberatan para terlapor, dapat
diperhatikan bahwa salah satu poin yang menjadi keberatan para terlapor ialah
dalam hukum persaingan usaha terkhusus pada penggunaan bukti tidak langsung
Nomor 5 Tahun 1999, maka para terlapor diperkenankan untuk mengajukan upaya
hukum terhadap putusan tersebut. Ketentuan mengenai upaya hukum atas putusan
KPPU diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tepatnya pada Pasal 44
ayat (2) yang menyatkan bahwa pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata
Komisi yang digunakan dalam perkara ini adalah Peraturan Komisi Nomor 1
Tahun 2010, sementara itu KPPU telah mengeluarkan Peraturan Komisi terbaru
pada saat ini yaitu Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Cara
keberatan dapat dilakukan paling lama 14 (empat belas) setelah menerima petikan
dan salinan Putusan Komisi dan/atau diumumkan melalui situs web Komisi.
tanggal 7 Januari 2015 dan salinan dari Putusan KPPU telah disampaikan kepada
dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja dari tanggal diterimanya salinan
Putusan KPPU oleh terlapor yang bersangkutan. Terlapor pada perkara ini
KPPU dan mengubah besaran denda. Tidak sampai pada tahap tersebut, para
sebagai pemohon kasasi II, dahulu pemohon keberatan VI, PT Elang Perdana Tyre
Tunggal, Tbk. Sebagai pemohon kasasi IV, dahulu sebagai pemohon keberatan
keberatan IV, PT Sumi Rubber Indonesia sebagai pemohon kasasi VI, dahulu
pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya
dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila Pengadilan tidak berwenang
bagi Hakim, baik atas inisiatif Hakim maupun atas permohonan para
Sehat.
sehingga dalil bahwa kesepakatan harga dan produksi dalam perkara ini
bukti-bukti tersebut adalah bukti yang cukup dan logis, serta tidak ada
bukti lain yang lebih kuat yang dapat melemahkan bukti-bukti yang
yang dikuatkan oleh Penadilan Negeri sudah benar, sehingga layak untuk
dipertahankan.
maka menurut penulis hal tersebut sudah tepat karena, hal yang menjadi dasar
memutus permohonan kasasi juga telah tepat karena sesuai dengan ketentuan
bahwa KPPU telah memutus perkara ini dengan tepat, maka sejalan dengan hal
tersebut dasar penetapan Majelis Komisi dalam memutuskan para terlapor yang
saat ini merupakan pemohon kasasi telah tepat. Menambahkan terkait pendapat
hal ini, ditemukan juga bahwa adanya penerimaan tentang pembuktian tidak
bersifat tidak langsung diterima sebagai bukti sah sepanjang bukti tersebut adalah
bukti yang cukup dan logis, serta tidak ada bukti lain yang lebih kuat yang dapat
kasasi II, dahulu pemohon keberatan VI, PT Elang Perdana Tyre Industry sebagai
Sebagai pemohon kasasi IV, dahulu sebagai pemohon keberatan III, PT Goodyear
Sumi Rubber Indonesia sebagai pemohon kasasi VI, dahulu sebagai pemohon
keberatan II maka langkah selanjutnya yang ditempuh apabila merasa tidak terima
memeriksa perkara ini berdasarkan kepada pada ketentuan Pasal 67, 68, 69, 71
Indonesia berpendapat bahwa Majelis Hakim pada tingkat kasasi telah keliru
secara kumulatif.
Majelis Hakim Agung terkait upaya hukum kasasi, yang antara lain memaparkan
bahwa :
Kehakiman joncto Pasal 178 ayat (1) dan ayat (2) HIR;
Mahkamah Agung;
10. Majelis Hakim Kasasi telah melakukan kekhilafan atau kekeuruan yang
Persaingan Usaha;
11. Majelis Hakim Kasasi telah melakukan kekhilafan atau kekeuruan yang
Usaha;
Persaingan Usaha.
peninjauan kembali tanggal 19 Mei 2017 dan 30 Agustus 2017 dan jawaban
kasasi, dalam hal ini Mahkamah Agung tidak melakukan kekeliruan yang nyata
permohonan tersebut tidak beralaskan sudah tepat. Dengan tetap merujuk pada
kasasi bahwa pemohon dalam hal ini pada awalnya sudah terbukti menurut
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
roda 4 ini memang tidak singkat, setelah dijatuhkannya putusan terhadap para
ini dilanjutkan dengan beberapa upaya hukum yang dilakukan oleh pihak terlapor
putusannya menguatkan putusan KPPU dan mengubah besaran denda yang harus
dikeluarkan oleh Majelis Hakim Agung ialah menolak permohonan kasasi oleh
Kasus sejenis yang telah diputus KPPU dan mengalami perjalanan upaya
tentang kartel minyak goreng. Pada putusan KPPU, majelis komisi menetapkan
tidak langsung tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia. KPPU kemudian
hakim pada tingka kasasi menolak permohonan dari KPPU dengan dalil bahwa
bukti tidak langsung tidak dikenal dalam sistem pembuktian di Indonesia. Dari hal
pembuktian tidak langsung. Majelis hakim dalam memutus perkara kartel dengan
pembuktian dan tidak adanya bukti yang lebih kuat, memungkinkan penggunaan
dari pembuktian tidak langsung. Sedangkan Majelis hakim juga dapat menolak
dan/atau KPPU hanya dapat mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah
Agung sebagai upaya hukum terakhir. Dengan demikian saat ini upaya hukum
yang dapat dilakukan terkait putusan KPPU adalah hanya sampai pada tingkat
kasasi.
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Persaingan Usaha Tidak Sehat tepatnya pada Pasal 11. Kartel termasuk
dilarang. Suatu perjanjian kartel dapat lebih mudah terjadi karena adanya
112
dan jika dilihat seperti kartel check list (seperti competition check list
yang dimiliki KPPU) karena pada metode ini kartel dilihat dari berbagai
perbuatan tersebut.
tertutup oleh para pelaku usaha, sehingga ditemukan kesulitan dalam hal
sebagai alat bukti. Bukti tidak langsung merupakan suatu bentuk bukti
adanya kesepakatan antar para pihak dalam hal penetapan harga. Bukti
evidence. Dalam kasus yang telah diputus oleh KPPU dengan nomor:
produksi, hal ini yang merupakan bukti komunikasi. Dalam hal deteksi
antara lain :
oleh majelis komisi telah tepat karena tiap unsur dari Pasal 11 telah
kartel.
B. Saran
antara lain :
agar dapat menjadi dasar hukum yang mengatur ketentuan yang jelas dan
Buku
Efendi, Jonaedi dan Johnny Ibrahim. Metode Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris. Depok: Kencana. 2018.
Hermansyah. Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta:
Kencana. 2009.
Lubis, Fahmi Andi, dkk. Hukum Persaingan Usaha Buku Teks. Jakarta: KPPU.
2017.
119
Samelson, A Paul dan William D Nordhaus. Economics 19e. New York: The
McGraw-Hill Companies, Inc., 2010.
Sirait, Natasya Ningrum. Asosiasi & Persaingan Usaha Tidak Sehat. Medan:
Pustaka bangsa Press. 2003.
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara
Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penanganan Perkara
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3/2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya
Hukum Keberatan terhadap Putusan KPPU.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3/2019 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya
Hukum Keberatan terhadap Putusan KPPU.
Anggraini, Tri Maria. Penerapan Pendekatan Rule of Reason dan Per Se Illegal
dalam Hukum Persaingan. Jurnal Hukum Bisnis Persaingan Usaha dan
Persekongkolan Tender Vol.24 Nomor 2. 2005.
Purba, Hasim. Tinjauan Yuridis Terhadap Holding Company, Cartel, Trust dan
Concern.
https://www.academia.edu/33169188/MANUSIA_DAN_EKONOMI
Octavia, Nurhenny. 2018. Manusia dan Ekonomi, 28 Oktober 2018.
https://www.e-akuntansi.com/strategi-integrasi-vertikal/
Amri, Fadhila Nur. 2019. Pengertian Strategi Integrasi Vertikal, Manfaat,
Kelemahan dan Contohnya.
http://www.pn-palopo.go.id/index.php/berita/artikel/222-persaingan-usaha-tidak-
sehat-dalam-tinjauan-hukum
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5cc183231f5af/yuk--pahami-aturan-
baru-tata-cara-persidangan-kppu/
Januar, Mochamad. 2019. Yuk, Pahami Aturan Baru Tata Cara Persidangan
KPPU.
https://news.detik.com/berita/d-3994201/kartel-harga-bridgestone-dkk-dihukum-
rp-30-miliar
DetikNews, Kartel Harga Bridgestone dkk Dihukum Rp 30 Miliar, 27 April 2018.
http://www.kppu.go.id/id/blog/2018/05/putusan-kartel-ban-inkracht/
KPPU, Putusan Kartel Ban Inkracht, 7 Mei 2018.
https://www.kppu.go.id/id/
website resmi KPPU Republik Indonesia.
https://kemenperin.go.id/artikel/7435/Industri-Ban-Diandalkan
Kompas, Industri Ban Diandalkan, 18 september 2013.