Anda di halaman 1dari 109

TINJAUAN YURIDIS PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG

BERASAL DARI TINDAKAN PENYALAHGUNAAN HAK (MISBRUIK

VAN RECHT) (STUDI PUTUSAN NO. 294/Pdt.G/2017/PN.Mdn)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat – Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

RIZKY

NIM : 140200252

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

1
Universitas Sumatera Utara
2
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

*) Rizky
**) Rosnidar Sembiring
***) Syamsul Rizal
PT. PD. Paya Pinang merupakan salah satu perusahaan perkebunan di
Indonesia. Perusahaan tersebut memiliki ladang perkebunan di daerah Tebing
Tinggi. namun, ada sekelompok orang yang berusaha menggugat PT. PD Paya
Pinang tersebut dengan menyatakan bahwa tanah yang dijadikan ladang
perkebunan tersebut merupakan bermasalah dan milik mereka (sekelompok orang
yang menggugat). Putusan No. 294/Pdt.G/2017/PN.Medan adalah putusan yang
bersifat final. Permasalahan di dalam skripsi ini adalah mencakup tentang
bagimana pengaturan perbuatan melawan hukum di Indonesia, bagaimana
tindakan penyalahgunaan hak yang mengakibatkan perbuatan melawan hukum
dan penerapan hukum tentang penyalahgunaan hak berdasarkan putusan No.
294/Pdt.G/2017/PN.Mdn Di dalam putusan tersebut dimenangkan atau merasa
diuntungkan pihak PT. PD. Paya Pinang. Para tergugat (sekelompok orang)
dihukum untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng sebesar Rp
6.539.000-,. Maka adapun judul skripsi saya Tinjauan Yuridis Perbuatan Melawan
Hukum Yang Berasal Dari Tindakan Penyalahgunaan Hak (MISBRUIK VAN
RECHT) (Studi Putusan No. 294/Pdt.G/2017/PN.Mdn)
Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif yaitu berdasarkan
peraturan perundang-undangan dengan mengemukakan kasus yang berhubungan
dengan permasalahan. Peneliti melakukan analisis kasus putusan, sedangkan data
sekunder adalah data yang diperoleh peneliti yang sebelumnya telah diolah orang
lain. Untuk memperoleh data sekunder peneliti melakukan studi kepustakaan
(Library Research)
Perbuatan melawan hukum diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Pasal 1365-1380 KUH Perdata, termasuk ke dalam perikatan
yang timbul dari undang-undang. Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, yang
dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah, “Perbuatan yang melawan
hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan
kerugian bagi orang lain. Dalam Putusan No. 294/Pdt.G/2017/PN.Mdn,
menghukum tergugat konvensi dan para penggugat rekonvensi untuk membayar
biaya perkara yang jumlahnya Rp 6.539.000,- (Enam juta lima ratus tidak puluh
sembilan ribu empat ratus rupiah)

Kata Kunci : Perbuatan Melawan Hukum, Putusan No.294/ Pdt.G/ 2017 /PN.
Medan
* Mahasiswa Fakultas Hukum USU / Penulis
** Dosen Pembimbing I / Staff Pengajar FH USU
*** Dosen Pembimbing II / Staff Pengajar FH USU

i
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala

yang telah melimpahkan kasih dan sayang-Nya kepada kita, sehingga penulis bias

menyelesaikan skripsi dengan tepat waktu, yang kami beri Judul “Tinjauan

Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Yang Berasal Dari Tindakan Penyalahgunaan

Hak (MISBRUIK VAN RECHT) (Studi Putusan No. 294/Pdt.G/2017/PN.Mdn).

Tujuan dari penyusunan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk bisa

menempuh ujian sarjana pendidikan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara.

Di dalam pengerjaan skripsi ini telah melibatkan banyak pihak yang sangat

membantu dalam banyak hal. Oleh sebab itu, disini penulis sampaikan rasa terima

kasih sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum Selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum Selaku Pembantu Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum Selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum Selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

5. Dr. Rosnidar Sembiring S.H.,M.Hum Selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum USU Sekaligus Dosen Pembibing I saya, yang

telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan membantu saya dalam

menyelesaikan skripsi.

ii
Universitas Sumatera Utara
6. Syamsul Rizal, S.H.,M.Hum, Selaku Sekretaris Departemen Keperdataan

sekligus dosen pembimbing II saya.

7. T. Devi Kiezerima, S.H.CN M.Hum, Selaku Dosen Penasehat Akademik

Penulis.

8. Keluarga Besar Saya : Ayah, Umi dan Adik (Zidan) saya yang telah

mendukung saya dalam penyelesaikan skripsi ini.

9. Himpunan Mahasiswa Islam yang telah membentuk saya sehingga saya bisa

menjadi mahasiswa yang lebih berani dalam menyuarakan kebenaran dan

keadilan.

10. Seluruh pengurus HMI periodesasi saya, senior-senior saya dan keluarga

Besar Himpunan Mahasiswa Islam yang telah mendukung saya sehingga

dapat menyelesaikan skripsi saya ini.

11. Rekan-rekan BTM Aladdinsyah SH, yang juga mendukung saya dalam proses

ini.

12. Adinda Gusnia Hanako Teman Spesial yang selalu mendukung saya sehingga

skripsi yang saya tulis ini terselesaikan.

13. Rekan seperjuangan M. Rachwi Ritonga yang dalam pembuatan skripsi ini

selalu memberikan masukan-masukan bagi saya.

14. Adik-Adik stambuk 2017, 2016, 2015 serta kawan-kawan stambuk 2014

lainnya yang tidak bisa sebutkan satu-persatu namanya yang telah memberi

semangat kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini.

15. Grup H dan Grup D yang telah sama berjuang di fakultas hukum USU tercinta

ini.

iii
Universitas Sumatera Utara
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata

kesempurnaan, namun penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak terkhusus bagi penulis dan pembaca pada

umumnya.

Medan, 9 Desember 2018

Hormat Penulis,

Rizky

NIM 140200252

iv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................... v

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………....... 1

B. Permasalahan ………………………………………….. ....... 8

C. Tujuan Penulisan …………………………………….… ...... 9

D. Manfaat Penulisan ……………………………………… ..... 9

E. Metode Penelitian …………………………………….... ...... 10

F. Keaslian Penulisan ……………………………………......... 11

G. Sistematika Penulisan …………………………………... ..... 12

BAB II : PENGATURAN TENTANG PERBUATAN MELAWAN

HUKUM BERDASARKAN HUKUM POSITIF DI

INDONESIA

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perbuatan Melawan Hukum

............................................................................................... 14

B. Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum ............................ 20

C. Hubungan Sebab Akibar Dalam Perbuatan Melawan Hukum

............................................................................................... 27

D. Pertanggungjawaban dan Konsekuensi Yuridis Perbuatan

Melawan Hukum .................................................................. 30

v
Universitas Sumatera Utara
BAB III : TINDAKAN PENYALAHGUNAAN HAK YANG

MENGAKIBATKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

A. Pengertian dan Dasar Hukum Penyalahgunaan Hak di

Indonesia .............................................................................. 40

B. Asas-Asas Hukum Yang Berkaitan Dengan Penyalahgunaan

Hak ....................................................................................... 50

C. Jenis-Jenis Tindakan Penyalahguaan Hak Menurut Hukum

Perdata .................................................................................. 53

BAB IV : PENERAPAN HUKUM TENTANG PENYALAHGUNAAN

HAK BERDASARKAN PUTUSAN NO.

294/Pdt.G/2017/PN.Medan

A. Tentang Duduk Perkara Dan Analisis Berdasarkan Putusan No.

294/Pdt.G/2017/PN.Mdn ....................................................... 59

B. Pertimbangan Majelis Hakim Yang Berkaitan Dengan

Penyalahgunaan Hak Berdasarkan Pada Putusan No.

294/Pdt.G/2017/PN.Medan .................................................. 79

C. Penerapan Hukum Tentang Penyalahgunaan Hak Berdasarkan

Pada Putusan No. 294/Pdt.G/2017/PN.Mdn ........................ 95

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………. ..... 97

B. Saran .................................................................................... 98

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 99

LAMPIRAN PUTUSAN

vi
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

PT. PD. Paya Pinang merupakan salah satu perusahaan perkebunan di

Indonesia. Perusahaan tersebut memiliki ladang perkebunan di daerah Tebing

Tinggi. Namun, ada sekelompok orang yang berusaha menggugat PT tersebut

dengan menyatakan bahwa tanah ladang perkebunan tersebut merupakan

bermasalah dan milik mereka (sekelompok orang yang menggugat). Sekelompok

orang tersebut menggugat PT. PD. Paya Pinang ke Pengadilan Negeri Tebing

Tinggi dan hasilnya putusan tersebut tidak berpihak kepada sekelompok orang

alias gugatan yang telah dilaporkan tidak dikabulkan.

Sekelompok orang tersebut masih kukuh dengan keputusannya. Tidak

terima dengan putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi, maka mereka kembali

menggugat PT tersebut ke Pengadilan Tinggi namun hasil yang didapat tetap

sama. Putusan tersebut berisikan bahwa gugatan penggugat tidak dikabulkan.

Dengan dalih tersebut PT. PD. Paya Pinang yang mengurus perpanjangan

HGU (Hak Guna Usaha) ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) terhambat

pengeluaran sertifikat.

PT. PD. Paya Pinang merasa dirugikan dengan hal tersebut. Maka PT. PD.

Paya Pinang menggugat balik para penggugat (sekelompok orang) tersebut ke

Pengadilan Negeri Medan dengan gugatan penyalahgunaan hak (Misbruik Van

Recht) yang mengakibatkan kerugian (Perbuatan Melawan Hukum)

1
Universitas Sumatera Utara
Putusan No. 294/Pdt.G/2017/PN.Medan adalah putusan yang bersifat

final. Di dalam putusan tersebut dimenangkan atau merasa diuntungkan pihak PT.

PD. Paya Pinang. Para tergugat (sekelompok orang) dihukum untuk membayar

biaya perkara secara tanggung renteng sebesar Rp 6.539.000-,

Perbuatan Melawan Hukum diatur dalam Pasal 1365 s/d Pasal 1380 KUH

Perdata. Pasal 1365 menyatakan, bahwa setiap perbuatan yang melawan hukum

yang membawa kerugian kepada orang lain menyebabkan orang karena salahnya

menerbitkan kerugian mengganti kerugian tersebut. Perbuatan melawan hukum

dalam KUH Perdata berasal dari Code Napoleon.

Menurut Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, maka

yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang

melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang, yang karena kesalahannya itu

telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Pasal 1365 KUHPerdata berbunyi:

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain,

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti

kerugian tersebut.”1

Seseorang dengan sengaja melakukan sesuatu perbuatan yang

menimbulkan kerugian pada orang lain, maka nampaklah dengan jelas sifat aktif

dari istilah melawan tersebut. Sebaliknya kalau seseorang dengan sengaja tidak

1
R. Subekti dan R. Tjitrisudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1992, hlm 346.

2
Universitas Sumatera Utara
melakukan sesuatu atau diam saja padahal mengetahui bahwa sesungguhnya harus

melakukan sesuatu perbuatan untuk tidak merugikan orang lain atau dengan lain

perkataan bersikap pasif saja, bahkan enggan melakukan kerugian pada orang

lain, maka telah “melawan” tanpa harus menggerakkan badannya. Inilah sifat

pasif daripada istilah melawan.2

Ketentuan dalam Pasal 1365 BW kemudian dipertegas kembali dalam

Pasal 1366 BW yaitu:

“Setiap orang bertanggung jawab tidak hanya untuk kerugian yang ditimbulkan

oleh perbuatannya tetapi juga disebabkan oleh kelalaiannya.”3

Kedua pasal tersebut di atas menegaskan bahwa perbuatan melawan

hukum tidak saja mencakup suatu perbuatan, tetapi juga mencakup tidak berbuat.

Pasal 1365 BW mengatur tentang “perbuatan” dan Pasal 1366 BW mengatur

tentang “tidak berbuat”.

Pengertian perbuatan melawan hukum secara perdata adalah:

1. Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang mengakibatkan timbulnya

kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya ada sesuatu hubungan hukum,

dimana perbuatan atau tidak berbuat tersebut, baik merupakan perbuatan

biasa maupun bisa juga merupakan suatu kecelakaan.

2. Tidak memenuhi suatu kewajiban yang dibebankan oleh hukum,

kewajiban mana di tunjukan terhadap setiap orang pada umumnya, dan

2
MA. Moegni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982,
hlm. 13.
3
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Op Cit.

3
Universitas Sumatera Utara
dengan tidak memenuhi kewajibannya tersebut dapat dimintakan suatu

ganti rugi.

3. Suatu kesalahan perdata (civil wrong) terhadap mana suatu ganti kerugian

dapat dituntut bukan merupakan suatu wanprestasi tcrhadap suatu kontrak,

atau wanprestasi terhadap kewajiban trust, ataupun prestasi terhadap

kewajiban equity lainnya.

4. Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara bertentangan

dengan hukum melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh hukum, dan

karenanya suatu ganti rugi dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan.

5. Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap kontrak,

atau lebih tepatnya, merupakan suatu perbuatan yang merugtkan hak-hak

orang lain yang diciptakan oleh hukum yang tidak terbit dan hubungan

kontraktual.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata Indonesia, suatu perbuatan melawan hukum harus mengandung unsur-

unsur sebagai berikut: Ada suatu perbuatan, perbuatan itu melawan hukum, ada

kesalahan pelaku, ada kerugian bagi korban, ada hubungan kausal antara

perbuatan dengan kerugian. Hukum di Indonesia mengatur tiap-tiap perbuatan

melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan

karena salahnya menerbitkan kerugian itu untuk mengganti kerugian. Intinya,

apabila ada seorang yang melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) maka

diwajibkan untuk memberikan ganti kerugian. Sisi yang lain, orang yang

mengalami kerugian tersebut dijamin haknya oleh Undang-Undang untuk

menuntut ganti rugi.

4
Universitas Sumatera Utara
Marium Darus Badrulzaman, mengatakan: “Pasal 1365 KUHPerdata

menentukan bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian

kepada seorang lain mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian ini

mengganti kerugian tersebut”. Selanjutnya dikatakan bahwa: “Pasal 1365

KUHPerdata ini sangat penting artinya karena melalui pasal ini hukum yang tidak

tertulis diperhatikan oleh Undang-Undang”. Sebagai pedoman dapat digunakan

ketentuan pasal 1247 dan 1248 KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa

pembayaran ganti rugi hanya diberikan atas kerugian yang sudah diduga dan

merupakan akibat langsung dari tidak terpenuhinya perikatan. Dengan demikian

persoalannya adalah apakah kerugian atas kehilangan keuntungan yang

diharapkan sudah dapat diduga oleh tergugat dan hal tersebut merupakan akibat

langsung karena tidak dipenuhinya perikatan.

Menurut ketentuan dalam pasal 1246 KUHPerdata ada tiga macam ganti

rugi yang dapat diajukan oleh penggugat terhadap pengugat, yaitu biaya, rugi dan

bunga. Biaya adalah segala ongkos yang dalam kenyataan memang sudah

dikeluarkan oleh pengguagat, rugi adalah kerusakan barang milik penggugat,

misalnya karena membeli disket dari tergugat dan disket tersebut terkontaminasi

virus sehingga seluruh sistem dan perangkat komputer milik tergugat menjadi

rusak, sedangkan pengertian bunga dapat dibedakan atas kehilangan keuntungan

yang diharapkan (winstderving/expectationdamages) dan bunga moratoir.4

4
http://lbhamin.org/perbuatan-melawan-hukum/ , diakses pada 10 Desember 2018, pukul
20.00 WIB

5
Universitas Sumatera Utara
Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas

dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya

mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana saja tetapi

juga jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan

bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan

perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi

dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.

“Setiap perbuatan pidana selalu dirumuskan secara seksama dalam undang-

undang, sehingga sifatnya terbatas. Sebaliknya pada perbuatan melawan hukum

adalah tidak demikian. Undang-undang hanya menetukan satu pasal umum, yang

memberikan akibat-akibat hukum terhadap perbuatan melawan hukum.”5

Perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan

onrechmatige daad dan dalam bahasa Inggris disebut tort. Kata tort itu sendiri

sebenarnya hanya berarti salah (wrong). Akan tetapi, khususnya dalam bidang

hukum, kata tort itu sendiri berkembang sedemikian rupa sehingga berarti

kesalahan perdata yang bukan berasal dari wanprestasi dalam suatu perjanjian

kontrak. Jadi serupa dengan pengertian perbuatan melawan hukum disebut

onrechmatige daad dalam sistem hukum Belanda atau di negara-negara Eropa

5
Rachmat Setiawan, Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Alumni, Bandung,
1982, hlm. 15

6
Universitas Sumatera Utara
7

Kontinental lainnya. Kata ” tort ” berasal dari kata latin ” torquere ” atau ” tortus

” dalam bahasa Perancis, seperti kata ” wrong ” berasal dari kata Perancis ” wrung

” yang berarti kesalahan atau kerugian (injury). Sehingga pada prinsipnya, tujuan

dibentuknya suatu sistem hukum yang kemudian dikenal dengan perbuatan

melawan hukum ini adalah untuk dapat mencapai seperti apa yang dikatakan

dalam pribahasa bahasa Latin, yaitu juris praecepta sunt luxec, honestevivere,

alterum non laedere, suum cuique tribuere (semboyan hukum adalah hidup secara

jujur, tidak merugikan orang lain, dan memberikan orang lain haknya).

Para pihak yang melakukan perbuatan hukum itu disebut sebagai subjek

hukum yaitu bisa manusia sebagai subjek hukum dan juga badan hukum sebagai

subjek hukum.6

Perbuatan penyalahgunaan hak (misbruik van recht) merupakan salah satu

jenis dari perbuatan melawan hukum dikarenakan penyalahgunaan hak tersebut

dapa mencederai nama baik seseorang maupun merugikan seseorang.

Sebagaimana pengertian dari perbuatan penyalahgunaan hak (misbruik van recht)

adalah suatu perbuatan yang didasarkan atas wewenang yang sah dari seseorang

yang sesuai dengan hukum yang berlaku, tetapi perbuatan tersebut dilakukan

secara menyimpang atau dengan maksud yang lain dari tujuan hak tersebut

diberikan. Perbuatan penyalahgunaan hak dapat menjadi perbuatan melawan

hukum apabila memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, seperti ada

kerugian bagi orang lain, ada pelanggaran kepantasan, kesusilaan atau

ketidakhati- hatian, adanya hubungan sebab akibat dengan kerugian.

6
www.progresifjaya.com/NewsPage.php?, diakses pada tanggal 10 Desember 2018
pukul 18.30 WIB.

Universitas Sumatera Utara


8

Penyalahgunaan hak dalam bahasa Prancis disebut abus de droit, dan

misbruik van recht dalam bahasa Belanda.Penyalahgunaan hak menurut abus de

droit dan misbruik van recht yaitu :

1. Perbuatan yang tidak patut.

2. Untuk merugikan orang lain.

Gugatan yang diajukan atas penyalahgunaan hak (abus de droit,misbruik

van recht) tersebut adalah berdasarkan perbuatan melawan hukum sebagaimana

diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata.7 Sebagaimana penulisan skripsi saya ini

berkaitan dengan perbuatan melawan hukum terhadap penyalahgunaan hak

(misbruik van recht) dengan menggunakan studi putusan NO.

294/Pdt.G/2017/PN.Mdn

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan pokok yang

dikemukakan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan tentang perbuatan melawan hukum berdasarkan

hukum positif di Indonesia ?

2. Bagaimana tindakan penyalahgunaan hak yang mengakibatkan perbuatan

melawan hukum ?

3. Bagaimana penerapan hukum tentang penyalahgunaan hak berdasarkan

putusan no. 294/Pdt.G/2017/PN.Medan ?

7
https://butew.com/2018/05/06/pengertian-perbuatan-melawan-hukum-dan-
penyalahgunaan-hak-menurut-perdata/, diakses pada 10 Desember 2018, pukul 20.30 WIB

Universitas Sumatera Utara


9

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulis membuat penulisan skripsi tentang ini adalah sebagai berikut ;

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang perbuatan melawan

hukum berdasarkan hukum positif di Indonesia

2. Untuk mengetahui bagaimana tindakan penyalahgunaan hak yang

mengakibatkan perbuatan melawan hukum

3. Untuk mengetahui penerapan hukum tentang penyalahgunaan hak

berdasarkan putusan no. 294/Pdt.G/2017/PN.Medan

D. Manfaat Penulisaan

1. Secara Teoritis

Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan di bidang

hukum khususnya hukum perdata yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari

menyangkut hukum perjanjian jual beli.

2. Secara Praktis

Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk menambah

ilmu pengetahuan pembaca/masyarakat serta dapat membantu memecahkan

masalah yang mungkin sedang dihadapi oleh terutama menyangkut masalah

perbuatan melawan hukum terhadap penyalahgunaan hak (misbruik van recht)

dengan menggunakan studi putusan NO. 294/Pdt.G/2017/PN.Mdn

Universitas Sumatera Utara


10

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah normatif yaitu berdasarkan

peraturan perundang-undangan dengan mengemukakan kasus yang berhubungan

dengan permasalahan dalam skripsi ini.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis

normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan peraturan perundang-undangan

sebagai dasar pemecahan permasalahan yang dikemukakan.

3. Sumber Data

Data yang kemudian diharapkan dapat diperoleh di tempat penelitian maupun di

luar penelitian adalah :

a) Data primer

Data primer, adalah data yang diperoleh dari tangan pertama, dari sumber

asalnya yang belum diolah dan diuraikan orang lain. Untuk memperoleh data

primer peneliti melakukan analisis kasus putusan Mahkamah Agung Republik

Indonesia.

b) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti yang sebelumnya telah

diolah orang lain. Untuk memperoleh data sekunder peneliti melakukan studi

kepustakaan. Studi kepustakaan adalah penelitian terhadap bahan-bahan pustaka

Universitas Sumatera Utara


11

yang berkaitan dengan permasalahan ini, sebagai bahan referensi untuk

menunjang keberhasilan penelitian. Pada penelitian hukum normatif, bahan

pustaka merupakan bahan hukum dasar yang dalam (ilmu) penelitian digolongkan

sebagai bahan hukum sekunder. Bahan Hukum dapat diklasifikasikan ke dalam 3

golongan.8

1) Bahan hukum primer, terdiri dari bahan hukum dan ketentuan-ketentuan

hukum positif termasuk peraturan perundang-undangan dan website.

2) Bahan hukum sekunder atau sering dinamakan Secondary data yang antara

lain mencakup di dalamnya:

a) Kepustakaan/buku literatur yang berhubungan dengan perbuatan

melawan hukum.

b) Data tertulis yang lain berupa karya ilmiah para sarjana.

c) Referensi-referensi yang relevan dengan perbuatan melawan hukum.

3) Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus

hukum, ekslopedia, Kamus umum dan lain sebagainya.

Bahan-bahan hukum sebagai kajian normatif sebagian besar dapat

diperoleh melalui penelusuran terhadap berbagai dokumen hukum.9

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaaan di Perpustakaan Pusat

Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

8
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal.14
9
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung,
2008, hal. 98

Universitas Sumatera Utara


12

maka diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisan yang serupa mengenai

Tinjauan Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Yang Berasal Dari Tindakan

Penyalahgunaan Hak (Misbruik Van Recht) (Studi Putusan No.

294/Pdt.G/2017/PN.Mdn)

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai isi penulisan skripsi,

maka penulis membuat sistematika sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Di dalam Bab ini berisi ; tentang pendahuluan, latar

belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat

penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan

sistematika penulisan.

Bab II : Pengaturan Tentang Perbuatan Melawan Hukum

Berdasarkan Hukum Positif Di Indonesia

Di dalam Bab ini berisi tentang ; Pengertian Perbuatan

Melawan Hukum, Unsur-unsur Perbuatan Melawan

Hukum, Hubungan Sebab Akibar Dalam Perbuatan

Melawan Hukum

Bab III : Tindakan Penyalahgunaan Hak Yang Mengakibatkan

Perbuatan Melawan Hukum

Di dalam Bab ini berisi tentang ; Aspek Hukum

Penyalahgunaan Hak Menurut Hukum Positif Di Indonesia,

Universitas Sumatera Utara


13

Asas-Asas Hukum Yang Berkaitan Dengan

Penyalahgunaan Hak, Jenis-Jenis Tindakan Penyalahguaan

Hak Menurut Hukum Perdata

Bab IV : Penerapan Hukum Tentang Penyalahgunaan Hak

Berdasarkan Putusan No. 294/Pdt.G/2017/PN.Mdn

Di dalam Bab ini berisikan tentang ; Tentang Duduk Perkara

Dan Analisis Berdasarkan Putusan No.

294/Pdt.G/2017/PN.Mdn, Pertimbangan Majelis Hakim

Yang Berkaitan Dengan Penyalahgunaan Hak Berdasarkan

Pada Putusan No. 294/Pdt.G/2017/PN.Medan, Penerapan

Hukum Tentang Penyalahgunaan Hak Berdasarkan Pada

Putusan No. 294/Pdt.G/2017/PN.Mdn

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Di dalam Bab ini diuraikan mengenai kesimpulan dari

seluruh Penulisan serta saran yang mudah-mudahan berguna

bagi penulis dan pembaca.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PENGATURAN TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BERDASARKAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA

A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum

Perbuatan melawan hukum diatur dalam Buku III Kitab Undang- Undang

Hukum Perdata Pasal 1365-1380 KUHPerdata, termasuk ke dalam perikatan

yang timbul dari undang-undang. Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, yang

dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah10, “Perbuatan yang

melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah

menimbulkan kerugian bagi orang lain.“

Pengertian perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365

KUHPerdata tidaklah dirumuskan secara eksplisit. Pasal 1365

KUHPerdata hanya mengatur apabila seseorang mengalami kerugian

karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain terhadap

dirinya, maka ia dapat mengajukan tuntutan ganti rugi kepada Pengadilan

Negeri. Jadi Pasal tersebut bukan mengatur mengenai onrechtmatigedaad,

melainkan mengatur mengenai syarat-syarat untuk menuntut ganti

kerugian akibat perbuatan melawan hukum.11

10
Munir, Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti, 2002), Hal.
29
11
M.A. Moegni Djodjodirjo, op.cit, hlm 18.

14

Universitas Sumatera Utara


15

Perbuatan melawan hukum adalah suatu bentuk perikatan yang

lahir dari undang-undang sebagai akibat dari perbuatan manusia yang

melanggar hukum, yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata.12 Perbuatan Melawan Hukum itu sendiri dalam Bahasa Belanda

disebut dengan istilah “Onrechmatige daad” atau dalam Bahasa Inggris

disebut dengan istilah “tort”.

Kata tort itu sendiri sebenarnya hanya berarti “salah” (wrong).

Akan tetapi khususnya dalam bidang hukum kata tort itu berkembang

sedemikian rupa sehingga berarti kesalahan perdata yang bukan berasal

dari wanprestasi kontrak. Jadi serupa dengan pengertian perbuatan

melawan hukum Belanda atau di negara-negara Eropa Kontinental lainnya.

Kata “tort” berasal dari kata latin “torquere” atau “tortus” dalam

bahasa Prancis, seperti kata “wrong” brasal dari kata Prancis “wrung”

yang berarti kesalahan atau kerugian (injury).13

Sebelum adanya Arrest Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919,

perbuatan melawan hukum diartikan sebagai “Tiap perbuatan yang yang

bertentangan dengan hak orang lain yang timbul karena Undang-Undang

(onwetmatig).”14

Sebelum tahun 1919, Pengadilan menafsirkan perbuatan melawan

hukum sebagai hanya pelanggaran dari pasal-pasal hukum tertulis semata

12
Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Seri Hukum Perikatan-Perikatan Yang Lahir Dari
Undang-Undang, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2017, hlm 81.
13
Munir Fuady, Op Cit
14
Ibid

Universitas Sumatera Utara


16

(pelanggaran terhadap perundang-undangan yang berlaku). Sehingga bagi

perbuatan-perbuatan yang pengaturannnya belum terdapat di dalam suatu

peraturan perundang-undangan maka tidak dapat dikatakan sebagai

perbuatan melawan hukum, walaupun telah nyata perbuatan tersebut

menimbulkan kerugian orang lain, melanggar hak-hak orang lain. Dengan

kata lain di masa tersebut perbuatan melawan hukum diartikan sebagai

suatu perbuatan yang bertentangan hak dan kewajiban hukum menurut

undang-undang.15

Dalam arti sempit, perbuatan melawan hukum diartikan bahwa 16

"Orang yang berbuat pelanggaran terhadap hak orang lain atau telah berbuat

bertentangan dengan suatu kewajiban hukumnya sendiri".

Perbuatan pelanggaran terhadap hak orang lain, hak-hak yang

dilanggar tersebut adalah hak-hak yang diakui oleh hukum, termasuk tetapi

tidak terbatas pada hak-hak sebagai berikut yaitu hak-hak pribadi

(persoonlijkheidrechten), hak-hak kekayaan (vermogensrecht), hak atas

kebebasan dan hak atas kehormatan dan nama baik.17

Dalam kategori perbuatan melawan hukum jika perbuatan tersebut

bertentangan dengan suatu kewajiban hukum (recht splicht) dari pelakunya.

Dengan istilah “kewajiban hukum” ini, yang dimaksudkan adalah bahwa

suatu kewajiban yang diberikan oleh hukum terhadap seseorang, baik

hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Jadi bukan hanya

15
Ibid, hlm 9
16
L.J. Van Alperdorn, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan ke 29, Pradnya Paramita, Jakarta,
2008, hlm. 34.
17
Ibid, hlm 185.

Universitas Sumatera Utara


17

bertentangan dengan hukum tertulis (wettelijk plicht), melainkan juga

bertentangan dengan hak orang lain menurut undang- undang (wetelijk

recht).18

Setelah adanya Arrest dari Hoge Raad 1919 Nomor 110 tanggal

31 Januari 1919, maka pengertian perbuatan melawan hukum lebih

diperluas, yaitu :19

Hal berbuat atau tidak berbuat itu adalah melanggar hak orang

lain, atau itu adalah bertentangan dengan kewajiban hukum dari

orang yang berbuat (sampai di sini adalah merupakan perumusan

dari pendapat yang sempit), atau berlawanan baik dengan

kesusilaan maupun melawan kepantasan yang seharusnya ada di

dalam lalu lintas masyarakat terhadap diri atau benda orang lain.

Pengertian perbuatan melawan hukum dalam arti luas berdasarkan

pernyataan di atas, bahwa perbuatan itu tidak saja melanggar hak orang

lain dan bertentangan dengan kewajiban hukum dari pelakunya atau yang

berbuat, tetapi perbuatan itu juga berlawanan dengan kesusilaan dan

kepantasan terhadap diri atau benda orang lain, yang seharusnya ada

di masyarakat.20

Ada juga yang mengartikan perbuatan melawan hukum sebagai

suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum, yang bertujuan untuk

mengontrol atau mengatur perilaku berbahaya, untuk memberikan

18
Munir Fuady, Op Cit
19
L.J. Van Alperdorn, Op Cit hlm. 34.
20
Ibid, hlm 186.

Universitas Sumatera Utara


18

tanggungjawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial dan

untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang

tepat.

Menurut Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul Perbuatan

Melawan Hukum suatu pendekatan yang kontemporer, diartikan bahwa

Perbuatan melawan hukum adalah : 21

Sebagai suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan

untuk mengontrol atau mengatur perilaku bahaya, untuk

memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari

interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban

dengan suatu gugatan yang tepat.

Menurut R. Wirjono Projodikoro yang dimaksud dengan perbuatan

melawan hukum adalah :22

Perbuatan melawan hukum diartikan sebagai perbuatan

melanggar hukum yaitu ialah bahwa perbuatan itu

mengakibatkan kegoncangan dalam neraca keseimbangna dari

masyarakat.Lebih lanjut beliau mengatakan, bahwa istilah

“onrechtmatige daad” ditafsirkan secara luas.

Beberapa definisi lain yang pernah diberikan terhadap perbuatan

melawan hukum adalah sebagai berikut:23

21
Munir Fuady, Op Cit hlm 30
22
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbuatan Melawan Hukum, PT.Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2007, hlm 14-18.

Universitas Sumatera Utara


19

a. Tidak memenuhi sesuatu yang menjadi kewajibannya selain dari

kewajiban kontraktual atau kewajiban quasi contractual yang

menerbitkan hak untuk meminta ganti rugi.

b. Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang mengakibatkan

timbulnya kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya ada suatu

hubungan hukum, di mana perbuatan atau tidak berbuat tersebut,

baik merupakan suatu perbuatan biasa maupun bisa juga

merupakan suatu kecelakaan.

c. Tidak memenuhi suatu kewajiban yang dibebankan oleh hukum,

kewajiban mana ditujukan terhadap setiap orang pada umumnya,

dan dengan tidak memenuhi kewajibannya tersebut dapat

dimintakan suatu ganti rugi.

d. Suatu kesalahan perdata (civil wrong) terhadap mana suatu ganti

kerugian dapat dituntut yang bukan merupakan wanprestasi

terhadap kontrak, atau wanprestasi terhadap kewajiban trust,

ataupun wanprestasi terhadap kewajiban equity lainnya.

e. Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap

kontrak, atau lebih tepatnya, merupakan suatu perbuatan yang

merugikan hak-hak orang lain yang diciptakan oleh hukum yang

tidak terbit dari hubungan kontraktual.

f. Sesuatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara

bertentangan dengan hukum melanggar hak orang lain yang

diciptakan oleh hukum, dan karenan Perbuatan melawan hukum

23
Munir Fuady, Op.Cit, hlm 7.

Universitas Sumatera Utara


20

bukan suatu kontrak, seperti juga kimia bukan suatu fisika atau

matematika.

Mengenai istilah perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad), ada

juga yang menyebutnya perbuatan melanggar hukum, dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa sesungguhnya hukum tentang perbuatan

melawan hukum merupakan suatu mesin yang sangat rumit yang

memproses pemindahan beban risiko dari pundak korban ke pundak

pelaku perbuatan tersebut.24

B. Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum

Sesuai dengan ketentuan di dalam Pasal 1365 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah

mengandung unsur-unsur sebagai berikut yaitu :

a. Adanya suatu perbuatan.

Suatu Perbuatan Melawan Hukum diawali oleh suatu perbuatan dari

si pelakunya. Umumnya diterima anggapan bahwa dengan perbuatan

disini dimaksudkan baik berbuat sesuatu (dalam arti aktif) maupun tidak

berbuat sesuatu (dalam arti pasif).25

b. Perbuatan tersebut melawan hukum.

24
Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melawan Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2000
25
M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramitha, Jakarta,
2010, hlm 10.

Universitas Sumatera Utara


21

Perbuatan yang dilakukan tersebut haruslah melawan hukum.

Sejak tahun 1919, unsur melawan hukum ini diartikan dalam arti yang seluas-

luasnya yakni meliputi hal-hal sebagai berikut :

1) Perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku.

2) Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum atau

3) Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.

4) Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan.

5) Perbuatan yang bertentangan dengan sikap baik dalam bermasyarakat

untuk memperhatikan kepentingan orang lain.26

c. Adanya kesalahan dari pihak pelaku

Pasal 1365 mensyaratkan adanya unsur kesalahan (schuld) dalam suatu

perbuatan melawan hukum maka perlu diketahui bagaimana cakupan dari unsur

kesalahan sehingga dapat dimintakan tanggung jawabnya secara hukum jika

memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : Ada unsur kesengajan, ada unsur

kelalaian (negligence, culpa) dan Tidak ada alasan pembenar atau alasan

pemaaf (recht-vaardigingsgrond).

d. Adanya kerugian bagi korban

Adanya kerugian (Schade) karena perbuatan melawan hukum

disamping kerugian materil, yurisprudensi juga mengakui konsep kerugian

immateril, yang akan juga dinilai dengan uang.

26
Ibid, hlm 11

Universitas Sumatera Utara


22

e. Adanya Hubungan Kausal antara Perbuatan dengan Kerugian

Hubungan Kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian

yang terjadi juga merupakan syarat dari suatu perbuatan melawan hukum.

Hubungan kausal ini dapat terlihat dari kalimat perbuatan yang karena

kesalahaannya menimbulkan kerugian.

Kerugian tersebut disebabkan adanya perbuatan, atau kerugiaan itu

merupakan akibat dari perbuatan. Hal yang menjadi masalah di sini,

apakah kerugian itu merupakan akibat perbuatan, sejauh manakah hal ini

dapat dibuktikan kebenarannya. Jika antara kerugian dan perbuatan

terdapat hubungan kausalitas.27

f. Adanya Perbuatan yang bertentangan dengan Kehati-hatian atau

Keharusan dalam Pergaulan Masyarakat yang baik.

Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam

pergaulan masyarakat yang baik ini atau yang disebut dengan istilah

zorgvuldigheid juga dianggap sebagai suatu Perbuatan Melawan Hukum. Jadi

jika seseorang melakukan tindakan yang merugikan orang lain, tidak secara

melanggar pasal-pasal dari hukum tertulis, mungkin masih dapat dijerat dengan

Perbuatan Melawan Hukum, karena tindakannya bertentangan dengan prinsip

maupun sikap kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat.28

27
Munir Fuady, op.cit, hlm 8.

28
Ibid, hlm 8-9.

Universitas Sumatera Utara


23

Sementara Abdulkadir Muhammad, unsur-unsur Perbuatan Melawan

Hukum yaitu :29

a. Perbuatan Itu Harus Melawan Hukum

Prinsipnya tentang unsur yang pertama ini telah dikemukakan

di dalam sub bab di atas, yaitu di dalam syarat-syarat perbuatan melawan

hukum. Dalam unsur pertama ini, sebenarnya terdapat dua pengertian,

yaitu "perbuatan" dan "melawan hukum". Namun keduanya saling

berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Keterkaitan ini dapat dibuktikan dengan dua cara, yaitu dengan

cara penafsiran bahasa, melawan hukum menerangkan sifatnya dari

perbuatan itu dengan kata lain melawan hukum merupakan kata

sifat, sedangkan perbuatan merupakan kata kerja. Sehingga dengan

adanya suatu perbuatan yang sifatnya melawan hukum, maka terciptalah

kalimat yang menyatakan perbuatan melawan hukum. Kemudian

dengan cara penafsiran hukum.

Cara penafsiran hukum ini terhadap kedua pengertian tersebut,

yaitu perbuatan, untuk jelasnya telah diuraikan di dalam sub bab di atas,

baik dalam arti sempit maupun dalam arti luas. Pengertian perbuatan

melawan hukum dalam arti sempit, hanya meliputi hak orang lain,

dan kewajiban si pembuat yang bertentangan atau hanya

29
R. Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hlm 72

Universitas Sumatera Utara


24

melanggar hukum atau undang-undang saja. Pendapat ini dikemukakan

sebelum adanya Arrest Hoge Raad Tahun 1919.30

Sedangkan dalam arti luas, telah meliputi kesusilaan dan

kepatutan yang berlaku dalam lalu lintas masyarakat terhadap diri dan

barang-barang orang lain. Pendapat ini dikemukakan setelah pada waktu

Arrest Hoge Raad Tahun 1919 digunakan.

b. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian.

Kerugian yang dimaksud di dalam unsur kedua ini, Undang-

Undang tidak hanya menjelaskannya tentang ukurannya dan yang

termasuk kerugian itu. Undang-Undang hanya menyebutkan sifat dari

kerugian tersebut, yaitu materiil dan imateriil. Kerugian ini dapat

bersifat kerugian materil dan kerugian immateril, apa ukurannya, apa

yang termasuk kerugian itu, tidak ada ditentukan lebih lanjut dalam

Undang-Undang sehubungan dengan perbuatan melawan hukum.31

Dengan pernyataan di atas, bagaimana caranya untuk menentukan

kerugian yang timbul akibat adanya perbuatan melawan hukum tersebut.

Karena Undang-Undang sendiri tidak ada menentukan tentang ukurannya

dan apa saja yang termasuk kerugian tersebut. Undang-Undang hanya

menentukan sifatnya, yaitu materiil dan immateril. Termasuk kerugian

yang bersifat materil dan immateril ini adalah :32

30
Ibid
31
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 2002, hlm 142.
32
Marheinis Abdulhay, Hukum Perdata, Pembinaan UPN, Jakarta, 2006, hlm 83.

Universitas Sumatera Utara


25

1. Materiil, maksudnya bersifat kebendaan (zakelijk).

Contohnya : Kerugian karena kerusakan tubrukan mobil, rusaknya

rumah, hilangnya keuntungan, keluarnya ongkos barang dan

sebagainya.

2. Immateril, maksudnya bersifat tidak kebendaan.

Contohnya : Dirugikan nama baik seseorang, harga diri, hilangnya

kepercayaan orang lain, membuang sampah di pekarangan orang lain

hingga udara tidak segar pada orang itu atau polusi, pencemaran

lingkungan, hilangnya langganan dalam perdagangan.

c. Perbuatan dilakukan dengan kesalahan.

Kesalahan dalam uraian ini, ialah perbuatan yang disengaja

melakukan suatu perbuatan atau yang perbuatan itu melawan hukum

(onrechtmatigedaad). Menurut hukum perdata, seseorang itu dikatakan bersalah

jika terhadapnya dapat disesalkan bahwa seseorang itu telah

melakukan/tidak melakukan suatu perbuatan yang seharusnya dihindarkan.

Perbuatan yang seharusnya dilakukan/tidak dilakukan itu tidak

terlepas dari pada dapat atau tidaknya hal-hal itu dikira-dira. Dapat dikira-kira

itu harus diukur secara objektif, artinya manusia normal dapat mengira-

ngirakan dalam keadaan tertentu perbuatan seharusnya dilakukan atau tidak di

lakukan.33

33
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hlm 147

Universitas Sumatera Utara


26

Berdasarkan pendapat di atas, berarti perbuatan melawan hukum itu

adalah perbuatan yang sengaja melakukan suatu perbuatan. Kesalahan

dalam unsur ini merupakan suatu perbuatan yang dapat dikira-kira atau

diperhitungkan oleh pikiran manusia yang normal sebagai tindakan yang

dilakukan atau tidak dilakukannya perbuatan itu.

Dengan demikian, melakukan atau tidak melakukan dapat

dikategorikan ke dalam bentuk kesalahan. Pendapat di atas dapat dimaklumi,

karena sifat dari hukum adalah mengatur, yang berarti ada larangan dan ada

suruhan.

Jika seseorang melakukan suatu perbuatan, perbuatan mana

dilarang oleh undang-undang, maka orang tersebut dinyatakan telah bersalah.

Jika seseorang tidak melakukan perbuatan, sementara perbuatan itu merupakan

perintah yang harus dilakukan, maka orang tersebut dapat dikatakan telah

bersalah. Inilah pengertian kesalahan dari maksud pernyataan di atas.

d. Antara perbuatan dan kerugian ada hubungan kausal.

Kerugian itu timbul disebabkan adanya perbuatan, atau kerugiaan itu

merupakan akibat dari perbuatan. Hal yang menjadi masalah di sini, apakah

kerugian itu merupakan akibat perbuatan, sejauh manakah hal ini dapat

dibuktikan kebenarannya.34

Jika antara kerugian dan perbuatan terdapat hubungan kausalitas

(sebab akibat), maka sudah pasti dapat dikatakan bahwa setiap kerugian

merupakan akibat dari suatu perbuatan. Apakah pendapat tersebut tidak

34
Ibid, hlm 148.

Universitas Sumatera Utara


27

bertentangan dengan hukum alam, yang menyatakan bahwa terjadinya

alam ini, mengalami beberapa proses yang disebabkan oleh beberapa

faktor yang saling berkaitan. 35

C. Hubungan Sebab Akibat Dalam Perbuatan Melawan Hukum

a. Hubungan Sebab Akibat ( The Darling Of Academic Mind )

Hubungan Sebab Akibat (Causation) atau yang dalam Bahasa

Belanda disebut dengan Oorzakelijk Verband atau Causaliteit, merupakan

salah satu dari konsep hukum yang sangata membingungkan dalam

kebanyakan sistem hukum. Ilmu tentang sebab akibat ini disebut dengan

Causaliteitsleer.

Banyak kalangan ahli mencoba menstrukturalkan masalah, tetapi

kelihatannya tidak pernah kelihatan hasilnya yang memuaskan, sementara dalam

praktek peradilan, hubungan sebab akibat bergerak sangat cepat kearah yang

sangat luas, hampir- hampir tanpa suatu pedoman karena rumitnya teori

yuridis dan aplikasi dari masalah hubungan sebab akibat ini menjadi menarik

untuk ditelaah secara akademik, sehingga doktrin ini disebut sebagai The

Darling Of Academic Mind.36

Masalah hubungan sebab akibat ini menjadi isu sentral dalam

hukum tentang Perbuatan Melawan Hukum karena fungsinya adalah

untuk menentukan apakah seorang tergugat harus bertanggung jawab secara

hukum atas tindakannya yang menyebabkan kerugian terhadap orang lain.

35
Sutan Remy Sjahdeini, Perbuatan Melawan Hukum terhadap hak, Pustaka Utama
Grafiti Pers, Jakarta, 1999, hlm 24.
36
Ibid, hlm 111.

Universitas Sumatera Utara


28

Hubungan sebab akibat merupakan faktor yang mengaitkan antara

kerugian seseorang dengan perbuatan dari orang lain. masalah utama

dalam hubungan sebab akibat ini adalah seberapa jauh kita masih

menganggap hubungan sebab akibat sebagai hal yang masih dapat diterima

oleh hukum.

Dengan perkataan lain, kapankah dapat dikatakan bahwa suatu

kerugian adalah fakta (the fact) atau kemungkinan (proximate) dan

kapan pula dianggap terlalu jauh (too remote).

Menurut HLA Hart, tahap pertama dalam dispute mengenai kasus-kasus

perbuatan melawan hukum, adalah untuk menginterpretasi hukum tentang fakta

apakah yang masih diketengahkan untuk menunjukan bahwa fakta tersebut

mempunyai kaitannya dengan kerugian.37

b. Hubungan Sebab Akibat Yang Faktual.

Hubungan sebab akibat secara faktual (causation in fact) hanyalah

merupakan masalah “fakta” atau apa yang secar faktual telah terjadi. Setiap

penyebab yang menyebabkan timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab

secara faktual, asalkan kerugian (hasilnya) tidak akan pernah terdapat

tanpa penyebabnya.

Dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum, sebab akibat jenis

ini sering disebut dengan hukum mengenai “but for” atau “sine qua non”.

Von Buri adalah salah satu ahli hukum Eropa Kontinental yang sangat

mendukung ajaran akibat faktual ini.

37
Ibid, hlm 111-113.

Universitas Sumatera Utara


29

Selanjutnya, agar lebih praktis dan agar tercapainya elemen kepastian

hukum dan hukum yang lebih adil, maka diciptakanlah konsep “sebab kira-

kira” (Proximate Cause). Proximate Cause merupakan bagian yang paling

membingungkan dan paling banyak pertentangan pendapat dalam hukum

tentang perbuatan melawan hukum.

Negeri Belanda, untuk proximate cause ini sering disebut dengan

istilah adequate veroorzaking. Sering didefinisikan bahwa proximate cause

merupakan sesuatu yang dalam sekuensi alamiah tidak dicampuri oleh

penyebab independent, menghasilkan akibat yang merugikan tersebut.

Kadang-kadang proximate cause diartikan juga sebagai konsekuensi

yang mengikuti sekuensi yang tidak terputus tanpa suatu penyebab lain

yang mengintervensi (intervening) terhadap perbuatan ketidakhati-hatian

yang asli.38

c. Hubungan Sebab Akibat Yang Dikira-Kira (Proximate Cause).

Selain dari doktrin penyebab secara faktual, digunakan juga doktrin

penyebab kira-kira (proximate cause) dalam menetapkan sejauh mana

perilaku perbuatan melawan hukum mesti bertanggungjawab atas

tindakannya itu. Karena adalah layak dan adil jika seseorang diberikan

tanggung jawab hanya terhadap akibat yang dapat diramalkan akan

38
Ibid, hlm 113-117.

Universitas Sumatera Utara


30

terjadi, maka konsep proximate cause menempatkan elemen “sepatutnya

dapat diduga” (forseeability) sebagai faktor utama.39

D. Pertanggungjawaban dan Konsekuensi Yuridis Perbuatan Melawan


Hukum

Hukum mengakui hak-hak tertentu, baik mengenai hak-hak pribadi

maupun mengenai hak-hak kebendaan dan hukum akan melindungi dengan sanksi

tegas baik bagi pihak yang melanggar hak tersebut, yaitu engan tanggungjawab

membayar ganti rugi kepada pihak yang dilanggar haknya. Dengan demikian

setiap perbuatan yang menimbulkan kerugian pada orang lain menimbulkan

pertanggungjwaban.

Pasal 1365 KUHPerdata menyatakan :40

“ Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain,

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti

kerugian tersebut.”

Sedangkan ketentuan pasal 1366 KUHPerdata menyatakan :

“ Setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan

karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena

kelalaiannya atau kurang hati-hatinya”.

Ketentuan pasal 1365 KUH Perdata tersebut di atas mengatur pertanggung-

jawaban yang diakibatkan oleh adanya perbuatan melawan hukum baik karena

berbuat (positip=culpa in commitendo) atau karena tidak berbuat (pasif=culpa in

39
Ibid, hlm 118.
40
R. Subekti dan R. Tjitrisudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1992,.

Universitas Sumatera Utara


31

ommitendo). Sedangkan pasal 1366 KUH Perdata lebih mengarah pada tuntutan

pertanggung-jawaban yang diakibatkan oleh kesalahan karena kelalaian

(onrechtmatigenalaten).

Selain itu orang yang melakukan perbuatan melawan hukum harus dapat

dipertanggungjawaban atas perbuatannya, karena orang yang tidak tahu apa yang

ia lakukan tidak wajib membayar ganti rugi. Sehubungan dengan kesalahan in

terdapat dua kemungkinan :

1. Orang yang dirugikan juga mempunyai kesalahan terhadap timbulnya kerugian.

Dalam pengertian bahwa jika orang yang dirugikan juga bersalah atas timbulnya

kerugian, maka sebagian dari kerugian tersebut dibebankan kepadanya kecuali

jika perbuatan melawan hukum itu dilakukan dengan sengaja.

2. Kerugian ditimbulkan oleh beberapa pembuat. Jika kerugian itu ditimbulkan

karena perbuatan beberapa orang maka terhadap masing-masing orang yang

bertanggung jawab atas terjadinya perbuatan tersebut dapat dituntut untuk

keseluruhannya

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membagi masalah

pertanggungjawaban terhadap peruatan melawan hukum menjadi 2 golongan,

yaitu:41

1. Tanggung jawab langsung

Hal ini diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Dengan adanya interprestasi

yang luas sejak tahun 1919 (Arest Lindenbaun vs Cohen) dari Pasal 1365

KUHPerdata ini, maka banyak hal-hal yang dulunya tidak dapat dituntut atau

41
Ibid, R. Subekti dan R. Tjitrisudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Universitas Sumatera Utara


32

dikenakan sanksi atau hukuman, kini terhadap pelaku dapat dimintakan

pertanggung jawaban untuk membayar ganti rugi.

2. Tanggung jawab tidak langsung

Menurut Pasal 1367 KUHPerdata, seorang subjek hukum tidak hanya

bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukannya saja, tetapi

juga untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain yang menjadi tanggungan

dan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.

Tanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan melawan

hukum dalam hukum perdata, pertanggung jawabannya selain terletak pada

pelakunya endiri juga dapat dialihkan pada pihak lain atu kepada negara,

tergantung siapa yang melakukannya.

Adanya kemungkinan pengalihan tanggung jawab tersebut disebabkan oleh

dua hal:

1. Perihal pengawasan

Adakalanya seorang dalam pergaulan hidup bermasyarakat menurut hukum

berada di bawah tanggung jawab dan pengawasan orang lain. Adapun orang-

orang yang bertanggung jawab untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain

menurut Pasal 1367 KUHPerdata adalah sebagai berikut:

 Orang tua atau wali, bertanggung jawab atas pengawasan terhadap anak-anaknya

yang belum dewasa

 Seorang curator, dalam hal curatele, bertanggung jawab atas pengawasan

terhadap curandus

Universitas Sumatera Utara


33

 Guru, bertanggung jawab atas pengawasan murid sekolah yang berada dalam

lingkungan pengajarannya.

 Majikan, bertanggung jawab atas pengawasan terhadap buruhnya

 Penyuruh (lasgever), bertanggung jawab atas pengawasan terhadap pesuruhnya.

Terkait dengan hal ini pengawasan dapat dianggap mempunyai untuk

menjaga agar jangan sampai seorang yang diwasi itu melakukan perbuatan

melawan hukum. Pengawas itu harus turut berusaha menghindarkan kegoncangan

dalam msyarakat, yang mungkin akan disebabkan oleh tingkat laku orang yang

diawasinya.

2. Pemberian kuasa dengan risiko ekonomi

Sering terjadi suatu pertinbangan tentang dirasakannya adil dan patut untuk

mempertanggungjawabkan seseorang atas perbuatan orang lain, terletak pada soal

perekonomian, yaitu jika pada kenyataannya orang yang melakukan perbuatan

melawan hukum itu ekonominya tidak begitu kuat. Hal ini berdasarkan

pertimbangan bahwa percuma saja jika orang tersebut dipertanggungjawabkan,

karena kekayaan harta bendanya tidak cukup untuk menutupi kerugian yang

disebabkan olehnya dan yang diderita oleh orang lain. Sehingga dalam hal ini

yang mempertanggungjawabkan perbuatannya adalah orang lain yang dianggap

lebih mampu untuk bertanggung jawab.

Sedangkan adanya konsekuensi yuridis kibat perbuatan melawan hukum

diatur pada Pasal 1365 KUH Perdata sampai dengan 1367 KUHPerdata sebagai

berikut:

1. Menurut Pasal 1365 KUHPerdata dikutip bunyinya:

Universitas Sumatera Utara


34

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti

kerugian”.

2. Pasal 1366 KUHPerdata, menyebutkan:

“Setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan

karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang diesbabkan karena kelalaian

atau kurang hati-hatinya”.

3. Pasal 1367 KUHPerdata, menyebutkan:

“Seorang tidak saja bertanggung-jawab untuk kerugian yang disebabkan karena

perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena

perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh orang-

orang yang berada di bawah pengawasannya … dst”.

Berdasarkan kutipan pasal tersebut di atas, secara umum memberikan

gambaran mengenai batasan ruang lingkup akibat dari suatu perbuatan melawan

hukum. Akibat perbuatan melawan hukum secara yuridis mempunyai konsekuensi

terhadap pelaku maupun orang-orang yang mempunyai hubungan hukum dalam

bentuk pekerjaan yang menyebabkan timbulnya perbuatan melawan hukum. Jadi,

akibat yang timbul dari suatu perbuatan melawan hukum akan diwujudkan dalam

bentuk ganti kerugian terehadap korban yang mengalami.

Penggantian kerugian sebagai akibat dari adanya perbuatan melawan hukum,

sebagaimana telah disinggung diatas, dapat berupa penggantian kerugian materiil

dan immateriil. Lazimnya, dalam praktik penggantian kerugian dihitung dengan

uang , atau disetarakan dengan uang disamping adanya tuntutan penggantian

Universitas Sumatera Utara


35

benda atau barang-barang yang dianggap telah mengalami kerusakan/perampasan

sebagai akibat adanya perbuatan melawan hukum pelaku.

Jika mencermati perumusan ketentuan pasla 1365 KUHPerdata, secara

limitatif menganut asas hukum bahwa penggantian kerugian dalam hal terjadinya

suatu perbuatan melawan hukum bersifat wajib. Bahkan, dalam berbagai kasus

yang mengemuka di pengadilan, hakim seringkali secara ex-officio menetapkan

penggantian kerugian meskipun pihak korban tidak menuntut kerugian yang

dimaksudkan.42

Secara teoritis penggantian kerugian sebagai akibat dari suatu perbuatan

melawan hukum diklasifikasikan ke dalam dua bagian, yaitu : kerugian yang

bersifat actual (actual loss) dan kerugian yang akan datang. Dikatakan kerugian

yang bersifat actual adalah kerugian yang mudah dilihat secara nyata atau fisik,

baik yang bersifat materiil dan immateriil. Kerugian ini didasarkan pada hal-hal

kongkrit yang timbul sebagai akibat adanya perbuatan melawan hukum dari

pelaku. Sedangkan kerugian yang bersifat dimasa mendatang adalah kerugian-

kerugian yang dapat diperkirakan akan timbul dimasa mendatang akibat adanya

perbuatan melawan hukum dari pihak pelaku. Kerugian ini seperti pengajuan

tuntutan pemulihan nama baik melalui pengumuman di media cetak dan atau

elektronik terhadap pelaku. Ganti kerugian dimasa mendatang ini haruslah

didasarkan pula pada kerugian yang sejatinya dapat dibayangkan dimasa

mendatang dan akan terjadi secara nyata.43

42
Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melawan Hukum, Sumur Bandung, Jakarta, 1984.
43
MA. Moegni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982,

Universitas Sumatera Utara


36

Masyarakat berhak untuk mengajukan tuntutan-tuntutan apabila mereka

mengalami kerugian akibat perbuatan melawan hukum. Untuk mengembalikan

pada keadaan semula yang berimbang, maka terhadap pelaku dikenakan suatu

hukuman dari yang ringan sampai yang berat yang dituntut oleh korban.

Pada hukum perikatan, khususnya hukum perjanjian, ganti rugi umumnya

terdiri dari 3 hal yaitu biaya, rugi, dan bunga. Pada setiap kasus tidak selamanya

ketiga unsure tersebut selalu ada, tetapi ada kalanya hanya terdiri dari 2 unsur

saja.

Dalam hukum Perbuatan Melawan Hukum, Wirjono Prodjodikoro

menyatakan, jika dilihat bunyi Pasal 57 ayat (7) Reglement burgerlijk

Rechrvordering (Hukum Acara Perdata berlaku pada waktu dulu bagi Raad van

Justitie) yang juga memakai istilah Kosten schaden en interesen untuk menyebut

kerugian sebagai perbuatan melanggar hukum, sehingga dapat dianggap sebagai

pembuat Burgerlijk Wetboek sebetulnya tidak membedakan antara kerugian yang

disebabkan perbuatan melanggar hukum dengan kerugian yang disebabkan tidak

dilaksanakannya suatu perjanjian. Sehingga dalam kaitannya dengan perbuatan

melawan hukum, ketentuan yang sama dapat dijadikan sebagai pedoman.

Pasal 1365 KUHPerdata memberikan beberapa jenis penuntutan, yaitu:

1. ganti rugi atas kerugian dalam bentuk uang

2. ganti rugi atas kerugian dalam bentuk natura atau pengembalian pada

keadaan semula

3. pernyataan bahwa perbuatan yang dilakukan adalah bersifat melawan hukum

4. larangan untuk melakukan suatu perbuatan

Universitas Sumatera Utara


37

5. meniadakan sesuatu yang diadakan secara melawan hukum

6. pengumuman daripada keputusan atau dari sesuatu yang telah diperbaiki.

Ketentuan mengenai ganti rugi dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1243

KUHPerdata sampai dengan Pasal 1252 KUHPerdata. Dari ketentuan pasal-pasal

tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan ganti rugi adalah

sanksi yang dapat dibebankan kepada debitor yang tidak memenuhi prestasi dalam

suatu prestasi dalam suatu perikatan untuk memberikan penggantian biaya, rugi

dan bunga.

Ganti rugi menurut Pasal 1246 KUHPerdata memperincikan ke dalam 3

kategori yaitu:44

1. biaya, artinya setiap cost yang harus dikeluarkan secara nyata oleh pihak yang

dirugikan, dalam hal ini adalah sebagai akibat dari adanya tindakan wanprestasi.

2. Kerugian, artinya keadaan merosotnya (berkurangnya) nilai kekayaan Kreditor

sebagai akibat dari adanya tindakan wanprestasi dari pihak Debitor.

3. Bunga, adalah keuntungan yang seharusnys diperoleh tetapi tidak jadi diperoleh

oleh pihak Kreditor, dikarenakan adanya tindakan wanprestasi dari pihak

Kreditor.

Terkait dengan hal ini, pasal-pasal ganti rugi karena wanprestasi tidak dapat

begitu saja diberlakukan terhadap perbuatan yang dikualifikasikan sebagai

perbuatan melawan hukum. Hal ini disebabkan karena ada penilaian terhadap

ukuran penggantian itu sukar untuk ditetapkan.

44
Setiawan, Empat Kriteria Perbuatan Melawan Hukum dan Perkembangan dalam
Yurisprudensi, Varia Peradilan No. 16 Tahun II

Universitas Sumatera Utara


38

Ketentuan yang mengatur tentang ganti rugi karena wanprestasi dapat

diperlakukan sebagian secara analogis, terhadap ganti rugi karena perbuatan

melanggar hukum. Misalnya apabila seorang pelaku melanggar hukum

menolak membayar seluruh jumlah ganti rugi yang telah ditetapkan oleh hakim

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pelaku bergutang bunga sejak

diputus oleh pengadilan.

Di samping itu ada ketentuan ganti rugi karena wanprestasi yang tidak dapat

diberlakukan terhadap ganti rugi karena perbuatan melawan hukum, yakni Pasal

1247 sampai Pasal 1250 KUHPerdata, oleh karena:

1. Pasal 1247 KUHPerdata mengenai perbuatan perikatan berarti perikatan

tersebut dilahirkan dari persetujuan, sedangkan perbuatan melawan hukum

bukan merupakan perikatan yang lahir karena persetujuan.

2. Pasal 1250 KUHPerdata membebakan pembayaran bunga tasa penggantian

biaya, rugi, dan bunga dalam hal terjadinya keterlambatan pembayaran

sejumlah uang sedangkan yang dialami dalam perbuatan melawan hukum

tidak mungkin disebabkan karena tidak dilakukannya pembayaran sejumlah

uang yang tidak tepat pada waktunya.

Jadi dalam hal ganti rugi karena perbuatan melawan hukum, Penggugat

berdasarkan gugatannya pada Pasal 1365 KUHPerdata tidak dapat mengharapkan

besarnya kerugian. Kerugian ini ditentukan oleh hakim dengan mengacu pada

putusan terdahulu (Yurisprudensi).45

45
Jurnal Pembaharuan Hukum Vol.III No. 2 Mei – Agustus 2016 Mengenai “Perbuatan
Melawan Hukum” Hal. 15, diakses pada tanggal 12 Desember 2018, Pukul 15.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


39

Kerugian yang timbul karena adanya perbuatan melawan hukum

menyebabkan adanya pembebanan kewajiban kepada pelaku untuk memberikan

ganti rugi kepada penderita adalah sedapat mungkin mengembalikan ke keadaan

semula yakni sebelum terjadinya perbuatan melawan hukum, maka menurut

undang-undang dan yurisprudensi dikenal berbagai macam penggantian kerugian

yang dapat dituntut berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata oleh penderita, sebagai

upaya untuk mengganti kerugian maupun pemulihan kehormatan.

Macam kerugian tersebut yaitu:

1. ganti rugi dalam bentuk uang atas kerugian yang ditimbulkan

2. ganti kerugian dalam bentuk natura atau dikembalikan dalam keadan semula

3. pernyataan, bahwa perbuatan yang dilakukan adalah melawan hukum

4. dilarang dilakukannya suatu perbuatan

5. pengumuman dalam putusan hakim.46

46
Ibid, hal. 16

Universitas Sumatera Utara


BAB III

TINDAKAN PENYALAHGUNAAN HAK YANG

MENGAKIBATKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

A. Pengertian dan Dasar Hukum Penyalahgunaan Hak di Indonesia

Pada umumnya yang dimaksud dengan hukum adalah seluruh aturan

tingkah laku berupa norma/kaidah baik tertulis maupun tidak tertulis yang dapat

mengatur dan menciptakan tata tertib dalam masyarakat yang di taati oleh setiap

masyarakatnya berdasarkan keyakinan dan kekuasaan hukum tersebut. Hukum

merupakan kehendak dan ciptaan manusia berupa norma-norma yang berisikan

petunjuk-petunjuk tingkah laku, tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang

tidak boleh dilakukan. Karena itu hukum harus mempunyai sanksi dan

mengandung nilai-nilai keadilan, kegunaan, serta nilai kepastian hukum dalam

masyarakat dimana hukum itu diciptakan.47

Berdasarkan hal tersebut maka hukum mengatur hubungan antara individu

yang satu dengan yang lain dan antara orang dengan masyarakat,atau antara

masyarakat yang satu dengan yang lain. Jadi, hubungan hukum terdiri atas ikatan-

ikatan antara individu dengan individu dan antara individu dengan masyarakat dan

seterusnya. Ikatan itu tercermin pada hak dan kewajiban. Kaidah atau norma yang

mengatur hubungan-hubungan hukum itu diciptakan dengan cara yang beraneka

ragam sesuai dengan sifat dan tujuan hukum. kadang-kadang hanya dirumuskan

kewajiban-kewajiban yang bersifat memaksa seperti misalnya pada hukum

47
Amir Syamsuddin, , Jurnal Keadilan, Vol. 1. No. 3, September 2001, Penerbit Pusat
Kajian Hukum dan Keadilan.

40

Universitas Sumatera Utara


41

pidana, yang sebagian besar peraturan-peraturannya terdiri atas kewajiban-

kewajiban yang bersifat memaksa atau dalam keadaan konkret yang tidak bisa

dikesampingkan. Sering juga hukum merumuskan peristiwa-peristiwa tertentu

yang merupakan syarat timbulnya hubungan hukum antara individu dengan

individu dan individu dengan masyarakat yang di titikberatkan pada kepentingan

pribadai.

Barang siapa berani atau tidak mengindahkan hubungan hukum itu maka

dipaksa untuk menghormatinya atau dihukum oleh hukum itu. Hubungan hukum

antara individu yang satu dengan individu lainnya dalam hal melakukan jual beli :

Misalnya si A menjual satu unit mobil kepada si B. Perjanjian menimbulkan

hubungan antara A dengan B hubungan itu diatur oleh hukum Pasal 1457 KUH

Perdata. A wajib menyerahkan satu unit mobil tersebut kepada B. Sebaliknya B

wajib membayar harga mobil itu, tetapi berhak pula meminta mobil tersebut dari

A. Apabila salah satu pihak, atau kedua-duanya telah melalaikan kewajibannya

maka oleh hakim dapat dijatuhi sanksi hukum. Hubungan antara A dan B yang

diatur oleh hukum itu disebut hubungan hukum (rechtsbetrekking).48

Hubungan hukum tercermin pada hak dan kewajiban yang diberikan oleh

hukum. Dengan kata lain setiap hubungan hukum mempunyai dua segi yaitu

kekuasaan wewenang (bevoegdheid) dana (plicht). Hukum harus dibedakan dari

hak dan kewajiban yang timbul kalau hukum diterapkan terhadap peristiwa

konkret. Tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.49

48
Ibid, hal, 10
49
Ibid, hal. 5.

Universitas Sumatera Utara


42

Hukum Eropa Kontinental terdapat perbedaan antara hukum objektif dan

hukum subjektif. Yang dimaksud dengan hukum objektif adalah kaidah atau

peraturan (de regel,de norm) yang mengatur hubungan sosial. Misalnya KUH

Perdata yang memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan sosial

antara individu yang satu dan individu yang lain dan seterusnya. Hukum subjektif

adalah hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap seseorang

tertentu atau lebih.50

Walaupun hukum objektif dan subjektif dapat dibeda-bedakan tetapi tidak

dapat dipisahkan. Ada hubungan yang erat di antara keduanya. Hukum objektif

adalah peraturan hukumnya. Hukum subjektif adalah peraturan hukum yang

dihubungkan dengan seseorang yang tertentu dan dengan demikian menjadi hak

dan kewajiban. Dengan kata lain, hukum subjektif timbul jika hukum objektif

beraksi karena hukum objektif yang beraksi itu melakukan dua pekerjaan. Pada

satu pihak memberikan hak dan pada pihak lain meletakkan kewajiban. Kedua

unsur tersebut, yakni pada satu pihak yang diberikan oleh hukum objektif, pada

pihak lain kewajiban yang mengikutinya, kita temui pada tiap-tiap hubungan

hukum. Jika berdasarkan hubungan hukum yang terdapat antara pembeli dan

penjual, pembeli wajib membayar harga pembelian pada penjual maka ditemukan

di dalamnya bahwa penjual berhak menuntut pembayaran dari pembeli. (Van

Apeldoom :54-55).

Dalam hubungan hukum dua pihak antara pembeli dengan penjual seperti

contoh diatas terdapat hak di samping terdapat kewajiban yang berhubungan

dengan hak tersebut. Misalnya pembeli berhak menuntut penjual untuk

50
Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melawan Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2000,
hlm 2.

Universitas Sumatera Utara


43

menyerahkan barang-barang yang dijual dan wajib membayar harga pembelian.

Hal-hal yang demikian itu dapat disebut sebagai hubungan hukum yang bersegi

dua.

Sebaliknya ada hubungan hukum yang bersegi satu, misalnya hubungan

hukum antara seseorang yang meminjamkan uang pada orang lain sampai saat

uang itu ditagih dari orang yang meminjam. Hanya atas orang yang meminjam

terdapat kewajiban, yaitu kewajiban untuk membayar kembali, atau dengan kata

lain hanya satu pihak yang berkewajiban untuk melakukan suatu jasa yang berupa

berbuat sesuatu atau memberi sesuatu .51

Setiap peraturan hukum yang diciptakan oleh manusia melalui suatu badan

atau lembaga dengan suatu mekanisme kerja tertentu pada dasarnya diberi suatu

tujuan tertentu pula. Demikian juga setiap hak yang oleh hukum diberikan kepada

seseorang atau badan hukum, juga mempunyai suatu tujuan tertentu. Dapat

dikatakan bahwa hak-hak subjektif tidak hanya diberikan untuk kepentingan

perseorangan atau badan hukum, tetapi juga ditunjuk untuk memperbaiki

kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain setiap hak diberi suatu tujuan sosial.

Hal itu berarti bahwa hak tidak dapat melindungi suatu kepentingan yang

bertentangan dengan kepentingan umum. Setiap penggunaan hak yang bersifat

antisosial, harus dicegah.

Menjalankan hak tidak sesuai dengan tujuannya adalah menyimpang dari

tujuan hukum, yaitu menyimpang dari menjamin kepastian hukum. Maka dari itu

yang bersangkutan harus menjalankan haknya sesuai dengan tujuan hukum itu

(E.Utrecht, 1961 : 277). Penyalahgunaan hak dianggap terjadi, jika seseorang

51
Lihat Pasal 1234 KUH Perdata

Universitas Sumatera Utara


44

menggunakan haknya dengan cara bertentangan dengan tujuan masyarakat.

Karena maksud hukum adalah melindungi kepentingan-kepentingan maka

pemakaian hak dengan tiada suatu kepentingan yang patut, dinyatakan sebagai

penyalahgunaan hak.

Perbuatan menjalankan hak yang tidak sesuai dengan tujuannya biasanya

diberi nama abus de droit. Perbuatan abus de droit itu terdapat juga pada lapangan

administrasi (tata usaha) negara. Bilamana suatu jabatan pemerintah

(overheidsambt) menjalankan kekuasaannya secara tidak sesuai dengan tujuan

kekuasaan itu maka perbuatan tersebut menjadi abus de droit. Abus de droit

dalam lapangan administrasi negara diberi nama istimewa, yaitu detournament de

pouvoir, (E.Utrecht, 1961: 278). Dengan demikian penyalahgunaan hak tidak

hanya terdapat dalam lapangan hukum perdata, tetapi terdapat juga dalam

lapangan hukum publik, yaitu dalam lapangan hukum administrasi negara.

Sesuatu peristiwa yang terjadi dalam masyarakat yang akibatnya diatur

oleh hukum, dapat menyebabkan hukum objektif bereaksi. Hukum objektif

bereaksi dapat menimbulkan atau memberikan hak pada suatu pihak dan

meletakkan kewajiban pada pihak lain. Disamping itu, hukum objektif bereaksi

juga dapat menyebabkan kedua belah pihak mendapatkan kewajiban yang

berhungan dengan hak-hak tersebut. Hak-hak yang timbul oleh reaksi dari hukum

objektif tersebut dapat bermacam-macam. Hak itu dibagi dalam dua bagian besar,

yaitu hak absolut atau hak mutlak dan hak nisbi.52

52
Paper Majalah Jurnal Privat Law Vol. V No. 1 Januari - Juni 2017, hal. 57. Diakses
pada tanggal 12 Desember 2018, Pukul 18.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


45

Yang dimaksud dengan hak absolut adalah setiap kekuasaan yang

diberikan oleh hukum kepada subjek hukum untuk berbuat sesuatu atau untuk

bertindak dalam memperhatikan kepentingannya. Hak itu berlaku secara mutlak

terhadap subjek hukum lain dan setiap subjek hukum yang lain berkewajiban

menghormati hak tersebut. Misalnya subjek hukum yang mempunyai hak milik

terhadap suatu benda mempunyai kekuasaan mutlak dan dapat bertindak sendiri

terhadap benda tersebut. Subjek hukum lain harus mengakui serta menghormati

hak milik itu. Dengan demikian hak absolut, merupakan hak yang dapat

dipertahankan pada setiap subjek hukum (manusia, badan hukum). Hak absolut

dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu Hak Asasi Manusia, Hak Publik Absolut,

dan sebagian dari Hak Privat.53

a. Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia pada hakikatnya merupakan bagian dari hak publik

(publieke rechten). Misalnya, dalam Undang-undang Dasar Sementara 1950 diatur

secara terperinci tentang hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia seperti

yang tercantum dalam Pasal 7 sampai Pasal 34. Juga dalam Undang-undang Dasar

1945 menentukan beberapa hak manusia, tetapi terbatas pada warga negara

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 27 sampai Pasal 31. Hak Asasi Manusia

merupakan hak yang diberikan oleh hukum kepada manusia dengan ketentuan

apabila hak-hak tersebut bertentangan dengan kepentingan umum maka hak-hak

itu oleh hukum dapat dicabut kembali.

53
Ibid, hal. 58

Universitas Sumatera Utara


46

b. Hak Publik Absolut

Hak publik absolut, misalnya hak bangsa kita atas kemerdekaan dan

kedaulatan, atau hak negara untuk memungut pajak dari rakyatnya.

c. Sebagian dari Hak Privat

Sebagian dari hak privat terdiri atas yang berikut ini, yaitu hak pribadi

manusia, hak keluarga mutlak, dan sebagian dari hak atas kekayaan.

1. Hak Pribadi Manusia (persoonlijkheid srechten) yang dimaksud dengan hak

pribadi manusia adalah hak atas dirinya sendiri yang diberikan oleh hukum

kepada manusia. Hak pribadi manusia tidak dapat diasingkan atau diserahkan

kepada suatu hukum lain. Misalnya hak pribadi untuk menuntut ganti rugi atas

kerugian yang ditimbulkan oleh seseorang kepada orang lain yang

menimbulkan kerugian itu.

2. Hak Keluarga Mutlak (absolute familierechten). Hak keluarga mutlak

adalah suatu hak yang timbul oleh karena adanya hubungan antara anggota

keluarga yang satu dengan yang lain,contohnya antara lain sebagai berikut:

 Hak marital, yaitu hak seorang suami untuk menguasai istrinya dan harta

benda istrinya.

 Hak/kekuasaan orang tua (Ouderlijke Macht).

 Hak perwalian (voogdij)

 Hak pengampuan (curatele)54

54
Ibid, hal. 59

Universitas Sumatera Utara


47

Manusia pada kodratnya memiliki hak dan kewajiban atas suatu hal dalam

menjalani kehidupan sosialnya dengan manusia lain. Sesuai dengan UUD 1945

BAB XA tentang Hak Asasi Manusia Pasal 28 setiap orang berhak untuk hidup

serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Konsekuensinya bahwa

orang lain juga memiliki hak yang sama maka dari itu kita harus saling

menghormati hak tersebut. Seseorang tidak boleh menggunakan hak nya secara

bebas sehingga menimbulkan kerugian terhadap orang lain.55

Suatu adagium kuno berbunyi meminem laedit qul suo iure utitur , yang

terjemahan bebasnya adalah “tidak ada seorangpun dirugikan oleh penggunaan

hak”. Berdasarkan adagium itu di kembangkan pemikiran bahwa penggunaan

suatu hak atau kewenangan per definisi harus merupakan suatu tindakan menurut

hukum, sehingga tidak dapat secara sekaligus juga menghasilkan suatu tindakan

yang melanggar hukum. Oleh karena itu kerap kali dikatakan bahwa istilah

penyalahgunaan hak adalah suatu contradiction in terminis atau setidaknya suatu

istilah yang mengandung kekacauan berpikir.56

Akan tetapi, sudah sejak dahulu kala diterima bahwa tidaklah semua

penggunaan hak dibolehkan. Suatu ungkapan diungkapakan ole Galus, seorang

ahli hukum Romawi kuno yaitu male enim non tro iure uti non debimus, yang

kalau di terjemahkan secara bebas artinya “memang kita tidak boleh menggunkan

hak kita untuk hal yang tidak baik”. Hal itu menunjukan bahwa ketika kita

55
Marwan Mas. Pengantar Ilmu Hukum. Ghalia Indonesia.Bogor. 2015.
56
Nawacita. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan
perubahannya. Penabur Ilmu.2014.

Universitas Sumatera Utara


48

menggunkan hak kita hanya semata-mata untuk merugikan orang lain itu

merupakan hal yang tidak dapat diterima.

Menurut R. Subekti dalam kamus hukumnya mendefinisikan

penyalahgunaan hak (misbruik van recht) adalah suatu pemakaian hak diluar

tujuannya, untuk mengambil manfaat darinya tetapi semata-mata untuk memakai

wewenangnya.57

Jadi dapat admin simpulkan bahwa suatu penyalahgunaan hak atau yang

sering di sebut dengan istilah “misbruik van recht “ merupakan suatu

pelanggaran terhadap hukum. Yang dimaksud dengan penyalahgunaan hak adalah

suatu perbuatan yang yang didasarkan atas wewenang yang sah dari seseorang

sesuai ketentuan hukum yang berlak, tetapi perbuatan tersebut di lakukan secara

menyimpang atau mengakibatkan rasa tidak nyaman atau bahkan kerugian bagi

orang lain.

Penyalahgunaan hak akan terjadi apabila ada pihak yang merasa dirugikan

oleh pihak lain atas penyelenggaraan hak nya, menurut A.Plito: “Untuk

menyatakan ada tidaknya penyalahgunaan hak, maka tidak perlu berpikiran

bahwa penyalahgunaan hak itu dengan maksud untuk merugikan orang lain.

Sekalipun perbuatan itu masuk akal dan dilakukan dengan maksud untuk tidak

merugikan orang lain, tetapi jika manfaat yang diperoleh orang yang berbuat itu

57
R. Subekti, S.H., Tjitrosoedibio. KAMUS HUKUM. PT PRADNYA
PARAMITA.Jakarta.2005.

Universitas Sumatera Utara


49

tidak seimbang dengan kerugian yang diderita oleh orang yang terkena

perbuatan itu, maka disitu ada penyalahgunaan hak”.58

Hukum Pidana penyalahgunaan hak itu di kenal dengan istilah

penyalahgunaan wewenang dan pengertian unsur penyalahgunaan kewenangan

diatur dalam Pasal 3 undang-undang No.31 Tahun 1999 jo undang-undang No.20

Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi, Mahkamah Agung berpedoman

pada keputusannya tertanggal 17 Februari 1992, No, 1340 K/Pid/1992 tentang

perkara tindak pidana korupsi yang dikenal dengan ”Sertifikat Ekspor” yang telah

mengambil alih pengertian penyalahgunaan hak yang pada Pasal 52 ayat (2)

huruf b undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

yaitu telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud yang di

berikan wewenang tersebut atau yang dikenal dengan “detourment de povoir”

yang memiliki arti, penyalahgunaan kewewenang dalam tindakan-tindakan yang

bertentangan dengan kepentingan umum atau untuk kepentingan pribadi,

kelompok atau golongan.

Penyalahgunaan hak mempunyai karakter atau ciri sebagai berikut:

1. Menyimpang dari tujuan atau maksud dari suatu pemberian kewenangan

Setiap pemberian kewenangan kepada suatu badan atau kepada pejabat

administrasi negara selalu disertai dengan “tujuan dan maksud” atas diberikannya

kewenangan tersebut, sehingga penerapan kewenangan tersebut harus sesuai

dengan “tujuan dan maksud” diberikannya kewenangan tersebut. Dalam hal

58
Peter Mhammad Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum. KENCANA. Jakarta. 2014.

Universitas Sumatera Utara


50

penggunaan kewenangan oleh suatu badan atau pejabat administrasi negara

tersebut tidak sesuai dengan “tujuan dan maksud” dari pemberian kewenangan,

maka pejabat administrasi Negara tersebut telah melakukan penyalahgunaan

kewenangan (detournement de power).

2. Menyimpang dari tujuan atau maksud dalam kaitannya dengan asas

legalitas

Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar dalam

setiap penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam sisitem hukum kontinental.

Pada negara demokrasi tindakan pemerintah harus mendapatkan legitimasi dari

rakyat yang secara formal tertuang dalam undang-undang.

3. Menyimpang dari tujuan atau maksud dalam kaitannya dengan asas-asas

umum pemerintahan yang baik.

B. Asas-Asas Hukum Yang Berkaitan Dengan Penyalahgunaan Hak

Adapun yang dimaksud dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik dan

berkaitan dengan penyalahgunaan hak adalah sebagai berikut:59

a. Asas kepastian hukum

b. Asas keseimbangan

c. Asas kesamaan

d. Asas bertindak cermat

e. Asas motivasi untuk setiap putusan

f. Asas tidak mencampur-adukkan kewenangan

59
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2008.

Universitas Sumatera Utara


51

g. Asas permainan yang layak

h. Asas keadilan

i. Asas menanggapi pengharapan yang wajar

j. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal

k. Asas perlindungan atas pandangan hidup

l. Asas kebijaksanaan

A. Asas Kepastian Hukum

Asas ini menghormati hak yang diperoleh seseorang berdasarkan suatu

keputusan, walaupun keputusan itu salah dan kesalahan tersebut dibuat oleh badan

/ pejabat yang membuat keputusan itu.60

B. Asas Keseimbangan

Dalam asas ini dikehendaki adanya keseimbangan antara hukuman dan

kelalaian seseorang.

C. Asas Kesamaan Dalam Mengambil Keputusan

Asas ini menghendaki agar badan / pejabat tata usaha negara harus

mengambil tindakan yang sama ( tidak bertentangan ) dengan kasus-kasus yang

faktanya sama.

60
Jurnal Kadriah, S.H.,M.Hum., Universitas Syiah Kuala (Aceh) “Asas Perbuatan
Melawan Hukum” Hal. 3, diakses pada tanggal 13 Desember 2018, Pukul 17.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


52

D. Asas Bertindak Cermat

Asas ini menghendaki agar badan / pejabat tata usaha negara harus

bertindak cermat atau hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

E. Asas Motivasi Untuk Setiap Keputusan

Asas ini menghendaki bahwa keputusan harus didasari alasan / motivasi

yang cukup. Motivasi itu harus adil dan jelas.

F. Asas Jangan Mencampuradukan Kewenangan

Tidak boleh menggunakan kewenangan itu untuk tujuan lain selain

daripada tujuan yang telah ditetapkan untuk kewenangan itu.

G. Asas Permainan Yang Layak / Asas Perlakuan Yang Jujur

Warga masyarakat harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk

mencari kebenaran.

H. Asas Menanggapi Penghargaan Yang Wajar

Tindakan-tindakan badan / pejabat itu harus menimbulkan harapan-

harapan bagi para warga masyarakat.

I. Asas Meniadakan Akibat Suatu Keputusan Yang Batal

Asas ini menghendaki agar kedudukan seseorang dipulihkan kembali

sebagai akibat dari keputusan yang batal.

Universitas Sumatera Utara


53

J. Asas keadilan dan kewajaran

Asas ini menyatakan bahwa suatu tindakan yang tidak adil / tidak layak

adalah terlarang dan apabila badan / pejabat tata usaha negara bertindak

bertentangan dengan asas ini, maka tindakan itu dapat dibatalkan.61

K. Asas Perlindungan Atas Pandangan Hidup / Cara Hidup

Setiap orang mempunyai hak atas kehidupan pribadinya dan pemerintah

harus menghormati hak tersebut.

L. Asas kebijaksanaan

Dalam tugas mengabdi pada kepentingan umum, badan / pejabat itu tidak

perlu menunggu instruksi tetapi langsung dapat bertindak dengan berpijak pada

asas kebijaksanaan ( spontan ) .

C. Jenis-Jenis Tindakan Penyalahguaan Hak Menurut Hukum Perdata

Penyalahgunaan hak dalam bahasa Prancis disebut abus de droit, dan

misbruik van recht dalam bahasa Belanda.Penyalahgunaan hak menurut abus de

droit dan misbruik van recht yaitu :

1. Perbuatan yang tidak patut.

2. Untuk merugikan orang lain.

61
Ibid, hal. 4

Universitas Sumatera Utara


54

Gugatan yang diajukan atas penyalahgunaan hak (abus de droit,misbruik van

recht) tersebut adalah berdasarkan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur

dalam pasal 1365 KUH Perdata.62

Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), berbunyi: “Tiap perbuatan yang

melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang

yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan

kerugian tersebut.”

Dari bunyi Pasal tersebut, maka dapat ditarik unsur-unsur PMH sebagai berikut:

1. ada perbuatan melawan hukum;

2. ada kesalahan;

3. ada hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan;

4. ada kerugian.

I. Unsur ada perbuatan melawan hukum

Perbuatan melawan hukum berarti adanya perbuatan atau tindakan dari

pelaku yang melanggar/melawan hukum.

Pengertian melanggar hukum ditafsirkan sempit, yakni hanya hukum

tertulis saja, yaitu undang-undang. Jadi seseorang atau badan hukum hanya bisa

digugat kalau dia melanggar hukum tertulis (undang-undang) saja. Tapi sejak

62
https://butew.com/2018/05/06/pengertian-perbuatan-melawan-hukum-dan-
penyalahgunaan-hak-menurut-perdata/ , diakses pada tanggal 12 Desember 2018, pukul 16.00
WIB

Universitas Sumatera Utara


55

tahun 1919, ada putusan Mahkamah Agung Belanda dalam kasus Arrest Cohen-

Lindenbaum (H.R. 31 Januari 1919), yang kemudian telah memperluas pengertian

melawan hukum tidak hanya terbatas pada undang-undang (hukum tertulis saja)

tapi juga hukum yang tidak tertulis, sebagai berikut:63

1. Melanggar Undang-Undang, artinya perbautan yang dilakukan jelas-jelas

melanggar undang-undang.

2. Melanggar hak subjektif orang lain, artinya jika perbuatan yang dilakukan

telah melanggar hak-hak orang lain yang dijamin oleh hukum (termasuk tapi

tidak terbatas pada hak yang bersifat pribadi, kebebasan, hak kebendaan,

kehormatan, nama baik ataupun hak perorangan lainnya. Bertentangan dengan

kewajiban hukum si pelaku, artinya kewajiban hukum baik yang tertulis

maupun yang tidak tertulis, termasuk hukum publik.

3. Bertentangan dengan kesusilaan, yaitu kaidah moral (Pasal 1335 Jo Pasal

1337 KUHPerdata)

4. Bertentangan dengan sikap kehati-hatian yang sepatutnya dalam masyarakat.

Kriteria ini bersumber pada hukum tak tertulis (bersifat relatif). Yaitu

perbuatan yang dilakukan bertentangan dengan sikap yang baik/kepatutan

dalam masyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain.

63
Lihat Putusan Mahkamah Agung Belanda dalam kasus Arrest Cohen-Lindenbaum
(H.R. 31 Januari 1919)

Universitas Sumatera Utara


56

II. Unsur adanya kesalahan

Kesalahan ini ada 2 (dua), bisa karena kesengajaan atau karena kealpaan.

Kesengajaan maksudnya ada kesadaran yang oleh orang normal pasti tahu

konsekuensi dari perbuatannya itu akan merugikan orang lain. Kealpaan berarti

ada perbuatan mengabaikan sesuatu yang mestinya dilakukan, atau tidak berhati-

hati atau teliti sehingga menimbulkan kerugian bagi orang lain.64

Namun demikian adakalanya suatu keadaan tertentu dapat meniadakan

unsur kesalahan, misalnya dalam hal keadaan memaksa (overmacht) atau si

pelaku tidak sehat pikirannya (gila)

III. Unsur adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan

(Hubungan Kausalitas)

Hubungan sebab akibat antara perbuatan yang dilakukan dengan akibat

yang muncul. Misalnya, kerugian yang terjadi disebabkan perbuatan si pelaku

atau dengan kata lain, kerugian tidak akan terjadi jika pelaku tidak melakukan

perbuatan melawan hukum tersebut.

IV. Unsur adanya kerugian

Akibat perbuatan pelaku menimbulkan kerugian. Kerugian di sini dibagi

jadi 2 (dua) yaitu Materil dan Imateril.

64
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, (Bandung : PT.
Citra Aditya Bakti, 2002) hal.73.

Universitas Sumatera Utara


57

a. Materil, misalnya kerugian karena tabrakan mobil, hilangnya keuntungan,

ongkos barang, biaya-biaya, dan lain-lain.

b. Imateril, misalnya ketakutan, kekecewaan, penyesalan, sakit, dan kehilangan

semagat hidup yang pada prakteknya akan dinilai dalam bentuk uang.

Adapun pemberian ganti kerugian menurut KUHPerdata sebagai berikut:65

1. Ganti rugi untuk semua perbuatan melawan hukum.66;

2. Ganti rugi untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain (Pasal 1367

KUHPerdata). Pasal 1367 ayat (1) KUHPerdata, seseorang tidak hanya

bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri,

melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang

yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada

dalam pengawasannya (vicarious liability).67

3. Ganti rugi untuk pemilik binatan.68

4. Ganti rugi untuk pemilik gedung yang ambruk.69

5. Ganti rugi untuk keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang dibunuh.

6. Ganti rugi karena telah luka tau cacat anggota badan.

7. Ganti rugi karena tindakan penghinaan.

65
Ibid, hal. 137
66
Lihat Pasal 1365 KUHPerdata
67
Lihat Pasal 1367 KUHPerdata
68
Lihat Pasal 1368 KUHPerdata
69
Lihat Pasal 1369 KUHPerdata

Universitas Sumatera Utara


58

KUHPerdata tidak mengatur soal ganti kerugian yang harus dibayar

karena Perbuatan Melawan Hukum sedang Pasal 1243 KUHPerdata membuat

ketentuan tentang ganti rugi karena Wanprestasi. Maka menurut Yurisprudensi

ketentuan ganti kerugian karena wanprestasi dapat diterapkan untuk menentukan

ganti kerugian karena Perbuatan Melawan Hukum.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PENERAPAN HUKUM TENTANG PENYALAHGUNAAN

HAK BERDASARKAN PUTUSAN NO. 294/Pdt.G/2017/PN.Medan

A. Tentang Duduk Perkara Dan Analisis Berdasarkan Putusan

No.294/Pdt.G/2017/PN.Mdn

PT. PD. PAYA PINANG, Badan Hukum Indonesia, berkedudukan di

Medan,beralamat di Jalan Samanhudi nomor 15 Kota Medan, dalam hal ini

diwakili kuasa hukumnya O.K. Iskandar, SH.,MH dan Aziarni Hasibuan,

SH.,MH, Advokat pada Kantor O.K ISANDAR, AZIARNI & PARTNERS

beralamat di Jalan Brigjend. Katamso nomor 371-A Medan, berdasarkan surat

kuasa khusus tanggal 3 April 2017, selanjutnya disebut sebagai Penggugat

konvensi/Tergugat rekonvensi 70

L a w a n

1. ABDUL HARIS NASUTION, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, beralamat di

Jalan Ampera II Komp. B.I nomor 03 Kelurahan Sei Sikambing C-II,

Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, selanjutnya disebut sebagai

Tergugat konvensi I/Penggugat rekonvensi;

2. NURHANIFAH, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di Jalan Asrama

Gang Ampera II nomor 36-A, Kelurahan Sei Sikambing C-II Kecamatan

Medan Helvetia, Kota Medan, selanjutnya disebut sebagai Tergugat konvensi;

70
Lihat Putusan 294/Pdt.G/2017/PN Mdn, hal. 1

59

Universitas Sumatera Utara


60

3. DEWI AMPERA WATI, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jalan Ampera

Gang Ampera II nomor 36-A Kelurahan Sei Sikambing C-II, Kecamatan

Medan Helvetia, Kota Medan, selanjutnya disebut sebagai Tergugat konvensi

III/ Penggugat rekonvensi;

4. HIKBAL NASUTION, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Dusun VII Pulo

Rejo nomor 05, Kelurahan Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten

Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, selanjutnya disebut sebagai Tergugat

konvensi IV/Penggugat rekonvensi

5. HAFNI DAHRIZA NASUTION, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di

Jalan Tanjung nomor 221 Blok 03, Kelurahan Helvetia Tengah,

Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, selanjutnya disebut sebagai

Tergugat konvensi V/Penggugat rekonvensi;

6. MESTIKA NASUTION, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di Jalan

Tanjung nomor 221 Blok 03 Kelurahan Helvetia Tengah, Kecamatan Medan

Helvetia, Kota Medan, selanjutnya disebut sebagai Tergugat konvensi

VI/Penggugat rekonvensi;

7. HAFNA JUWITA NASUTION, SE, atau disebut juga HAFNAH

JUWITA NASUTION, SE, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jalan Asrama

Gang Ampera II nomor 36-A Kelurahan Sei Sikambing C-II,

Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, selanjutnya disebut sebagai

Tergugat konvensi VII/Penggugat rekonvensi 71

8. HAFRINA ARAFAH, SE, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jalan D.I.

Panjaitan nomor 13 Kelurahan Merdeka, Kecamatan Medan Baru, Kota

71
Lihat Putusan 294/Pdt.G/2017/PN Mdn, hal. 2

Universitas Sumatera Utara


61

Medan, selanjutnya disebut sebagai Tergugat konvensi VIII/Penggugat

rekonvensi;

9. YULIE FAUZIAH, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di Jalan Rawa

Selatan III, RT.6/RW.5 Kelurahan Kampung Rawa, Kecamatan Johar

Baru, Jakarta Pusat, KTP. Nomor 09.5008.580755.0120 selanjutnya

disebut sebagai Tergugat konvensi IX/Penggugat rekonvensi;

10. ENNY DAHLAN, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di Perumahan

Gerbang Permai Blok H 15/29, Kelurahan Pulo Gerbang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur, selanjutnya disebut sebagai Tergugat konvensi X/Penggugat

rekonvensi;

11. EVA SELVIA NASUTION, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di

Jalan Setia Budi Gang Buntu nomor 136-C Kelurahan Tanjung Rejo,

Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, selanjutnya disebut sebagai

Tergugat konvensi XI/Penggugat rekonvensi;

12. ACHMAD ZUHRI NASUTION, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jalan

Setia Budi Pasar I nomor 55 Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan

Medan Selayang, Kota Medan, selanjutnya disebut sebagai Tergugat

konvensi XII/Penggugat rekonvensi;

13. AGUSTINA NASUTION, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jalan Sei

Kera Gang Penghulu Lingkungan VI nomor 7-B Kota Medan, selanjutnya

disebut sebagai Tergugat konvensi XIII/Penggugat rekonvensi;

14. ABDUL KHALID NASUTION, alias KHALID, pekerjaan Wiraswasta,

beralamat di Dusun Sepakat Desa Alur Bemban, Kecamatan Karan Baru,

Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh Darussalam, KTP nomor

Universitas Sumatera Utara


62

1116032810650002, selanjutnya disebut sebagai Tergugat konvensi

XIV/Penggugat rekonvensi;

15. ASMITA, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di Jalan Sei Musi

nomor 50-C Kelurahan Babura, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan,

selanjutnya disebut sebagai Tergugat konvensi XV/Penggugat rekonvensi;

16. IRIAN CHANDRA NASUTION, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jalan

Panglima Denai nomor 47 Kelurahan Amplas, Kecamatan Medan Amplas,

Kota Medan, selanjutnya disebut sebagai Tergugat konvensi XVI/Penggugat

rekonvensi;

17. MASHURRUDIN, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jalan Panglima

Denai nomor 47 Kelurahan Amplas, Kecamatan Medan Amplas, Kota Medan,

selanjutnya disebut sebagai Tergugat konvensi XVII/Penggugat rekonvensi ; 72

1. TENTANG DUDUK PERKARA :

Menimbang, bahwa Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi dengan surat

gugatan tanggal 2 Juni 2017 yang diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan

Pengadilan Negeri Medan tanggal 5 Juni 2017 dalam register perkara nomor

294/Pdt.G/2017/PN.Mdn dan telah diperbaiki pada tanggal 8 Nopember

2017 khusus untuk Tergugat XI atas nama Herman Nasution di keluarkan

sebagai Tergugat karena telah meninggal dunia sehingga Tergugat di

bawahnya Eva Selvia Nasution naik menjadi Tergugat XI dan seterusnya

telah mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dengan dalil-dalil sebagai

berikut :

72
Lihat Putusan 294/Pdt.G/2017/PN Mdn, hal. 3

Universitas Sumatera Utara


63

 Bahwa Penggugat merupakan Badan Hukum Indonesia, yaitu perusahaan

yang didirikan berdasarkan dan tunduk pada ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku di Indonesia, yang bergerak di bidang usaha

Perkebunan.

 Bahwa Penggugat adalah Pemegang Hak Guna Usaha (HGU) atas Lahan

Perkebunan seluas 475 Ha, yang terletak di Desa Paya Mabar, Kecamatan

Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara,

sebagaimana tercantum dalam Sertipikat Hak Guna Usaha Nomor 1/Desa

Paya Mabar atas nama PT.PD.Paya Pinang (Penggugat). yang diterbitkan

oleh Kepala Kantor Agraria Deli Serdang pada tanggal 5 November 1984

yang berlaku sampai dengan 31 Desember 2012. Dan Pemegang Hak

Guna Usaha (HGU) atas Lahan Perkebunan seluas 211,3 Ha, yang terletak di

Desa Sei Buluh, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai,

Provinsi Sumatera Utara, sebagaimana tercantum dalam Sertifikat Hak Guna

Usaha Nomor 1/ Desa Sei Buluh yang diterbitkan atas nama PT.PD.Paya

Pinang (Penggugat) oleh Kepala Kantor Agraria Deli Serdang, yang berlaku

sampai dengan tanggal 31 Desember 2013.

 Bahwa oleh karena Jangka waktu Sertifikat HGU Penggugat No.1/Paya

Mabar akan berakhir pada tanggal 31 Dersember 2012, Penggugat

mengajukan Permohonan Perpanjangan Jangka HGU No.1/Paya Mabar

tersebut kepada Kantor Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

melalui Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumatera Utara yang sebagaimana

tertuang dalam surat permohonan Penggugat Nomor 816/t.19/PP/2006

Tanggal 13 Nopember 2006 Perihal : Permohonan Jangka Waktu Hak

Universitas Sumatera Utara


64

Guna Usaha, begitu juga terhadap sertifikat HGU Penggugat No. 1/Sei Buluh,

karena akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2013 Penggugat juga

mengajukan Permohonan Perpanjangan Jangka Waktu HGU No.1/Sei Buluh

tersebut kepada kantor Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

melalui Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumatera Utara yang sebagaimana

tertuang dalam surat permohonan Penggugat Nomor 818/E.19/PP/2006

Tanggal 13 Nopember 2006 Perihal : Permohonan Jangka Waktu Hak

Guna Usaha.

 Bahwa atas kedua permohonan perpanjangan HGU Penggugat tersebut,

Kantor Wilayah BPN Sumatera Utara telah memberikan persetujuan dan

mengabulkannya, yang sebagaimana tertuang di dalam surat Kanwil BPN

Sumatera Utara Nomor 540-2768.A tertanggal 13 Desember 2006 dan

Nomor 540-2768.E tertanggal 13 Desember 2006.

 Bahwa pada saat Permohonan Perpanjangan Hak Guna Usaha Penggugat

No.1/Paya Mabar dan Hak Guna Usaha Penggugat No. 1/Sei Buluh

sedang diproses oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia,

Tergugat – I cq Abdul Haris Nasution, mengajukan Gugatan terhadap

Kantor Pertanahan Serdang Bedagai pada Pengadilan Tata Usaha Negara

Medan pada tanggal 20 April 2009 dengan register perkara No.

34/G/2009/PTUN-MDN, yang pada pokoknya menggugat agar Pengadilan

Tata Usaha Negara Medan membatalkan Sertifikat Hak Guna Usaha

Penggugat No. 1/Paya Mabar tangggal 5 November 1984 dan membatalkan

Sertifikat Hak Guna Usaha Penggugat No 1/Sei Buluh tanggal 7 Mei

1988.

Universitas Sumatera Utara


65

 Bahwa oleh karena gugatan Tergugat – I di PTUN Medan tersebut terkait

dengan kepentingan hukum Penggugat, maka Penggugat intervensi ke perkara

TUN tersebut, sehingga Penggugat menjadi selaku pihak Tergugat – II

Intervensi dalam perkara TUN tersebut.

 Bahwa gugatan Tergugat – I di Pengadilan Tata Usaha Medan tersebut

telah dinyatakan “Tidak Dapat Diterima” oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha

Negara melalui Putusannya No 06/B/2010/PT.TUN-MDN tanggal 04

Februari 2010 dan putusan mana telah berkekuatan hukum tetap

berdasarkan Putusan Hakim Kasasi Mahkamah Agung Nomor 170

K/TUN/2010 tanggal 26 Juli 2010 Jo Putusan Hakim Peninjauan Kembali

(PK) Nomor : 134 PK/TUN/2011 Tanggal 27 Januari 2012.

 Bahwa pertimbangan hukum Majelis Kasasi dan Majelis Peninjauan

Kembali pada pokoknya menyatakan gugatan Tergugat-I selaku Penggugat

telah lewat waktu/daluarsa, sehingga hak Tergugat–I untuk

menggugat/menuntut Pembatalan Sertifikat HGU Penggugat No. 1/Paya

Mabar tangggal 5 November 1984 dan Sertifikat HGU Penggugat No 1/Sei

Buluh tanggal 7 Mei 1988 telah gugur demi hukum.

 Bahwa selanjutnya Tergugat–I bersama-sama dengan Tergugat II s/d

Tergugat XVIII mengajukan Gugatan Perdata terhadap Penggugat cq PT.PD.

Paya Pinang pada Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli dengan

memposisikan Penggugat selaku Tergugat – I, dan menggugat Pejabat-

Pejabat Pemerintah lainnya yang terkait atas penerbitan Sertifikat-Sertifikat

HGU Penggugat tersebut sebagai Tergugat-Tergugat lainnya termasuk

Kantor Badan Pertanahan Nasional R.I. c.q. Kantor Pertanahan SERGAI,

Universitas Sumatera Utara


66

terdaftar dalam register Perkara No: 36/PDT.G/2011/PN.TTD. Gugatan

Tergugat-Tergugat tersebut pada pokoknya menggugat tentang pembatalan

dan menghentikan proses penerbitan perpanjangan jangka waktu Sertifikat

HGU Penggugat No. 1/Paya Mabar dan Sertifikat HGU Penggugat No 1/Sei

Buluh, padahal Tergugat-Tergugat mengetahui dan menyadari bahwa gugatan

yang diajukannya tersebut merupakan “Kewenangan dari Pengadilan Tata

Usaha Negara”.

 Bahwa gugatan yang diajukan oleh Tergugat I s/d Tergugat XVIII tersebut,

telah diputus oleh Pengadilan Negeri Tebing Tinggi melalui putusan

Selanya tertanggal 30 April 2012 No. 36/Pdt.G/2011/PN-TTD,- yang

amarnya berbunyi sebagai berikut “Menyatakan Pengadilan Negeri Tebing

Tinggi Deli tidak berwenang mengadili perkara tersebut”.

 Bahwa selanjutnya Putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi tersebut telah

dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Medan melalui putusannya tertanggal 16

Januari 2013 Nomor : 312/Pdt/2012/PT.MDN,- dan putusan mana telah

berkekuatan hukum tetap melalui Putusan Mahkamah Agung R.I. Nomor

2634 K/PDT/2013 tertanggal 08 April 2014.

 Bahwa akibat dari tindakan Tergugat-Tergugat yang telah mengajukan

Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Medan pada tahun 2009 dan

Gugatan ke Pengadilan Negeri Tebing Tinggi pada Tahun 2011 tersebut, oleh

Kantor Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia menunda penerbitan

perpanjangan Sertifikat HGU Penggugat No. 1/Paya Mabar tangggal 5

November 1984 dan Sertifikat HGU Penggugat No 1/Sei Buluh tanggal 7 Mei

1988, sesuai dengan suratnya No 4241/14/3-300/XI/2012 tanggal 23

Universitas Sumatera Utara


67

November 2012 dan No 4292/14.3-300/XI/2012 tanggal 28 November

2012, dengan alasan bahwa Sertifikat-Sertifikat tersebut masih menjadi obyek

sengketa di Pengadilan.

 Bahwa setelah Tergugat I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIII,

XIV, XV, XVI, XVII, dan XVIII (Tergugat-Tergugat) mengetahui Sertifikat

HGU Penggugat No. 1/Paya Mabar dan Sertifikat HGU Penggugat No

1/Sei Buluh tersebut belum dapat diterbitkan perpanjangan jangka waktunya

karena masih terkait objek sengketa di Pengadilan, maka pada Tahun 2013

Tergugat - I s/d Tergugat – VIII, kembali menggugat Penggugat cq PT.PD.

Paya Pinang pada Pengadilan Negeri Tebing Tinggi, dengan

memposisikan Penggugat sebagai Tergugat–I, dan memposisikan Pejabat-

Pejabat Pemerintah serta pihak lain sebagai Tergugat-Tergugat lainnya,

yang terdaftar pada register perkara Nomor.62/Pdt.G/2013/PN-TTD. Dan

gugatan mana pokok perkara dan petitumnya persis/identik sama dengan

gugatan pada tahun 2011 sebelumnya yang diajukan oleh Tergugat- Tergugat,

pada hal Tergugat-Tergugat mengetahui proses pemeriksaan kasasi gugatan

2011 (No: 36/PDT.G/2011/PN.TTD) masih belum diputus oleh Mahkamah

Agung R.I.

 Bahwa perbuatan Tergugat-Tergugat tersebut secara hukum tidak dapat

dibenarkan, karena Tergugat-Tergugat telah menyalahgunakan

hak/Misbruik Van Recht, yang akibatnya merugikan Penggugat, sebab

Sertifikat-Sertifikat HGU Penggugat tidak kunjung terbit perpanjangannya,

sehingga Penggugat tidak dapat memanfaatkan Sertifikat-Sertifikat HGU

Penggugat tersebut sebagai jaminan modal usaha Penggugat, dan disamping

Universitas Sumatera Utara


68

itu juga Penggugat telah mengeluarkan biaya pengurusan dan biaya

administrasi atas persyaratan perpanjangan jangka waktu Sertifikat- Sertifikat

HGU tersebut, serta Penggugat terbebani biaya mempertahankan hak dan

kepentingan hukum Penggugat di pengadilan karena gugatan- gugatan yang

diajukan oleh Tergugat-Tergugat.

 Bahwa oleh karena akibat perbuatan Tergugat-Tergugat tersebut,

Penggugat menderita dan mengalami kerugian yang tidak sedikit dan

sangat besar,maka perbuatan Tergugat-Tergugat tersebut dapat

dikualifikasikan sebagaiPerbuatan Melawan Hukum (onrechtmatigedaad).

 Bahwa perbuatan Tergugat-Tergugat yang mengunakan haknya secara

berlebihan (ultra vires) telah melanggar asas kepatutan dalam hukum, yang

akibatnya merugikan hak dan kepentingan hukum Penggugat, sejalan dengan

Doktrin J. Satrio S.H. dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perikatan,

Perikatan yang lahir karena undang undang” Cetakan Kedua, Peneribit PT.

Citra Aditya Bakti, Tahun 2001, Halaman 218, Paragraf 1 menyatakan bahwa:

“Kalau hak itu digunakan secara berlebihan (Abnormal atau tidak sebagaimana

umumnya/Pantasnya) atau dengan maksud untuk merugikan orang lain, maka

penggunaan hak seperti itu dapat bertentangan dengan kepatutan dalam

memperhatikan kepentingan orang lain dalam hubungan masyarakat dan

merupakan PENYALAHGUNAAN HAK, dengan Konsekuensinya merupakan

“PERBUATAN MELAWAN HUKUM.”

Universitas Sumatera Utara


69

2. Analisis Putusan No. 294/PDT.G/2017/PN.Mdn

PT. PD. PAYA PINANG, Badan Hukum Indonesia, berkedudukan di

Medan,beralamat di Jalan Samanhudi nomor 15 Kota Medan, dalam hal ini

diwakili kuasa hukumnya O.K. Iskandar, SH.,MH dan Aziarni Hasibuan,

SH.,MH, Advokat pada Kantor O.K ISANDAR, AZIARNI & PARTNERS

beralamat di Jalan Brigjend. Katamso nomor 371-A Medan, berdasarkan surat

kuasa khusus tanggal 3 April 2017, selanjutnya disebut sebagai Penggugat

konvensi/Tergugat rekonvensi 73

L a w a n

1. ABDUL HARIS NASUTION, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, beralamat di

Jalan Ampera II Komp. B.I nomor 03 Kelurahan Sei Sikambing C-II,

Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, selanjutnya disebut sebagai

Tergugat konvensi I/Penggugat rekonvensi;

2. NURHANIFAH, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di Jalan Asrama

Gang Ampera II nomor 36-A, Kelurahan Sei Sikambing C-II Kecamatan

Medan Helvetia, Kota Medan, selanjutnya disebut sebagai Tergugat konvensi

II/Penggugat rekonvensi;

3. DEWI AMPERA WATI, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jalan Ampera

Gang Ampera II nomor 36-A Kelurahan Sei Sikambing C-II, Kecamatan

Medan Helvetia, Kota Medan, selanjutnya disebut sebagai Tergugat konvensi

III/ Penggugat rekonvensi;

73
Lihat Putusan 294/Pdt.G/2017/PN Mdn, hal. 1

Universitas Sumatera Utara


70

4. HIKBAL NASUTION, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Dusun VII Pulo

Rejo nomor 05, Kelurahan Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten

Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, selanjutnya disebut sebagai Tergugat

konvensi IV/Penggugat rekonvensi

5. HAFNI DAHRIZA NASUTION, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di

Jalan Tanjung nomor 221 Blok 03, Kelurahan Helvetia Tengah,

Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, selanjutnya disebut sebagai

Tergugat konvensi V/Penggugat rekonvensi;

6. MESTIKA NASUTION, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di Jalan

Tanjung nomor 221 Blok 03 Kelurahan Helvetia Tengah, Kecamatan Medan

Helvetia, Kota Medan, selanjutnya disebut sebagai Tergugat konvensi

VI/Penggugat rekonvensi;

7. HAFNA JUWITA NASUTION, SE, atau disebut juga HAFNAH

JUWITA NASUTION, SE, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jalan Asrama

Gang Ampera II nomor 36-A Kelurahan Sei Sikambing C-II,

Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, selanjutnya disebut sebagai

Tergugat konvensi VII/Penggugat rekonvensi 74

8. HAFRINA ARAFAH, SE, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jalan D.I.

Panjaitan nomor 13 Kelurahan Merdeka, Kecamatan Medan Baru, Kota

Medan, selanjutnya disebut sebagai Tergugat konvensi VIII/Penggugat

rekonvensi;

9. YULIE FAUZIAH, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di Jalan Rawa

Selatan III, RT.6/RW.5 Kelurahan Kampung Rawa, Kecamatan Johar

74
Lihat Putusan 294/Pdt.G/2017/PN Mdn, hal. 2

Universitas Sumatera Utara


71

Baru, Jakarta Pusat, KTP. Nomor 09.5008.580755.0120 selanjutnya

disebut sebagai Tergugat konvensi IX/Penggugat rekonvensi;

10. ENNY DAHLAN, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di Perumahan

Gerbang Permai Blok H 15/29, Kelurahan Pulo Gerbang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur, selanjutnya disebut sebagai Tergugat konvensi X/Penggugat

rekonvensi;

11. EVA SELVIA NASUTION, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di

Jalan Setia Budi Gang Buntu nomor 136-C Kelurahan Tanjung Rejo,

Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, selanjutnya disebut sebagai

Tergugat konvensi XI/Penggugat rekonvensi;

12. ACHMAD ZUHRI NASUTION, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jalan

Setia Budi Pasar I nomor 55 Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan

Medan Selayang, Kota Medan, selanjutnya disebut sebagai Tergugat

konvensi XII/Penggugat rekonvensi;

13. AGUSTINA NASUTION, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jalan Sei

Kera Gang Penghulu Lingkungan VI nomor 7-B Kota Medan, selanjutnya

disebut sebagai Tergugat konvensi XIII/Penggugat rekonvensi;

14. ABDUL KHALID NASUTION, alias KHALID, pekerjaan Wiraswasta,

beralamat di Dusun Sepakat Desa Alur Bemban, Kecamatan Karan Baru,

Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh Darussalam, KTP nomor

1116032810650002, selanjutnya disebut sebagai Tergugat konvensi

XIV/Penggugat rekonvensi;

Universitas Sumatera Utara


72

15. ASMITA, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di Jalan Sei Musi

nomor 50-C Kelurahan Babura, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan,

selanjutnya disebut sebagai Tergugat konvensi XV/Penggugat rekonvensi;

16. IRIAN CHANDRA NASUTION, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jalan

Panglima Denai nomor 47 Kelurahan Amplas, Kecamatan Medan Amplas,

Kota Medan, selanjutnya disebut sebagai Tergugat konvensi XVI/Penggugat

rekonvensi;

17. MASHURRUDIN, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jalan Panglima

Denai nomor 47 Kelurahan Amplas, Kecamatan Medan Amplas, Kota Medan,

selanjutnya disebut sebagai Tergugat konvensi XVII/Penggugat rekonvensi ; 75

Kerugian Materil :

- Biaya pengurusan dan biaya administrasi proses perpanjangan HGU

Penggugat No. 1 Kebun Paya Mabar .................. sebesar Rp.415.000.000,-

- Biaya pengurusan dan biaya administrasi proses perpanjangan HGU

Penggugat No. 1 Kebun Sei Buluh .................. sebesar Rp.609.829.125,-

- Biaya operasional untuk mempertahankan Hak dan Kepentingan Hukum

Penggugat selaku Tergugat – I, di Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli,

perkara perdata Reg. No. 62/Pdt.G/2013/PN-TTD,- ……… sebesar

Rp. 35.000.000,-

- Biaya operasional untuk mempertahankan Hak dan Kepentingan Hukum

Penggugat selaku Terbanding – I, di Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di

Medan, Reg.No. 170/PDT/2015/PT-MDN, …….... sebesar Rp. 15.000.000,-

75
Lihat Putusan 294/Pdt.G/2017/PN Mdn, hal. 3

Universitas Sumatera Utara


73

- Biaya operasional untuk mempertahankan Hak dan Kepentingan Hukum

Penggugat selaku Tergugat – I, di Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli,

perkara perdata Reg. No. 07/Pdt.G/2016/PN-TTD,- sebesar Rp.

25.000.000,-

- Biaya operasional untuk mempertahankan Hak dan Kepentingan Hukum

Penggugat selaku Tergugat – I, di Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli,

perkara perdata Reg. No. 035/Pdt.G/2016/PN-TTD,……………… sebesar

Rp. 35.000.000,-

- Kerugian Penggugat karena tidak dapat memfaatkan HGU Penggugat No. 1

Paya Mabar dan HGU Penggugat No. 1 Sei- Buluh, sebagai jaminan fasilitas

kredit pada Bank Mandiri Cabang Medan Balai Kota, sebesar Rp.

75.052.660.000,- dengan perincian sebagai berikut :

- Untuk kepentingan Kebun Sawit Penggugat sebesar Rp. 20.248.400.000,-

Untuk Kepentingan Kebun Karet Penggugat sebesar Rp. 54.804.260.000,-

Kerugian Penggugat karena tidak mendapatkan penambahan Modal dari

Para Pemegang Saham Penggugat, karena adanya gugatan perdata yang

diajukan oleh Tergugat-Tergugat di Pengadilan Negeri Tebing Tinggi

sebesarRp. 50.000.000.000,-

- Total Kerugian Materiel Penggugat seluruhnya ...................... sebesar :

Rp. 126.187.489.125,- Terbilang : (Seratus duapuluh enam milyard seratus

delapan puluh tujuh juta empat ratus delapan puluh sembilan ribu seratus

dua puluh lima rupiah).

Universitas Sumatera Utara


74

Kerugian Immateriel :

Kerugian Penggugat atas keuntungan yang diperoleh Penggugat jika

mendapatkan fasilitas kredit dari Bank Mandiri Cabang Medan Balai Kota dan

mendapat penambahan Modal dari Para Pemegang Saham Penggugat yang

diperkirakan setahun 6 % X Rp. 125.052.660.000,- (Rp.

75.052.660.000,- + Rp. 50.000.000.000,-) sebesar = Rp. 7.503.159.600,-

sehingga kerugian Penggugat diperhitungkan sejak gugatan yang diajukan Para

Tergugat di Pengadilan Tebing Tinggi Deli Tahun 2013 sampai dengan

gugatan aquo didaftarkan Penggugat dalam kurun waktu 4 (empat) Tahun, maka

kerugian Penggugat sebesar 4 Rp. 7.503.159.600,- ... = Rp.30.012.638.400,-

- Kerugian Penggugat atas turunnya reputasi Penggugat selaku pelaku

usaha perkebunan Kelapa Sawit dan perkebunan Karet serta hilangnya

kepercayaan mitra usaha Penggugat akibat perkara gugatan Tergugat-

Tergugat dipublikasikan di media masa, yang diperkirakan .......... sebesar =

Rp. 500.000.000.000, Total Kerugian Immateriel Penggugat

seluruhnya sebesar Rp.530.012.638,400, Terbilang (Limaratus tigapuluh

milyar dua belas juta enamratus tigapuluh delapan ribu empat ratus rupiah)

- Bahwa selanjutnya apabila Tergugat-Tergugat lalai dalam melaksanakan isi

Putusan dalam perkara a quo, maka patut dan wajar menurut hukum

Tergugat-Tergugat dihukum untuk membayar uang paksa (dwangsom)

sebesar Rp. 10.000.000.- (sepuluh juta rupiah) setiap harinya atas kelalaian

melaksanakan Putusan dalam perkara a quo.

- Bahwa untuk menjamin Gugatan Penggugat tidak hampa dikemudian hari,

dimohonkan kepada Pengadilan Negeri Medan untuk meletakkan sita jaminan

Universitas Sumatera Utara


75

am (Conservatoir Beslag) atas harta kekayaan milik Tergugat I, II, III, IV, V, VI,

VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIII, XIV, XV, XVI, dan XVII, baik yang bergerak

maupun tidak bergerak yaitu:

- 1 (satu) bangunan rumah berikut dengan tanah pertapakannya sebagai

ikutannya, yang terletak di Jl Ampera II Komp.BI Nomor 03 Kelurahan Sei-

Sikambing C-II Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.

- 1 (satu) bangunan rumah berikut dengan tanah pertapakannya sebagai

ikutannya yang terletak di Jl Asrama Gang Ampera II Nomor 36-A

Kelurahan Sei Sikambing Medan Helvetia Kota Medan.

- 1 (satu) bangunan rumah berikut dengan tanah pertapakannya sebagai

ikutannya yang terletak di Dusun VII Pulo Rejo Nomor.05 Kelurahan Sei-

Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.

- 1 (satu) bangunan rumah berikut dengan tanah pertapakannya sebagai

ikutannya yang terletak di Jalan Kenari nomor.1 Kelurahan Sekip, Kecamatan

Medan Petisah, Kota Medan.

- 1 (satu) bangunan rumah berikut dengan tanah pertapakannya sebagai

ikutannya yang terletak di Jalan Tanjung Nomor 221 Blok 03 Kelurahan

Helvetia Tengah Kecamatan Helvetia Kota Medan.

- 1 (satu) bangunan rumah berikut dengan tanah pertapakannya sebagai

ikutannya yang terletak di Jl. D.I Panjaitan Nomor. 13 Kelurahan Merdeka

Kecamatan Medan Baru Kota Medan.

- 1 (satu) bangunan rumah berikut dengan tanah pertapakannya sebagai

ikutannya yang terletak di Jalan Rawa Selatan III, Kelurahan Kampung Rawa

Kecamatan Johor Baru Jakarta Pusat.

Universitas Sumatera Utara


76

- 1 (satu) bangunan rumah berikut dengan tanah pertapakannya sebagai

ikutannya yang terletak di Perumahan Gerbang Permai Blok H 15/29

Kelurahan Pulo Gerbang Kecamatan Cakung Jakarta.

- 1 (satu) bangunan rumah berikut dengan tanah pertapakannya sebagai

ikutannya yang terletak di Jalan Setia Budi Gang Buntu Nomor 136 C

Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan

- 1 (satu) bangunan rumah berikut dengan tanah pertapakannya sebagai

ikutannya yang terletak di Jalan Setia Budi Pasar I Nomor.55 Kelurahan

Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Kota Medan.

- 1 (satu) bangunan rumah berikut dengan tanah pertapakannya sebagai

ikutannya yang terletak di Jalan Sei-Kera Gang Penghulu Lingkungan VI

Nomor. 7-B Medan.

- 1 (satu) bangunan rumah berikut dengan tanah pertapakannya sebagai

ikutannya yang terletak di Dusun Sepakat Desa Alar Bemban Kecamatan

Karan baru Kabupaten Aceh Tamiang provinsi Aceh Darusalam.

- 1 (satu) bangunan rumah berikut dengan tanah pertapakannya sebagai

ikutannya yang terletak di Jalan Sei-Musi Nomor 50-C Kelurahan

Babura Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan

- 1 (satu) bangunan rumah berikut dengan tanah pertapakannya sebagai

ikutannya yang terletak di Jalan Panglima Denai Nomor. 47 Kelurahan

Amplas Kecamatan Amplas Kota Medan.

- Dan harta-harta tidak bergerak maupun bergerak milik Tergugat I, II, III,

IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIII, XIV, XV, XVI, dan XVII yang

akan Penggugat tunjukan kemudian.

Universitas Sumatera Utara


77

A. DALAM KONVENSI

1. Dalam Eksepsi :

Menolak eksepsi Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Penggugat

rekonvensi untuk seluruhnya;

2. Dalam Pokok Perkara :

- Mengabulkan gugatan Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi untuk

sebahagian;

- Menyatakan Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Penggugat rekonvensi telah

melakukan perbuatan melawan hukum;

- Menolak gugatan Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi untuk selain

dan selebihnya;

B. DALAM REKONVENSI :

- Menolak gugatan Para Penggugat rekonvensi/Tergugat konvensi I s/d XVII

untuk seluruhnya;

C. DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI :

- Menghukum Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Penggugat rekonvensi untuk

membayar biaya perkara secara tanggung renteng yang jumlahnya Rp.

6.539.400,- (enam juta lima ratus tiga puluh sembilan ribu empat ratus

rupiah)

Universitas Sumatera Utara


78

Demikian diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim pada hari

Rabu tanggal 7 Maret 2018 oleh kami Muh. Ali Tarigan, S.H. sebagai Hakim

Ketua, Ferry Sormin, S.H., M.H. dan H. Irwan Efendy S.H.,M.H masing masing

sebagai Hakim Anggota, berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri Medan

tanggal 6 juni 2017 No. 294/Pdt.G/2017/PN.Mdn, putusan tersebut diucapkan

dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada hari Rabu tanggal 14 Maret

2018, oleh Hakim Ketua dengan didampingi Hakim-hakim Anggota tersebut dan

dibantu oleh Ade Permana Putra, S.H. Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri

Medan dengan dihadiri Kuasa Penggugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi dan

Kuasa Tergugat Konvensi I s/d XVII/ para Penggugat Rekonvesi ;

Hakim Anggota, Hakim Ketua

Ferry Sormin, S.H.,M.H Muh. Ali Tarigan S.H.

H. Irwan Efendy, S.H.,M.H

Panitera Pengganti

Ade Permana Putra, S.H.

Perincian Biaya :

1. Biaya Pendaftaran Rp 30.000

2. Biaya Proses Rp 75.000

3. Biaya Panggilan Rp 6.403.400

4. Sumpah Rp 20.000

Universitas Sumatera Utara


79

5. Materai Rp 6.000

6. Redaksi Rp 5.000

Jumlah : Rp 6.539.400 (Enam Juta Lima Ratus Tiga Puluh

Sembilan Ribu Empat Ratus)

B. Pertimbangan Majelis Hakim Yang Berkaitan Dengan Penyalahgunaan

Hak Berdasarkan Pada Putusan No. 294/Pdt.G/2017/PN.Medan

TENTANG PERTIMBANGAN HUKUMNYA :

A. DALAM KONVENSI ;

1. Dalam Eksepsi :

Menimbang, bahwa Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Penggugat

rekonvensi dalam jawabannya telah mengajukan eksepsi sebagai berikut :

1. Gugatan Penggugat kurang para pihak :

Bahwa dalam Gugatan Penggugat dalam perkara ini, Penggugat

telah mengajukan Gugatan kepada para Tergugat-Tergugat, yang dasar

Gugatannya menyatakan bahwa para Tergugat-Tergugat telah melakukan

Perbuatan Melawan Hukum ;

Bahwa dasar gugatan Penggugat menyatakan Tergugat-Tergugat

telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum adalah :

Karena gugatan yang diajukan Tergugat-Tergugat secara berulang-ulang

tersebut dapat dinyatakan semata-mata untuk mengganggu atau menghalang-

Universitas Sumatera Utara


80

halangi penerbitan perpanjangan jangka waktu Sertifikat-Sertifikat HGU

Penggugat yang seharusnya diterbitkan oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional

Republik Indoensia ;

Bahwa Perbuatan Tergugat-Tergugat tersebut secara hukum tidak

dapat dibenarkan, karena Tergugat-Tergugat telah menyalahgunakan hak/Mis-

bruik Van Recht, yang akibatnya merugikan Penggugat sebab Sertifikat –

sertifikat Hak Guna Usaha Penggugat tidak kunjung terbit perpanjangan-nya,

sehingga Penggugat tidak dapat memamfaatkan Sertifikat-sertifikat HGU

Penggugat tersebut sebagai jaminan modal usaha Penggugat, dan disamping itu

juga Penggugat telah mengeluarkan biaya administrasi atas persyaratan

perpanjangan jangka waktu Sertikat-Sertifikat HGU tersebut, serta Penggugat

terbebani biaya mempertahankan hak dan Kepentingan hukum Penggugat di

Pengadilan karena Gugatan-Gugatan yang diajukan Tergugat-Tergugat ;

Bahwa berdasarkan dalil Tuntutan dan alasan Gugatan Penggugat tersebut

dalam konteks para pihak dalam perkara ini, seharusnya Penggugat dalam

Gugatan ini harus menarik Kantor Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia sebagai para pihak dalam perkara ini, karena Perpanjangan HGU

tersebut adalah kewenangan Kantor Badan Pertanahan Republik Indonesia ;

Bahwa karena didalam Posita Penggugat menyatakan gugatan yang

diajukan Tergugat-Tergugat secara berulang-ulang tersebut dapat dinyatakan

semata-mata untuk mengganggu atau menghalang-halangi penerbitan

perpanjangan jangka waktu Sertifikat-Sertifikat HGU Penggugat yang

seharusnya diterbitkan oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional Republik

Universitas Sumatera Utara


81

Indoensia, maka untuk membuat terang perkara ini benar atau tidaknya Gugatan-

Gugatan yang diajukan Tergugat- Tergugat adalah sebagai alasan tidak

diperpanjangnya HGU Penggugat, untuk itu seharusnya perlu diikutsertakan

Badan Pertanahan Nasional Reupblik Indosnesia sebagai para pihak dalam

perkara ini ;

Bahwa dengan alasan-alasan tersebut, maka beralasan menurut hukum

untuk menyatakan gugatan yang diajukan perkara ini kurang pihak (plurium litis

consorcium) ;

Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, maka cukup beralasan

bagi Tergugat-Tergugat untuk memohon Kehadapan Yang Terhormat Majelis

Hakim Pengadilan Negeri Medan yang memeriksa dan mengadili perkara ini

untuk memberikan putusan dalam Eksepsi dengan amar Putusan yang berbunyi

“Menyatakan Gugatan Penggugat dalam perkara ini tidak dapat diterima” ;

2. Gugatan Penggugat prematur;

Bahwa dalam Gugatan Penggugat dalam perkara ini, Penggugat

telah mengajukan Gugatan kepada para Tergugat-Tergugat, yang dasar

Gugatannya menyatakan bahwa para Tergugat-Tergugat telah mengajukan

Gugatan-gugatan yang berulang-ulang ;

Bahwa sebagaimana yang diketahui bahwa terhadap Gugatan yang

diajukan Tergugat-Tergugat pada Pengadilan Negeri Tebing Tinggi yang

telah diputus, sebagaimana Putusan Pengadilan Tebing Tinggi No.

35/Pdt.G/2016/PN.Tbt., tanggal 28 Desember 2016, dan terhadap Putusan

Pengadilan Tebing Tinggi tanggal 28 Desember 2016 No.

Universitas Sumatera Utara


82

35/Pdt.G/2016/PN.Tbt., tersebut belum berkekuatan hukum tetap, karena terhadap

perkara tersebut masih dilakukan pemeriksaannya di Pengadilan Tinggi Medan

dalam tingkat Banding ;

Bahwa oleh karena Putusan Pengadilan Tebing Tinggi tanggal 28

Desember 2016 No. 35/Pdt.G/2016/PN.Tbt, masih dalam proses pemeriksaan

tingkat banding, maka gugatan Penggugat yang mendalilkan bahwa Tergugat-

Tergugat melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan alasan Tergugat telah

mengajukan gugatan berulang-ulang ke Pengadilan Negeri Tebing Tinggi

adalah premature, karena gugatan Tergugat-Tergugat yang diajukan terhadap

Penggugat pada Pengadilan Negeri Tebing Tinggi tersebut ini belum

memperoleh Putusan yang berkekuatan hukum tetap (in craht vangewijsde) ;

Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, maka cukup beralasan

bagi Tergugat-Tergugat untuk memohon Kehadapan Yang Terhormat Majelis

Hakim Pengadilan Negeri Medan yang memeriksa dan mengadili perkara ini

untuk memberikan putusan dalam Eksepsi dengan amar Putusan yang berbunyi

“Menyatakan Gugatan Penggugat dalam perkara ini tidak dapat diterima”

Menimbang, bahwa atas eksepsi Tergugat konvensi I s/d XVII/Para

Penggugat rekonvensi tersebut telah ditanggapi Penggugat konvensi/Tergugat

rekonvensi dalam repliknya;

Menimbang bahwa karena eksepsi yang diajukan oleh Tergugat I, s/d

XVII/Para Penggugat Rekonvensi tidak menyangkut masalah kompetensi absolut

atau kewenangan absolut dari pada Pengadilan Negeri Medan untuk memeriksa

Universitas Sumatera Utara


83

dan mengadili perkara aquo maka terhadap eksepsi tersebut harus diputus dan

dipertimbangkan bersama-sama dengan pokok perkara sesuai ketentuan pasal

162 RBg/136 HIR.

Menimbang, bahwa atas eksepsi Tergugat konvensi I s/d

XVII/Para Penggugat rekonvensi tersebut, Majelis mempertimbangkan sebagai

berikut;

Ad.1. Tentang gugatan Penggugat kurang para pihak;

Menimbang, bahwa gugatan dalam perkara aquo adalah perbuatan

melawan hukum yang menurut Penggugat akibat gugatan yang berulang-ulang

dilakukan oleh Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Penggugat rekonvensi terhadap

Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi, sehingga mengakibatkan Penggugat

konvensi/Tergugat rekonvensi mengalami kerugian karena dengan adanya

gugatan yang berulang-ulang tersebut menyebabkan sertipikat Hak Guna Usaha

( HGU ) yang dimohonkan perpanjangannya oleh Penggugat konvensi/Tergugat

rekonvensi tidak kunjung diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia, sedangkan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi

Sumatera Utara telah memberikan persetujuannya;

Menimbang, bahwa selain itu, Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi

yang berhak menentukan siapa-siapa yang dijadikan sebagai pihak Tergugat yang

menurutnya merugikan kepentingannya yang dalam perkara aquo menurut

Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi yang menimbulkan kerugian baginya

adalah Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Penggugat rekonvensi, bukan

pihak Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;

Universitas Sumatera Utara


84

Menimbang, bahwa selain itu, Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi

yang berhak menentukan siapa-siapa yang dijadikan sebagai pihak Tergugat yang

menurutnya merugikan kepentingannya yang dalam perkara aquo menurut

Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi yang menimbulkan kerugian baginya

adalah Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Penggugat rekonvensi, bukan

pihak Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas,

eksepsi tersebut tidak beralasan dan ditolak;

Ad. 2. Tentang gugatan Penggugat prematur;

Menimbang, bahwa gugatan Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi

adalah tentang perbuatan melawan hukum dan apakah gugatan Penggugat

konvensi/Tergugat rekonvensi tersebut prematur karena sebelumnya ada perkara

yang belum berkekuatan hukum tetap, tentunya harus terlebih dahulu diperiksa

materi pokok perkara, untuk mengetahui apakah sebelumnya telah pernah ada

gugatan atas kasus yang sama yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap,

dengan demikian maka eksepsi tersebut tidak beralasan dan ditolak;

2. Dalam Pokok Perkara;

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat

konvensi/Tergugat rekonvensi adalah sebagaimana tersebut diatas.-

Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat konvensi/Tergugat

rekonvensi tersebut, Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Penggugat rekonvensi

Universitas Sumatera Utara


85

dalam jawabannya menolak dalil-dalil gugatan Penggugat konvensi/Tergugat

rekonvensi tersebut;

Menimbang, bahwa oleh karena dalil-dalil gugatan Penggugat

konvensi/Tergugat rekonvensi disangkal oleh Tergugat konvensi I s/d XVII /Para

Penggugat rekonvensi, maka sesuai ketentuan hukum acara menjadi kewajiban

Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi untuk terlebih dahulu membuktikan

dalil-dalil gugatannya, sebaliknya kepada Tergugat konvensi I s/d XVII/Para

Penggugat rekonvensi diberi kesempatan untuk membuktikan dalil-dalil

sangkalannya;

Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya, Penggugat

konvensi/Tergugat rekonvensi telah mengajukan bukti surat bertanda P-1 sampai

P-47 dan 2 ( dua ) orang saksi masing-masing Langsir Ginting, SH dan Sabar

Sinaga yang memberikan keterangan dibawah sumpah/janji sebagaimana

tersebut diatas;

Menimbang, bahwa sebaliknya untuk membuktikan dalil-dalil

sangkalannya, Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Penggugat rekonvensi telah

mengajukan bukti surat bertanda T.1 s/d 17-1sampai T1 s/d 17-17 serta 2 ( dua )

orang saksi masing-masing Redi Sumantri dan Swarno K.S yang memberikan

keterangan dibawah sumpah sebagaimana tersebut diatas;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis mempertimbangkan apakah

gugatan Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi beralasan hukum untuk

dikabulkan berdasarkan bukti-bukti yang diajukan;

Universitas Sumatera Utara


86

am Menimbang, bahwa apakah petitum gugatan Penggugat konvensi/Tergugat

rekonvensi pada angka 1 ( satu ) dapat dikabulkan atau tidak, tentunya Majelis

terlebih dahulu mempertimbangkan petitum gugatan selainnya;

Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan petitum

gugatan Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi pada angka 2 ( dua );

Menimbang, bahwa karena selama pemeriksaan perkara tidak pernah

diletakkan sita jaminan ( conservatoir beslag ), maka petitum angka 2 ( dua )

tersebut tidak beralasan dan ditolak;

Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan petitum

gugatan Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi pada angka 3 ( tiga );

Menimbang, bahwa gugatan Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi

pada pokoknya tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat

konvensi I s/d XVII/Para Penggugat rekonvensi yang mengajukan gugatan secara

berulang-ulang terhadap objek yang sama sehingga mengakibatkan Sertipikat

Hak Guna Usaha yang dimohonkan Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi

perpanjangannya atas Sertipikat Hak Guna Usaha nomor 1 Paya Mabar dan

Sertipikat Hak Guna Usaha nomor 1 Sei Buluh kepada Badan Pertanahan

Nasional RI tidak kunjung terbit/ditunda penerbitannya, sehingga menimbulkan

kerugian bagi Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi;

Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan apakah benar

Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Penggugat rekonvensi telah mengajukan

gugatan berulang-ulang atas objek Sertipikat Hak Guna Usaha nomor 1 Paya

Mabar dan Sertifikat Hak Guna Usaha nomor 1 Sei Buluh;

Universitas Sumatera Utara


87

Menimbang, bahwa Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Pengugat

rekonvensi telah menggugat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Serdang

Bedagai di Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, sedangkan Penggugat

konvensi/Tergugat rekonvensi masuk sebagai pihak Tergugat II intervensi dalam

perkara nomor 34/G/2009/PTUN-MDN yang telah diputus pada tanggal

14 September 2009 yang mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

Menimbang, bahwa sesuai bukti P-12 berupa putusan Pengadilan Tinggi Tata

Usaha Negara Medan nomor 06/B/2010/PT.TUN-MDN tanggal 4 Februari

2010, telah membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan nomor

34/G/2009/PTUN-MDN tanggal 14 September 2009 tersebut;

Menimbang, bahwa atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Medan nomor 06/B/2010/PT.TUN-MDN tanggal 4 Februari 2010

tersebut, Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Penggugat rekonvensi

mengajukan kasasi, tetapi kasasi tersebut ditolak oleh Mahkamah Agung RI

sesuai putusan nomor 170K/TUN/2010 tanggal 26 Juli 2010 ( bukti P-11 ) dengan

pertimbangan gugatan yang diajukan Penggugat telah lewat waktu 90 ( sembilan

puluh ) hari;

Menimbang, bahwa atas putusan kasasi Mahkamah Agung RI nomor

170K/TUN/2010 tanggal 26 Juli 2010 tersebut, Tergugat konvensi I s/d

XVII/Para Penggugat rekonvensi mengajukan Peninjauan Kembali, tetapi

Peninjauan Kembali tersebut ditolak oleh Majelis Peninjauan Kembali sesuai

putusan nomor 134 PK/TUN/2011 tanggal 27 Januari 2012 ( bukti P-9 );

Universitas Sumatera Utara


88

Menimbang, bahwa sesuai bukti P-10 berupa Surat Keterangan nomor

W1- TUN1/171/AT.02.07/III/2011 tanggal 1 Maret 2011 bahwa putusan Kasasi

Mahkamah Agung RI nomor 170 K/TUN/2010 tanggal 26 Juli 2010 jo putusan

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan nomor 06/B/2010/PT.TUN-MDN

tanggal 04 Februari 2010 jo putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan

nomor 34/G/2009/PTUN-MDN tanggal 14 September 2009, telah berkekuatan

hukum tetap ( inkracht van gewijsde );

Menimbang, bahwa sesuai bukti P-15 berupa putusan Pengadilan Negeri Tebing

Tinggi Deli nomor 36/Pdt.G/2011/PN.TTD tanggal 30 April 2012 bahwa

Tergugat konvensi/Para Penggugat rekonvensi telah menggugat Penggugat

konvensi/Tergugat rekonvensi, dkk di Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli

yang telah diputus pada tanggal 30 April 2012 dengan amar putusan :

1. Mengabulkan eksepsi Tergugat I,II,III dan IV tersebut;

2. Menyatakan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli tidak berwenang

mengadili perkara ini;

3. Membebankan biaya perkara kepada Penggugat sebesar Rp.1.106.000.-

(satu juta seratus enam ribu rupiah);

Menimbang, bahwa atas putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli

tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Medan sesuai putusan nomor

312/PDT/2012/PT-MDN tanggal 16 Januari 2013 ( bukti P-14 );

Menimbang, bahwa atas putusan Pengadilan Tinggi Medan

nomor 312/PDT/2012/PT-MDN tanggal 16 Januari 2013 tersebut, Tergugat

konvensi I s/d XVII/Para Penggugat rekonvensi mengajukan kasasi, tetapi

Universitas Sumatera Utara


89

a permohonan kasasi ditolak oleh Mahkamah Agung RI sesuai putusan nomor

2634 K/PDT/2013 tanggal 08 April 2014 ( bukti P-13 );

Menimbang, bahwa sesuai bukti P-21 berupa putusan Pengadilan Negeri

Tebing Tinggi Deli nomor 62/Pdt.G/2013/PN.TTD tanggal 08 April 2014 bahwa

Tergugat Konvensi I, Tergugat konvensi II, Tergugat konvensi III, Tergugat

konvensi IV, Tergugat konvensi V, Tergugat konvensi VI, Tergugat konvensi

VII dan Tergugat konvensi VIII/Para Pengugat rekonvensi telah

menggugat Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi, dkk di Pengadilan Negeri

Tebing Tinggi yang telah diputus pada tanggal 08 April 2014 dengan amar

putusan :

1. Menerima eksepsi Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV,

Tergugat V dan Tergugat VI serta Tergugat VIII dan IX tersebut;

2. Menyatakan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli tidak berwenang

mengadili perkara ini;

3. Membebankan biaya perkara kepada Penggugat sebesar Rp.1.831.000.-

(satu juta delapanratus tiga puluh satu ribu rupiah);

Menimbang, bahwa atas putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli

tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Medan sesuai putusan nomor

170/PDT/2015/PT-MDN tanggal 02 Desember 2015;

Menimbang, bahwa sesuai bukti P-22 berupa putusan Pengadilan Negeri

Tebing Tinggi Deli nomor 07/Pdt.G/2016/PN.TTD tanggal 12 Juli 2016 bahwa

Tergugat konvensi I, Tergugat konvensi II, Tergugat konvensi III, Tergugat

konvensi IV, Tergugat konvensi VI, Tergugat konvensi VII, Tergugat konvensi

Universitas Sumatera Utara


90

VIII/Para Penggugat rekonvensi telah menggugat Penggugat konvensi/Tergugat

rekonvensi, dkk di Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli yang telah diputus pada

tanggal 12 Juli 2016 dengan amar putusan :

1. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima ( Niet Ontvankelijk

Verklaard );

2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang sampai saat ini

ditaksir sejumlah Rp. 2.566.000,00 ( dua juta lima ratus enam puluh enam

ribu rupiah );

Menimbang, bahwa sesuai bukti P-23 berupa putusan Pengadilan Negeri

Tebing Tinggi Deli nomor 35/Pdt.G/2016/PN.Tbt tanggal 29 Desember 2016

bahwa Tergugat konvensi I, Tergugat konvensi II, Tergugat konvensi III,

Tergugat konvensi IV, Tergugat konvensi V, Tergugat konvensi VI, Tergugat

konvensi VII, Tergugat konvensi VIII/Para Penggugat rekonvensi telah

menggugat Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi, dkk di Pengadilan Negeri

Tebing Tinggi Deli yang telah diputus pada tanggal 29 Desember 2016 dengan

amar putusan :

2. Mengabulkan eksepsi Tergugat I, Tergugat III, Tergugat IV dan Tergugat V;

3. Menyatakan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi tidak berwenang mengadili

perkara perdata di bawah register nomor 35/Pdt.G/2016/PN Tbt;

4. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah

Rp.4.586.000 ( empat juta lima ratus delapan puluh enam ribu rupiah );

Menimbang, bahwa dalam buku “Perbuatan Melawan Hukum, pendekatan

Kontemporer”, karangan Dr. Munir Fuady, S.H.,M.H.,LLM, Penerbit PT.

Universitas Sumatera Utara


91

am Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, halaman 10 disebutkan bahwa suatu

perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

1. Adanya suatu perbuatan;

2. Perbuatan tersebut melawan hukum;

3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku;

4. Adanya kerugian bagi korban;

5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian;

Menimbang, bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan diatas bahwa

atas gugatan yang diajukan Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Penggugat

rekonvensi ataupun setidak-tidaknya diantara Tergugat konvensi I s/d XVII/Para

Penggugat rekonvensi terhadap Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi atas

objek yang sama telah ada yang berkekuatan hukum tetap, namun demikian

Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Penggugat rekonvensi atau setidak-

tidaknya diantara Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Penggugat rekonvensi

selaku ahli waris Achmad Dahlan Nasution masih juga mengajukan gugatan atas

objek yang sama, padahal sebagaimana yang dipertimbangkan dalam

pertimbangan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan nomor

06/B/2010/PT.TUN-MDN tanggal 4 Februari 2010 yang dikuatkan oleh putusan

Kasasi Mahkamah Agung RI nomor 170 K/TUN/2010 tanggal 26 Juli 2010

bahwa hak untuk menuntut telah lewat waktu/dalwarsa;

Universitas Sumatera Utara


92

B. DALAM REKONVENSI

Menimbang, bahwa Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Penggugat

rekonvensi dalam jawabannya telah mengajukan gugatan rekonvensi;

Menimbang, bahwa segala sesuatu yang telah dipertimbangkan dalam

bagian konvensi dianggap telah termasuk dan merupakan bagian dari

pertimbangan rekonvensi;

Menimbang bahwa maksud dan tujuan gugatan para Penggugat

Rekonvensi/Terugat I s/d XVII Konvensi adalah sebagaimana diuraikan di atas;

Menimbang bahwa para Penggugat Rekonvensi/Terugat I s/d XVI

Konvensi mengajukan gugatan rekonvensi dalam perkara aquo adalah dengan

tujuan agar objek tanah terperkara berupa HGU adalah hak mereka selaku ahli

waris dari pada Ahmad Dahlan Nasution;

Menimbang, bahwa apakah petitum gugatan Para Penggugat rekonvensi/

Tergugat konvensi I s/d XVII pada petitum angka 1 ( satu ) dapat dikabulkan

tentunya terlebih dahulu akan dipertimbangkan petitum selainnya;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis mempertimbangkan petitum

gugatan pada angka 2 ( dua );

Menimbang, bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan pada bagian

konvensi bahwa selama pemeriksaan perkara aquo tidak pernah dilakukan sita

jaminan, maka dengan demikian petitum tersebut ditolak;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis mempertimbangkan petitum

gugatan pada angka 3 ( tiga );

Universitas Sumatera Utara


93

Menimbang, bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan pada

pertimbangan petitum angka 3 ( tiga ) konvensi bahwa sesuai bukti P – 42 identik

dengan bukti T. 1 s/d 17-15 berupa Akte Penerimaan dan Pemberhentian Pesero

dan Perubahan Anggaran Dasar nomor 61 tanggal 23 April 1970 ternyata dalam

bukti tersebut dimana Achmad Dahlan Nasution telah berhenti dan menarik diri

sebagai pesero dari perseroan Firma Dahris Coy sejak tanggal penerbitan akte

tersebut, sementara hak-haknya juga sudah diberikan oleh pesero yang

menggantikannya, sekaligus juga perubahan nama Firma Dahris Coy menjadi PT

Dahris sesuai bukti P - 43 sehingga sejak akte tersebut dibuat secara hukum

Achmad Dahlan Nasution sudah tidak ada lagi hubungannya dengan PT Dahris

dan tidak ada lagi haknya atas perkebunan Paya Mabar dan perkebunan Sei

Buluh. demikian juga dengan ahli warisnya,

Menimbang bahwa juga dalam bukti T. 1 s/d 17-15 identik dengan bukti

P-42 tersebut dimana kedudukan Ahmad Dahlan Nasution telah digantikan

oleh Bona Justin Tambun selaku Direktur PT. Dahris juga telah menyerahkan

Kebun Paya Mabar dan Sei Buluh kepada Drs. Nizir Rasul selaku

Kepala Direktorat Agraria Provinsi Sumatera Utara yang bertindak untuk dan

atas nama Gubernur Sumatera Utara pada waktu itu sesuai dengan bukti P – 46

tertanggal 22 Agustus 1979, sehingga dari sini sebenarnya PT Dahris sudah tidak

ada lagi lahan usahanya akibat sudah diserahkan kepada Pemerintah Cq Gubernur

Sumatera Utara dengan demikian hak pesero dari pada PT Dahris sudah tidak

ada lagi terlebih juga hak dari pada Ahmad Dahlan Nasution yang sudah berhenti

dan mengundurkan diri selaku persero sebelumnya;

Universitas Sumatera Utara


94

Menimbang bahwa meskipun dalam lampiran bukti T. 1 s/d 17-15 identik

dengan bukti P-42 masih ada disebutkan hak dari pada Ahmad Dahlan Nasution

yang tidak ikut diserahkan pada waktu itu yakni pada tanggal 24 April 1970

sesuai dengan bukti T. 1 s/d 17-15 identik dengan bukti P- 42 yakni berupa asset

yang disebutkan dalam lampiran bukti tersebut di atas, ternyata para Penggugat

rekonvensi / Tergugat konvensi I s/d XVII tidak dapat lagi memperinci serta

membuktikan dengan surat dan juga dengan saksi tentang asset-aset apa saja yang

masih ada dan bagaimana kondisinya pada saat ini, sesuai dengan daftar lampiran

bukti tersebut di atas oleh karena sejak tanggal 24 April 1970 sampai sekarang

dengan perubahan nama Firma Dahris Coy menjadi nama PT Dahris sesuai bukti

P – 43 ternyata asset-aset yang disebutkan dalam bukti T. 1 s/d 17- 15 identik

dengan bukti P- 42 sudah tidak ada lagi dicantumkan tentang apa saja asetnya,

sehingga dengan pertimbangan tersebut maka para Penggugat rekonvensi /

Tergugat konvensi I s/d XVII tidak dapat memperinci dan juga tidak dapat

membuktikan apakah asset-aset tersebut masih ada saat ini dan kondisinya juga

sudah bagaimana,demikian juga kalau itu yang dipersoalkan dan dijadikan dasar

oleh para Penggugat rekonvensi / Tergugat konvensi I s/d XVII mengajukan

gugatan rekonvensi dalam perkara aquo maka seharusnya yang digugat untuk

mempertanggung jawabkan akan aseet tersebut adalah PT Dahris dengan

direkturnya Bona Justin Tambun, dan bukan kepada Tergugat

rekonvensi/Penggugat konvensi yang telah secara resmi mendapatkan haknya

dari Pemerintah sebagaimana dipertimbangkan dalam gugatan konvensi di atas,

sehingga dengan demikian petitum angka 3 ( tiga ) tersebut tidak beralasan dan

ditolak;

Universitas Sumatera Utara


95

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis mempertimbangkan petitum

gugatan pada angka 4 ( empat );

Menimbang, bahwa pada bagian konvensi petitum gugatan Tergugat

rekonvensi/Penggugat konvensi pada angka 3 ( tiga ) dikabulkan dan dinyatakan

Para Penggugat rekonvensi/Tergugat konvensi I s/d XVII telah

melakukan perbuatan melawan hukum;

C. Penerapan Hukum Tentang Penyalahgunaan Hak Berdasarkan Pada

Putusan No. 294/Pdt.G/2017/PN.Mdn

Berdasarkan persidangan penyalahgunaan hak antara PT. PD. PAYA

PINANG yang disebutkan sebagai penggugat, melawan 17 orang pihak yang

telah melakukan penyalahgunaan hak, maka majelis hakim memutuskan sebagai

berikut :

MENGADILI :

A. DALAM KONVENSI

1. Dalam Eksepsi :

Universitas Sumatera Utara


96

- Menolak eksepsi Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Penggugat

rekonvensi untuk seluruhnya;

2. Dalam Pokok Perkara :

- Mengabulkan gugatan Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi untuk

sebahagian;

- Menyatakan Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Penggugat rekonvensi telah

melakukan perbuatan melawan hukum;

- Menolak gugatan Penggugat konvensi/Tergugat rekonvensi untuk selain

dan selebihnya;

B. DALAM REKONVENSI :

- Menolak gugatan Para Penggugat rekonvensi/Tergugat konvensi I s/d XVII

untuk seluruhnya;

C. DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI :

- Menghukum Tergugat konvensi I s/d XVII/Para Penggugat rekonvensi untuk

membayar biaya perkara secara tanggung renteng yang jumlahnya Rp.

6.539.400,- (enam juta lima ratus tiga puluh sembilan ribu empat ratus

rupiah)

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perbuatan melawan hukum diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata Pasal 1365-1380 KUH Perdata, termasuk ke dalam perikatan

yang timbul dari undang-undang. Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, yang

dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah, “Perbuatan yang

melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah

menimbulkan kerugian bagi orang lain.

2. Penyalahgunaan hak merupakan salah satu perbuatan melawan hukum (PMH).

Perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang tidak patut dan adanya

sebab akibat yang merugikan salah satu pihak. Tindakan penyalahgunaan hak

yang mengakibatkan perbuatan melawan hukum tersebut, merugikan PT. PD.

Paya Pinang, karena telah terhambatnya sertifikat perpanjangan Hak Guna

Usaha (HGU) yang telah diurus ke BPN.

3. Pada putusan No. 294/Pdt.G/2017/PN.Mdn berisikan bahwasanya tentang

duduk perkara PT. PD. Paya Pinang menggugat sekelompok orang yang

merugikan pihaknya, dan penerapan hukum tentang penyalahgunaan hak

berdasarkan dalam putusan No. 294/Pdt.G/2017/PN.Mdn adalah, sekelompok

orang tersebut dikenakan sanksi untuk membayar biaya perkara sebesar Rp

6.539.400 (enam juta lima ratus tiga puluh sembilan ribu empat ratus rupiah.

97

Universitas Sumatera Utara


98

B. Saran

1. Pengaturan tentang perbuatan melawan hukum di Indonesia sudah jelas dan

sudah diatur di dalam Kitab UU Hukum Perdata maupun UU lainnya. Sudah

sepantasnya sebagai rakyat Indonesia seharusnya mengikuti aturan tersebut

dan tidak melanggarnya.

2. Penyalahgunaan hak merupakan salah satu perbuatan melawan hukum yang

sudah jelas diatur di dalam UU. Bahkan dapat melanggar asas-asas yang telah

ditentukan. Seharusnya rakyat Indonesia harus mentaati aturan tersebut.

3. Putusan No. 294/Pdt.G/2017/PN.Mdn sudah jelas dipaparkan bahwasanya

pihak sekelompok orang tersebut melakukan penyalahgunaan hak yang

merugikan PT. PD. Paya Pinang, yaitu terhambatnya pengeluaran sertifikat

perpanjangan HGU (Hak Guna Usaha) dari BPN. Hal tersebut dikarenakan

sebelumnya pihak sekelompok orang tersebut berupaya menggugat PT. PD.

Paya Pinang ke Pengadilan Negeri Tebing Tinggi namun gugatannya ditolak.

Seharusnya pihak sekelompok orang tersebut tidak bisa mengklaim atau

beranggapan bahwa ladang perkebunan PT. PD. Paya Pinang merupakan milik

mereka. Karena itu merupakan salah satu penyalahgunaan hak yang

mengakibatkan perbuatan melawan hukum.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdulhay, Marheinis Hukum Perdata, (Jakarta : Pembinaan UPN, 2006)

Fuady, Munir Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, (Bandung :

PT. Citra Aditya Bakti, 2002)

HR, Ridwan Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Rajawali Pers, 2008)

Johan Nasution, Bahder Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung : CV. Mandar

Maju, 2008)

Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Perikatan-Perikatan Yang

Lahir Dari Undang-Undang, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2017)

Mas, Marwan Pengantar Ilmu Hukum. (Bogor : Ghalia Indonesia, 2015)

MA. Moegni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta : Pradnya

Paramita, 1982)

Muhammad, Abdulkadir Hukum Perikatan, (Bandung : Alumni, 2002)

Muhammad Marzuki, Peter Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta : KENCANA, 2014)

Nawacita. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan

perubahannya. (Jakarta : Penabur Ilmu, 2014)

Prodjodikoro, Wirjono Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung : Mandar Maju,

2000)

R. Tjitrisudibio, R. Subekti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta :

Pradnya Paramita, 1992)

R. Subekti, S.H., Tjitrosoedibio. KAMUS HUKUM. (Jakarta : PT

PRADNYA PARAMITA, 2005)

99

Universitas Sumatera Utara


Remy Sjahdeini, Sutan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Hak, (Jakarta :

Pustaka Utama Grafiti Pers, 1999)

Setiawan, Rachmat Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung :

Alumni, 1982)

Setiawan, Empat Kriteria Perbuatan Melawan Hukum dan Perkembangan dalam

Yurisprudensi, Varia Peradilan No. 16 Tahun II

Sri Mamudji, Soerjono Soekanto Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2001)

Sunggono, Bambang Metodologi Penelitan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakrta

1998, hal. 195, sebagaimana dikutip dari Soerjono Soekanto dan Sri

Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta :

Rajawali Pers, 1990),

Usman, Rachmadi Aspek-Aspek Hukum Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta :

PT.Gramedia Pustaka Utama, 2007)

Van Alperdorn, L.J, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan ke 29, (Jakarta : Pradnya

Paramita, 2008)

Yahya, Harahap, M. , Segi segi hukum perjanjian, Cet. II (Bandung : Alumni.

1869)

B. WEBSITE

www.progresifjaya.com/NewsPage.php?

http://lbhamin.org/perbuatan-melawan-hukum/

https://butew.com/2018/05/06/pengertian-perbuatan-melawan-hukum-dan

penyalahgunaan-hak-menurut-perdata/,

100

Universitas Sumatera Utara


C. JURNAL

Jurnal Pembaharuan Hukum Vol.III No. 2 Mei – Agustus 2016 Mengenai

“Perbuatan Melawan Hukum”

Jurnal Kadriah, S.H.,M.Hum., Universitas Syiah Kuala (Aceh) “Asas Perbuatan

Melawan Hukum”

Paper Majalah Jurnal Privat Law Vol. V No. 1 Januari - Juni 2017

D. PUTUSAN

Putusan Mahkamah Agung Belanda dalam kasus Arrest Cohen-Lindenbaum

(H.R. 31 Januari 1919)

Putusan No. 294/Pdt.G/2017/PN Mdn

101

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai