Anda di halaman 1dari 22

“WAWANCARA ETIKA PROFESI HAKIM”

Disusun Oleh :

1. Tri Ditaharmi Lestari (8111418020)


2. Retno Wulan Salsabila (8111418069)
3. Alfun Nur Khusnia (8111418076)
4. Tessa Septy Dynesia (8111418088)
5. Shafira Karenina (8111418231)
6. Sherlly Monica Silvianty (8111418242)
7. Dewi Maesyaroh (8111418251)
8. Putri Kaela (8111418256)
9. Fadhilatul Laela Qodriyah (8111418299)
10. Qotrun Nada (8111418300)
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Wawancara


Banyak dari aspek-aspek terpenting dari tatanan masyarakat untuk sebagian terbesar
sangat tergantung pada berfungsinya profesi-profesi dengan baik. Kegiatan
pengembangan ilmu dan penerapan ilmu dilaksanakan dalam suatu konteks profesional.
Hasil-hasil dari berfungsinya profesi-profesi sangat erat terjalin dalam tatanan
masyarakat modern. Profesi-profesi dalam sistem sosial okupasi (pekerjaan) pada
masyarakat modern menempati kedudukan yang sangat strategis, sehingga Parsons
mengatakan bahwa "it is difficult to imagine how it could get along without basic
structural changes if they were seriously impaired."1 Profesi hukum merupakan salah
satu dari sekian banyak profesi lain, seperti : profesi dokter, profesi akuntan, profesi guru
dan lain-lain. Profesi hukum mempunyai ciri tersendiri karena profesi ini sangat
bersentuhan langsung dengan kepentingan manusia/orang yang lazim disebut “klien”.2
Frans Magnis Suseno sebagaimana dikutip oleh Liliana Tedjosaputro mengatakan
bahwa profesi itu harus dibedakan dalam dua jenis, yaitu profesi pada umumnya dan
profesi luhur. Dalam profesi pada umumnya paling tidak terdapat dua prinsip yang wajib
ditegakkan, yaitu3 (1) prinsip agar menjalankan profesinya secara bertanggung jawab,
dan (2) hormat terhadap hak-hak orang lain. Sementara itu, Magnis Suseno mengatakan
bahwa dalam profesi yang luhur (officium noble), motivasi utamanya bukan untuk
memperoleh nafkah dari pekerjaan yang dilakukannya, di samping itu juga terdapat dua
prinsip yang penting, yaitu (1) mendahulukan kepentingan orang yang dibantu, dan (2)
mengabdi pada tuntutan luhur profesi. Untuk melaksanakan profesi yang luhur secara
baik, dituntut moralitas yang tinggi dari pelakunya.
Dalam pengembanan profesinya, seorang pengemban profesi memiliki dan
menjalankan otoritas profesional terhadap pasien atau kliennya, yakni otoritas yang
bertumpu pada kompetensi teknikalnya yang superior. Pasien atau klien tidak memiliki
kompetensi teknikal atau tidak berada dalam posisi untuk dapat menilai secara objektif
pelaksanaan kompetensi teknikal pengemban profesi yang diminta pelayanan
profesionalnya. Karena itu, jika pasien atau klien mendatangi/menghubungi pengemban
1
Talcot Parson, Essays in Sociological Theory, Revosed Edition, The Free Press, New York, 1964, hlm. 35
2
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia,, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 19
3
Brandels, Dalam Liliana Tedjosaputro, Ibid, hlm. 35
profesi untuk meminta pelayanan profesionalnya, maka pada dasarnya pasien atau klien
tersebut tidak mempunyai pilihan lain kecuali memberikan kepercayaan kepada
pengemban profesi tersebut bahwa ia akan memberikan pelayanan profesionalnya secara
bermutu dan bermartabat.
Karena itu, sehubungan dengan nilai-nilai dan kepentingan yang terlibat di dalamnya,
maka pengembanan profesi itu menuntut agar pengemban profesi dalam melaksanakan
pelayanan profesionalnya dijiwai sikap etis tertentu. Sikap etis yang dituntut menjiwai
pengembanan profesi itulah yang disebut etika profesi. Kieser, dalam tulisan berjudul
"ETIKA PROFESI",4 mengatakan bahwa etika profesi sebagai sikap hidup adalah
kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dari pasien atau klien
dengan keterlibatan dan keakhlian sebagai pelayanan dalam rangka kewajiban
masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota masyarakat yang
membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama.
Dalam laporan ini membahas mengenai etika profesi seorang Hakim. Pada dasarnya,
tugas hakim adalah memberikan keputusan atas setiap perkara (konflik) yang dihadapkan
kepadanya. Artinya, hakim bertugas untuk menetapkan hubungan hukum, nilai hukum
dari perilaku serta kedudukan hukum para pihak yang terlibat dalam situasi yang
dihadapkan kepadanya, atau, sebagaimana dikatakan oleh John Marshall dalam kasus
Marbury v. Madison: "to say what the law is", menyatakan apa hukumnya bagi situasi
konkret tertentu.5
Ini berarti, menyelesaikan konflik berdasarkan hukum, asas-asas kebenaran dan
keadilan. Sehubungan dengan fungsinya itu tadi, maka hakim haruslah menjadi "the
living oracle of the law" (Blackstone), dan sebagai demikian ia seperti dikatakan
Wyzanski juga harus berperan sebagai juru-bicara nilai-nilai fundamental dari
masyarakat atau "the spokesmen of the fundamental values of the community".6 Hal yang
dikemukakan tadi hanya mungkin terwujud, jika para hakim dalam menjalankan tugasnya
selalu mengacu pada penghormatan terhadap martabat manusia.
Dengan demikian tugas pokok hakim adalah selain memberikan penyelesaian
definitif terhadap sengketa yang dihadapkan kepadanya dan pembentukan hukum baru

4
B. Kieser, Etika Profesi, Majalah BASIS, No. XXXV/5, 1986.
5
Richard D. Heffner, A Documentary History of the United States, A Mentor Book, New York, 1962, hlm. 81
6
Charles E. Wyazanki Jr, The New Meaning of Justice, Bantam Book, 1966, hlm. 5
yang sesuai, juga melaksanakan pendidikan. Agar dapat menyelesaikan masalah atau
konflik yang dihadapkan kepadanya secara imparsial berdasarkan hukum yang berlaku,
maka dalam proses pengambilan keputusan, para hakim harus mandiri dan bebas dari
pengaruh pihak yang mana pun, termasuk dari pemerintah. Dalam mengambil keputusan,
para hakim hanya terikat pada fakta-fakta yang relevan dan kaidah hukum yang menjadi
atau dijadikan landasan yuridis keputusannya.

B. Tujuan Wawancara
1. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai etika dalam berprofesi sebagai Hakim.
2. Untuk mengetahui realita kode etik seorang Hakim.
3. Untuk mensosialisasikan dan memberi pengetahuan kepada khalayak umum
mengenai etika profesi sebagai hakim.

C. Topik Wawancara
Topik dalam wawancara ini yaitu mengenai Etika Profesi Hakim.

D. Waktu dan Tempat Wawancara


Wawancara ini dilakukan pada hari Minggu, 09 Mei 2021 melalui media daring yaitu
dengan menggunakan aplikasi zoom meet dengan beberapa narasumber yang mau secara
sukarela memberikan informasi mengenai etika profesi sebagai Hakim.

HASIL WAWANCARA

A. Narasumber
Wawancara bertemakan Etika Profesi Hakim terdiri dari beberapa Narasumber yang
dengan sukarela memberikan informasi mengenai Etika Profesi Hakim, narasumber yang
di wawancarai oleh Penulis yaitu meliputi :
1. Dr. Moh. Eka Kartika EM, S.H., M.Hum.
Hakim dan Ketua Pengadilan Tinggi Bengkulu.
2. Rachmansyah, S.H., M.H.
Hakim dan Ketua Pengadilan Negeri Manna Bengkulu Selatan
3. Meilia Christina Mulyaningrum, S.H.
Hakim Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri Purworeji
4. Indah Novi Susanti, S.H., M.H.
Hakim Pengadilan Negeri Tegal Kelas 1A
5. Ahmad Bukhori, S.H., M.H.
Hakim Pengadilan Negeri Kudus
B. Pewawancara

Wawancara ini dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari :

Pewawancara :

1. Tri Ditaharmi Lestari (8111418020)


2. Retno Wulan Salsabila (8111418069)
3. Alfun Nur Khusnia (8111418076)

Pencatat Notulen :

1. Tessa Septy Dynesia (8111418088)


2. Shafira Karenina (8111418231)
3. Sherlly Monica Silvianty (8111418242)

Dokumentasi :

1. Dewi Maesyaroh (8111418251)


2. Putri Kaela (8111418256)
3. Fadhilatul Laela Qodriyah (8111418299)
4. Qotrun Nada (8111418300)
C. Transkrip Hasil Wawancara
Data Mentah Hasil Wawancara :

DR. MOH EKA KARTIKA EM, SH., M.Hum. Hakim & Ketua Pengadilan Tinggi
Bengkulu.

1. Apakah bapak/ibu mengerti apa saja kode etik profesi Hakim itu berdasarkan dari
payung hukumnya ?

Jawab :

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim adalah panduan keutamaan moral bagi setiap hakim,
baik di dalam maupun di luar kedinasan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Bersama
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia
Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 - 02/SKB/P.KY/IV/2009 tanggal 8 April 2009 tentang Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Kode Etik Hakim adalah seperngkat norma etik bagi Hakim
dalam pelaksanaan tugas dan fungsi menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan
perkara. Kode etik juga memuat norma-norma etik bagi Hakim dalam tata pergaulan di dalam
dan di luar institusi. Berdasarkan wewenang dan tugasnya sebagai pelaku utama fungsi
pengadilan, maka sikap hakim yang dilambangkan dalam kartika, cakra, candra, sari, dan tirta itu
merupakan cerminan perilaku hakim yang harus senantiasa diimplementasikan dan direalisasikan
oleh semua hakim dalam sikap dan perilaku hakim yang berlandaskan pada prinsip Ketuhanan
Yang Maha Esa, adil, bijaksana dan berwibawa, berbudi luhur, dan jujur. Ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, yang melandasi prinsip-prinsip kode etik dan pedoman perilaku hakim
ini bermakna pengamalan tingkah laku sesuai agama dan kepercayaan masing-masing menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Profesi hakim memiliki sistem etika yang mampu
menciptakan disiplin tata kerja dan menyediakan garis batas tata nilai yang dapat dijadikan
pedoman bagi hakim untuk menyelesaikan tugasnya dalam menjalankan fungsi dan mengemban
profesinya. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ini merupakan panduan keutamaan moral
bagi hakim, baik dalam menjalankan tugas profesinya maupun dalam hubungan kemasyarakatan
di luar kedinasan. Hakim sebagai insan yang memiliki kewajiban moral untuk berinteraksi
dengan komunitas sosialnya, juga terikat dengan norma – norma etika dan adaptasi kebiasaan
yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat. Namun demikian, untuk menjamin terciptanya
pengadilan yang mandiri dan tidak memihak, diperlukan pula pemenuhan kecukupan sarana dan
prasarana bagi Hakim baik selaku penegak hukum maupun sebagai warga masyarakat. Untuk itu,
menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat dan Negara memberi jaminan keamanan bagi
Hakim dan Pengadilan, termasuk kecukupan kesejahteraan, kelayakan fasilitas dan anggaran.
Walaupun demikian, meskipun kondisi-kondisi di atas belum sepenuhnya terwujud, hal tersebut
tidak dapat dijadikan alasan bagi Hakim untuk tidak berpegang teguh pada kemurnian
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai penegak dan penjaga hukum dan keadilan yang
memberi kepuasan pada pencari keadilan dan masyarakat Prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan perilaku sebagai
berikut : (1) Berperilaku Adil, (2) Berperilaku Jujur, (3) Berperilaku Arif dan Bijaksana, (4)
Bersikap Mandiri, (5) Berintegritas Tinggi, (6) Bertanggung Jawab, (7) Menjunjung Tinggi
Harga Diri, (8) Berdisplin Tinggi, (9) Berperilaku Rendah Hati, (10) Bersikap Profesional.

2. Apakah bapak/ibu menginternilaisasi kode etik profesi hukum dengan baik ? Jika iya
keberhasilan apa saja yang berhasil diterapkan, jika tidak/kurang maka apa saja
hambatan dalam penginternilaisasian kode etik profesi hukum tersebut ?

Jawab : Iya tentu saja menginternilaisasi itu merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan
sebagai perwujudan pelaksanaan, ketaatan dan dalam implementasasi berbagai kode etik profesi
hakim yang berlaku. Beberapa hal yang berhasil diterapakan di pengadilan tinggi Bengkulu ini
antara lain telah berhasil menciptakan dan melaksanakan budaya anti korupsi dan anti gratifikasi
dilingkungan hakim pengadilan tinggi Bengkulu maupun lingkungan peradilannya.

3. Menurut bapak/ibu bagaimana cara pengimplementasian yang efektif dalam


menerapkan kode etik profesi hakim tersebut ?

Jawab : Menurut saya selaku hakim dan ketua pengadilan tinggi Bengkulu cara yang efektif
mengimplementasikan penerapan kode etik profesi hakim adalah dengan memahaminya dulu
satu persatu kode etik tersebut,karena kalau tidak paham masing-masing kode etiknya maka akan
susah dan menimbulkan ketidak balance-an.Profesi hakim memiliki sistem etika yang mampu
menciptakan disiplin tata kerja dan menyediakan garis batas tata nilai yang dapat dijadikan
pedoman bagi hakim untuk menyelesaikan tugasnya dalam menjalankan fungsi dan mengemban
profesinya. Problematika yang dihadapi seorang hakim dalam menjalankan kode etik dan
pedoman perilaku hakim berbeda-beda sesuai individu hakimnya, tergantung bagaimana hakim
mengingat bahwa dasar pijakan dalam beretika dan bertingkah laku telah ditetapkan
sebagaimana mestinya. Diperlukan peningkatan profesionalisme hakim, khususnya hakim
Pengadilan Tinggi Bengkulu, agar menjadi hakim yang ideal sebagaimana yang diharapkan oleh
Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Diperlukan sosialisai kembali kepada hakim terhadap
prinsip-prinsip dasar kode etik dan pedoman perilaku hakim yang diimplementasikan dalam 10
(sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut : (1) berperilaku adil, (2) berperilaku jujur, (3)
berperilaku arif dan bijaksana, (4) bersikap mandiri, (5) berintegrasi tinggi, (6) bertanggung
jawab, (7) menjunjung tinggi harga diri, (8)pengawasan ekstra terhadap penerapan kode etik dan
pedoman perilaku hakim, karena bila pelimpahan pengawasan hanya kepada ketua pengadilan
saja, peneliti khawatir akan adanya hubungan emosional dan rasa ketidaknyamanan dari para
hakim membuat hasil pelaporannya kepada pihak pengawas di Mahkamah Agung dan Komisi
Yudisial, yang nantinya berdampak terhadap laporan yang tidak sesuai fakta. Maka dalam hal ini
diperlukan sebuah lembaga khusus yang mengawasi secara langsung hakim dalam kesehariannya
menjalankan aturan tersebut.

4. Seperti apa bentuk perlindungan terhadap hakim dari ancaman kekerasan saat
mengadili perkara-perkara besar seperti kasus-kasus korupsi ?

Jawab : Pembentukan hukum mengenai perlindungan terhadap hakim dalam perkara korupsi
baru diatur secara umum sesuai Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan: Negara memberikan jaminan
keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawab penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, namun tata cara perlindungan khusus belum
diatur dalam peraturan pemerintah sebagaimana perlindungan terhadap hakim dalam mengadili
perkara tindak pidana terorisme.

5. Apakah seorang hakim boleh melanggar salah satu kode etik profesi hakim jika dalam
keadaan genting yang membahayakan nyawa dan harkat martabat peradilan ?

Jawab : Kalau berdasarkan penerapannya di lingkungan hakim lingkup pengadilan tinggi


Bengkulu, tidak boleh, tidak ada satu hal pun yang membenarkan suatu pelanggaran terjadi,
apalagi terhadap suatu kode etik profesi menyangkut Profesi Hakim yang sudah jelas dasar
hukum dan memuat nilai nilai luhur hukumnya. Itulah yang terbaik,itulah yang paling baik yang
harus wujudkan bagi para profesi hakim. Jadi jika ditanya boleh atau tidak,tentu saja tidak boleh
karena terkait sanksi pelanggaran kode etiknya pun berbeda-beda sesuai kuat lemahnya
pelanggaran yang dilakukan,barangkali karena keadaan genting yang memaksa jadi sanksi yang
akan diterimanya sedikit ringan tergantung dari pelanggaran yang diperbuatnya sendiri.Tingkat
dan jenis sanksi yang berlaku bagi hakim ad hoc, terdiri atas:

1. sanksi ringan berupa teguran tertulis;


2. sanksi sedang berupa nonpalu paling lama 6 (enam) bulan;
3. sanksi berat berupa pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat dari jabatan
hakim.

Selanjutnya tekait dengan Tingkat dan jenis sanksi yang berlaku bagi Hakim Agung, terdiri atas:

1. sanksi ringan berupa teguran tertulis;


2. sanksi sedang berupa nonpalupaling lama 6 (enam) bulan;
3. sanksi berat berupa pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat dari jabatan
hakim.

Rachmansyah, S.H., M.H Hakim & Ketua Pengadilan Negeri Manna Bengkulu Selatan.

1. Apakah bapak/ibu mengerti apa saja kode etik profesi Hakim itu berdasarkan dari
payung hukumnya ?

Jawab : Payung hukumnya ada di surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 -
02/SKB/P.KY/IV/2009 tanggal 8 April 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim.Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas dan memenuhi pasal 32A jo
pasal 81B Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, maka disusunlah Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim yang merupakan pegangan bagi para Hakim seluruh Indonesia serta Pedoman
bagi Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI dalam melaksanakan fungsi Pengawasan
internal maupun eksternal. Prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut : (1) Berperilaku Adil, (2)
Berperilaku Jujur, (3) Berperilaku Arif dan Bijaksana, (4) Bersikap Mandiri, (5) Berintegritas
Tinggi, (6) Bertanggung Jawab, (7) Menjunjung Tinggi Harga Diri, (8) Berdisiplin Tinggi, (9)
Berperilaku Rendah Hati, (10) Bersikap Profesional.
2. Apakah bapak/ibu menginternilaisasi kode etik profesi hukum dengan baik ? Jika iya
keberhasilan apa saja yang berhasil diterapkan, jika tidak/kurang maka apa saja
hambatan dalam penginternilaisasian kode etik profesi hukum tersebut ?

Jawab : Menginternilaisasi beberapa dari 10 kode etik profesi hakim, yang paling kuat dari segi
kejujuran seperti hakim disini anti gratifikasi dan anti korupsi apalagi disuap-suap demi
memenangkan perkara di pengadilan yang terkait dengannya. Pengadilan negeri Manna terlebih
dalam lingkungan profesi hakimnya juga telah berhasil mereformasi beberapa perilaku hakim
yang tidak disiplin menjadi lebih disiplin seperti sering terlambat masuk kerja,tidak absensi,lupa
absensi, terlalu banyak izin diluar tugas terhadap suatu hal yang tidak terlalu penting dan yang
paling penting hakim disini berhasil menginternilaisasi norma-norma ideal dalam hukum
meskipun pada kenyataanya tentu ada hambatan dari dalam diri sendiri maupun birokrat seperti
sifat ngebossy yang mana takut pada pengaruh seseorang yang menyebabkan hakim tersebut mau
bertindak semena-mena karna profesinya tinggi yaitu seorang hakim 3. Menurut bapak/ibu
bagaimana cara pengimplementasian yang efektif dalam menerapkan kode etik profesi hakim
tersebut ? Jawab : Sebagai seorang hakim, khususnya bagi hakim di Pengadilan Negeri Manna
paling tidak tanpa adanya keputusan bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tentang
kode etik dan pedoman perilaku hakim yang harus diterapkan tersebut harusnya hakim
Pengadilan Negeri Manna telah menanamkan nilai-nilai universal hukum nasional. Dalam
menjalankan penerapan kode etik dan pedoman perilaku hakim, problematika yang dihadapi oleh
seorang hakim yakni: a) Hakim Pengadilan Negeri Manna ada sebagian yang belum memahami
betul maksud dan cara penerapan yang tepat tentang kode etik dan pedoman perilaku hakim
tersebut. b) Hakim Pengadilan Negeri Manna ada sebagian yang belum menyadari betul
administrasi lembaga yang seharusnya ditanamkan seorang hakim dalam menjalankan prinsip
dasar kode etik dan pedoman perilaku hakim tersebut. c) Sebagian Hakim Pengadilan Negeri
Manna belum menyadari bahwa dasar pijakan dalam beretika dan bertingkah laku telah
ditetapkan sebagaimana mestinya. Hal tersebut diperkuat dengan beberapa pendapat dari para
hakim di Pengadilan Negeri Manna , yang menjelaskan tentang problematika yang dihadapi
seorang hakim dalam menjalankan profesinya. Seperti pendapat yang dikatakan oleh
Darmawangsa, sebagai Ketua Panitera: “kode etik dan pedoman perilkau hakim sebagai
pedoman berperilaku seorang hakim tidak sedikit mengalami problematika dan tantangan yang
dihadapi dalam proses penerapannya sebagai sumber patokan hakim”. Sehingga bukan suatu
alasan untuk bersifat pesimis dalam menjalankan kode etik dan pedoman perilaku hakim sebagai
bagian tatanan hakim sebagai penegak hukum. Oleh karena itu, pencapaian penegakan hukum
dan keadilan terletak pada kemampuan dan kearifan hakim dalam merumuskan putusan yang
mencerminkan keadilan.

3.Seperti apa bentuk perlindungan terhadap hakim dari ancaman kekerasan saat
mengadili perkara-perkara besar seperti kasus-kasus korupsi ?

Jawab : Nah jadi kalau penerapannya disini didalam lingkup pengadilan negeri Manna bagi para
hakim memang mendapatkan perlindungan dari ancaman kekerasan saat mengadili perkara-
perkara besar contohnya kasus korupsi.Pembentukan hukum mengenai perlindungan terhadap
hakim dalam perkara korupsi baru diatur secara umum sesuai Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan:
Negara memberikan jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawab penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, namun tata cara
perlindungan khusus belum diatur dalam peraturan pemerintah sebagaimana perlindungan
terhadap hakim dalam mengadili perkara tindak pidana terorisme.

4.Apakah seorang hakim boleh melanggar salah satu kode etik profesi hakim jika dalam
keadaan genting yang membahayakan nyawa dan harkat martabat peradilan ?

Jawab : Tidak bisa dilanggar meskipun dengan berbagai alasanpun yang membenarkannya, hal
itu dikarenakan Kode Etik hakim merupakan panduan sehingga para profesional hukum bisa
diharapkan memiliki kualitas diri yang menjadi acuan terhadap penilaian dan sikap moralnya
dalam melaksankan tugas dalam profesinya. Kode etik sudah dilaksankan dan ditegakan maka
dengan itu keadilan pun akan tercipta demi kesalarasan hukum yang bersifat netral dan
menjungjung harga diri dan martabat hakim sehingga Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
bisa dijalankan dengan semestinya.Agar independensi seorang hakim selalu terjaga, maka
seorang hakim dituntut untuk secara intensif memerhatikan kejujuran dan integritasnya. Sebab
hal ini adalah fondasi keadilan yang harus selalu ditegakkan. Orang-orang yang berperkara
terkadang berusaha merusak integritas hakim yang menangani perkara mereka dengan berbagai
cara. Untuk mencapai tujuan itu orang-orang tersebut akan mencari cara agar mereka
mendapatkesempatan untuk menjalin hubungan dengan hakim. Orang-orang tersebut merusak
integritas hakim dengan mendapatkan kemurahan hati yang tidak semestinya dalam persidangan,
dan mengeksploitasi hubungan mereka dengan hakim.

AHMAD BUKHORI, S.H.,M.H.

Hakim Pengadilan Negeri Kudus

Pertanyaan :

1. Apakah kode etik hakim sulit/mudah diterapkan?


Jawaban : menurut pendapat saya, adanya kode etik ini dimaksudkan sebagai sebuah panduan
bagi profesi dalam bertindak serta berperilaku sesuai dengan etika profesinya. Sehingga
adanya kode etik ini sangat membantu dan memudahkan bagaimana seharusnya seorang
hakim dapat bersikap sebagaimana mestinya sesuai kode etik.

2. Apakah ada kendala yang dihadapi seorang hakim dalam menjalankan kode etik?

Jawaban : Untuk awal awal pasti membutuhkan penyesuaian tapi lama lama pasti kami
terbiasa dengan kode etik yang perlu kita terapkan.

3. Bagaimana terkait sanksi yang diterima oleh hakim ketika melanggar kode etik
tersebut?

Jawaban : Apabila seorang hakim melanggar kode etik maka akan mendapatkan sanksi,
salahsatu sanksi nya bisa berupa diberhentikan secara tidak hormat karena dirasa sangat
melanggar kode etik misalnya melakukan perbuatan tercela, secara terus menerus melalaikan
tugas dan kewajiban pekerjaan, melanggar sumpah atau janji jabatan.

4. Apakah bapak pernah mendapatkan ancaman/tekanan dari luar saat mengadili suatu
perkara?

Jawaban : Sejauh ini tidak. Yang penting sebagai hakim yaitu profesional, jujur, berperilaku
adil serta bertanggung jawab.

5. Bagaimana pelaksanaan kode etik hakim di pengadilan negeri Kudus apakah sudah
maksimal atau belum? (Untuk penilaian skala 1-10).
Jawaban : sejauh ini saya berikan angka 9 karena kode etik sudah diterapkan dengan sangat
baik.

INDAH NOVI SUSANTI, S.H.,M.H

Hakim Pengadilan Negeri Tegal Kelas 1A

Pertanyaan:

1. Berdasarkan kode etik hakim apakah boleh jika Hakim Berdiskusi dengan Advokat
yang Menangani Kasus Keluarganya?

Jawaban: Boleh jika hakim tersebut tidak memutus, dan memeriksa perkara tersebut, tidak boleh
apabila hakim itu yang memeriksa dan memutus perkara tersebut. Dari sisi kedudukan hakim,
hakim tersebut dilarang memeriksa dan memutus perkara anggota keluarganya. Hakim dilarang
mengadili perkara di mana anggota keluarga hakim yang bersangkutan bertindak mewakili suatu
pihak yang berperkara atau sebagai pihak yang memiliki kepentingan dengan perkara tersebut
Hakim juga dilarang berdiskusi dengan pihak-pihak yang berperkara di luar pengadilan karena
ini akan mempengaruhi independensi hakim dalam mengadili perkara.

2. Konsekuensi apa yang akan di dapat jika seorang hakim melanggar kode etik dan PPH?

Jawab: Hakim tersebut dapat diberhentikan dengan tidak hormat

3. Faktor apa yang menyebabkan hakim dapat diberhentikan dengan tidak hormat?

Jawab:

 dipidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
 melakukan perbuatan tercela;
 melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terus-menerus selama 3
(tiga) bulan;
 melanggar sumpah atau janji jabatan;
 melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
4. Apa bentuk perlindungan terhadap hakim dari ancaman kekerasan saat mengadili
perkara-perkara besar seperti kasus-kasus korupsi?

Jawab: Pembentukan hukum mengenai perlindungan terhadap hakim dalam perkara korupsi baru
diatur secara umum sesuai Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan: Negara memberikan jaminan
keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawab penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, namun tata cara perlindungan khusus belum
diatur dalam peraturan pemerintah sebagaimana perlindungan terhadap hakim dalam mengadili
perkara tindak pidana terorisme.

5. Menurut pendapat pribadi Bu Indah Novi, seberapa pentingkah kode etik bagi hakim ?

Jawab : Menururt saya pribadi, kode etik hakim ini punya peranan yang sangat penting dalam
pendampingan berprofesi sebagai hakim, kode etik in merupakan pedoman perilaku bagi hakim
dalam menjalankan fungsi dan mengemban profesinya maupun dalam hubungan kemasyarakatan
diluar kedinasan ataupun dilingkungan sekitar. Hakim juga memiliki kewajiban moral untuk
berinteraksi dengan komunitas sosial, juga terikat dengan norma-norma etika dan adaptasi
kebiasaan yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat.

6. Etika profesi yang harus dijadikan pedoman oleh Hakim menurut Ibu Indah Novi ada
apa saja?

Jawab : Menurut saya Etika Profesi Hakim ada 10 macam yaitu :

1.   Berperilaku Adil

Adil pada hakekatnya bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan
yang menjadi haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama
kedudukannya di depan hukum.

2.   Berperilaku Jujur

Kejujuran pada hakekatnya bermakna dapat dan berani menyatakan bahwa yang benar
adalah benar dan yang salah adalah salah.

3.   Berperilaku Arif dan Bijaksana


Arif dan bijaksana pada hakekatnya bermakna mampu bertindak sesuai dengan norma-
norma yang hidup dalam masyarakat baik norma-norma hukum, norma-norma keagamaan,
kebiasaan-kebiasaan maupun kesusilaan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat
itu, serta mampu memperhitungkan akibat dari tindakannya.

4.   Bersikap Mandiri

Mandiri pada hakekatnya bermakna mampu bertindak sendiri tanpa bantuan pihak lain,
bebas dari campur tangan siapapun dan bebas dari pengaruh apapun.

5.   Berintegritas Tinggi

Integritas tinggi pada hakekatnya bermakna mempuyai kepribadian utuh tidak


tergoyahkan, yang terwujud pada sikap setia dan tangguh berpegang pada nilai- nilai atau
norma- norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas.

6.   Bertanggungjawab

Bertanggung jawab pada hakekatnya bermakna kesediaan dan keberanian untuk


melaksanakan semua tugas dan wewenang sebaik mungkin serta bersedia menangung segala
akibat atas pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut.

7.   Menjunjung Tinggi Harga Diri

Harga diri pada hakekatnya bermakna bahwa pada diri manusia melekat martabat dan
kehormatan yang harus dipertahankan dan dijunjung tinggi.

8.   Berdisiplin Tinggi

Disiplin pada hakekatnya bermakna ketaatan pada norma-norma atau kaidah-kaidah yang
diyakini sebagai panggilan luhur untuk mengemban amanah serta kepercayaan masyarakat
pencari keadilan.

9.   Berperilaku Rendah Hati

Rendah hati pada hakekatnya bermakna kesadaran akan keterbatasan kemampuan diri,
jauh dari kesempurnaan dan terhindar dari setiap bentuk keangkuhan..
10. Bersikap Profesional

Profesional pada hakekatnya bermakna suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad untuk
melaksanakan pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, yang didukung oleh keahlian
atas dasar pengetahuan, keterampilan dan wawasan luas.

MEILIA CHRISTINA MULYANINGRUM, S.H.

Hakim Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri Purworejo


Penata Tingkat I (III/d) 19790527200312200

Pertanyaan :

1.Apakah kode etik hakim sulit/mudah diterapkan?

Jawaban : menurut pendapat saya, dibentuknya kode etik ini dimaksudkan sebagai sebuah
panduan bagi profesi dalam berperilaku dan bertindak sesuai etika profesinya. Sehingga adanya
kode etik ini justru sangat membantu dan memudahkan bagaimana seharusnya seorang hakim
bersikap dan bertingkahlaku bukan mempersulit. Terlebih kode tersendiri berfungsi untuk
menjaga reputasi dan menahan godaan terlebih saat dalam pengambilan keputusan-keputusan
sulit.

2. Apakah ada kendala yang dihadapi seorang hakim dalam menjalankan kode etik?

Jawaban : Untuk awal awal butuh penyesuaian, tetapi seiring berjalannya waktu kami sudah
terbiasa dengan kode etik yang harus kami pegang.

3. Bagaimana terkait sanksi yang diterima oleh hakim ketika melanggar kode etik
tersebut?

Jawaban : Apabila menurut majelis kehormatan hakim ternyata seorang hakim terbukti telah
melakukan pelanggaran maka berdasarkan ketentuan pasal 20 ayat (2) hakim yang bersangkutan
diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan :

-dipidana karena bersalah melakkan tindakan pidana kejahatan

- melakukan perbuatan tercela

- terus menerus melalaikan tugas dan kewajiban pekerjaan


- melanggar sumpah atau janji jabatan

- melanggar larangan pasal 18 (rangkap jabatan)

4. Apakah ibu pernah mendapatkan ancaman/tekanan dari luar saat mengadili suatu
perkara?

Jawaban : Sejauh ini tidak. Akan tetapi ada beberapa hal yang memang menjadi sangat penting
dalam hal menjalankan profesi sebagai seorang hakim diantaranya sebagai berikut :

← - berperilaku adil
← - bertanggung jawab
← - berdisiplin tinggi
← - berperilaku rendah hati :
← - bersikap professional
← -menjunjungtinggi harga diri
← - berintegritas tinggi
← - bersikap mandiri
← - arif dan bijaksana
← - berperilaku jujur

5.Bagaimana pelaksanaan kode etik hakim di pengadilan negeri Purworejo apakah sudah
maksimal atau belum? (Untuk penilaian skala 1-10).

Jawaban : 9 sudah sangat baik.

Hasil Keseluruhan Wawancara :

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim adalah panduan keutamaan moral bagi setiap
hakim, baik di dalam maupun di luar kedinasan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan
Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik
Indonesia Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 - 02/SKB/P.KY/IV/2009 tanggal 8 April 2009
tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Kode Etik Hakim adalah seperngkat norma
etik bagi Hakim dalam pelaksanaan tugas dan fungsi menerima, memeriksa, mengadili, dan
menyelesaikan perkara. Kode etik juga memuat norma-norma etik bagi Hakim dalam tata
pergaulan di dalam dan di luar institusi. kode etik hakim ini punya peranan yang sangat penting
dalam pendampingan berprofesi sebagai hakim, kode etik in merupakan pedoman perilaku bagi
hakim dalam menjalankan fungsi dan mengemban profesinya maupun dalam hubungan
kemasyarakatan diluar kedinasan ataupun dilingkungan sekitar. Hakim juga memiliki kewajiban
moral untuk berinteraksi dengan komunitas sosial, juga terikat dengan norma-norma etika dan
adaptasi kebiasaan yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat.

Mengimplementasikan kode etik hakim merupakan sebuah kewajiban, untuk


mengimplementasikannya melalui berbagai cara yaitu salah satunya dengan memahaminya dulu
satu persatu kode etik tersebut,karena kalau tidak paham masing-masing kode etiknya maka akan
susah dan menimbulkan ketidak balance-an.Profesi hakim memiliki sistem etika yang mampu
menciptakan disiplin tata kerja dan menyediakan garis batas tata nilai yang dapat dijadikan
pedoman bagi hakim untuk menyelesaikan tugasnya dalam menjalankan fungsi dan mengemban
profesinya. Problematika yang dihadapi seorang hakim dalam menjalankan kode etik dan
pedoman perilaku hakim berbeda-beda sesuai individu hakimnya, tergantung bagaimana hakim
mengingat bahwa dasar pijakan dalam beretika dan bertingkah laku telah ditetapkan
sebagaimana mestinya. Diperlukan peningkatan profesionalisme hakim, khususnya hakim
Pengadilan Tinggi Bengkulu, agar menjadi hakim yang ideal sebagaimana yang diharapkan oleh
Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Diperlukan sosialisai kembali kepada hakim terhadap
prinsip-prinsip dasar kode etik dan pedoman perilaku hakim yang diimplementasikan dalam 10
(sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut : (1) berperilaku adil, (2) berperilaku jujur, (3)
berperilaku arif dan bijaksana, (4) bersikap mandiri, (5) berintegrasi tinggi, (6) bertanggung
jawab, (7) menjunjung tinggi harga diri, (8)pengawasan ekstra terhadap penerapan kode etik dan
pedoman perilaku hakim, karena bila pelimpahan pengawasan hanya kepada ketua pengadilan
saja, peneliti khawatir akan adanya hubungan emosional dan rasa ketidaknyamanan dari para
hakim membuat hasil pelaporannya kepada pihak pengawas di Mahkamah Agung dan Komisi
Yudisial, yang nantinya berdampak terhadap laporan yang tidak sesuai fakta. Maka dalam hal ini
diperlukan sebuah lembaga khusus yang mengawasi secara langsung hakim dalam kesehariannya
menjalankan aturan tersebut.

Hakim dalam menjalankan tugasnya boleh melakukan diskusi dengan penegak hukum
lainnya, contohnya hakim bisa mendiskusikan suatu masalah yang diadilinya pada saat itu
dengan advokat. Advokat disini dalam artian advokat yang terlibat dengan masalah yang diadili
oleh hakim tersebut. Ada masalah yang perlu digaris bawahi bahwasannya Hakim tidak boleh
melakuka diskusi dengan Advokat yang mana advokat tersebut merupakan saudara hakim yang
terlibat dalam masalah yang tengah diadili oleh hakim tersebut dan juga Hakim tidak
diperbolehkan berdiskusi dengan pihak-pihak yang tidak terlibat sama sekali dengan permasalah
tersebut.

Hakim yang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Hakim akan mendapatkan sanksi,
sanksi yang didapatkan pun berbeda-beda sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan oleh
Hakim tersebut. Tingkat dan jenis sanksi yang berlaku bagi hakim ad hoc, terdiri atas: sanksi
ringan berupa teguran tertulis, sanksi sedang berupa nonpalu paling lama 6 (enam) bulan, sanksi
berat berupa pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat dari jabatan hakim.
Selanjutnya tekait dengan Tingkat dan jenis sanksi yang berlaku bagi Hakim Agung, terdiri atas:
sanksi ringan berupa teguran tertulis, sanksi sedang berupa nonpalupaling lama 6 (enam) bulan,
sanksi berat berupa pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat dari jabatan hakim.
Erat kaitannya dalam pemberian sanksi tindak pidana yang dilakukan oleh hakim, ketika hakim
telah terbukti melakukan suatu pelanggaran maupun tindak pidana maka ia akan di berikan
sanksi sesuai dengan apa yang ia perbuat, apabila menurut majelis kehormatan hakim ternyata
seorang hakim terbukti telah melakukan pelanggaran maka berdasarkan ketentuan pasal 20 ayat
(2) hakim yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan :
dipidana karena bersalah melakkan tindakan pidana kejahatan, melakukan perbuatan tercela,
terus menerus melalaikan tugas dan kewajiban pekerjaan, melanggar sumpah atau janji jabatan,
melanggar larangan pasal 18 (rangkap jabatan).

Hakim di Indonesia sebagai penegak keadilan dalam mengemban tugasnya tak luput dari
ancaman-ancaman pihak yang ingin menjatuhkan hakim tersebut, apalagi ketika hakim di
hadapkan dengan suatu perkara yang besar, ancaman terror hingga ancaman santet tak jarang
didapatkan oleh Hakim. Akan tetapi tidak serta merta ketika Hakim mendapat ancaman tidak
mendapatkan perlindungan, Hakim akan mendapatkan paying hukum ketika mendapat ancaman
yaitu terdapat dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan: Negara memberikan jaminan keamanan
dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, namun tata cara perlindungan khusus belum diatur
dalam peraturan pemerintah sebagaimana perlindungan terhadap hakim dalam mengadili perkara
tindak pidana terorisme.

PENUTUP

A. Simpulan
Kode Etik Hakim adalah seperngkat norma etik bagi Hakim dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara. Kode etik
juga memuat norma-norma etik bagi Hakim dalam tata pergaulan di dalam dan di luar
institusi.Dasar Hukum dari Kode Etik dan Pedoman Perilaku hakim diatur dalam Surat
Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi
Yudisial Republik Indonesia Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 - 02/SKB/P.KY/IV/2009
tanggal 8 April 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. kode etik ini
dimaksudkan sebagai sebuah panduan bagi profesi dalam bertindak serta berperilaku
sesuai dengan etika profesinya. Sehingga adanya kode etik ini sangat membantu dan
memudahkan bagaimana seharusnya seorang hakim dapat bersikap sebagaimana
mestinya sesuai kode etik. Pada dasarnya Prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut :
(1) Berperilaku Adil, (2) Berperilaku Jujur, (3) Berperilaku Arif dan Bijaksana, (4)
Bersikap Mandiri, (5) Berintegritas Tinggi, (6) Bertanggung Jawab, (7) Menjunjung
Tinggi Harga Diri, (8) Berdisplin Tinggi, (9) Berperilaku Rendah Hati, (10) Bersikap
Profesional. Namun pada ada kenyataanya dalam pengimplementasian kode etik hakim
tersebut masih belum dapat dilakukan sepenuhnya atau tidak dapat dilakukan 100%
sesuai dengan dasar hukum atau undang undangnya.

B. Saran
Sebagaimana dengan adanya kode etik sebagai peraturan profesi hakim,
sebaiknya seorang hakim:
a. Dari dirinya sendiri (hakim); mampu mempertanggungjawabkan sikap dan
tingkah lakunya baik di dalam maupun di luar kedinasannya. Mampu profesional,
bahkan menyangkal dirinya sendiri demi tugas mulia yang dibawah sumpah
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Lebih kepada iman takwanya secara pribadi untuk
mendukung moralitas dan integritasnya sebagai manusia yang berpegang teguh
pada keadilan.
b. Pemberian sanksi atas pelanggaran/ketidak mampuan hakim dalam
mempertanggungjawabkan tindakannya secara teknis atau dikenal dengan istilah
unprofessional conduct.
c. Pemberian penghargaan (reward) kepada hakim yang berprestasi guna
mendorong para hakim menaati peraturan kode etik hakim.

Diharapkan Komisi Yudisial (KY) tetap memegang teguh pendirian dalam


mengawasi sikap perilaku hakim, tanpa intervensi dari pihak lain maupun
menyalahgunakan jabatannya sebagai badan pengawas ekstern, Komisi Yudisial juga
dituntut untuk berpikir secara kreatif guna mencari strategi yang tepat agar perjalanan
tugas dan wewenangnya tersebut terus dapat berjalan secara optimal. Kemudian dengan
adanya jejaring dari masyarakat sipil yang membantu Komisi Yudisial dalam penelitian
putusan hakim untuk mengetahui kualitas hakim dan investigasi perilaku hakim untuk
mengetahui integritasnya tersebut, akan menjadikan di satu sisi KY mendapatkan literatur
penting dalam peningkatan kemampuan para hakim dalam menangani perkara.

Anda mungkin juga menyukai