Anda di halaman 1dari 22

MANUSIA : Kodrat dan Kedudukannya

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

FIQIH SIYASAH

Dosen Pengampu :MAKRUM KHOLIL, Dr., M.Ag

Disusun oleh :

1. Nur Amaliyah (1520005)

2. Akmal Yusuf Alfaruq (1520007)

3. Dista Rakasiwi (1520008)

Semester/ Kelas: 3 / A

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena berkat limpahan rahmat dan karuniaNya saya dapat

menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini

bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah“Fiqih siyasah “. Adapun materi yang dibahas
dalam makalah ini adalah “MANUSIA : Kodrat dan Kedudukannya”

Akhirnya saya berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan

Bagi para pembaca.Saya menyadari bahwa makalah ini masih memiliki

Banyak kesalahan,dan kekurangan serta jauh dari sempurna maka dari

Itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Pekalongan, 1 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................3
1. Latar Belakang....................................................................................................................................3
2. Rumusan Masalah...............................................................................................................................5
3. Tujuan.................................................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
1. Kodrat Dan Kedudukan Manusia.........................................................................................................6
2. Manusia makhluk yang sempurna.....................................................................................................12
2. Menjadi Khalifah...............................................................................................................................14
3. Malaikat pun Bersujud Kepada Manusia...........................................................................................14
BAB III......................................................................................................................................................19
PENUTUP.................................................................................................................................................19
A. Kesimpulan.......................................................................................................................................19
B. Kritik Dan Saran...............................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................21
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Istilah fiqh siyasah tersusun dari dua kata yaitu “fiqh” dan “siyasah”. Pengertian siyasah baik
secara epistemologi maupun terminologis dapat digaris bawahi bahwa siyasah itu berkaitan
erat dengan masalah mengatur, mengurus, memimpin manusia/umat/rakyat dalam konteks
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga mereka dapat menggapai segala
manfaat sekaligus terhidar dari segala macam mudharat. Maka pengertan fiqh siyasah, baik
secara epistemologis maupun terminologis, dapat diartikan sebagai berikut, “ilmu seluk-
beluk pengaturan negara yang sejalan dengan prinsip-prinsip syariat yang lahir dari hasil
pemahaman para ulama mujtahid dari dalil-dalilnya yang rinci (utamanya ayat al-Qur’an dan
Hadits) guna membawa umat/rakyat menggapai maslahat sekaligus terhindar dari mudharat”.

Sementara ilmu politik (modern) berarti ilmu yang mempelajari tentang politik. Politik
adalah sejumlah kegiatan dalam sistem politik yang menyangkut proses menentukan tujuan
dan melaksanakan tujuan tersebut. Terdapat 5 konsep pokok di dalamnya, yakni:
negara(state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijaksanaan
(policy, beleid), pembagian (distribution) atau alokasi (allocation).

Decision-making mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut
seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang
telah dipilih. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan policies kebijaksanaan
umum yang menyangkut pengaturan dan distribution pembagian atau allocation alokasi dari
sumber-sumber dari resourses yang ada. Untuk melaksanakan kebijaksanaan itu, perlu
dimiliki power, kekuasaan dan authority kewenangan yang dipakai baik untuk menyelesaikan
konflik yang timbul, baik bersifat persuasi (meyakinkan) maupun paksaan coercion.

Dari pendefenisian fiqh siyasah dan ilmu politik, maka ilmu politik Islam secara sederhana
dapat didefenisikan sebagai produk pemikiran ulama atau ahli tentang politik. Hanya saja
berangkatnya berasal dari atau dibatasi oleh sumber-sumber ajaran Islam.

Obyek pembahasan fiqh siyasah tak ada keseragaman pedapat d kalangan para pakar
ketatanegaraan Islam. Berdasar penelitian Ahmad Sukardja[8], disebutkan beberapa hal
yang menjadi obyek pembahasan fiqh siyasah. Beberapa hal yang dimaksud adalah sebagai
berikut : (1) masalah urgensi pembentukan sebuah negara dalam Islam, (2) masalah
pentingnya mengangkat dan membatasi kekuasaan kepala negara, (3) masalah sumber
kedaulatan negara, (4) masalah sumber pendapatan dan anggaran belanja negara, (5)
masalah hubungan nternasional, (6) masalah bentuk negara, (7) masalah damai dan perang,
(8) masalah hak-hak politik negara, (9) masalah pembentukan partai politk, dan lain-lain
masalah yang berkaitan dengan politik ketatanegaraan. Sementara dalam buku al-Siyasah al-
Syar’iyyah, Abd Wahhab Khallaf, secara garis besar membagi obyek pembahasan fiqh
siyasah itu ke dalam tiga bidang, yaitu siyasah dusturiyyah (masalah konstitusi), siyasah
kharijiyyah (hubungan internasional), dan siyasah malliyah (masalah ekonomi).

Seperti terungkap dalam Contemporary Political Science terbitan Unesco 1950[9], ilmu
politik, dan tampaknya juga dapat disebut ilmu politik Islam dibagi dalam empat bidang,
yaitu :

Teori politik: Teori politik dan Sejarah perkembangan ide-ide politik.

Lembaga-lembaga politik: UUD, Pemerintahan nasional, Pemerintahan daerah dan lokal,


Fungsi ekonomi dan sosial dari pemerintah, Perbandingan lembaga-lembaga politik.

Partai-partai, groups, dan pendapat umum: partai-partai politik, golongan-golongan dan


asosiasi-asosiasi, partisipasi warga negara dalam pemerintah dan administrasi internasional,
hukum internasional.

2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kodrat dan kedudukan ?
2. Bagaimana kodrat dan kedudukan manusia dalam Fiqih Siyasah ?

3. Tujuan
1. Kodrat terdiri atas dua unsure yaitu makhluk individu dan makhluk sosial, dan
kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk berdiri sendiri dan makhluk Tuhan Yang
Maha Esa.
Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial,
sedangkan kedudukan sosial adalah tempat seseorang dalam lingkungan pergaulannya,
serta hak-hak dan kewajibannya. Kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama dan
digambarkan dengan kedudukan (status) saja.
2. Dari pendefenisian fiqh siyasah dan ilmu politik, maka ilmu politik Islam secara
sederhana dapat didefenisikan sebagai produk pemikiran ulama atau ahli tentang politik.
Hanya saja berangkatnya berasal dari atau dibatasi oleh sumber-sumber ajaran Islam.
Obyek pembahasan fiqh siyasah tak ada keseragaman pedapat d kalangan para pakar
ketatanegaraan Islam. Berdasar penelitian Ahmad Sukardja, disebutkan beberapa hal
yang menjadi obyek pembahasan fiqh siyasah. Beberapa hal yang dimaksud adalah
sebagai berikut : (1) masalah urgensi pembentukan sebuah negara dalam Islam, (2)
masalah pentingnya mengangkat dan membatasi kekuasaan kepala negara, (3) masalah
sumber kedaulatan negara, (4) masalah sumber pendapatan dan anggaran belanja negara,
(5) masalah hubungan nternasional, (6) masalah bentuk negara, (7) masalah damai dan
perang, (8) masalah hak-hak politik negara, (9) masalah pembentukan partai politk, dan
lain-lain masalah yang berkaitan dengan politik ketatanegaraan.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Kodrat Dan Kedudukan Manusia


1. Manusia sebagai Khalifah di muka bumi

Al-Quran memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia, bukan
sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Al-Quran justru memuliakan manusia
sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju suatu kehidupan
spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia harus melewati rintangan dan
cobaan dengan beban dosa saat melakukan kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini.

Al-quran pun mempunyai beberapa istilah untuk menunjukan pengertian manusia, seperti
apa contohnya? Pertama, yaitu basyar. Kata basyar menunjuk pada pengertian manusia
sebagai makluk biologis dalam QS Ali Imran : 47 . 

Kedua, yaitu al-insan. Kata al-insan dihubungkan dengan beberapa pengertian, pertama
al-insan dihubungkan dengan khalifah sebagai penanggung amanah dalam QS Al-Ahzab :
72, kedua al-insan dihubungankan dengan predisposisi negatif dalam diri manusia
misalnya sifat keluh kesah, kikir dalam QS Al-Ma'arij :19-21 dan ketiga al-insan
dihubungkan dengan proses penciptaannya yang terdiri dari unsur materi dan nonmateri
menurut QS Al-Hijr :28-29. 

 Sebagai Khalifah di bumi, manusia memunyai peranan penting yang dijalankan


samapai akhir zaman, diantaranya :

1) Memakmurkan Bumi (al-'imarah)


Pembangunan materi, dengan memanfaatkan kekayaan alam yang telah disediakan Allah
di muka bumi tercinta ini dengan arahan dan syariat yang lurus. Khalifah jugaharus
berupaya untuk menjadikan manusia pada zamannya memiliki peradaban yang baik.
2) Memelihara Bumi (ar-ri'ayah)
Khalifah menjaga bumi dari kerusakan atau kehancuran alam, baik itu yang disebabkan
alam sendiri maupun oleh tangan-tangan jahil para manusia.

3) Perlindungan (al-hifdh)
Khalifah memiliki fungsi untuk melindungi bumi dan seisinya, yang terkandung atas lima
pokok kehidupan yaitu, agama (aqidah), jiwa manusia, harta kekayaan, akal pikiran, dan
keturunan (kehormatan).

Melihat betapa besarnya peran manusia diatas, maka para Malaikat bersujud kepada Nabi
Adam sebagai penghormatan betapa besarnya peranan dari makhluk baru yang diciptakan
oleh Allah swt, sujud yang menandakan betapa besarnya jati diri manusia itu dari para
malaikat, sujud yang menandakan betapa identitas manusia itu sangat dimuliakan oleh
Allah swt.

)50 :‫ق ع َْن أَ ْم ِر َربِّ ِه (الكهف‬


َ ‫يس َكانَ ِمنَ ْال ِجنِّ فَفَ َس‬
َ ِ‫َوإِ ْذ قُ ْلنَا لِ ْل َماَل ئِ َك ِة ا ْس ُجدُوا آِل َد َم فَ َس َجدُوا إِاَّل إِ ْبل‬

"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada
Adam", maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia
mendurhakai perintah Tuhannya."

Kedudukan kodrat manusia. Pada hakikatnya kedudukan manusia adalah sebagai: (a)
Makhluk berdiri sendiri, yaitu manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan adalah otonom,
mempunyai eksistensi sendiri memiliki pribadi sendiri. (b) Makhluk Tuhan, manusia
pada hakikatnya merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Jadi manusia
adalah berasal dari Tuhan di atas manusia masih terdapat Dzat yang Maha Esa dan Maha
Kuasa. Jadi Tuhan adalah sebagai sebab pertamaUnsur-unsur hakikat manusia tersebut,
masing-masing merupakan kedua-tunggalan (monodualis), yaitu susunan kodrat manusia
yaitu terdiri atas dua unsur yang merupakan suatu kesatuan yaitu raga jiwa, sifat kodrat
manusia yang terdiri atas dua unsur yang merupakan suatu kesatuan yaitu makhluk
individu dan makhluk sosial, dan kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk berdiri
sendiri dan makhluk Tuhan yang Mahaesa. Keseluruhan unsur-unsur hakikat manusia
pada hakikatnya mewujudkan suatu keutuhan (ketunggalan) jadi bersifat ‘majemuk
tunggal’atau ‘monopluralis’ (Notonagoro, 1975: 89). Dalam kenyataan hidup manusia
tadi harusdijelmakan dalam suatu perbuatan lahir maupun batin yang seharusnya
memenuhi tunggalan (majemuk-tunggal) (monopluralis) tadi. Jadi agar manusia benar-
benar sebagai manusia maka harus mampu menjelmakan unsur-unsur hakikat manusia
yang bersifat ‘monopluralis’ tadi dalamperbuatan lahir dan batin dalam kehidupan sehari-
hari.Moralitas Musyawarah-Mufakatdalam moralitas manusia merupakan suatu potensi
kejiwaan manusia. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa unsur poptensi jiwa manusia
adalah akalyang berkaitan dengan kemampuan intelektual, keilmuan, kreativitas,
kecerdasan dan lainnya. Rasaadalah potensi kejiwaan manusia yang berkaitan dengan
keindahan, keselarasan antara lain dalam hubungannya dengan seni. Adapun kehendak
adalah berkaitan dengan potensi kejiwaan manusia yang berkaitan dengan tingkah laku
moralitas manusia. Aspek kehendak ini merupakan potensi kejiwaan manusia dan
merupakan basis bagi tingkah laku manusia yang bersifat susila, etis dan baik. Hal inilah
yang merupakan sumber moralitas musyawarah-mufakat. Meminjam istilah Imam Al-
Ghazali bahwa dalam diri manusia terdapat unsur al-aql(akal), al-Qalb(hati nurani), dan
al-nafs(nafsu). Al-qalb atau hati nurani adalah sumber kebaikan moralitas manusia yang
bersumber kepada wahyu Allah. Berdasarkan pengertian tersebut hakikat manusia
‘individu-makhluk sosial’ terkandung unsur ‘hak’ namun juga ‘wajib’. Bagi filsafat
liberalisme hakikat manusia adalah sebagai makhluk individu yang bebas, sehingga
dalam dirinya terkandung hak. Sementara Hobbes mendeskripsikan bahwa, dalam
kehidupan masyarakat terjadilah persaingan-perebutan hak sehingga kondisi demikian
dilukiskan sebagai ‘homo homini.
Ayat tersebut menjadi pondasi dasar pertanyaan terpenting dalam kehidupan manusia,
kenapa Allah menciptakan manusia ? apa tujuan dari eksistensi/wujud manusia di muka
bumi ini ? Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan pertama dalam masalah aqidah, yang
fungsi jawabannya untuk menentukan tujuan dari eksistensi dan tugas manusia di bumi
ini.
Seakan dikatakan kepada manusia “Anda adalah Khalifah yang bertanggung jawab untuk
memakmurkan bumi, memperbaikinya , dan memanfaatkan seluruh alam semesta untuk
membantu peranmu.”

 Makna Khalifah

Makna Khalifah bisa diketahui dengan cara melakukan pendalaman terhadap ayat-ayat al
Quran yang menggunakana kata Khalifah atau derivasinya, bisa dalam bentuk jama’
ataupun fi’il nya.

Lafadz Khalifah dalam bentuk mufrod/tunggal disebutkan dua kali di dalam al Quran:

Al-Baqarah: 30, dalam tema awal penciptaan manusia.

ِ ْ‫اع ٌل فِي اأْل َر‬


ً‫ض َخلِيفَة‬ ِ ‫َوإِ ْذ قَا َل َربُّكَ لِ ْل َماَل ئِ َك ِة إِنِّي َج‬

Dan ketika Tuhanmu berkata kepada para malaikat, “Aku akan menciptkan di bumi ini
seorang Khalifah”

Shad: 26, dalam kisah pengangkatan Nabi Dawud sebagai Khalifah.


ِ ‫ك ع َْن َسبِي ِل هَّللا‬ ِ ُ‫ق َواَل تَتَّبِ ِع ْالهَ َوى فَي‬
َ َّ‫ضل‬ ِّ ‫اس بِ ْال َح‬ ِ ْ‫ك خَ لِيفَةً فِي اأْل َر‬
ِ َّ‫ض فَاحْ ُك ْم بَ ْينَ الن‬ َ ‫يَا دَا ُوو ُد إِنَّا َج َع ْلنَا‬

“Wahai Dawud, Aku telah jadikan dirimu sebagai Khalifah di bumi ini, maka tegakkan
hukum di tengah-tengah manusia dengan kebenaran, jangan ikuti hawa nafsu sehingga
menyesatkanmu dalam menempuh jalan Tuhanmu”
Para ulama berbeda pendapat dalam mentafsirkan lafadz khalifah yang terdapat dalam
surat al-Baqarah ayat 30, namun tidak berbeda pendapat pada surat Shad ayat 26.
Perbedaan tersebut seputar siapakah yang dimaksud sebagai “kholifah/pengganti” itu dan
siapakah yang digantikannya?
Ada tiga pendapat yang disimpulkan Imam Mawardi untuk memberikan jawaban dan
khazanah pemikiran dari perbedaan pendapat tersebut: Pertama, dinisbatkan kepada Ibnu
Abbas, Khalifah adalah Nabi Adam dan seluruh manusia, diciptakan untuk mengganti
makhluk penghuni bumi sebelumnya. Kedua, Khalifah adalah seluruh anak-cucu Nabi
Adam as. Mereka diciptakan dari generasi ke generasi, generasi pertama mengganti Nabi
Adam, yang baru mengganti yang lama, berkesinambungan. Pendapat ini dilontarkan
tokoh dan ulama terkemuka periode tabi’in, Imam Hasan al-Bashri . Ketiga, pendapat Ibn
Mas’ud, khalifah ditafisirkan dengan Nabi Adam dan juga sebagian anak-cucunya,
diciptakan Allah menjadi pengganti-Nya dalam memberi keputusan hukum diantara
manusia.
Sedangkan ayat-ayat yang menggunakan kata turunan/derivasi dari Khalifah, khususnya
bentuk jamak (khalaif fil-ardl) dan kata (khulafa) dalam kumpulan ayat berikut : Al-
An’am: 165 (khalaif al-ardl), Fathir: 39, Yunus: 14 (khalaif fil-ardl) dan an-Naml: 62.
Dari kumpulan ayat-ayt tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sosok Khalifah berlaku
umum dan khusus:

1. Khalifah berlaku umum untuk seluruh manusia, pemahaman ini berdasar pada
Al-An’am: 165, Fathir: 39 (khalaif al-ardl) dan An-Naml: 62 (khulafa al-Ardl).

Ada bebrapa ayat yang senada dengan ayat diatas, yaitu: Al-An’am: 133
(yastakhlifu), Az-Zukhruf: 60 (yakhlufun) , An-Naml: 62, al-Baqarah: 30 dan al-
A’raf: 129 (wayastakhlifakum)

2. Khalifah digunakan lebih khusus untuk menyebut sebuah generasi manusia atau
suatu bangsa tertentu.

Sebagaimana lafadz (khalaif) dalam Yunus: 73, untuk menunjuk pengikut Nabi
Nuh yang menggantikan penduduk bumi yang telah musnah karena banjir .

lafad (Khulafa) dalam al-A’raf: 69, untuk menunjuk kaum ‘Ad (kaum Nabi Hud) sebagai
pengganti kaum Nabi Nuh.
Lafadz yang sama di al-A’raf: 74 ditujukan kepada kaum Tsamud (kaum Nabi Shalih)
sebagai pengganti kaum ‘Ad.

Lafatdz-lafadz tersebut bermakna masing-masing bangsa mengganti bangsa sebelumnya


bukan dalam menduduki tempat atau kawasan tertentu, namun dalam memakmurkan
bumi.

3- Khalifah digunakan lebih khusus lagi, untuk individu yaitu Nabi Dawud, yaitu
dalam Shad: 26 karena mengganti nabi sebelumnya .

2. Manusia makhluk yang sempurna


Semua konteks al-insan ini menunjuk pada sifat-sifat manusia psikologis dan spiritual. Lalu
yang ketiga, yaitu an-nas. Kata an-nas dalam al-quran mengacu kepada manusia sebagai
makhluk social dengan karakteristik tertentu misalnya mereka mengaku beriman padahal
sebenarnya tidak menurut QS Al-Baqarah : 8.

Manusia merupakan salah satu makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna, mengapa
demikian? Manusia diciptakan dari tanah dengan bermacam-macam istilah yaitu turab
( tanah ), tanah kering ( thin ), dan lain-lain.

Tentunya hal ini menunjukan bahwa fisik manusia berasal dari macam-macam bahan yang
ada di dalam tanah menurut Al-Mu'minun 12-16 . Manusia dikaruniai akal dan pikiran oleh
Allah SWT, akal dan pikiran tersebut yang akan menuntun manusia dalam menjalankan
perannya.

Lalu apa keistimewaan manusia dibandingkan dengan makhluk lain ? Di banding makhluk
lainnya, manusia mempunyai kelebihan. Kelebihan itu membedakan manusia dengan makhluk
lainnya. Salah satu kelebihan manusia adalah kemampuan untuk bergerak di darat, di laut
maupun di udara. Sedangkan binatang hanya mampu bergerak di ruang yang terbatas.

Walaupun ada binatang yang dapat hidup di darat dan di air, namun tetap saja mempunyai
keterbatasan dan tidak bisa melampaui manusia. Mengenai kelebihan manusia atau makhluk
lain ada pada surat al-Isra ayat 70.
Di samping itu manusia memiliki akal dan hati sehingga dapat memahami ilmu yang
diturunkan Allah, berupa al-Quran. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah
menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya. Oleh karena itu ilmunya manusia di
lebihkan dari makhluk lainnya.

Sesungguhnya kedudukan manusia di hadapan Tuhan, sama sekali tidak ditentukan oleh
warna kulit, kedudukan, kekayaan, atau apapun hal-hal yang bersifat material, akan tetapi
hanya bergantung pada keimanan, ketakwaan dan kesempurnaan seseorang. Dengan
kualifikasi seperti itulah seseorang akan menjadi contoh dan teladan. Dalam pandangan Al-
Quran, manusia sempurna seperti Rasulullah SAW dan keluarganya yang suci, merupakan
teladan dan figur bagi manusia yang lainnya.

Oleh karena itu, jika manusia sempurna tersebut adalah seorang lelaki, maka ia bukan saja
teladan dan figur bagi laki-laki, akan tetapi ia juga teladan bagi semua manusia. Begitu pula
jika manusia sempurna tersebut seorang perempuan, maka ia bukan hanya teladan bagi
perempuan saja, melainkan lebih dari itu ia juga teladan dan panutan bagi seluruh manusia –
lelaki maupun perempuan – yang mesti diikuti. Oleh sebab itu, setiap kali Al-Quran berbicara
masalah kesempurnaan dan nilai-nilai agung yang akan dicapai oleh manusia, maka ia akan
menyebutkan perempuan bersamaan dengan lelaki.

Seperti pada surah Al-Ahzab ayat 35 disebutkan: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan
muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-
laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-
laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar.” Demikianlah ayat tersebut, membuktikan betapa
Islam tidak membedakan lelaki dan perempuan dari sisi nilai dan kesempurnaan.

3. Manusia istimewah dihadapan Allah SWT


Apa saja keistimewaan yang dimiliki manusia dalam ayat-ayat Alquran?

1. Memiliki Ilmu Pengetahuan

Manusia memiliki potensi kemampuan memahami berbagai macam ilmu, karena manusia
dibekali akal yang dengannya bisa berpikir dan mengolah berbagai macam ilmu pengetahuan.
Suatu kemampuan yang tidak dimiliki makhluk lainnya.

“Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para
malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang
benar!. Mereka menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang
telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui,
Mahabijaksana. Dia (Allah) berfirman, “Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-
nama itu!” Setelah Adam menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, “Bukankah telah Aku
katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa
yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?” (QS: Albaqoroh: 31-33)

2. Menjadi Khalifah
Dari sisi wujud, manusia memiliki kepantasan menjadi khalifah di muka bumi. Memiliki
potensi dan kelayakan mewarisi serta menjaga bumi agar tetap menjadi tempat yang layak
ditinggali dan tempat makhluk-makhluk lain bertasbih kepada Sang Pencipta.

“Dan ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan
khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang
merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan
menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui.” (QS: Albaqarah:30)

3. Malaikat pun Bersujud Kepada Manusia


Di antara bukti lain dari kedudukan tinggi manusia adalah Allah menyuruh para malaikat-
Nya untuk bersujud kepada manusia, sebagai bukti ketundukan dan ketaatan malaikat
kepada perintah Allah.

“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku akan


menciptakan manusia dari tanah. Kemudian apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya
dan Aku tiupkan roh (ciptaan)-Ku kepadanya; maka tunduklah kamu dengan bersujud
kepadanya.” (QS: Shad:71-72)

4. Mampu Mengungkap Rahasia Alam Semesta

“Dan Dialah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daging yang
segar (ikan) darinya, dan (dari lautan itu) kamu mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai.
Kamu (juga) melihat perahu berlayar padanya, dan agar kamu mencari sebagian karunia-
Nya, dan agar kamu bersyukur.” (QS. Anahl: 14)

5. Memiliki Akal Sempurna untuk Mengetahui Baik dan Buruk

Di antara keistimewaan penting manusia adalah pengetahuan baik dan buruk yang dipahami
oleh akalnya. Karena pengetahuan akan kebaikan inilah yang akan menjadikan manusia
sempurna menuju kepada kesucian. Namun sebaliknya, jika menentang akal dan
memperturutkan hawa nafsu akan mejerumuskan, dan menjadikannya makhluk yang hina.

“Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan)
kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu).
Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (QS: Assyam: 7-10)

6. Dibekali Fitrah Tauhid


Manusia dibekali fitrah untuk bertauhid kepada Allah sebagai penciptanya. Manusia memiliki
kecendrungan kepada agama, mencari pencipta lalu tunduk menyembah-Nya. Jika tidak,
niscaya dalam hidupnya akan senantiasa gelisah. Tidak akan pernah tentram selama belum
bersama Tuhan.

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah
disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada
ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS:
Arrum: 30)

7. Manusia Memiliki Tugas

Dari beberapa pendapat ahli tafsir tersebut dapat difahami bahwa tugas hidup manusia – yang
merupakan amanah dari Allah – itu pada intinya ada dua macam, yaitu : ’Abdullah (menyembah
atau mengabdi kepada Allah), dan Khalifah Allah, yang keduanya harus dilakukan dengan penuh
tanggung jawab.

1. Tugas manusia sebagai ’Abdullah (hamba Allah):

Tugas hidup manusia sebagai ’Abdullah merupakan realisasi dari mengemban amanah dalam
arti: memelihara beban/tugas-tugas kewajiban dari Allah yang harus dipatuhi, kalimah La ilaaha
illa Allah atau kalimat tauhid, dan atau ma’rifah kepadaNya. Sedangkan Khalifah Allah
merupakan realisasi dari mengemban amanah dalam arti: memelihara, memanfaatkan, atau
mengoptimalkan penggunaan segala anggota badan, alat-alat potensial (termasuk indera, akal
dan qalbu) atau potensi-potensi dasar manusia, guna menegakkan keadilan, kemakmuran dan
kebahagiaan hidup.
Tugas hidup manusia sebagai ’abdullah bisa difahami dari firman Allah dalam Q.S. Adz-
Dzariyat ayat 56: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”.

Mengapa manusia bertugas sebagai ‘abdullah? Untuk menjawab masalah ini bisa dikaitkan
dengan proses kejadian manusia yang telah dikemukakan terdahulu. Dari uraian terdahulu dapat
difahami bahwa pada dasarnya manusia terdiri atas dua substansi, yaitu jasad/materi dan
roh/immateri. Jasad manusia berasal dari alam materi (saripati yang berasal dari tanah), sehingga
eksistensinya mesti tunduk kepada aturan-aturan atau hukum Allah yang berlaku di alam materi
(Sunnatullah). Sedangkan roh-roh manusia, sejak berada di alam arwah, sudah mengambil
kesaksian di hadapan Tuhannya, bahwa mereka mengakui Allah sebagai Tuhannya dan bersedia
tunduk dan patuh kepadaNya (Q.S. al-A’raf: 172). Karena itulah, kalau manusia mau konsisten
terhadap eksistensi dirinya atau naturnya, maka salah satu tugas hidup yang harus dilaksana-
kannya adalah ’abdullah (hamba Allah yang senantiasa tunduk dan patuh kepada aturan dan
KehendakNya serta hanya mengabdi kepadaNya).

Hanya saja diri manusia juga telah dianugerahi kemampuan dasar untuk memilih atau
mempunyai “kebebasan” (Q.S. al-Syams: 7-10), sehingga walaupun roh Ilahi yang melekat pada
tubuh material manusia telah melakukan perjanjian dengan Tuhannya (untuk bersedia tunduk
dan taat kepadaNya), tetapi ketundukannya kepada Tuhan tidaklah terjadi secara otomatis dan
pasti sebagaimana robot, melainkan karena pilihan dan keputusannya sendiri. Dan manusia itu
dalam perkembangannya dari waktu ke waktu suka melupakan perjanjian tersebut, sehingga
pilihannya ada yang mengarah kepada pilihan baiknya (jalan ketaqwaan) dan ada pula yang
mengarah kepada pilihan buruknya (jalan kefasikan). Karena itu Allah selalu mengingatkan
kepada manusia, melalui para Nabi atau Rasul-rasulNya sampai dengan Nabi Muhammad SAW.
sebagai nabi/rasul terakhir, agar manusia senantiasa tetap berada pada naturnya sendiri, yaitu
taat, patuh dan tunduk kepada Allah SWT. (’abdullah). Setelah rasulullah SAW. wafat, maka
tugas memperingatkan manusia itu diteruskan oleh para shahabat, dan para pengikut Nabi SAW.
(dulu sampai sekarang) yang setia terhadap ajaran-ajaran Allah dan rasulNya, termasuk di
dalamnya adalah para pendidik muslim.

2. Tugas manusia sebagai Khalifah Allah


Tugas hidup manusia juga sebagai khalifah Allah di muka bumi. Hal ini dapat difahami dari
firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah: 30:

”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Apa yang dimaksud dengan khalifah? Kata khalifah berasal dari kata “khalf” (menggantikan,
mengganti), atau kata “khalaf” (orang yang datang kemudian) sebagai lawan dari kata “salaf”
(orang yang terdahulu). Sedangkan arti khilafah adalah menggantikan yang lain, adakalanya
karena tidak adanya (tidak hadirnya) orang yang diganti, atau karena kematian orang yang
diganti, atau karena kelemahan/tidak berfungsinya yang diganti, misalnya Abu Bakar ditunjuk
oleh umat Islam sebagai khalifah pengganti Nabi SAW, yakni penerus dari perjuangan beliau
dan pemimpin umat yang menggantikan Nabi SAW. setelah beliau wafat, atau Umar bin Khattab
sebagai pengganti dari Abu Bakar dan seterusnya; dan adakalanya karena memuliakan (memberi
penghargaan) atau mengangkat kedudukan orang yang dijadikan pengganti. Pengertian terakhir
inilah yang dimaksud dengan “Allah mengangkat manusia sebagai khalifah di muka bumi”,
sebagaimana firmanNya dalam Q.S. Fathir ayat 39, Q.S. al-An’am ayat 165.

Manusia adalah makhluk yang termulia di antara makhluk-makhluk yang lain (Q.S. al-Isra’: 70)
dan ia dijadikan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk/kejadian, baik fisik maupun psikhisnya
(Q.S. al-Tin: 5), serta dilengkapi dengan berbagai alat potensial dan potensi-potensi dasar (fitrah)
yang dapat dikembangkan dan diaktualisasikan seoptimal mungkin melalui proses pendidikan.
Karena itulah maka sudah selayaknya manusia menyandang tugas sebagai khalifah Allah di
muka bumi.

Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi antara lain menyangkut tugas mewujudkan
kemakmuran di muka bumi (Q.S. Hud : 61), serta mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan
hidup di muka bumi (Q.S. al-Maidah : 16), dengan cara beriman dan beramal saleh (Q.S. al-Ra’d
: 29), bekerjasama dalam menegakkan kebenaran dan bekerjasama dalam menegakkan kesabaran
(Q.S. al-’Ashr : 1-3). Karena itu tugas kekhalifahan merupakan tugas suci dan amanah dari Allah
sejak manusia pertama hingga manusia pada akhir zaman yang akan datang, dan merupakan
perwujudan dari pelaksanaan pengabdian kepadaNya (’abdullah).

Tugas-tugas kekhalifahan tersebut menyangkut: tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri; tugas
kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga; tugas kekhalifahan dalam masyarakat; dan tugas
kekhalifahan terhadap alam.

Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi tugas-tugas: (1) menuntut ilmu pengetahuan
(Q.S.al-Nahl: 43), karena manusia itu adalah makhluk yang dapat dan harus dididik/diajar (Q.S.
al-Baqarah: 31) dan yang mampu mendidik/mengajar (Q.S. Ali Imran: 187, al-An’am: 51); (2)
menjaga dan memelihara diri dari segala sesuatu yang bisa menimbulkan bahaya dan
kesengsaraan (Q.S. al-Tahrim: 6) termasuk di dalamnya adalah menjaga dan memelihara
kesehatan fisiknya, memakan makanan yang halal dan sebagainya;
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Manusia merupakan salah satu makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna,
mengapa demikian? Manusia diciptakan dari tanah dengan bermacam-macam istilah yaitu
turab ( tanah ), tanah kering ( thin ), dan lain-lain.

Tentunya hal ini menunjukan bahwa fisik manusia berasal dari macam-macam bahan yang
ada di dalam tanah menurut Al-Mu'minun 12-16 . Manusia dikaruniai akal dan pikiran oleh
Allah SWT, akal dan pikiran tersebut yang akan menuntun manusia dalam menjalankan
perannya.

Lalu apa keistimewaan manusia dibandingkan dengan makhluk lain ? Di banding makhluk
lainnya, manusia mempunyai kelebihan. Kelebihan itu membedakan manusia dengan
makhluk lainnya. Salah satu kelebihan manusia adalah kemampuan untuk bergerak di darat,
di laut maupun di udara. Sedangkan binatang hanya mampu bergerak di ruang yang terbatas.

Walaupun ada binatang yang dapat hidup di darat dan di air, namun tetap saja mempunyai
keterbatasan dan tidak bisa melampaui manusia. Mengenai kelebihan manusia atau makhluk
lain ada pada surat al-Isra ayat 70.

Di samping itu manusia memiliki akal dan hati sehingga dapat memahami ilmu yang
diturunkan Allah, berupa al-Quran. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah
menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya. Oleh karena itu ilmunya manusia di
lebihkan dari makhluk lainnya.

Sesungguhnya kedudukan manusia di hadapan Tuhan, sama sekali tidak ditentukan oleh
warna kulit, kedudukan, kekayaan, atau apapun hal-hal yang bersifat material, akan tetapi
hanya bergantung pada keimanan, ketakwaan dan kesempurnaan seseorang. Dengan
kualifikasi seperti itulah seseorang akan menjadi contoh dan teladan. Dalam pandangan Al-
Quran, manusia sempurna seperti Rasulullah SAW dan keluarganya yang suci, merupakan
teladan dan figur bagi manusia yang lainnya.

Oleh karena itu, jika manusia sempurna tersebut adalah seorang lelaki, maka ia bukan saja
teladan dan figur bagi laki-laki, akan tetapi ia juga teladan bagi semua manusia. Begitu pula
jika manusia sempurna tersebut seorang perempuan, maka ia bukan hanya teladan bagi
perempuan saja, melainkan lebih dari itu ia juga teladan dan panutan bagi seluruh manusia –
lelaki maupun perempuan – yang mesti diikuti. Oleh sebab itu, setiap kali Al-Quran
berbicara masalah kesempurnaan dan nilai-nilai agung yang akan dicapai oleh manusia, maka
ia akan menyebutkan perempuan bersamaan dengan lelaki.

B. Kritik Dan Saran


Jika ditinjau ulang, tentu didalam makalah ini tidak akan lepas dari koreksi para
pembaca.karena kami menyadari apa yang kami sajikan ini sangatlah jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran yang membangun agar nantinya makalah ini
menjadi lebih sempurna dan baik untuk dikonsumsi otak kita.
DAFTAR PUSTAKA

https://radarkudus.jawapos.com/read/2019/05/13/136821/kedudukan-manusia-dalam-islam

https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/psy/article/download/2132/1466

https://media.neliti.com/media/publications/177541-ID-kedudukan-perempuan-dalam-perspektif-
huk.pdf

http://ejournal.kopertais4.or.id/tapalkuda/index.php/pwahana/article/download/3602/2654/

http://fst.walisongo.ac.id/tugas-utama-manusia-sebagai-abdullah-dan-khalifatullah-fil-ard/

https://repository.unsri.ac.id/20830/3/4._BAB_IV_HAKIKAT_MANUSIA_MENURUT_ISLA
M.pdf

https://pasca.uin-malang.ac.id/tugas-manusia-di-bumi/#:~:text=Manusia%20sebagai
%20makhluk%20Allah%20mempunyai,tugas%20kekhalifahan%20terhadap%20diri%20sendiri
%2C

Anda mungkin juga menyukai