Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH USHUL FIQH

LAFADZ-LAFADZ YANG TIDAK JELAS MAKNANYA {KHAFI,


MUSYKIL, MUJMAL, MUTASYABIH}

Dosen Pengampu : Homaidi Hamid, S.Ag, M.Ag.

Disusun Oleh :

Vivi Candra Lasaimpu (20180730076)

Wahdatul Khairat Baeha (201807300173)

Kelas : Ekonomi Syariah B

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia, rahmat, dan
nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul Lafadz-lafadz yang Tidak Jelas Maknanya (Khafi, Musykil, Mujmal,
Mutasyabih) ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ushul Fiqh
yang di pandu oleh Bapak Homaidi Hamid..

Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing
yang telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam
proses pembuatan makalah ini. Rasa terima kasih juga hendak kami ucapkan
kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah menyumbangkan pemikiran-pemikiran
yang luar biasa, juga waktu dan tenaga, sehingga makalah ini bisa selesai pada
waktu yang telah ditentukan. Semoga bantuan baik berupa moril maupun materil
yang telah diberikan dibalas oleh Allah SWT.

Selain itu, makalah ini juga masih jauh dari kata sempurna dan memiliki banyak
kekurangan, baik dalam hal isi maupun dalam teknik penulisannya. Oleh sebab
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.

Yogyakarta, 02 Oktober 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ushul fiqh adalah ilmu yang mengandung nilai yang berguna untuk
memperbolehkan hukum syara’ tentang perbuatan dari dalil-dalilnya yang
terperinci. Ushul fiqh bermula pada masa Rasulullah SAW. Namun seiring
perkembangan zaman dan meskipun para ulama terdahulu telah berusaha
untuk mengeluarkan hukum dalam berbagai persoalan, ushul fiqh tetap
terpengaruh oleh adanya perubahan lingkungan, dan kondisi sosial
masyarakat yang ikut berkembang yang menyebabkan lahirnya faktor-
faktor persoalan baru yang tidak dapati ketetapan hukumnya dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah dan belum terpikirkan oleh para ulama terdahulu.
Maka dari itu, agar dapat mengeluarkan ketetapan tersebut, seseorang
harus mengetahui kaidan-kaidah dan memiliki kemampuan dalam
menerapkannya pada dalil-dalilnya.
Menurut Hasyim Kamali, ushul fiqh berguna untuk membantu ahli
hukum dalam memperoleh pengetahuan yang memadai tentang sumber-
sumber syariat, metode deduksi hukum dan inferensi (istimbat), juga untuk
membedakan metode deduksi mana yang paling tepat digunakan untuk
memperoleh hukum syar’i bagi masalah tersebut. Bahkan ushul fiqh juga
memungkinkan ahli hukum untuk memastikan dan membandingkan
kekuatan atau kelemahan ijtihad serta dapat pula memberikan preferensi
kepada putusan ijtihad yang paling sesuai dengan nash.1 Selain itu, ushul
fiqh juga dapat digunakan untuk mengetahui alasan-alasan pendapat para
ulama dan ini akan menjadi lebih penting ketika seseorang akan memilih
pendapat yang dipandang lebih valid atau paling tidak untuk menghindari
taklid buta.2

1
Kamsi, “Peran Aksiologi Ushul Fiqh dalam Konstruksi Akademis,” dalam Ryanta, dkk (ed.), Neo
Ushul Fiqh: Menuju Ijtihad Kontekstual, (Yogyakarta: Fakultas Syari’ah Press,2004) hal.29
2
Muhammad Hasyim Kamali, Prinsip dan Teori-teori Hukum Islam, (Ushul Fiqh0, alih Bahasa
Noorhadi, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,1996) hal. 3-4
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikatakan bahwa ushul fiqh
memegang peranan penting dalam upaya menemukan dan mengeluarkan
hukum dalil-dalil syara’, baik yang bersumber dari Al-Quran maupun As-
sunnah. Oleh karena itu, pemahaman dan pengetahuan terhadap kedua
sumber tersebut dan hal-hal yang terkait didalamnya, seperti kaidah
penafsiran berupa ‘ammn, khas, mutlaq, muqayyad, mujmal, dan
mubayyan serta yang lainnya adalah suatu keniscayaan bagi seorang
mujtahid.
Salah satu teori dari penafisran tersebut adalah memahami lafadz
dari segi maknanya, baik yang jelas maupun tidak jelas. Dimana lafadz-
lafadz yang tidak bias diartikan secara langsung (jelas) itulah yang
menyebabkan banyak perbedaan penafsiran makna terhadap lafadz
tersebut. Berdasarkan problema yang dihadapi, makalah ini akan
membahas mengenai lafadz-lafadz dari segi ketidakjelasan maknanya,
diantaranya Khafi, Musykil, Mujmal,dan Mutasyabih.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai:
1. Apa yang dimaksud dengan Khafi,Musykil, Mujmal, dan Mutasyabih?
2. Seperti apakah bentuk atau contoh dari Khafi, Musykil, Mujmal, dan
Mutasyabih?
3. Bagaimana hukum atas Khafi, Musykil, Mujmal, dan Mutasyabih?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui defenisi dan pengertian dari Khafi, Musykil,
Mujmal, dan Mutasyabih.
2. Untuk mengetahui seperti apa contoh dari Khafi, Musykil, Mujmal,
dan Mutasyabih.
3. Untuk mengenal bagaimana hukum atas Khafi, Musykil, Mujmal dan
Mutasyabih.

D. Manfaat Penulisan Makalah


Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah :
1. Manfaat bagi penulis dalam penulisan makalah ini diantaranya dapat
menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai ushul fiqh,
khususnya tentang lafadz-lafadz Khafi, Musykil, Mujmal, dan
Mutasyabih.
2. Manfaat bagi pembaca dalam penulisan makalah ini diantaranya dapat
menjadi acuan atau sarana untuk lebih mengenal dan mengetahui
tentang ushul fiqh, khususnya tentang lafadz-lafadz Khafi, Musykil,
Mujmal, dan Mutasyabih
BAB II

PEMBAHASAN

A. KHAFI
a) Pengertian

Adalah lafad yang jelas maknanya, tetapi penerapan maknanya


kepada satuan terdapat kekaburan yang bukan disebabkan oleh lafad
itu sendiri3. kemudian maknanya menjadi tidak jelas ketika lafal itu
diterapkan pada sebagian unsurnya karena sebagian unsurnya memiliki
kelebihan sifat atau kekurangan sifat.

b) Contoh

Contoh pada lafal pencuri  (ُ‫َّارق‬


ِ ‫ )الس‬ pada surat al-Mâidah ayat 38 :

ِ ‫ َوهَّللا ُ ع‬  ِۗ ‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا أَ ْي ِديَهُ َما َجزَ ا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِمنَ هَّللا‬
‫َزي ٌز َح ِكي ٌم‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬

Artinya : “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,


potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang
mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Lafad al-Sariq bermakna pencuri, jelas. Kekaburannya adalah


penerapan lafad tersebut, pencuri yang apa dan bagaimana ? apakah
kepada Nasysyal (pencopet) atau Nubassy (pembongkar makam).
Hukum khofi tidak diamalkan kecuali setelah dianalisa kesamarannya.

c) Hukum

Hukum khafî yaitu wajib mengetahui makna dari lafal tersebut


dengan sebuah pemikiran, perenungan, pemahaman pada faktor-faktor
yang menjadi sebab tersembunyinya makna tersebut.4 Para ulama
menilai bahwa pencopet itu memiliki kelebihan sifat dibandingkan
3
Muhammad Mustafa Syalabi, Op.Cit, hlm.463-465
4
Homaidi Hamid, hal.131
pencuri. Pencuru umumnya mengambil harta ketika pemilikinya tidur,
sedangkan pencopet mengambil harta ketika pemiliknya terjaga.
Dengan kata lain pencopet itu adalah pencuri plus. Karena itu ulama
sepakat, pencopet dikenai hukuman potong tangan sebagaimana
pencuri.

B. Musykil
a) Pengertian

Adalah lafad yang sighatnya sendiri tidak menunjukkan kepada arti


yang dikehendaki, harus ada qarinah yang menunjukkan salah satu
maknanya. Penyebab kemusykilan adalah lafad tersebut adalah
musytarak.5

b) Contoh

Dan yang termasuk lafal musykil yaitu lafal musytarak yang


mempunyai dua makna atau lebih tanpa adanya penentuan makna
yang kuat, dan tidak dapat diketahui kecuali dengan dalil. Misalnya
lafal (‫ )أنى‬ pada surat al-Baqarah ayat 223 :

‫وا أَنَّ ُكم ُّمالَقُوهُ َوبَ ِّش ِر‬


ْ ‫وا هّللا َ َوا ْعلَ ُم‬
ْ ُ‫وا ألَنفُ ِس ُك ْم َواتَّق‬ ْ ُ‫ث لَّ ُك ْم فَأْت‬
ْ ‫وا َحرْ ثَ ُك ْم أَنَّى ِش ْئتُ ْم َوقَ ِّد ُم‬ ٌ ْ‫نِ َسآ ُؤ ُك ْم َحر‬
َ‫ْال ُم ْؤ ِمنِين‬

Artinya : “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok


tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu
bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik)
untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa
kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-
orang yang beriman.”

c) Hukum

5
Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.55
Cara untuk menghilangkan kemusykilan suatu lafad adalah dengan
berijtihad. Hukum lafad musykil adalah tidak diamalkan sampai
makna yang diinginkan dapat diketahui.6

C. Mujmal

a) Pengertian
Secara Bahasa, mujmal berarti samar. Secara istilah, para ushul fiqh
mendeskripsikan mujmal sebagai:
 Menurut Imam Sarakhasi , mujmal adalah suatu lafal yang tidak
dapat dipahami maksudnya kecuali ada penjelasan dari yang
mengeluarkan lafal mujmal itu dan melalui penjelasannya
diketahui maksud lafal tersebut.
 Menurut Wahab al-zuhaili, mujmal adalah lafal yang sulit
dipahami maksudnya,kecuali melalui penjelasan dari mutakallim
(orang yang mengucapkannya).
 Menurut Jalaluddin Abd. Rahman, mujmal sebagai lafal yang
dalalahnya tidak jelas.7

Jadi dapat disimpulkan bahwa mujmal merupakan suatu lafal yang dikutip
oleh syar’i dari makna kebahasaannya dan ditetapkan untuk berbagai
makna terminologis yang bersifat syar’I secara khusus seperti lafazh
shalat, zakat, puasa, dan sebagainya.

b) Contoh
 Lafal yang gharib (asing) yang ditafsirkan oleh nash sendiri dengan
makna khusus, contoh , lafadz Al-Qari’ah ayat 1-4 :

6
Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm.287-289

7
http://susilawatirahmadi.blogspot.co.id/2015/01/qawaid-al-tafsir-dalalah-sharih-ghairu.html
Artinya: “ Hari kiamat. Apakah hari kiamat itu? Tahukah kamu
apakah hari kiamat itu? Pada hari itu manusia adalah seperti anai-
anai yang bertebaran. Dan gunung-gunung adalah seperti bulu
yang dihambur-hamburkan”. (Al-Qori’ah : 1-4 )

Dari ayat diatas, dapat di katakana bahwa suatu lafal dapat menjadi
mujmal karena maknanya musytarak, dipalingkan dari makna
Bahasa pada makna syara dan lafal itu jarang dipergunakan.8
Setidaknya ada dua sebab lafal tersebut merupakan lafal mujmal.

Contoh 2, lafal (‫ )الهلوع‬dalam firman Allah pada surat Al-Ma’arij:


19-21

21( ً ‫) َوإِ َذا َم َّسهُ ْال َخ ْي ُر َمنُوعا‬20( ً ‫) إِ َذا َم َّسهُ ال َّشرُّ َج ُزوعا‬19( ً ‫ق هَلُوعا‬
َ ِ‫إِ َّن اإْل ِ ن َسانَ ُخل‬

Artinya : “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah


lagi kikir (19) Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah (20)
dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir (21).”

Pada ayat 19 diatas terdapat lafal (‫ )الهلوع‬yang tidak dapat dipahami


karena termasuk lafal asing sehingga Allah menjelaskan dengan
ayat selanjutnya.9

 Pemalingan dari makna lughawi (etimologi) ke makna ishthilahi


(terminologi)

Contoh 1, Pada surah Al-Baqarah : 43

8
Mukhtar Yahya, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,2000) h. 289-290
9
Abdul Wahhab Khallaf, ‘Ilmu Ushul Fiqh, Dar Al-hadits, Kairo, tc., 2003, hal.161
Apabila terhadap lafal mujmal itu mendapat penjelasan dari syara’
secara sempurna maka mujmal menjadi mufassar. Ayat diatas
dijelaskan melalui hadits Nabi Muhammad SAW, baik dengan
perkataan maupun perbuatan yang menjelaskan detil-detilnya,
mengenai rukun,syarat, dan caranya.
Contoh 2, Seperti lafal shalat, zakat, puasa dan lafal lainnya yang
Allah palingkan dari makna lughâwî dan digunakan di dalam
makna syariat yang tidak diketahui melalui aspek bahasa
melainkan dijelaskan lewat hadits-hadits Nabi Muhammad Saw.
c) Hukum
Mujmal yaitu kita bersikap tawaqquf (diam) dalam menentukan
maksud tersebut maka tidak boleh mengamalkannya kecuali jika ada
penjelasan dari syâri’. Jika penjelasan tersebut sempurna dan jelas maka
lafal hukum mujmal berpindah ke hukum mufassar dan hukumnya
berlaku. Seperti lafal shalat, zakat dan haji. Tetapi jika penjelasan tersebut
tidak sempurna dan adanya kesamaran maka berpindah ke hukum musykil.

D. Mutasyabih

a) Pengertian
Lafadz mutasyabih secara bahasa adalah lafadz yang meragukan
pengertiannya karena mengandung beberapa persamaan. Dalam istilah
hokum, lafadz Mutasyabih adalah lafadz yang samar artinya dan tidak ada
cara yang dapat digunakan untuk mencapai artinya.10
Abdul Karim Zaidan dalam kitabnya al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh
menjelaskan bahwa mutasyabih adalah lafal yang maknanya tersembunyi,
shighah-nya tidak menunjukkan makna tersebut dan tidak ada jalan untuk
10
http://blackjack1994.blogspot,co,id/2015/01/lafadz-yang-tidak-terang-artinya-khafi.html
mengetahuinya karena tidak terdapat qarinah yang menyingkap makna
tersebut.11 Dalam hal ini daya nalar manusia tidak dapat berbuat sesuatu
kecuali menyerahkan dan melimpahkan kepada Allah.

b) Contoh
 Mutasyabih dapat berupa potongan huruf di awal-awal surat di
dalam Al-Qur’an. Contoh , seperti (‫)آلم‬, ‫كهيعص‬, ‫ حم‬dan sebagainya.
Potongan huruf hijaiyah tidak ditemukan maknanya hanya Allah
yang mengetahui makna dari huruf tersebut.
 Bisa juga berupa sifat-sifat Allah yang menyerupakan dengan
ciptaan-Nya. Misal lafal (‫ )اليد‬pada surat al-Fath ayat 10 :

Artinya : “Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada


kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan
Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar
janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa
dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah
maka Allah akan memberinya pahala yang besar.”

 Abu Zahrah menambahkan bahwa para ulama bersepakat tentang


adanya lafal mutasyabih di dalam Al-Qur’an, seperti tertera pada
surat Ali-‘Imran ayat 7 :

11
Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz Fi Ushul Fiqh, Muassasah Ar-Risalah Nasyirun, Beirut, cet. I, 2012,
hal.280
Artinya : “Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Qur’an) kepada
kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah
pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat.
Adapunorang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan,
mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah
dan takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya
kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata,”
kami berikan kepadanya (Al-Qur’an), semuanya dari sisi tuhan
kami”. Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang
berakal.”

Tetapi mereka berbeda pendapat tentang kedudukan. Maka Ibnu


Hazm mengatakan bahwa tidak ada lafal mutasyâbih di dalam Al-
Qur’an kecuali potongan huruf di awal-awal surat dan qasam
(sumpah) Allah di dalam Al-Qur’an. Contohnya Asy-Syams ayat
1-4
Artinya : “Demi matahari dan cahayanya di pagi hari (1) dan bulan
apabila mengiringinya (2) dan siang apabila menampakkannya (3)
dan malam apabila menutupinya (4).”

Dan sebagian ulama mengatakan bahwa kedudukan lafal


mutasyâbih mencakup apa yang diutarakan oleh Ibnu Hazm dan
mencakup ayat-ayat yang di dalamnya terdapat penyerupaan Allah
dengan ciptaan-Nya.

c) Hukum

Ada dua metode untuk mengetahui hukum mutasyabih, yaitu


metode salaf dan metode khalaf. Metode salaf yaitu metode yang
digunakan oleh sebagian umum ulama ahlussunah wal jama’ah : larangan
untuk mentakwil, menerima apa yang telah menjadi kehendak syari’,
tidak banyak menuntut serta ber-tawaqquf. Dalilnya yaitu pada surat
Ali-‘Imran diatas. Kemudian metode khalaf yaitu metode yang dipakai
oleh muktazilah yaitu mentakwil lafal mutasyabih karena Allah tidak
mempunyai tangan, mata dan sebagainya. Secara zhahir nash terlihat suatu
hal yang mustahil maka dilakukanlahlain bahkan dengan metode majaz.
Maka maksud dari lafal (‫ )اليد‬pada surat al-Fath diatas berarti sebuah
kemampuan atau kekuasaan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan

Ushul Fiqh adalah pengetahuan tentang Dalil hukum dan sumber


hukum, dan metode penggaliannya. Antara lain menertibkan dalil-dalil
yang menilai kekuatan dalil-dalil tersebut.

Khafi adalah Adalah lafad yang jelas maknanya, tetapi penerapan


maknanya kepada satuan terdapat kekaburan yang bukan disebabkan oleh
lafad itu sendiri. Musykil Adalah lafad yang sighatnya sendiri tidak
menunjukkan kepada arti yang dikehendaki, harus ada qarinah yang
menunjukkan salah satu maknanya. Penyebab kemusykilan adalah lafad
tersebut adalah musytarak. Mujmal Adalah lafad yang tidak jelas
maknanya karena sighatnya dan tidak ada Qarinah yang menjelaskannya.
Kejelasan makna lafad Mujmal bergantung pada penjelasan Mutakalim
(Syari’) sendiri. Mutasyabih Adalah lafad yang sighatnya sendiri tidak
menunjukkan kepada makna yang dikehendaki dan tidak ada Qarinah yang
menjelaskannya dan Syari’ tidak menjelaskannya.

B. Saran
Demikianlah pokok pemaparan dari makalah ini, dan kita bisa tahu
bagaimana Ushul Fiqh yang meliputi Khafi, Musykil, Mujmal,
Mutasyabih.
DAFTAR PUSTAKA

Syalaby, Mustafa, Muhammad, Ushul al-Fiqh al-Islami, Beirut: Dar al-Nahdah


al-“arabiah

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra,


1989

Yahya, Mukhtar, Dr. Prof, dan Fathurrahman, Dr. Prof, Dasar-dasar Pembinaan
Hukum Fiqh Islami, Bandung: PT. Alma’aif, Cet.4, 1997

Hamid, Homaidi, Ushul Fiqh, 2012, DI Yogyakarta, Penerbit; Q- MEDIA Dabag


No.52C Condongcatur Depok Sleman Yogyakarta.

Zaidan, Abdul Karim, Al-wajiz Fi Ushul Fiqh, Beirut: Muassah Ar-Risalah


Nasyirun, 2012. Cet.I

Khallaf, Abdul Wahhab,’Ilmu Ushul Fiqh, Kairo: Dar al-hadits,2003.

Anda mungkin juga menyukai