Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SARIQAH (PENCURIAN)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Pidana Islam

Dosen Pengampu :
Dr. Ita Musarrofah, SHI, M.Ag
Oleh :
1. Iklilah Dian Isnaini C71218058
2. Ika viona Nuraini C71218059
3. Imarani Choirunnisa C71218060
4. Ina Afrina Faiqotun Nisa C71218061
5. Irvan Nur Andrian C71218062
6. Isrotul Khasanah Saikhu C71218063
HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan
kita kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini
dengan judul “Sariqoh (Pencurian)”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Hukum Pidana Islam. Kami mengucapakan banyak
terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyusun makalah ini, dan kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.

Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat
kami harapkan dari para pembaca, guna untuk meningkatkan dan memperbaiki
pembuatan makalah pada tugas yang lain diwaktu mendatang.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, 05 November 2019

Penulis

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i


DAFTAR ISI .............................................................................................................ii
BAB I (PENDAHULUAN) ......................................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................1
C. Tujuan ...........................................................................................................1
BAB II (PEMBAHASAN) ........................................................................................3
A. Pengertian Sariqah ........................................................................................3
B. Dasar Hukum Sariqah ...................................................................................4
C. Cara Pembuktian Sariqah ..............................................................................4
D. Pelaksanaan Hukuman Sariqah Di Berbagai Negara ....................................8
E. Isu-Isu Kontemporer Tentang Sariqah ..........................................................9
BAB III (PENUTUP) ................................................................................................11
A. Kesimpulan ....................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam sebagai agama yang mengatur segala aspek bagi kehidupan
manusia pastinya memiliki sebuah dasar yang paling penting yaitu
keadilan. Dalam hidup bersosial kerap kali kita menemukan kejahatan-
kejahatan yang menyebabkan pelanggaran terhadap hak indvidu maupun
masyarakat.
Dalam hal ini, segala jenis kejahatan memang diharapkan pupus di
dalam dunia ini. Akan tetapi, terbukti dari mulai awal kehidupan makhluk
bernama manusia wujud kejahatan tetap ada dan tidak pernah luput di atas
bumi. Kejahatan tersebut berupa pembunuhan, penderaan, dan lain-
lain. Oleh karena itu, ketika Islam turun, ia memiliki hukum dan hukuman
bagi pelaku kejahatan-kejahatan.
Salah satu kejahatan yang sudah merajalela dan tak asing lagi di
masyarakat kita adalah pencurian. Dalam islam, pencurian ini biasa
disebut dengan sariqah. Maka dalam kesempatan kali ini, pemakalah akan
menguraikan hal-hal tentang Sariqah (pencurian) berdasarkan hukum
pidana islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Sariqah?
2. Bagaimana dasar hukum sariqah dalam Al-Qur’an maupun hadist?
3. Bagaimana cara pembuktian sariqah?
4. Bagaimana penerapan hukum sariqah di berbagai negara?
5. Bagaimana isu-isu kontemporer tentang sariqah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian Sariqah
2. Untuk mengetahui dan memahami dasar hukum sariqah dalam Al-
Qur’an maupun hadist
3. Untuk mengetahui dan memahami cara pembuktian sariqah

1
4. Untuk mengetahui dan memahami penerapan hukum sariqah di
berbagai negara.
5. Untuk mengetahui dan memahami isu-isu kontemporer tentang
sariqah.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sariqah
Kata sariqah merupakan bentuk masdar dari ‫ سرقا‬-‫ يسرق‬-‫ سرق‬yang
secara etimologi berarti mengambil harta orang lain secara sembunyi-
sembunyi dan dengan tipu daya.
Menurut para ulama’ pencurian (sariqah) secara terminologi
didefinisikan sebagai berikut:
1. Wahhab al-Zahuili, “Sariqah ialah mengambil harta milik orang lain
dari tempat penyimpanannya yang biasa digunakan untuk menyimpan
dengan cara diam-diam dan sembunyi-sembunyi. Termasuk dalam
kategori pencurian adalah mencuri informasi dan pandangan jika
dilakukan dengan sembunyi-sembunyi.
2. Abdul Qadir Audah, “Ada dua macam sariqah, yaitu sariqah yang
diancam dengan had dan sariqah yang diancam dengan ta’zir
sariqah yang diancam dengan had dibedakan menjadi dua, yaitu
pencurian kecil dan pencurian besar. Pencurian kecil ialah
mengambil harta milik orang lain secara diam-diam. Sementara
pencurian besar ialah mengambil hak orang lain dengan terang-
terangan dan kekerasan. Pencurian semacam ini disebut perampokan.
3. Muhammad al- Khatib al- Syarbini, “Sariqah ialah mengambil harta
orang lain secara sembunyi-sembunyi dan zalim, diambil dari tempat
penyimpanannya yang bisa digunakan untuk menyimpan dengan
berbagai syarat.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan, sariqah ialah
mengambil barang atau harta orang lain secara sembunyi-sembunyi dari
suatu tempat yang semestinya digunakan untuk menyimpan. Sebagian
ulama yang lain mengatakan.
Sariqah secara terminologi berarti mengambil harta orang lain
dengan cara aniaya tanpa ada keraguan (syubhat). Pencuri dalam islam
digolongkan ke dalam bentukm huduh, di mana hak Allah lebih besar dan
utama. Di dalam Al-qur’an, term mencuri berarti, mengambil harta orang
lain dari tempat penyimpanannya secara sembunyi-sembunyi.1

1
Fuad Thohari, Hadis Ahkam: Kajian Hadis-hadis Hukum Pidana, (Yogyakarta: CV Budi Utama,
, 2018).

3
B. Dasar Hukum Pelaksanaan Hukuman Sariqah
1. Al-Qur’an
ً َ‫ار ق َ ة ُ ف َ ا قْ ط َ ع ُوا أ َيْ ِد ي َ هُ َم ا َج زَ ا ءً ب ِ َم ا كَ س َ ب َ ا ن َ ك‬
‫اًل‬ ُ ‫ار‬
ِ َّ ‫ق َو ال س‬ ِ َّ ‫َو ال س‬
ٌ‫ِم َن َّللاَّ ِ ۗ َو َّللاَّ ُ عَ ِز ي ٌز َح ِك ي م‬
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Maidah ayat 38).
2. Hadist

‫س‬ َ ُ ‫ْس ع َ ْن ا ب ْ ِن َو هْ ب ٍ ع َ ْن ي ُو ن‬ ٍ ‫أ َب ِ ي أ ُ َو ي‬ ‫َح د َّث َن َا إ ِ سْ َم ا ِع ي ُل ب ْ ُن‬


َ ‫ع ُ ْر َو ة َ ب ْ ِن ال ُّز ب َ ي ِْر َو عَ ْم َر ة َ ع َ ْن عَ ا ئ ِ ش َ ة‬‫ش َه ا ب ٍ ع َ ْن‬ِ ‫ا ب ْ ِن‬ ‫ع َ ْن‬
‫ق فِي‬ ِ َّ ‫ص ل َّ ى َّللاَّ ُ ع َ ل َ ي ْ هِ َو سَ ل َّ مَ ق َ ا َل ت ُق ْ طَ ُع ي َ د ُ ال س‬
ِ ‫ار‬ َ ِ ‫ال ن َّ ب ِ ي‬ ‫ع َ ْن‬
‫َار‬
ٍ ‫ُر ب ُع ِ ِد ي ن‬
Telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Abi Uwais] dari [Ibnu
Wahb] dari [Yunus] dari [Ibnu Syihab] dari [Urwah bin Zubair] dan
['Amrah] dari ['Aisyah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda; "tangan pencuri dipotong jika curian senilai seperempat
dinar." (HR. Bukhori No. 6292)
C. Cara Pembuktian Sariqah
Cara–cara pembuktian dalam kasus sariqah adalah :
1. Dengan sanksi
Sanksi yang diperlukan untuk membuktikan tindak pidana
pencurian minimal dua orang laki-laki atau seorang perempuan.
Apabila sanksi kurang dari dua orang maka pencuri tidak dikenai
hukuman.
2. Dengan pengakuan
Pengakuan merupakan salah satu alat bukti untuk tindak pidana
pencurian. Menurut imam malik, imam abu hanifah, imam syafi’I, dan
imam zhahiriyahpengakuan cukup dinyatakan satu kali dan tidak perlu

4
diulang-ulang. Akan tetapi menurut pendapat imam abu yusuf, imam
ahmad, dan syiah zaidiyah bahwa pengakuan harus dinyatakan
sebanyak dua kali.
3. Dengan sumpah
Dikalangan syafi’iyah berkembang suatu pendapat bahwa
pencurian bisa juga dibuktikan dengan sumpah yang dikembalikan.
Apabila dalam suatu peristiwa pencurian tidak ada sanksi atau
tersangka tersebut tidak mau bersumpah mengakui perbuatannya,
maka sumpah bisa dikembalikan kepada si penuntut (pemilik barang).
Dan jika si penuntut mau disumpah maka si pencuri yang tidak mau
disumpah tadi akan dikenai hukuman had. Namun alat bukti yang satu
ini tidak begitu kuat untuk dijadikan alat bukti. Sebab sumpah yang
dikembalikan untuk tindak pidana pencurian merupakan tindakan
yang risikan dan kurang tepat, karena hukuman sariqah ini sangat
berat sehingga diperlukan ketelitian dan kecermatan dalam
pembuktiannya.2
Dalam memberlakukan sanksi potong tangan, harus diperlihatkan
aspek-aspekpenting yang berkaitan dengan syarat dan rukunnya. Dalam
masalah ini Shalih Sa’id Al-Haidan, dalam bukunya Hal Al-Muttaham Fi
Majlis Al-Qada, mengemukakan lima syarat untuk dapat diberlakukannya
hukuman ini, yaitu:
1. Pelaku telah dewasa dan berakal sehat. Kalau pelakunya sedang tidur,
anak kecil, orang gila, dan orang dipaksa tidak dapat dituntut.
2. Pencurian tidak dilakukan karena pelakunya sangat terdesak oleh
kebutuhan hidup. Contohnya adalah kasus seorang hamba sahaya
milik Hatib Bin Abi Balta’ah yang mencuri dan menyembelih seekor
unta milik seseorang yang akhirnya dilaporkan kepada Umar Bin Al-
Khaththab. Namun, Umar justru membebaskan pelaku karena ia
terpaksa melakukannya.

2
H.A. Dzajuli, Fiqi Jinayah, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1997). Hlm 88.

5
3. Tidak terdapat hubungan kerabat antara pihak korban dan pelaku,
seperti anak mencuri harta milik ayah atau sebaliknya.
4. Tidak terdapat unsur syubhat dalam hal kepemilikan, seperti harta
yang dicuri itu menjadi milik bersama antara pencuri dan pemilik.
5. Pencurian tidak terjadi pada saat peperangan dijalan Allah. pada saat
seperti itu, Rasulullah tidak memberlakukan hukuman potong tangan,
meskipun demikian jarimah ini dapat diberikan sanksi dalam bentuk
lain seperti dicambuk atau dipenjara.3
Dalam tidak pidana pencurian, para ulama mempermasalahkan ganti
rugi dan sanksi. Menurut Imam Abu Hanifah, ganti rugi dan sanksi itu
tidak dapat digabungkan, artinya bila pencuri sudah dikenal sanksi
hukuman had, maka baginya tidak ada keharusan untuk membayar ganti
rugi. Alasanya, al-Qur’an hanya menyebutkan masalah sanksi saja,
sebagaimana disebutkan di atas. Selain itu, jika pencuri harusmembayar
ganti rugi, maka seakan-akan harta itu adalah miliknya.
Akan tetapi mazhab Hanafi pada umumnya berpendapat bahwa pemilik
harta itu boleh meminta dikembalikannya harta itu setelah pencurinya
dikenai sanksi hukuman bila harta itu masih ada, baik masih berada di
tangan pencuri maupun telah berpindah ke tangan orang lain, maka
orangtersebut dapat meminta ganti rugi kepada pencuri.
Menurut Imam Syafi’I dan Imam Ahmad, sanksi dang anti rugi itu
dapat digabungkan. Alasannya, pencuri melanggar dua hak, dalam hal ini
hak Allah berupa keharaman mencuri dan hak hamba berupa pengambilan
atas harta orang lain. Oleh karena itu, pencuri harus
mempertanggungjawabkan akibat dua hak ini, jadi pencuri itu harus
mengembalikan harta yang dicurinya bila masih ada dan harus membayar
ganti rugi bila hartanya sudah tidak ada. Selain itu, ia harus menanggung
sanksi atas perbuatannya. Inila yang disebut dengan prinsip dhaman di
kalangan ulama.

3
M.Nurul Irfan. Fiqih Jinayah, (Jakarta: Amazah, 2013) , Hlm 113-114.

6
Dengan demikian, sesungguhnya para ulama sepakat bahwa bila harta
yang dicuri itu masih ada di tangan pencuri, maka ia harus
mengembalikannya. Hanya mereka berbeda pendapat bila harta yang
dicuri itu telah tidak ada ditangan pencuri. Apakah pencuri itu hanya
dikenai had saja, ataupun disertai dengan kewajiban membayar ganti rugi?
Adapun dasar hukum potong tangan terdapat firman Allah dalam surat Al
Maidah ayat 38.
Hukuman potong tangan ini tidak dapat dimaafkan, jika perkaranya
sudah diserahkan dan ditangani oleh Ulul Amri. Berkenaan dengan
anggota badan yang dipotong dan batas pemotongannya, para ulama
berbeda pendapat.
1. Imam Malik dan Imam Syafi’I berpendapat pada pencurian pertama
yang dipotong adalah tangan kanan, pada pencurian kedua yang
dipotong adalah kaki kiri, pada pencurian yang ketiga yang dipotong
adalah tangan kiri, pada pencurian ke empat yang dipotong adalah
tangan kanan. Jika pencuri masih mencuri yang kelima kalinya maka
dipenjara sampai dia bertobat.
2. Atha berpendapat bahwa pencurian yang pertama dipotong tangannya,
dan mencuri yang kedua kalinya dihukum ta’zir.
3. Mazhab Zhahiri berpendapat bahwa pada pencurian pertama dipotong
tangan kanannya, pada pencurian kedua dipotong tangan kirinya, pada
pencurian ketiga dikenai hukuman ta’zir.
4. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pada pencurian pertama
pencuri dipotong tangan kanannya, pada pencurian kedua dipotong
kaki kirinya, pencurian ketiga dipenjara sampai tobat.
Salah satu hal yang disepakati oleh para ulama adalah bahwa
kewajiban potong tangan itu dihapus, jika tangan yang akan dipotong itu
telah hilang sesudah pencurian terjadi.
Batas pemotongan menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik,
Imam Syafi’I, Imam Ahmad dan Zahiri adalah dari pergelangan tangan ke
bawah, begitupula bila yang dipotong kakinya. Alasannya adalah batas

7
minimal anggota yang disebut tangan dan kaki adalah telapak tangan atau
kaki dengan jari-jarinya. Selain itu Rasulullah melakukan pemotngan
tangan pada pergelangan tangan pencuri.4
D. Penerapan Hukuman Sariqah Di Berbagai Negara
1. Brunei Darussalam
Brunei Darussalam yaitu negara yang dipimpin oleh seorang sultan
dan termasuk salah satu negara yang menerapkan hukum islam
begitupun dalam perkara pidana yang mana di dasarkan pada syariat
islam. untuk menentukan hukuman bagi pelanggar hukum, yang
dijadikan sumber untuk menetapkan yaitu meruju’ kepada Al Quran.
Seandainya ada seseorang yang melanggar hukum islam, ia melakukan
perbuatan pencurian maka, dia akan dihukum sesuai dengan hukum
yang ada di Al quran yaitu dalam surat al maidah : 38, yang mana
terjemahnya yaitu pencuri laki-laki dan perempuan, potonglah
(penguasa) tangan mereka, yang sesuai dengan syariat islam sebagai
suatu hukuman bagi mereka yang mengambil sesuatu yang bukan hak
mereka dengan cara yang dilarang Allah atau tidak benar, yang mana
tujuan hukuman ini yaitu memberikan efek jera kepada pelaku dan
sebagai pelajaran bagi seluruh masyarakat yang menyaksikan nya agar
tidak melakukan perbuatan tercela itu, dan sungguh Allah itu maha
perkasa dan bijaksana terhadap perintah dan larangan Nya. Disini
dapat kita simpulkan baha negara brunei adalah negara islam dan
menerpkan hukuman sesuai syariat islam atau Hukum Allah.
2. Indonesia (Aceh)
Aceh merupakan salah satu provinsi diindonesia yang diberikan
hak khusus untuk mengatur daerahnya sendiri, maksudnya memiliki
hukum sendiri. Telah kita ketahui bahwa mayoritas penduduk aceh
yaitu beragama islam dan hanya beberapa yang non islam. Oleh karena
itu daerah NAD menggunakan Hukum islam sebagai landasan untuk
menetapkan hukum. Seperti pencurian atau sariqah jika hukuman di

4
H.A.Dzajuli, Fiqih Jinayah, Hlm 80-84.

8
Indonesia seorang pencuri itu menjalani hukuman penjara maka lain di
aceh karena ia memberlakukan hukuman yang sesuai dengan syariat
islam yang mana hukumanya yaitu potong tangan. Karena dari Firman
Allah dalam al quran bahwa pencuri baik laki-laki maupun perempuan
potonglah tangan mereka. Maka tidak bisa di ubah lagi bahwa
hukuman pencuri adalah potong tangan, namun ada ketentuan-
ketentuan yang menjadi ukuran dalam melakukan potong tangan ini.
E. Isu-Isu Kontemporer Tentang Sariqah
Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan zaman saat ini sangat
pesat tak terkecuali pada perkembangan teknologi dan lain-lain. Dalam
perkembangan ini menimbulkan banyak efek positif seperti memudahkan
pekerjaan transportasi dan lain-lain, tetapi juga mempunyai dampak buruk.
Seperti meningkatkan angka kejahatan contohnya saja seperti pencurian,
seringkali terjadi pencurian data data penting melalui benda-benda
elektronik seperti handphone, laptop, dan komputer. Karena sekarang ini
pencurian tidak hanya terbatas mencuri uang atau buah-buahan saja.
Pencurian seperti ini biasanya dilakukan dengan meretas data dari
akun pribadi seseorang di media sosial atau meretas data dari kartu.
Contohnya seperti mencuri data penting kartu ATM seseorang, kasus
seperti ini kerap kali terjadi sekarang dan juga tidak sembarang orang bisa
melakukannya karena sangat sulit.Setelah si pencuri mengetahui password
atau kode yang digunakan untuk membuka kartu ATM, maka langkah
selanjutnya adalah menggunakannya untuk membobol.
Dalam kasus diatas dapat dikatakan sebagai pencurian bila
memenuhi unsur-unsur berikut. Pertama, pengambilan dilakukan secara
sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan pemiliknya. Kedua, harta yang
dicuri harus berupa harta konkret yaitu barang yang bisa dipindahkan Dan
tersimpan oleh pemiliknya pada penyimpanan yang layak. Ketika, harta
yang dicuri adalah sesuatu yang berharga. Keempat, harta diambil atau
dicuri pada waktu terjadinya pemindahan adalah harta orang lain secara
murni dan Orang yang mengambil nya tidak mempunyai kepemilikan

9
sedikitpun terhadap harta tersebut. Kalima, terdapat unsur kesengajaan
untuk memiliki harta tersebut atau ada etika jahat dari pelakunya.5

5
Nur Lillatus Musyafa’ah, Hadis Hukum Pidana, (Surabaya : CV.Cahaya Intan XII, 2014) , Hlm
78.

10
BAB III

KESIMPULAN

Sariqah ialah mengambil barang atau harta orang lain secara sembunyi-
sembunyi dari suatu tempat yang semestinya digunakan untuk menyimpan.
Dasar hukum pemberlakukan hukuman sariqah adalah QS. Al-Maidah
ayat 38) dan hadis riwayat Bukhori Nomor 6292.
Cara pembuktian sariqah adalah Dengan sanksi, Dengan pengakuan, dan
Dengan sumpah.
Di Brunei Darussalam pelaksanaan hukuman sariqah disesuaikan dengan
ketentuan hukum yang ada di Al quran yaitu dalam Surat Al-Maidah: 38.
Sedangkan di Aceh memberlakukan hukuman yang sesuai dengan syariat islam
yang mana hukumanya yaitu potong tangan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Dzajuli, H.A. 1997. Fiqih Jinayah. Jakarta: PT Raja Grafindo.


Irfan, M.Nurul. 2013. Fiqih Jinayah. Jakarta: Amazah.
Musyafa’ah, Nur Lillatus. 2014. Hadis Hukum Pidana. Surabaya : CV.Cahaya
Intan XII.
Thohari, Fuad. 2018. Hadis Ahkam: Kajian Hadis-hadis Hukum Pidana.
Yogyakarta: CV Budi Utama.

12

Anda mungkin juga menyukai