Pengertian :
Secara bahasa, kata al- shulhu ( ) الصلحBerarti قطع التراعartinya: Memutus pertengkaran / perselisihan.
Secara istilah(Syara’) ulama mendefinisikan shulhu sebagai berikut:
1. Menurut Taqiy al- Din Abu Bakar Ibnu Muhammad al- Husaini
ِ ص ْو َمةُ ال ُمتَخ
َاص َمي ِْن ْ العَ ْقدُ الَّذ
ُ ِى يَ ْنقَطِ ُع ِب ِه ُخ
Artinya: “ Akad yang memutuskan perselisihan dua pihak yang bertengkar (berselisih)”[1].
2. Hasby Ash- Siddiqie dalam bukunya Pengantar Fiqih Muamalah berpendapat bahwa yang dimaksud al-
Shulh adalah:
ِق َعلَى َما يَرْ تَ ِف ُع بِ ِه النِزَ اع
ِ ان فِي َح ِ َع ْقدُ يَتَّ ِفقُ فِ ْي ِه ال ُمتَن
ِ َاز َع
“Akad yang disepakati dua orang yang bertengkar dalam hak untuk melaksanakan sesuatu, dengan akad itu dapat
hilang perselisihan”.[2]
3. Sayyid Sabiq berpenddapat bahwa yang dimaksud dengan al –Shulhu adalah suatu jenis akad untuk mengakhiri
perlawanan antara dua orang yang berlawanan.[3]
Dari beberapa definisi di atas maka dapat di simpulkan bahwa “Shulhu adalah suatu usaha untuk mendamaikan
dua pihak yang berselisihan, bertengkar, saling dendam, dan bermusuhan dalam mempertahankan hak, dengan
usaha tersebut dapat di harapkan akan berakhir perselisihan”. Dengan kata lain, sebagai mana yang di ungkapkan
oleh Wahbah Zulhaily shulhu adalah ”akad untuk mengakhiri semua bentuk pertengkaran atau perselisihan”[4].
B. Dasar Hukum al- Shulh
Perdamaian (al- shulh) disyari’atkan oleh Allah SWT. Sebagaimana yang tertuang dalam Al- Qur’an:
َص ِل ُح ْوابَيْنَ أَخ ََو ْي ُك ْم َواتَّقُ ْوهللاا َلَعَلَّ ُك ْم تُرْ َح ُم ْون ْ إِنَّ َم
ْ َ اال ُمؤْ مِ ن ُْونَ إِ ْخ َوة ٌ فَأ
“Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan
bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”
(Qs. Al Hujurat : 10).
ص ْل ُح َخي ٌْر
ُّ َوال
“Perdamaian itu lebih baik “(Al- Nisa:128)
Disamping firman- firman Allah, Rasulullah SAW. Juga menganjurkan untuk melaksanakan perdamaian dalam
salah satu hadis yang di riwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Tirmizi dari Umar Bin Auf Al- Muzanni Rasulullah
Saw. Bersabda:
َ ص ْل ُح َجائ ٌِز بَيْنَ ال ُم ْس ِل َمي ِْن إآل
)صلَ ًحا أَ َح َّل َح َرا ًما َو َح َّر َم َحالالً(رواه ابن حبان ُّ ال
”Mendamaikan dua muslim ( yang berselisih) itu hukumnya boleh kecuali perdamaina yang mengarah kepada
upaya mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram”. (HR. Ibnu Hibban dan Turmudzi).
Contoh menghalalkan yang haram seperti berdamai untuk menghalalkan riba. Contoh mengharamkan yang halal
berdamai untuk mengharamkan jual beli yang sah.
C. Rukun dan Syarat al- Shulh
a.Rukun Shulh
1. Mhusalih yaitu dua belah pihak yang melakukan akad sulhu untuk mengakhiri pertengkaran atau perselisihan.
2. Mushalih ‘anhu yaitu persoala yang diperselisihkan
3. Mushalih bih yaitu sesuatu yang dilakukan oelh salah satu pihak terhadap lawannya untuk memutuskan
perselisihan. Hal ini disebut dengan istilah badal al-Shulh
4. Shigat ijab kabul yang masing-masing dilakukan oleh dua pihak yang berdamai. Seperti ucapan “aku bayar
utangku kepadamu yang berjumlah lima puluh ribu dengan seratus ribu (ucapan pihak pertama)”. Kemudian,
pihak kedua menjawab “saya terima”.
Jika telah di ikrarkan maka konsekuensinya kedua belah pihak harus melaksanakannya. Masing – masing pihak
tidak dibenarkan untuk mengundurkan diri dengan jalan memfasaknya kecuali di sepakati oleh kedua belah pihak.
b.Syarat- syarat Shulhu:
1. Syarat yang berhubungan dengan Musahlih( orang yang berdamai) yaitu disyaratkan mereka adalah orang yang
tindakannya di nyatakan sah secara hukum. Jika tidak seperti anak kecil dan orang gila maka tidak sah.
2. Syarat yang berhubungan dengan Musahlih bih.
a. Berbentuk harta yang dapat di nilai, diserah- terimakan, dan berguna.
b. Di ketahui secara jelas sehingga tidak ada kesamaran yang dapat menimbulkan perselisihan.
3. Syarat yang berhubungan dengan Mushalih anhu yaitu sesuatu yang di perkirakan termasuk hak manusia yang
boleh diiwadkan (diganti). Jika berkaitan dengan hak- hak Allah maka tidak dapat bershulhu.[5]
G. Berakhirnya Shulh
Adapun berakhirnya shulh ini ada dengan dua cara yaitu:
1. Ibra: membebaskan debitor dari sebagian kewajibannya.
2. Mufadhah: penggantian dengan yang lain dengan cara menghibahkan (shulhu hibah), menjual (shulhu bay), atau
menyewakan (shulhu ijarah) sebagian barang yang dituntut oleh penggugat.
1. Terjadinya Sengketa.
Dalam perbuatan atau kegiatan usaha itu tentunya tidak selalu berjalan mulus seperti yang diinginkan oleh
pelaku usaha. Walaupun telah diatur oleh undang – undang, atau telah diadakan perjanjian antara pelaku usaha,
yang telah disepakati. Meskipun pada awalnya tidak ada itikat untuk melakukan penyimpangan dari kesepakatan,
pada tahap berikutnya ada saja penyebab terjadinya penyimpangan. Kalau terjadi adanya penyimpangan, maka
ini menjadi sebuah sengketa.
Terjadinya sengketa ini pada umumnya, karena adanya penipuan atau ingkar janji oleh pihak – pihak, atau
salah satu pihak tidak melakukan apa yang dijanjikan/ disepakati untuk dilakukan. Pihak – pihak atau salah satu
pihak telah melaksanakan apa yang disepakati, tetapi tidak “sama persis” sebagaimana yang dijanjikan. Pihak-
pihak atau salah satu pihak melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat, dan pihak – pihak atau salah satu
pihak melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.[11] Kalau orang atau badan hukum
sudah melakukan akad syariah, berarti dia telah melakukan perikatan. .
Menurut H. A. Mukhsin Asyraf dalam: Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi,
menyebutkan bahwa: perikatan atas dasar pesetujuan atau atas dasar perjanjian pada dasarnya terbagi dua:
yakni yang dipenuhi dan yang tidak dipenuhi ada juga yang disebut dengan perbuatan melawan hukum
(onrechmatigedaad). Perbuatan melawan hukum dan wanprestasi inilah yang menjadi sebab terjadinya sengketa
dipengadilan dalam hukum perikatan.
Titik kritis perbankan syariah terletak pada ada tidaknya unsur bunga (riba), gharar (ketidak
jelasan), maysir (perjudian),riswah (suap), tadlis (penipuan), dan dzulm (aniaya) dalam operasional bank syariah.
Dalam prakteknya penilaian tersebut dapat dilakukan auditor independent yang dalam hal ini dilakukan DSN
(Dewan Syariah Nasional) MUI. (data: Dr HM Nadratuzzaman Hosen & AM Hasan Ali, MA Sistem Jaminan
Halal pada Bank Syariah.
2. Penyelesaian sengketa
Dalam ajaran Islam ada tiga system dalam menyelesaikan sengketa atau perselisihan; yaitu: secara damai (as-
shulh), arbitrase (at- tahkim), dan peradilan (al- qadha).
a.Secara Damai (as-shulh)
Islam mengajarkan agar para pihak yang terjadi sengketa, harus melakukan perdamaian. Perdamaian
dilakukan dengan cara musyawarah oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Al imam syekh muhammad abdul qosim al ghazi di dalam kitab fathul qarrib.
A.Sirojul Fahmi Assalafiyyah 2015 jilid 1.