PENDAHULUAN
A Latar belakang
Ulama fiqih sepakat
bahwa
hukum
asal
dalam
transaksi
ibadah
jika
memerintahkannya.
Kemudian,
fiqih
mewujudkan
memang
tidak
muamalah
kemaslahatan,
ditemukan
akan
senantiasa
mereduksi
nash
yang
berusaha
permusuhan
dan
menimbulkan
hukum
boleh,
dan
sebaliknya
yang
BAB II
PEMBAHASAN
A.
keridhaan dengan sesuatu adalah ridha dengan akibat yang terjadi
dari padanya
1. Dasar kaidah
a. al-Quran surah an-Nisa ayat 29:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka samasuka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
b. Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dari
Abi Said al-Khudry:
Sesungguhnya jual beli harus dilakukan dengan suka sama
1
suka.
2. Penjelasan kaidah
Qaidah fiqhiyyah muamalah ini adalah sebagai kelanjutan dari
qaidah: ( pada
dasarnya pada akad adalah keridhaan kedua belah pihak yang
mengadakan akad hasilnya apa yang saling diiltizamkan oleh
perakadan itu). Yaitu bahwa bermuamalah, yang sah adalah
bermuamalah yang akadnya dilandasi dengan suka sama suka
1 Muhammad bin Yazid Abu Abdullah al-Quzwini, Sunan Ibnu Majah, Juz II,
(Beirut: Dar al-Fiqr, t.t), hal. 737.
3 Ibid.
4 Ibid, hal. 186.
5 Ibid.
3. Aplikasi kaidah6
a. Apabila seseorang yang telah ridha membeli barang yang
telah cacat, maka manakala cacat itu bertambah berat, maka
tidak ada alternatif lain baginya, kecuali harus menerimanya.
b. Apabila seseorang yang menggadaikan barangnya sebagai
jaminan
utangnya
telah
mengizinkannya
dengan
temyata
maka
barang
yang
sipenggadai
digadai
tidak
harus
itu
terdapat
menanggung
yang
telah
diizinkan
oleh
orang
yang
menggadaikan.
B.
hajat itu didudukkan pada kedudukan dharurat baik umum
maupun khusus
1. Dasar kaidah
a. Al-Quran
Surah al-Baqarah ayat 173:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika
disembelih)
disebut
(nama)
6 Ibid.
selain
Allah.
tetapi
Barangsiapa
dalam
Keadaan
terpaksa
(memakannya)
batas,
Sesungguhnya
Maka
Allah
tidak
Maha
ada
dosa
Pengampun
Penyayang.
Surah al-Baqarah ayat 231:
baginya.
lagi
Maha
Apabila
kamu
mentalak
isteri-isterimu, lalu mereka
segala sesuatu.
Surah al-Maidah ayat 3:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain
Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang
sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu)
yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga)
mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib
dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini
orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka
dan
takutlah
kepada-Ku.
pada
hari
ini
telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam
kelaparan
Sesungguhnya
tanpa
Allah
Maha
sengaja
berbuat
Pengampun
lagi
dosa,
Maha
Penyayang.
Surah al-Anam ayat 145:
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi
orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan
itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang
yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang
dalam
Keadaan
terpaksa,
sedang
Dia
tidak
Tidak boleh membahayakan dan tidak boleh (pula) saling
7
membahayakan (merugikan).
2. Penjelasan kaidah
438.
Dimaksudkan
dengan
dharurat
adalah
keadaan
yang
dengan
hukum,
karena
adanya
bahaya,
seperti
kebutuhan
seluruh
umat
manusia.
Sedangkan
yang
darurat
saja.
Namun
kemudahan
itu
juga
dapat
hajat hanya
sekedar kebutuhan.
b. Hukum dharurat dalam mengecualikan terhadap hukum yang
sudah ditetapkan walaupun terbatas waktu dan kadarnya,
misalnya wajib menjadi mubah, haram menjadi mubah.
Sedangkan hukum hajat tidak dapat mengubah hukum nash
yang jelas.
Dengan melihat penjelasan diatas, maka perbedaan yang
mendasar
dalam
membedakan
antara
keadaan
yang
dalam
10
untuk
menghilangkan
diadakanlah
keringanan
kesulitan
dalam
jual
dan
beli,
kesukaran,
yaitu
dengan
para
pedagang,
maka
pemerintah
dibolehkan
diperjual-belikan.
pemerintah
itu
Meski
membuat kerugian
tertentu.
14 Ibid.
15 Ibid, hal. 192.
11
sebenarnya
kepada
tindakan
pihak
pihak
12
BAB III
KESIMPULAN
13
Dan hadis Rasulullah SAW, riwayat dari Ahmad bin Hanbal dari Ibnu
Abbas: Tidak boleh membahayakan dan tidak boleh (pula) saling
membahayakan (merugikan).
Yang
dimaksud
dengan
dharurat
adalah
keadaan
yang
dengan
hukum,
karena
adanya
bahaya,
seperti
14
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, Beirut: Muassasah Risalah, 1999.
H.
Fathurrahman
Azhari,
Qawaid
Fiqhiyyah
Muamalah,
15