Tedapat suatu riwayat dari Aisyah ra, bahwasannya anak perempuan al-Jaun
tatkala dipersatukan dia kepada Rasulullah saw dan ia hampir kepadanya. Ia berkata:
“Aku berlidung kepada Allah dai padamu”. Maka Rasulullah bersabda: “Kembalilah
kepada keluargamu”. (HR. Ibnu majah)
Pembatalan perkawinan (fasakh) memiliki dasar hukum yang tegas dalam Pasal
22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, bahwa: “Perkawinan
dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan
perkawinan”. Selai pasal 22, terdapat juga pada pasal 24 undang-undang tersebut, bahwa:
Barangsiapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah
pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan
1
Sudarto, Ilmu Fikih (Refleksi Tentang: Ibadah, Muamalah, Munakahat, dan Mawaris),
(Yogyakarta:Deepublish, 2018), hlm 210
yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan pasal (2) dan pasal (4) undang-undang ini.
Pernyataan tersebut menunjukan kuatnya dasar hukum pembatalan perkawinan dalam
undang-undang perkawinan yang berlaku di Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan.2
2
Sudarto, Ilmu Fikih (Refleksi Tentang: Ibadah, Muamalah, Munakahat, dan Mawaris),
(Yogyakarta:Deepublish, 2018), hlm 211