Anda di halaman 1dari 14

Makalah Kelompok 6

KEWAJIBAN HAJI SATU KALI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Mata Kuliah: Hadis Ahkam
Dosen Pengampu: Munib, M.Ag

Disusun oleh

JAUHAR LATIFAH
1802

SHEDO ALFATHUR MUHARAHMAN


1802110584

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
TAHUN 2019 M/1441 H

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT. karena atas limpahan rahmat
dan karunianya. Kami dapat menyelesaikan makalah sederhana ini, meskipun sangat jauh
dari kata sempurna. Sholwat serta salam tak lupa pula kami haturkan kepada keharibaan
junjungan kita putra gurun sahara yaitu Nabi besar Muhammad SAW. serta keluarga, sahabat
kita umat beliau hingga akhir zaman.

Tujuan dalam pembuatan makalah ini antara lain untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Hadis Ahkam. Selain itu juga untuk menambah wawasan para pembaca maupun
penulis. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Hadis
Ahkam yakni, bapak Munib, M.Ag. atas ketersedian menuntun penulis dalam penulisan
makalah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah ikut
berpartisipasi dalam penyusunan dan pengumpulan data makalah ini. Tanpa bantuan dan
dukungan dari teman-teman semua makalah ini tidak akan terselesaikan dengan tepat waktu.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Palangkaraya, November 2019

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI .............................................................................Error! Bookmark not defined.

BAB I PENDAHULUAN .......................................................Error! Bookmark not defined.

A. Latar Belakang ..............................................................Error! Bookmark not defined.

B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 1

C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2

D. Metode Penulisan................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 3

A. Kewajiban Haji Satu Kali .................................................................................. 3

B. Hukum Umrah ................................................................................................... 4

C. Hikmah Haji ....................................................................................................... 6

D. Hukum Menghajikan Orang Lain Atau Yang Meninggal...................................7

BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 9

A. Kesimpulan ........................................................................................................ 9

B. Saran ................................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadis telah menjadi sandaran hukum Umat Islam oleh sebab itu diwajibkan mengikuti
dan mengenalkan hadist sebagaimana diwajibkan mengikuti dan mengamalkan Al-Qur’an.
Al-Qur’an dan Hadist merupakan dua sumber hukum pokok syariat Islam secara
mendalam dan lengkap tanpa kembali kepada kedua simber Islam tersebut. Seorang
mujtahid dan seorang ulama pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan
mengambil salah satu dari keduanya.

Hadis sebagai sumber hukuim kedua dalam Islam yang menjadi sandaran dalam
kehidupan umat Islam yang menjadi sandaran dalam kehidupan umat Islam. Terkait dalam
pembahasan ini telah ada ketentuan dalam hadis terkait pembahasan dalam haji dan umrah
yang tidak wajib.

Penting adanya mempelajari ketentuan terkait haji dan umrah yang merupakan
rangkaian kegiatan ibadah yang telah ditetapkan dalam ajaran agama Islam terlebih khusus
bagi mahasiwa yang bergelud dalam bidang hukum Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kewajiban haji satu kali?

2. Apakah umrah itu wajib atau tidak?

3. Apa hikmah haji?

4. Apa hukum menghajikan orang lain atau yang meninggal?

1
2

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui mengenai kewajiban haji satu kali.

2. Untuk mengetahui hukum umrah.

3. Untuk mengetahui hikmah wajib.

4. Untuk mengetahui hukum menghajikan orang lain atau yang meninggal.

D. Metode Penulisan

Adapun metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode

telaah perpustakaan dengan menggunakan buku perpustakaan sebagai referensi. Kemudian

dikelola kembali menjadi satu-kesatuan materi yang valid sehingga menghasilkan

komponen pembahasan yang lebih sederhana untuk dipelajari lebih lanjut.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Kewajiban Haji Satu Kali

1. Pengertian Haji

Haji asal maknanya adalah menyengaja sesuatu. Haji disini menurut syara’ adalah
sengaja mengunjungi ka’bah(Baitullah) untuk melakukan beberapa amal ibadah,
dengan syarat-syarat tertentu.1 Menurut ulama fiqih terkait haji Abu Malik bin As-
Sayyid Salim mengemukakan secara etimologi haji adalah “bermaksud, atau
menyengaja”. Secara terminologi syariat As-Sayyid mendefinisikan haji sebagai
“mendatangi Baitullah(ka’bah) dan tempat-tempat tertentu untuk menunaikan ibadah
tertentu, pada waktu tertentu, dan dengan tata cara yang ditentukan”.2

2. Dasar Hukum Haji

a. Dasar dari Al-Qur’an

berdasarkan dalil Al-Qur’an, kewajiban ibadah haji sebagaimana yang


difirmankan Allah SWT dalam QS. Al-Imran ayat 97:

‫يم ۖ َو َم ْن د َ َخ ل َ ه ُ كَ ا َن آ ِم ن ً ا ۗ َو ِ هّلِل ِ عَ ل َ ى ال ن ه ا ِس‬ َ ‫ت َم ق َ ا مُ إ ِ ب َْر ا ِه‬ ٌ ‫ت ب َ ي ِ ن َا‬ٌ ‫ف ِ ي ِه آ ي َ ا‬


‫ي عَ ِن‬ ‫يل ۚ َو َم ْن كَ ف َ َر ف َ إ ِ هن ه‬
ٌّ ِ ‫ّللا َ غَ ن‬ ً ِ ‫س ت َطَ ا عَ إ ِ ل َ يْ ِه سَ ب‬ ْ ‫ت َم ِن ا‬ ِ ْ‫ِح ُّج الْ ب َ ي‬
‫الْ ع َ ا ل َ ِم ي َن‬
Artinya:Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim;
barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji
adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji),
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta
alam.(QS. Al-Imran: 97)
b. Dasar dari Hadis

Sementara itu, hadis yang dijadikan dasar kewajiban haji adalah hadis riwayat
Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah;

1
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2016, hal. 247.
2
Malik Kamal, Shahih Fikih Sunah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007, hal. 263-264.

3
4

‫ َواِ َق ِام‬٬ِ‫س ْو ُل اﷲ‬ ُ ‫ َوا َ هن ُم َح همدًا َر‬٬ُ‫ش َهادَ ِة ا َ ْن آل اِلَهَ اِاله اﷲ‬
َ ‫ى ا ِال ْسلَ ُم َعلَى خ َْم ٍس‬ َ ‫بُ ِن‬
ً‫سبِ ْيل‬َ ‫ع اِلَ ْي ِه‬
َ ‫طا‬ ِ ‫ َو ِحجِ ا ْل َب ْي‬٬ َ‫ضان‬
َ َ ‫ت ِل َم ْن اِ ْست‬ ‫اء ه‬
َ ‫ و‬٬ ‫الزكا َ ِة‬
َ ‫ص ْو ِم َر َم‬ ِ َ ‫صلَ ِة َواِ ْيت‬
‫ال ه‬
Artinya:Islam dibangun atas lima perkara; bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan
zakat, puasa di bulan Ramadan dan melakukan haji ke Baitullah bagi orang yang
mampu melakukan perjalanan ke sana.

3. Dasar Kewajiban Haji Satu Kali

Pada umumnya melakukan amal ibadah adalah kewajiban tetap dan berketerusan
sepanjang umur. Namun khusus untuk ibadah haji, kewajibannya hanya sekali untuk
seumur hidup. Penjelasan sekali ini dijelaskan oleh Rasulullah SAW dengan hadisnya
yang berasal dari Ibnu Abbas menurut riwayat lima perawi hadis ucapannya:

‫ب َعلَ ْي ُك ُم‬ ‫ – ” إِ هن َ ه‬:‫ّللاِ – صلى ﷲ عليه وسلم – فَقَا َل‬


َ َ ‫ّللاَ َكت‬ ‫سو ُل َ ه‬ َ ‫َخ‬
ُ ‫طبَنَا َر‬
‫ ” لَ ْو‬:‫ّللاِ? قَا َل‬ ‫سو َل َ ه‬ َ ‫ أَفِي َك ِل‬:‫ع ْب ُن َحابِ ٍس فَقَا َل‬
ُ ‫ع ٍام يَا َر‬ َ َ‫ا َ ْل َح هج ” فَق‬
ُ ‫ام ا َ ْْل َ ْق َر‬
‫ع‬ َ َ ‫ فَ َما زَ ادَ فَ ُه َو ت‬,ٌ‫ ا َ ْل َح ُّج َم هرة‬,‫ت‬
ٌ ‫ط ُّو‬ ْ َ‫قُ ْلت ُ َها لَ َو َجب‬

Artinya:Rasul mengajak kami berbicara dan ia bersabda:”Sesungguhnya Allah telah


mewajibkan haji atasmu”. Maka ‘Aqra bin Habis berdiri dan bertanya:”Apakah
setiap tahun Ya Rasul Allah”. Nabi menjawab:”Kalau saya jawab begitu tentu akan
diwajibkan. Haji hanya satu kali dan lebih ari itu adalah sunat”.(Diriwayatkan oleh
Imam yang 5 selain Imam Tirmidzi).3
Hadis di atas menunjukkan bahwa haji cuma wajib sekali seumur hidup. Hal ini
berlaku bagi setiap mukallaf (orang yang dibebani syari’at) dan bagi yang mampu.
Jika ada yang melakukan haji lebih dari itu, maka dihukumi sunnah. Karena
seandainya haji diwajibkan setiap tahun, maka itu akan memberatkan.

B. Hukum Umrah

1. Pengertian Umrah

3
Amir Syarifuddin, GARIS-GARIS BESAR FIQH, Jakarta: Kencana, 2010, hal. 60.
5

Dilihat dari segi bahasa, Umrah itu sendiri artinya meramaikan. Yaitu meramaikan
tempat suci Makkah, yang di situ terletak Masjidil Haram dan di dalamnya ada Ka’bah.
Namun demikian umrah dalam konteks ibadah tidak sekedar mempunyai arti
meramaikan, melainkan lebih dari itu, yaitu kita dituntu agar mengambil manfaat dari
umrah tersebut.4

2. Dasar Hukum Umrah

Terdapat perbedaan diantara ulama mengenai wajib atau tidaknya umrah. Hanafi dan
Maliki berpendapat bahwa umrah itu sunnah berdasarkan riwayat Jabir r.a bahwa Nabi
SAW ditanya tentang umrah, apakah umrah itu wajib bagi kaum muslimin?vbeliau
menjawab bahwa umrah tidak wajib, melainkan suatu keutamaan. Menurut Syafi’i dan
Ahmad, hukum umrah adalah wajib berdasarkan firman Allah SWT.

ِ‫َوأَتِ ُّموا ْال َح هج َو ْالعُ ْم َرة َ ِ هّلِل‬


Artinya:Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.(QS. Al-Baqarah:
196)

Umrah pada ayat di atas menurut Syafi’i dan Maliki digabungkan dengan haji yang
memiliki hukum wajib, sehingga umrah juga wajib.5

Dan dalam hadis lain juga dijelaskan yang artinya: Dari Jabir R.A berkata,”Seorsng
arab badui mendatangi Rasulullah SAW, lalu ia berkata,”Wahai Rasulullah, beritahu
aku tentang hukum umrah, apakah hukumnya wajib?” Beliau menjawab,”Tidak,
namun jika engkau melaksanakan ibadah umrah maka hal itu lebih baik bagimu.” (HR.
Ahmad dan At-Tirmidzi)
Hadis di atas menjelaskan bahwa ibadah umrah itu tidak wajib, namun jika
dilaksanakan maka itu lebih baik.
Menurut pemakalah hukum dari umrah sama halnya seperti haji, yaitu wajib satu kali.
Wajib di sini maksudnya diwajibkan atas orang yang wajib haji yaitu orang yang Islam,
berakal, baligh, merdeka dan juga mampu. Perlu juga diketahui, bahwa jika seseorang
berhaji maka sudah dipastikan dia juga sudah melaksanakan umrah, namun jika
seseorang berumrah maka dia belum melaksanakan haji. Lalu jika kita memiliki
kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah, maka yang lebih utama
adalah ibadah haji karena di dalamnya berisi juga ibadah umrah.

4
Nurcholish Madjid, Perjalanan Religius UMRAH dan HAJI, Jakarta: Paramadina, 1997, hal. 3.
5
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 3, hal. 99.
6

C. Hikmah Haji

Tujuan diwajibkannya haji adalah memenuhi panggilan Allah untuk memperingati


serangkaian kegiatan yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim sebagai penggagas syariat
Islam. Kisah Nabi Ibrahim sehubungan dengan ini dikatakan Allah SWT dalam surat
Ibrahim ayat 37:

‫ك الْ ُم َح هر ِم‬َ ِ ‫ت ِم ْن ذ ُ ِر ي ه ت ِ ي ب ِ َو ا ٍد غَ ي ِْر ِذ ي زَ ْر ع ٍ ِع نْ د َ ب َ يْ ت‬ ُ ْ‫س كَ ن‬ ْ َ ‫َر ب ه ن َا إ ِ ن ِ ي أ‬


‫ار ُز قْ هُ ْم ِم َن‬ْ ‫اس ت َ ْه ِو ي إ ِ ل َ يْ ِه ْم َو‬ِ ‫ص َل ة َ ف َ ا ْج ع َ ْل أ َفْ ئ ِ د َة ً ِم َن ال ن ه‬
‫َر ب ه ن َا لِ ي ُقِ ي ُم وا ال ه‬
‫ش كُ ُر و َن‬ ْ َ ‫ت ل َ ع َ ل ه هُ ْم ي‬
ِ ‫الث ه َم َر ا‬
Artinya:Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku
di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang
dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka
jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka
dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.(QS. Ibrahim: 37)

Keinginan Nabi Ibrahim itu ditanggapi Allah dengan menyuruh orang-orang untuk
menziarahi tempat Nabi Ibrahim tersebut dengan firman-Nya dalam surah Al-Hajj ayat 27:

‫ض ا ِم ٍر ي َ أ ْت ِ ي َن ِم ْن ك ُ ِل‬ َ ‫اس ب ِ الْ َح ج ِ ي َ أ ْت ُو‬


ً ‫ك ِر َج‬
َ ‫اال َو عَ ل َ ٰى ك ُ ِل‬ ِ ‫َو أ َذِ ْن ف ِ ي ال ن ه‬
ٍ ‫ف َ ج ٍ عَ ِم ي‬
‫ق‬
Artinya:Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan
datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang
dari segenap penjuru yang jauh.(QS. Al-Hajj: 27)6

Selain itu hikmah dari haji juga sebagai penghapus dosa dan juga jika dilakukan
dengan sungguh-sungguh sehingga jadi haji mabrur maka balasannya adalah jannah. Hal
ini sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis:

‫ ا َ ْلعُ ْم َرة ُ ِإلَى‬: ‫ّللاِ صلى ﷲ عليه وسلم قَا َل‬ ‫سو َل َ ه‬ُ ‫َع ْن أ َ ِبي ُه َري َْرة َ رضي ﷲ عنه أ َ هن َر‬
َ‫ْس لَهُ َجزَ ا ٌء ِإ هال ا َ ْل َجنهة‬
َ ‫ور لَي‬ُ ‫ َو ْال َح ُّج ا َ ْل َمب ُْر‬,‫ارة ٌ ِل َما َب ْينَ ُه َما‬
َ ‫ا َ ْلعُ ْم َر ِة َكفه‬

6
Amir Syarifuddin, GARIS-GARIS BESAR FIQH,. hal. 60-61.
7

Artinya:Dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Satu
umrah sampai umrah yang lain adalah sebagai penghapus dosa antara keduanya dan
tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali jannah. (HR Bukhari dan Muslim, Bahjatun
Nanzhirin no. 1275)7

ُ‫س ْق َر َج َع َكيَ ْو ٍم َولَدَتْهُ أ ُ ُّمه‬ ْ ُ‫َم ْن َح هج ِ هّلِل فَلَ ْم َي ْرف‬


ُ ‫ث َو لَ ْم يَ ْف‬

Artinya:Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Aku mendengar Nabi Shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda bahwa barang siapa berhaji ke Baitullah ini karena Allah,
tidak melakukan rafats dan fusuuq, niscaya ia kembali seperti hari ia dilahirkan oleh
ibunya. (HR Bukhari)

Haji juga dapat mempertemukan jutaan umat Islam dari seluruh penjuru dunia, dapat
terjadinya silaturahmi antara sesama umat Islam dan juga dapat lebih mengenal Islam di
lingkugan rumah Allah(Baitullah).

D. Hukum Menghajikan Orang Lain Atau Yang Meninggal

Menghajikan orang lain yakni dengan alasan sakit yang tidak ada harapan untuk
sembuh atau lemah fisiknya dan atau orang yang meninggal dunia disebut dengan haji
badal. Menghajikan orang lain atau orang yang meninggal diperbolehkan sebagaimana
hadis berikut:

‫ت أ َ ْن‬ ْ ‫ت ِإ هن أ ُ ِمي نَذَ َر‬ْ َ‫سله َم فَقَال‬ ‫صلهى ه‬


َ ‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫ت ِإلَى النه ِبي‬ ْ ‫أ َ هن ْام َرأَة ً ِم ْن ُج َه ْينَةَ َجا َء‬
‫ت لَ ْو َكانَ َعلَى أ ُ ِم ِك‬ ِ ‫ت أَفَأ َ ُح ُّج َع ْن َها قَا َل نَعَ ْم ُح ِجي َع ْن َها أ َ َرأ َ ْي‬ ْ َ ‫ت َ ُح هج فَلَ ْم ت َ ُح هج َحتهى َمات‬
ِ َ‫اّلِلُ أ َ َح ُّق ِب ْال َوف‬
‫اء‬ ‫ّللاَ فَ ه‬
‫ضوا ه‬ ُ ‫اض َيةً ا ْق‬ ِ َ‫ت ق‬ ِ ‫دَي ٌْن أ َ ُك ْن‬
Artinya:Ada seorang wanita dari Juhainah yang mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam lalu bertanya : “Ibuku pernah bernadzar melakukan ibadah haji, namun beliau
tidak melaksanakannya sampai meninggal, apakah saya boleh menghajikannya ?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Ya, hajikanlah ia ! Bagaimana
pendapatmu, jika ibumu memiliki tanggungan hutang, apakah engkau akan membayarnya,
Allah lebih berhak untuk dilunasi. (HR. Bukhari)

Rasulullah SAW juga pernah ditanya oleh seorang wanita dari Khatsam :

7
Al-Hafidh Ibnu Hajar Asqalani, BULUGHUL MARAM(Terjemah), Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995,
hal. 292.
8

َ‫ ال‬، ‫يرا‬ َ ‫ت أَبِى‬


ً ِ‫ش ْي ًخا َكب‬ ْ ‫ّللاِ فِى ْال َحجِ َعلَى ِعبَا ِد ِه أ َ ْد َر َك‬ ‫ضةَ ه‬
َ ‫ّللاِ إِ هن فَ ِري‬
‫سو َل ه‬ ُ ‫يَا َر‬
‫ضى َع ْنهُ أ َ ْن أ َ ُح هج َع ْنهُ قَا َل « نَعَ ْم‬ ِ ‫ فَ َه ْل يَ ْق‬، ‫احلَ ِة‬ ‫ى َعلَى ه‬
ِ ‫الر‬ َ ‫يَ ْست َ ِطي ُع أ َ ْن يَ ْست َ ِو‬
Artinya: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban melaksanakan ibadah haji
sampai ke bapakku saat beliau sudah tua renta dan tidak kuat di atas tunggangan
(kendaraan-red), bolehkah saya menghajikannya ?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab : “Hajikanlah bapakmu !.”

Namun perlu diketahui dalam haji badal memiliki ketentuan yang harus diperhatikan,
yaitu:

1. Orang yang digantikan memang tidak mampu secara fisik.

2. Orang yang menghajikan orang lain harus sudah pernah berhaji.

3. Wanita boleh membadalkan haji laki-laki, begitu pula sebaliknya.

4. Hanya boleh membadalkan haji untuk satu orang dalam satu waktu haji.

5. Tidak boleh membadalkan haji dengan maksud untuk mencari harta.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Haji asal maknanya adalah menyengaja sesuatu. Haji disini menurut syara’ adalah
sengaja mengunjungi ka’bah(Baitullah) untuk melakukan beberapa amal ibadah, dengan
syarat-syarat tertentu. Menurut ulama fiqih terkait haji Abu Malik bin As-Sayyid Salim
mengemukakan secara etimologi haji adalah “bermaksud, atau menyengaja”. Secara
terminologi syariat As-Sayyid mendefinisikan haji sebagai “mendatangi Baitullah(ka’bah)
dan tempat-tempat tertentu untuk menunaikan ibadah tertentu, pada waktu tertentu, dan
dengan tata cara yang ditentukan”. Untuk haji itu diwajibkan hanya satu kali, selebihnya
dianggap sunnah.

Dilihat dari segi bahasa, Umrah itu sendiri artinya meramaikan. Yaitu meramaikan
tempat suci Makkah, yang di situ terletak Masjidil Haram dan di dalamnya ada Ka’bah.
Namun demikian umrah dalam konteks ibadah tidak sekedar mempunyai arti meramaikan,
melainkan lebih dari itu, yaitu kita dituntu agar mengambil manfaat dari umrah tersebut.
Untuk hukumnya, umrah sama dengan ibadah haji yakni satu kali seumur hidup.

Ibadah haji memiliki beberapa hikmah; mewujudkan keinginan Nabi Ibrahim,


menghapus dosa dan pengantar ke syurga, penjalin silaturahmi, mengajarkan suasana
Islam di lingkungan rumah Allah(Baitullah).

Menghajikan orang lain atau orang yang meninggal diperbolehkan, yang mana haji ini
disebut dengan haji badal. Ada beberapa ketentuan dalam haji badal diantaranya; Orang
yang digantikan memang tidak mampu secara fisik; Orang yang menghajikan orang lain
harus sudah pernah berhaji; Wanita boleh membadalkan haji laki-laki, begitu pula
sebaliknya; Hanya boleh membadalkan haji untuk satu orang dalam satu waktu haji; Tidak
boleh membadalkan haji dengan maksud untuk mencari harta.

9
10

B. Saran

Diharapkan dengan adanya makalah mengenai “Kewajiban Haji Satu Kali” ini dapat
menambah wawasan para pembaca mengenai haji. Dan juga penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun terhadap makalah ini agar dapat lebih meningkatkan kualitas
makalah selanjutnya. Atas perhatiannya dalam membaca makalah ini penulis ucapkan
terima kasih.
DAFTAR

PUSTAKA

Al-Hafidh Ibnu Hajar Asqalani, BULUGHUL MARAM(Terjemah), Surabaya: Mutiara Ilmu,


1995.

Kamal Malik, Shahih Fikih Sunah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.

Madjid Nurcholish, Perjalanan Religius UMRAH dan HAJI, Jakarta: Paramadina, 1997.

Rasjid Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2016.

Sabiq Sayyid, Fiqih Sunnah, Jilid 3.

Syarifuddin Amir, GARIS-GARIS BESAR FIQH, Jakarta: Kencana, 2010.

11

Anda mungkin juga menyukai