Disusun oleh
JAUHAR LATIFAH
1802
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT. karena atas limpahan rahmat
dan karunianya. Kami dapat menyelesaikan makalah sederhana ini, meskipun sangat jauh
dari kata sempurna. Sholwat serta salam tak lupa pula kami haturkan kepada keharibaan
junjungan kita putra gurun sahara yaitu Nabi besar Muhammad SAW. serta keluarga, sahabat
kita umat beliau hingga akhir zaman.
Tujuan dalam pembuatan makalah ini antara lain untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Hadis Ahkam. Selain itu juga untuk menambah wawasan para pembaca maupun
penulis. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Hadis
Ahkam yakni, bapak Munib, M.Ag. atas ketersedian menuntun penulis dalam penulisan
makalah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah ikut
berpartisipasi dalam penyusunan dan pengumpulan data makalah ini. Tanpa bantuan dan
dukungan dari teman-teman semua makalah ini tidak akan terselesaikan dengan tepat waktu.
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
D. Metode Penulisan................................................................................................2
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 9
B. Saran ................................................................................................................. 10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis telah menjadi sandaran hukum Umat Islam oleh sebab itu diwajibkan mengikuti
dan mengenalkan hadist sebagaimana diwajibkan mengikuti dan mengamalkan Al-Qur’an.
Al-Qur’an dan Hadist merupakan dua sumber hukum pokok syariat Islam secara
mendalam dan lengkap tanpa kembali kepada kedua simber Islam tersebut. Seorang
mujtahid dan seorang ulama pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan
mengambil salah satu dari keduanya.
Hadis sebagai sumber hukuim kedua dalam Islam yang menjadi sandaran dalam
kehidupan umat Islam yang menjadi sandaran dalam kehidupan umat Islam. Terkait dalam
pembahasan ini telah ada ketentuan dalam hadis terkait pembahasan dalam haji dan umrah
yang tidak wajib.
Penting adanya mempelajari ketentuan terkait haji dan umrah yang merupakan
rangkaian kegiatan ibadah yang telah ditetapkan dalam ajaran agama Islam terlebih khusus
bagi mahasiwa yang bergelud dalam bidang hukum Islam.
B. Rumusan Masalah
1
2
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode
PEMBAHASAN
1. Pengertian Haji
Haji asal maknanya adalah menyengaja sesuatu. Haji disini menurut syara’ adalah
sengaja mengunjungi ka’bah(Baitullah) untuk melakukan beberapa amal ibadah,
dengan syarat-syarat tertentu.1 Menurut ulama fiqih terkait haji Abu Malik bin As-
Sayyid Salim mengemukakan secara etimologi haji adalah “bermaksud, atau
menyengaja”. Secara terminologi syariat As-Sayyid mendefinisikan haji sebagai
“mendatangi Baitullah(ka’bah) dan tempat-tempat tertentu untuk menunaikan ibadah
tertentu, pada waktu tertentu, dan dengan tata cara yang ditentukan”.2
Sementara itu, hadis yang dijadikan dasar kewajiban haji adalah hadis riwayat
Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah;
1
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2016, hal. 247.
2
Malik Kamal, Shahih Fikih Sunah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007, hal. 263-264.
3
4
َواِ َق ِام٬ِس ْو ُل اﷲ ُ َوا َ هن ُم َح همدًا َر٬ُش َهادَ ِة ا َ ْن آل اِلَهَ اِاله اﷲ
َ ى ا ِال ْسلَ ُم َعلَى خ َْم ٍس َ بُ ِن
ًسبِ ْيلَ ع اِلَ ْي ِه
َ طا ِ َو ِحجِ ا ْل َب ْي٬ َضان
َ َ ت ِل َم ْن اِ ْست اء ه
َ و٬ الزكا َ ِة
َ ص ْو ِم َر َم ِ َ صلَ ِة َواِ ْيت
ال ه
Artinya:Islam dibangun atas lima perkara; bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan
zakat, puasa di bulan Ramadan dan melakukan haji ke Baitullah bagi orang yang
mampu melakukan perjalanan ke sana.
Pada umumnya melakukan amal ibadah adalah kewajiban tetap dan berketerusan
sepanjang umur. Namun khusus untuk ibadah haji, kewajibannya hanya sekali untuk
seumur hidup. Penjelasan sekali ini dijelaskan oleh Rasulullah SAW dengan hadisnya
yang berasal dari Ibnu Abbas menurut riwayat lima perawi hadis ucapannya:
B. Hukum Umrah
1. Pengertian Umrah
3
Amir Syarifuddin, GARIS-GARIS BESAR FIQH, Jakarta: Kencana, 2010, hal. 60.
5
Dilihat dari segi bahasa, Umrah itu sendiri artinya meramaikan. Yaitu meramaikan
tempat suci Makkah, yang di situ terletak Masjidil Haram dan di dalamnya ada Ka’bah.
Namun demikian umrah dalam konteks ibadah tidak sekedar mempunyai arti
meramaikan, melainkan lebih dari itu, yaitu kita dituntu agar mengambil manfaat dari
umrah tersebut.4
Terdapat perbedaan diantara ulama mengenai wajib atau tidaknya umrah. Hanafi dan
Maliki berpendapat bahwa umrah itu sunnah berdasarkan riwayat Jabir r.a bahwa Nabi
SAW ditanya tentang umrah, apakah umrah itu wajib bagi kaum muslimin?vbeliau
menjawab bahwa umrah tidak wajib, melainkan suatu keutamaan. Menurut Syafi’i dan
Ahmad, hukum umrah adalah wajib berdasarkan firman Allah SWT.
Umrah pada ayat di atas menurut Syafi’i dan Maliki digabungkan dengan haji yang
memiliki hukum wajib, sehingga umrah juga wajib.5
Dan dalam hadis lain juga dijelaskan yang artinya: Dari Jabir R.A berkata,”Seorsng
arab badui mendatangi Rasulullah SAW, lalu ia berkata,”Wahai Rasulullah, beritahu
aku tentang hukum umrah, apakah hukumnya wajib?” Beliau menjawab,”Tidak,
namun jika engkau melaksanakan ibadah umrah maka hal itu lebih baik bagimu.” (HR.
Ahmad dan At-Tirmidzi)
Hadis di atas menjelaskan bahwa ibadah umrah itu tidak wajib, namun jika
dilaksanakan maka itu lebih baik.
Menurut pemakalah hukum dari umrah sama halnya seperti haji, yaitu wajib satu kali.
Wajib di sini maksudnya diwajibkan atas orang yang wajib haji yaitu orang yang Islam,
berakal, baligh, merdeka dan juga mampu. Perlu juga diketahui, bahwa jika seseorang
berhaji maka sudah dipastikan dia juga sudah melaksanakan umrah, namun jika
seseorang berumrah maka dia belum melaksanakan haji. Lalu jika kita memiliki
kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah, maka yang lebih utama
adalah ibadah haji karena di dalamnya berisi juga ibadah umrah.
4
Nurcholish Madjid, Perjalanan Religius UMRAH dan HAJI, Jakarta: Paramadina, 1997, hal. 3.
5
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 3, hal. 99.
6
C. Hikmah Haji
Keinginan Nabi Ibrahim itu ditanggapi Allah dengan menyuruh orang-orang untuk
menziarahi tempat Nabi Ibrahim tersebut dengan firman-Nya dalam surah Al-Hajj ayat 27:
Selain itu hikmah dari haji juga sebagai penghapus dosa dan juga jika dilakukan
dengan sungguh-sungguh sehingga jadi haji mabrur maka balasannya adalah jannah. Hal
ini sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis:
ا َ ْلعُ ْم َرة ُ ِإلَى: ّللاِ صلى ﷲ عليه وسلم قَا َل سو َل َ هُ َع ْن أ َ ِبي ُه َري َْرة َ رضي ﷲ عنه أ َ هن َر
َْس لَهُ َجزَ ا ٌء ِإ هال ا َ ْل َجنهة
َ ور لَيُ َو ْال َح ُّج ا َ ْل َمب ُْر,ارة ٌ ِل َما َب ْينَ ُه َما
َ ا َ ْلعُ ْم َر ِة َكفه
6
Amir Syarifuddin, GARIS-GARIS BESAR FIQH,. hal. 60-61.
7
Artinya:Dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Satu
umrah sampai umrah yang lain adalah sebagai penghapus dosa antara keduanya dan
tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali jannah. (HR Bukhari dan Muslim, Bahjatun
Nanzhirin no. 1275)7
Haji juga dapat mempertemukan jutaan umat Islam dari seluruh penjuru dunia, dapat
terjadinya silaturahmi antara sesama umat Islam dan juga dapat lebih mengenal Islam di
lingkugan rumah Allah(Baitullah).
Menghajikan orang lain yakni dengan alasan sakit yang tidak ada harapan untuk
sembuh atau lemah fisiknya dan atau orang yang meninggal dunia disebut dengan haji
badal. Menghajikan orang lain atau orang yang meninggal diperbolehkan sebagaimana
hadis berikut:
Rasulullah SAW juga pernah ditanya oleh seorang wanita dari Khatsam :
7
Al-Hafidh Ibnu Hajar Asqalani, BULUGHUL MARAM(Terjemah), Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995,
hal. 292.
8
Namun perlu diketahui dalam haji badal memiliki ketentuan yang harus diperhatikan,
yaitu:
4. Hanya boleh membadalkan haji untuk satu orang dalam satu waktu haji.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Haji asal maknanya adalah menyengaja sesuatu. Haji disini menurut syara’ adalah
sengaja mengunjungi ka’bah(Baitullah) untuk melakukan beberapa amal ibadah, dengan
syarat-syarat tertentu. Menurut ulama fiqih terkait haji Abu Malik bin As-Sayyid Salim
mengemukakan secara etimologi haji adalah “bermaksud, atau menyengaja”. Secara
terminologi syariat As-Sayyid mendefinisikan haji sebagai “mendatangi Baitullah(ka’bah)
dan tempat-tempat tertentu untuk menunaikan ibadah tertentu, pada waktu tertentu, dan
dengan tata cara yang ditentukan”. Untuk haji itu diwajibkan hanya satu kali, selebihnya
dianggap sunnah.
Dilihat dari segi bahasa, Umrah itu sendiri artinya meramaikan. Yaitu meramaikan
tempat suci Makkah, yang di situ terletak Masjidil Haram dan di dalamnya ada Ka’bah.
Namun demikian umrah dalam konteks ibadah tidak sekedar mempunyai arti meramaikan,
melainkan lebih dari itu, yaitu kita dituntu agar mengambil manfaat dari umrah tersebut.
Untuk hukumnya, umrah sama dengan ibadah haji yakni satu kali seumur hidup.
Menghajikan orang lain atau orang yang meninggal diperbolehkan, yang mana haji ini
disebut dengan haji badal. Ada beberapa ketentuan dalam haji badal diantaranya; Orang
yang digantikan memang tidak mampu secara fisik; Orang yang menghajikan orang lain
harus sudah pernah berhaji; Wanita boleh membadalkan haji laki-laki, begitu pula
sebaliknya; Hanya boleh membadalkan haji untuk satu orang dalam satu waktu haji; Tidak
boleh membadalkan haji dengan maksud untuk mencari harta.
9
10
B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah mengenai “Kewajiban Haji Satu Kali” ini dapat
menambah wawasan para pembaca mengenai haji. Dan juga penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun terhadap makalah ini agar dapat lebih meningkatkan kualitas
makalah selanjutnya. Atas perhatiannya dalam membaca makalah ini penulis ucapkan
terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Madjid Nurcholish, Perjalanan Religius UMRAH dan HAJI, Jakarta: Paramadina, 1997.
11