Anda di halaman 1dari 29

TAFSIR TARBAWI

Tafsir Surat Al-Hajj ayat 32-37

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi

Dosen Pembimbing :

Dr. H. Istikhori, S.S.I., S.S., Lc., MA

Disusun Oleh :

Arif Amirudin
M. Fadi Gusputra
Nurul Safitri
Elsa Tazkiah
Nur Kholifah

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR

2020
Kata Pengantar

Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tafsir tarbawi tepat pada waktunya. Terlepas dari semua itu, saya
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang tafsir tarbawi ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Bogor, 21 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................
C. Tujuan.........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. ....................................................................................................................
B. ....................................................................................................................
C. ....................................................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................
B. Saran...........................................................................................................

Daftar Pustaka...................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur`ân adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
secara mutawatir melalui perantara malaikat Jibril, bagi yang membacanya
mendapatkan pahala dan mendapatkan syafa’at (pertolongan) di hari akhir. Secara
etimologis pengertian al-Qur`ân adalah masdar dari kata qa-ra-a. Ada dua
pengertian al-Qur`ân dalam bahasa Arab, yaitu Qur’ân berarti bacaan dan apa
yang tertulis padanya maqru, serta ismu alfa’il (subjek) dari qara’a.1
Menurut Abdul Wahab Khallaf, “al-Qur`ân adalah kalam Allah yang
diturunkan oleh-Nya melalui perantara malaikat Jibril kedalam hati Nabi
Muhammad dengan lafalzh yang berbahasa Arab dan makna-maknanya yang
benar, untuk menjadi hujah bagi Rasul atas pengakuannya sebagai Rasulullah,
serta menjadi undang-undang bagi manusia yang mengikuti petunjuknya”.2 Al-
Qur`ân sebagaimana diketahui, diturunkan dalam bahasa Arab, baik lafalzh
maupun uslubnya. Bahasa Arab adalah suatu bahasa yang kaya akan kosa kata dan
sarat akan kandungannya. Kendati al-Qur`ân berbahasa Arab, tidak berarti semua
orang Arab atau orang yang mahir dalam bahasa Arab, dapat memahami al-
Qur`ân secara rinci.3
Al-Qur`ân diturunkan untuk menjadi pegangan bagi manusia yang ingin
mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Al-Qur`ân tidak diturunkan untuk satu
umat atau suatu masa, akan tetapi untuk seluruh umat manusia dan sepanjang
masa (universal).4 Dalam kehidupan kaum Muslimin, al-Qur`ân menempati
kedudukan yang sangat penting, pentingnya al-Qur`ân berkaitan dengan
keberadaan dan fungsinya sebagai sumber utama ajaran agama Islam. Selain itu
juga didalam al-Qur`ân terdapat bermacam-macam ilmu yang dibutuhkan manusia
dalam menjalani kehidupan. Maka dari itu, bagi umat Islam membaca al-Qur`ân
dengan baik dan benar serta memahami isi kandungannya merupakan hal yang

Page | 4
penting, selain mendapatkan pahala dan ilmu, mereka juga akan mendapatkan
petunjuk kehidupan dari Allah untuk menuju jalan yang benar.
Sedangkan menurut Muhammad Alim, beliau menjelaskan bahwa
alQur`ân mempunyai isi kandungan yang terdiri dari tiga kerangka besar, yaitu :
pertama, tentang akidah. Kedua tentang syariat. Ini terbagi menjadi dua pokok,
yaitu ibadah, hubungan manusia dengan Allah, dan muamalah, hubungan manusia
dengan sesama manusia. Ketiga, tentang akhlak yaitu etika, moralitas, budi
pekerti dan segala sesuatu yang termasuk didalamnya.5
Hal yang pertama kali diwajibkan Allah kepada hamba-Nya adalah
beriman kepada-Nya, yakni mengucapkan dengan lisan dan meyakininya dengan
hati.6 Setelah beriman maka manusia haruslah beribadah kepada Allah, pada
kodratnya manusia harus beribadah kepada Allah sebagaimana yang terdapat
didalam al-Qur`ân surat adz-Dzariyat/51 ayat 56 :
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku”.7
Didalam al-Qur`ân telah terdapat berbagai macam perintah ibadah dari
wajib sampai sunah, yang harus dilakukan manusia seperti : sholat, zakat, puasa,
haji, kurban dan ibadah-ibadah lainnya. Namun di dalam al-Qur`ân terkadang
hanya terdapat perintah dan hukumnya saja, tetapi didalam tata cara
pelaksanaannya harus mengambil dari hadist-hadist dan contoh yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad. Tetapi didalam kenyataannya masih ada orang yang belum
memahami tata cara beribadah sesuai dengan al-Qur`ân dan hadis, salah satunya
dalam melaksanakan ibadah kurban, masih ada orang yang belum memahami
bagaimana melaksanakanya sesuai dengan al-Qur`ân dan hadist.
Ibadah kurban (udhhiyah) adalah suatu yang disembelih pada hari raya
kurban untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan syarat-syarat khusus.8
Kurban yang kita ketahui selama ini sebagai penyembelihan hewan ternak seperti
kambing, sapi, unta dan biri-biri sebagai bentuk ibadah pada bulan Dzulhijjah
(Hari Raya Haji). Tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
menggembirakan fakir miskin sebagaimana di hari Raya Idul Fitri tiba mereka
5

Page | 5
digembirakan dengan zakat fitrah.9 Kurban merupakan Sunnah mu’akkadah,
sebagai syiar yang nyata, dimana orang yang mampu seharusnya senantiasa
melaksanakanya.
Pada awalnya ibadah kurban ialah menjalani syariat yang dilakukan oleh
Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Landasan sejarah ibadah kurban yaitu
peristiwa yang terjadi pada Nabi Ibrahim AS melalui sebuah mimpi, Allah telah
memerintahkan Nabi Ibarahim AS melaului mimpi untuk menyembelih anaknya
dari Siti Hajar yaitu Nabi Ismail AS. Ketika Nabi Ibrahim ingin menyembelih
anaknya, seketika itu juga Allah menggantinya dengan seekor domba yang
menggantikan nabi Ismail AS. Peristiwa ini merupakan gambaran cinta yang tulus
dan ikhlas serta ketaatan yang tinggi seorang hamba kepada Tuhannya. Setelah itu
pun Nabi Muhammad melaksanakan ibadah kurban dan mensyariatkannya kepada
umatnya sebagaimana yang diperintahkan didalam al-Qur`ân dan hadist.

B. Rumusan Masalah
1. Apa isi kandungan surat Al-Hajj ayat 32-37?
2. Apa sisi pendidikan dalam surat Al-Hajj Ayat 32-37?
C. Tujuan
1. Menjelaskan isi kandungan surat Al-Hajj ayat 32-37
2. Menjelaskan apa saja sisi pendidikan dalam surat Al-Hajj ayat 32-37

Page | 6
BAB II
PEMBAHASAN

A. MENJELASKAN ISI KANDUNGAN SURAT AL-HAJJ AYAT 32-37

‫) لَ ُك ْم فِيهَا َمنَافِ ُع إِلَى أَ َج ٍل ُم َس ّمًى ثُ َّم‬٣٢( ‫ب‬ ِ ‫ك َو َم ْن يُ َعظِّ ْم َش َعائِ َر هَّللا ِ فَإِنَّهَا ِم ْن تَ ْق َوى ْالقُلُو‬َ ِ‫َذل‬
‫) َولِ ُك ِّل أُ َّم ٍة َج َع ْلنَا َم ْن َس ًكا لِيَ ْذ ُكرُوا• ا ْس َم هَّللا ِ َعلَى َما َرزَ قَهُْ•م ِم ْن‬٣٣( ‫يق‬ ِ ِ‫ت ْال َعت‬ ِ ‫َم ِحلُّهَا إِلَى ْالبَ ْي‬
‫ت‬ ْ َ‫) الَّ ِذينَ إِ َذا ُذ ِك َر هَّللا ُ َو ِجل‬٣٤( َ‫بَ ِهي َم ِة األ ْن َع ِام فَإِلَهُ ُك ْ•م إِلَهٌ َوا ِح ٌد فَلَهُ أَ ْسلِ ُموا َوبَ ِّش ِ•ر ْال ُم ْخبِتِين‬
َ‫) َو ْالبُ ْدن‬٣٥( َ‫صابَهُ ْم َو ْال ُمقِي ِمي الصَّال ِة َو ِم َّما َرزَ ْقنَاهُ ْم يُ ْنفِقُون‬ َ َ‫قُلُوبُهُْ•م َوالصَّابِ ِرينَ َعلَى َما أ‬
‫ت ُجنُوبُهَا‬ ْ َ‫اف فَإِ َذا َو َجب‬ َ ‫َج َع ْلنَاهَا لَ ُك ْم ِم ْن َش َعائِ ِ•ر هَّللا ِ لَ ُك ْم فِيهَا َخ ْي ٌر فَ ْاذ ُكرُوا• ا ْس َم هَّللا ِ َعلَ ْيهَا‬
َّ ‫ص َو‬
َ ‫َال هَّللا‬
َ ‫) لَ ْن يَن‬٣٦( َ‫ك َس َّخرْ نَاهَا لَ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬ ْ َ‫فَ ُكلُوا ِم ْنهَا َوأ‬
َ ِ‫ط ِع ُموا• ْالقَانِ َع َو ْال ُم ْعتَ َّر َك َذل‬
‫ك َس َّخ َرهَا لَ ُك ْم لِتُ َكبِّرُوا• هَّللا َ َعلَى َما هَدَا ُك ْم َوبَ ِّش ِر‬
َ ِ‫لُحُو ُمهَا َوال ِد َما ُؤهَا َولَ ِك ْن يَنَالُهُ التَّ ْق َوى ِم ْن ُك ْم َك َذل‬
٣٧( َ‫ْال ُمحْ ِسنِين‬

Terjemah Surat Al Hajj Ayat 30-37

32. Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syi'ar-syi'ar


Allah maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati.

33. Bagi kamu padanya (hewan hadyu) ada beberapa manfaat sampai waktu yang
ditentukan, kemudian tempat penyembelihannya adalah di sekitar Baitul Atiq
(Baitullah).

34. Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar
mereka menyebut nama Allah rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka
berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu
berserah dirilah kamu kepada-Nya[18]. Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar
gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah),

35. (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah hati mereka bergetar,
orang yang sabar atas apa yang menimpa mereka, dan orang yang melaksanakan
shalat dan orang yang menginfakkan sebagian rezeki yang Kami karuniakan
kepada mereka.

Page | 7
36. Dan unta-unta itu Kami jadikan untukmu bagian dari syi'ar agama Allah,
kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika
kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri. Kemudian apabila telah
rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa
cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang
meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu, agar kamu
bersyukur.

37. Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada
Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia
menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang
Dia berikan kepadamu Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang
yang berbuat baik.

Page | 8
Allah Ta’ala berfirman : “ inilah: ( ‫“ ) ومن يعظم شعا ئر هللا‬Dan barang

siapa mengagungkan syi’ar - syi’ar Allah,”, yaitu perintah-perintah-Nya: (‫فانها من‬

‫ “ ) تقوى القلوب‬maka seseungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” diantaranya


adalah membesarkan tubuh binatang-binatang hadiah dan binatang sembelihan”.
Sebagaimana Hakam berkata, dari Miqsam, dari ibnu ‘Abbas : “Membesarkannya
ialah menggemukkan dan memperindahnya”.

Ibnu Abi Hatim berkata dari ibnu ‘Abbas tentang ayat :

(‫ذلك ومن يعظم شعا ئر هللا‬ ) “ Demikianlah, dan barang siapa mengagungkan
syi’ar - syi’ar Allah,” ia berkata : “Menggemukkan, memperindah dan
memperbesar” Abu Umamah berkata, dari Sahl: “Dahulu kami menggemukkan
binatang-binatang kurban di Madinah dan orang-orang muslim pun
menggemukkan nya” (HR. Al-Bukhari).

Dari
Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda :

) ‫( دم عفراء احب من دم سوداوين‬

“Darah putih lebih dicintai Allah dari pada darah hitam” (HR. Ahmad dan Ibnu
Majjah )

Mereka berkata: “Al-‘ufara’ adalah putih yang tidak terlalu putih.” Yang putih
lebih utama dari yang lainnya. Akan tetapi warna yang lainnya dapa digunakan.
Sebagaimana yang tercantum dalam shahih al-Bukhari dari Anas RA, bahwa
Rasulullah SAW menyembelih kurban dua domba yang gemuk dan bertanduk.

Dari
Abu Sa’id bahwa Rasulullah SAW menyembelih satu domba dan bermata tajam
yang (domba tersebut) dapat dimakan dikegelapan, melihat dikegelapan dan juga
berjalan dikegelapan, (HR. Ahlu Sunan dan dishahihkan oleh At-Tirmidzi) yaitu,
adanya warna hitam pada doomba tersebut.

Page | 9
Dalam sunan ibni majah, dari Abu Rafi’ bahwa Rasulullah SAW berkurban dua
ekor kibasyi yang besar, gemuk, bertanduk, halus dan dua buah dzakarnya tidak
berfungsi.

Demikian pula diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah, dari Jabir,
Rasulullah SAW berkurban dua ekor kibasyi yang bertanduk, halus dan dua buah
dzakarnya tidak berfungsi.

Satu
pendapat mengatakan: “keduanya adalah binatang yang dua buah dzakarnya
dikebiri. “Sedangkan pendapat lain mengatakan: “Yaitu, dua buah dzakarnya luka
berat (memar), dan tidak dipotong keduanya”.

Ali
RA berkata: “ Rasulullah SAW memrintahkan kami untuk meneliti mata dan
telinga serta tidak berkurban dengan binatang yang telinga depannya terputus,
ekornya terputus, telinganya terputus panjang dan robek”.

Dari
riwayat mereka pula, bahwa Rasulullah melarang untuk berkurban dengan
binatang yang tanduk dan telinganya yang terpecah

Sa’id
bin al-Musayyab berkata: “Al-‘adhba adalah setengah atau lebih.” Sebagiann ahli
bahasa berkata: “jika tanduknya pecah di bagian atas disebut Qashma. Sedangkan
al-‘adhba adalah tanduknya pecah dibagian bawah. Telinga yang ‘adhba adalah
terputus sebagiannya.”

Menutrut Imam asy-Syafi’i, bahwa berkurban dengan semua itu mencukupi, akan
tetapi makruh, sedangkan Ahmad berkata: “Berburban tidak cukup dengan
binatang yang tanduk dan kupingnya ‘adhba” Malik berkata: “Jika darah mengalir
dari tanduk, maka tidak mencukupi, jika darah tidak mengalir maka mencukupi.”

Page | 10
Sedangkan muqabalah adalah binatang yang terputus telinga depannya,
mudaabarah adalah binatang yang terputus telinga bagian belakangnya dan
syarqaa adalah binatang yang terputus telinganya memanjang. Dikatakan oleh
imam asy-Syafi’i dan al-Ashma’i adapun al-kharqaa’ adalah binatang yang
ditandai dengan lubang bundar (sobek) pada telinga.

Al-
Barra’ berkata, Rasulullah bersabda:

•‫ الع•وراء ال•بين عوره•ا والمريض•ة ال•بين م•ر ض•ها والعرج•اء‬: ‫اربع ال تجوز في االضاحى‬
‫البين ظلعها والكسيرة التى ال تنقى‬

“ Emapat jenis binatang yang tidak dapat dijadikan binatang kurban: buta sebelah
mata yang benar-benar nyata kebutaannya, sakit yang benar-benar nyata sakitnya,
pincang yang benar-benar nyata kepincangannyadan kurus yang tidak berlemak.”
(HR. Ahmad dan Ahlusunan dan dishahihkan oleh at-Tirmidzi)

Cacat-cacat ini mengurani daging karena kelemahan dan tidak sempurnanya


pemeliharaan. Untuk itu, tidak mencakupi dalam pelaksanaan kurban menurut
imam asy-Syafi’i dan imam-imam yang lain, sebagaimana zhahir hadits.

Pendapat imam asy-Syafi’i berbeda tentang binatang yang sakitnya ringan, yang
terbagi menjadi dua pendapat. Abu Dawud meriwayatkan dari ‘Utbah bin ‘Abdus
Sulami bahwa Rasulullah SAW melarang binatang mushfirah, mustashilah, al-
bukhqaa, al-musyii’ah dan al-kasiirah.

Al-
mushfirah menurut satu pendapat adalah kurus,menurut pendapat lain robek
telinganya. Mustashilah adalah pecah tanduknya. Al-bukhqaa adalah buta sebelah,
al-musyiah adalah yang selalu dikumpulkan di belakang kambing dan dia tidak
dapat mengikuti karena lemah (kambing yang lemah), dan al-kasiirah adalah
pincang. Semua itu tidak mencakupi dalam berkurban. Bila cacat tersebut tidak

Page | 11
terlihat setelah penentuan kurban maka tidak masalah menurut imam asy-Syafi’i
berbeda dengan pendapat Abu Hanifa.

Imam
Ahmad meriwayatkan dari Abu Sa’id ia berkata: “aku membeli kambing yang aku
berkurban dengannya, tapi kambing itu diambil serigala beberapa bagian. Lalu
aku bertanya kepada Nabi, maka beliau bersabda: “Berkurbanlah dengannya.”
Karena itu, terdapat hadits bahwasannya Nabi memerintahkan kita untuk
memeriksa mata dan telinga kambing, atau dengan kata lain hadyu (binatang
untuk kurban/dam haji atau umrah) itu dengan binatang yang gemuk, bagus dan
berharga sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud dari
‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata: “ Umar memotong hadyu dengan binatang yang
sangat baik dan/mahal, ia telah memberikan untuk itu 300 dinar. Lalu ia
mendatangi Nabi dan berkata: Ya Rasulullah, aku berkurban dengan binatang
yang beik sekali, aku telah memberikan 300 dinar untuk itu. Apakah aku jual saja
dan uangnya aku belikan unta? Beliau bersabda: “Tidak, potonglah untuk kurban
itu saja”

Adh-Dhahhak berkata dari Ibnu ‘Abbas bahwa budna (unta) itu termasuk syi’ar-
syi’ar Allah. Muhammad bin Abi Musa berkata: “Wukuf, muzdalifah, melontar,
mencukur dan budna (unta) termasuk syi’ar-syi’ar Allah.

Ibnu
‘Umar berkata: “Syi’ar terbesar adalah Baitullah”

Firman-Nya (‫“ ) لكم فيها منا فع‬Bagi kamu pada binatang-binatang hadyu itu ada
beberapa manfaat” yaitu bagi kalian pada binatang-binatang unta ada beberapa
manfaat seperti: Susu, bulu kasar, bulu halus, rambut dan mengendarainya hingga
batas yang ditentukan.

Miqsam berkata dari Ibnu Abbas tentang firman-Nya:

Page | 12
( ( ‫”لكم فيها منا فع الى اجل مسمى‬bagi kamu pada binatang-binatang hadyu itu ada
beberapa manfaat, sampai kepada waktu yang ditentukan” selama belum
dinamakan “al-budna (binatang yang gemuk untuk kurban)”

Mujahid berkata tentang firmanNya ( ( ‫”لكم فيها منا فع الى اجل مسمى‬bagi kamu pada
binatang-binatang hadyu itu ada beberapa manfaat, sampai kepada waktu yang
ditentukan” yaitu kendaraan, susu dan anak. Jika binatang-binatang itu dinamai “
budna atau hadyu” maka hilanglah semua itu. Demikian yang dikatakan oleh
‘Atha’, adh-Dhahhak, atadah dan selain mereka.

Ulama lain berkata: “ bahkan boleh dimanfaatkan, sekalipun binatang hadyu jika
ia membutuhkan. Sebagaimana tercantum dalam ash-shahihain dari Anas bahwa
Rasulullah SAW melihat seorang laki-laki menuntun seekor unta, beliau berkata:
“ Naiklah!” Laki-laki itu menjawab: “Dia adalah budna” Nabi berkata lagi: “Naiki
saja” pada kata-kata kedua dan ketiga.

Dan
didalam riwayat Muslim dari Jabir RA bahwa Rasulullah bersabda:

) ‫( اركبها بالمعروف• اذا الجئت اليها‬

“Naiklah dengan baik jika engkau membutuhkannya”

Syu’bah bin Zuhair berkata bahwa Ali melihat seorang laki-laki menuntun seekor
unta dan anaknya. Maka Ali berkata: “Jangankah engkau minum susunya kecuali
apa yang lebih dari anaknya. Jika pada hari raya kurban, maka sembelihlah unta
dan anaknya itu”

Firman-Nya (‫“ ) ثم محلها الى البيت العتيق‬kemudian tempat wajib menyembelihnya


ialah setelah sampai ke Baitul ‘Atiq” yaitu tempat pemotongan binatang hadyu,
dan berakhirnya adalah setelah sampai ke Baitul ‘Atiq yaitu Ka’bah, sebagaimana

Page | 13
Allah Ta’la berfirman: ( ‫“ ) هديا بلغ المكة‬Sebagai hadyu yang dibawa sampai ke
Ka’bah” (QS. Al-Maidah: 95 )

Ibnu
Juraij berkata dari ‘Atha’ bahwa Ibnu Abbas berkata: “Setiap orang yang
melakukan thawaf di Ka’bah, maka ia telah tahallul” Allah Ta’ala berfirman ( ‫ثم‬

‫“ ) محلها الى البيت الع••تيق‬kemudian tempat wajib menyembelihnya ialah setelah


sampai ke Baitul ‘Atiq”

ُ‫ُوا ٱ ْس َم ٱهَّلل ِ َعلَ ٰى َما َرزَ قَهُم• ِّم ۢن بَ ِهي َم ِة ٱأْل َ ْن ٰ َع ِم ۗ فَإِ ٰلَهُ ُك ْ•م إِ ٰلَهٌ ٰ َو ِح ٌد فَلَ ٓۥه‬
•۟ ‫َولِ ُك ِّل أُ َّم ٍة َج َع ْلنَا َمن َس ًكا لِّيَ ْذ ُكر‬
۟ ‫أَ ْسلِ ُم‬
َ‫وا ۗ َوبَ ِّش ِ•ر ْٱل ُم ْخبِتِين‬

{QS. Al Hajj ayat 34}

َّ ‫صابَهُْ•م َو ْال ُمقِي ِمي ال‬


‫صاَل ِة َو ِم َّما َر َز ْقنَاهُْ•م‬ َ َ‫ت قُلُوبُهُْ•م َوالصَّابِ ِرينَ َعلَ ٰى َما أ‬
ْ َ‫الَّ ِذينَ إِ َذا ُذ ِك َر هَّللا ُ َو ِجل‬
َ‫يُ ْنفِقُون‬

{QS. Al Hajj ayat 35}

Allah Ta’ala mengabarkan bahwa penyembelihan hewan kurban dan


penumpahan darah dengan nama Allah telah disyari’atkan dalam seluruh agama
‘Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu ‘Abbas yang artinya “Dan bagi tiap-tiap
ummat telah kami syari’atkan penyembelihan (Qurban),” Yaitu hari raya.
Sedangkan ‘Ikrimah berkata yaitu penyembelihan kurban firmannya yang artinya
“Agar mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah
dirizkikan Allah kepada mereka” Sebagaimana tercantum didalam ash-shahihain,
bahwasanya Anas berkata : “Rosulullahi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang
membawa 2 ekor domba yang bagus dan bertanduk, beliau menyebut nama Allah
‘Azza wa jalla, bertakbir dan meletakan kakinya di atas pelipis 2 ekor domba
tersebut”

Firman nya : “Maka ilahmu adalah ilah yang Mahaesa, karena itu
berserah dirilah kepada-Nya” yaitu al-ma’bud (yang kalian ibadahi) adalah Esa,
sekalipun syari’at para Nabi bermacam-macam dan sebagiannya menghapus
sebagian yang lain. Seluruhnya menyeru peribadahan kepada Allah yang Esa yang

Page | 14
tidak ada sekutu bagi-Nya : “Dan kami tidak mengutus seorang rosul pun
sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, Bahwasanya tidak ada
ilah yang (Haq) melainkan aku, maka ibadahilah olehmu sekalian akan aku.”(QS.
Al-Anbiya:25). Untuk itu, Dia Berfirman : “Karena itu berserah dirilah kepada-
Nya,” yaitu murnikanlah dan berserah dirilah kepada hukum-Nya dan dalam
mentaati-Nya.

( َ‫ر ْال ُم ْخبِتِين‬


•ِ ‫“ ) َوبَ ِّش‬Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang
mukhbitin” Mujahid berkata: “Yaitu orang-orang yang thuma’ninah,” Adh-
Dhahhak dan Qatadah berkata: “Yaitu orang-rang yang Tawadhu’.” As-Suddi
berkata: “Yaitu orang-orang yang tunduk.” Sedangkan Ats-Tsuri berkata: “dan
berilah kabar gembira kepada orang-orang yang Mukhbitin,” yaitu orang-orang
yang thuma’ninah lagi ridha dengan qadha Allah dan berserah diri kepada-Nya,”

Dan
alangkah indahnya penafsiran ayat sesudahnya, yaitu firman Allah
ْ َ‫•ر هَّللا ُ َو ِجل‬
Subhanahuwata’ala: (‫ت قُلُ•وبُهُ ْم‬ َ ‫“ )الَّ ِذينَ إِ َذا ُذ ِك‬Orang-orang yang apabila
disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka,” yaitu hati mereka takut kepada-

َ َ‫”والصَّابِ ِرينَ َعلَ ٰى َما أ‬


Nya. “‫صابَهُ ْم‬ َ “orang-orang yang sabar terhadap apa yang
menimpa mereka,” yaitu dari berbagai musibah.

Al-
Hasan al-Bashri berkata: “Demi Allah, sungguh kami akan sabar atau kami akan
َّ ‫”و ْٱل ُمقِي ِمى ٱل‬
binasa.” “‫صلَ ٰو ِة‬ َ artinya “orang orang yang mendirikan shalat” Jumhur
‘ulama qira’at yang tujuh, bahkan ‘ulama yang sepuluh membacanya dengan
idhafat, yaitu orang-orang yang menunaikan hak Allah yang diwajibkan kepada
mereka berupa menunaikan fardhu-fardhun-Nya.

“ َ‫ ” ِم َّما َرزَ ْق ٰنَهُ ْم يُنفِقُ••ون‬Yang artinya “dan orang-orang yang menafkahkan


sebagian dari apa yang telah kami rizkikan kepada mereka” yaitu mereka yang
menafkahkan rizki yang baik yang diberikan oleh Allah ‘Azza wa jalla kepada
kelurga, kerabat, orang-orang fakir dan orang-orang yang membutuhkan
dikalangan mereka. Serta mereka berbuat baik kepada makhluk Allah ‘Azza wa
jalla dengan tetap berusaha menjaga batas-batas Allah. Sifat ini berbeda dengan

Page | 15
sifat orang munafik, karena mereka memiliki sifat yang berlawanan dari seluruh
sifat ini, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surah Baraa-ah.

Tafsir quraan suraat al hajj ayat 36

ْ َ‫اف فَاِ َذا َو َحب‬


‫ت‬ َ ‫َو ْالبُ ْدن ََج َع ْلنَهَا لَ ُك ْم ِّم ْن َش َع ِع ِر هَّللا ِ لَ ُك ْم فِ ْيهَا َخ ْي ٌر فَا ْذ ُكرُوْ ا ا ْس َم هَّللا ِ َعلَ ْيهَا‬
َّ ‫ص َو‬
ً ِ‫ط ِع ُموا ْالقَا نِ َع َو ْال ُم ْعتَ َّر َك َذل‬
)٣٦( َ‫ك َسخَرْ نَهَا• لَ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُوْ ن‬ ْ َ‫ُجنُوْ بُهَا فَ ُكلُوا ِم ْنهَا َوا‬

Artinya : “dan telah kami jadikanuntuk kamu unta unta itu sebagian dari syiar
allah,kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya,maka sebutlah oleh mu
nama allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri(dan telah terikat
).kemudian apabila telah robob(mati),maka makanlah sebagiannya dan beri
makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya(yang tidak meminta –
minta) dan orang yang meminta .Demikianlah kami telah menundukkan unta-unta
itu kepadamu, mudah –mudahan kamu bersyukur.(QS.22:36)

Allah ta’ala memberikan nikmat kepada hambanya berupa budna yang


diciptakan untuk mereka dan menjadikanya sebagai syiar. Diapun menjadikan
budna sebagai hadiah menuju birul haram, bahkan hal tersebut merupakan hadiah
yg paling utama.

Ibnu juraij berkata “atha”berkata tentang firmanya: ِ ‫ج َع ْلنَهَا نَ ُك ْم ِم ْن طَ َعا ِع ِم هَّللا‬


َ َ‫َو ْالبُ ْدن‬

“dan telah kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syiar allah,”

Yaitu sapi dan unta,demikian yang diriwayatkan dari ibnu umar,said bi


musayyab dan al husain al bashri .mujahid berkata al –badanah disebut untuk
unta betina, telah disepakati .mereka berbeda pendapat tentang kebenaran
penyebutan al –budnab dengan sapi.dalam hal ini terdapat dua pendapat ;pendapat
yang paling shahih,bahwa dapat dibenarkan penyebutan al budnah untuk binatang
sapi secara hukum syari sebagai mana yang tercantum di dalam hadis shahih.

Kemudian jumhur ulama berpendapat bahwa al- bundah dapat mencukupi


untuk tujuh orang,dan sapi pun dapat mencukupi untuk tujuh orang sebagai mana
yang tercantum dalam hadis shahih bahwa jabir bin abdilallah berkata”
rasulullah memerintakan kami untuk bersekutudalam bintang qurbaan,unta untuk

Page | 16
tujuh orang dan sapi untuk tujuh orang.”ishaq bin rahawih dan yang lainya
berkata”babkan sapi dan unta dapat mencukupi sepuluh orang.”hadisnya telah
tercantum didalam musnad ahmad,sunan an-nasaai dan lain –lainya wallahu
a’lam.

Firmannya (‫“ ) لَهُ ْم فِ ْيهَ••ا خَ ْي• ٌر‬kamu memperoleh kebaikan yang banyak
padanya”

َ ‫“ )) لَهُ ْم فِ ْيهَا‬kamu
Yaitu pahala di negeri akhirat mujahid berkata ‫خ ْي ٌر‬
memperoleh kebaikan yang banyak padanya” yaitu pahala dan berbagai manfaat
firmanya ‫اف‬ َ ‫“ فَ ْذ ُكرُوْ ا ا ْس َم هَّللا ِ فِ ْيهَا‬maka sebutlah olehmu nama allah ketika
•َ ‫ص َو‬
kamu menyembelih dalam keadaan berdiri.”

Dari al muththalib bin abdilah bin hadiah ,dari jabir bin abdillah:aku
shalat bersama rasulllah pada hari raya adha.ketika beliau selesia beliau di berikan
satu ekor kambing dan di sembelihnya dengan berucap:

َ ُ‫بِس ِْم هَّللا ِ َو هَّللا ُ اَ ْكبَرْ اللَّهُ َم هَ َذا َغنِى َو َع َم ْن لَ ْم ي‬


‫ضحْ ِم ْن اُ َّمتِى‬

“Dengan nama allah dan allah maha besar. Ya allah ini adalah ini adalah diriku
dan adari umat ku yang tidak mampu berkurban .”(HR.Ahmad abu Dawud dan
tirmdzi)

Al A’masy berkata dari abu Dzubyan,dari ibnu ‘Abbas tentang firmannya

َ ‫” فَا ْذ ُكرُوْ ا ا ْس َم هَّللا ِ َعلَ ْيهَا‬maka sebut lah oleh mu nama allah ketika kamu
َ‫ص َوا ف‬
menyembelihnya dengan shawaf”. Yaitu dalam keadaan berdiri diatas tiga tiang
yang diikat oleh tangan kirinya sambil berkata :

َ ‫بِس ِْم هَّللا ِ َو هَّللا ُ اَ ْكبَرْ الَ اِ لَهَ اِهَّللا ُ اللَّهُ َّم ِم ْن‬
َ َ‫ك َو ل‬
‫ك‬

“dengan nama allah dan allah maha besar, tidak ada illah (yang haq) kecuali
allah, Yaallah,ini dari mu dan untuk mu”

Pendapat yang serupa diriwayat kan oleh mujahid ,Ali Bin Abi Thalhah
dan Al’aufi dari ibnu abbas.

Page | 17
Di dalam ash-shahiihain diriwayatkan bahwa ibnu umar mendatangi
seorang laki-laki yang sedang menyembelih unta,lalu dia berkata:”kirimlah dia
dalam keadaan berdiri menurut sunnah Qasim.

Di shahih muslim yang berasal dari jabir, tentang sifat haji wada , ia
berkata: Rasulullah menyembelih 63 unta dengan tangannya, menyembelih
dengan pedang yang ada pada tanganya.”

Firman Nya” ‫جنُوْ بُهَا‬ ْ َ‫فَاِ َذا َو َحب‬


ُ ‫ت‬ ”Kemudian apabila telah mati.” Ibnuu abi najih
berkata dari mujahid: “Yaitu tersungkur jatuh ke bumi.” itulah satu riwyat dari
pendapat ibnu’abbas, juga perkataan muqatil bin hayyan.”Abdurrahman bin Zaid
bin aslam berkata ‫جنُوْ بُهَا‬ ْ ‫ فَاِ َذ ا َو َح‬:َ”kemudian apabial telah robob yaitu telah
ُ ‫بت‬
mati.”pendapat inilah yang akan dimaksud oleh ibnu Abbas dan mujahid, karena
tidak boleh memakan unta yang di sembelih sampai unta itu dan tidak lagi
bergerak.hal tersebut didukung oleh hadis syadad bin Aus yang tercantum di
dalam sahih muslim:

َ‫اِ َّن هَّللا َ َكتَب ااْل ِ حْ َسانَ َعلَى ُك ِل َش ْي ٍء فَاِ َذا قَت َْلتُ ْم فَاَحْ ِسنُوْ ا• ْالقِ ْتلَةَ َواِ َذا َذبَحْ تُ ْم فَاَحْ ِسنُوْ ا• ال ِذب َْحة‬
ُ‫َو ْليُ ِح ْد ذاَ َح ُد ُك ْ•م َش ْف َر تَهُ َو ْلي ُِرحْ َذبِ ْي َحتَه‬

“sesungguhnya allah mewajibkan berbuat baik dalam segala sesuatu.jika kalian


membunuh, maka bunuh lah dengan cara yang baik jika kalian menyembelih,
menyembelih lahdengan cara terbaik.Dan hendak lah salah seorang kalian
mempertajam mata pisaunya dengan dan membuat nyaman hewan
sembelihanya.”

Abu Waqid al-Laitsi berkata ,rasullah bersabda:

ٌ‫َما قُ ِط َع ِمنَ ْالبَ ِه ْي َم ِة َو ِه َي َحيَةٌ فَه َُو َم ْيتَة‬

Page | 18
“Bagian mana saja bintang yg terputus sedang dia dalam keadaan hidup.maka
bagian terputus itu adalah bangkai.” (HR.Ahmad Abu Dawud dan At Tirmidzi
serta di sahihkannaya)

ْ َ‫“ فَ ُكلُوْ ا ِم ْنهَا َوا‬maka makan lah sebagianya


Firman Nya : ْ‫ط ِع ُموا• اقَا نِ َع َو ْال ُم ْعتَر‬
dan beri makan lah orang yang rela dengan apa yang ada padanya dan orang
yang meminta” sebagian ulama salaf berkata tentang firman nya : ‫فَ ُكلُ••وْ ا ِم ْنهَا‬

“Maka makanlah sebagiannya” adalah perintah penghalalan (mubah).

Malik berkata: Hal itu di anjurkan. sedangkan ulama lainya mengatakan


wajib, dan ini adalah satu pendapat dari mandzahab salafiyyah. Mereka berbeda
pendapat tentang maksud dari al qaani dan al mu’tarr.

Ali bin abi thalhah berkata dari ibnu abbas: “al quani adalah orang orang
yang menjaga diri(dengan tidak meminta minta) dan al mu’tarr adalah orang yang
meminta”. Inilah pendapat Qatadah, ibrahim an-Nakha’i dan mujahid dalam satu
riwayatnya.

Sedangkan,ibnu abbas,ikrimah,zaid bin aslam,al-kalbi,al-hasan,al-


bahri,muqasilbin hayyan dan malik bin anas berkata : “Al-Qaani adalah orang
yang rela kepadamu dan meminta kepadamu,sedangkan al-mu’rarr adalah orang
yang merendahkan diri dan tidak meminta kepadamu.” Ini adalah lafadzh al-
hasan .

Sa’id bin jubair berkata: “Al-Qaani adalah orang yang meminta ,dia berkata:”
Tidakkah engkau mendengar perkataan asy-syamakh :

ِ ْ‫ف ِمنَ ْالقُنُو‬


‫ع‬ ٌ ‫ َمفَاقِ َرهُ اَ ْع‬# •‫لَ َما ُل ْال َمرْ ُء يُصْ لِحْ هُ فَيُ ْعنِى‬

“Harta seseorang yang dia kembangkan,sehingga harta itu ia pun


memberikan kecukupan bagi kebutuhan-kebutuhannya lebih menjaga dirinya dari
meminta-minta.”

Page | 19
Dia tidak butuh meminta,itulah perkataan Ibnu zaid.Ayat ini dijadikan hujjah
oleh ulama yang berpendapat bahwa binatang kurban mencukupi tiga
bagian;sepertiga untuk dimakan pemiliknya,sepertiga untuk dihadiahkan dan
sepertiga lagi untuk dishadaqahkan kepada para fuqara’ karena allah taala
ْ َ‫فَ ُكلُوْ ا ِم ْنهَا َوا‬
berfirman : ‫ط ِع ُموْ ا ْالقَا نِع َو ْال ُم ْعت ْ•َر‬

Maka makanlah sebagian nya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa
yang ada padanya dan orang yang meminta.

Didalam hadits shahih tercantum bahwa rasulullah SAW bersabda kepada


manusia :

‫ق ثَالَث فَ ُكلُوْ ا َوا ْد ِخرُوا َما بَدَا لَ ُك ْم َوفِى ِر َوايَ ِة‬ َ ‫ضا ِحى• فَو‬ ُ ‫اِنِّى ُك ْن‬
َ َ‫ت نَهَ ْيتُ ُك ْم َع ِن ا ْد َخا َ ِر نُحُوْ ِماال‬
‫س ْالفَقِي َْر‬ ْ َ‫ص َّد قُوْ ا َوفِى ِر َوايَ ِة فَ ُكلُوْ ا ِم ْنهَا َوا‬
َ ِ‫ط ِع ُموْ ا ْالبَا ن‬ َ َ‫فَ ُكلُوْ ا َوا ْد ِخرُوْ ا َوت‬

“Sesungguhnya dahulu aku melarang kalian untuk menyimpan daging binatang


kurban lebih dari tiga hari,maka makanlah dan simpanlah sesuai perkiraan
kalian.” Didalam satu riwayat:”Makanlah,simpanlah dan shadaqahkanlah oleh
kalian.” Didalam riwayat lain: “Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah
orang fakir yang sangat membutuhkan.”

Berdasarkan sabdanya dalam hadits “Makanlah,simpanlah dan


shadaqahkanlah oleh kalian”, jika dia makan semuanya,satu pendapat
mengatakan,dia tidak menjamin sedikit pun,itulah yang dikatakan oleh ibnu suraij
di kalangan Syafi’iyah. Sebagian mereka berkata: “Dia harus menjamin seluruh
nya dengan yang serupa atau dengan harganya.” Pendapat lain
mengatakan,menjamin setengahnya,pendapat lain mengatakan,sepertiganya dan
pendapat lain mengatakan,memilih bagian yang paling terendah.Inilah pendapat
yang masyhur dalam madzhab Syafi’i.Sedangkan kulit,tercantum didalam musnad
Ahmad dari Qatadah bin an-Nu’man dalam hadits tentang binatang kurban:
“Makanlah,shadaqahkanlah dan manfaatkanlah kulitnya dan jangan dijual.”
Sebagian ulama ada yang meringankan tentang menjualnya dan sebagian lain
berkata,dibagikan kepada orang-orang fakir .

Page | 20
QS. Al-Hajj [22]: 37.

‫لَ ْن يَنَا َل هَّللا َ لُحُو ُمهَا َواَل ِد َما ُؤهَا َو ٰلَ ِك ْن يَنَالُهُ التَّ ْق َو ٰى ِم ْن ُك ْم ۚ َك ٰ َذلِكَ َس َّخ َرهَا لَ ُك ْم لِتُ َكبِّرُوا• هَّللا َ َعلَ ٰى َما‬
َ‫هَدَا ُك ْم ۗ َوبَ ِّش ِر ْال ُمحْ ِسنِين‬

Artinya : “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat


mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat
mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya
kamu mengagungkan Allah terhadapku hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah
kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”.

Dalam Tafsirnya, al-Wasith, Wahbah Zuhaili berkata: tujuan akhir dari


berqurban adalah bukan menyerahkan daging dan darah untuk Allah melainkan
untuk membuktikan ketakwaan dan keikhlasan, menjalankan kebaikan. Tujuan
pembersihan ini manfaatnya kembali pada manusia itu sendiri. Apabila baguss
perbuatan seseorang maka baiklah hatinya (Wahbah Zuhaili: 2001, Vol. 2, 1648).
Dengan mengutip pendapat al-Ghazali (1058- 1111 M), Raihani dalam Tafsir
Imam al-Ghazali menjelaskan maksud taqwa. Menurutnya, taqwa adalah sifat
menguasai hati yang mengantarkan untuk menjalankan perintah-perintah Allah
(Muhammad Raihani: 2010, 231).

Dalam pengamatan penulis, QS. Al-Hajj [22]: 37 diatas adalah sebuah


solusi yang menakjubkan bahkan semangatnya perlu untuk di bumikan secara
masif lebih-lebih kondisi sekarang. Tanpa menghapus tradisi lama berjalan namun
bisa untuk merubah kesalahan-kesalahan yang di lakukan masyarakat Arab pada
waktu itu.

Ibnu Katsir (700-774 H.) dalam ‘Umdah al-Tafasir telah menjelaskan


tujuan Allah ketika mensyariatkan qurban. Menurutnya qurban adalah agar ingat

Page | 21
(dzikr) kepada Allah atau sebagai sarana dan wasilah agar ingat kepada Allah
SWT. Lebih lanjut, dengan mengutip salah satu hadis Nabi, innallah laa yanzhuru
ilaa shuwaarikum walaakinnallaha yanzhuru ilaa quluubikum wa
a’maalikum “sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa kalian
melainkan Allah melihat pada hati dan perbuatan kalian” (Ibnu Katsir: 2005, Vol.
2, 596).

Konsep dan inti solusi yang di berikan Allah adalah tetap fokus pada nilai
esensial agama tanpa merubah bentuk budaya yang telah berkembang tersebut.
Dalam sebuah kaidah disebutkan “al-’Ibrah bi al-jauhar laa bi al-midhhar”, yang
semestinya perlu ditekankam adalah nilai esensialnya bukan bentuknya. Dalam
konteks qurban, menurut Ibn Hayyan (654-745) dalam Bahr Muhith, nilai esensial
qurban agar tidak sia-sia dan diterima oleh Allah adalah menjaga niat, ikhlas, dan
taqwa ( Abi Hayyan: 2002, Vol. 6, 451).

Mengomentari nilai esensial qurban yang di paparkan oleh Abu Hayyan,


kunci ibadah bisa berkualitas dalam pandangan Allah adalah dengan kebersihan
dan tertata rapinya kondisi hati seseorang. Untuk itu dalam dunia Tasawuf,
mengutip pandangan al-Ghazali, ibadah hati lebih utama dari pada ibadah zhahir,
mengingat dihatilah kunci segala ibadah bisa dinilai berkualitas (Muhammad
Raihani: 2010, 232).

Ibadah tidak terbatas dan berhenti pada bentuk perbuatannya, namun harus
dibarengi dengan keikhlasan. Taqwa adalah menyaksikan Allah yang haq dengan
sifat keesaannya sehingga pendekatan kita tidak mengharapkan perhatian dan
balasan orang lain (Qusyairi: 2007, Vol. 2, 322). Dalam Tafsir Imam al-
Ghazali dijelaskan, yang dimaksud taqwa adalah sifat menguasai hati dan
mengantarkan untuk menjalankan perintah-perintah Allah (Muhammad Raihani:
2010, 231).

Dari paparan diatas, diantara kesimpulan yang dapat kita peroleh dan
nikmati adalah pentingnya mendamaikan antara tradisi dan nilai-nilai agama agara
tradisi tidak kering dari nilai spiritual dan nilai agama dapat menyatu pada
masyarakat. Islam dan budaya memiliki relasi kuat yang tidak terpisahkan.

Page | 22
Namun, Islam tidak kaku dalam menghadapi perubahan zaman dan kondisi
(Kastaloni dan Abdullah Yosuf: 2016, 52). Dari kesadaran nilai spiritual inilah,
para ulama Tasawuf menilai bahwa kontrol hati begitu penting, mengingat
dihatilah ditentukannya perbuatan seseorang memiliki kualitas atau tidak
dihadapan Allah SWT.. Pesan Allah dalam QS. Al-Hajj [22]: 37 tentang nilai
keikhlasan dan ketaqwaan menjadi pelajaran dan tauladan berharga yang telah di
contohkan Nabi Muhammad SAW. melalui bimbingan wahyu Ilahi. Dengan
spiritualitas inilah budaya dan agama benar-benar bisa menjalin simbiosis
mutualisme.

B. SISI PENDIDIKAN DALAM SURAT AL-HAJJ AYAT 32-37


1. Meneladani Nabi Muhammad Dalam Melaksanakan Ibadah Kurban

Pada surat al-Hajj ayat 32-37, mengandung perintah yaitu untuk


melaksanakan ibadah kurban. Ayat tersebut menjelaskan tentang pensyariatan
berkurban dan tujuan di dalam kurban itu sendiri, serta tiada Tuhan selain Allah
yang berhak menerima persembahan kurban tersebut. Kurban disebut juga
udhhiyah yaitu sesuatu yang disembelih pada hari raya kurban guna
mendekatkan diri kepada Allah dengan syarat-syarat khusus.10 Sedangkan
menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya fiqih sunnah menjelaskan kurban (Al-
Hadyu) ialah hewan ternak yang diberikan kepada Tanah Suci dengan maksud
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.11 Sebenarnya ibadah kurban ini
telah disyariatkan oleh Allah kepada nabi-nabi terdahulu, salah satu contohnya
ialah Nabi Ibrahim AS, beserta Nabi Ismail AS yang mana tertulis di dalam al-
Qur`ân surat AshShâffat ayat 102, yang artinya sebagai berikut:

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama
Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab:
"Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah
kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".

10

11

Page | 23
Ketika nabi Ibrahim beserta putranya Nabi Ismail, menerima perintah
berkurban, hal ini merupakan ujian yang berat bagi beliau. Tetapi karena
keyakinan, keimanan serta ketaqwaan terhadap Allah SWT semua itu dapat dilalui
dengan baik, walaupun didalam pelaksanaannya setan menggoyahkan keyakinan
mereka berdua.

Kisah tersebut menjadi salah satu cikal bakal ibadah kurban yang
disyariatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam ayat ini Allah menyerukan
kepada umat Nabi Muhammad untuk melaksanakan ibadah kurban yang
dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah dan 11, 12, 13 Dzulhijjah atau yang
disebut dengan hari-hari tasyrik. Kemudian pada surat al-hajj ayat 34 ini barulah
disyariatkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta umatnya untuk melaksanakan
ibadah kurban.

Pada hakikatnya Ibadah kurban ini hukumnya tidaklah wajib bagi setiap
muslim, menurut beberapa pendapat ulama terdahulu yang telah dijelaskan di bab
sebelumnya, hukum beribadah kurban ialah sunnah mu‟akad (sunah yang
dianjurkan). Dan ada beberapa syarat yang harus dipenuhui oleh orang-orang yang
ingin berkurban entah itu dari segi ekonomi, hewan yang dikurbankan, serta niat
dan tujuannya.

Dalam surat Al-Hajj ayat ini Allah mensyariatkan kepada Nabi


Muhammad untuk melaksanakan kurban, jika nabi Muhammad telah menerima
perintah berkurban dan telah melaksanakanya, maka kita sebagai umatnya
haruslah mengikuti dan meneladani apa yang telah dilaksanakan oleh beliau.
Tetapi ingatlah walaupun ibadah kurban telah disyariatkan, hukum berkurban
tidaklah wajib, melainkan sunnah mu‟akad, hal ini dikarenakan dalam
pelaksanaanya Kurban mengeluarkan dana yang cukup besar dan tidak menutup
kemungkinan semua orang bisa untuk melaksanakanya.

2. Selalu Berorientasi Pada Sesuatu Yang Terbaik

Page | 24
Selalu memberikan yang terbaik dalam beribadah merupakan kewajiban
setiap individu sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, hal ini dikerenakan
Allah selalu memberikan yang terbaik pada diri kita sendiri, dan sudah seharusnya
kita untuk selalu memberikan yang terbaik dalam beribadah. Kemudian dalam
surat Al-Hajj ayat 34 dikatakan hewan yang dijadikan untuk kurban adalh hewan
ternak.

“terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka.”

Dalam surat ini dikatakan ‫ بَ ِهيِ َوة‬yang artinya adalah binatang ternak ada juga
yang mengartikan ‫ بَهَ•ائِن‬binatang yang berkaki empat.12 Lalu binatang ternak yang
seperti apa yang boleh dijadikan hewan kurban, menurut para ulama telah
bersepakat bahwa hewan kurban itu dapat diambil dari hewan ternak yang gemuk
dan besar yaitu kambing, domba, unta, sapi dan kerbau. 13 Tetapi hewan-hewan
tersebut harus memenuhi syarat tertentu. Misalkan untuk satu ekor kambing
ketentuannya hanyalah untuk satu orang. Kambing yang boleh dijadikan untuk
kurban yaitu yang sudah berumur satu tahun dan menginjak umur dua tahun, atau
gigi depannya sudah ada yang tanggal dan berganti dengan gigi baru. 14 Kemudian
untuk syarat sapi dan kerbau, bahwa sapi dan kerbau diperuntukan untuk tujuh
orang. Sapi dan kerbau disyaratkan harus sudah berumur dua tahun dan menginjak
umur tiga tahun.66 Apabila kurang dari dua tahun maka tidak bisa dijadikan untuk
kurban. Selain syarat tersebut hewan kurban tidak boleh cacat.

Cacat seperti yang dimaksud ada empat macam yang dinyatakan tidak sah
oleh Sunnah untuk dijadikan sebagai hewan kurban, yaitu :

a) Buta. Seandainya warna putih matanya menutupi sebagian besar


pandangannya dan hanya tersisa sedikit, maka hewan tersebut tidak
mencukupi untuk dijadikan kurban. Apalagi jika hewan itu buta.
b) Hewan yang sakit parah. Jika sakitnya tidak parah, maka boleh dijadikan
kurban.

12

13

14

Page | 25
c) Hewan yang pincang. Apabila kakinya patah maka tidak boleh dijadikan
hewan kurban.
d) Hewan yang kurus yang tidak bersumsum. Yakni hewan yang tidak
memiliki sumsum karena terlalu kurus.15

Jika semua hewan kurban memenuhi syarat-syarat dan ketentuan tersebut,


maka hewan tersebut layak dijadikan kurban.

Tetapi sering yang terjadi dimasyarakat, masih adanya orang yang


berkurban tetapi ia tidak paham tentang syarat hewan yang dijadikan kurban,
mereka kebanyakkan hanya membeli saja tanpa mengetahui apakan sudah
memenuhi syarat seperti: apakah umurnya sudah cukup atau belum, hewan
tersebut sakit, hewan tersebut kurus, cacat atau buta matanya, pincang, atau
terkena penyakit antraks, dan penyakit yang lainnya. Padahal mereka tidak boleh
asal dalam membeli hewan kurban. Jika kita melihat permasalah tersebut tidak
memberikan yang terbaik didalam beribadah.

Ketika seseorang ingin melaksanakan kurban maka dia harus mengetahui


hewan yang boleh dikurbankan serta sudah memenuhi syarat-syarat yang layak
untuk dipersembahkan sebagai hewan kurban, barulah dapat dikatakan
memberikan yang terbaik dalan berkurban. Kemudian belajarlah untuk
memberikan yang terbaik didalam beribadah, tidak hanya dalam ibadah kurban
tetapi ibadah-ibadah yang lainya.

3. Ikhlas Dalam Beribadah Menjadikan Pribadi Yang Tunduk dan Patuh


Kepada Allah

Dalam kejadian di masyaratakat, masih adanya orang yang berkurban


dengan niat tidak ikhlas, semata-mata ingin dipandang orang lain dan ingin dipuji
oleh orang lain karena mereka mampu dalam melaksanakan kurban. Misalkan ada
seseorang yang membeli sapi yang besar, tetapi orang tersebut berbicara kepada
orang lain seakan-akan hanya dia yang mampu membeli hewan kurban yang

15

Page | 26
besar, dan orang lain tidak mampu menandinginya, atau orang tersebut ingin
selalu dipuji oleh orang lain karena kurbannya.

Hal tersebut tidak sesuai dengan ayat Al-qur‟an surat al-Hajj ayat 37
dikatakan :

‫لَ ْن يَنَا َل هَّللا َ لُحُو ُمهَا َواَل ِد َما ُؤهَا َو ٰلَ ِك ْن يَنَالُهُ التَّ ْق َو ٰى ِم ْن ُك ْم ۚ َك ٰ َذلِكَ َس َّخ َرهَا لَ ُك ْم لِتُ َكبِّرُوا• هَّللا َ َعلَ ٰى َم••ا‬
َ‫هَدَا ُك ْم ۗ َوبَ ِّش ِر ْال ُمحْ ِسنِين‬

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai


(keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.
Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu
mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar
gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Dari ayat tersebut sudahlah jelas, bahwa bukan daging atau darahnya yang
menjadi keutamaan, tetapi ketakwaan seseorang didalam melaksanakan ibadah
kurban yang mencapai keridhoan Allah semata. Namun jika seseorang tersebut
riya, ingin dipuji dan tidak ikhlas dalam berkurban, hal tersebut menjadikan
kurbannya semata-mata hanya ingin mendapatkan pujian dan keistimewaan di
masyarakat. Selanjutnya dijelaskan diakhir surat Al-Hajj ayat 34.

‫َوبَ ِّش ِ•ر ْٱل ُم ْخبِتِين‬

“Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh kepada
Allah, orang-orang yang taat dan merendahkan diri kepada-Nya.”16

Jika seseorang telah melaksanakan ibadah dengan niat yang ikhlas dan tulus
karena Allah semata, tanpa ada maksud dan tujuan yang menyimpang, maka
sesungguhnya orang tersebut telah tunduk dan patuh dalam beribdah. Kemudian
apabila niatnya tidak ikhlas serta ada maksud tertentu dalam melaksanakan suatu
ibadah, maka ibadah tersebut akan menjadi sia-sia.

4. Mengajarkan Sikap Berbagi Kepada Sesama

16

Page | 27
Ibadah kurban juga menjadi sarana untuk membentuk kepribadian yang
penuh toleransi, media untuk menebar kasih sayang antar sesama. Hubungan yang
baik akan terjalin antara yang kaya dan miskin. Setidaknya selama beberapa hari
tersebut orang yang kurang mampu akan merasakan kesenangan. Pada saat itu
tidak ada lagi perbedaan status/ keadaan hidup yang mencolok. Pengorbanan yang
tumbuh dalam pelaksanaan ibadah kurban itu akan mengikis sikap egois dan kikir.
Berkurangya atau bahkan hilangnya sikap egois dan kikir itu sendiri, akan
mempengaruhi untuk kehidupan diri sendiri maupun orang lain.

Wujud kepedulian sesama lewat ibadah kurban ini merupakan suatu


rangkaian pengabdian kepada Allah yang memiliki dua dimensi yaitu hablum
minallah dan hablum minannas. Dengan melaksanakan ibadah kurban ini berarti
kita telah beribadah kepada Allah dan sekaligus menjaga hubungan antar sesama
tanpa terlihatnya perbedaan satu dengan yang lainya.

5. Mensyukuri Nikmat Allah

Dalam surat ini Allah menyerukan agar kita melaksanakan ibadah kurban
sebagai tanda rasa syukur terhadap nikmat yang telah kita terima Agar kita
terhindar dari sifat kufur terhadap nikmat Allah.

Page | 28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Page | 29

Anda mungkin juga menyukai