Anda di halaman 1dari 22

HUDUD DALAM PERSPEKTIF HADIS

MAKALAH

Diajukan oleh :

Kelompok 6
Ulil Azmi (190303056)
Siti Humaira (190303054)
Nurul Wulansari (190303053)

Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat


Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Mata Kuliah Hadis Tematik

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2021 M / 1443 H
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur hanya bagi Allah swt. yang telah mencurahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita semua, khususnya bagi kami sehingga kami bisa
menyelesaikan pembuatan makalah ini. Selawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad saw. Beliau adalah panutan dan teladan bagi kita semua dalam
mengaruhi kehidupan di dunia ini.
Kami sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah ini sebagai
pemenuhan tugas mata kuliah Hadis Tematik. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada seluruh pihak, terutama kepada BapakDr. Salman Abdul Muthaleb, Lc. M.Ag.
selaku pengampu mata kuliah ini. Selanjutnya kami juga mengharapkan kritik dan saran
dari semua pihak dalam rangka perbaikan makalah-makalah yang akan datang.

Banda Aceh, 19 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
C. Tujuan dan Manfaat ................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Pengertian Hudud ..................................................................................... 3
B. Jenis-Jenis dan Hadis tentang Hudud ....................................................... 4
1. Zina .................................................................................................... 3
2. Qadzaf ................................................................................................. 7
3. Sariqah (Pencurian) ………………………………………………. .. 8
4. Syurbal-Khamar (Minum Khamar) ………………………………. .. 9
5. Hirabah (perampokan) …………………………………………… ... 11
6. Baghy (Pemberontakan) ………………………………………….. ... 13
7. Riddah (Murtad) …………………………………………………..... 14
C. Urgensi Hudud .......................................................................................... 16
BAB III PENUTUP ................................................................................................ 18
A. Kesimpulan ............................................................................................... 18
B. Saran .......................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tidak dapat dipungkiri bahwa kejahatan di atas bumi ini tidak akan pernah hilang
sejak zaman dahulu hingga saat ini. Akan tetapi untuk mengurangi terjadinya kejahatan
tersebut sangat penting adanya aturan berupa sanksi yang akan dikenakan kepada
pelakunya, dengan fungsi sebagai pelajaran dan pencegahan, agar si pelaku atau pun
orang lain tidak berani untuk melakukan kejahatan lagi. Kejahatan dalam hukum pidana
Islam disebut jarimah, yaitu larangan-larangan syara’ yang diancam oleh Allah SWT.
dengan hukuman had atau ta‘zir.1
Allah swt. menurunkan Al-Qur’an dan mensyariatkan hukum pada dasarnya untuk
mengatur kehidupan manusia.1 Dengan adanya aturan-aturan hukum diharapkan manusia
dapat memperoleh ketenteraman dan kebahagiaan hidup di dunia ini maupun keselamatan
dan kebahagiaan hidup di akhirat kelak. Secara psikologis setiap manusia mengakui akan
adanya kekuatan supranatural yang direfleksikan dalam berbagai kegiatan ritual untuk
melakukan kontak dengan kekuatan tersebut. Seperti yang disebutkan dalam jurnal
Klasifikasi Tindak Pidana Hudud dan Sanksinya dalam Perspektif Hukum Islam yang
mengkaji tentang Jarimah hudud sebagaimana telah dikemukakan di atas, adalah jarimah
yang ketetapan hukumannya sudah pasti disebutkan kadarnya dalam Al-Qur’an dan hadis.
Tindak pidana yang termasuk kategori hudud yaitu, Zina dihukum bagi yang ghairu
muhshan 100 kali cambuk dan muhshan dihukum rajam, qadzaf (menuduh orang berbuat
Zina) dihukum 80 kali cambuk, pencurian, apabila sudah mencapai nisab dihukum potong
tangan, minum khamar dihukum 40 kali cambuk, perampokan dihukum sesuai dengan
kriteria perbuatan yang dilakukan, pemberontakan dihukum mati, dan murtad dihukum
mati apabila tidak mau diajak untuk bertobat.
Salah satu aspek dari norma hukum yang di atur Allah lewat al-Quran adalah masalah
hudud. Secara umum hudud diartikan sebagai aturan-aturan hukum yang ketentuan jenis,
berat dan ringannya telah ditetapkan oleh nash. Dalam kajian hukum Islam terdapat
bidang garapan Fikih Jinayah. Fikih Jinayah adalah delik-delik hukum yang berkaitan
dengan perbuatan tindak pidana kriminal yang dilakukan oleh seorang mukallaf. Yang
dimaksud dengan tindak pidana kriminal adalah tindakan-tindakan kejahatan yang
mengganggu ketenteraman masyarakat serta tindakan melawan undang-undang.2
Jenis-jenis tindak kejahatan kriminal yang menjadi ruang lingkup pembahasan fikih
Jinayah meliputi bentuk ketentuan hudud dan qishash.3 Wujud dari ketentuan hudud
menurut fikih Jinayah tersebut dapat berbentuk delik pidana pencurian, perzinaan,

1
‘Abd al-Qadir ‘Awdah, Al-Tasyri‘ al-Jina’i al-Islami Muqaranah bi al-Qanun al-Wad‘i Jilid I,
(Beirut: Mua’assasah al-Risalah, 1997), hal. 85.
2
Mushthafa Ahmad Al-Zarqa, Al-Madkhal al-Fiqh al-Islami, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1968), h.56
3
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Cet III; Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
1995), h. 86.

1
homoseksual, qadzaf, minuman keras (syurb al-khamr) dan lain-lain, sedangkan bentuk
ketentuan qishash adalah qishash diri (pembunuhan) atau qishash anggota tubuh.
Al-Qur’an sebagai sumber utama fikih Islam banyak berbicara mengenai tindak
pidana kriminal tersebut. Hudud merupakan ketentuan hukum yang telah ditetapkan jenis,
berat dan ringannya oleh Alquran. Namun bila dicermati lebih mendalam maka hudud
dalam Alquran tidak hanya berbicara tindak pidana kriminal saja, tetapi pelanggaran
terhadap pelaksanaan salat, puasa, perkawinan (thalaq, iddah) dan lain-lain dapat
dikategorikan sebagai hudud. Dengan kata lain, yang termasuk hudud dalam Alquran
tidak hanya terbatas pada persoalan pidana) tetapi termasuk dalam persoalan lain seperti
ibadah, perkawinan dan atau kewarisan. Dari penjelasan di atas dipahami bahwa kajian
tentang hudud dalam Alquran masih sangat signifikan untuk disoroti teristimewa karena
adanya penyempitan makna yang dipakai oleh ulama fikih bahwa hudud hanya
menyangkut persoalan tindak pidana kriminal.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengenali lebih jauh tentang ilmu agama
khususnya hukum hudud, tetapi tidak hanya sekedar mengenali, diharapkan agar dapat
memahami melalui Al-Qur’an dan hadis serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian hudud?
2. Apa saja jenis-jenis hudud?
3. Bagaimana hudud dalam perspektif hadis?
4. Apa urgensi adanya hudud?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Mengetahui pengertian hudud.
2. Mengetahui jenis-jenis hudud.
3. Mengetahui pandangan hadis terhadap hudud.
4. Mengetahui urgensi adanya hudud.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hudud
Hukum diciptakan pada hakikatnya untuk memberikan jaminan terpenuhinya hak dan
kewajiban individu dan masyarakat, sehingga tercipta keseimbangan dan keadilan yang
menjadi tujuan dan cita-cita dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan beragama.
Dalam konteks hukum pidana Islam, pengaturan hak dan kewajiban semacam ini
dibingkai dalam istilah hudud (hak Allah lebih besar), qishash (hak manusia lebih besar),
dan ta‘zir (hukuman yang bersifat edukatif).4
Hudud merupakan bentuk jamak dari kata had yang secara etimologi berasal dari akar
kata yang terangkai dari huruf h dan dal, yang mempunyai dua makna asal yaitu larangan
dan batas (tepi) sesuatu. Jika dikaitkan dengan ungkapan, had al-saif atau had al-sikin,
maknanya menjadi mengasah mata pedang atau mengasah mata pisau.5 Hudud adalah
jamak dari kata “Had” yang artinya sesuatu yang membatasi dua benda. Dan pada asalnya
perkataan had adalah sesuatu yang memisahkan antara dua perkara dan digunakan atas
sesuatu yang membedakan sesuatu yang lain. Hudud menurut istilah adalah sanksi yang
telah ditetapkan kadarnya oleh Allah bagi suatu tindakan kemaksiatan untuk mencegah
pada kemaksiatan yang sama.
Dalam makna leksikal, had biasa dimaknai dengan definisi (ta‘rif) atau undang-
undang.6 Membuat ta‘rif (definisi) berarti memberikan batasan (dari segi jami‘-mani‘);
pengertian suatu istilah sehingga yang bukan menjadi bagian terminologi tidak termasuk
di dalamnya. Kaitannya dengan undang-undang, karakter undang-undang memberikan
batasan aturan terhadap sesuatu atau seseorang yang tidak boleh dilanggar. Sebagian
ulama memahami kata al-had berarti sesuatu yang menjadi penghalang dua benda;
sesuatu yang memisahkan satu benda atau satu hal dari benda yang lain, misalnya dinding
rumah atau patok tanah.
Menurut Al-Ashfahani, al-had dalam pengertian umum adalah pemisah antara dua hal
yang menyebabkan keduanya tidak saling campur.7 Sampai di sini dipahami bahwa
semua ketentuan agama, baik itu masalah pidana, larangan, atau perintah untuk
ditinggalkan di mana batasan hukumnya ditetapkan Allah Swt. termasuk had (hudud).
Lebih lanjut Al-Ashfahani mengatakan, semua hudud yang ditetapkan Allah meliputi
empat kategori, yaitu: (1) aturan yang ketentuannya tidak boleh ditambah atau dikurangi,
misalnya jumlah rakaat dalam salat wajib; (2) aturan yang boleh ditambah ketentuannya
dan tidak boleh dikurangi, misalnya kadar zakat; (3) aturan yang boleh dikurangi tetapi

4
Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri‘ al-Jina‘iy al-Islamy Muqarin bi al-Qanun al-Wad‘iy, (Beirut: Dar al-
Kitab al-Arabiy,t.t.), juz ke-1, hlm. 78.
5
Abu Al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu‘jam Maqayis al-Lughah, (Beirut: Dar-al-Fikr,
1399 H. /1979 M.), jilid ke-2, hlm. 3.
6
Louis Ma‟louf, Al-Munjid, fi al-Lughah wa al-A‘lam, (Bairut: Dar al Masyriq, 1998), cet xxx, h. 120.
7
Al-Raghib al-Ashfahaniy, Mufradat Alfadz al-Qur‘an, (Damaskus: Dar al-Qalm, 1412), cet. ke-1,
hlm. 221.

3
tidak boleh ditambah, misalnya poligami tidak boleh lebih dari empat istri; dan (4) aturan
yang ketentuannya boleh ditambah atau boleh dikurangi, misalnya jumlah rakaat salat
sunah Duha.8
B. Jenis-Jenis dan Hadis tentang Hudud
1. Zina
a. Pengertian dan Bahaya Zina
Zina adalah persetubuhan antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya ikatan
pernikahan yang sah yang dilakukan dengan kesadaran dan tanpa adanya syubhat.9 Zina
juga merupakan salah satu dosa besar yang dapat menimbulkan berbagai keburukan,
menghilangkan tanggung jawab dan dapat merusak keturunan. Larangan dan had
terhadap zina merupakan cara dalam merealisasikan salah satu maqashid al-syari’ah,
yakni menjaga keturunan.10 Seseorang yang berzina diibaratkan seperti orang yang
memakai barang yang bukan miliknya. Zina merupakan perbuatan yang sangat
membahayakan dan berpotensi menimbulkan tindak kriminal lainnya. Larangan zina
termaktub dalam Q.S. Al-Isra’ ayat 32 sebagai berikut.

‫َء َسبِّيل‬
‫ا‬‫س‬‫و‬ ‫ة‬ ‫ش‬ ِّ َ‫لز َ ىنَ إِّنَّهُۥ َكا َن ف‬
‫ح‬ ِّ ‫ٱ‬ ‫ا‬‫و‬
ۡ
َ ََ َ ْ ُ َ َ‫َوََل ت‬
‫ب‬‫ر‬‫ق‬
Dan janganlah kamu mendekati zina, karena (zina) sungguh suatu perbuatan keji dan
jalan yang buruk. (Q.S. Al-Isra’: 32)

Selain sebagai perbuatan yang keji, zina juga merupakan salah satu tanda
kemerosotan iman dan juga tanda kiamat. Sebagaimana hadis Rasulullah saw. sebagai
berikut.

‫َن َس ِّعي َد بْ َن أَِِّب‬


َّ ‫ أ‬،‫اد‬ِّ َ‫ ح َّدثَِِّن ابن ا ْْل‬:‫ال‬ ٍ ِّ ِّ َّ ‫حدَّثَنَا إِّسحا ُق بن سوي ٍد‬
ُْ َ َ َ‫ ق‬،‫َبََن ََنف ٌع يَ ْع ِِّن ابْ َن َزيْد‬
ََ ‫ أَ ْخ‬،َ‫ َحدَّثَنَا ابْ ُن أَِِّب َم ْرََي‬،‫الرْمل ُّي‬ َُْ ُ ْ َ ْ َ
ِّْ ُ‫الر ُج ُل َخ َر َج ِّم ْنه‬
‫اْلميَا ُن‬ َّ ‫ «إِّذَا َز َن‬:‫صلَّى هللاُ َعلَْي ِّه َو َسلَّ َم‬ َِّّ ‫ول‬
َ ‫اَّلل‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ ق‬:‫ول‬ ُ ‫ يَ ُق‬،َ‫ ََِّس َع أ َََب ُه َريْ َرة‬،ُ‫ َح َّدثَهُ أَنَّه‬،‫ي‬ ٍ ‫س ِّع‬
َّ ‫يد ال َْم ْق َُِّب‬ َ
11 ِّْ ‫ فَِّإذَا انْ َقطَ َع َر َج َع إِّل َْي ِّه‬،‫َكا َن َعلَْي ِّه َكالظُّلَّ ِّة‬
»‫اْلميَا ُن‬
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Suwaidar-Ramli, telah menceritakan
kepada kami Ibn Abi Maryam, telah mengabarkan kepada kami Nafi’ yakni Ibn Zaid, ia
berkata, telah menceritakan kepadaku Ibnal-Had, bahwasanya Sa’id bin Abi Sa’idal-
Maqburi itu menceritakan kepadanya bahwasanya ia mendengar Abu Hurairah berkata,
“Telah bersabda Rasulullah saw.: Apabila seseorang itu berzina, maka iman itu keluar
dari dirinya seakan-akan dirinya sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas
kepalanya). Jika dia lepas dari zina, maka iman itu akan kembali padanya.” (H.R. Abu
Dawud No. 3690)

Al-Raghib al-Ashfahaniy, Mufradat Alfadz al-Qur‘an,…..h. 221-22


8
9
Marsaid, al-Fiqh al-Jinayah (Hukum Pidana Islam) (Palembang: RafahPress, 2020), hlm. 119.
10
Abu Bakr Utsman bin Muhammad Syaththaal-Bakri, HasyiyahI’anahal-Thalibin, Juz IV (Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), hlm. 230.
11
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Juz VII (Beirut: Dar ar-Risalah al-Alamiyyah, 2009), hlm. 76.

4
َِّّ ‫ول‬ ٍ ِّ‫س بْ ِّن مال‬ ِّ ‫ حدَّثَنَا َع ْب ُد الو ِّار‬:‫ال‬ ِّ
ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫اَّلل‬ ُ ‫ال َر ُس‬
َ َ‫ ق‬:‫ال‬َ َ‫ ق‬،‫ك‬ َ ِّ َ‫ َع ْن أَن‬،‫اح‬ ِّ َّ‫ َع ْن أَِِّب التَّ ي‬،‫ث‬ َ َ َ َ‫ ق‬،َ‫س َرة‬
َ ‫َحدَّثَنَا ع ْم َرا ُن بْ ُن َم ْي‬
12 ِّ ِّ ِّ َ ‫الس‬ ِّ ‫ " إِّ َّن ِّمن أَ ْشر‬:‫َعلَي ِّه وسلَّم‬
" ‫ َويَظْ َه َر الزََن‬،‫ب اخلَ ْم ُر‬َ ‫ َويُ ْش َر‬،‫ت اجلَ ْه ُل‬ ُ ‫ أَ ْن يُ ْرفَ َع العل‬:‫اعة‬
َ ُ‫ْم َويَثْ ب‬ َّ ‫اط‬ َ ْ َ ََ ْ
Telah menceritakan kepada kami ‘Imran bin Maysarah, ia berkata, telah
menceritakan kepada kami Abd al-Warits, dari Abi at-Tayyah, dari Anas bin Malik, ia
berkata, telah bersabda Rasulullah saw.: “Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat
yaitu diangkatnya ilmu, kebodohan tampak jelas, banyak yang minum khamar dan
banyak orang berzina secara terang-terangan. (H.R. Bukhari No. 80)

b. Had Zina
Sebagian ulama berpendapat bahwa penetapan bentuk hukuman terhadap zina terjadi
secara bertahap. Pada masa awal perkembangan Islam, had zina hanya berupa ta’zir,
seperti ejekan dan kecaman. Kemudian, tahapan berikutnya adalah dikurung di dalam
rumah hingga menemui ajalnya, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. An-Nisa’ ayat 15-
16.13 Ketika keadaan umat Islam sudah stabil, Allah swt. telah menetapkan sanksi tegas
bagi pelaku zina. Had bagi perbuatan zina ditetapkan dengan mempertimbangkan status
pelakunya.
Pertama, apabila pelaku zina tersebut berstatus perawan dan perjaka yang belum
pernah menikah, hukumannya berupa cambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun.
Ini disebut dengan zina ghairmuhshan. Ketentuan ini sebagaimana termaktub dalam Q.S.
An-Nur ayat 2 sebagai berikut.

ۡ
ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ِّ ِّ ِّ ۡ ۡ
‫َّلل َوٱليَ ۡوِّمٱۡلَ ِّخ ىِّر َوليَش َهد‬ ِّ ِّ‫ٱ َّلزانِّيةُ وٱ َّلز ِّان فَٱ ۡجلِّ ُدواْ ُك َّل و ِّح ٍد ِّم ۡن هم ِّاماْئَةَج ۡل َد ٍةوََل َ َۡت ُخ ۡذ ُكمبِّ ِّهمارأفَةٌف‬
َِّّ ‫يدينِّٱ‬
َّ ‫َّلل إِّن ُكنتُم تُؤمنُو َن بٱ‬ ََ َ َ َُ َ َ َ
ۡ
ِّ ِّ ۡ
َ ِّ‫َع َذ َاَبُ َما طَاَئَِّفةٌمنَٱل ُمؤمن‬
‫ي‬
Penzina perempuan dan penzina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya
seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian
orang-orang yang beriman. (Q.S. An-Nur: 2)

Ayat tersebut juga diperkuat dengan hadis Rasulullah saw. sebagai berikut.

‫ادةَبْ ِّن‬ ِّ َ‫الرق‬ َِّّ ‫ َعن ِّحطَّا َن ب ِّن َعب ِّد‬، ‫ َع ِّن ا ْْلس ِّن‬، ‫ َعن م ْنصوٍر‬، ‫شيم‬ ِّ ِّ
َ َ‫ َع ْن عُب‬، ‫اش ِّي‬ َّ ‫اَّلل‬ ْ ْ ْ ََ ُ َ ْ ٌ ْ َ ‫َبََن ُه‬ ََ ‫ أَ ْخ‬، ‫َو َحدَّثَنَا ََْي ََي بْ ُن ََْي ََي التَّميم ُّي‬
‫ْر‬ ِّ ِّ َّ ‫ ُخ ُذوا َع ِِّن قَ ْد َج َع َل‬،‫ " ُخ ُذوا َع ِِّن‬: ‫اَّللُ َعلَْي ِّه َو َسلَّ َم‬ َّ ‫صلَّى‬ َِّّ ‫ول‬ ِّ ‫الص ِّام‬
ُ ‫اَّللُ َْلُ َّن َسبيل ؛ الْبك‬ َ ‫اَّلل‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ ق‬: ‫ال‬ َ َ‫ ق‬، ‫ت‬ َّ
14
َّ ‫ َو‬،‫ َج ْل ُد ِّمائَ ٍة‬،‫ب‬
" ‫الر ْج ُم‬ ِّ ِّ‫ب َِّبلثَّي‬ ِّ ٍ ٍ ِّ ِّ ‫َِّبلْبِّك‬
ُ ‫ َوالثَّي‬،‫ َونَ ْف ُي َسنَة‬،‫ْر َج ْل ُد مائَة‬
Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya at-Tamimi, telah
mengabarkan kepada kami Husyaim, dari Manshur, dari al-Hasan, dari Hitthan bin
Abdullah ar-Raqasyi, dari ‘Ubadah bin ash-Shamit, ia berkata, telah bersabda

12
Muhammad bin Isma’ilal-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Beirut: Dar Ibn Katsir, 2002), hlm. 33.
13
Fuad Thohari, Hadis Ahkam(Yogyakarta: Deepublish, 2016), hlm. 95.
14
Muslim, Shahih Muslim (Riyadh: Dar al-Hadharah, 2015), hlm. 555.

5
Rasulullah saw.: “Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah
memberi jalan keluar (hukuman) untuk mereka (penzina). Jejaka dan perawan yang
berzina hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama setahun. Sedangkan duda
dan janda hukumannya dera seratus kali dan rajam.” (H.R. Muslim No. 1690)

Kedua, apabila pelaku zina tersebut sudah menikah (muhshan), hukumannya adalah
dirajam hingga mati. Had tersebut berlandaskan hadis Rasulullah saw. sebagaimana yang
diriwayatkan oleh ‘Ubadah bin ash-Shamit di atas. Selain itu, juga terdapat hadis lainnya
yang menjelaskannya. Di antaranya sebagai berikut.

َِّّ ‫ َعن َعب ِّد‬، ‫ش‬ ِّ ِّ ‫ َوأَبُو ُم َع‬، ‫اث‬ ٍ ‫ حدَّثَنَا ح ْفص بْن ِّغي‬، َ‫ْر بْن أَِِّب َش ْي بة‬
‫ َع ْن‬، َ‫اَّلل بْ ِّن ُم َّرة‬ ْ ْ ِّ ‫ َع ِّن ْاۡلَ ْع َم‬، ‫يع‬ ٌ ‫ َوَوك‬، َ‫اويَة‬ َ ُ ُ َ َ َ ُ ِّ ‫َحدَّثَنَا أَبُو بَك‬
َّ ‫ " ََل ََِّي ُّل َد ُم ْام ِّر ٍئ ُم ْسلِّ ٍم يَ ْش َه ُد أَ ْن ََل إِّلَهَ إََِّّل‬: ‫اَّللُ َعلَْي ِّه َو َسلَّ َم‬
،ُ‫اَّلل‬ َّ ‫صلَّى‬ َِّّ ‫ول‬ َِّّ ‫ َعن َعب ِّد‬، ‫وق‬ ٍ ‫مسر‬
َ ‫اَّلل‬ ُ ‫ال َر ُس‬
َ َ‫ ق‬: ‫ال‬
َ َ‫ ق‬، ‫اَّلل‬ ْ ْ ُْ َ
15 ِّ
" ‫اعة‬
َ ‫ْج َم‬ ِّ ِّ ‫َّار ُك لِّ ِّدينِّ ِّه الْم َف‬
ِّ ‫ َوالت‬،‫س‬ ِّ ‫س َِّبلنَّ ْف‬ ِّ ُ ِّ‫ث ؛ الثَّي‬ َِّّ ‫ول‬
ٍ ‫اَّلل إََِّّل ِِّبِّ ْح َدى ثََل‬ ُ ‫َوأَِّن َر ُس‬
َ ‫ار ُق لل‬ ُ ُ ‫ َوالنَّ ْف‬،‫ب ال َّزان‬
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaybah, telah menceritakan
kepada kami Hafsh bin Ghiyats, Abu Mu’awiyah dan Waki’, dari al-A’masy, dari
Abdullah bin Murrah, dari Masruq, dari Abdullah, ia berkata, telah bersabda Rasulullah
saw.: “Tidaklah halal darah seorang muslim kecuali disebabkan adanya salah satu dari
tiga hal, yaitu orang yang sudah menikah berzina, orang yang melakukan pembunuhan
(dengan sengaja) dan orang yang meninggalkan agamanya lagi memisahkan diri dari
jamaah (Islam).” (H.R. Muslim No. 1676)

ِّ ‫اس ر‬ َِّّ ‫ َعن عُب ي ِّد‬،‫الز ْه ِّر ِّي‬ َِّّ ‫حدَّثَنَا َعلِّ ُّي بن َعب ِّد‬
‫ لََق ْد‬:‫ال عُ َم ُر‬َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َّ ‫ض َي‬
َ َ‫ ق‬،‫اَّللُ َع ْن ُه َما‬ َ ٍ َّ‫ َع ِّن ابْ ِّن َعب‬،‫اَّلل‬ َْ ْ ُّ ‫ َع ِّن‬،‫ َحدَّثَنَا ُس ْفيَا ُن‬،‫اَّلل‬ ْ ُْ َ
َ ‫ضلُّوا بِّ َ َْت ِّك فَ ِّري‬
َّ ‫ض ٍة أَنْ َزَْلَا‬ ِّ ِّ ‫الرجم ِِّف كِّت‬
ِّ ‫ فَ ي‬،‫اَّلل‬ ُ ‫َخ ِّش‬
َّ ‫ أ َََل َوإِّ َّن‬،ُ‫اَّلل‬
‫الر ْج َم‬ َ َّ ‫اب‬ َ َ ْ َّ ‫ ََل ََِّن ُد‬:‫ول قَائِّ ٌل‬ ِّ ‫ول َِّبلن‬
َ ‫ َح ََّّت يَ ُق‬،‫َّاس َزَما ٌن‬ َ ُ‫يت أَ ْن يَط‬
‫«ر َج َم‬ ُ ‫ َك َذا َح ِّفظ‬:‫ال ُس ْفيَا ُن‬
َ ‫ أ َََل َوقَ ْد‬- ‫ْت‬ َ َ‫ ق‬- ‫اف‬ ِّ ِّ
ُ ‫َت‬ ِّ
َ ‫ أ َْو َكا َن اْلَبَ ُل أ َِّو اَل ْع‬،ُ‫ إِّ َذا قَ َامت البَ يِّنَة‬،‫ص َن‬ َ ‫َح‬ْ ‫َح ٌّق َعلَى َم ْن َز َن َوقَ ْد أ‬
»ُ‫صلَّى هللاُ َعلَْي ِّه َو َسلَّ َم َوَرَجَْنَا بَ ْع َده‬ َِّّ ‫ول‬
َ ‫اَّلل‬ ُ ‫َر ُس‬
16

Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah, telah menceritakan kepada kami,
Sufyan, dari az-Zuhri, dari ‘Ubaidillah, dari Ibnu Abbas Ra., ia berkata, Umar berkata:
“Sungguh saya khawatir jika suatu saat nantinya seseorang berkata: kami tidak
mendapatkan (ayat) rajam dalam Kitab Allah, sehingga mereka tersesat sebab
meninggalkan satu kewajiban yang telah diturunkan Allah. Ingat bahwasanya rajam itu
adalah masalah yang benar bagi orang yang melakukan zina dalam status muhshan, jika
bukti-buktinya ada atau terjadi kehamilan atau pengakuan. Sufyan berkata: demikianlah
saya menghafalnya, ingat Rasulullah saw. benar telah melakukan hukum rajam dan kami
melakukannya juga sesudahnya.” (H.R. al-Bukhari No. 6829)

15
Muslim, Shahih Muslim, hlm. 549.
16
Muhammad bin Isma’ilal-Bukhari, Shahih al-Bukhari, hlm. 1688.

6
Allah swt. membedakan had antara ghairmuhshan dan muhshan dengan menjadikan
hukuman bagi ghairmuhshan sebagai hukuman yang ringan dan bagi muhshan sebagai
hukuman yang berat.17

2. Qadzaf
a. Pengertian dan Bahaya Qadzaf
Abu Rahman al-Jairi mendefinisikan qadzaf sebagai suatu ungkapan tentang
penuduhan seseorang kepada orang lain dengan tuduhan zina, baik dengan menggunakan
lafaz yang sharih (tegas) atau secara dilalah (tidak jelas).18 Salah satu tujuan dakwah
Islam adalah memelihara kehormatan dan martabat manusia. Oleh karena itu, Islam
melarang seseorang menuduh orang lain berbuat zina tanpa adanya bukti yang memadai.
Perbuatan ini dapat membuka laknat dan menutup rahmat Allah swt. bagi pelakunya.
Hukum qadzaf berawal saat tersebarnya tuduhan bahwa Aisyah Ra. melakukan zina
dengan seorang sahabat. Isu tersebut berawal setelah terjadinya perang antara kaum
muslimin dengan Bani Mushtaliq pada bulan Sya’ban tahun 5 H. Allah swt. pun
menurunkan Q.S. An-Nur ayat 11 sebagai jawaban dari isu yang berkembang saat itu.
Pada dasarnya menuduh orang lain berbuat zina hukumnya haram apabila tidak
dibarengi dengan bukti yang memadai. Pelakunya berdosa besar dan dilaknat oleh Allah
swt. dan dijatuhi had. Akan tetapi, dalam kasus tertentu hukum qadzaf bisa menjadi
mubah atau bahkan bisa mencapai tingkatan wajib sesuai alasan, situasi dan kondisinya.

b. Had Qadzaf
Jika seseorang menuduh orang lain melakukan zina tanpa adanya bukti yang
memadai, maka orang tersebut dijatuhi hukuman cambuk sebanyak 80 kali. Hal ini
didasari firman Allah swt. dalam Q.S. An-Nur ayat 4 sebagai berikut.

ۡ ۡ ۡ
ۚ
‫ش َه َدةأَبَدا َوأ ُْولََئِّ َك ُه ُمٱل َف ِّس ُقو َن‬ ۡ ۡ ۡ ِّ ۡ ِّ ۡ ِّ ۡ ِّ َ ‫وٱلَّ ِّذين ي ۡرمو َن ٱ ۡلم ۡح‬
َ ‫وهم َثَن‬
َ ‫ي َجل َدة َوََلتَ قبَ لُواْ َْلُم‬ َ ‫صنَت ُُثَّ ََل ََيتُواْ ِِّبَربَ َعة ُش َه َدا‬
ُ ‫َء فَٱجل ُد‬ ُ ََُ َ
Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik (berzina) dan
mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka delapan puluh
kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah
orang-orang yang fasik. (Q.S. An-Nur: 4)

Aisyah meriwayatkan hadis tentang qadzaf ini sebagai berikut.

‫َن ابْ َن أَِِّب َع ِّد ٍي َحدَّثَ ُه ْم َع ْن ُُمَ َّم ِّد بْ ِّن‬ َّ ‫ أ‬- ُ‫ َو َه َذا َح ِّديثُه‬- ‫اح ِّد ال ِّْم ْس َم ِّع ُّي‬ ِّ ‫ك بن عب ِّد الْو‬ ِّ ِّ ٍ ِّ
َ ْ َ ُ ْ ُ ‫ َوَمال‬، ‫َحدَّثَنَا قُتَ ْي بَةُ بْ ُن َسعيد الثَّ َقف ُّي‬
َّ ‫صلَّى‬ ُّ ِّ‫ ل ََّما نَ َز َل عُ ْذ ِّري قَ َام الن‬: ‫َت‬ ِّ ‫شةَ ر‬ ِّ َِّّ ‫ َعن َعب ِّد‬، ‫إِّسحا َق‬
ُ‫اَّلل‬ َ ‫َِّب‬ ْ ‫اَّللُ َع ْن َها قَال‬ َّ ‫ض َي‬ َ َ ‫ َع ْن َعائ‬، ‫ َع ْن َع ْم َرَة‬، ‫اَّلل بْ ِّن أَِِّب بَ ْك ٍر‬ ْ ْ َْ
19
ُ ‫ض ِّربُوا َحد‬
.‫َّه ْم‬ ِّ ْ َ‫ فَ لَ َّما نَ َز َل ِّم َن ال ِّْم ْن ََِّب أ ََم َر َِّب َّلر ُجل‬- ‫ تَ ْع ِِّن الْ ُق ْرآ َن‬- ‫اك َوتَ َل‬
ُ َ‫ي َوال َْم ْرأ َِّة ف‬ َ َ‫َعلَْي ِّه َو َسلَّ َم َعلَى ال ِّْم ْن ََِّب فَ َذ َك َر ذ‬

17
Fuad Thohari, Hadis Ahkam, hlm. 102.
18
Marsaid, al-Fiqh al-Jinayah (Hukum Pidana Islam), hlm. 136.
19
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Juz VI, hlm. 523-524.

7
Telah menceritakan kepada kami Qutaybah bin Sa’idats-Tsaqafi dan Malik bin Abd
al-Wahid al-Misma’i bahwasanya Ibn Abi ‘Adiy menceritakan kepada mereka dari
Muhammad bin Ishaq, dari Abdullah bin Abi Bakr, dari ‘Amrah, dari Aisyah Ra., ia
berkata, “Tatkala ayat mengenai masalahku telah turun, Rasulullah saw. berdiri di atas
mimbar, maka beliau menyebutnya dan membaca (Al-Qur’an). Manakala beliau turun
dari mimbar, beliau memerintahkan untuk menghukum dua orang laki-laki dan seorang
perempuan sebagai had mereka. (H.R. Abu Dawud No. 4474)

3. Sariqah (Pencurian)
a. Pengertian dan Bahaya Sariqah
Sariqah adalah mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi dan zalim dan
tujuan tidak baik yang diambil dari tempat penyimpanannya yang sudah biasa digunakan
untuk menyimpan atau mengambil barang tanpa sepengetahuan pemiliknya dan tanpa
kerelaannya dengan berbagai syarat yang tertentu.20Melakukan perbuatan sariqah adalah
perbuatan zalim terhadap orang lain dan dapat merusak tatanan kehidupan di masyarakat.
Dalam hukum Islam, bagi orang yang melakukan sariqah sehingga ia mendapatkan had
harus memenuhi beberapa kriteria tertentu.
Tidak serta merta setiap pencurian bisa dikenakan had bagi si pelaku. Jika salah satu
kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka tidak bisa dilaksanakan had bagi si pelaku. Kriteria
tersebut antara lain: Pertama, pengambilan barang dilakukan secara diam-diam atau
sembunyi-sembunyi. Contohnya seperti mengambil barang milik orang lain di saat orang
tersebut sedang tidur. Kedua, barang yang diambil harus berupa harta. Harta di sini harus
memiliki nilai, bergerak, disimpan dan mencapai nisab pencurian. Ketiga, harta tersebut
adalah milik orang lain. dalam hal ini, barang tersebut ada pemiliknya dan pemilik barang
tersebut bukanlah si pencuri.21

b. Had Sariqah
Islam mengharamkan sariqah dan pelakunya berisiko dijatuhi had, yakni hukum
potong tangan. Hal tersebut sebagaimana firman Allah swt. dalam Q.S. Al-Maidah ayat
38 sebagai berikut.

ِّ‫ارقَةُ فَٱ ۡقطَعواْ أ َۡي ِّدي هما جزا ََۢء ِِّبَا َكسبا نَ َكل ِّمنَٱ َّ ه‬
‫َّلل َوٱ ََّّللُ َع ِّز ٌيز َح ِّكي ٌم‬ ِّ ‫لس‬ ِّ ‫لس‬
َّ ‫ار ُق َوٱ‬ َّ ‫َوٱ‬
ََ َ َ َ َ ُ َ َُ
Dan laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya sebagai balasan atas apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
Allah, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Maidah: 38)

Dalam kasus pencurian, nisab yang harus dicapai agar dapat dilakukan hukum potong
tangan adalah senilai seperempat dinar (kurang lebih seharga emas 1,62 gram).22 Hal
tersebut sesuai dengan hadis Rasulullah saw. sebagai berikut

20
Marsaid, al-Fiqh al-Jinayah (Hukum Pidana Islam), hlm. 149.
21
Marsaid, al-Fiqh al-Jinayah (Hukum Pidana Islam), hlm. 151-153.
22
Marsaid, al-Fiqh al-Jinayah (Hukum Pidana Islam), hlm. 152.

8
َّ ‫صلَّى‬ ُّ ِّ‫ال الن‬ َ ِّ‫ َع ْن َعائ‬، َ‫ َع ْن َع ْم َرة‬، ‫اب‬ َِّّ ‫حدَّثَنَا َعب ُد‬
ٍ ‫ َع ِّن ابْ ِّن ِّش َه‬، ‫ َحدَّثَنَا إِّبْ ر ِّاهيم بْ ُن َس ْع ٍد‬، َ‫اَّلل بْ ُن َم ْسلَ َمة‬
ُ‫اَّلل‬ َ ‫َِّب‬ َ َ‫ ق‬، َ‫شة‬ ُ َ ْ َ
23
." ‫اعدا‬ ِّ ‫ " تُ ْقطَع الْي ُد ِِّف رب ِّع ِّدينا ٍر فَص‬: ‫علَي ِّه وسلَّم‬
َ َ ُُ َ ُ َ ََ َْ
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah, telah menceritakan kepada
kami Ibrahim bin Sa’d, dari Ibn Syihab, dari ‘Amrah, dari Aisyah mengatakan, Nabi saw.
bersabda, “Tangan pencuri dipotong jika senilai seperempat dinar ke atas.” (H.R. al-
Bukhari No. 6789)

Ulama menyepakati bahwa apabila seseorang mencuri untuk yang pertama kalinya
dipotong tangan kanannya. Apabila mencuri untuk yang kedua kalinya, maka dipotong
kaki kirinya. Apabila mencuri untuk yang ketiga kalinya, maka dipotong tangan kirinya.
Sedangkan apabila ia mencuri untuk yang keempat kalinya, maka dipotong kaki
kanannya. Jika ia masih mencuri juga, maka akan dipenjara hingga ia bertobat.24 Dalam
hadis Rasulullah saw. disebutkan sebagai berikut.

‫ث بْ ِّن َع ْب ِّد‬
ِّ ‫ار‬
ِّ َ‫ َع ِّن ا ْْل‬, ‫ب‬ َّ ‫َص َحابِّنَا َع ْن ُُمَ َّم ِّد بْ ِّن َع ْب ِّد‬
ٍ ْ‫الر ِْحَ ِّن بْ ِّن أَِِّب ِّذئ‬ ِّ
ْ ‫َبِّن الثِّ َقةُ م ْن أ‬ ِّ َّ ُ‫الشافِّ ِّع ُّي َر ِِّحَه‬
ََ ‫ أَ ْخ‬:‫اَّللُ ِِّف الْ َقد َِّي‬ َّ ‫ال‬
َ َ‫ق‬
َّ‫ ُُث‬, ُ‫ «إِّ ْن َس َر َق فَاقْطَعُوا يَ َده‬:‫ار ِّق‬ َّ ‫ال ِِّف‬
ِّ ‫الس‬ َ َ‫صلَّى هللاُ َعلَْي ِّه َو َسلَّ َم ق‬ َِّّ ‫ول‬ َّ ‫ أ‬, ‫ َع ْن أَِِّب ُه َريْ َرَة‬, َ‫ َع ْن أَِِّب َسلَ َمة‬, ‫الر ِْحَ ِّن‬
َ ‫اَّلل‬ َ ‫َن َر ُس‬ َّ
25
»ُ‫ ُُثَّ إِّ ْن َس َر َق فَاقْطَعُوا ِّر ْجلَه‬, ُ‫ ُُثَّ إِّ ْن َس َر َق فَاقْطَعُوا يَ َده‬،ُ‫إِّ ْن َس َر َق فَاقْطَعُوا ِّر ْجلَه‬
Asy-Syafi’irahimahullah berkata dalam pendapat qadim, telah mengabarkan
kepadaku seorang tsiqah dari ashab kami, dari Muhammad bin Abdurrahman bin Abi
Dzi’b, dari al-Harits bin Abdurrahman, dari Abi Salamah, dari Abu Hurairah,
bahwasanya Rasulullah saw. bersabda mengenai pelaku pencurian: “Seorang pencuri
apabila mencuri, maka potonglah tangannya. Kemudian apabila ia mencuri lagi, maka
potonglah kakinya. Kemudian apabila ia mencuri lagi, maka potonglah tangannya.
Kemudian apabila ia mencuri lagi, maka potonglah kakinya.” (H.R. al-Baihaqi)

4. Syurb al-Khamr (Minum Khamar)


a. Pengertian dan Bahaya Khamar
Imam Malik, Imam asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal mendefinisikan khamar
sebagai minuman yang memabukkan, baik disebut dengan khamar atau dengan nama lain.
Imam Abu Hanifah membedakan antara khamar dengan mabuk.26 Dalam hukum Islam,
haram mengonsumsi khamar baik sedikit atau banyak. Hal ini didasari pada hadis
Rasulullah saw. sebagai berikut.

23
Muhammad bin Isma’ilal-Bukhari, Shahih al-Bukhari, hlm. 1680.
24
Fuad Thohari, Hadis Ahkam, hlm. 69.
25
Abu Bakral-Baihaqi, Ma’rifatal-Sunan waal-Atsar, Juz XII (Beirut: Dar Qutaybah, 1991), hlm. 411.
26
Marsaid, al-Fiqh al-Jinayah (Hukum Pidana Islam), hlm. 168.

9
َ َ‫ ق‬، ‫ َع ِّن ابْ ِّن عُ َم َر‬، ‫ َع ْن ََنفِّ ٍع‬، ‫وب‬ ٍ ِّ
‫ال‬َ َ‫ ق‬: ‫ال‬ ُ ‫ َحدَّثَنَا َِح‬: ‫ قَ َاَل‬، ‫ َوأَبُو َكام ٍل‬، ‫يع ال َْعتَ ِّك ُّي‬
ُ ُّ‫ َحدَّثَنَا أَي‬، ‫َّاد بْ ُن َزيْد‬ ِّ ِّ‫الرب‬
َّ ‫َحدَّثَنَا أَبُو‬
ِّ ِّ ِّ ِّ َّ ‫اَّلل صلَّى‬ ِّ ُ ‫رس‬
َ ‫ فَ َم‬،‫اخلَ ْم َر ِِّف الدُّنْ يَا‬
ْ‫ َو ُه َو يُ ْدمنُ َها ََل‬،‫ات‬ ْ ‫ب‬ َ ‫ َوَم ْن َش ِّر‬،‫ َوُك ُّل ُم ْسك ٍر َح َر ٌام‬،‫ " ُك ُّل ُم ْسك ٍر ََخٌْر‬: ‫اَّللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم‬ َ َّ ‫ول‬ َُ
27 ِّ ِّ
" ‫ب ََلْ يَ ْش َرَْبَا ِِّف ْاْلخ َرة‬
ْ ُ‫يَت‬
Telah menceritakan kepada kami Abu ar-Rabi’ al-‘Ataki dan Abu Kamil, mereka
berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid, telah menceritakan kepada
kami Ayyub, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Setiap
yang memabukkan adalah khamar dan setiap khamar adalah haram. Barang siapa
meminum khamar di dunia lalu ia mati dalam keadaan ketagihan dan tidak bertobat,
niscaya ia tidak meminumnya di akhirat.” (H.R. Muslim No. 2003)

Pelarangan terhadap khamar dilakukan secara bertahap. Pada awalnya dikatakan


bahwa dari kurma dan anggur dapat dibuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang
baik, sebagaimana dalam Q.S. An-Nahl ayat 67. Selanjutnya disebutkan bahwa dalam
khamar terdapat dosa yang lebih besar di samping ada manfaatnya, sebagaimana dalam
Q.S. Al-Baqarah ayat 219. Tahap selanjutnya dijelaskan larangan melakukan salat dalam
keadaan sedang mabuk, sebagaimana dalam Q.SAn-Nisa’ ayat 43. Terakhir, barulah
ditetapkan bahwa khamar adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan yang harus
dijauhi, sebagaimana dalam Q.S. Al-Maidah ayat 90-91.28 Minum khamar termasuk dosa
yang sangat berbahaya dan dapat memicu tindakan kriminal lainnya. Dengan hilangnya
kesadaran seseorang yang mengonsumsi khamar, maka ia tidak bisa mengendalikan
dirinya dan sangat berisiko melakukan kejahatan-kejahatan lainnya. Hal ini sebagaimana
dikatakan oleh Utsman bin Affan yang diriwayatkan oleh an-Nasai sebagai berikut.

َ َ‫ ق‬، ‫ َع ْن أَبِّ ِّيه‬، ‫ث‬


ِّ ‫ار‬ َّ ‫ْر بْ ِّن َع ْب ِّد‬
ِّ َ‫الر ِْحَ ِّن بْ ِّن ا ْْل‬ ِّ ‫ َع ْن أَِِّب بَك‬، ‫الزْه ِّر ِّي‬ َِّّ ‫ أَنْ بأ َََن َعب ُد‬: ‫ال‬
ُّ ‫ َع ِّن‬، ‫ َع ْن َم ْع َم ٍر‬، ‫اَّلل‬
: ‫ال‬ ََ ‫أَ ْخ‬
ْ َ َ َ‫ ق‬، ‫َبََن ُس َويْ ٌد‬
ِّ ِّ‫اخلَبائ‬ ْ ‫اجتَنِّبُوا‬ ِّ ‫ت عُثْما َن ر‬ ِّ
...،‫ث‬ َ ْ ‫اخلَ ْم َر ؛ فَِّإ ََّّنَا أ ُُّم‬ ْ : ‫ول‬ َّ ‫ض َي‬
ُ ‫اَّللُ َع ْنهُ يَ ُق‬ َ َ ُ ‫ََس ْع‬
29

Telah mengabarkan kepada kami Suwayd, ia berkata, telah memberitakan kepada


kami Abdullah, dari Ma’mar, dari az-Zuhri, dari Abu Bakr bin Abdurrahman bin al-
Harits, dari ayahnya, ia berkata, “Aku mendengar Utsman Ra. berkata: Jauhilah
khamar, karena sesungguhnya khamar itu adalah induk dari segala perbuatan keji. ...
(H.R. an-Nasai No. 5666)

b. Had Minum Khamar


Walaupun di dalam Al-Qur’an dan hadis terdapat larangan tegas mengonsumsi
khamar, namun untuk hukumannya terjadi perbedaan pendapat di kalangan para fuqaha’.
Hal tersebut dikarenakan tidak adanya nash yang qath’i (pasti) dari Al-Qur’an dan hadis
tentang hukuman tersebut. Selain itu, tidak ada riwayat yang memastikan adanya ijma’

27
Muslim, Shahih Muslim, hlm.661.
28
Reni Surya, ‘Klasifikasi Tindak Pidana Hudud dan Sanksinya dalam Perspektif Hukum
Islam’, dalam Jurnal Samarah, No. 2, (2018), hlm. 537-538.
29
An-Nasai, al-Sunan al-Shughra, Juz VIII (Aleppo: Maktab al-Mathbu’atal-Islamiyyah,
1986), hlm. 315.

10
dari para sahabat dalam penetapan had bagi peminum khamar.30 Rasulullah saw. pernah
menghukum orang yang meminum khamar dengan pukulan tidak lebih dari 40 kali
cambuk. Begitu pula Abu Bakar Ra. juga menghukum peminum khamar demikian. Pada
masa kekhalifahan Umar bin Khaththab Ra., beliau bermusyawarah dengan para sahabat
untuk menentukan had bagi peminum khamar ini. Abdurrahman bin Auf Ra. memberi
saran bahwa yang paling ringan adalah 80 kali. Umar bin Khaththab Ra. pun menyetujui
saran tersebut. Hal tersebut sebagaimana hadis berikut.

‫ث َع ْن‬ ُ ‫ادةَ َُيَ ِّد‬ ُ ‫ ََِّس ْع‬: ‫ال‬


َ َ‫ت قَ ت‬ َ َ‫ ق‬، ُ‫ َحدَّثَنَا ُش ْعبَة‬، ‫ َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َج ْع َف ٍر‬: ‫ قَ َاَل‬، ‫شا ٍر‬ َّ َ‫ َو ُُمَ َّم ُد بْ ُن ب‬، ‫َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن ال ُْمثَ ََّّن‬
ِّ ِّ ْ َ‫ فَ َجلَ َدهُ ِّبَ ِّري َدت‬،‫اخلَ ْم َر‬ ِّ َّ ‫َِّب صلَّى‬ ٍ ِّ‫س بْ ِّن مال‬
‫ َوفَ َعلَهُ أَبُو‬: ‫ال‬َ َ‫ ق‬،‫ي‬ َ ‫ي ََْن َو أ َْربَع‬ ْ ‫ب‬ َ ‫اَّللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم أُِِّتَ بَِّر ُج ٍل قَ ْد َش ِّر‬ َ َّ ِّ‫َن الن‬ َّ ‫ أ‬، ‫ك‬ َ ِّ َ‫أَن‬
31
.‫ فَأ ََم َر بِّ ِّه عُ َم ُر‬.‫ي‬ ِّ
َ ِّ‫ف ا ْْلُ ُدود َثَان‬
َّ ‫ أَ َخ‬: ‫الر ِْحَ ِّن‬
َّ ‫ال َع ْب ُد‬
َ ‫ فَ َق‬،‫َّاس‬
َ ‫ش َار الن‬ ْ ‫ فَ لَ َّما َكا َن عُ َم ُر‬،‫بَ ْك ٍر‬
َ َ‫است‬
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna dan Muhammad bin
Bassyar, mereka berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far, telah
menceritakan kepada kami Syu’bah, ia berkata, aku mendengar Qatadah menceritakan
tentang Anas bin Malik bahwasanya Nabi saw. dihadapkan seorang laki-laki yang
meminum khamar. Maka beliau memukulnya menggunakan dua pelepah kurma kurang
lebih 40 kali. Ia berkata lagi, Abu Bakar juga memperbuat demikian. Manakala Umar
bermusyawarah dengan manusia, Abdurrahman bin Auf berkata: “Seringan-ringan had
adalah 80 kali dera”, maka Umar pun memerintahkan demikian. (H.R. Muslim No.
1706)

Rasulullah saw. juga pernah mengancam orang yang mabuk untuk keempat kalinya
dengan hukuman mati, sebagaimana hadis berikut.

ٍ ْ‫ ثنا ابْ ُن أَِِّب ِّذئ‬،‫ ثنا أَبُو َد ُاو َد الطَّيَالِّ ِّس ُّي‬،‫يب‬ ٍ ِّ‫ ثنا يُونُس بْ ُن َحب‬،‫هللا بْ ُن َج ْع َف ٍر‬ ِّ ‫ أنبأ َعب ُد‬،‫ْر بن فُور ٍك‬
ََ ‫ ح َوأَ ْخ‬،‫ب‬
‫َبََن‬ ُ ْ َ ُ ْ ِّ ‫َبََن أَبُو بَك‬ ََ ‫أَ ْخ‬
ٍ ْ‫ أنبأ ابْ ُن أَِِّب ِّذئ‬،‫ارو َن‬ ِّ ‫اس بْ ُن ُُمَ َّم ٍد الد‬ ِّ ‫أَبو َعب ِّد‬
ُ ِّ‫هللا ا ْْلَاف‬
،‫ب‬ ُ ‫ ثنا يَ ِّزي ُد بْ ُن َه‬،‫ي‬ ُّ ‫ُّور‬ ُ َّ‫ ثنا ال َْعب‬, ‫وب‬ ِّ َّ‫ ثنا أَبُو ال َْعب‬،‫ظ‬
َ ‫اس ُُمَ َّم ُد بْ ُن يَ ْع ُق‬ ْ ُ
, ُ‫اجلِّ ُدوه‬ ِّ َ َ‫صلَّى هللاُ َعلَْي ِّه َو َسلَّ َم ق‬ ِّ َ ‫َن رس‬ َّ ‫ث بْ ِّن َع ْب ِّد‬ ِّ ‫َع ِّن ا ْْلا ِّر‬
ْ َ‫ " إِّ َذا َسك َر ف‬:‫ال‬ َ ‫ول هللا‬ ُ َ َّ ‫ أ‬،‫ َع ْن أَِِّب ُه َريْ َرَة‬،َ‫ َع ْن أَِِّب َسلَ َمة‬،‫الر ِْحَ ِّن‬ َ
ْ ‫الرابِّ َعةَ فَا‬
" ُ‫ض ِّربُوا عُنُ َقه‬ َ ‫ فَِّإ ْن َع‬, ُ‫اجلِّ ُدوه‬ ِّ
ْ َ‫ ُُثَّ إِّ ْن َسك َر ف‬, ُ‫اجل ُدوه‬
ِّ َ‫ُُثَّ إِّ ْن س ِّكر ف‬
32
َّ ‫اد‬ ْ َ َ
Telah mengabarkan kepada kami Abu Bakr bin Furak, telah menceritakan oleh
Abdullah bin Ja’far, telah menceritakan kepada kami Yunus bin Habib, telah
menceritakan kepada kami Abu Dawud ath-Thayalisi, telah menceritakan kepada kami
Ibn Abi Dzi’b, dan telah mengabarkan kepada kami Abu Abdullah al-Hafizh, telah
menceritakan kepada kami al-‘Abbas Muhammad bin Ya’qub, telah menceritakan kepada
kami al-‘Abbas bin Muhammad ad-Duri, telah menceritakan kepada kami Yazid bin
Harun, telah memberitakan oleh Ibn Abi Dzi’b, dari al-Harits bin Abdurrahman, dari
Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Apabila

30
Fuad Thohari, Hadis Ahkam, hlm. 133.
31
Muslim, Shahih Muslim, hlm. 560.
32
Abu Bakral-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, Juz VIII (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003),
hlm. 544.

11
seseorang mabuk, maka deralah ia. Kemudian apabila ia mabuk lagi, maka cambuklah
lagi. Kemudian apabila ia mabuk lagi, maka cambuklah lagi. Jika ia mengulangi yang
keempat kali, maka pukullah tengkuknya.” (H.R. al-Baihaqi)

5. Hirabah (Perampokan)
a. Pengertian dan Bahaya Hirabah
Hirabah adalah keluarrnya sekelompok bersenjata di daerah Islam untuk mengadakan
kekacauan, penumpahan darah, perampasan harta, mengoyak kehormatan, merusak
tanaman, peternakan, citra agama, akhlak, ketertiban dan undang-undang, baik kelompok
tersebut berasal dari orang Islam sendiri, maupun orang kafir.33 Sekilas, hirabah hampir
sama dengan sariqah dikarenakan adanya maksud mengambil harta orang lain secara
tidak sah. Namun, perbedaan di antara keduanya terletak pada kondisi di saat mengambil
harta tersebut. Sariqah dilakukan secara sembunyi-sembunyi, sedangkan hirabah
dilakukan secara terang-terangan.34 Pembuktian terjadinya hirabah bisa dengan adanya
saksi atau pengakuan dari si pelaku. Salah satu bahaya dari hirabah adalah dapat
menzalimi orang lain yang menjadi korban perbuatan si pelaku. Selain itu, hirabah juga
dapat menimbulkan rasa takut di masyarakat, merampas harta dan mengganggu
keamanan negara.

b. Had Hirabah
Hirabah merupakan salah satu dosa besar. Al-Qur’an dengan tegas mengatakan
bahwa pelaku hirabah adalah orang-orang yang memerangi Allah swt. dan Rasulullah
saw. dan membuat onar di bumi. Di dalam Q.S. Al-Maidah dijelaskan sanksi bagi pelaku
hirabah sebagai berikut.

ٍ َ‫صلَّبَُواْ أ َۡو تُ َقطَّع أ َۡي ِّد ِّيه ۡم وأ َۡرجلُ ُهم ِّم ۡن ِّخل‬
‫ف أ َۡو‬ ۡ ۡ ‫اربون ٱ ََّّلل ورسولَهۥ وي ۡسع ۡون ِِّف ٱ ۡۡل‬ ِّ َّ
ُ َ َ َ ُ‫سادا أَن يُ َقتَّ لَُواْ أَو ي‬ َ ‫ف‬
َ ‫ض‬ِّ ‫َر‬ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ ُِّ َ‫ين َُي‬ َ ‫إِّ ََّّنَا َج ََزُؤاْ ٱلذ‬
‫يم‬ ِّ ‫ك َْل ۡم ِّخ ۡزي ِّفيٱلد ُّۡن ي ىا وَْل ۡم ِِّف ٱ ۡۡلَ ِّخرِّة َع َذاب َع‬
‫ظ‬ َ ِّ‫ض َذل‬ۚ ۡ ۡ ِّ ۡ
ِّ ‫يُن َفواْ م َن ٱۡلَر‬
ٌ ٌ َ ُ َ َ ٌ ُ
Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat
kerusakan di bumi, hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka
secara silang, atau diasingkan dari negeri tempat kediamannya. Yang demikian itu
kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar. (Q.S.
Al-Maidah: 33)

Ketika pelaku hirabah telah memenuhi persyaratan dikenakan had, maka baru dapat
dijatuhkan had bagi mereka sesuai situasi dan jenis tindakan pada saat aksi hirabah
terjadi. Hukuman terhadap pelaku hirabah juga dijelaskan sebagaimana dalam hadis
berikut.

33
Marsaid, al-Fiqh al-Jinayah (Hukum Pidana Islam), hlm. 160.
34
Marsaid, al-Fiqh al-Jinayah (Hukum Pidana Islam), hlm. 161.

12
- ‫َن ََنسا‬ َّ ‫ أ‬،‫ك َحدَّثَ ُه ْم‬ ٍ ِّ‫ أَ َّن أَنَس بْن مال‬، ُ‫ادة‬ َ َ‫ َحدَّثَنَا قَ ت‬، ‫ َحدَّثَنَا َس ِّعي ٌد‬، ‫ َحدَّثَنَا يَ ِّزي ُد بْ ُن ُزَريْ ٍع‬، ‫َّاد‬ ٍ ‫حدَّثَنَا َعب ُد ْاۡلَ ْعلَى بن َِح‬
ْ
َ َ َ ُْ َ
َِّّ ‫ِب‬
‫ إِّ ََّن ُكنَّا أ َْه َل‬،‫اَّلل‬ َّ َِّ‫ ََي ن‬: ‫ َوقَالُوا‬،‫اَّللُ َعلَْي ِّه َو َسلَّ َم َوتَ َكلَّ ُموا َِّب ِّْْل ْس َلِّم‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّّ ‫ول‬ ِّ ‫ْل وعُريْ نَةَ قَ ِّد ُموا َعلَى ر ُس‬ ِّ
َ ‫اَّلل‬ َ َ َ ٍ ‫ م ْن عُك‬- ‫أ َْو ِّر َجاَل‬
‫ َوأ ََم َرُه ْم أَ ْن ََيْ ُر ُجوا‬،‫اَّللُ َعلَْي ِّه َو َسلَّ َم بِّ َذ ْو ٍد َوبَِّر ٍاع‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّّ ‫ فَأَمر َْلم رسو ُل‬،َ‫ واست و ََخُوا الْم ِّدينَة‬. ‫يف‬ ٍ ‫ وََلْ نَ ُكن أ َْهل ِّر‬، ‫ضرٍع‬
َ ‫اَّلل‬ ُ َ ُْ َ َ َ َْْ َ َ ْ َ َْ
‫اَّللُ َعلَْي ِّه‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّّ ‫ول‬ ِّ ‫اعي ر ُس‬ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ
َ ‫اَّلل‬ َ َ ‫ َوقَ تَ لُوا َر‬،‫ َك َف ُروا بَ ْع َد إِّ ْس َلم ِّه ْم‬،‫ فَانْطَلَ ُقوا َح ََّّت َكانُوا ََنحيَةَ ا ْْلََّرة‬،‫فيه فَ يَ ْش َربُوا م ْن أَلْبَاَّنَا َوأَبْ َواْلَا‬
ِِّّ ِّ َ ‫ث الطَّلَب ِِّف‬ َ ‫ فَ بَ َع‬،‫اَّللُ َعلَْي ِّه َو َسلَّ َم‬
َّ ‫صلَّى‬
‫ َوقَطَعُوا‬،‫س َم ُروا أَ ْعيُ نَ ُه ْم‬ َ َ‫ ف‬،‫آَث ِّره ْم َوأ ََم َر َب ْم‬ َ َ ‫َِّب‬ َّ ِّ‫ فَ بَ لَ َغ الن‬،‫الذ ْو َد‬َّ ‫استَاقُوا‬ ْ ‫ َو‬،‫َو َسلَّ َم‬
.‫ َوتُ ِّرُكوا ِِّف ََن ِّحيَ ِّة ا ْْلََّرِّة َح ََّّت َماتُوا َعلَى َحاْل ْم‬،‫أَيْ ِّديَ ُه ْم‬
35 ِِّّ

Telah menceritakan kepada kami Abd al-A’la bin Hammad, telah menceritakan
kepada kami Yazid bin Zurai’, telah menceritakan kepada kami Sa’id, telah menceritakan
kepada kami Qatadah, bahwasanya Anas bin Malik menerangkan kepada mereka,
“Beberapa orang dari Ukal dan Urainah datang menemui Rasulullah saw. dan
mengikrarkan keislamannya. Mereka berkata, “Ya Rasulullah, kami orang yang miskin
dan bukan orang yang berkecukupan.” Mereka lalu memasang tenda. Kemudian Nabi
menyuruh membawa beberapa ekor unta dan seorang penggembala, serta menyuruh
mereka keluar dari kota Madinah. Mereka meminum air kencing unta dan susunya.
Sesampai di susut kota al-Harrah, mereka kembali murtad, membunuh si penggembala
yang ditunjuk Nabi, dan mereka membawa lari unta-unta itu. Pengkhianatan itu sampai
beritanya kepada Nabi saw. Nabi mengirimkan pasukan untuk mengejar mereka dan
menyuruh para sahabat untuk mengambil tindakan terhadap mereka. Mata mereka
dicungkil, tangan mereka dipotong, dan para sahabat meninggalkan mereka terkapar di
bawah terik matahari di kota al-Harrah hingga mereka mati dalam kondisi tersebut.”
(H.R. al-Bukhari No. 5727)

6. Baghy (Pemberontakan)
a. Pengertian dan Bahaya Pemberontakan
Pemberontakan adalah keluar dari ketaatan kepada imam (pemimpin) yang sah
dengan cara yang tidak sah.36 Pemberontakan merupakan salah satu upaya pelemahan
terhadap negara dengan cara merongrong kekuasaan pemerintahan yang legal dan selalu
berusaha merusaknya. Islam memerintahkan untuk melakukan perundingan dengan
pemberontak dan diperangi jika tidak bersedia bergabung kembali dengan pemerintah
yang sah. Allah swt. memerintahkan agar senantiasa taat kepada pemimpin, sebagaimana
dalam Q.S. An-Nisa’ ayat 59 sebagai berikut.

ۡ ۡ ۡ ‫ۡ ۡ ِّ ۡى‬
‫ول إِّن ُكنتُ ۡم تُؤِّمنُو َن‬ ِّ
ِّ ‫َّلل وٱ َّلر ُس‬
َ َّ ‫ُّوهِّإلَىٱ‬
ٍۡ
ُ ‫ول َوأ ُْوِِّل ٱۡلَم ِّر من ُكم فَِّإن تَ نَ َزعتُم ِِّف َشيءفَ ُرد‬
ِّ ‫َطيعواْ ٱ ََّّلل وأ‬
َ ‫َطيعُواْ ٱ َّلر ُس‬ ِّ
َ َ ُ ‫ين َء َامنَُواْ أ‬
ِّ َّ
َ ‫َََيَيُّ َها ٱلذ‬
ۡ ۡ ‫َّلل وٱ ۡلي ۡوِّمٱ ۡۡلَ ِّخ ِّۚر ذلِّك خ ۡيوأ‬
ِّ
‫س ُن ََت ِّويل‬ ‫َح‬
َ ٌَ َ َ َ َ َ َّ ‫بِّٱ‬
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad),
dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda

35
Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, hlm. 1450.
36
Reni Surya, ‘Klasifikasi Tindak Pidana Hudud dan Sanksinya dalam Perspektif Hukum
Islam’, hlm. 543.

13
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu,
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. An-Nisa’: 59)

Rasulullah saw. juga memerintahkan agar taat kepada pemimpin selama tidak
diperintahkan kepada maksiat, sebagaimana hadis berikut.

‫اَّللُ َعلَْي ِّه‬


َّ ‫صلَّى‬ ِّ ِّ‫ َع ِّن الن‬،ُ‫اَّللُ َع ْنه‬ ِّ ِّ
ِّ ‫اَّلل ر‬ ِّ َِّّ ‫ َعن عُب ي ِّد‬، ‫يد‬ ٍ ‫ حدَّثَنَا ََْيَي بن س ِّع‬، ‫حدَّثَنَا مس َّد ٌد‬
َ ‫َِّب‬ َّ ‫ض َي‬ َ َّ ‫ َع ْن َع ْبد‬، ‫ َح َّدثَِِّن ََنف ٌع‬، ‫اَّلل‬ َْ ْ َ ُْ َ َ َُ َ
‫ فَ َل َسَْ َع َوََل‬،‫صيَ ٍة‬ِّ ‫ فَِّإذَا أ ُِّمر ِِّبَ ْع‬،‫صي ٍة‬
ِّ ِّ ِّ ِّ
َ َ ‫ َما ََلْ يُ ْؤَم ْر ِِّبَ ْع‬،‫ب َوَك ِّرَه‬َّ ‫َح‬
َ ‫يما أ‬ َ َّ‫الس ْم ُع َوالط‬
َ ‫اعةُ َعلَى ال َْم ْرء ال ُْم ْسل ِّم ف‬ َّ " : ‫ال‬ َ َ‫َو َسلَّ َم ق‬
37
َ‫اعة‬
َ َ‫ط‬
Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya
bin Sa’id, dari ‘Ubaidillah, ia berkata, telah menceritakan kepadaku Nafi’, dari Abdullah
Ra., dari Nabi saw. bersabda: “Mendengar dan menaati seorang (pemimpin) muslim
adalah wajib, baik dalam perkara yang disenangi atau dibenci, selama tidak
diperintahkan untuk maksiat. Apabila diperintahkan untuk maksiat, maka tidak wajib
mendengar dan taat.” (H.R. al-Bukhari No. 7144)

b. Had Pemberontakan
Had bagi pemberontak dijalankan sebagaimana ketentuan dalam Q.S. Al-Hujurat ayat
9 sebagai berikut.

ِّۚ َّ ‫َصلِّحواْ ب ۡي نَ هم ىا فَِّإ َۢن ب غَ ۡت إِّ ۡح َدى هما َعلَى ٱ ۡۡل ُۡخرى فَ َقتِّلُواْ ٱلَِّّت تَ ۡب ِّغي ح ََّّت تَِّفيء إِّ َلَ أ َۡم ِّر ٱ‬ۡ ‫ان ِّمن ٱ ۡلم ۡؤِّمنِّينٱ ۡق ت ت لوا فأ‬ ِّ ِّ
‫َّلل‬ ََ َ َ َُ َ َ ُ َ ُ َ ْ ُ َ َ َ ُ َ َ‫َوإِّن طَاَئ َفت‬
‫ۡ ى‬
‫ي‬ ِّ ‫ب ٱ ۡلم ۡق ِّس‬
‫ط‬ ِّ
‫َي‬ َّ
‫َّلل‬ ‫ٱ‬ َّ
‫ن‬ ِّ
‫إ‬ ‫ا‬
ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ‫فِّإن فا‬
ْ‫َءت فَأَصلِّ ُحواْ بَي نَ ُه َما بِّٱل َعد ِّل َوأَق ِّسطَُو‬
َ ُ ُّ ُ َ ََ َ
Dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara
keduanya. Jika salah satu dari keduanya zalim terhadap (golongan) yang lain, maka
perangilah golongan yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada
perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka
damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah
mencintai orang-orang yang berlaku adil. (Q.S. Al-Hujurat: 9)

Jika pemberontak dapat dinasihati secara baik-baik, mereka harus diperlakukan


dengan baik pula. Sebaliknya, jika tidak mau dinasihati dengan baik, maka harus
diperangi dan dibunuh. Rasulullah saw. bersabda dalam hadis sebagai berikut.

‫اَّللُ َعلَْي ِّه‬


َّ ‫صلَّى‬ َِّّ ‫ول‬ َ َ‫ ق‬، َ‫ َع ْن َع ْرفَ َجة‬، ‫ َع ْن أَبِّ ِّيه‬، ‫س بْ ُن أَِِّب يَ ْع ُفوٍر‬
ُ ‫ ََِّس ْع‬: ‫ال‬
َ ‫اَّلل‬ َ ‫ت َر ُس‬ ُ ُ‫ َحدَّثَنَا يُون‬، َ‫َو َح َّدثَِِّن عُثْ َما ُن بْ ُن أَِِّب َش ْي بَة‬
ِّ ‫َجيع علَى رج ٍل و‬
ُ َ‫اح ٍد يُ ِّري ُد أَ ْن ي‬ ِّ ُ ‫َو َسلَّ َم يَ ُق‬
َ َ‫ أ َْو يُ َف ِّر َق ََج‬، ‫صا ُك ْم‬
" ُ‫اعتَ ُك ْم فَاقْتُ لُوه‬ َ ‫ش َّق َع‬ َ ُ َ َ ٌ َ ‫ " َم ْن أ َََت ُك ْم َوأ َْم ُرُك ْم‬: ‫ول‬
38

37
Muhammad bin Isma’ilal-Bukhari, Shahih al-Bukhari, hlm. 1765.
38
Muslim, Shahih Muslim, hlm.614.

14
Dan telah menceritakan kepadaku Utsman bin Abi Syaibah, telah menceritakan
kepada kami Yunus bin Abi Ya’fur, dari ayahnya, dari ‘Arfajah, ia berkata, aku
mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Bila datang kepadamu seseorang yang hendak
mematahkan tongkat kalian (memecah belah jamaah) atau memecah belah persatuan
kalian, maka bunuhlah ia.” (H.R. Muslim No. 1852)

7. Riddah (Murtad)
a. Pengertian dan Bahaya Murtad
Riddah adalah meninggalkan agama Islam dan menentangnya setelah agama tersebut
dianutnya dan hanya terjadi di kalangan orang yang telah memeluk Islam.39 Para fuqaha’
mengategorikan riddah ke dalam tiga macam, yakni riddah karena keyakinan (i’tiqadi),
riddah karena perbuatan (fi’li) dan riddah karena perkataan (qawli). Akibat yang
ditimbulkan dari kemurtadan ini ada dua hal. Pertama, amalannya di dunia menjadi sia-
sia. Kedua, ia kekal di neraka selamanya jika tidak bertobat.

b. Had Murtad
Jika telah divonis terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa seseorang telah murtad,
maka ia diberikan tempo tiga hari. Setelah tiga hari tersebut ia tidak kembali Islam, maka
dihukum mati. Ulama yang berpendapat demikian mengambil dasar dari hadis Rasulullah
saw. tentang peristiwa Urainah dan riwayat tentang hal-hal yang dapat menghalalkan
darah seorang muslim. Hadis-hadis tersebut sebagai berikut.

َّ ‫ أ‬،‫ك َحدَّثَ ُه ْم‬ ٍ ِّ‫َن أَنَس بْن مال‬ َ َ‫ َحدَّثَنَا قَ ت‬، ‫ َحدَّثَنَا َس ِّعي ٌد‬، ‫ َحدَّثَنَا يَ ِّزي ُد بْ ُن ُزَريْ ٍع‬، ‫َّاد‬ ٍ ‫حدَّثَنَا َعب ُد ْاۡلَ ْعلَى بن َِح‬
- ‫َن ََنسا‬ َ َ َ َّ ‫ أ‬، ُ‫ادة‬ ُْ ْ َ
َِّّ ‫ِب‬
‫ إِّ ََّن ُكنَّا أ َْه َل‬،‫اَّلل‬ َّ َِّ‫ ََي ن‬: ‫ َوقَالُوا‬،‫اَّللُ َعلَْي ِّه َو َسلَّ َم َوتَ َكلَّ ُموا َِّب ِّْْل ْس َلِّم‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّّ ‫ول‬ِّ ‫ْل وعُريْ نَةَ قَ ِّد ُموا َعلَى ر ُس‬ ِّ
َ ‫اَّلل‬ َ َ َ ٍ ‫ م ْن عُك‬- ‫أ َْو ِّر َجاَل‬
‫ َوأ ََم َرُه ْم أَ ْن ََيْ ُر ُجوا‬،‫اَّللُ َعلَْي ِّه َو َسلَّ َم بِّ َذ ْو ٍد َوبَِّر ٍاع‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّّ ‫ول‬ ُ ‫ فَأ ََم َر َْلُ ْم َر ُس‬،َ‫استَ ْو ََخُوا ال َْم ِّدينَة‬ ٍ ‫ وََلْ نَ ُكن أ َْهل ِّر‬، ‫ضرٍع‬
َ ‫اَّلل‬ ْ ‫ َو‬. ‫يف‬ َ ْ َ َْ
‫اَّللُ َعلَْي ِّه‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّّ ‫ول‬ ِّ ‫اعي ر ُس‬ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ
َ ‫اَّلل‬ َ َ ‫ َوقَ تَ لُوا َر‬،‫ َك َف ُروا بَ ْع َد إِّ ْس َلم ِّه ْم‬،‫ فَانْطَلَ ُقوا َح ََّّت َكانُوا ََنحيَةَ ا ْْلََّرة‬،‫فيه فَ يَ ْش َربُوا م ْن أَلْبَاَّنَا َوأَبْ َواْلَا‬
ِِّّ ِّ َ ‫ث الطَّلَب ِِّف‬ َ ‫ فَ بَ َع‬،‫اَّللُ َعلَْي ِّه َو َسلَّ َم‬
َّ ‫صلَّى‬
‫ َوقَطَعُوا‬،‫س َم ُروا أَ ْعيُ نَ ُه ْم‬ َ َ‫ ف‬،‫آَث ِّره ْم َوأ ََم َر َب ْم‬ َ َ ‫َِّب‬ َّ ‫استَاقُوا‬
َّ ِّ‫ فَ بَ لَ َغ الن‬،‫الذ ْو َد‬ ْ ‫ َو‬،‫َو َسلَّ َم‬
.‫ َوتُ ِّرُكوا ِِّف ََن ِّحيَ ِّة ا ْْلََّرِّة َح ََّّت َماتُوا َعلَى َحاْل ْم‬،‫أَيْ ِّديَ ُه ْم‬
40 ِِّّ

Telah menceritakan kepada kami Abd al-A’la bin Hammad, telah menceritakan
kepada kami Yazid bin Zurai’, telah menceritakan kepada kami Sa’id, telah menceritakan
kepada kami Qatadah, bahwasanya Anas bin Malik menerangkan kepada mereka,
“Beberapa orang dari Ukal dan Urainah datang menemui Rasulullah saw. dan
mengikrarkan keislamannya. Mereka berkata, “Ya Rasulullah, kami orang yang miskin
dan bukan orang yang berkecukupan.” Mereka lalu memasang tenda. Kemudian Nabi
menyuruh membawa beberapa ekor unta dan seorang penggembala, serta menyuruh
mereka keluar dari kota Madinah. Mereka meminum air kencing unta dan susunya.
Sesampai di susut kota al-Harrah, mereka kembali murtad, membunuh si penggembala
yang ditunjuk Nabi, dan mereka membawa lari unta-unta itu. Pengkhianatan itu sampai

39
Marsaid, al-Fiqh al-Jinayah (Hukum Pidana Islam), hlm.183.
40
Muhammad bin Isma’ilal-Bukhari, Shahih al-Bukhari, hlm. 1450.

15
beritanya kepada Nabi saw. Nabi mengirimkan pasukan untuk mengejar mereka dan
menyuruh para sahabat untuk mengambil tindakan terhadap mereka. Mata mereka
dicungkil, tangan mereka dipotong, dan para sahabat meninggalkan mereka terkapar di
bawah terik matahari di kota al-Harrah hingga mereka mati dalam kondisi tersebut.”
(H.R. al-Bukhari No. 5727)

، ‫يةُ بْ ُن ُم ْسلِّ ٍم‬ ِّ


َ ‫ أَنْ بَأ َََن ال ُْمغ‬: ‫ال‬ َ َ‫ ق‬، ‫ي‬ َّ ‫ َحدَّثَنَا إِّ ْس َحا ُق بْ ُن ُسلَْي َما َن‬: ‫ال‬
ُّ ‫الر ِّاز‬ َ َ‫ ق‬، ‫ي‬ ِّ ُ‫ساب‬
ُّ ‫ور‬ َ ‫َِحَ ُد بْ ُن ْاۡلَ ْزَه ِّر الن َّْي‬
ْ ‫َبََن أَبُو ْاۡلَ ْزَه ِّر أ‬
ََ ‫أَ ْخ‬
‫ " ََل ََِّي ُّل َد ُم‬: ‫ول‬ ُ ‫اَّللُ َعلَْي ِّه َو َسلَّ َم يَ ُق‬
َّ ‫صلَّى‬ َِّّ ‫ول‬ ُ ‫ ََِّس ْع‬: ‫ال‬ َّ ‫ أ‬، ‫ َع ِّن ابْ ِّن عُ َم َر‬، ‫ َع ْن ََنفِّ ٍع‬، ‫اق‬ ِّ ‫َعن مطَ ٍر الْوَّر‬
َ ‫اَّلل‬ َ ‫ت َر ُس‬ َ َ‫َن عُثْ َما َن ق‬ َ َ ْ
‫ أ َِّو ْارتَ َّد بَ ْع َد إِّ ْس َل ِّم ِّه فَ َعلَْي ِّه‬،‫ أ َْو قَ تَ َل َع ْمدا فَ َعلَْي ِّه الْ َق َو ُد‬،‫الر ْج ُم‬
َّ ‫صانِِّّه فَ َعلَْي ِّه‬ ٍ ِّ
َ ‫ َر ُج ٌل َز َن بَ ْع َد إِّ ْح‬: ‫ْام ِّر ٍئ ُم ْسل ٍم إََِّّل ِِّبِّ ْح َدى ثََلث‬
41
" ‫الْ َق ْت ُل‬
Telah mengabarkan kepada kami Abu al-Azhar Ahmad bin al-Azharan-Naisaburi, ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Sulaiman ar-Razi, ia berkata, telah
memberitakan kepada kami al-Mughirah bin Muslim, dari Matharal-Waraq, dari Nafi’,
dari Ibn Umar, bahwasanya Utsman berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Tidak halal darah seorang muslim kecuali dengan salah satu dari tiga perkara;
seseorang yang berzina setelah menikah maka atasnya hukum rajam, seseorang yang
membunuh dengan sengaja maka atasnya hukum qawad atau seseorang yang murtad
setelah keislamannya maka atasnya dibunuh.” (H.R. an-Nasai No. 4057)

C. Urgensi Hudud
Allah swt. mensyariatkan ketentuan-ketentuan hukum kepada orang-orang mukallaf
urgensinya adalah upaya mewujudkan kebaikan-kebaikan hidup manusia. Ketentuan itu
adalah yang berada pada taraf dharuri, harjiy, ataupun tahsiniy. Ketentuan hukum yang
dharuri secara umum bermuara pada upaya memelihara lima hal, yaitu (1) memelihara
agama, (muhafadzat al-din) (2) memelihara jiwa (muhafadzat al-nafs), (3) memelihara
akal (muhafadzat al-aql),(4) memelihara harta (muhafadzat al-mal),dan (5) memelihara
keturunan (muhafadzat al-nasb).
Ketentuan hajiy adalah ketentuan hukum yang memberi peluang untuk memperoleh
kemudahan dalam keadaan sukar mewujudkan ketentuan dharuri. Lalu yang tahsiniy
adalah berbagai ketentuan untuk menjalankan ketentuan dharuri dengan cara yang paling
baik.42
Semua ayat-ayat hudud yang ditetapkan Alquran bertujuan untuk memelihara kelima
hal di atas. Hudud yang berkenan dengan ibadah puasa bertujuan sama dengan
pelaksanaan kewajiban puasa yaitu agar manusia bertakwa sebagai tercermin dalam Q.S.
Al-Baqarah ayat 187 berikut.
‫ه‬ ِّ ‫ْك ح ُدو ُد‬
ِّ ‫ي اَّللُ ايتِّه لِّلن‬
‫َّاس ل ََعلَّ ُه ْم يَتَّ ُق ْو َن‬ َ ِّ‫اَّلل فَ َل تَ ْق َربُ ْو َها َكذل‬
ُ َِّ‫ك يُب‬ ْ ُ َ ‫تل‬
ِّ

41
An-Nasai, al-Sunan al-Shughra, Juz VII, hlm. 103.
42
Abd al-Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, (Kuwait: Dar al-Kuwaitiyah, 1968), hlm. 200.
Vol.1/No.1/Desember2012 - 145

16
Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. Ayat di atas
menunjukkan tujuan hudud adalah mencapai ketakwaan.

Dengan predikat takwa berarti terpelihara agama seseorang. Dengan begitu maka,
ُ ‫َانحاف‬
konsep hudud menurut Al-Qur’an termasuk bertujuan memelihara agama, hal ‫ظن‬
112 - ‫حن َذد هللاَ بشر امنؤمىيه‬: ini sebagaimana tampak dalam Q.S. 9, Al Taubah Sedangkan
hudud yang ditetapkan Al-Qur’an yang menyangkut dengan ketentuan jinayah (pidana)
yaitu bertujuan ‫حن‬ُ ‫ نعهكم تفه‬supaya memperoleh keberuntungan, yang tentunya adalah
dalam rangka memelihara empat kebutuhan dharuriy yang lain yaitu memelihara akal,
jiwa, harta dan kemurnian keturunan manusia secara umum.
Oleh karena itu, tujuan hudud pencurian yaitu agar terpelihara harta umat Islam dari
tangan penjahat, maka hukuman tersebut diharapkan agar pelakunya akan jerah dan
orang lain tidak terjun dalam tindakan serupa karena takut akan kehilangan anggota
tubuhnya yang amat vital itu. Sebab Al-Qur’an menyuruh memotong tangan orang yang
melakukan pencurian.
Di samping pencurian, jenis kejahatan lain yang dilarang agama adalah perzinaan.
Perbuatan ini digolongkan sebagai hudud karena merusak tatanan sosial, mengacaukan
keturunan, sehingga hak-hak anak yang dilahirkan praktis tidak terpenuhi. Tujuan
disyariatkannya hudud perzinaan yakni dalam rangka memelihara garis keturunan.43
Hudud perzinaan diharapkan orang hanya akan melakukan hubungan biologis menurut
cara yang halal yang dibenarkan agama. Salah satu tindak kejahatan yang juga
mengganggu ketenteraman umum adalah qadzaf. Perbuatan ini diharamkan dalam rangka
memelihara kehormatan dan martabat manusia yang bisa terganggu akibat lontaran
tuduhan nista tersebut, terutama jika ditujukan kepada orang baik dan punya kedudukan
mulia di tengah- tengah masyarakat.
Selanjutnya meminum khamar dilarang oleh agama untuk memelihara akal, karena
akan mengganggu kesehatan akal dan kemampuan berpikir secara waras. Pada saat akal
pikiran terganggu seorang peminum akan melakukan berbagai tindakan dan perbuatan di
luar kontrol, yang mungkin akan berekses negatif bagi lingkungannya. Pemberlakuan
hukuman hudud bagi peminum khamar diharapkan agar pelakunya menjadi jera untuk
tidak mengulangi kembali. Dengan demikian, ketentuan hukuman ini diterapkan dalam
rangka menjaga kesehatan akal manusia itu sendiri, sehingga dapat berpikir waras dan
hanya senantiasa mengingat taat kepada Allah swt.
Untuk kasus hirabah atau muharabah yakni tindakan yang mengganggu ketenteraman
dan keamanan masyarakat umum, tujuannya juga untuk memelihara jiwa. Jiwa manusia
bukan hanya menyangkut hal yang pisik saja tetapi memberi rasa aman, terhadap aspek
ekonomi, politik sosial, budaya manusia perlu dijamin dalam rangka memelihara
eksistensi manusia dalam kehidupan universalnya

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hudud adalah jamak dari kata “Had” yang artinya sesuatu yang membatasi dua benda.
Dan pada asalnya perkataan had adalah sesuatu yang memisahkan antara dua perkara dan
digunakan atas sesuatu yang membedakan sesuatu yang lain. Hudud menurut istilah
adalah sanksi yang telah ditetapkan kadarnya oleh Allah bagi suatu tindakan kemaksiatan
untuk mencegah pada kemaksiatan yang sama.
Zina adalah persetubuhan antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya ikatan
pernikahan yang sah yang dilakukan dengan kesadaran dan tanpa adanya syubhat. Zina
juga merupakan salah satu dosa besar yang dapat menimbulkan berbagai keburukan,
menghilangkan tanggung jawab dan dapat merusak keturunan. Larangan dan had
terhadap zina merupakan cara dalam merealisasikan salah satu maqashid al-syari’ah,
yakni menjaga keturunan.
Sariqah adalah mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi dan zalim dan
tujuan tidak baik yang diambil dari tempat penyimpanannya yang sudah biasa digunakan
untuk menyimpan atau mengambil barang tanpa sepengetahuan pemiliknya dan tanpa
kerelaannya dengan berbagai syarat yang tertentu.
Hirabah adalah keluarrnya sekelompok bersenjata di daerah Islam untuk mengadakan
kekacauan, penumpahan darah, perampasan harta, mengoyak kehormatan, merusak
tanaman, peternakan, citra agama, akhlak, ketertiban dan undang-undang, baik kelompok
tersebut berasal dari orang Islam sendiri, maupun orang kafir. Sekilas, hirabah hampir
sama dengan sariqah dikarenakan adanya maksud mengambil harta orang lain secara
tidak sah. Namun, perbedaan di antara keduanya terletak pada kondisi di saat mengambil
harta tersebut. Sariqah dilakukan secara sembunyi-sembunyi, sedangkan hirabah
dilakukan secara terang-terangan.
Riddah adalah meninggalkan agama Islam dan menentangnya setelah agama tersebut
dianutnya dan hanya terjadi di kalangan orang yang telah memeluk Islam. Para fuqaha’
mengategorikan riddah ke dalam tiga macam, yakni riddah karena keyakinan (i’tiqadi),
riddah karena perbuatan (fi’li) dan riddah karena perkataan (qawli).

B. Saran
Berkaitan dengan pembahasan “Hudud dalam Perspektif Hadis” ini, kami menyadari
bahwa dari berbagai referensi yang ada, masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam
segi penulisan, sehingga terjadi kesalahpahaman dalam memahaminya. Kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi pribadi kami, juga bagi para pembaca.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abu Al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu‘jam Maqayis al-Lughah, (Beirut: Dar-al-
Fikr, 1399 H. /1979 M.)
Al-Baihaqi, Abu Bakr.al-Sunan al-Kubra. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003.
Al-Baihaqi, Abu Bakr.Ma’rifatal-Sunan wa al-Atsar. Beirut: Dar Qutaybah, 1991.
Al-Bakri, Abu Bakr Utsman bin Muhammad Syaththa. Hasyiyah I’anah al-Thalibin. Beirut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995.
Al-Bukhari, Muhammad bin Isma’il. Shahih al-Bukhari. Beirut: Dar Ibn Katsir, 2002.
al-Ashfahaniy, Al-Raghib, Mufradat Alfadz al-Qur‘an. Damaskus: Dar al-Qalm, 1412.
An-Nasai. al-Sunan al-Shughra. Aleppo: Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyyah, 1986.
Audah, Abdul Qadir, Al-Tasyri‘ al-Jina‘iy al-Islamy Muqarin bi al-Qanun al-Wad‘iy, Beirut:
Dar al-Kitab al-Arabiy,t.t.), juz ke-1
Dawud, Abu. Sunan Abi Dawud. Beirut: Dar ar-Risalah al-Alamiyyah, 2009.
Abd al-Wahab Khallaf. ‘Ilm Ushul al-Fiqh. Kuwait: Dar al-Kuwaitiyah, 1968.
Marsaid. al-Fiqh al-Jinayah (Hukum Pidana Islam). Palembang: RafahPress, 2020.
Ma’luf, Louis Al-Munjid. fi al-Lughah wa al-A‘lam. Beirut: Dar al Masyriq, 1998)
Muslim. Shahih Muslim. Riyadh: Dar al-Hadharah, 2015.
Surya, Reni. ‘Klasifikasi Tindak Pidana Hudud dan Sanksinya dalam Perspektif Hukum
Islam’, dalam Jurnal Samarah, No. 2, (2018).
Thohari, Fuad. Hadis Ahkam. Yogyakarta: Deepublish, 2016.

19

Anda mungkin juga menyukai