Allah menegaskan bahwa selain Alquran apabila menyelesaikan suatu masalah maka
rujuklah hadis. Amal paling utama yang dijadikan pendekatan seorang mukmin kepada Allah swt.
adalah melaksanakan sunnah Nabi Muhammad saw. yang sejalan dengan Alquran al-Karim yang
memaparkan secara rinci dan parsial, mengkhususkan yang umum, membatasi yang mutlak,
menjelaskan yang global, menerangkan yang samar, dan menjelaskan tentang hukum-hukumnya.
Mengerjakan salat salah satu contohnya, salat merupakan rukun Islam kedua dimana salat
merupakan kewajiban yang harus dikerjakan oleh umat Islam. Salat merupakan ibadah pokok yang
pertama kali diwajibkan oleh Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. dan umatnya karena yang
pertama kelak akan dihisab di hari kemudian adalah salat, dengan demikian, salat adalah penentu
kita untuk pilihan surga atau neraka.
qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨“9$# (#qãèx.ö‘$#ur #(
)43 :2/(البقرة yìtB tûüÏèÏ.º§�9$#
Di dalam Islam salat adalah amalan yang paling besar dan agung selepas iman. Tiada amalan
yang lebih besar dan agung selepas iman yang dapat menandingi salat. Karena itulah di dalam Islam,
salat adalah menjadi tiang agama Islam. Tapaknya atau pondasinya adalah iman.
Maksudnya: Pangkal segala hal ialah Islam. Sedangkan tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah
berjuang di jalan Allah. (Riwayat al-Turmudzi).
Hadis tidak seluruhnya ditulis pada zaman Nabi, melainkan hanya sedikit dan itupun
masih bersifat individu.[1] Ada pula yang ditulis secara resmi seperti surat-surat Nabi kepada
penguasa dalam rangka dakwah penyebaran agama Islam. Penghimpunan hadis sendiri baru
dilakukan setelah Nabi saw. wafat, sehingga muncullah berbagai kitab baru dengan metode
penyusunan yang beragam.[2]
Manusia hidup di dunia ini hanya sebentar saja, sebagai tempat persinggahan untuk
sementara waktu. Banyak manusia yang tidak menyadari hal tersebut mereka terlena dengan
kehidupan yang dijalaninya sekarang ini. Seolah–olah dunia ini merupakan ajang perlombaan
guna menentukan siapa yang terbaik di antara mereka.
Terkadang mereka sampai melupakan kewajibannya kepada Sang Pencipta alam semesta ini
yang telah memberikan kehidupan kepada umat manusia sekalian. Mereka asyik dengan pekerjaan
dan aktivitas-aktivitas yang menyibukkan, pagi-pagi sudah berangkat kerja pulangnya pada sore hari
bahkan ada yang sampai malam harinya. Hal ini sangat memprihatinkan sekali karena sekian banyak
manusia melupakan salat bahkan juga melupakan siapa yang telah menciptakan dan memberikan
kehidupan kepada mereka.
Tampaknya keterbelakangan masyarakat kita adalah akibat dari belum memiliki kesadaran
waktu. Waktu terlalu banyak dihambur-hamburkan tanpa disadari.
Salat ibadah yang demikian utama ini ternyata banyak yang meninggalkannya. Sebagian
besar memang dilatari kemalasan, namun tak sedikit yang mengingkari kewajibannya.
Kewajiban salat tegas diperintahkan oleh Alquran, tetapi perintah itu umum. Tentang
detailnya dari pada cara dan waktu-waktu melakukannya, berdasar atas petunjuk dan Sunnah Nabi.
Sistem salat yang kita lakukan kini, adalah sistem yang dicontohkan Nabi dahulu kepada ummat
Islam generasi pertama, kemudian diwariskan secara turun-temurun tanpa mengalami perubahan.
[3]
Karena itu usahakan untuk tidak terlambat dalam melaksanakan salat.
Kehidupan dunia adalah fana. Manusia hanya akan menjadi kaya dengan ketaatan, dan akan
menjadi miskin dengan kejahatan. Ada yang menuturkan bahwa orang yang bisa merasakan
kehadiran Allah swt. tidak akan merasakan kehilangan apa pun, sedangkan yang tidak merasakan
kehadiranNya, tidak memperoleh apa-apa. Rasa kebersamaan dengan Allah swt. akan merasa paling
kaya kendati hanya punya sepotong roti. Sedangkan rasa jauh dari Allah swt. akan membuatnya
merasa paling miskin meski hidup dalam keadaan serba berkecukupan. Orang harus ingat ucapan
kubur setelah pemakaman, “Hai manusia, aku ini adalah tempat yang sepi, gelap, terisolir, dan
tempat bagi hidupnya belatung. Aku akan mengasihani orang yang datang dengan membawa bekal
ketaatan. Dan akan menyiksa orang yang datang membawa bekal kejahatan.”[4]
sŒÎ*sù ÞOçFøŠŸÒs% no4qn=¢Á9$# (#rã�à2øŒ$$sù ©!$# #
$VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4’n?tãur öNà6Î/qãZã_ 4 #sŒÎ*sù
öNçGYtRù'yJôÛ$# (#qßJŠÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# 4 ¨bÎ) no4qn=
¢Á9$# ôMtR%x. ’n?tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B
)3:103/(النساء
Maka sebagai seorang muslim hendaklah kita melakukan hal yang sudah menjadi kewajiban
tersebut. Sesungguhnya salat itu mengandung nilai-nilai dan daya guna yang sangat tinggi.
Dikatakan oleh sebagian orang bahwa salat itu terkadang hanyalah sebatas formalitas
ritualitas belaka. Dikatakan pula bahwa menjalankan salat itu hanyalah sekedar menggugurkan
kewajiban belaka. Sungguh, perkataan yang demikian ini tak ubahnya memandang salat seperti
upacara bendera atau upacara di kantor-kantor pemerintah, setelah upacara dihadiri maka
selesailah sudah.
Kurangnya kesadaran dari sekian banyak umat Islam yang ada di dunia ini adalah mereka
berfikir bahwa kiamat itu masih lama dan buat apa memikirkan hal ke arah sana yang mereka
fikirkan sekarang hanya kehidupan yang mereka jalani ini, tetapi walaupun demikian mereka ada
juga yang mengerjakan salat seadanya saja di kala mereka ingin salat mereka salat, tetapi ketika
mereka malas mereka tidak mengerjakannya. Apalagi kalau ada faktor-faktor pendukung misalnya
karena lelah dan lain sebagainya. Hal ini sangatlah memprihatinkan sekali.
Rasulullah saw. bersabda: Ada tiga orang yang salatnya tidak diterima oleh Allah: seseorang
yang memimpin suatu kaum padahal kaum itu membencinya, seseorang yang mengerjakan salat
ketika telah lewat waktunya, dan seseorang yang memperbudak orang yang memerdekakan diri. (HR
Abû Dâwud dari Abdullah bin Amru bin 'Ash).
Hal ini karena firman Allah swt. yang berbunyi: “Supaya Dia menguji kamu, siapakah di
antara kamu yang amalnya paling baik”. (QS. al-Mulk/ 67: 2)
Islam datang menyeru umatnya untuk banyak bekerja, tidak cenderung bergantung kepada
orang lain dan bermalas-malasan. Islam menanamkan cita-cita guna menambah amal. Sehingga
manusia mengira bahwa ia hidup di dunia ini untuk selamanya. Hanya saja ia lupa dengan bagiannya
untuk akhirat. Ia mengabaikan apa yang dapat dimanfaatkan oleh seorang hamba, untuk kemudian
disimpan guna dimanfaatkan pada hari bertemu dengan tuhan (Hari Kiamat / Yaum liqa).[6]
Manusia di dunia sering tertipu oleh angan-angan mereka yang panjang, dan dunia
memperdaya manusia dengan perhiasan dan tipu dayanya. Sehingga ia lupa kendati seberapa pun
panjangnya umurnya, pasti ia akan bertemu dengan Allah Ta’ala (mati). Orang cerdas adalah yang
tidak meninggalkan kendali dirinya, tapi senantiasa menghisab segala pekerjaannya. Ketika itu ia
mengamati, apakah dirinya berada dalam ridha Allah swt., atau tanpa disadari ia hidup dalam
kubangan kemaksiatan.[7]
Eksistensi azab pada hari kiamat adalah perkara hak, dan mengimaninya adalah wajib. Ketika
keimanan seseorang akan adanya hisab itu benar, maka ia akan menyiapkannya dengan amal shaleh.
Pasalnya, siapa saja yang diinterogasi dan dihisab oleh Tuhannya, berarti Dia akan membinasakan
dan mengazab manusia.
Mengenai pembahasan ini, berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh penulis melalui
bantuan Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâz al-Hadits an Nabawiy [9] yaitu sebagai berikut[10]:
َع ْن، ِ بْ ِن ُح َس<نْي/ َع ْن ُس ْفيَا َن، َح َّد َثنَا يَِزيْ ُد بْ ُن َه ُار ْو َن:َ قَاال. َوحُمَ َّم ُد بْ ُن بَشَّا ٍر،َأَبُ ْو بَ ْك ِر بْ ُن أَيِب َشْيبَة َح َّد َثنَا
َخرِب ْ ُه ْم أَيِّن
ْ ص < ِر َك فَأ
ِ < إِذاَ أََتيت اَه:قَال يِل أَب <<و هري<<ر َة:
ْ <ل م َ ْ َ ُ ْ ُ َ قَال َ ض <يِّبِّ؛ َّ س بْ ِن َح ِكْي ٍم ال ِ َ َع ْن أَن،َعلِ َّي بْ ِن َزيْ < ٍ<د
َ ْ َْ
ُص<الَة َّ ال،َة ِ ((إِ َّن أ ََّو َل ما حُي اسب بِِه الْعب ُد الْمس<لِم يَوم الْ ِقيام:اهلل صلَّى اهلل علَي ِه وسلَّم ي ُقو ُل ِ مَسِ عت رسو َل
َ َ ْ ُ ْ ُ َْ ُ َ َ َ ْ َ َ َ َ َْ ُ َ ُْ َ ُ ْ
ِ.ت الْ َف ِريضةُ ِمن تَطَُّو ِعه ِ ِ ِ ِ
َ أنْظُُر ْوا َه ْل لَهُ م ْن تَطَُّو ٍع؟ فَِإ ْن َكا َن لَهُ تَطَُّوعٌ أُ ْكمل: َوإِالَّ قْي َل،الْ َمكُْت ْوبَةُ فَِإ ْن أَمَتََّها
ْ َْ
ِ
امحد بن, الرتم<<ذى, النس<ائ, اب<و داود,(رواه ابن ماج<<ه. ))<ك َ < ض< ِة ِمثْ ُ<ل َذل ِ َعم
َ َال الْ َم ْفُر ْو ْ مُثَّ يُ ْف َع ُل بِ َسائِِر اْأل
) الدرمى,حنبل
Hadis tersebut di atas menjelaskan bahwa amal yang pertama kali dihisab atas seorang
hamba pada hari kiamat adalah salatnya, Apabila sudah sempurna salatnya maka dia akan dicatat
secara sempurna untuknya, sesudah itu baru amal-amal yang lainya dihisab.
Hadis di atas menjadi pegangan masyarakat dalam berkeyakinan. Namun di sisi lain terdapat
adanya perbedaan antara para mukharrij hadis tentang hadis yang menyebutkan shalat sebagai
amal pertama dihisab pada hari kiamat. Sementara dalil (hujjah) dalam masalah agama harus tegas
dan alasan yang kuat seperti dimaklumi bahwa, hadis sebagai sumber hukum setelah Alquran
memegang peranan penting dan stategis dalam kajian keislaman. Akan tetapi, karena adanya proses
penghimpunan hadis yang memakan waktu yang lama setelah Nabi Muhammad saw. wafat,
ditambah lagi dengan adanya kitab hadis yang banyak dengan metode penyusunan yang beragam
dan terjadinya periwayatan secara makna serta banyaknya hadis yang dipalsukan demi kepentingan
kelompok tertentu, mengakibatkan hadis masih diperdebatkan dan mengandalkan perlunya
penelitian hadis, baik sanad maupun matn,[11] tidak terkecuali hadis yang sedang penulis teliti ini.
Mengingat kualitas sebuah hadis sangat erat hubungannya dengan otoritasnya sebagai kekuatan
pegangan atau hujjah dalam menentukan dan membentuk suatu hukum dalam Islam, maka dengan
sendirinya kajian tentang kualitas sebuah hadis menuntut ketekunan yang sangat mendalam dan
maksimal bagi seorang peneliti hadis.
Dari persoalan tersebut di atas yang telah dipaparkan menimbulkan polemik yang cukup
menarik untuk diteliti, oleh karena itu penulis tertarik meneliti kualitas hadis tersebut agar dijadikan
sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul; “Hadis Shalat Sebagai Amal Pertama
Yang Dihisab Pada Hari Kiamat (Kritik Sanad dan Matn)”.
B. Rumusan Masalah
B. Definisi Operasional
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kualitas sanad dan matn hadis tentang shalat sebagai amal yang pertama dihisab
pada hari kiamat. Kualitas hadis sangat perlu diketahui dalam hubungannya dengan kehujjahan
(argumen)hadis yang bersangkutan.
E. Signifikansi Penelitian
F. Tinjauan Pustaka
Sejauh pengamatan penulis belum ada pengkaji yang melakukan kajian hadis
tentang shalat sebagai amal pertama dihisab pada hari kiamat dan penulis belum menemukan
tema tersebut dalam bentuk penelitian secara utuh.
G. Metode Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini sepenuhnya merupakan kajian kepustakaan (library
research).[12] Penulis menginventarisasi hadis tentang shalat sebagai amal pertama dihisab pada hari
kiamat yang terdapat dalam kitab-kitab hadis yaitu: Sunan Ibnu Mâjah, Sunan al-Turmudzî, Sunan al-
Nasâ’i, Sunan Abû Dâwud, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, Sunan al-Dârimi dan ditambah lagi dengan
buku-buku yang ada kaitannya dengan objek penelitian.
a. Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang berkaitan
dengan sanad dan matn hadis tentang shalat sebagai amal pertama dihisab pada hari kiamat, untuk
mengetahui kualitas hadis sanad dan matn hadis tersebut, diperlukan data tentang mukharrij hadis
dan biografinya, biografi Rijal al-Hadis (periwayat hadis) dan penilaian para ulama hadis kepada
mereka. Di samping itu juga diperlukan data-data tentang matn hadis sebagai kesempurnaan
penelitian tersebut.
b. Sumber Data
Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah kitab-kitab hadis yang
menerangkan tentang hadis-hadis shalat sebagai amal pertama dihisab pada hari kiamat, yaitu kitab
Sunan al-Turmudzî, Sunan Abû Dâwud, Sunan al-Dârimi,Sunan Ibnu Mâjah,Sunan al-Nasâ'i, Musnad
Ahmad Ibn Hanbal. Kitab-kitab hadis tersebut digunakan sebagai bahan rujukan untuk menghimpun
dan menggumpulkan hadis-hadis yang terkait. Sedangkan informasi tentang mukharrij dan
periwayat hadis serta biografinya menggunakan kitab-kitab Rijal al-Hadis, seperti kitab Tahzib at-
Tahzîb, dan lain-lain.
Adapun rujukan yang digunakan untuk sebagai penelitian atau kritik ulama hadis terhadap
para periwayat di samping menggunakan kitab-kitab Rijal al-Hadis di atas, digunakan pula kitab-kitab
dan buku-buku tentang Ulum al-Hadis serta literatur lainnya yang terkait. Sedangkan data yang
menyangkut matn hadis adalah data-data tentang matn hadis yang bersangkutan.
b. Penelusuran atau pancarian hadis dengan mencari tema atau topik hadis yang bersangkutan.
d. Menelusuri sanad hadis yaitu dengan meneliti kapasitas keilmuan dan integrasi para periwayat
hadis .
f. Mengambil kesimpulan (natîjah) terhadap hasil penelitian kualitas hadis tentang shalat sebagai
amal pertama dihisab pada hari kiamat baik dari segi sanad maupun matnnya.
H. Sistematika Penulisan
Dalam sebuah penulisan untuk mencapai pembahasan yang terarah, maka diperlukan
adanya sistematika berupa langkah-langkah pembahasan dalam penelitian. Skripsi ini dibagi
kepada lima bab, dengan sistematika sebagai berikut :
Bab pertama pendahuluan yang memuat seluk beluk penelitian ini, dengan uraian mengenai
latar belakang masalah, rumusan masalah, definisi operasional, tujuan penelitian, signifikasi
penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua adalah sebagai pengantar untuk memasuki pembahasan pada bab ketiga
dipaparkan menjadi tiga sub tema yaitu: pembahasan kaidah penelitian hadis dan klasifikasi hadis-
hadis shalat sebagai amal pertama dihisab pada hari kiamat, dengan pembahasan di dalamnya
kaidah penelitian hadis, terdiri dari latar belakang pentingnya penelitian hadis, unsur-unsur kaidah
penelitian hadis, macam-macam kualitas hadis. Sekilas tentang shalat dan kedudukannya terdiri dari
pengertian shalat, pendapat beberapa orang ulama kemudian klasifikasi hadis-hadis shalat sebagai
amal pertama dihisab pada hari kiamat terdiri dari Takhrîj al-Hadîs, susunan sanad dan matn hadis.
Bab ketiga suatu penelitian hadis tersebut dipaparkan menjadi tiga sub tema pembahasan,
yaitu mengenai kritik sanad tentang shalat sebagai amal pertama dihisab pada hari kiamat, i’tibâr
sanad dan skemanya, kemudian dilanjutkan dengan memaparkan laporan hasil kegiatan
penelitian sanad. Serta sedikit tentang bagaimana seharusnya kita memperbaiki terhadap salat yang
kita kerjakan setiap harinya.
Bab keempat adalah kritik matn tentang shalat sebagai amal pertama dihisab pada hari
kiamat, penjelasan tentang matn hadis tersebut, serta tolak ukurnya.
Bab kelima atau penutup berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dan
kemudian diakhiri dengan saran-saran.
[1]
M. Syuhudi Ismail, Kaedah kesahihan Sanad Hadis Telah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan
Ilmu Sejarah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h. 90, mengingat bahwa penulis menggunakan bbeberapa karya
tulis M. Syuhudi Ismail, maka karyanya ini selanjutnya diberi kode (A) berikutnya (B), dan seterusnya.
[2]
M.Syuhudi Ismail (B), Cara Praktis Mencari Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 5-15.
[3]
Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1982), h. 179.
[4]
http://www.jkmhal.com/main.php?sec=content&cat=2&id=8959 diakses 15 November 2008
[5]
Lihat Shahîh al-Bukhârî, Juz I, h.102 dan lain-lain, Shahîh Muslim, Juz 1, h. 89-90, Sunan al-
Turmudzî, Juz 1, h. 111, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, Jilid 1, h. 181-182. Disamping matn-matn hadis yang
dikutip, masih cukup banyak matn-matn hadis lainnya yang juga menjelaskan amal-amal yang utama.
[6]
Muhammad Fuad Syakir, Laisa min Qauli Nabi Ungkapan Populer yang Dianggap Hadits Nabi, alih
bahasa M.zaky Mubarrak, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), h. 88.
[7]
Muhammad Fuad Syakir, Ibid., h. 90.
[8]
Ibnu Hajar, Fathul Bari, Jilid 11, h. 400.
[9]
A. J. Wensinck, Concordance et Indices de la Tradition Musulmane, diterjemahkan oleh Muhammad
Fu’ad 'Abd al-Baqiy, Mu’jam al-Mufahraz li Alfâz Hadits an-Nabawiy, (Leiden, E. J. Brill, 1936), Juz 1, h. 463.
[10]
Abi Abdillah bin Muhammad bin Yazid al-qizwini, Sunan Ibnu Mâjah, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994),
Juz 1, h. 451.
[11]
M.Syuhudi Ismail (C), Kriteria Hadis Shahîh, dalam Yunahar Ilyas dan M.Mas’udi
(ed), Pengembangan Pemikiran terhadap Hadis,(Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah, 1992), h. 3.
[12]
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: UMY, 1994), h. 45.