Disusun Oleh:
Kelas E
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-nya kepada kita semua,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Qiyas Istitsna’iy”
tanpa kekurangan suatu apapun.
Sholawat dan salam marilah kita curahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad Saw. Serta keluarga, sahabat, dan juga pengikutnya. Dan semoga kita
termasuk golongan orang-orang yang mendapatkan syafaat baginda Nabi
Muhammad Saw. kelak di hari kiamat.
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agar qiyas menjadi jalan pikiran yang lurus sehingga mencapai kebenaran,
maka qiyas harus tunduk pada kebenaran ketentuan. Jika qiyas telah mengikuti
aturan-aturan ini maka ia akan menghasilkan kebenaran logistik atau kebenaran
formal. Sedangkan kebenaran objektif atau kebenaran materi akan tercapai jika
premis-premisnya telah dibuktikan kebenarannya.
Manusia sebagai makhluk yang berpikir tidak akan lepas dari berpikir.
Namun, saat berpikir, manusia seringkali dipengaruhi oleh berbagai tendensi,
emosi, subyektifitas dan lainnya sehingga ia tidak dapat berpikir jernih, logis dan
obyektif. Mantiq merupakan upaya agar seseorang dapat berpikir dengan cara
yang benar, tidak keliru. Diantara pembelajaran ilmu mantiq yang takkalah
pentingnya yaitu qiyas istitsna’iy. Kali ini kami coba membahas tentang
pengertian qiyas istitsna’i dan pembagiannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian qiyas istitsna’iy?
2. Bagaimana pembagian qiyas istitsna’iy?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Qiyas Istitsna’iy.
2. Mengetahui pembagian Qiyas Istitsna’iy.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qiyas Istitsna’iy (Silogisme Hipotesis)
Qiyas Istitsna’iy adalah qiyas yang disebutkan secara eksplisit (bil fi’il) ain
natijah-nya atau naqid natijah-nya.1 Qiyas Istitsna’iy adalah qiyas yang tersusun
dari dua mukaddimah, yaitu syarthiyyah dan istitsna’iyyah. Qiyas ini disebut
istitsna’iy karena memuat perangkat istidrak (ucapan susulan untuk memastikan
hukum itsbat atau nafi) yang menyerupai istitsna’ berupa lafadz “lakinna”.2 Dan
dapat disebut juga dengan qiyas syarthi, karena selalu menggunakan qadhiyah
syarthiyyah dalam salah satu mukaddimahnya. Dalam hal ini mukaddimah yang
berisi qadhiyah syarthiyyah disebut mukaddimah kubra, dan yang berisi
qadhiyah istitsna'iyyah disebut mukaddimah shughra. Hal ini dikarenakan lafadz
dari qadhiyah istitsna'iyyah kurang lebih hanya setengah dari qadhiyah
syarthiyyah.
Qiyas istitsna'i menunjukkan natijah atau kebalikannya secara nyata, tidak
secara makna. Dalam arti, bentuk utuh natijah atau kebalikannya telah
disebutkan dalam qiyas.3 Contoh:
Jika matahari terbit, maka siang ada.
a. Akan tetapi matahari terbit = maka siang ada.
b. Akan tetapi matahari tidak terbit = maka siang tidak ada.
B. Pembagian Qiyas Istitsna’iy
Qiyas Istitsna’i dibagi menjadi dua. yaitu Qiyas Istitsna’i Ittishaly dan Infishaly.
1. Qiyas Ittiishali (Istitna’i Muttashilah)
1
Basiq Djalil, Logika (Ilmu Mantiq) Edisi Revisi, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019),
hlm. 105.
2
Darul Azka dan Nailul Huda, Sulam Al-Muawraq: Kajian dan Penjelasan Ilmu Mantiq,
(Lirboyo: Santri Salaf Press, 2012), hlm. 105.
3
Darul Azka dan Nailul Huda, Sulam Al-Muawraq…, hlm. 105.
dengan menggunakan huruf syarath (huruf yang menjadi penghubung dua
kalimat,yaitu kalimat pertama sebagai syarat dan kalimat kedua sebagai
jawab). Huruf syarath antara lain: di antara, manakala, andaikata, kalau, tatkala, bila,
dll. Contoh:
Contoh:
5
Basiq Djalil, Logika (Ilmu Mantiq…, hlm. 106.
5
Basiq Djalil, Logika (Ilmu Mantiq…, hlm. 106.
Contoh qiyas tersebut dinamakan munfashilah, karena muqadimah
qubro nya merupakan syarthiyyah munfashilah, yakni antara pintar dan bodoh
adalah dua hal yang terpisah/tidak menyatu.
Kaidah penetapan Natijah apabila qadliyah syarthiyyahnya berbentuk
Munfashil ada tiga bentuk, yaitu:6
1) Berbentuk mani’ul jam’i wa khulwi atau hakiki, yaitu peng-isbat-an satu
sisi dari qadliyah akan mencetuskan natijah pe-nafi-an sisi yang lain. Dan
juga sebaliknya, pe-nafi-an satu sisi akan mencetuskan natijah peng-itsbat-
an sisi yang lain.
Contoh peng-isbat-an
Sesuatu yang wujud adakalanya dahulu dan adakalanya baru
Akan tetapi Dia dahulu.
Maka memunculkan natijah; Dia bukan sesuatu yang baru
Atau;
Akan tetapi dia baru. Maka memunculkan natijah; Dia bukan sesuatu yang
dahulu.
Contoh pe-nafi-an
Sesuatu yang wujud adakalanya dahulu dan adakalanya baru.
Akan tetapi dia tidak dahulu.
Maka memunculkan natijah; Dia sesuatu yang baru.
Atau;
Akan tetapi dia tidak baru.
Maka memunculkan natijah; Dia adalah dahulu.
2) Berbentuk mani'u jam'in, yaitu meng-itsbat-kan satu sisi akan
mencetuskan natijah pe-nafi-an sisi yang lain, namun tidak sebaliknya.
Contoh:
Materi adakalanya berwarna putih atau hitam.
Akan tetapi materi itu putih.
Maka memunculkan natijah; Materi itu tidak berwama hitam.
6
Darul Azka dan Nailul Huda, Sulam Al-Muawraq…, hlm. 107.
Atau;
Akan tetapi materi itu hitam. Maka memunculkan natijah;
Materi itu tidak berwarna putih.
3) Berbentuk mani'u khulwin, maka me-nafi-kan satu sisi akan mencetuskan
natijah peng-itsbat-an sisi yang lain, tidak sebaliknya.
Contoh:
Sesuatu adakalanya tidak putih atau tidak hitam
Akan tetapi sesuatu itu putih.
Maka memunculkan natijah; Sesuatu itu bukan hitam
Atau;
Akan tetapi sesuatu itu hitam.
Maka memunculkan natijah; Sesuatu itu bukan putih.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Qiyas Istitsna’iy adalah qiyas yang tersusun dari dua mukaddimah, yaitu
syarthiyyah dan istitsna’iyyah. Qiyas ini disebut istitsna’iy karena memuat
perangkat istidrak (ucapan susulan untuk memastikan hukum itsbat atau nafi)
yang menyerupai istitsna’ berupa lafadz lakin (tetapi). Qiyas Istitsna’iy dibagi
menjadi dua, yaitu qiyas ittishali dan qiyas infishali. Qiyas ittishali adalah qiyas
yang muqodimmah kubronya terdiri dari syartiyah muttashilah, sedangkan
Qiyas infishali adalah qiyas yang muqodimmah kubronya terdiri dari syartiyah
munfashilah.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran maupun kritik
yang membangun dari berbagai pihak sebagai bahan evaluasi bagi penulisan
untuk makalah selanjutnya. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
digunakan sebagaimana mestinya dan bermanfaat kepada para pembacanya.
DAFTAR PUSTAKA
Azka, Darul dan Nailul Huda. 2012. Sulam Al-Muawraq: Kajian dan Penjelasan Ilmu
Mantiq. Lirboyo: Santri Salaf Press.
Djalil, Basiq. 2019. Logika (Ilmu Mantiq) Edisi Revisi. Jakarta: Prenadamedia Group.