Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Banyak dari kita yang kurang mengerti bahkan ada yang belum mengerti

sama sekali apa itu Qawaidul fiqhiyah. Maka dari itu, kami selaku penulis

mencoba untuk menerangkan tentang kaidah-kaidah fiqh, mulai dari pengertian,

sejarah, perkembangan dan beberapa urgensi dari kaidah-kaidah fiqh.

Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqh kita akan mengetahui benang merah

yang menguasai fiqh, karena kaidah fiqh itu menjadi titik temu dari masalah-

masalah fiqh, dan lebih arif di dalam menerapkan fiqh dalam waktu dan tempat

yang berbeda untuk kasus, adat kebiasaan, keadaan yang berlainan. Selain itu juga

akan lebih moderat di dalam menyikapi masalah-masalah sosial, ekonomi, politin,

budaya dan lebih mudah mencari solusi terhadap problem-problem yang terus

muncul dan berkembang dalam masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Mengerti dan memahami pengertian dan sejarah perkembangan kaidah-

kaidah fiqh

2. Menyebutkan pembagian kaidah fiqh

3. Apakah manfaat dan urgensi dari kaidah-kaidah fiqh?

4. Bagaimana kedudukan dan sistematika kaidah fiqh?

5. Apa beda kaidah ushul dan kaidah fiqh?

6. Mengetahui apa itu kaidah umum dan kaidah asasi

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Fiqih menurut bahasa berarti faham. Dalam Al-Qur’an faham dimaksud

dapat diartikan pada faham agama. Tafaqquh fiddin disebutkan dalam QS At-

Taubah ayat 122. Dalam hadits disebutkan menurut riwayat al-Bukhori dan

Muslim:

“Barangsiapa yang Allah menghendakinya baik, menjadikan orang itu

faham dalam agama (HR. Bukhori dan Muslim)

B. Perkembangan Ilmu Fiqih

Di masa sahabat, ahli agama disebut hukum qurra (PHI 31). Di kalangan

mujtahidin (jama mujtahid, yakni orang yang mempunyai kemampuan dan

keahlian melakukan ijtihad) dan fuqaha (jama dari faqieh yakni orang yang

menguasai hukum-hukum syara) istilah di masa tabiin. Ada beberapa pengertian

tentang ilmu fiqih ini.

Kata Fiqih (dahulu belum disebut ilmu) di kalangan sahabat Nabi, berarti

ilmu yang tidak mudah diketahui orang awam, yang didapatkan dengan

menggunakan kecerdikan dan kebijaksanaan yang dalam.

Sesudah memasuki perjalanan panjang, pada akhir abad pertama menjelang

abad kedua Hijriyah, Abu Hanifah (Nu’man bin Tsabit, hidup pada tahun 80 –

150 H) mengemukakan bahwa fiqih ialah ilmu yang menerangkan tentang segala

hak dan kewajiban.

2
Menurut Wahbah Az-Zuhaili pengertian itu umum meliputi hukum-hukum

I’tiqaadiyah, akhlak, dan perbuatan manusia, sehingga disebut Fiqhul akbar.

Sekarang ilmu Fiqih itu terbatas pada hukum-hukum yang pertaliannya dengan

perbuatan manusia saja. Hal ini sama dengan apa yang dikemukakan oleh Asy

Syafi’i (Muhammad Ibnu Idris, hidup pada tahun 150 – 204 H), yang menyatakan

fiqih adalah:

“Ilmu tentang hukum-hukum syara yang bertalian dengan perbuatan manusia yang

dapat diusahakan dari dalil-dalil tafsili”

C. Pembagian Ilmu Fiqih

Menurut ahli Hukum Islam (Fiqih), ilmu fiqih itu bisa dibagi dua, yaitu

metode menemukan hukum dari dalil-dalilnya, yang disebut ilmu ushul fiqih

(yang akan dibicarakan kemudian yakni ilmu ushul fiqih), dan ilmu tentang

hukum-hukum cabang yang dibagi dua pula:

a. Kumpulan hukum-hukum. Fiqih ini memuat hukum-hukum tentang berbagai

masalah seperti tersebut pada kitab Rahmatul Ummah, kitab Majallatul

Ahkamul Adliyyah. Di Indonesia dapat dicontohkan Kompilasi Hukum Islam

(KHI) hasil perumusan ulama-ulama Indonesia dari berbagai kitab melalui

penelitian, seminar dan diskusi.

b. Ilmu pengetahuan tentang hukum. Ilmu fiqih ini berupa teori tentang hukum

Islam yang ditulis oleh para ulama, baik satu aliran maupun berbagai aliran.

Ataupun meliputi berbagai aspek kehidupan masa lampau yang sekarang ini

perlu dikembangkan.

3
Tahanawi, menyebutkan bahwa para faqih mazhab Syafii membagi fiqh

kepada empat bagian utama, yaitu : 1) Ibadat. 2) Mu’amalat. 3) Munakahat

(perkawinan). 4) Sanksi.

Bahkan padamasa kita sekarang ada yang membaginya lebih rinci lagi,

seperti Dr. Mustafa Ahmad Az Zarqo’ membagi hukum-hukum fiqh kepada

beberapa bagian, yaitu :

1) ‫(العبادات‬ibadat) yaitu hukum-hukum mengenai ibadat kepada Allah Ta’ala

seperti shalat, puasa dll.

2) ‫(األحوال الشخصية‬al ahwal asy syakhshiyah) yaitu hukum-hukum mengenai

keluarga seperti nikah, talak, keturunan, nafkah dan seterusnya.

3) ‫(المعامالت‬al mualamat) yaitu hukum-hukum mengenai transaksi sesama

manusia mengenai harta kekayaan, hak-hak dan penyelesaian sengketa.

4) ‫(السياسة الشوعية‬as siasah asy syar’iyah) yaitu hukum-hukum mengenai

pemerintahan, hak-hak dan kewajiban penguasa dan rakyat.

5) ‫(العقوبات‬pidana) yaitu hukum-hukum mengenai sanksi atas pelaku kejahatan

dan mengenai kemanan dalam negeri.

6) ‫(الحقوق الدولية‬hukum internasional) yaitu hukum-hukum yang mengatur

hubungan negara Islam dengan negara-negara lain.

7) ‫(األداب‬sopan santun) yaitu hukum-hukum mengenai akhlak, hisymah

(perasaan malu atau keseganan), kebaikan dan keburukan.

Tentang madzhab (aliran)

Madzhab dapat berarti jalan yang dilalui oleh suatu faham/ilmu. Jelasnya dalam

pembicaraan ini adalah aliran faham sesuatu ilmu.

4
Dalam sejarah Islam ada kenyataan bahwa dalam keilmuan Islam ada beberapa

aliran:

a. Aliran dalam siyasah (politik)

b. Aliran dalam aqidah dan

c. Aliran dalam hukum (fiqih)

Aliran Madzhab dalam Fiqih

Di masa Rasul, para sahabat apabila mendapatkan masalah yang perlu ditentukan

hukumnya bertanya pada Nabi. Nabi pun menjawab atas dasar wahyu yang

matluw yakni Al-Qur’an atau atas dasar wahyu yang ghairu matluw yang berupa

hadits atau sunnah Nabi.

Di masa sahabat, mereka menentukan hukum suatu masalah sesuai dengan apa

yang mereka terima dari Nabi, baik langsung maupun dari sesama sahabat, dan

sebagian mereka berijtihad ketika tak dijumpainya jawaban dari Al-Qur’an atau

hadits.

Sesudah masa tabi’in dan tabi’it tabi’in terdapat pula dua aliran, yakni:

b. Aliran yang menitikberatkan pada hadits saja sesudah Al-Qur’an yang

disebut golongan ahli hadits, dan

c. Aliran yang berpegang pada rayu (qiyas) disamping Al-Qur’an dan hadits,

yang disebut golongan ahlu ra’yi (qiyas/ijtihad)

Pada akhir abad pertama sampai abad ke empat Hijriyah tumbuhlah aliran-

aliran yang disebut Madzhab dalam Fiqih.

5
Pada akhir-akhir ini di dunia Islam termasuk Indonesia ada usaha untuk

mendekatkan aliran-aliran tersebut. Banyak kitab-kitab Fiqih yang ditulis dengan

dikemukakan berbagai pandangan aliran dalam satu bab terutama yang

dikehendaki pengembangan pemikiran baru.

Kita kenal kita At Tasyri’ul Jinaiy, tulisan Abdul Qadir Audah, tentang

Pidana Islam. Ada pula kitab Ahkamul Mu’amalat, oleh Ali Al Khafifi, tentang

Hukum Perdata Islam disamping Al-Fighul Islami fi Tsaubihil Jadid oleh

Musthafa Ahmad Az- Zarqa.

Dapat juga dikemukakan disini kitab Nidhamul Hukmi fil Islam ditulis oleh

Muhammad Faruq an Nabhan, tentang hukum ketatanegaraan dalam Islam

disamping kitab Al Ahkamush Shulthaniyyah oleh Al Mawardi. Ada juga kitab

Milkiyyatul Aradli fil Islam oleh Muhammad Abdul Jawad Muhammad. Kitab ini

tentang hukum pemilikan tanah dalam Islam dan lain-lain.

D. Obyek Pembicaraan Ilmu Fiqih dan Ruang Lingkupnya

Obyek pembicaraan Ilmu Fiqih adalah hukum yang bertalian dengan

perbuatan orang-orang mukallaf yakni orang yang telah akil baligh dan

mempunyai hak dan kewajiban. Adapun ruang lingkupnya seperti telah

disebutkan di muka meliputi:

a. Pertama, hukum yang bertalian dengan hubungan manusia dengan

khaliqnya (Allah SWT). Hukum-hukum itu bertalian dengan hukum-hukum

ibadah.

6
b. Kedua, hukum-hukum yang bertalian dengan muammalat, yaitu hukum-

hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya baik pribadi

maupun kelompok. Kalau mau dirinci adalah:

1) Hukum-hukum keluarga yang disebut Al Ahwal Asy Syahshiyyah.

Hukum ini mengatur manusia dalam keluarga baik awal

pembentukannya sampai pada akhirnya.

2) Hukum-hukum perdata, yaitu hukum yang bertalian manusia dengan

hubungan hak kebendaan yang disebut mu’amalah maddiyah.

3) Hukum-hukum lain termasuk hukum-hukum yang bertalian dengan

perekonomian dan keuangan yang disebut al ahkam al iqtishadiyah wal

maliyyah.

Inilah hukum-hukum Islam yang telah dibicarakan dalam kitab-kitab fiqih

dan terus berkembang. Menurut saya, pengembangan pemikiran tentang ilmu fiqih

ini dilakukan karena ini menyangkut intensitas dan ekstensitas materi maupun

intensitas dan ekstensitas cakupannya. Hukum fiqih itu tidak berada di ruang

fakum, tetapi berlaku di tengah masyarakat, sehingga hukum yang bertalian

dengan mu’amalah ada yang dapat berubah, berkembang dipengaruhi

perkembangan zaman yang membawa perkembangan budaya termasuk ilmu

pengetahuan dan teknologi.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Menurut Bahasa Fiqih Berarti faham atau tahu. Menurut istilah, fiqih berarti

ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syara’ yang berkenaan dengan

amal perbuatan manusia yang diperoleh dari dalil-dali tafsil (jelas).Orang yang

mendalami fiqih disebut dengan faqih. Jama’nya adalah fuqaha, yakni orang-

orang yang mendalami fiqih.

Ketentuan - Ketentuan dalam Fiqih

a. Menjauhi banyak tanya dan masalah-masalah pelik.

b. Menghindarkan pertikaian dan perpecahan didalam agama.

c. Mengembalikan masalah-masalah yang dipertikaikan kepada Kitab dan sunah

Sumber-Sumber Fiqih Islam

1. Al-Qur’an

2. As-Sunnah

3. Ijma’

4. Qiyas

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca terutama pada dosen mata
kuliah ini, agar dapat pembuatan makalah selanjutnya menjadi lebih baik.
Atas kritik dan saranya, penulis ucapkan terima kasih.

8
DAFTAR PUSTAKA

Rasyid Sulaiman, Fiqh Islam, (PT. Sirnar Baru Algensido 1954)

Dradjat ,Zakiah Prof.Dr. Ilmu Fiqh,Yogyakarta:PT Dana Bhakti Wakaf,1995

Abdul aziz,bin Zainudin,, Fathul mu’in bi sarkhil qurotal ain,Indonesia ; Daroyail

Kitabah

Anda mungkin juga menyukai