Anda di halaman 1dari 10

1.

Pengertian Hadits Shahih


Hadis sahih menurut bahasa berarti hadis yng bersih dari cacat, hadis yang benar berasal dari
Rasulullah SAW. Sebagaimana para ulama telah sepakati kebenarannya oleh para ahli hadits,
bahwa hadits shahih merupakan hadits yang bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh
rawi yang adil dan dhabit rawi lain yang (juga) adil dan dhabit sampai akhir sanad, dan hadits
itu tidak janggal serta tidak cacat (illat).
Shahih menurut lughat adalah lawan dari “saqim” artinya sehat lawan sakit, hak lawan bathil.
Menurut ahli hadits, hadits shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung, dikutip oleh
orang-orang adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasulallah SAW,
bukan hadits yang syadz (kontroversi) dan terkena ‘illat yang menyebabkan cacat dalam
menerimanya.
Dalam definisi lain, hadits shahih adalah ;
“Hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi-rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya
bersambung-sambung, tidak ber-illat, dan tidak janggal ”

Berikut adalah pendapat beberapa buku dan ulama tentang hadist shahih :
·         Para ulama telah memberikan definisi hadits shahih yang telah diakui dan disepakati
kebenarannya oleh para ahli hadist.Pengertian hadits shahih adalah sebuah hadits yang
sanadnya bersambung sanadnya, yang diriwayatkan oleh rowi yang adil dan yang dhabit dari
rawi yang lain juga adil dan dhobit sampai akhir sanad, dan hadits itu tidak janggal serta tidak
mengandung cacat (illat).
·         Hadits shahih merupakan sebuah hadits yang sanadnya bersambung, yang diriwayatkan
oleh rowi yang adil dan yang dhabit dari rawi yang lain (juga) adil dan dhobit sampai akhir
sanad, dan hadits itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (‘Illat). Sahih  menurut
lughat adalah lawan  dari “saqim”, artinya sehat lawan sakit, haq lawan batil.
·         Menurut ahli hadits , hadits shahih adalah  hadits yang sanandnya bersambung , dikutip
oleh orang yang adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasulullah Saw,
sahabat atau tabiin, bukan hadits yang syadz (kontriversi) dan terkena ‘illat yang
menyebabkan cacat dalam penerimaannya
·         Sahih menurut bahasa “sehat “, kebalikan dari  “sakit”. Sedang menurut istilah ialah
hadits yang muttasil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit,
tidak syadz dan tidak pula terdapat billat ( cacat ) yang merusak.
·         Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Nukhbatul Fikar, yang dimaksud dengan hadits
shahih adalah adalah hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna
ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal.
·         Dalam kitab Muqaddimah At-Thariqah Al-Muhammadiyah disebutkan bahwa definisi
hadits shahih itu adalah hadits yang lafadznya selamat dari keburukan susunan dan maknanya
selamat dari menyalahi ayat Quran.

2. Syarat-Syarat Hadits Shahih


Dari definisi hadits shahih di atas, mengandung lima syarat yang harus dimiliki oleh suatu
hadits agar dapat dinilai sebagai hadits shahih, yaitu :

a. Rawinya Harus Adil


Keadilan rawi merupakan faktor penentu bagi diterimanya suatu riwayat. Menurut Ar-Razi,
keadilan adalah tenaga jiwa yang mendorong untuk bertaqwa, menjauhi dosa besar, menjauhi
dosa kecil dan meninggalkan perbuatan mubah yang menodai muruah (harga diri), seperti
makan sambil berdiri, buang air kecil bukan pada tempatnya, dan bergurau yang berlebihan.
Menurut Syuhudi Ismail, Kriteria periwayat yang adil adalah :
Beragama islam
Berstatus mukallaf
Melaksanakan ketentuan agama
Memelihara muruah (harga diri)
b. Rawinya Bersifat Dhabit
Dhabit adalah bahwa rawi hadits yang bersangkutan dapat menguasai hadits yang diterimanya
dengan baik, baik dengan hapalannya yang kuat ataupun dengan kitabnya, kemudian ia
mampu mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkannya kembali. Persyaratan ini
menghendaki agar seorang perawi tidak melalaikan dan tidak semaunya ketika menerima dan
menyampaikannya.
Kalau seseorang mempunyai ingatan yang kuat, sejak menerima hingga menyampaikan kepada
orang lain dan ingatannya itu sanggup dikeluarkan kapan saja dan dimana saja
dikehendakinya, maka orang itu disebut dhabtu shabri. Sedangkan, kalau apa yang
disampaikan itu berdaar pada buku catatannya, maka ia disebut dhabtu kitab. Dan rawi yang
adil sekaligus dhabit, maka ia disebut tsiqat
c. Sanadnya Bersambung
Sanadnya bersambung maksudnya adalah bahwa setiap rawi hadits yang bersangkutan benar-
benar menerimanya dari rawi yang berada diatasnya dan begitu selanjutnya sampai kepada
pembicara yang pertama. Sanad suatu hadits dianggap tidak bersambung  bila terputus salah
seorang atau lebih dari rangkaian para rawinya. Boleh jadi rawi yang dianggap putus itu
adalah seorang rawi yang dhaif, sehingga hadits yang bersangkutan tidak shahih.
Jadi, suatu sanad hadits dapat dinyatakan bersambung, apabila :
·         Seluruh rawi dalam sanad itu benar-benar tsiqat (adil dan dhabit)
·         Antara masing-masinng rawi dengan rawi yang lain terdekat sebelumnya dalam sanad
itu benar-benar telah terjadi hubungan periwayatan hadits secara sah menurut ketentuan
tahamul wa ada al-hadits.

d. Tidak Ber-illat
Maksudnya ialah bahwa hadits yang bersangkutan terbebas dari cacat haditsnya. Yakni hadits
itu terbebas dari sifat-sifat samar yang membuatnya, meskipun tampak bahwa hadits itu tidak
menunjukan adanya cacat-cacat tersebut. Jadi hadits yang mengandung cacat itu bukan hadits
yang shahih.

e. Tidak Janggal (Syadz)


Syadz adalah suatu kondisi dimana seorang rawi berbeda dengan rawi yang lain yang lebih
kuat posisinya. Kondisi ini dianggap janggal karena bila ia berada dengan rawi yang lain
yang lebih kuat posisinya, baik dari segi kekuatan daya ingatnya atau hapalannya atau pun
jumlah mereka lebih banyak, maka para rawi yang lain itu harus diunggulkan, dan ia sendiri
disebut syadz atau janggal. Dan karena kejanggalannya maka timbulah penilaian negatif
terhadap periwayatan hadits yang bersangkutan.
Sebenarnya kejanggalan suatu hadits itu akan hilang dengan terpenuhi syarat-syarat
sebelumnya, karena para muhaditsin menganggap bahwa ke-dhabit-an telah mencakup
potensi kemampuan rawi yang berkaitan dengan jumlah hadits yang dikuasainya. Boleh jadi
terdapat kekurangpastian dalam salah satu haditsnya, tanpa harus kehilangan predikat ke-
dhabit-annya sehubungan dengan hadits-hadits yang lain. Kekurangpastian tersebut hanya
mengurangi keshahihan hadits yang dicurigai saja
3. Klasifikasi Hadist Shahih
 Shahih li Dzatihi, yaitu hadis yang mencakup semua syarat-syarat atau sifat-sifat hadis
maqbul secara sempurna, dinamakan “shahih li Dzatihi” karena telah memenuhi
semua syarat shahih,dan tidak butuh dengan riwayat yang lain untuk sampai pada
puncak keshahihan, keshahihannya telah tercapai dengan sendirinya. Untuk lebih
jelasnya, berikut penulis kemukakan contoh hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari:
ِ ‫ ع َْن أَبِي هُ َري َْرةَ َر‬، َ‫ ع َْن أَبِي ُزرْ َعة‬، َ‫اع ْب ِن ُش ْب ُر َمة‬
َ َ‫ ق‬، ُ‫ضي هَّللا ُ َع ْنه‬
‫ال‬ ِ َ‫ ع َْن ُع َما َرةَ ْب ِن ْالقَ ْعق‬، ‫ َح َّدثَنَا َج ِري ٌر‬، ‫َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ بْنُ َس ِعي ٍد‬
َ َ‫ ق‬. َ‫ أُ ُّمك‬: ‫ال‬
: ‫ال‬ َ َ‫ص َحابَتِي ؟ ق‬َ ‫اس بِ ُح ْس ِن‬ ُّ ‫ يَا َرسُو َل هَّللا ِ َم ْن أَ َح‬: ‫ فَقَا َل‬،  ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
ِ َّ‫ق الن‬ َ ِ ‫ َجا َء َر ُج ٌل إِلَى َرسُو ِل هَّللا‬:
‫؟‬    ‫ثُ َّم َم ْن‬ ‫ ثُ َّم أَبُوك‬: ‫ ثُ َّم َم ْن ؟ قَا َل‬: ‫ قَا َل‬. َ‫ ثُ َّم أُ ُّمك‬: ‫ ثُ َّم َم ْن ؟ قَا َل‬: ‫ قَا َل‬. ‫ك‬
َ ‫ ثُ َّم أُ ُّم‬: ‫قَا َل‬
Hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah diatas, adalah salah satu hadis shahih yang tidak
terdapat ke-syaz-an maupun illat.

 Shahih li ghairihi, yaitu hadis hasan li dzatihi (tidak memenuhi secara sempurna
syarat-syarat tertinggi hadis maqbul),yang diriwayatkan melalui sanad yang lain yang
sama atau lebih kuat darinya, dinamakan hadis shahih li ghairihi karena predikat
keshahihannya diraih melalui sanad pendukung yang lain. Berikut contoh hadis shahih
li ghairihi yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi :
‫صلَّى‬ َ َ‫ ق‬، َ‫ ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرة‬، َ‫ ع َْن أَبِي َسلَ َمة‬، ‫ ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن َع ْم ٍرو‬، َ‫ َح َّدثَنَا َع ْب َدةُ بْنُ ُسلَ ْي َمان‬، ‫ب‬
َ ِ ‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬: ‫ال‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا أَبُو ُك َر ْي‬
ِ ‫ق َعلَى أُ َّمتِي ألَ َمرْ تُهُ ْم بِالس َِّو‬
َ ‫اك ِع ْن َد ُك ِّل‬
‫صالة‬ َّ ‫ لَوْ ال أَ ْن أَ ُش‬: ‫هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬.  ٍ
Hadis tersebut dinilai oleh muhaddisin sebagai hadis shahih li ghairihi sebagaimana
dijelaskan diatas. Pada sanad hadis tersebut, terdapat Muhammad bin ‘Amr yang dikenal
orang jujur, akan tetapi kedhabitannya kurang sempurna, sehingga hadis riwayatnya hanya
sampai ke tingkat hasan. Namun keshahihan hadis tersebut didukung oleh adanya hadis lain,
yang lebih tinggi derajatnya sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari A’raj
dari Abu Hurairah.

4. Martabat Hadits Shahih


Mengingat bahwa mengetahui hadits shahih pada sumber-sumber khusus yang memuat hadits
shahih begitu penting, maka para ulama membagi hadits shahih menjadi beberapa tingkatan.
Hadits shahih yang paling tinggi tingkatannya adalah yang bersanad ashatul asa’id.
Kemudian beturut-turut sebagai berikut :
1.      Hadits yang disepakati oleh Al-Bukhari dan Muslim
2.      Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari sendiri
3.      Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim sendiri
4.      Hadits yang diriwayatkan oleh rawi lain yang sejalan dengan syarat Al-Bukhari dan
Muslim
5.      Hadits shahih menurut syarat selain Al-Bukhari dan Muslim, maksudnya bahwa
pentakhrij tidak mengambil hadits dari rawi-rawi atau guru-guru, seperti Al-Bukhari dan
Muslim, yang telah beliau sepakati bersama atau yang masih diperselisihkan. Akan tetapi
hadits yang ditakhrijkan tersebut dishahihkan oleh imam-imam hadits, seperti hadits Ibnu
Khuzauimah, Shahih Ibnu Hibban, Shahih Al-Hakim.

Ada perbedaan pendapat dikalangan ulama’ mengenai Ashahhul A’sanid. sebagian


mengatakan, sebagai berikut :
1. Riwayat ibn syibah az-zuhriy dari salim ibn abdillah ibn umar dari ibn umar.
2. Sebagian lain mengatakan, ashahhul asanid adalah riayat sulaiman al-A’masi dari Ibrahim
an-nakha’iy dari ‘Al qomah ibn Qois Abdullah ibn mas’ud.
3. Imam bukhari dan yang lain mengatakan, sahahhul asnid adalah riwayat imam malaik ibn
anas dari nafi’ maula ibn umar dari ibn umar. Dan karena imam asy-syafi’Iy merupakan
orang yang paling utama yang meriwayatkan dari imam malik, dan imam ahmad merupakan
orang yang paling utama yang meriwayakan dari imam syafi’iy,maka sebagian ulama’
muta’akhirin cenderung menilai bahwa ashahhul asanid adalah riwayat imam ahmad dari
imam syafi’I dari imam malik dari nafi’ dari ibn umar ra.inilah yang disebut dengan silsilah
adz- dzahab (rantai emas).

5. Karya-Karya yang Hanya Memuat Hadits Shahih


Ada beberapa kitab yang akan saya paparkan dalam makalah ini, antara lain :
A. Shahih Al-Bukhari
Kitab ini disusun oleh Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin
Mughirah Al-Bukhari Al-Jufi (dengan nisbat perwalian). Beliau lahir pada  194 H di Kartank,
suatu desa dekat Bukhara dan wafat di desa yang sama pada 256 H.

Dalam menyusun kitabnya ini, beliau bermaksud mengungkap fiqh hadits shahih dan
menggali berbagai kesimpulan hukum yang berfaidah. Beliau juga menjadikan kesimpulan
tersebut sebagai judul bab. Oleh karena itu, kadang-kadang beliau membuang seorang atau
lebih dari awal sanad. Al-Bukhari banyak mengulang-ulang hadits di beberapa tempat dalam
kitabnya yang ada hubungannya sesuai hasil penyimpulannya dalam hadits tersebut.

 Shahih Muslim
Kitab ini disusun oleh Imam Muslim bin Al-Hajjaj Al-Naisaburi. Beliau lahir di kota
Naisabur pasa 206 H dan Wafat di kota yang sama  pada 261 H.        Beliau adalah seorang
imam agung dan disegani. Beliau sangat antusias terhadap sunnah dan memeliharanya.
Beliau cukup lama berguru kepada dan senantiasa menyertai Al-Bukhari, dan oleh karenanya
beliau menghindari orang-orang yang berselisih pendapat dengan Al-Bukhari.
Kitab Musnal Al-Shahih dan disebut pula Al-Jami Al-Shahih disusun dengan metode
yang berbeda dengan metode yang dipakai oleh Al-Bukhari dalam menyusunnya kitab
shahihnya. Perbedaan metode penyusunan kitab ini adalah bahwa Muslim tidak bermaksud
untuk mengungkap fiqh hadits, melainkan ia bermaksud untukmengemukakan ilmu-ilmu
yang bersanad. Karena beliau meriwayatkan setiap hadits dengan di tempat yang paling
sesuai, serta menghimpun jalur-jalur dan sanad-sanadnya di tempat tersebut. Sedangkan Al-
Bukhari memotong-motong suatu hadits di beberapa tempat dan pada pada setiap tempat ia
sebutkan lagi sanadnya.
Permasalahan Hadits Shahih
Untuk mengetahui suatu hadits itu apakah shahih atau tidak, kita bisa melihat dari
beberapa syarat yang yang menerangkan hadits shahih. Apabila dalam syarat-syarat yang ada
pada hadits shahih tidak terpenuhi, maka secara otomatis tingkat hadits itu akan turun dengan
sendirinya. Semisal kita meneliti sebuah hadits, kemudian kita temukan salah satu dari perawi
hadits tersebut dalam kualitas intelektualnya tidak sempurna. Dalam artian tingkat dlabithnya
berada pada tingkat kedua, maka dengan sendirinya hadits itu masuk dalam kategori hadits
shahih lighoirihi. Dan apabila ada sebuah hadits yang setelah kita teliti kita tidak menemukan
satu kelemahanpun dan tingkatan para perawi hadits juga menempati posisi yang pertama ,
maka hadits itu dikatakan sebagai hadits shahih lidatihi.
Untuk hadits shahih lighoirihi kita bisa merujuk pada ketentuan-ketentuan yang
termuat dalam pengertian dan kriteria-kriteria hadits hasan lidatihi. Apabila hadits itu terdapat
beberapa jalur maka hadist itu akan naik derajatnya menjadi hadits shahih lighoirihi. Dengan
kata lain kita dapat menyimpulkan apabila ada hadits hasan akan tetapi hadits itu
diriwayatkan oleh beberapa rawi dan melalui beberapa jalur, maka dapat kita katakan hadits
tersebut adalah hadits shahih lighoirihi.
Adapun derajat hadist hasan sama dengan hadist shahih dalam segi kehujjahannya, sekalipun
dari sisi kekuatannya berada di bawah hadist shahih. Oleh karena itu mayoritas Fuqaha,
Muhaditsin dan Ushuliyyin (ahli Ushul) berpendapat bahwa hadist hasan tetap dijadikan
sebagai hujjah dan boleh mengamalkannya.
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat kami simpulkan bahwa Hadits shahih merupakan sebuah
hadits yang sanadnya bersambung, yang diriwayatkan oleh rowi yang adil dan yang dhabit
dari rawi yang lain (juga) adil dan dhobit sampai akhir sanad, dan hadits itu tidak janggal
serta tidak mengandung cacat (‘Illat). Perbedaan antara hadist shahih Imam al-Bukhari dan
Imam Muslim terletak pada sanad,fiqih dan saat penulisan hadist tersebut. Dan kita dapat
mengetahui tentang makna,syarat – syarat dan bagaimana cara menguraikan bagian – bagian
dari hadits shahih lengkap dengan sanadnya serta bisa membedakan hadist yang tergolong
hadits shahih Imam al-Bukhari dan Imam Muslim.Dengan demikian kita dihapkan mampu
untuk menganalisis hadits secara lebih teliti serta dapat membedakan mana yang di sebut
hadist shahih maupun bukan
Di susun oleh :

Nama Kelompok :

1. Agung Muharif 1500005057


2. Dirgahayu P. P 150000
3. Rudita Dian Larasati 150000
4. Surianto Saputra 1500005
5. Fadhurahman Najib 1500005101
6. Tiara Nurhayati 1500005106

Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan

Universitas Ahmad Dahlan

Anda mungkin juga menyukai