”Setiap hadits yang diriwayatkan dan tidak terdapat pada sanadnya perawi yang pendusta
dan hadits tersebut tidak syadz, serta diriwayatkan pula melalui jalan yang lain.”
Definisi yang dianggap baik menurut Ath-Thahan adalah definisi yang dikemukakan oleh
Ibnu Hajar, yaitu sebagai berikut:
من غير شذوذ وال علة، عن مثله إلى منتهاه،هو ما اتصل سنده بنقل العدل الذي خف ضبطه
”Hadits yang bersambung sanadnya dengan periwayatan perawi yang adil, ringan
(kurang) ke dhabit-annya, dari perawi yang sama (kualitas) dengannya, sampai ke akhir
sanad, tidak syadz dan tidak ber-‘illat.”
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dia berkata, ”Telah menceritakan kepada kami Qutaibah,
ia berkata,’ Telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Sulaiman Adh Dhuba’i dari Abu
Imran Al Jauni dari Abu Bakr bin Abu Musa Al Asy’ari ia berkata, ”Aku mendengar
ayahku berkata saat di hadapan musuh, ”Rasulullah ﷺbersabda, ”Sesungguhnya pintu-
pintu surga berada di bawah naungan pedang…”
Hadits ini dinyatakan hasan karena pada sanadnya terdapat Ja’far bin Sulaiman
adh-Dhuba’i yang menurut para ulama hadits, Ja’far ini berada pada kualitas
shaduq (tidak sempurna dhabith-nya), sehingga tidak mencapai tingkatan tsiqat
sebagai salah satu persyaratan hadits shahih.
Contoh Hadits Hasan Lighoirihi
Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan dinyatakannya hasan,
عن عاصم بن عبيد هللا قال سمعت عبد هللا بن عامر بن ربيعة عن أبيه أن امرأة من ب••ني ف••زارة ت••زوجت على نعلين
فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أرضيت من نفسك ومالك بنعلين قالت نعم قال فأجازه
Dari Syu’bah, dari ‘Ashim bin ‘Ubaidillah dari Abdullah bin ‘Amir bin Rabi’ah, dari
ayahnya, bahwa seorang wanita dari Bani Fazarah menikah dengan mahar sepasang
sandal. Maka Rasulullah ﷺbersabda, ”Apakah engkau merelakan dirimu sedangkan
engkau hanya mendapat mahar sepasang sandal?” Wanita tersebut menjawab, ”Ya.”
Maka Rasulullah ﷺmembolehkannya.”
Pada hadits tersebut terdapat perawi yang bernama ‘Ashim. Dia dinilai oleh para
ulama hadits sebagai perawi yang dha’if karena buruk hafalannya. Tetapi At-
Tirmidzi menyatakan sebagai hadits hasan karena datangnya (dijumpai sanad lain
dari ) hadits tersebut melalui jalan lain.
C. Pengertian, syarat, kehujjahan dan contoh hadits dhaif
1. Pengertian
Menurut Imam At Tirmidzi, sebagaimana dikutip Ahmad Sutarmaji hadis dhaif adalah:
الضعيف ما لم يو جد فيه شروط الصحة وال شروط الحسن
“Hadis dhaif adalah yang tidak memenuhi syarat shahih dan juga tidak memenuhi syarat
hasan”.[6]
Pengertian hadis dhaif secara bahasa, hadis dhaif berarti hadis yang lemah. Para ulama
memiliki dugaan kecil bahwa hadis tersebut berasal dari Rasulullah saw. Dugaan kuat
mereka hadis tersebut tidak berasal dari Rasulullah saw. Adapun para ulama memberikan
batasan bagi hadis dhaif sebagai berikut : “ Hadis dhaif ialah hadis yang tidak memuat /
menghimpun sifat-sifat hadis shahih, dan tidak pula menghimpun sifat-sifat hadis hasan”.
Jadi dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud
dengan hadis dhaif adalah hadis yang lemah dari sisi periwayatan dan tidak
memenuhi kriteria seperti yang persyaratkan dalam hadis shahih dan hasan.
2. Syarat
1. tidak terlalu parah kedhaifanya.
2. hadits itu punya asal yang menaungi di bawahnya.
3. hadits itu hanya seputar masalah nasihat, kisah-kisah, atau anjuran amal tambahan.
Bukan dalam masalah aqidah dan sifat Allah, juga bukan masalah hukum.
3. Kehujjahan
Berbeda dengan hadis shahih dan hasan, hadis dhaif yang tingkat derajat keabsahannya
diragukan demikian pula tingkat kehujjahannya atau sebagai dalil hukum juga lemah.
Oleh karena mengutip pendapat dari Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani bahwa hadis
dhaif dapat digunakan sebagai dalil hukum atau sumber dengan beberapa syarat :
a) Tigkat kedhaifannya tidak parah
Menurut para ulama, masih ada di antara hadis dhaif yang bisa dijadikan hujjah,
asalkan bukan dalam perkara aqidah dan syariah (hukum halal haram). Hadis
yang level kedhaifannya tidak terlalu parah, boleh digunakan untuk perkara
fadailul a’mal (keutamaan amal).
b) Berada di bawah nash lain yang shahih.
Maksudnya hadis yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai dasar dalam fadhailul
a’mal, harus ada hadis lain yang mendukung tersebut dan hadis lainnya itu harus
shahih. Tidak boleh hadis tersebut
c) Ketika mengamalkan tidak boleh meyakini ke-tsabit-annya.
Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadis dhaif itu, kita tidak boleh meyakini
sepenuhnya bahwa ini merupakan sabda Rasululah SAW atau perbuatan beliau.
Namun hanya menduga atas kepastian datangnya informasi ini dari Rasulullah
saw.
4. Contoh
Diriwayatkan dari Musa bin Ubaidah, dari Abu Hurairah ra mengatakan Rasulullah
bersabda, “Segala sesuatu itu ada zakatnya. Zakat badan adalah puasa. Puasa itu separuh
kesabaran.”
Hadist di atas juga digolongkan sebagai hadits dhaif karena Musa bin Ubaidah
dinilai lemah oleh sekelompok ulama ahli hadits. Sebagaimana dijelaskan dalam
kitab Tahdibut Tahdzin, Musa dikisahkan adalah seorang yang soleh dan ahli
ibadah, namun lemah dalam periwayatan hadits.
https://www.referensimakalah.com/2012/07/pengertian-dan-syarat-hadis-
shahih.html
https://pabrikjammasjid.com/hadits/hadits-hasan-dan-contohnya/
https://brainly.co.id/tugas/35068572
https://e-journal.metrouniv.ac.id/index.php/ath_thariq/article/download/1292/1095
http://menzour.blogspot.com/2016/11/makalah-kehujjahan-hadis-sahih-hasan.html
https://www.republika.co.id/berita/qos1kw366/tigapendapat-para-ulama-tentang-
hadits-dhaif-part1
https://kumparan.com/berita-hari-ini/contoh-hadits-dhaif-beserta-tingkatan-sanad-
yang-perlu-diketahui-umat-muslim-1x0rimtMRUf/full