Anda di halaman 1dari 3

HADITS HASAN

1. Definisi
a. menurut bahasa: merupakan sifat musyabbahah dari kata ‫( الحسن‬al-husnu), yang berarti al-
jamal (bagus).
b. Menurut istilah: para ulama memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai hadits hasan,
karena melihat bahwa hadits hasan itu berada di tengah-tengah, yaitu antara hadits shahih
dan hadits dlaif, ditambah lagi sebagian ulama-ulama itu mendefinisikannya dengan
mencakup salah satu dari dua kategori tersebut.

2. Definisi hadits hasan menurut berbagai ulama adalah:


a. Menurut al-Khathabi: hadits hasan yaitu hadits yang diketahui sumbernya, para perawinya
dikenal, menjadi tempat beredarnya banyak hadits, diterima oleh banyak ulama dan
digunakan oleh sebagian besar fuqaha.
b. Menurut at-Tirmidzi: yaitu setiap hadits yang diriwayatkan yang di dalam sanadnya tidak
ada rawi yang dituduh berdusta, haditsnya tidak syadz, diriwayatkan pula haditsnya melalui
jalan lain; hadits seperti ini menurut kami adalah hadits hasan.
c. Menurut Ibnu Hajar: yaitu hadits ahad yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna
kedlabitannya, sanadnya bersambung, haditsnya tidak ber‘illat dan tidak syadz; hadits yang
semacam ini adalah hadits shahih li dzatihi. Jika derajat kedlabitannya ringan, itulah hadits
hasan li dzatihi.
d. Menurut DR. Mahmud Thahan: definisi hadits hasan menurut Ibnu Hajar seakan-akan
hadits shahih, hanya saja derajat kedlabitan perawinya kurang atau lebih ringan. Ini
termasuk definisi hadits hasan yang paling baik. Adapun definisi hadits hasan menurut al-
Khathabi memiliki banyak hal yang kontradiktif. Sedangkan menurut at-Tirmidzi
definisinya mencakup salah satu dari jenis hadits hasan, yaitu hasan li ghairihi. Padahal
yang dituju oleh definisi itu adalah hadits hasan li dzatihi. Sebab hadits hasan li ghairihi
pada dasarnya merupakan hadist dlaif yang derajatnya naik menjadi hasan karena dibantu
oleh banyaknya jalur sanad.

3. Adapun definisi yang paling tepat bagi hadits hasan: berpijak pada definisi Ibnu Hajar:
yaitu
‫خف ضبطه عن مثله أىل منتهاه من غري شذوذ والعلة‬
ّ ‫احلديث احلسن هو ما اتصل سنده بنقل العدل الذي‬
hadits yang sanadnya bersambung, yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, yang derajat
kedlabitannya lebih ringan dari orang yang serupa hingga akhirnya, tidak ada syadz maupun
‘ilat.

4. Hukum hadits hasan: sebagaimana hadits shahih bisa dijadikan sebagai hujjah (argumen),
meskipun dari segi kekuatannya berbeda. Seluruh fuqaha menjadikannya sebagai hujjah dan
mengamalkannya, begitu pula sebagian besar para ulama ahli hadits dan ulama ushul, kecuali
mereka dari para ulama yang beraliran keras. Sebagian ulama yang lebih longgar
mengelompokkannya dalam hadits shahih, meski mereka mengatakan tetap berbeda dengan
hadits shahih yang telah dijelaskan sebelumnya. Mereka itu seperti al-Hakim, Ibnu Hibban
dan Ibnu Khuzaimah.

5. Contoh hadits hasan:


ِ ِ
:‫ قَال‬،‫ي‬ ِّ ‫وسى األَ ْش َع ِر‬َ ‫ َع ْن أَِِب بَ ْك ِر بْ ِن أَِِب ُم‬،ّ‫ َع ْن أَِِب ع ْمَرا َن اجلَْوِِن‬،‫ َحدَّثَنَا َج ْع َفُر بْ ُن ُسلَْي َما َن الضُّبَع ُّي‬:‫ال‬َ َ‫َحدَّثَنَا قُتَ ْي بَةُ ق‬
:‫ال‬
َ ‫ فَ َق‬، »‫وف‬ ِ ‫السي‬ ِ ِ ‫ «إِ َّن أَب واب اجلن َِّة ََْت‬:‫اَّلل َعلَي ِه وسلَّم‬
ُ ُّ ‫ت ظ ََلل‬ َّ َ ِ‫اَّلل‬ َ ِ‫ضَرة‬
ُ ‫الع ُد ِّو يَ ُق‬ ْ َ‫ ِِب‬،‫ت أَِِب‬ ِ
َ َ َ َْ َ َ َ ْ َُّ ‫صلى‬ َّ ‫ول‬
ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ ق‬:‫ول‬ ُ ‫ََس ْع‬
ٌ ‫يث َح َس ٌن َغ ِر‬
‫يب‬ ٌ ‫ َه َذا َح ِد‬:‫الرتمذي‬
Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, beliau berkata: telah menceritakan kepada kami
Qutaibah, ia berkata telah menceritakan kepada kami Ja’far ibn Sulaiman ad-Dluba’i, dari
Abi ‘Imran al-Jauni, dari Abu Bakar ibn Abu Musa al-Asy’ari, ia berkata: aku telah
mendengar bapakku berkata di hadapan musuh : Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya
pintu-pintu surga itu berada di bawah naungan pedang.
Menurut Imam Tirmidzi bahwa hadits ini merupakan : “Hadist hasan gharib.” Hadits ini
merupakan hadits hasan karena empat orang perawi yang ada pada sanadnya merupakan
orang-orang tsiqah, kecuali Ja’far ibn Sulaiman ad-Dluba’I, ia berkualitas shaduq. Karena itu
jadilah kualitas haditsnya menjadi hasan.

6. Tingkatan Hadits Hasan:


Sama halnya dengan hadits shahih yang mempunyai berbagai macam tingkatan, begitu pula
halnya dengan hadits hasan, mempunyai beberapa tingkatan. Adz-Dzahabi telah membagi
hadits hasan ke dalam dua tingkatan, seraya berkata:
1) Tingkatan yang paling tinggi: I.
 Bahz ibn Hakim dari bapaknya dari kakeknya;
 Amru ibn Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya;
 Ibn Ishak dari at-Taimi. Contoh-contoh seperti ini ada yang mengatakan shahih, hanya
saja derajat keshahihannya paling rendah.
2) Setelah itu merupakan (sanad-sanad) yang diperselisihkan kehasanan dan kedla’ifannya;
seperti haditsnya Harits ibn Abdullah, ‘Ashim ibn Dlamrah, Hajjaj ibn Arthah, dan
semacamnya.

7. Kualitas ucapan mereka dari ahli hadits ‫ حديث صحيح االسناد‬atau ‫ حسن االسناد‬:
Pernyataan ahli hadits: “Hadits ini shahih isnad” berbeda (maknanya) dengan pernyataan “ini hadits
shahih.” Begitu pula halnya dengan pernyataan mereka: “Hadits ini hasan isnad” berbeda
(maknanya) dengan pernyataan “Ini hadits hasan”. Pernyataan (hadits ini shahih isnad atau hadits
ini hasan isnad) karena sanadnya memang shahih atau hasan tanpa memperhatikan matan, syudzudz
maupun adanya ‘ilat. Apabila seorang ahli hadits mengatakan: “Hadits ini shahih” itu berarti hadits
itu telah memenuhi syarat-syarat hadits shahih yang lima. Lain lagi jika ia menyatakan: “Hadits ini
shahih isnad” itu berarti hadits itu memenuhi tiga syarat keshahihan saja, yaitu sanadnya
bersambung, rawinya adil dan dlabith. Adapun tidak adanya syudzudz dan ‘ilat, berarti hadits
tersebut tidak bisa memenuhinya. Karena itu tidak bisa ditetapkan sebagai hadits shahih atau hasan.

Meski demikian, apabila seorang hafidh mu’tamad (dalam hadits) meringkas pernyataannya
dengan : “Hadits ini shahih isnad” sementara ia tidak menyebutkan adanya ‘ilat, maka berarti
matannya juga shahih. Sebab, pada dasarnya hadist tersebut tidak memiliki ‘ilat maupun syudzudz.

8. Pernyataan Tirmidzi dan selainnya: “Hadits ini Hasan Shahih”


Kenyataannya ungkapan seperti ini amat sulit, sebab hadits hasan itu derajatnya lebih rendah dari
hadits shahih. Maka bagaimana menggabungkan keduanya sementara tingkatan keduanya berbeda?
Para ulama telah menjawab maksud dari pernyataan Tirmidzi dengan jawaban yang bermacam-
macam. Yang terbaik adalah pernyataan al-Hafidh Ibn Hajar yang disepakati oleh as-Suyuthi.
Ringkasnya sebagai berikut:
a. Jika haditsnya mempunyai dua buah sanad atau lebih, maka berarti hadits tersebut adalah
hasan menurut salah satu sanad, dan shahih menurut sanad lainnya.
b. Jika haditsnya hanya mempunyai satu sanad, maka berarti hadist tersebut adalah hasan
menurut suatu kelompok, dan shahih menurut kelompok lain.

Jadi, seakan-akan orang yang mengatakan hal itu menunjukkan adanya perbedaan di kalangan para
ulama mengenai status (hukum) hadits tersebut, atau tidak memperkuat status (hukum) hadits
tersebut (apakah shahih ataukah hasan).

Anda mungkin juga menyukai