Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HADIS DHA'IF


Kata dha’if menurut bahasa berarti lemah, sebagai lawan dari kata kuat. Maka sebutan hadis
dha’if dari segi bahasa berarti hadis yang lemah atau hadis yang tidak kuat. Secara istilah,
diantara para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam mendefinisikan hadis dha’if ini.
Akan tetapi, pada dasarnya isi dan maksudnya adalah sama. Beberapa definisi diantaranya
dapat dilihat di bawah ini.

An-Nawawi mendefinisikannya dengan:

‫مالم يوجدفيه شروط الحسن‬


Artinya:
"Hadis yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis Shahih dan syarat-syarat hadits
hasan."
Ulama lainnya menyebutkan bahwa hadis dhaif ialah:

‫كل حديث لم يجتمع فيه صفات القبول‬


Artinya:
"Hadis yang didalamnya tidak terkumpul sifat-sifat maqbul."
Menurut Nur Ad-Din ‘Atr, definisi hadits mursal yang paling baik ialah:

‫مافقد شرطامن شروط الحديث المقبول‬


Artinya:
"Hadis yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadis maqbul (hadis yang sahih
atau hadis yang Hasan).”
Pada definisi yang ketiga disebutkan secara tegas, bahwa jika satu syarat saja dari
persyaratan hadis shahih atau hadis hasan hilang, bearti hadis itu dinyatakan sebagi hadis
dha'if. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga syarat, seperti perawinya tidak
adil, tidak dhabit, dan adanya kejanggalan dalam matan. Hadis seperti ini dapat dinyatakan
sebagai hadis dhaif yang sangat lemah.1

Contoh Hadis Dha'if :

‫الصيَا ُم‬
ِ , ‫ص ْو ُم‬ َ ‫سله َم ِلك ُِل ش َْيءٍ َزكَاةٌ َو َزكَاةُ ا ْل َج‬
‫س ِد ال ه‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ع َْن أَبِي ُه َري َْرةَ قَا َل قَا َل َر‬
‫سو ُل ه‬
‫صب ِْر‬
‫ْف ال ه‬
ُ ‫ِنص‬
“Dari Abu HurairahRadhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan, “RasûlullâhShallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, ‘Segala sesuatu itu ada zakatnya. Zakat badan adalah puasa. Puasa itu
separuh kesabaran.” [HR. Ibnu Mâjah, no. 1745 lewat jalur Musa bin Ubaidah dari Jumhân
dari Abu HurairahRadhiyallahu ‘anhu].

Sanad hadits ini lemah, karena Musa bin Ubaidah dinilai haditsnya lemah oleh
sekelompok ulama ahli hadits, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tahdzîb, 10/318-320.
Beliau ini seorang yang shalih dan ahli ibadah, akan tetapi lemah dalam periwayatan
hadits.4

B. HUKUM PERIWAYATAN HADIS DHA’IF

Hadis dha’if tidak identik dengan hadis mawdhu' (hadis palsu). Di antara haris dha’if
terdapat kecacatan para perawinya yang tidak terlalu parah, seperti dari hafalan yang kurang
kuat tetapi adil dan jujur. sedang hadis mawdhu' perawinya pendusta. Maka para ulama
memperbolehkan meriwayatkan hadits dha'if sekalipun tanpa menjelaskan kedhai’ifan-nya
dengan dua syarat yaitu:
a. Tidak berkaitan dengan akidah, seperti sifat-sifat Allah.
b. Tidak menjelaskan hukum syara’ yang berkaitan dengan halal dan haram, tetapi
berkaitan masalah mau’izhah, targhibwatarhib (hadis-hadis tentang ancaman dan janji),
kisah-kisah dan lain-lain.

Dalam meriwayatkan hadits dhaif, jika tanpa isnad atau sanad sebaiknya tidak
menggunakan bentuk kata aktif (mabni ma’lum) yang meyakinkan (jazam) kebenarannya
dari Rasulullah, tetapi cukup menggunakan bentuk pasif (mabni majhul) yang meragukan
(tamridh), misalnya: ‫ = روي‬diriwayatkan, ‫ = نقل‬dipindahkan, ‫ = فيما يروي‬pada sesuatu yang
diriwayatkan, ‫ = جاء‬datang. Periwayatan Hadits Dhaif dilakukan karena berhati-hati
(ikhtiyath). Berbeda dalam meriwayatkan hadits shahih, maka harus menggunakan bentuk
kata aktif yang meyakinkan, misalnya:
‫قال رسول هللا صل هللا وسلم‬

C. PENGAMALAN HADIS DHA’IF

Para ulama berbeda pendapat dalam pengamanan habis dha’if. Perbedaan itu dapat dibagi
menjadi tiga pendapat:
a. Hadis dha'if tidak dapat diamalkan secara mutlak baik dalam keutamaan amal
(fadhailal-a’mal) atau dalam hukum, sebagaimana yang diberitakan oleh Ibnu Sayyid
An-nas dari Yahya bin Ma'in. Pendapat pertama ini adalah pendapat Abu Bakar IbnuAl-
Arabi, Al-Bukhari, Muslim dan Ibnu Hazam.
b. Hadis dha'if dapat diamalkan secara mutlak baik dalam fadhailal-a’malatau dalam
masalah hukum (ahkam), pendapat Abu Dawud dan Imam Ahmad. Mereka berpendapat
bahwa hadis dha’if lebih kuat dari pada pendapat para ulama.
c. Hadis dha’if dapat diamalkan dalam fadhailal-a'mal, mau'izhah, targhib (janji-janji
yang menggemarkan), dan tarhib (ancaman yang menakutkan) jika memenuhi beberapa
persyaratan sebagaimana yang dipaparkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani, yaitu:
1) Tidak terlalu dha’if, seperti diantara perawinya berdusta (hadis mawdu’) atau dituduh
dusta (hadis matruk), orang yang daya ingat hafalannya sangat kurang, dan berlaku
fasik dan bid'ah baik dalam perkataan atau perbuatan (hadis munkar)
2) Masuk ke dalam kategori hadis yang diamalkan (ma’mulbih) seperti Hadits
muhkam(hadis maqbul yang tidak terjadi pertentangan dengan hadis lain), nasikh
(hadis yang membatalkan hukum pada hadis sebelumnya), dan rajih (hadis yang
lebih unggul dibandingkan oposisinya).
3) Tidak diyakinkan secara yakin kebenaran hadis dari Nabi, tetapi karena berhati-hati
semata atau ikhtiyath.²

D. MACAM-MACAM HADIS DHA'IF


Para ulama menemukan ke-dha’if-an hadis pada tiga bagian, yaitu pada sanad, matan dan
perawi-nya. Dari ketiga bagian ini, mereka membagi dan menguraikan dalam beberapa
macam hadis dha’if, yang jumlahnya banyak sekali.

1. Hadis Dha’if Karena Keterputusan Sanadnya


Dari segi persambungan sanad (ittisal as-sanad), para ulama menemukan banyak
hadis yang di Jika dilihat dari sudut sanad-nya, ternyata tidak bersambung. Tidak
bersambungnya sanad ini, menunjukkan bahwa hadits tersebut adalah dha’if. Hadis-hadis
yang tergolong dalam kelompok ini, ialah Hadis Al-Mursal, Hadis Al-Munqati', Hadis
Al-Mu'dal, Hadis Al-Mu'allaq, Hadis Al-Mudallas.

a. Hadis Mursal
Hadis mursal ialah hadis yang gugur sanadnya setelah tabi’in. Yang dimaksud
dengan gugur disini ialah tidak disebutkannya nama sanad terakhir. Padahal sahabat
adalah orang yang pertama menerima hadis dari Rasulullah SAW.
Al-Hakim merumuskan hadis mursal dengan:
Artinya:
" hadits yang disandarkan (langsung) oleh tabiin kepada Rasulullah
SAW.Baikperkataan,perbuatan ,maupun takdirnya tabiin tersebut baik termasuk tabiin
kecil maupun tabiin besar." ¹

Contoh hadis mursal :


َ ‫ع ْن‬
‫س ِعي ِد ب ِْن‬ َ ‫ب‬ َ ‫عقَ ْي ٍل‬
ٍ ‫ع ِن اب ِْن ِش َها‬ ُ ‫ع ْن‬ َ ‫ْث‬ ُ ‫َو َحدَّثَنِى ُم َح َّمدُ ب ُْن َرافِعٍ َحدَّثَنَا ُح َجي ُْن ب ُْن ْال ُمثَنَّى َحدَّثَنَا اللَّي‬
‫ع ْن بَيْعِ ْال ُمزَ ابَنَ ِة‬
َ ‫ نَ َهى‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ب أ َ َّن َر‬
ِ َّ‫سي‬ َ ‫ْال ُم‬
“Muhammad ibn Rafi’ telah meyampaikanhadits kepada kami, dia berkata : Hujain
telah meyampaikanhadits kepada kami, dia berkata : al-Laits telah meyampaikanhadits
kepada kami dari ‘Uqail dari Ibn Syihab dari Sa’idibn Musayyab bahwa Rasulullah
melarang tentang jual-beli Muzabanah”.

Sa’idibn Musayyab adalah seorang tabi’in besar (senior), dia meriwayatkan hadits ini
dari nabi Sallallahu 'AlahiWasallam tanpa menyebutkan perantara antara dia dengan
Nabi. Dengan ini dia telah menggugurkan akhir dari sanad hadits ini, yaitu rawi setelah
tabi’in. Rawi yang gugur ini paling tidak seorang shahabat dan berkemungkinan juga
ada rawi selain shahabat yang gugur, yaitu seperti tabi’in yang lain. 4

Macam-macam hadis mursal yaitu:


1) Mursal Al-Jali
Mursal Al-Jali yaitu tidak disebutkannya (gugurnya) nama sahabat tersebut
dilakukan oleh Tabi'in besar.
2) Mursal Al-Khafi
Mursal Al-Khafi yaitu gugurnya nama sahabat dilakukan oleh tabi'in yang masih
kecil.
3) Mursal Ash-Shahabi
Mursal Ash-Shahabi yaitu hadis-hadis yang diriwayatkan oleh seorang sahabat
yang tidak langsung menerima dari Rasulullah Saw. (karena mungkin ia masih
kecil atau tidak hadir pada malam majelis Rasul ketika hadis itu diwurudkan) akan
tetapi dikatakannya bahwa ia menerima hadis itu dari Rasulullah SAW.

Para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadis mursal sebagai hujjah.
Muhammad Ajjaj Al-Khatib menyebutkan bahwa perbedaan tersebut mencapai sepuluh
pendapat, tetapi yang tergolong mansur hanya tiga pendapat yaitu
1) Membolehkan ber-hujjah dengan hadis mursal secara mutlak. Ulama yang
termasuk kelompok ini adalah Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad dan lain-
lain.
2) Tidak membolehkan secara mutlak. Menurut Imam Nawawi, pendapat ini didukung
oleh jumhur ulama ahli hadis, Imam Syafi'I, kebanyakan ulama ahli Fiqih dan ahli
Ushul.
3) Membolehkan menggunakan hadis mursal apabila ada syarat lain yang musnad,
diamalkan oleh sebagian ulama, atau sebagian besar ahli ilmu. Apabila terdapat
riwayat lain yang musnad maka hadis mursal itu bisa dijadikan hujjah, demikian
pendapat jumhur ulama dan ahli hadis.¹
b. Hadis Munqathi'

Kata munqathi’ berasal dari kata inqitha' yang berarti terputus, lawan dari kata muttashil yang
bearti bersambung. Nama inqitha' atau terputus karena ada sanad yang tidak bersambung, ibarat
tali yang terputus tidak ada yang menghubungkannya. Dalam istilah hadis munqathi' ada dua
pendapat, yaitu sebagai berikut:

1) Pendapat mayoritas muhadditsin:


Hadis yang digugurkan dari sanadnya seorang perawi atau lebih, sebelum sahabat, tidak
berturut-turut.
2) Pendapat fuqaha, ushuliyyun, dan segolonganmuhadditsindiantaranya Al-Khatib, Al-
Baghdadi dan Ibnu Abdul Barr:
Segala hadis yang tidak bersambung sanadnya dimana saja terputusnya.

Hadis munqathi’ adalah hadits yang sanad-nya terputus, artinya seorang perawi tidak bertemu
langsung dengan pembawa berita baik di awal, di tengah, atau di akhir sanad, maka masuk di
dalamnya hadis mursal, mu'allaq, dan mu'dhal. Namun, ulama mutakhirin dan umumnya
mutaqaddimin mengkhususkan munqathi’ yang tidak sama dengan yang lain. Sebagaimana kata
An-Nawawi, bahwa kebanyakan munqathi' digunakan pada penguguran perawi setelah tabi’in
dari sahabat, seperti periwayatan Malik dari Ibnu Umar. Atau munqati’ adalah selain mursal
(dibuang seorang periwayat pada awal sanad), mu’dhal (dibuang dua orang perawi atau lebih
secara berturut-turut) dan mu’allaq (dibuang seorang perawi di akhir sanad).

contoh hadis munqathi’ :

Hadis yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dari Tsauri dari Abi Ishaq dari Zaid bin Yutsai’ dari
Hudzaifah secara marfu’ :

‫إن وليتموها أبا بكر فقوي أمين‬

“Kalau kalian menjadikan Abu Bakar sebagai wali (pemimpin) maka dia adalah kuat dan
terpercaya”

Dalam sanad ini telah gugur seorang rawi di tengah sanadnya, yaitu Syarik, gugur
antara Tsauri dan Abu Ishaq, dimana Tsauri tidak mendengar hadits langsung dari Abu Ishaq,
namun mendengar dari Syarik dan Syarik mendengar dari Abu Ishaq.
Terputusnya sanad (inqitha’) ini, bukan termasuk jenis Mursal, bukan juga Mu’allaq dan bukan
juga Mu’dhal, jadi dia adalah Munqathi’.
Munqathi' pada sanad dapat diketahui karena tidak adanya pertemuan antara perawi (rawi) dan
orang yang menyampaikan periwayatan (marwi 'anhu) karena tidak hidup semasa atau karena
tidak pernah bertemu antara keduanya. Untuk menolong mengetahui hal tersebut adalah dengan
tahun kelahiran dan wafat mereka.

Hadis munqathi' tergolong mardud menurut kesepakatan para ulama, karena tidak diketahui
sifat-sifat perawi yang digugurkan, bagaimana kejujuran dan ke-dhabith-annya sehingga hadis
munqathi' tidak dapat dijadikan hujjah.²

c. Hadis Mu'dhal
Kata mu'dhalbeartipayah dan susah. Keterputusan hadis mu'dhal memang parah sampai
dua orang perawi, maka menyulitkan dan memberatkan penghubung. Jika tali yang putus
itu dekat jaraknya memang akan memudahkan penghubung, tetapi jika jauh, maka akan
menyulitkannya.
Dalam istilah hadis mu'dhal adalah hadis yang gugur sanadnya dua orang atau lebih
secara berturu-turut.

Contoh hadis mu'dhal:


hadits yang diriwayatkan oleh Imam Hakim dalam kitab “Ma’rifatUlumil Hadits” dengan
sanadnya yang terhubung kepada al-Qo’nabi dari Malik bahwa telah sampai kepadanya
bahwa Abu Hurairahradiyallahu 'anhu berkata : Rasulullah Sallallahu 'AlahiWasallam
bersabda :

ُ ‫ف ِمنَ ْال َع َم ِل ِإال َما ي ُِط‬


‫يق‬ ُ َّ‫ط َعا ُمهُ َو ِكس َْوتُهُ بالمعروف َوال يُ َكل‬ ِ ُ‫ْل َم ْمل‬
َ ‫وك‬

“Hamba sahaya berhak mendapatkan makanan dan pakaiannya secara ma’ruf (yang sesuai)
dan tidak boleh dibebani pekerjaan, kecuali yang disanggupinya saja”

Imam Hakim rahimahullah menjelaskan bahwa hadits dengan sanad ini adalah mu’dhal. Beliau
berkata : “Hadits ini mu’dhal dari Malik, Malik meriwayatkannya dengan mu’dhal seperti ini
dalam kitab al-Muwaththa’ ”

Hadits ini adalah haditsMu’dhal, karena padanya terdapat dua orang rawi yang gugur berurutan
antara Malik dan Abu Hurairah. Dan kita mengetahui bahwa padanya terdapat dua rawi yang
gugur secara berurutan dari riwayat hadits pada selain kitab Muwaththo’, yaitu seperti ini : “…
dari Malik dari Muhammad bin ‘Ajlan dari ayahnya dari Abu Hurairah”
d. Hadis Mu'allaq
e.

Kata mu’allaq dari akar kata 'allaq makna bergantung. Nama hadis bergantung (mu'allaq)
karena sanad-nya bersambung ke arah atas dan terputus ke arah bawah. Dari segi istilah hadis
mu’alaq adalah hadis yang dibuang pada awal sanad seorang perawi atau lebih, secara berturut-
turut. Jadi hadis mu’alaq adalah hadis yang sanad-nya bergantung karena dibuang dari awal
sanad seorang perawi atau lebih, secara berturut-turut.

Contoh hadis mu'allaq :

Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari berkata: Malik berkata: memberitakan kepada ku Zaid
bin Aslam, bahwa Atha' bin Yasar memberitakan kepadanya, bahwa Abu Sa'id Al-Khudri
memberitakan kepadanya, bahwa ia mendengar dari Rasulullah SAW bersabda: Jika hamba telah
masuk islam kemudian baik islamnya, maka Allah menghapus dari padanya segala kejahatan
yang telah lewat. Setelah itu diadakan pembalasan amal, satu kebaikan dibalas dengan sepuluh
kali persamaannya sampai seratus kali lipat, sedangkan kejahatan dibalas dengan sesamanya,
kecuali Allah mengampuninya.

Hadits di atas mu’allaq, karena Al-Bukhari menggugurkan syaikhnya sebagai penghubung dari
Malik dengan menggunakan bentuk kata aktif (mabni ma'lum) yang meyakinkan yaitu : Ia
berkata: Malik berkata:...

Hukum hadis mu’allaq adalah sebagai hadis dha’if yang tertolak (mardud) karena sanadnya tidak
bersambung dan tidak diketahui sifat-sifat perawi yang dibuang. Tetapi hadis mu’allaq ini bisa
menjadi diterima (ma'bul) manakala dikuatkan melalui jalan sanad lain yang menyebutkan
perawi yang dibuang dan ia memiliki sifat kredibelitas yang tinggi (tsiqah) atau sangat jujur
(shaduq). Dengan demikian hilanglah kesamaran atau ketidaktahuan tentang sifat-sifat para
perawi hadis.

f. Hadis Mudallas

Kata mudallas adalah bentuk isim maf’ul dari kata tadlisa. Dalam bahasa Arab, kata at-tadlis
diartikan menyimpan atau menyembunyikan cacat barang dagangan dari pembelinya. Sedangkan
dalam istilah, hadis mudallas adalah menyembunyikan cacat dalam isnad dan menempatkan cara
(periwayatan) yang baik.

Hadis mudallas dibagi menjadi dua macam yang pokok yakni Tadlis Al-Isnad dan Tadlis Asy-
Syuyukh :
1) Tadlis Al-Isnad

Tadlis Al-Isnad adalah seorang perawi meriwayatkan suatu hadis yang ia tidak mendengarnya
dari seseorang yang pernah ia temui dengan cara menimbulkan dugaan bahwa ia mendengarnya.

Maksud defenisi diatas, bahwa tadlis al-isnad adalah seorang perawi meriwayatkan sebagian
hadis yang telah ia dengar dari seorang syaikh, tetapi hadis yang di tadlis-kan ini memang tidak
mendengar darinya, ia mendengar dari syaikh lain yang mendengar daripadanya. Kemudian
syaikh lain ini digugurkan dalam periwayatan dengan menggunakan ungkapan yang seolah-olah
ia mendengar dari syaikh pertama tersebut.

Contohnya, hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah melalui jalan
Abu Ishaq As-Subay'i dari Al-Barra bin Azib berkata: Rasulullah SAW bersabda:

Artinya: “tidak ada dari dua orang muslim yang bertemu kemudian bersalam-salaman kecuali
diampuni bagi mereka sebelum berpisah.”

Abu Ishaq As-Subay'i nama aslinya Amr bin Abdullah, dia seorang tsiqah tetapi disifati mudallis.
Dia mendengar beberapa hadis dari Al-Barra bin Azib, tetapi dalam hadis ini, ia tidak mendengar
daripadanya secara langsung ia mendengar dari Abu Dawud Al-Ama yang matruk hadisnya,
kemudian meriwayatkannya dari Al-Barra bin Azib dan menyembunyikan Abu Dawud Al-Ama
'an'anah=dari (sanad-nya menggunakan kata 'an=dari).

Kemudaian tadlis isnad ini dibagi menjadi dua lagi, yaitu:

a) TadlisAt-Taswiyah, yaitu seorang perawi meriwayatkan hadits dari seorang


Syaikh kemudian digugurkan seorang dhaif antara dua syaikh yang tsiqahdan
bertemu antara keduanya.
b) TadlisAl-‘Athfi, yaitu seorang perawi meriwayatkan suatu hadis dari dua orang
Syaikh, tetapi ia sebenarnya mendengar dari salah satunya saja dengan
menggunakan ungkapan kata yang tegas mendengar pada syaikh pertama dan
tidak tegas pada syaikh kedua. Misalnya memberitakan kepada kami si Fulan dan
si Fulan.

2) Tadlis Asy-Syuyukh,

Tadlis asy-syuyukh yaitu seorang perawi meriwayatkan dari seorang syaikh sebuah hadis yang ia
dengar darinya kemudian ia beri nama lain atau nama panggilan (kuniyah) atau nama bangsa dan
atau nama sifat yang tidak dikenal supaya tidak dikenal.
Misalnya seorang perawi dari Mesir dikatakan: Memberitakan kepada ku si fulan di Ziqaq Halb
(gang susu perah) dimaksudkan di Cairo atau Baghdad dikatakan: memberitakan kepadaku si
Fulan di Mawara'aAn-Nahri, dimaksudkan Baghdad dan seterusnya.

contoh :

Dalam hadis tentang talak tiga sekaligus diriwayatkan oleh Abu Dawud melalui jalan Ibn Juraij
memberitakan kepadaku sebagian Bani Abu Rafi’ mawla (budak yang telah dimerdekakan)
Rasulullah SAW dari Ikrimah mawla Ibnu Abbas dari Ibnu Abbas berkata:

Artinya: Abu Yazid (Abu Rukanah dan saudara-saudaranya) atau Rukanah menthalak dan
menikahi seorang wanita dari kabilah Muzinah.

Ibn Juraij nama aslinya adalah Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij, ia tsiqah tetapi disifati
tadlis sekalipun ia meriwayatkan hadis ini dengan ungkapan tegas tetapi ia menyembunyikan
nama syaiknya yaitu sebagian Bani Abu Rafi'. Para ulama berbeda pendapat tentang syaikhnya
ini, pendapat yang shahih adalah Muhammad bin Ubaidullah bin Abu Rafi’, gelar tajrih-nya
matruk.

Periwayat yang dikenal sebagai mudallis ada beberapa pendapat tentang hukum periwayatanya,
yaitu sebagai berikut:

a) Ditolak secara mutlak baik dijelaskan dengan tegas (as-sama') atau


tidak, yaitu pendapat sebagian Malikiyah. Bahkan menurut sebagian
mereka sekali melakukan tadlis tetap ditolak.
b) Diterima secara mutlak, pendapat Al-Khatib dalam al-kifayah dari
para ilmu. Alasan pendapat ini, tadlis dipersamakan dengan irsal(hadis
mursal).
c) Diterima jika ia tidak diketahui melakukan tadlis kecuali dari orang
tsiqah, pendapat Al-Bazzar Al-Azdi, Ash-Shayrafi, Ibnu Hibban, dan
Ibnu Abdul Barr.
d) Diterima jika tadlis-nya langka atau sedikit saja, seperti pendapat Ali
bin Al-Madani.
e) Diterima periwayatanya, jika ia shiqah dan mempertegas
periwayatannya dengan as-sama', pendapat jumhur muhadditsin dan
pendapat yang terakhir ini yang shahih.

Demikian perbedaan para ulama dalam mempertimbangkan posisi hadis


mudallas secara adil. Secara ringkas dapat simpulkan ada tiga pendapat,
yakni diterima secara mutlak, ditolak serang mutlak, dan diterima dengan
catatan atau syarat tertentu.

2. Hadis Dha'if Karena Ketercelaan Sanadnya

a. Hadis Matruk

Hadis matruk bagian dari hadis dha'if yang cacat keadilan. Dari segi bahasa kata
matruk berasal dari akar kata tarak yang artinya tertinggal. Pemberitaaan seseorang
tertinggal dalam arti tidak didengar, tidak dianggap dan tidak dipercaya, karena
menyangkut pribadi yang tidak baik. Dalam istilah hadis matruk adalah hadis yang
salah satu periwayatannya seorang tertuduh dusta.
Diantara sebab-sebab tertuduhnya dusta seorang perawi, ada beberapa kemungkinan
yaitu sebagai berikut:
1) Periwayatan hadis yang menyendiri atau hanya dia sendiri yang meriwayatkan
nya. Hal ini dikarenakan tidak ada seorangpun yang meriwayatkan nya selain dia.
2) Seorang perawi dikenal sebagai pembohong dan pendusta pada selain hadis
tertentu.
3) Menyalahi kaidah-kaidah yang maklum seperti kewajiban beragama, kewajiban
shalat, zakat, puasa, haji dan lain-lain.

Contoh hadis matruk :

Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu AbuAd-Dunya dalam Qadha’Al-Hawa’ij melalui


jalan Juwaibir bin Sa’id Al-Azdi dari Adh-Dhahak dari Ibnu Abbas dari Nabi
Muhammad SAW:

wajib atas kamu berbuat yang ma’ruf sesungguhnya ia mencegah perbuatan kejahatan
dan wajib atas kamu shadaqah samaran (sirr) sesungguhnya ia mematikan murka
Allah Azza wa jalla.

Pada isnad hadis diatas terdapat Juwaibir bin Sa'id Al-Azdi, An-Nasai dan Ad-
Daruquthni berkata, bawa ia matrukal-hadis menurut Ibnu Ma'in : tidak ada apa apa.

b. Hadis Majhul
kata majhulbearti tidak diketahui, antonim dari kata ma’lum yang bearti dimaklumi
atau diketahui. Menurut istilah hadis mujhul adalah seorang perawi yang tidak dikenal
jati diri dan ididentitasnya.
Hadis mujhul adalah hadis yang di dalam sanad-nya terdapat seorang perawi yang
tidak dikenal jati dirinya atau dikenal orangnya tetapi tidak dikenal identitas atau
tidak dikenal sifat-sifat keadilan dan ke-dhabith-annya.
Sebab-sebab tidak dikenal jati diri atau identitas itu (jahalah) ada beberapa faktor
penyebab, diantaranya:
1) Seseorang mempunyai banyak nama atau sifat, baik nama asli, nama panggilan,
gelar, sifat, profesi atau suku dan bangsa. Sementara orang tersebut hanya dikenal
sebagai namanya saja, tetapi kemudian sebutkan nama atau sifat yang tidak
dikenal karena ada tujuan tertentu, maka ia diduga perawi lain.
2) Seorang perawi yang sedikit periwayatan hadis, tidak banyak orang yang
mengambil perawi yang kecuali hanya satu orang saja.
3) Tidak tegas penyebutan nama perawi karena di ringkas menjadi nama kecil atau
nama panggilan atau karena tujuan lain.

Macam-macam hadis majhul, hadis majhul dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu:

1) Majhul Al-‘Ayn, yaitu seorang perawi disebutkan dalam sanad tetapi tidak ada
yang mengambil periwayatannya selain satu orang perawi.
Misalnya, hadis yang diriwayatkann oleh At-Tirmidzi dari Al-Hakim melalui
jalan Hisyam bin Yusuf dari Abdullah bin Sulaiman An-Nufali dari Muhammad
bin Ali bin Abullah bin Abbas dari ayahnya dari kakeknya secara marfu’:
Cintailah Allah karena sesuatu yang diberikan kepadamu dari pada nikmat-
nikmatnya, cintailah aku karena cinta Allah, dan cintalah ahli keluarganya karena
mencintaiku.
Abdullah bin sulaiman An-Nufali tidak diketahui jati dirinya (majhulal-'ayn), karena
tidak ada yang meriwayatkan dari padanya kecuali Hisyam bin Yusuf.
Hukum periwayatan hadis majhulal-'aynmenurut mayoritas muhadditsin hadis ini
ditolak (mardud).

2) Hadis Ah-Hal disebut juga Matsur, adalah periwayatan seseorang diambil dari
dua orang atau lebih, tetapi tidak ada yang shiqah. Atau diartikan: Tidak ada yang
menukil tentang jarh (cacat) dan ta’dil-nya (menilai adil).
Contohnya, hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah melalui Itsam bin Ali dari
Al-A'masy dari Abu Ishaq dari Hani’ bin Hani’ berkata: Amar masuk ke rumah
Ali, maka Ali menyambutnya: “selamat datang seorang suci dan disucikan” aku
mendengar Rasulullah SAW. Bersabda:
Amar dipenuhi imannya sampai ke tulang-tulangnya.
Hani’ bin Hani’ tidak diketahui identitasnya (majhulal-hal) karena tidak ada
seorang tsiqah yang meriwayatkan hadisnya atau tidak ada yang menerangkan
tentang ke-tsiqah-hannya. Dengan demikian hadis di atas hukum periwayatan
hadis majhulal-hal tertolak (mardud) menurut pendapat yang sahih yaitu
mayoritas ulama hadis.

c. Hadis Mubham
arti mubham menurut bahasa adalah samar (tidak jelas). Jadi perawinya atau orang
ketiga yang menjadi objek pembicaraan tidak dijelaskan siapa nama dan dari mana
dia. Menurut istilah adalah seorang perawi yang tidak disebutkan namanya, baik
dalam sanad atau dalam matan.
Jadi mubham adalah tidak adanya penyebutan nama seorang perawi yang jelas,
karena hanya disebutkan seorang laki-laki atau seorang perempuan saja, tidak
disebutkan nama jelas. Mubham adakalanya dalam sanad atau dalam matan.

Contoh mubham dalam sanad, hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam
sunan, melalui Al-Hajjaj bin Farafishah dari seorang laki-laki dari Abu Salamah dari
Abi Hurairah berkata: Rsulullah SAW. Bersabda:
Orang mukmin adalah seorang mulia yang murah sedangkan orang durhaka adalah
penipu yang tercela.
Dalam sanad hadis diatas hanya disebutkan dari seorang laki-laki dari Abu Salamah
dari… tanpa menyebutkan nama si laki-laki tersebut, maka dinamakan mubham.

Contoh mubham dalam matan banyak sekali dalam hadis, diantaranya:


Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Hurairah berkata: ada seorang
laki-laki bertanya kepada rasulullah: sedekah sedekah apa yang paling utama? Rasul
menjawab: sedekah sedang anda dalam keadaan sehat, sangat perlu…

Hukum mubham dalam sanad, jika terjadi pada seorang sahabat tidak apa-apa, karena
semua sahabat adil dan jika terjadi pada selain sahabat, jumhur ulama menolaknya.
Sedangkan mubham dalam matan tidak mengapa dan tidak mengganggu keshahihan
suatu hadis.²

3. Hadis Dha'if Karena Mengandung 'Illat dan Syadz

a. Hadis Mu'allal
Hadis mu’allal adalah hadiss yang memiliki ‘illat yang tersembunyi dan tidak diketahui
secara lahiriyahnya. hadis mu'allal cukup banyak jumlahnya namun yang termashur ada
tiga macam, yaitu:
1) Hadis Mudraj
Hadis mudraj, yaitu hadis yang dicampuri oleh sesuatu yang lain, yang tidak ada sangkut
pautnya Dengan hadis tersebut, baik sanad maupun matan.
Adapun hukumnya, bila percampuran itu disengaja maka hukumnya haram. dan bila
tidak disengaja atau ada kejelasan, bahwa mudraj untuk tujuan menjelaskan maksud hadis,
maka hal itu masih dapat ditolerir.

2) Hadis Maqlub
Hadis maqlub, yaitu hadis yang nama perawinya terbalik atau sebagian matan dari suatu
sanad atau matan terjadi perubahan dari yang sebenarnya.

3) Hadis Mudhtharib
Hadis mudhtharib, yaitu hadis yang diriwayatkan dengan cara-cara yang berlawanan,
baik oleh seorang perawi atau lebih, dan tidak mungkin dilakukan tarjih kepada yang
lainnya.³

b. Hadis Munkar
Menurut istilah hadis munkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang yang lemah
(perawi yang Dhaif), yang bertentangan dengan periwayatan orang kepercayaan.

Al-Qasimi menyebut hadis ini adalah Hadis Al-Fard yang matan-nya tidak diriwayatkan,
kecuali oleh seorang saja, yang memiliki tingkat ke-dhabit-an sangat rendah. Lebih lanjut
lagi, ia mengatakan bahwa hadis ini memiliki persamaan dengan Hadis syadz, disamping
ada pula perbedaannya. Adapun persamaan ialah keduanya bertentangan dengan hadis
yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah atau terpercaya, sedang perbedaannya ialah
bahwa hadissyadz diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah atau shaduq, sedangkan hadis
munkar di riwayatkan oleh perawi yang lemah atau cacat.1

c. Hadis Mushahhaf dan Muharraf

Kata mushahhaf berasal dari kata tashhif berarti salah baca tulisan (shahifah).
kesalahan baca ini bisa jadi karena salah melihat atau salah mendengar. Muharraf
berasal dari kata tahrif berartimengubah atau mengganti. Dari segi istilah mushahhaf
sebagian ulama mengartikannya sebagai perubahan kalimat dalam hadis selain apa
yang diriwayatkan oleh orang tsiqah baik secara lafal atau makna.

Ibnu Hajar membedakan adanya perubahan yang terjadi pada hadis, jika perubahan
itu berupa titik pada suatu huruf atau beberapa huruf itulah disebut Mushahhaf dan
jika perubahan itu berbentuk syakal/harakathuruf disebut Muharraf.
Definisimushahhaf adalah hadis yang terdapat perbedaan didalamnya dengan
mengubah beberapa titik sedangkan bentuk tulisannya tetap. Sedangkan muharraf
adalah hadis yang terdapat perbedaan didalamnya dengan mengubah syakal/harakat
sedang bentuk tulisannya tetap.
Contoh:

Tashhif bisa terjadi karena pendengaran perawi yang kurang, misalnya


nama'AshimAl-Ahwal diriwayatkan oleh sebagian mereka dibacaWashil Al-Ahdab
karena ada persamaan dalam not/ timbangan/ wazandalam ilmu sharaf. Atau karena
penglihatannya yang kurang terang, misalnya Ibnu Luhay’ah meriwayatkan
kata(Ihtajama = membekam) diubah menjadi (Ihjatara= cebok dengan batu). Atau
bahkan perubahan pada makna lain yang tidak dikehendaki hadis. Meskipun berbagai
sebab terjadinya mushahhafdan muharraf, tetapi yang umum adalah karena
mengambil hadis dari isi kitab hadis, tidak bertemu langsung dengan syaikhnya. Dari
beberapa contoh diatas dapat dilihat bahwa terjadinya mushahhaf dan muharraf
terkadang pada sanad dan pada matan.²

d. Hadis Syadz

Dari segi bahasa syadzdz berasal dari kata syadzn diartikan ganjil,tidak sama dengan yang
mayoritas.Dari segi istilah ada beberapa pendapat, yaitu sebagai berikut:

Periwayatan orang tsiqah menyalahi periwayatan orang yang lebih tsiqah.

Periwayatan seorang tsiqah sendirian dari orang-orang tsiqah lain.

Periwayatan seorang perawi secara sendirian baik ia tsiqah atau tidak, baik ia menyalahi
periwayatan yang lain atau tidak.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hadissyadz adalah hadis yang ganjil,
karena hanya dia sendiri yang meriwayatkanya atau periwayatannya menyalahi periwayatan
orang tsiqah atau yang lebih tsiqah dan yang terakhir ini pendapat yang shahih. Jika
periwayatan orang dha'if menyalahi periwayatan orang yang tsiqah disebut hadis munkar tapi
jika periwayatan orang yang lebih tsiqah menyalahi orang yang tsiqah disebut
hadismahfuzh.²

E. Tingkatan Dhaif
Sebagai salah satu syarat hadis dha’if yang dapat diamalkan diatas adalah tidak terlalu
dha’if atau tidak terlalu buruk kedha'ifannya. Hadis yang terlalu buruk kedha'ifannya
tidak dapat diamalkan sekalipun dalam fdadhailal-a'mal. Menurut Ibnu Hajar urutan
hadis dha’if yang terburuk adalah mawdhu’, munkar, mudraj, maqlub, kemudian
mudhtarib.²

F. Kitab-kitab Hadis Dhaif


Ada beberapa kitab-kitab yang tersusun secara khusus tentang hadis dha'if adalah:
a. Al-Marasil, karya Abu Dawud
b. Al-'Ilal, karya Ad-Daruquthni
c. Kita-kitab yang banyak mengemukakan para perawi yang dha'if adalah seperti
Adh-Dhu'afa karya Ibnu Hibban, MizanAl-I'tidal karya Adz-Dzahabi.²

Anda mungkin juga menyukai