“Studi Hadits”
Dosen Pembimbing :
ISMAIL, M.Pd.I
Oleh :
RAMADIO DARWOTO
NIM. 1148 1102 538
RAUDATUL JANNAH
NIM. 1148 1202 577
RINO SUDIRMAN
NIM. 1148 1102 523
A. Latar Belakang
Bicara mengenai pembagian hadits dilihat dari segi kualitasnya, tidak
terlepas dari pembahasan hadits ditunjau dari segi kualitasnya, yang telah dibagi
menjadi dua yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad. Hadits mutawatir mempunyai
pengertian bahwa hadits tersebut Yaqin bi al-qath’i, artinya Nabi Muhammad
SAW. betul-betul bersabda, berbuat dan menyetujuinya (iqrar) di hadapan para
sahabat. Dengan demikian maka dapat dikatakan hadits ini mempunyai sumber
yang kuat, disepakati dan keberadaannya dapat dipercaya serta meyakinkan.
Sehingga ia harus diterima dan diamalkan dengan tanpa adanya penelitian ataupun
penyelidikan baik terhadap sanad atau matanya.
Sebaliknya yang kedua adalah hadits ahad, dimana faedah yang diberikan
bersifat zhonny (prasangka yang kuat akan kebenarannya). Dengan demikian
maka mengharuskan kepada kita untuk mengadakan pengkajian, penyelidikan
terhadap hadits tersebut, baik pada sanadnya ataupun matanya. Sehingga kejelasan
status hadits ini menjadi nyata, untuk dipergunakan sebagai hijjah atau tidak.
Oleh karena itu. Dengan melihat persoalan ini maka para ulama ahli hadits
membagi hadits, ditinjau dari segi kualitasnya, menjadi dua bagian yang hadits
maqbul dan hadits mardud.
II
PEMBAHASAN
A. HADITS SHAHIH
Menurut ‘ulama ahli hadits, definisi hadits shahih secara terminologi adalah:
متصل مسند غير معلل وال شاذNما رواه عدل تام الضبط
Al-‘Iraqi juga mengemukakan definisi yang hampir sama, akan tetapi dalam
dua syarat ia memberikan penekanan khusus dengan menambahkan kata-kata
lainnya, yaitu: pertama, pada ke-dhabit-an ia menyebutkan dhabit al-
fuad (kekuatan ingatan/kecerdasan). Artinya ia menekankan kekuatan menghafal
hadits, yang berbeda dengan dhabit al-kitab; dan kedua, pada ‘illat, ia
menyebutkan ‘illat qodihah (‘illat yang merusak atau mencacatkan).
a. ندNNال السNNاتص artinya hadits shahih adalah hadits yang musnad (hadits yang
langsung marfu’ kepada Nabi saw).
b. العدل artinya diriwayatkan oleh tokoh sanad hadits yang bersifat adil.
a. Shahih Lidzatihi
وان محمدا رسول هللا واقام الصالة وايتاء الزكاة وصوم رمضان والحج
b. Shahih Lighairihi
لوال ان اشق على امتى المرتهم بالسواك عند كل صالة:ان رسول هللا ص م قال
Contoh di atas merupakan hasil penelitian para ‘ulama yang dinukil oleh
Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy dalam bukunya Pokok-pokok Ilmu Dirayah
Hadits.
B. HADITS HASAN
مسند من قرب من درجة الثقه اومرسل ثقة وروي كالهما من غير وجه وسلم من شذوذ وعلة
Seperti halnya hadits shahih, hadits hasan dibagi menjadi dua, yaitu:
hadits hasan lidzatihi dan hadits hasan lighairihi.
a. Hadits hasan lidzatihi
Hadits hasan lidzatihi ialah hadits yang bersambung-sambung sanadnya
dengan orang yang adil yang kurang kuat hafalannya dan tidak terdapat padanya
syudzudz dan ‘illat.
b. Hadits hasan lighairihi
“Apakah engkau suka menyerahkan diri engkau dan harta engkau dengan hanya
sepasang sepatu? Perempuan tersebut menjawab: ya, maka Nabi s.a.w.
membernarkannya”.
Para Imam ahli hadits mengatakan, bahwa hadits hasan sama dengan hadits
shahih, walaupun hadits hasan itu lebih kurang dari hadits shahih dari segi
kekuatan. Karena itu, segolongan ‘ulama mengatakan, bahwa hadits itu berada di
bawah hadits shahih. Dan walaupun demikian hadits hasan dapat diterima dan
C. HADITS DHA’IF
1. Pengertian Hadits Dha’if
Kata dha’if secara bahasa adalah lawan dari al-Qowiy, yang berarti lemah,
Hadis Dha’if ini adalah Hadis mardud, yaitu Hadis yang diolak dan tidak dapat
dijadikan hujjah atau dalil dalam menetapkan suatu hukum.
الحديث الضعيف هو الحديث الذي لم يجمع صفات الحديث الصحيح وال صفات الحديث
“hadits dha’if adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih dan
juga tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.
Hadits dha’if juga dikatakan hadits mardud (yang ditolak) karena tidak
adanya sesuatu syarat-syarat yang menerimanya. Tegasnya hadits dha’if adalah
hadits yang didapati padanya sesuatu yang menolaknya. Definisi hadits dha’if
adalah: “hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits
shahih atau hadits hasan”.
1. Hadits Mursal
Kata “Mursal” secara etimologi diambil dari kata “irsal” yang berarti
“Melepaskan”, adapun pengertian hadits mursal secara terminologi ialah hadits
yang dimarfu’kan oleh tabi’in kepada Nabi Saw. Artinya, seorang tabi’in secara
langsung mengatakan, “bahwasanya Rasulullah Saw bersabda…..”
Definisi seperti inilah yang banyak digunakan oleh ahli Hadits, hanya
mereka tidak memberikan batasan antara tabi’in kecil dan besar. Namun ada juga
sebagian ‘ulama hadits yang memberikan batasan Hadits Mursal ini hanya
dimarfu’kan kepada tabi’i besar saja karena periwayatan tabi’i besar adalah
sahabat dan Hadits yang dimarfu’kan kepada tabi’i yang kecil termasuk Hadits
Munqati’.
Sebagai contoh, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam
kitab Al-Muwqaththa’, dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ bin Yasar, bahwasanya
Rasulullah Saw bersabda:
“sesungguhnya cuaca yang sangat panas itu bagian dari uap neraka Jahannam”
Contoh yang lain adalah, Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam
kitab Shahihnya pada bagian “jual beli” (kitab al-buyu’) dia berkata : “telah
menceritakan kepadaku Muhammad Ibnu Rafi’, telah menceritakan kepada kami
Hujjain, telah menceritakan kepada kami al-Laits, dari Uqail dari Ibnu Shihab dari
Ibnu Ssaid ibnu Musayyab, bahwa Rasulullah saw melarang menjual kurma yang
masih berada dipohon, dengan kurma yang sudah dikeringkan.”
Said bin Musayyab adalah seorang tabi’i besar. Dia meriwayatkan Hadits ini
tanpa menyebutkan perawi (sahabat) yang menjadi perantara antara dirinya
dengan Rasulullah saw. Dalam hal ini Ibnu Musyayyab telah menggugurkan akhir
dari perawinya yaitu sahabat. Bisa saja selain dari sahabat yang digugurkannya
ada tabi’i lain yang juga digugurkannya.
a. Mursal Shahabi
b. Mursal Khafi'
Mursal Khafi' yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh tabi’i namun tabi’i yang
meriwayatkan hadits tersebut hidup sezaman dengan sahabat tetapi tidak pernah
mendengar ataupun menyaksikan hadits langsung dari Rasulullah saw.
c. Mursal Jali
Mursal Jali yaitu apabila penggugurannya dilakukan oleh rawi (tabi’i) dapat
diketahui jelas sekali oleh umum, bahwa orang yang menggugurkan tersebut tidak
pernah hidup sezaman dengan orang yang digugurkannya atau yang menerima
berita langsung dari Rasulullah saw.
2. Hadits Munqati
Hadits munqati menurut bahasa artinya terputus. Menurut sebagian para
ulama hadits, hadits munqati’ ialah hadits yang mana di dalam sanadnya terdapat
seseorang yang tidak disebutkan namanya oleh rawi, misalnya perkataan seorang
rawi, “dari seorang laki-laki”. Sedang menurut para ‘ulama lain bahwa hadits
muntaqi’ ialah hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang gugur
(tidak disebutkan) dari rawi-rawi sebelum sahabat, baik dalam satu atau beberapa
tempat, namun rawi yang gugur itu tetap satu dengan syarat bukan pada
permulaan sanad.
3. Hadits Mudallas
mudallas adalah isim maf’ul dari dallasa yang berarti gelap atau berbaur dengan
gelap. Menurut ilmu hadits, mudallas adalah hadits yang diriwayatkan seorang
rawi dari orang yang hidup semasanya, namun ia tidak pernah bertemu dengan
orang yang diriwayatkannya tersebut dan tidak mendengarnya darinya karena
kesamaran mendengarkannya”.
Para ‘ulama memberi batasan hadits mudallas adalah hadits yang gugur dua
orang rawinya atau lebih secara beriringan dalam sanadnya, contohnya: “telah
sampai kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Budak itu harus diberi makanan dan pakayan secara baik”. (HR. Malik)
4. Hadits Muallaq
Hadits muallaq menurut bahasa berarti hadits yang tergantung. Dari segi
istilah, hadits muallaq adalah hadits yang gugur satu rawi atau lebih diawal sanad.
Contoh: Bukhari berkata, kata Malik, dari Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:
التقاضلوابين األنبياء
5. Hadits mu’dhal
Hadits mu’dhal adalah hadits yang gugur dua orang sanadnya atau lebih
secara berturut-turut.
6. Hadits Maudhu
Hadits maudhu’ ialah hadits yang bukan hadits Rasulullah saw tapi
disandarkan kepada beliau oleh orang secara dusta dan sengaja atau secara keliru
tanpa sengaja. Contoh:
7. Hadits Matruk
Hadits matruk ialah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi, yang
menurut penilaian seluruh ahli hadits terdapat catatan pribadinya sebagai seorang
rawi yang dha’if. Contoh: hadits riwayat Amr bin Syamr, dari Jabir Al-Ju’fi, dari
Haris, dari Ali. Dalam hal ini Amr termasuk orang yang haditsnya ditinggalkan.
Yang dimaksud dengan rawi tertuduh dusta yaitu seorang rawi yang dalam
pembicaraan selalu berdusta, tetapi belum dapat dibuktikan bahwa ia berdusta
dalam membuat hadits. Adapun orang yang berdusta di luar pembuatan hadits
ditolak periwayatannya.
8. Hadits Munkar
Hadits munkar ialah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang dha’if yang
berbeda dengan riwayat rawi yang tsigah (terpercaya). Contoh:
الضيق ودخل الجنةNمن اقام الصالة واتي الزكاة وحج وصام وقري.
Hadits munkar adalah hadits yang perawinya sangat cacat dalam kadar
sangat keliru atau nyata kefasikannya. Para ‘ulama hadits memberikan definisi
yang berfariasi tentang hadits munkar ini. Di antaranya ada dua definisi yang
selalu digunakan, yaitu:
a. Hadits yang terdapat pada sanadnya seorang perawi yang sangat keliru, atau
sering kali lupa dan terlihat kefasikannya secara nyata.
b. Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dha’if yang hadits tersebut
berlawanan dengan yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqoh.
9. Hadits Muallal
Muallal menurut istilah para ahli hadits ialah hadits yang di dalamnya
terdapat cacat yang tersembunyi, yang bisa mengakibatkan cacatnya hadits itu,
namun dari sisi lahirnya cacat tersebut tidak tampak. Contoh:
N مالم يتفرقاN البيعان بالخيار: قال رسول هللا صلي هللا عليه وسلم
“Rasulullah bersabda: penjual dan pembeli boleh berikhtiar, selama mereka masih
belum berpisah”
10. Hadits Mudraj
Hadits mudraj adalah hadits yang dimasuki sisipan, yang sebenarnya bukan
bagian hadits itu. Contoh:
دفيNNلم وجاهNN والزعيم الحميل لمن أمن بي واس،انا زعيم :قال رسول هللا صلي هللا عليه وسلم
)سبيل هللا يبيت في ريض الجنة (رواه النسائ
“Rasulullah saw bersabda: saya itu adalah Zaim dan Zaim itu adalah
penanggungjawab dari orang yang beriman kepadaku, taat dan berjuang di jalan
Allah, dia bertempat tinggal di dalam surga.” (HR. Nasa’i)
Mudraj Matan: sesuatu yang dimasukkan ke dalam matan suatu hadits yang
bukan merupakan matan dari hadits tersebut, tanpa ada pemisahan di antaranya
(yaitu antara matan hadits dan sesuatu yang dimasukkan tersebut). Atau
memasukkan suatu perkataan dari perawi kedalam matan suatu hadits, sehingga
diduga perkataan tersebut berasalah dari perkataan Rasulullah saw.
إذا سجد احدكم فال يبرك كمايبرك البعير وليضع يديه قبل وكبته
Hadits maqlub yaitu hadits yang lafadz matannya tertukar pada salah
seorang perawi pada salah seorang perawi atau seseorang pada sanadnya.
Kemudian didahulukan dalam penyebutannya, yang seharusnya disebut
belakangan atau mengakhirkan penyebutannya, yang seharusnya didahulukan atau
dengan diletakkannya sesuatu pada tempat yang lain.
Hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang
terpercaya, yang berbeda dalam matan atau sanadnya dengan riwayat rawi yang
relatif lebih terpercaya, serta tidak mungkin dikompromikan antara keduanya.
Contoh: hadits syadz dalam matan adalah hadits yang diriwayatkan oleh muslim,
dari Nubaisyah Al-Hudzali, dia berkata, Rasulullah bersabda:
Jadi, kesimpulan bahwa hadits yang cacat rawi dan matan atau kedua-
duanya digolongkan hadits dha’if yang terbagi menjadi tujuh, yaitu: hadits
maudu’ (palsu), hadits matruk (yang ditinggalkan) atau hadits matruh (yang
dibuang), hadits munkar (yang diingkari), hadits muallal (terkena ‘illat), hadits
mudraj (yang dimasuki sisipan), hadits maqlub (yang diputar balik), dan hadits
syadz (yang ganjil), hadits Mudhtharib, dan hadits mushahhaf.
Sementara untuk jenis yang kedua dalam hal kehujjahannya hadits dha’if
tersebut, ada yang berpendapat menolak secara mutlak baik unuk penetapan
hukum-hukum, akidah maupun fadhail al ‘amal dengan alasan karena hadits
dha’if ini tidak dapat dipastikan datang dari Rosulullah saw. Di antara yang
berpendapat seperti ini adalah Imam al-Bukhari, Imam Muslim, dan Abu Bakr
ibnu al-‘Arabi.
Dalam keterangan lain, ada tiga pendapat ‘ulama tentang pengamalan dan
penggunaan hadits dha’if:
Hadits Dha’if bisa diamalkan secara mutlak, ini merupakan pendapat Abu
Daud dan Imam Ahmad yang lebih mengutamakan Hadis Dha’if dibandingkan
ra’yu seseorang.
Hadits Dha’if dapat digunakan dalam masalah fadhail mawa’iz atau sejenis
dengan memenuhi kriteria yang ada.
III
PENUTUP
( KESIMPULAN )
Dari uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hadits ditinjau
dari segi kualitasnya menjadi dua bagian, yaitu :
1. hadits magbul (yang diterima)
2. hadits mardud (yang ditolak).
Dilihat dari diterima dan ditolaknya hadits tersebut, maka dapat dibagi
menjadi tiga macam, yaitu :
1. Hadits Sahih
2. Hadits Hasan
3. Hadits Dho’if
DAFTAR PUSTAKA
Yuslem, Nawir. ‘Ulumul Hadits. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya. 2001