Anda di halaman 1dari 18

PENDEKATAN TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL DALAM HADIS

Disusun Guna Memenuhi Tugas Ulangan Akhir Semester

Mata Kuliah : Studi Qur’an Hadis

Dosen Pengarmpu : Mufatihatut Taubah, S.Ag., M.Pd.I.

Disusun Oleh :

Nama: Aeni Nur Taskiyah


NIM: 1810610009

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA

JURUSAN TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil 'alamin

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat-Nya,


sehingga kita diberi kesehatan dan dapat menyelesaikan tugas perevisian makalah
yang berjudul "Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Hadis" dengan lancar.
Makalah ini direvisi guna memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah
Studi Quran Hadis yang diampu oleh Ibu Mufatihatut Taubah, S.Ag., M.Pd.I.

Dalam melakukan perevisian makalah ini, saya sebagai perevisi


mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah ini dan juga
berbagai pihak yang telah memberikan dukungan kepada saya, salah satunya yaitu
orang tua saya sehingga makalah ini dapat terevisi dengan baik.

Saya sebagai manusia masih banyak kekurangan, sehingga dalam


perevisian makalah ini mungkin masih banyak kekurangan, maka saya selaku
perevisi mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnan
makalah berikutnya. Dan saya berharap makalah ini memberikan pengetahuan dan
manfaat bagi pembaca.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 2

BAB 2 ISI

A. Pengertian Hadis 3
B. Pengertian Pendekatan Tekstual dan Kontekstual 4
C. Penerapan Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Hadis 5

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan 10
B. Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sebuah kehidupan di dunia ini, manusia melakukan kegiatan
sehari-hari untuk memperoleh suatu tujuan untuk mendapatkan surganya
Allah SWT. Tapi terkadang sering bahwa suatu kegiatan yang disibukkan
adalah masalah duniawi, dan hal duniawi juga berpengaruh bagi akhirat.
Bagaimana pertanggungjawabannya nanti.
Dan pelaksanaan duniawi diatur dalam Al Quran yang diturunkan
sebagai petunjuk, dan hadis. Sebagai contoh perilaku, ucapan, ataupun
ketetapan Rasulullah. Selain Al Quran hadis adalah sebagai petunjuk bagi
para umat Rasulullah. Maka hadis adalah pelengkap untuk melakukan
kegiatan sehari-hari, guna untuk kebaikan akhirat kelak. Tapi, zaman
sekarang sering kali sulit memahami hadis secara tekstual, karena bahasa
yang terkadang sulit untuk dipahami. Oleh karena itu ada pemahaman hadis
melalui kontekstualnya, agar mengetahui maksud hadis yang sulit dipahami
secara teksnya.
Walaupun ada hadis yang dapat dipahami hanya melalui teksnya, tapi
ada hadis lain yang tidak. Jadi, perlu adanya pemahaman secara
kontekstualnya. Mengetahui tentang tekstual ataupun kontekstual dalam
memahami hadis, akan lebih jelas dibahas dalam penulisan ini.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka kita dapat menemukan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud Hadis?
2. Apa yang dimaksud pendekatan tekstual dan kontekstual?
3. Bagaimana penerapan pendekatan tekstual dan kontekstual dalam Hadis?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Hadis.
2. Untuk mengetahui dan memahami pengertian pendekatan tekstual dan
kontekstual.
3. Untuk mengetahui penerapan pendekatan tekstual dan kontekstual dalam
Hadis.

2
BAB II

ISI

A. Pengertian Hadis
Hadis atau al-hadits menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang
baru. Hadis juga sering dengan al-khabar yang berarti berita, sesuatu yang
dipercayakan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Sedangkan
menurut istilah (terminologi), para ahli memberikan definisi (ta’rif) yang
berbeda-beda sesuai latar belakang ilmunya. Seperti pengertian hadits
menurut ahli ushul akan berbeda pengertirran yang diberikan oleh ahli hadis.
Menurut ahli hadis, pengertian hadits ialah:
”Segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya.”
Yang dimaksud hal ihwal ialahsegala sesuatu yang diriwayatkan dari
Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan himmah karakteristik, sejarah
kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya.
Sementara menurut ahli ushul memberikan pengertian hadits ialah:
”Segala perkataan Nabi Muhammad SAW, perbuatan dan taqrirnya yang
berkaitan dengn hukum syara’ dan ketetapannya”.
Berdasarkan pengertian hadis di atas, jelas bahwa hadis adalah sesuatu yang
bersumber dari Nabi Muhammad SAW baik ucapan, perbuatan, maupun
ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah
yang disyariatkan kepada manusia.1 Yang dimaksud perkataan, perbuatan,
dan taqrir secara lebih rinci akan dibahas sebagai berikut:
1. Perkataan
Yangdimaksud perkataan Nabi Muhammad SAW adalah perkataan yang
pernah beliau ucapkan dalam berbagai bidang seperti bidang hukum
(syari’at), akhlak, aqidah, pendidikan dan sebagainya.
2. Perbuatan
Yang dimaksud dengan perbuatan yaitu perbuatan nabi Muhammmad
SAW. Perbuatan Nabi ini merupakan penjelasan praktis terhadap

1
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 1-4.

3
perbuatan-perbuatan dan peraturan-peraturan syari’at yang belum jelas
cara aplikasinya, misalnya cara sholat dan cara menghadap kiblat, sholat
sunnah diatas kendaraan yang sedang berjalan, dan lainnya.
3. Taqrir
Yang dimaksud dengan taqrir adalah keadaan beliau mendiamkan atau
tidak mengadakan sanggahan terhadap apa yang telah dilakukan oleh
sahabat ketika dihadapan beliau.2
Sebagai sumber ajaran Islam kedua, hadis berbeda dengan al-Quran
yang semua ayatnya diterima secara mutawatir. Sedangkan sebagian hadis
ada yang diriwayatkan secara mutawatir dan sebagian lagi secara ahad.
Bahkan kodifikasi hadis yang resmi pun baru dirintis masa khalifah Umar bin
Abdul Aziz melalui usaha keras ulama Muhammad bin Muslim bin Syihab
az-Zuhri.3

B. Pengertian Tekstual dan Kontekstual


1. Pengertian Tekstual
Tekstual berasal dari kata teks dengan bahan tertulis untuk
memberikan pengetahuan. Dengan demikian tekstual berarti ide atau
pemahaman yang bersumber dari teks. Secara etimologis, tekstual
berasal dari bahasa Inggris text yang berarti isi, bunyi, lafal, teks.
Sedangkan secara terminologis, pemahaman tekstual adalah pemahaman
yang bersumber pada teks (tersurat). Pemahaman hadis secara tekstual
berarti memahami suatu hadis dengan memahami teksnya atau
pemahamannya bersumber pada teks di hadis tersebut.
Kelebihan tekstual dalam hadis yaitu, sebagai berikut:
a. Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami hadis.
b. Memaparkan ketelitian matan hadis.

2
Umar, Ilmu Hadis, (Kudus: Nora Media Enterprise, 2011), hlm.4-6.
3
Umma Farida, Naqd Al-Hadits, (Kudus: STAIN Kudus, 2009), hlm. 1.

4
Kekurangan tekstual dalam hadis yaitu, sebagai berikut:
a. Terjerumusnya seseorang yang memahami hadis dalam uraian
bahasa yang terlalu tinggi, sehingga pesan pokok dalam hadis tak
tersampaikan dengan jelas dan benar.
b. Pemahaman hadis secara tekstual biasanya tidak sesuai dengan
konteks kehidupan masyarakat zaman sekarang.
2. Pengertian Kontekstual
Sedangkan pengertian kontekstual adalah berasal dari kata konteks
yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti bagian suatu uraian
atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna.
4
Secara etimologis kontekstual berasal dari bahasa Inggris context yang
berarti hubungan kata-kata, suasana, keadaan. Sedangkan secara
terminologis kontekstual adalah suatu pemahaman yang mengaitkan
antara tekstual dengan kondisi atau keadaan sekarang sehingga
mendorong pengetahuan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
5
Pemahaman hadis secara kontekstual berarti upaya memahami hadis-
hadis sesuai dengan konteks dan aspek sejarah hadis itu misal latarrr
belakang adanya hadis itu, sehingga dapat terlihat maksud sesungguhnya
dari setiap yang dikemukakan oleh hadis.6
Kelebihan kontekstual dalam hadis yaitu, sebagai berikut:
a. Dapat menghindari pemahaman yang menyesatkan atau sekehendak
orang yang memahami.
b. Memungkinkan ajaran hadis belaku sepanjang zaman.
c. Memungkinkan hadis tersebut memberikan tanggapan atau solusi
terhadap berbagai persoalan yang muncul di masyarakat.
Kelemahan pemahaman kontekstual dalam hadis yaitu sebagai
berikut:

4
Sucipto Suntoro, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Solo: Hamada Putra), hlm. 213.
5
Adri Efferi, Materi dan Pembelajaran Qur’an Hadist, (Kudus: STAIN Kudus, 2009), hlm. 181.
6
Abuddin Nata, Al-quran dan Hadits, (Jakarta: Rajawali Pers, 1993), hlm. 146.

5
a. Hasil dari pendekatan kontekstual terkadang didahului oleh
ketertarikan pribadi, karena adanya penyesuaian ajaran dalam hadis
dengan kondisi masyarakat.
b. Dengan semangat yang tinggi kadang melahirkan ketergesa-gesaan
dalam memahami hadis.

C. Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Hadis


Menurut pernyataan Allah dalam al-Quran, agama Islam itu agama
yang sempurna, Allah telah melimpahkan karunia nikmat-Nya secara tuntas
ke dalam agama itu, dan Allah jadikan Islam sebagai agama yang berlaku
untuk semua umat manusia. Pernyataan Allah itu memberi petunjuk bahwa
agama Islam selalu sesuai dengan segala waktu dan tempat, serta untuk
semua umat manusia. Dalam Islam ada ajaran yag bersifat universal, ada yang
temporal, dan ada yang lokal. Menurut petunjuk al-Quran, Nabi Muhammad
diutus oleh Allah untuk semua manusia sebagai rahmat bagi seluruh alam. Itu
berarti, kehadiran Nabi Muhammad membawa rahmat dan kebaikan bagi
seluruh manusia dalam segala waktu dan tempat. Oleh karena itu, hadis Nabi
yang merupakan salah satu sumber utama agama Islam di samping al-Quran,
juga mengandung ajaran yang bersifat universal, temporal, dan lokal tersebut.
Pada al-Quran, Nabi Muhammad selain dinyatakan sebagai rasulullah,
juga dinyatakan sebagi manusia biasa. Dalam sejarah, Nabi Muhammad
berperan dalam banyak fungsi, antara lain sebagai rasulullah, kepala negara,
pemimpin masyarakat, panglima perang, hakim, dan pribadi. Kalau begitu,
hadis yang merupakan sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad
mengandung petunjuk yang pemahaman dan penerapannya dikaitkan juga
dengan peran Nabi tatkala hadis itu terjadi. 7
Segi-segi yang berkaitan erat dengan diri Nabi dan suasana yang
melatarbelakangi ataupun menyebabkan terjadinya hadis tersebut mempunyai
kedudukan penting dalam suatu hadis. Mungkin saja suatu hadis tertentu

7
Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1994),
hlm. 3

6
lebih tepat dipahami secara tersurat (tekstual), sedang hadis yang lain lebih
tepat dipahami secara tersirat (kontekstual). Pemahaman dan penerapan hadis
secara tekstual dilakukan apabila hadis yang bersangkutan, setelah
dihubungkan dengan segi-segi yang berkaitan dengannya, misal latar
belakang terjadinya, tetap menurut pemahaman sesuai dengan apa yang
tertulis dalam hadis. Dalam hal ini, pemahaman dan penerapan hadis secara
kontekstual dilakukan apabila pada suatu hadis sulit dipahami secara tekstual
maka harus menelaah hadis secara tersirat.
1. Memahami Hadis Secara Tekstual
Pemahaman dan penerapan hadis secara tekstual dilakukan apabila
hadis yang akan dipahami itu, setelah dihubungkan dengan hal-hal yang
berkaitan dengannya, misal latar belakangnya, ia tetap sesuai dengan
terjemahan hadis tersebut. Secara mudahnya, pemahaman hadis secara
tekstual itu memahami hadis dengan lugas yaitu sudah tersurat di dalam
hadis tersebut. Ciri hadis yang dipahami secara tekstual adalah besifat
universal maksudnya tidak terikat oleh waktu dan tempat. Contohnya
antara lain:
a. )‫الحرب خدعة(رواه البخارى وغير هما عن جا بربن عبد هللا‬
Artinya: “Perang itu siasat.” (HR. Bukhori-Muslim).
Pemahaman itu sejalan dengan bunyi teksnya, yakni bahwa setiap
perang itu memiliki siasat.8
b. )‫المؤمن للمؤمن كا لبنيان يشد بعضه بعضا(رواه البخا ريومسلموغيره عن ابي موسى االشعرى‬
Artinya: “Orang yang beriman terhadap orang yang beriman lainnya
ibarat bangunan , bagian yang satu memperokoh terhadap bagian yang
lainnya.” (HR. Bukhori, Muslim, At-Turmudzi, dari Abu Musa al-
Asy’ari).
Hadis tersebut mengibaratkan orang yang beriman seperti
bangunan. Pemahaman hadis tersebut sangat logis dan berlaku tanpa
terikat oleh waktu dan tempat. Sebab setiap bangunan berfungsi

8
Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1994),
hlm. 11.

7
memperkokoh bagian-bagian lainnya. Begitu juga dengan orang-orang
yang beriman, seharusnya saling memperkuat bukan saling
menjatuhkan.9
c. ‫(رواه البخارى وسلم وغيرهما عن عبدهللا بن‬.‫اٍ ّن أشدّا النّاس عذاباعندهللا يوم القيامةالمصورون‬
)‫مسعود‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menerima siksaan paling
dahsyat di hadirat Allah pada hari kiamat kelak ialah para pelukis”
(HR. Al-Bukhori, Muslim, dan lain-lain, dari Abd Allah bin Mas’ud).
Secara tekstual hadis tersebut sudah dapat dipahami, maknanya
sudah tesurat. Banyak hadis Nabi yang menjelaskan larangan melukis
makhluk yang bernyawa (seperti manusia dan hewan). Dikemukakan
bahwa para pelukis pada hari kiamat kelak dituntut untuk memberi
nyawa pada apa yang dilukisnya. Dikatakan juga bahwa malaikat
tidak akan masuk ke rumah yang didalamnya ada lukisan.
2. Memahami Hadis Secara Kontekstual
Pemahaman dan penerapan hadis secara kontekstual dilakukan
apabila hadis sulit dipahami secara tekstual. Hadis tersebut memiliki
makna tesirat, sehingga perlu adanya pemahaman lebih dalam untuk
mengetahui matannya. Memahami hadis secara kontekstual memiliki
resiko yang lebih tinggi daripada memahami hadis secara tekstual. Orang
yang memahami hadis tanpa memiliki ilmu pengetahuan yang memadai
dikhawatirkan akan membuat pemahaman sesuai dengan pendapat pribadi
seseorang. Hal itu dilarang, apalagi tanpa mempetimbangkan hasilnya itu
benar atau salah. 10
a. ‫(روه البخاررى والتورمذى وأحمد عن ا بنى‬.‫ والكافر يأكلفى سبعة أمعاء‬.‫المؤمن يأ كل فى معى واحدد‬
)‫عمر‬
Artinya: “Orang yang beriman itu makan dengan satu usus (perut), sedang
kan orang kafir makan dengan tujuh usus.

9
Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1994),
hlm. 14.
10
Ma’mun Mu’min, Ilmu Tafsir, (Kudus: STAIN Kudus, 2008), hlm. 175.

8
(HR. Al-Bukhori, al-Turmidzi, dan Ahmad, dari Ibnu ‘Umar).
Secara kontekstual perbedaan usus dalam matan hadits tersebut
menunjukan perbedaan pandangan dalam menghadapi nikmat Allah,
termasuk ketika makan. Orang beriman memandang makanbukan
sebagai tujuan hidup, sedangkan orang kafir menempatkan sebagai
tujuan hidup. Karena orang beriman tidak banyak menuntut dalam
kelezatan makanan. Yang banyak menuntut kelezatan makanan adalah
orang kafir. Disamping itu dipahami juga bahwa orang beriman selalu
bersyukur dalam menerima nikmat Allah, sedangkan orang kafir
mengingkari nikmat Allah yang dikaruniakan kepadanya.11
b. ‫ إن هللا‬:‫ فقال‬.‫عن ابن عمر أن رسو ل هللا صلى هللا عليه وسلم ذكر الد جال بين ظهرا ني النا س‬
‫(رواه البخارى‬.‫ وإن المسيح الدجال أعورالعين اليمنى كأن عينه عنبة طا ئفة‬،‫اال‬.‫تعالى ليس بأعور‬
)‫ومسلم وغىرهما‬
Artinya: “Dari Abdillah bin Umar bahwa Rasulullah Saw. Menyebut
al-masih al-dajjal di muka orang banyak. Kemudian beliau bersabda, “
Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak buta sebelah mata. Ketahuilah,
sesungguhnya al-Masih al-Dajjal itu buta matanya sebelah kanan,
sedangkan matanya seperti buah anggur yang timbul”. (HR. al-
Bukhori, Muslim, dan lain-lain).
Secara kontekstual pernyataan tersebut merupakan ungkapan
simbolik dimana al-Dajjal dalam hadist ini disebut sebagai
penggambaran keadaan yang penuh ketimpangan, para penguasa saat
itu bersikap lalim, kaum dhu’afa’ tidak diperhatikan, amanah
12
dihianati, dan kemaksiatan terjadi di tengah-tengah masyarakat.
c. ّ ‫اٍذاجاء رمضان فتحت أبواب الجنّة وغلّقت أبواب النّار وصفّدت ال‬
‫ (رواه البخا رى ومسلم‬.‫شياطين‬
)‫وغيرهما عن أبى هريرة‬

11
Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1994),
hlm. 21.
12
Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1994),
hlm. 18.

9
Artinya: “Apabila bulan Ramadhan telah tiba, maka pintu-pintu surga
terbuka dan pintu-pintu neraka terkunci, dan para setan terbelenggu.”
(HR. Al-Bukhori, Muslim, dan lain-lain, dari Abu Hurairah).
Jika dikaitkan dengan keadaan sekarang, hadis tersebut lebih
tepat dipahami secara kontekstual. Bulan Ramadhan adalah bulan
ibadah dan bulan ampunan. Pada bulan itu, orang-orang yang beriman
berusaha melaksanakan berbagai ibadah dan amal kebajikan. Dalam
hal itu, selama menjalankan ibadah tersebut orang-orang yang
beriman senantiasa selalu jujur, menghindarkan diri dari pertengkaran,
serta berusaha keras menghindari maksiat. Dengan demikian hampir
tidak ada celah waktu bagi setan untuk mengganggunya. Keadaan
semacam itu menjadikan para setan terbelenggu, dalam arti tidak
dapat mengganggu orang yang beriman melakukan ibadah.
Adapun bagi orang-orang yang tidak melakukan ibadah, serta
tidak berusaha untuk menjaga diri dari perbuatan terlarang, maka
walaupun saat itu sedang dalam bulan Ramadhan, setan tetap saja
bebas mengganggu mereka. Jadi yang menjadikan setan terbelenggu
bukanlah semata-mata bulan Ramadhan, melainkan karena dalam
bulan Ramadhan orang-orang yang beriman berusaha keras
melakukan berbagai ibadah dan amal kebajikan.
3. Memahami Hadis secara Tekstual dan Kontekstual
Telah kita ketahui bahwa cara memahami hadis itu ada dua macam,
yaitu secara tekstual dan kontekstual. Untuk yang tekstual karena tidak ada
syarat khusus dalam memahami, semua orang bisa melakukannya, baik
orang itu alim (menguasai ilmu agama) maupun awam (tidak menguasai
ilmu agama). Akan tetapi untuk yang kontekstual tidak semua orang bisa
melakukannya. Ada syarat khusus dalam memahami hadis secara
kontekstual sehingga tidak semua orang bisa melakukannya. Bahkan
orang alim pun tidak semua bisa melakukannya. Orang alim yang tidak
mempunyai i’tikad baik atau memiliki hawa nafsu yang tinggi
dikhawatirkan memahami hadis secara subjektif (sekehendak orang yang

10
memahami). Orang alim saja bisa dikhawatirkan salah, apalagi orang
awam. Oleh karena itu kita harus lebih bijak dalam melakukan
pemahaman hadis dengan mengetahui syarat khususnya. Yaitu, dengan
mengaitkan hadis dengan hal-hal yang masih berhubungan (misal latar
belakang turunnya hadis tersebut) atau mengaitkan dengan hadis lain yang
masih berkaitan.
Adapun cara memahami hadis secara kontekstual yaitu ada dua
langkah. Pertama, orang yang akan memahami hadis harus memusatkan
perhatian guna menangkap hal-hal spesifik dari hadis. Yaitu dengan
mengumpulkan hadis-hadis lain yang masih berkaitan atau mengaitkan
dengan latar belakangnya. Kedua, orang yang memahami hadis harus bisa
mencermati keadaan masa kini untuk mengimplementasikan prinsip, nilai,
tujuan, dan sasaran jangka panjang hadis kepada hal-hal yang spesifik di
masa sekarang.13
a. )‫الدنيا سجن المؤمن وجنة الكافر(رواه مسليم والترمذى وابن ماجه واحمد بن حنبل عن أبى هرىره‬
Artinya: “Dunia itu penjaranya orang yang beriman dan surganya orang
kafir.” (HR. Muslim, At-Turmudzi, Ibnu Majah, dan Ahmad bin
Hambal, dari Abu Hurairah)
Secara tekstual hadits tersebut menjelaskan bahwa dunia ini
adalah penjara bagi orang yang beriman. Karena selama hidup di dunia
orang beriman selalu dalam penderitaan. Kebahagiaan hidup barulah
dirasakan setelah berada di dalam surga.di akhirat orang kafir berada
dalam neraka.
Secara kontekstual bahwa kata penjara dalam hadits tersebut
memberi petunjuk adanya perintah berupa kewajiban dan anjuran
disamping adanya larangan berupa hukum haram dan makruh. Bagi
oarng beriman hidup di dunia tidak bebas tanpa batas ibarat penghuni
penjara, maka ia dibatasi oleh perintah dan larangan. Bagi orang kafir,

13
Ma’mun Mu’min, Ilmu Tafsir, (Kudus: STAIN Kudus, 2008), hlm. 204.

11
dunia adalah surga sebab dalm hidup ia bebas dari perintah dan
larangan tersebut.14
b. ‫قل لى فىى الءسالم قو ال الأسال عنه أحدا بعد‬،‫ يا رسول هللا‬،‫ قلت‬:‫ قال‬.‫عن سفيان بن عبد هللا الثقفى‬
)‫ (رواه مسليم‬.‫قل منت با هلل فاستقيم‬:‫ غيرك) قل‬:‫ك (وفى حديث أبى أسامة‬
Artinya: Dari Sufyan bin Abdillah al-Tsaqafi, dia berkata: “Saya
bertanya: ‘Ya Rasulullah, katakanlah kepada saya sebuah pernyataan
tentang islam, (sehingga) saya tidak lagi perlu bertanya kepada orang
lain sesudah Anda (dalam hadis riwayat Abu Usamah dinyatakan:
selain Anda)’”. Beliau menjawab: “Katakan: ‘Saya beriman kepada
Allah’, lalu berpegang teguhlah kamu (dengan pernyataanmu itu)!”
(HR. Muslimdan Ahmad).
Secara tekstual kata kunci islam ialah pernyataan beriman kepada
Allah. Sedangkan secara kontekstual kata kunci Islam adalah berusaha
sekeras tenaga untuk berpegang teguh atas keimanan kepada Allah
dimana kunci iman tidak hanya di tunjukkan kepada sufyan bin
Abdillah al- Tsaqafi saja, tetapi berlaku untuk siapa saja yang
menyatakan diri sebagai orang beriman kepda Allah15.
c. ‫من يدعونىفأستجيب‬:‫ينزل ربنا تبارك وتعالى كل ليلة الي السماء الدنيا حين يبقى ثلث الليل االخريقول‬
)‫له من يسألنى فأعطيه منيستغفرله(متفقو عليه عن أبي هريرة‬
Artinya: “Tuhan kita (Allah) Tabaroka wa Ta’ala setiap malam turun ke
langit dunia pada saat malam disepertiga akhir; (Allah berfirman),
barang siapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan doanya
itu; barang siapa meminta atau (sesuatu) kepada-Ku niscaya aku akan
memberinya; (dan) barang siapa meminta ampun kepada-Ku niscaya
rAku mengampuninya” (Riwayat hadits disepakati oleh al-Bukhori dan
Muslim, dari Abu Hurairah).
Jika dipahami secara tekstual matan hadis tesebut bekualitas
lemah, sebab Allah digambarkan sebagai naik-turun ke langit dunia. Itu

14
Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1994),
hlm. 16-17.
15
Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1994),
hlm. 26.

12
berarti, Allah disamakan dengan makhluk. Namun, jika dipahami secara
kontekstual matan hadis tersebut berkualitas shahih.
Secara kontekstualnya ialah matan hadis yang menyebutkan
bahwa Allah turun ke langit dunia adalah limpahan rahmat-Nya. Malam
petiga akhir dipilih karena saat yang demikian itu adalah saat mudah
untuk memperoleh suasana khusuk dalam berdoa dan beribadah salat.
Dalam keadaan yang penuh kekhusukan itu, maka hadirlah limpahan
rahmat Allah.16
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada matan hadis Nabi
yang kandungan petunjuknya harus dipahami secara tekstual saja tidak perlu
secara kontekstual. Dan ada matan hadis lainnya yang kandungan
petunjuknya harus dipahami secara kontekstual. Serta ada pula matan hadis
yang dapat dipahami secara tekstual dan kontekstual sekaligus.
Dalam melakukan pilihan pemahaman yang dinilai tepat, diperlukan
kegiatan mencari indikasi-indikasi yang relevan dengan matan hadis yang
bersangkutan, yaitu dilihat dari segi-segi yang berhubungan dengannya.
Untuk menetapkan suatu indikasi, diperlukan kegiatan ijtihad. Dan kegiatan
pencarian indikasi dilakukan setelah diketahui secara jelas bahwa sanad hadis
yang bersangkutan berkualitas sahih atau hasan.
Dengan kemungkinan adanya pemahaman secara kontekstual, maka
suatu hadis yang sanadnya sahih atau bahkan hasan tidak serta merta
matannya dinyatakan berkualitas dha’if (lemah) ataupun maudhu’ (palsu)
dengan alasan karena teks matan yang bersangkutan tampak tidak sesuai
dengan kaidah kesahihan matan yang digunakan. Untuk hadis yang sanadnya
sahih ataupun hasan, diperlukan pemahaman yang sungguh-sungguh,
sehingga terhindar dari penilaian terhadap hadis yang sebenarnya berkualitas
sahih ataupun hasan dinyatakan sebagai hadis yang berkualitas dha’if.17

16
Syuhudi Ismail, Hadits Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1994),
hlm.20.
17
Syuhudi Ismail, Hadits Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1994),
hlm. 89-90.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadis adalah sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW baik
ucapan, perbuatan, maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau
ketentuan-ketentuan Allah yang disyariatkan kepada manusia.
Pemahaman tekstual adalah pemahaman yang bersumber pada teks
(tersurat). Sedangkan pemahaman kontekstual adalah suatu pemahaman yang
mengaitkan antara tekstual dengan kondisi atau keadaan sekarang sehingga
mendorong pengetahuan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pemahaman dan penerapan hadis secara tekstual dilakukan apabila
hadis yang bersangkutan, setelah dihubungkan dengan segi-segi yang
berkaitan dengannya, misal latar belakang terjadinya, tetap menurut
pemahaman sesuai dengan apa yang tertulis dalam hadis. Dalam hal ini,
pemahaman dan penerapan hadis secara kontekstual dilakukan apabila pada
suatu hadis sulit dipahami secara tekstual maka harus menelaah hadis secara
tersirat.
B. Saran
Demikian pembahasan makalah ini, penyusun menyadari banyak
kekurangan dari makalah ini. Sehingga diharapkan dari pembaca untuk
memberi kritik dan saran. Dan penyusun makalah juga meminta maaf atas
banyaknya kekurangan dan kesalahan dalam menyusun makalah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Efferi, Adri. Materi dan Pembelajaran Qur’an Hadist. 2009. Kudus: STAIN
Kudus.
Farida, Umma. Naqd Al-Hadist. 2009. Kudus: STAIN Kudus.
Ismail, Syuhudi. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual. 1994. Jakarta: PT
Bulan Bintang.
Mu’min, Ma’mun. Ilmu Tafsir. 2008. Kudus: STAIN Kudus.
Nata, Abuddin. Al-Quran dan Hadits. 1993. Jakarta: Rajawali Pers.
Suntoro, Sucipto. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Solo: Hamada Putra.
Suparta, Munzier. Ilmu Hadis. 2002. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Umar. Ilmu Hadis. 2011. Kudus: Nora Media Enterprise.

15

Anda mungkin juga menyukai