ْ صالَة َ كَبو
َت َّ ااط َمأْوَ ْىت ُ ْم فَأَقِ ْي ُمُا ان
َّ صالَة َ ِإ َّن ان ْ َعهَّ ُجىُُ ِبكُ ْم فَئِذ َّ صالَة َ َفبذْكُ ُسَا
َ ََ َّللا قِ َيب ًمب ََقُعُُدًا َّ ض ْيت ُ ُم ان
َ َفَئِذَا ق
عهَّ ْان ُمؤْ ِمىِيْهَ ِكت َببًب َم ُْقُُت َب
َ
“Selanjutya, bila kamu telah menyelesaikan sholat (mu), Ingatlah allah ketika kamu
berdiri, pada waktu duduk dan ketika kamuberbaring. Kemudian, bila kamu telah terasa
aman, maka dirikanlah sholat itu(sebagaimana biasa). Sungguh Sholat adalah kewajiban
yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman” (An-Nisa 103).
Lafadh ِكت َببًب َم ُْقُُت َبartinya, kewajiban yang telah ditentukan waktunya.
Maksutnya, sholat merupakan kewajiban yang mempunyai waktu-waktu tertentu
sehingga melaksanakan sholat harus sesuai dengan waktunya.
1
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu (Jakarta:GemaInsani,2010), 541.
2
Zamalova, Metodologi Ayat Ahkam (Surabaya: Yayasan Pondok Modern), 52.
1
PEMBAHASAN
AYAT WAKTU SHOLAT
3
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah (Jakarta: Lentera hati, 2002), hal 163-164.
4
Shaleh, Qamaruddin, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Al-Quran,
Cet. 3 (Bandung, Diponegoro, 1982) hal 68
2
sejarah. Pendapat ini berdasarkan hadis riwayat sahabat Anas RA. Dia
menyatakan, “Sholat difardukan kepada Nabi Muhammad saw, pada malam Isra
dengan 50 waktu, kemudian dikurangi hingga 5 waktu. Kemudian nabi saw diseru
“wahai Muhammad, sesungguhnya keputusan-Ku tidak berubah, sesungguhnya
lima waktu ini bagimu sama pahalanya dengan 50 waktu sholat”. Sebagian ulama
Hanafiyah mengatakan bahwa sholat difardukan pada malam Isra’ sebelum hari
sabtu tanggal 17 Ramadhan 1 setengah tahun sebelum Hijrah. Namun, Al-Hafiz
Ibnu Hajar mengatakan sholat difardukan pada tanggal 27 Rajab, dan pendapat ini
diikuti oleh umat islam diberbagai negara 5.
D. Munasabah
Ayat ini menyebutkan bahwa shalat memiliki waktu-waktu tertentu, akan
tetapi dalam ayat ini belum secara jelas menyebutkan tentang waktu-waktu shalat
secara terperinci, sehingga turunlah surat al-Isra ayat 78 yang kemudian juga
diperkuat dengan surat Hud ayat 114.
“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada
bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu
menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-
orang yang ingat.”
5
Wahbah Az-Zuhaili,Fiqih Islam Wa Adila Tuhu, 542
3
E. Penafsiran Ayat
Ayat ini menjelaskan tentang waktu-waktu shalat wajib. Tegasnya dirikanlah
sembayang lima waktu sejak tergelincir matahari yaitu permulaan waktu zuhur
dan matahari itu sesudah tergelincir di tengah hari dari pertengahan siang akan
condong terus ke Barat sampai dia terbenam. Oleh sebab itu dalam kata
“tergelincir matahari” termasuklah Zuhur dan Ashar, sampai ke gelap gulita
malam. Artinya apabila matahari telah terbenam ke ufuk Barat, datanglah waktu
Maghrib. Bertambah matahari terbenam ke balik bumi hilanglah syafaq yang
merah, maka seketika itu masuklah waktu Isya. 6
At-Tahajjud berasal dari kata dasar tahajjada – yatahajjadu – tahajjud yang
secara harfiah bermakna tarku al-hujuud yaitu meninggalkan al-hujuud. Al-hujuud
adalah tidur. Dengan demikian tahajjud bermakna meninggalkan tidur malam dan
bangun di waktu malam untuk melaksanakan shalat dan ibadah kepada Allah
Ta’ala7.
Dan tunaikanlah pula shalat subuh. Dalam pada itu, sunah nabi yang
mutawattir telah menerangkan pula lewat perkataan atau perbuatan Beliau saw.,
rincian tentang waktu-waktu shalat yang dilaksanakan oleh umat Islam sampai
sekarang, yang dilakukan dari masa Nabi saw. Dari generasi ke generasi, dari
zaman ke zaman8.
Kemudian disebutkanlah Quranul Fajri yang secara harfiah berarti bacaan di
waktu fajar, tetapi karena ayat ini berbicara dalam konteks kewajiban shalat, maka
semua penafsir Sunnah/Syi’ah menyatakan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini
adalah shalat Shubuh. Penggunaan istilah khusus ini untuk shalat fajar karena ia
mempunyai keistimewaan tersendiri, yaitu disaksikan malaikat 9.
6
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura : Kejaya Pnont Pte Ltd, 2007). Hal. 140.
7
Wahbah Az-Zuhaili, At-Tafsir Al-Munir fil „Aqidah wa Asy-Syari‟ah wa Al-Manhaj,
(Jakarta: Gema Insani press 2013), hal.152
8
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi (Semarang, Karya Toha Putra,2002). Hal.
122
9
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Hal 165
4
F. Waktu-Waktu Sholat
Penentuan waktu sholat didasarkan pada hadis berikut:
5
5) Waktu Tahkrim yaitu mengakhirkan sholat hingga menyisakan
waktu yang tidak cukup untuk melaksanakannya.
10
Imam Abu Syuja’, Fathul Qorib, ter. Tim Pembukuan Anfa, (Lirboyo Press: Kediri,
2016), 120-127.
6
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Ada tiga waktu sholat yang dibicarakan dalam ayat ini. Pertama,
tergelincir matahari (duluk asy-syam). Orang-orang mu’min diperintahkan
agar mengerjakan sholat setelah tergelincirnya matahari. Shalat setelah
tergelincirnya matahari mencangkup Sholat Dhuhur dan Ashar. Kedua,
gelap malam (ghasaq al-lail), yaitu terbenamnya matahari. Shalat pada
waktu ini meliputi shalat magrib dan isya. Dan ketiga, terbitnya fajar
(qur’an al-fajr), yaitu sholat shubuh.
7
DAFTAR PUSTAKA