Anda di halaman 1dari 18

AL-DAKHIL FI AL - TAFSIR ALIRAN QADIYANIYAH

Makalah:
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Al-Dakhil fi al-Tafsir

Oleh:
MUHAMMAD AFIIFUL ARIF E03218016
NURUL QOIMA E73218062
MOH HAKIM ALFARISI E93218112

Dosen pengampu:
Dr. Hj. Musyarrofah M HI.

PROGRAM STUDI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullohi Wabarokatuh

Puji syukur alhamdulillah kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis diberi kelancaran dalam
menyelesaikan tugas makalah dapat terselesaikan tepat waktu. Yang kami beri
judul “Al-Dakhil Fi Al-Tafsir Aliran Qadiyaniyah”
Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Musyarofah selaku Dosen
pembimbing serta pengajar matakuliah Al-Dakhil Fi Al- Tafsir atas bimbingan
dan pengarahannya. Dan tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada seluruh
teman yang saling menyemangati dalam proses penulisan makalah ini.

Penulis menyadari banyak kekurangan yang jauh dari sempurna dalam


penulisan dan susunan makalah kami. Oleh sebab itu kami mengharap kritik dan
saran pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan makalah kami untuk
kedepannya. Kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan keilmuan kita
bersama dan bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatauh

Surabaya, 13 Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...........................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan .........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Sejarah..........................................................................................................3
B. Ajaran dan Kontroversinya..........................................................................6
C. Al-Dakhil Aliran Qadiyaniyah...................................................................11
BAB III KESIMPULAN........................................................................................14
A. Kesimpulan................................................................................................14
B. Saran.........................................................................................................14
C. Daftar Pustaka..........................................................................................15

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam menafsirkan Alquran, seorang mufassir kerap tersandera oleh
pra-pemahaman dan latar keilmuan serta ideologinya. Akibatnya, ia tidak
mampu membunyikan Alquran secara objketif. Ketika objektivitas penafsiran
tergadaikan, hasil penafsirannya pun jauh. Alquran tak dapat lagi berbicara
tentang dirinya, tapi justru kian menjauh dari pesan-pesan universalnya.
Kedaan itu kian memprihatinkan ketika didalam kitab-kitab tafsir ditemukan
sejumlah sumber data penafsiran yang tidak dapat dipertanggung jawabkan
keabsahannya. Seperti penafsiran yang dilakukan oleh salah satu sekte aliran
islam yang bernama Qadiyaniyah.
Al-Qadyaniyah adalah sekte yang lahir dari pada abad ke 19 di
Qadian, India, ditangan Mirza Ghulam Ahmad ( 1838 – 1908 M ). Pada tahun
1878, ayah nya sakit dan Ghulam Ahmad mengaku mendapatkan wahyu dari
tuhan bahwa sang ayah akan meninggal pada waktu sore hari. Cerita ini
diyakini oleh pengikutnya sebagai wahyu pertama yang diterima Ghulam
Ahmad. Pada awalnya ia mengaku mendapat perintah dari Tuhan untuk
memperbaiki umat manusa dengan mengimplementasikan ajaran Nabi Isa ibn
Maryam. Dia juga mengaku mendapatkan ilham dan wahyu dari Tuhan
sehingga secara bertahap ia mengaku bahwa ruh Nabi Isa bermayam dalam
dirinya, bisikan-bisikan yang ia peroleh merupakan wahyu Allah seperti
Alquran, Injil dan Taurat, diakhir zaman Nabi Isa akan turun di kota Qadian.
Kota Qadian adalah kota suci yang disebut Alquran dengan masjid
Aqsa oleh aliran ini, Qadyan juga kota suci ketiga setelah Makkah dan
Madinah, Haji Wajib dilaksanakan di Qadian, dia menerima wahyu berjumlah
lebih dari 10.000 ayat, orang yang tidak percaya dengan kenabiannya adalah
kafir, Alquran dan Nabi Muhammad saw. dan para nabi telah menyaksikan
kenabian Ghulam Ahmad dan masih banyak lagi.

1
2

Dalam menafsirkan alquran, Mirza Ghulam Ahmad dan pengikutnya,


kerap menafsirkan ayat-ayat alquran diluar metode yang disepakati oleh para
ulama tafsir. hal ini menimbulkan infiltrasi penafsiran atau yang disebut al-
dakhil al-tafsir. Dengan mengetahui sejarah, ajaran dan penafsiran dari aliran
Qadiyaniyah ini, diharapkan mampu membentengi masyarakat dari
penafsiran-penafsiran sesat Mirza Ghulam Ahmad dan pengikutnya, yang
telah banyak menyebar di Indonesia dari pengaruh ajarannya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumusukan beberapa masalah,
diantaranya :
1. Bagaimana proses kelahiran alirah qadiyaniyah ?
2. Bagaimana ajaran aliran qadiyaniyah ?
3. Bagaimana al-dakhil aliran qadiyaniyah ?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah diatas dapat dirumusukan beberapa tujuan dari
kepenulisan di makalah ini, diantaranya :
1. Bagaimana proses kelahiran alirah qadiyaniyah ?
2. Bagaimana ajaran aliran qadiyaniyah ?
3. Bagaimana al-dakhil aliran qadiyaniyah ?

2
3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah

Munculnya Ahmadiyah di India merupakan peristiwa sejarah dalam


Islam yang tidak terlepas dari situasi umat Islam pada saat itu. Sejak
kekalahan Turki Usmani Ketika menyerang benteng Wina tahun 1863, pihak
Barat mulai bangkit menyerang kerajaan tersebut, dan serangannya lebih
efektif lagi pada abad ke-18.1 Setelah India menjadi koloni Inggris, umat
Islam semakin terisolasi dengan sikap-sikap lama yang masih dipelihara.
Keadaan umat Islam India semakin buruk terutama sesudah terjadinya
pemberontakan Munity tahun 1857. Itulah latar belakang kelahiran
Ahmadiyah sebagai gerakan pembaharuan dalam Islam. Ahmadiyah lahir di
India pada akhir abad ke-19 ditengah suasana kemunduran umat Islam India
dibidang agama, politik, sosial, ekonomi, dan bidang kehidupan lainnya.

Sejarah berdirinya Ahmadiyah tidak terlepas dari peran pendiri


gerakan ini yaitu Mirza Ghulam Ahmad. Ia lahir pada tanggal 13 Februari
tahun 1835 di Desa Qadian Punjab, India. Ayahnya bernama Mirza Ghulam
Ahmad Murtada. Mirza Ghulam merupakan keturunan Haji Barlas, raja
Kawasan qesh yang merupakan paman amir Tughlak Temur dalam rangka
merealisasikan ide pembaharuan agama Islam, pada bulan Desember 1888
Mirza Ghulam Ahmad menyatakan diri mendapat perintah Tuhan melalui
ilham ilahi untuk menerima bai‟at dari pengikutnya. Perintah Tuhan dalam
wahyu tersebut menurut MGA untuk melakukan dua hal. Pertama, menerima
bai‟at dari para pengikutnya, kedua, membuat bahtera yakni wadah untuk
menghimpun suatu kekuatan yang dapat menopang misi dan cita-cita
kemahdiannya guna menerukan Islam keseluruh penjuru dunia. Pembaiatan
terhadap para pengikutnya tersebut dilakukan setelah Mirza Ghulam
menerima wahyu pada akhir tahun 1890. Wahyu itu menegaskan bahwa Nabi

1
Lathrop Stoddard, Dunia Islam, terj. Panitia Penerbit (Jakarta: Panitia Penerbit,
1996).

3
4

Isa as telah wafat dan Mirza Ghulam Ahmad adalah Al-Masih yang
dijanjikan. Wahyu yang ia terima berbunyi “Masih Ibnu Maryam, Rasul
Allah SWT telah meninggal. Sesuai dengan janji, engkau menyandang
dengan warnanya.” Sejak menerima wahyu, Mirza menyatakan bahwa dirinya
sebagai Al-Masih yang dijanjikan sekaligus sebagai Al-Mahdi. 2

Namun sekitar enam tahun setelah Mirza Ghulam Ahmad meninggal


dunia, tahun 1914. Ahmadiyah mulai mengalami goncangan pertama. Terjadi
perbedaan pendapat diantara para pengikutnya hingga akhirnya Ahmadiyah
terbagi menjadi dua, yakni Ahmadiyah Qadian dan Ahmadiyah Lahore.3
Sebab utana perpecahan jemaat Ahmadiyah tersebut karena perbedaan
pandangan. Menurut kalangan Ahmadiyah Qadian, perpecahan terjadi karena
ketidaksetujuan sementara tokoh Ahmadiyah terhadap pengangkatan khalifah
II yaitu Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad. Akan tetapi kedua-duanya baik
AhmadiyahQadian maupun Ahmadiyah Lahore sama-sama mengakui bahwa
Mirza Ghulam Ahmad sebagai Isa al-Masih yang dijanjikan oleh Nabi
Muhammad. Perpedaan terletak pada keyakinan mengenai status kenabian
Mirza Ghulam Ahmad. Ahmadiyah Qadian secara umum mengakui dan
mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang nabi, sementara
Ahmadiyah Lahore yakin bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah seorang
pembaharu ajaran (mujaddid) dan bukanlah seorang nabi. 4

Mirza Ghulam mendirikan gerakan Ahmadiyah Qadian pada tanggal


23 maret 1889 M di sebuah kota yang bernama Ludhiana di Punjab, India.
Negeri ini disebut oleh para jema‟at sebagai “Darul Bai‟at”. 5 Golongan ini
berkeyakinan bahwa kenabian tetap terbuka sesudah Rasulullah SAW. Selain
itu juga, berpendapat bahwa Mirza tidak hanya sebagai mujaddid, tetapi juga

2
Spencer Lavan, The Ahmadiyah Movement: A History and Prespective. (Delhi:
Manohar Book Service, 1974), hal.43.
3
A. Yogaswara, Heboh Ahmadiyah. (Jogjakarta: Narasi, 2008), hal. 52
4
Ibid, hal.52
5
http://arrisalah-institute.blogspot.com/2012/02/cv-mirza-ghulam-ahmad, diakses 12
Desember 2020.

4
5

sebagai nabi dan rasul yang seluruh ajarannya harus ditaati dan dipatuhi. 6
Munculnya Ahmadiyah Qadiyan ini menurut Maulana Muhammad Ali,
karena yang terpilih sebagai khalifah II tahun 1914 dan pengganti Maulvi
Hakim Nuruddin adalah Mirza Bayiruddin Mahmud Ahmad. Ia
mengumumkan kepercayaan baru, yakni:

1. Pendiri Gerakan Ahmadiyah adalah Nabi


2. Dialah Ahmad yang diramalkan dalam Al-Qur‟an Suci Surat Ash-
Shaff ayat 6.
3. Semua orang Islam yang tidak bai‟at kepada Mirza Bashruddin
Mahmud Ahmad adalah kafir dan berada di luar Islam. 7

Adapun Ahmadiyah Qadian berkeyakinan bila Mirza Ghulam Ahmad


adalah seorang nabi. Oleh karena itu, sahabat-sahabatnya pun dianggap sama
seperti sahabat dimasa Rasulullah. Setelah Mirza Ghulam Ahmad meninggal,
dia digantikan oleh para penerusnya yang menyandang gelar khalifah. Sampai
saat ini ada 5 khalifah Ahmadiyah Qadian yang menjadi pusat kepemimpinan
Jemaat Ahmadiyah Qadian di dunia, yaitu:8

1. Khalifah Pertama : Mirza Hafidz Hakim Nuruddin (1908-1914


M).
2. Khalifah Kedua : Mirza Bashiruddin Ahmad (anak kandung Mirza
Ghulam Ahmad) (1914-1965 M).
3. Khalifah Keempat : Mirza Thohir Ahmad (1982-1948 M).
4. Khalifah Kelima : Mirza Masrur Ahmad (1948-sekarang)

Ahmadiyah Qadian juga memiliki nama bulan dan tahun tersendiri


yang sama sekali berbeda dengan nama bulan dan tahun yang ada didalam
agama Islam. Agama Islam memiliki nama bulan Muharram, safar, rab’iul

6
Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah Indonesia. (Yogyakarta: Lkis, 2005),
hal.73
7
S. Ali Yasir, Pengantar Pembaharuan dalam Islam (Yogyakarta: P.P Yayasan
Pengurus Islam Republik Indonesia (PIRI), 1981), hal.50
8
M. Amin Djamaluddin, Ahmadiyah dan Pembajakan Al-Qur’an. (Jakarta: Lembaga
Penelitian dan Pengkajian Al-Qur‟an, 2008), hal.196

5
6

awal, rabi’ul akhir, jumadil awal, jumadil akhir, rajab, sya’ban, ramadham,
syawal, dhulqaidah, dzulhijjah. Akan tetapi dalam kalender Ahmadiyah
Qadian, nama-nama bulan dalam kalender mereka adalah: suluh, tabligh,
aman, shahadah, hijrah, ihsan, wafa’a, zuhur, tabuk, ikhfa’, nubuwwah, dan
fatah.

Sejak tahun 1994 Ahmadiyah Qadian sudah mulai melakukan


transmisi luar angkasa melalui satelit untuk merealisasikan penyebaran
akidah dan informasi Ahmadiyah Qadian kepada mayoritas kaum muslimin di
seluruh penjuru dunia. Yang juga merupakan tujuan utamanya adalah dengan
menggunakan beberapa stasiun televisi dan radio. Maka berdirilah Muslim
Television Ahmadiyya atau disingkat MTA yang merupakan stasiun televisi
milik Ahmadiyah Qadian dengan menggunakan beberapa bahasa dan
menayangkannya setiap hari.

B. Ajaran dan Kontroversi


Diantara ajaran mereka yang mengandung kontroversi dengan ajaran
islam pada umumnya yaitu:

1. Tentang ketokohan Mirza Ghulam Ahmad, baik sebagai Nabi, Rasul,


maupun sebagai Mujaddid.
2. Tentang wahyu yang diterima Mirza Ghulam Ahmad.
3. Mirza Ghulam Ahmad sebagai Masih dan Mahdi yang dijanjikan.

Disini penulis akan membahas poin wahyu saja yang berkaitan dengan
mata kuliah Ad-Dakhil ini, tidak membahas secara keseluruhan ajarannya
agar lebih fokus. Menurut pengikut Ahmadiyah, al-Mahdi Ahmadiyah tidak
dapat dipisahkan dengan al-Masih karena al-Mahdi dan al-Masih adalah satu
tokoh dan satu pribadi, dimana wahyu yang disampaikan kepada al-Mahdi
adalah menginterpretasikan al- Qur‟an sesuai dengan ide pembaharuannya.9

R. Ahmad Anwar dan Sayyid Shah Muhammad selaku tokoh


Ahmadiyah Indonesia menyatakan bahwa wahyu tidak berakhir, karena

9
Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah Indonesia, 105.

6
7

merupakan jiwa agama yang sejati. Suatu agama yang didalamnya


kelansungan wahyu terputus, agama itu mati dan Tuhan tidak besertanya
Mirza Ghulam Ahmad mengaku menerima wahyu. Di antaranya Allah
menegaskannya untuk “menghidupkan agama dan menegakkan syari‟at
Islam” dan juga seperti “Pintu wahyu tetap terbuka. Aku (Mirza Ghulam
Ahmad, Penulis) berkata dengan sesungguhnya, bahwa segala pintu untuk
turunnya Rohulkudus tidak tertutup untuk selamanya”.

Mirza Ghulam Ahmad dalam buku Wasivat berkata :“Allah SWT


akan mengumpulkan semua hamba-hamba-Nya dalam agama yang satu.
Inilah maksud Allah SWT yang untuk perwujudan ini aku diutus ke dunia.
Pada tahun 1871, Ghulam Ahmad menerima wahyu yang pertama.
Selanjutnya pada tahun 1876, Ghulam Ahmad menerima ilham yang
menerangkan Ghulam Murtadha ayahnya akan meninggal dunia. Ghulam
Ahmad yang tinggal di Lahore segera ke Qadian. Di Qadian, ia menerima
khabar dari Allah SWT bahwa orangtuanya akan meninggal sesudah matahari
terbenam. Dalam suasana sedih turunlah wahyu Allah yang berbunyi:
“Apakah Allah tidak cukup bagi hamba-Nya” („Alaihisallahu bikaafm
„abdahu). Sesudah menerima wahyu tersebut, ayahnya meninggal dunia.

Sejak tahun 1876, Ghulam Ahmad menerima wahyu hingga


meninggal di Lahore tanggal 26 Mei 1908 dan dimakamkan di Qadian.
Semasa hidupnya Ghulam Ahmad menulis buku lebih dari 86 buah dalam
bahasa Urdu, Arab dan Persia.

Berikut ini adalah beberapa ajaran ahmadiyah dan pengikutnya dalam


kitab tadzkirah :

1. Wahyu dan Al-Qur’an


Menurut Jemaat Ahmadiyah bahwa Mirza Ghulam Ahmad
berpegang teguh pada Al-Qur‟an suci 30 juz dan sunnah Rasulullah
SAW. Kitab syari‟at Mirza Ghulam Ahmad adalah kitab Syari‟at Nabi
Muhammad SAW, yaitu AI-Qur‟an Suci berisi 114 surat dan terbagi 30

7
8

juz. Ahmadiyah tidak mempunyai Kitab lain selain Al-Qur‟anul Hakim.


Namun, selain wahyu yang telah dibukukan (Al-Qur‟an) Juga diakui
masih banyak turun wahyu kepada Mirza Ghulam Ahmad; yang
kemudian dituliskan dalam berbagai buku karyanya yang beijumlah lebih
86 buku dalam Bahasa Urdu, Arab dan Persi.
Tuhan menghubungi manusia dengan perantaraan wahyu.
Hubungan itu bermacam-macam menurut keadaan dan menurut si
penerimanya. Dari semua hubungan yang suci itu yang paling sempuma,
yang paling melingkupi ialah Al-Qur‟an Suci. Menurut Ahmadiyah
bahwa Al-Qur‟an Suci telah ditaqdirkan untuk ada selama-lamanya dan
tidak dapat diungguli oleh wahyu-wahyu terdahulu dan sesudahnya.
2. Tadzkirah berisi wahyu baru dan Al-Qur’an
Salah satu buku Mirza Ghulam Ahmad adalah Tadzkirah. Judul
lengkap buku ini: Tadzkirah Ya‟niv Wahvun Muqaddasun Ru‟vaa wa
Kusvuufa Hadhratu Masiihu Mau‟udu „alaihishshalaatu wassalam
(artinya: Tadzkirah yaitu wahyu Suci, Mimpi dan Kasyaf Hadhrat Masih
Mau‟ud atasnya Shalawat dan Salam). Dari judul tersebut dapat difahami
bahwa Tadzkirah adalah wahyu suci. Selain buku tersebut yang
jugamemuat wahyu dan ilham Mirza Ghulam Ahmad antara lain buku
Haqiqatul wahyi dan AlIstifta‟.
Menurut pengakuan Mirza Ghulam Ahmad bahwa wahyu yang
pertama diterimanya berbunyi :Ya Ahmad baarakallaahu fiika (artinya,
Penulis :Wahai Ahmad! Allah telah memberi berkah kepadamu”.
Turunnya wahyu, yaitu mimpi berjumpa Rasulullah secara fisik (jasad)
bukan ruh, dan Allah SWT berbicara langsung dengan Mirza Ghulam
Ahmad.
Mirza Ghulam Ahmad berkata :“Allah SWT berbicara dengan
saya, bahwa Dia sangat sering berkata-kata dengan saya dan
mewahyukan kepada saya hal-hal ghaib, dan membukakan kepada saya
rahasia-rahasia yang berhubungan dengan masa datang dan yang tidak

8
9

Dia bukakan kepada seseorang yang tidak Dia cintai dan dekat kepada-
Nya. Sesungguhnya Dia mengangkat saya sebagai nabi dalam arti itu.
3. Beberapa contoh dalam kitab Tadzkirah.
Tadzkirah merupakan kitab suci yang diyakini Ahmadiyah baik
Qadiyan maupun Lahore sebagai firman Allah, dalam kitab ini tidak
kurang dari 132 ayat Al-Qur‟an yang dicatut dengan modifikasi, berikut
adalah beberapa kutipan dari kitab Tadzkirah:10
a. Wahyu Turun
Dalam kitab Tadzkirah disebutkan bahwa Mirza Ghulam
Ahmad mendapat wahyu pada malam lailatul qadar di dekat tanah
kelahirannya, Qadian India:

‫إان أنزلناه يف ليلة القدر إان أنزلناه للمسيح املوعود‬


“Sesungguhnya kami telah menurunkannya pada malam lailatul qadar.
Sesungguhnya kami telah menurunkannya kepada juru selamat yang
dijanjikan.”

‫إان انزلناه قريبا من القاداين وابحلق أنزلناه وابحلق نزل‬


“Sesungguhnya kami menurunkannya dekat dengan Qadian. Dengan
kebenaran kami menurunkannya. Dan dengan kebenaran diturunkan.”
b. Pengampunan Dosa
Dalam Kitab Tadzkirah diterangkan bahwa Mirza Ghulam
Ahmad adalah manusia pilihan Tuhan, dan barangsiapa yang
mengikuti perintahnya akan dicintai Allah dan diampuni dosanya.

‫ قل إن كنتم‬.‫ اخرتتك لنفسي‬.‫ أنت وجيو يف حضريت‬.‫اي أمحدي أنت مرادي ومعي‬

.‫حتبون هللا انتبعوين حيببكم هللا ويغفر لكم ذنوبكم وىو أرحم الرامحني‬

“Wahai Ahmad-Ku. Engkau adalah tujuan-Ku dan bersama-Ku. Engkau


terhormat dalam pandangan-Ku. Aku memilih kamu untuk diri-Ku.

10
Hafizh Dasuki,”Ahmadiyah” Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
Jilid, 1993), 147.

9
10

Katakanlah! Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah
akan mencintaimu dan mengampuni segala dosamu. Dan dia
mengasihimu. Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.”

c. Mirza Ghulam Ahmad Diutus kepada Kaumnya

.‫إان أرسلنا أمحد إىل قومو فاعرضوا وقالوا كذاب أشر‬

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Ahmad kepada kaumnya,


kemudian mereka berpaling dan berkata: Engkau pendusta dan jahat”.
(Tadzkirah :353 dan 403).
Pernyataan diatas modifikasi dari ayat:

‫أؤلقي الذكر عليه من بيننا بل هو كذاب أشر‬

Apakah wahyu itu diturunkan kepadanya di antara kita? Sebenarnya dia


adalah seorang yang amat pendusta lagi sombong". (Q.S. Al Qamar: 25)

Wahyu yang diterima Mirza Ghulam Ahmad dan potongan


ayatayat Al-Qur‟an dihimpun menjadi satu kalimat. Misalnya dalam
kitab Tadzkirah:

.‫ الرمحن علم القرآن‬.‫ ما رميت إن رميت ولكن هللا رمى‬.‫اي أمحد ابرك هللا فيك‬

“Wahai Ahmad! Allah telah memberi berkah kepadamu. Dan bukan


kamu yang melempar ketika kamu melempar tetapi Allah-lah yang
melempar (Tuhan) Yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al-
Qur’an”
Kalimat pertama: “Wahai Ahmad! Allah telah memberi berkah
kepadamu” adalah wahyu dari Allah kepada Mirza Ghulam Ahmad.
Sedangkan kalimat kedua “Dan bukan kamu dan seterusnya adalah
firman Allah yang terdapat dalam Al-Qur‟an, yaitu surat Al-Anfaal
(8) ayat 17. Bagian awal dan akhir ayat tersebut tidak ditulis secara
lengkap.

10
11

C. Al-Dakhil Aliran Qadiyaniyah


Peneliti dari Universitas al-Azhar Mesir yang menuliskan sebuah
kitab bertahuk al-Dakhil fi Tafsir al-Quran al-Karim Abdul Wahhab Fayed
menilai dalam konteks penafsiran Aliran Qadiyaniyah, sekte ini kerap
memperkosa Alquran untuk meneguhkan doktrin mazhabnya dengan cara
sinkronisasi dan penyesuaian. Salah satu contohnya adalah pernyataan Mirza
Ghulam Ahmad ketika menafsirkan Q. S al-Isra ayat 1, sebagai berikut :

ٖ‫صا الَّ ِذ ْي بٰ َرْكنَا َح ْولَو‬ ِِ ِ ِ ْ ‫سب ٰحن الَّ ِذي اَس ٰرى بِعب ِدهٖ لَي ًل ِمن الْمس ِج ِد‬
َ ْ‫احلََرام ا َىل الْ َم ْسجد ْاْلَق‬ ْ َ َّ ْ َْ ْ ْ َ ْ ُ
ِ ‫الس ِميع الْب‬ ِ ِ ِ ِ
‫صْي ُر‬ َ ُ ْ َّ ‫لنُ ِريَوٖ م ْن اٰيٰتنَا انَّوٖ ُى َو‬

“yang dimaksud dengan al-Masjid al-aqsa adalah masjid Qadian. Jika


dikatakan bahwa masjid Qadian. Jika dikatakan bahwa masjid Qadian sama
atau bahkan mengungguli Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa, maka
berpergian ke sama halnya dengan berhaji atau bahkan melampuinya”

Membaca penafsiran semacam ini tentu sangat menggelikan. Betapa


tidak, secara tekstual dan kontekstual, jelas ayat diatas sedang berbicara
tentang perjalanan isra‟ mi‟raj Nabi Muhammad saw yang dimulai dari
Masjidil Haram, kemudian melewati Masjidil Aqsa sebelum akhirnya sampai
ke sidratil muntaha. Jumhur mufassir sepakat. Pembicaraan ayat yang begitu
jelas kemudian dipahami oleh Mirza Ghulam Ahmad dengan menariknya ke
dalam konteks yang sangat lokal, yakni Masjid Qadiyan. Penafsiran semacam
ini tentu jauh dari konteks ayat dan memporandakan konstruksi Alquran.
Karenanya Fayed menilai penafsiran Ahmadiyah ini sebagai tafsir esoterik-
irasional yang harus dijauhkan dari ranah penafsiran Alquran. Alih-alih
memahamkan pembacanya, penafsiran ini justru membingungkan dan
menjauhan mereka dari petunjuk Alquran.11

11
Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik Ad-Dakhil fit-Tafsir, (Jakarta : Qafmedia,
2019), 188.

11
12

Contoh lain adalah penafsiran al-Fatihah ayat 6- 7, Mirza Ghulam


Ahmad mengatakan :

ِ ِ ‫ض‬ ِ َّ ِ ِ ِ ِ
َ ّ‫وب َعلَْي ِه ْم َوَْل الضَّال‬
٧ ‫ني‬ ُ ‫ت َعلَْي ِه ْم َغ ِْْي الْ َم ْغ‬
َ ‫ين أَنْ َع ْم‬
َ ‫ صَرا َط الذ‬٦ ‫لصَرا َط الْ ُم ْستَق َيم‬
ّ ‫ْاىد َان ا‬

“Doa ini (yang terdapat dalam ayat 6 – 7 surah al-Fatihah memberikan kabar
gembira bahwa Allah menempatkan kaum mukminin pada derajat orang-
orang yang diberi nikmat. Allah telah memberi kepada mereka sebagaimana
nikmat yang diberikan kepada orang-orang terdahulu. Nikmat itu ada dua
macam : yaitu nikmat ukhrawi yang puncaknya adalah kekuasaan.”

Terlihat jelas betapa Ghulam Ahmad sangat terobesesi untuk menjadi


seorang nabi. Sehingga ayat diatas ia paksakan untuk menjustifikasi
obsesinya itu, tanpa mempedulikan siyaq, sibaq dan lihaq. Padahal baik
secara struktural, tekstual maupun kontekstual, sudah jelas bahwa ayat
tersebut sedang berbicara tentang doa orang-orang mukmin supaya diberi
taufiq dan hidayah oleh Allah, sehingga hidup mereka sejalan dan seiring
dengan golongan yang mendapat nikmat Allah, yakni para nabi, siddiqin,
syuhada dan salihin. Konteks ayat diatas tidak sedang berbicara tentang status
kenabian dan wacana keberlangsungannya yang diandaikan oleh Mirza
Ghulam dan para pengikutnya. Dengan demikian, tidak berlebihan bila Fayed
mengkategorikan tafsir diatas sebagai tafsir infiltratif yang harus dikritisi dan
direvisi. 12

Parameter yang digunakan oleh Fayed untuk mengkritisasi penafsiran


Qadyaniyah seperti ini sama dengan parameter kritik terhadap tafsir Batiniyah
yakni mufaqat al-lughah dan syahadat al-syari. Artinya dilihat dari sejauh
mana kesesuaian penafsiran-penafsiran tersebut dengan kaidah bahasa Arab
dan ajaran syariat. Apa yang dilakukan Fayed menunjukkan sisi konsistennya
terhadap parameter kritik yang sudah ditetapkan. Hal ini sekaligus
mempertegas bahwa tafsir kelompok Ahmadiyah, terutama terhadap ayat-ayat

12
Ibid, 190

12
13

yang berkaitan dengan teoologi kenabian digolongkan oleh Fayed ke dalam


jenis tafsir sektarian yang sangat subjektif dan berbasis pada makan batin
ayat.13

Fayed menggolongkan tafsir aliran Qadiyaniyah ini kedalam objek


kritiknya. Mengapa tidak mengkritik sumber dan metodologinya?. Karena
Fayed disini sudah melihat, bahwa penafsiran aliran ini sudah jauh dari
sumber-sumber tafsir maupun metodologinya yang sudah disepakati oleh para
ulama tafsir. Sehingga Fayed memasukkan tafsir ini dalam infiltratif atau al-
dakhil dari penafsirannya yang keluar atau bertolak belakang sekali dengan
akidah ahlussunnah wal-jamaah serta keluar dari hukum syariat.

13
Ibid, 191.

13
14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aliran Ahmadiyyah juga bisa disebut aliran Qadiyaniyah. Nama
Ahmadiyyah dinisbahkan kepada pendirinya, yakni Mirza Ghulam Ahmad
seorang yang mengaku menjadi nabi didaerah yang bernama Qadiyan. Karena
itulah aliran ini juga dijuluki aliran Qadiyaniyah, diambil dari nama kotanya.
Aliran ini memiliki ajaran tentang kenabian Mirza Ghulam Ahmad dan
mempercayai perkataanyya, seperti berhaji di masjid Qadiyan lebih utama
daripada berhaji di masjidil Haram. Tentu hal ini secara huku syariat sudah
bertolak belakang dan sesat. Dan ajarannya tentu mempengaruhi bagaimana
aliran ini menafsirkan alquran. Dengan berdasarkan kesepakatan ulama
tentang sumber penafsiran dan metodologinya, maka Fayed memasukkan
tafsir aliran ini kedalam tafsir batiniyah yang dikritik objek atau tafsirnya.
Karena dengan memahami sejarah, ajaran dan penafsirannya, umat muslim
khususnya warga Indonesia mampu terselamatkan dari Aqidah sesat dan
ajaran yang betolak belakang dari hukum syariat.
B. Saran

Tiada gading yang retak, justru yang retak itulah gading. Makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Banyak dari kurangnya referensi yang penulis
dapatkan dan contoh-contoh serta spesifikasi pembahasan per sub-bab kurang
menyeluruh. Mungkin dari makalah ini penulis menerima masukan dengan
terbuka untuk sempurnanya makalah ini dan menjadi batu loncatan untuk
penelitan dalam bidang ini

14
15

DAFTAR PUTAKA

Lavan, Spencer. 1974. The Ahmadiyah Movement: A History and Prespective. .


Delhi: Manohar Book Service.
Yasir, S. Ali. 1981. Pengantar Pembaharuan dalam Islam. Yogyakarta: P.P Yayasan
Pengurus Islam Republik Indonesia (PIRI).
Dasuki, Hafizh. 1993. ”Ahmadiyah” Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve.
Stoddard, Lathrop. 1996. Dunia Islam. terj. Panitia Penerbit. Jakarta: Panitia
Penerbit.
A. Yogaswara. 2008. Heboh Ahmadiyah. Jogjakarta: Narasi.
Zulkarnain, Iskandar. 2005. Gerakan Ahmadiyah Indonesia. Yogyakarta: Lkis.
Djamaluddin, M. Amin. 2008. Ahmadiyah dan Pembajakan Al-Qur’an. Jakarta:
Lembaga Penelitian dan Pengkajian Al-Qur‟an.
Ulinnuha, Muhammad. 2019. Metode Kritik Ad-Dakhil fit-Tafsir. Jakarta :
Qafmedia.
http://arrisalah-institute.blogspot.com/2012/02/cv-mirza-ghulam-ahmad, diakses 12
Desember 2020.

15

Anda mungkin juga menyukai