Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Ta’ala, atas berkat dan rahmat-Nya kami
dapat menyelaesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan sesuai dengan
harapan dan tanpa ada halangan yang berarti. Salawat dan salam semoga tetap tercurah limpah
kepada teladan umat yakni baginda Muhammad ‫ﷺ‬, besera keluarga, sahabat, dan mudah-
mudahan kita termasuk umatnya yang senantiasa istiqomah menjalankan sunah-sunahnya.
Uacapan terimakasih kami haturkan kepada Ustaz Amin, S.Th.I, M.Ag. sebagai dosen
pengampu mata kuliah Studi Tafsir Era Klasik yang telah membantu memberikan arahan dan
pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Tentu dalam penyusunan makalah ini kami sadari begitu banyak kekurangan dan
keterbatasan sehingga kesalahan yang terjadi. Maka penyusun sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk menyempurnakan makalah ini. Terakhir, semoga apa yang dituis dalam makalah
ini dapat memberikan wawasan dan meningkatkan ilmu bagi kita semua. Wallahu’alam.
Jazaakumullahu Khairan........

Subang, Februari 2023


Penyusun

Kelompok 2
(Ihsanul Mudin & Ryan T. Putra)

i
KATA PENGANTAR……………………………………………………. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 2
1.3 Tujuan Penulisan ………………………………………………….......... 2
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Biografi Al Tsa’labi …. ……….............................................................. 3-4
2.2 Aliran Kalam dan Fiqh Al Tsa’Labi …..……………………………… 4
2.3 Metode Penulisan Tafsir Al Kasyfu wa Al Bayan ..………………... 4
2.4 Corak Penafsiran Tafsir Al Kasyfu wa Al Bayan ................................. 4
2.5 Karakteristik Penafsiran ………………………..…………………....... 5-7
2.6 Sistematika Penulisan . ……................................................................... 7

BAB III: PENUTUP


3.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 8
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 9

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al-quran adalah firman Allah Ta’ala yang diturunkan kepada nabi Muhammad ‫ﷺ‬, Al-
quran adalah mukjizat yang agung serta pedoman hidup bagi manusia yang didalamnya
terdapat hukum dan aturan yang wajib dijalankan, salah satu bukti kemujizatannya adalah
dengan terjaganya dari berbagai perubahan dan akan tetap terjaga sampai hari akhir kiamat
kelak.

Dalam memahami makna dan maksud Al-quran dapat ditempuh dengan senantaiasa
mempelajari tafsir. Seiring dengan berkembangnya zaman, tafsir mengalami perkembangan
yang terus bervariasi dengan berbagai latarbelakang yang mempengaruhinya, baik dari sang
penafsir dengan berbagai latarbelakang pendidikan dan aliran yang beda, juga dengan berbagai
kondisi politik yang ada disuatu wilayah tetentu.

Kenyataan penafsiran yang terus dinamis mengikuti perubahan zaman menyebabkan


munculnya berbagai pemikiran dan corak dalam penafsiran Al-quran. Sejak zaman para
sahabat dimasa Rasulullah ‫ ﷺ‬dilanjutkan masa setalahnya oleh para ulama dan sampai era
moderen saat ini sudah banyak pengkajian terhadap Al-Quran ada yang mencoba mengambil
perspektif keimanan, sejarah, bahasa, sastra, kodifikasi, kemujizatan dan analisis terhadap
huruf-hurufnya, dan salah satu dari sekian banyak karya tafsir yang muncul terdapat kitab tafsir
berjudul “Al Kasf wa Al Bayan” karya Al Tsalaby Al Naisaburi yang mana dalam kitab
tersebut terdapat aliran. Metode, corak tafsir, karakteristik serta sistematika penafsiran yang
memiliki ke khasannya tersendiri. Maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai hal-hal
tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang diatas, penyusun dapat menuliskan beberapa rumusan


masalah yaitu sebagai berikut :

a. Bagaimana Biografi Pengarang Kitab Tafsir Al Kasyfu Wal Al Bayan ?


b. Seperti Apa Aliran Kalam Dan Fiqihnya ?
c. Seperti Apa Metiode Penulisannya ?
d. Bagaimana Corak Penulisannya ?
1
e. Seperti Apa Karkteristik Tafsirnya ?
f. Seperti Apa Sistematika Penulisannya ?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dituliskan dengan poin-poin sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui tentang biografi pengarang Tafsir Al Kasyfu Wal Al bayan


b. Untuk memahami Aliran Kalam Dan Fiqihnya
c. Untuk mengetahui bagaimana Metiode Penulisannya
d. Untuk mengetahui Corak Penulisannya
e. Untuk mengetahui Karkteristik Tafsirnya
f. Untunk mengetahui Penjelasan Sistematika Penulisan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Biografi Al Tsalaby Al Naisaburi

Dalam sejarah Islam dikenal dua tafsir terkenal yang disandarkan kepada nama Al
Tsa’laby. Pertama, tafsir karya Al Tsa’laby Al Naisabury Al Syafi’i yang berjudul asli Al
Kasyfu wa Al Bayaan fii Tafsiir Al Qur’aan. Kedua, tafsir Al Tsa’laby karya Al Tsa’laby Al
Maghribi Al Maliki yang berjudul asli Al Jawaahir Al Hisaan fii Tafsiir Al Qur’an. Yang
pertama ulama abad ke 5 H, sedangkan yang kedua abad ke 9 H.
Bernama lengkap Abu Ishaq Ahmad ibn Ibrahim Al Tsa’laby Al Naisabury lahir pada abad ke
5 Hijriyah di kota Naisabur (nisapur), salah satu kota peradaban Islam pada abad pertengahan.
Banyak sekali ulama yang dilahirkan di kota ini, termasuk penyusunan Shahih Muslim, Imam
Hajjaj ibn Muslim Al Naisabury. beliau dikenal sebagai ulama besar, utamanya dalam bidang
tafsir al Qur’an dan qira’at. Ibn Khalikan dalam Wafayaat al ‘Ayaan menyebutkan beliau
sebagai seorang mufassir masyhur, dan termasuk nomor satu dalam ilmu tafsir pada zamannya.
Hal ini juga ditegaskan oleh Al Shafdy dalam Al Waafi bi Al Wafaayat, Yaaqut dalam Mu’jam
Al Udbaa, Ibn Katsir dalam Al Bidayah wa Al Nihayah, Al Subky dalam Thabaqaat Al Syafi’i
Al Kubra.
Al Sam’ani menyebutkan bahwa Al Tsa’labi adalah laqab (julukan), bukan nasab.
Beliau adalah seorang hafiz yang alim, unggul dalam penguasaan bahasa Arab secara luas.
Beliau ini juga ditegaskan seorang imam Al Qusyairi penyusun Risalah Qusyairiyah dan Imam
Al Wahidi penyusun Asbab Al Nuzul Al Wahidi yang juga mengambil ilmu darinya. Beliau
juga dikenal orang yang benar penuqilan-nya dan terpercaya dalam ilmu penuqilan, singkatnya
beliau ialah seorang ahli riwayat yang diantaranya mengambil ilmu riwayat Ibn Khuzaimah,
sehingga beliau juga digelari al Hafiiz sebagai disebutkan dalam Tarikh Al Naisabur.
Tafsir Al Tsa’laby punya kedudukan penting di kalangan ulama, utamanya sebagai
tafsir yang mengutip berbagai riwayat dalam penafsirannya. Namun, mengenai perihal
kekayaan riwayatnya ini menyebabkan karya ini mendapat kritik dari berbagai ulama. Sebab
utamanya adalah banyak kutipan riwayat Israiliyyat dan tidak cermat dalam pemilihan hadis
dalam tafsirnya. Diantara yang mengkritik adalah Syaikh Al Islam Ibn Taimiyah dalam
Muqaddimah fi Ushul Al Tafsiir. Ibn Taimiyyah menyebutkan, “Bahwa Al Tsa’labi dalam
dirinya ditemui kebaikan juga keberhutangan, yaitu di dalam karyanya terdapat riwayat yang
shahih, dhai’f, dan maudhu’.” Hal ini juga disampaikan oleh Al Kattani dalam Risalah Al 3
Mustathrafah bahwa di dalam tafsirnya terdapat hadis maudhu’ (palsu), dan kisah-kisah yang
bathil.
Namun, menurut Imam Husain Al Zahabi dalam Tafsir al Mufassiruun, menjelaskan
bahwa Al Tsa’laby sebenarnya tidak banyak menggunakan/mengutip hadis maudhu’, hanya
saja memang ia tidak mampu memilah/memisahkan (laa yastati’ an Yamiiza) antara hadits
maudhu’ dan selain maudhu’, diantaranya hadis maudhu’ dari syi’ah mengenai ahlul bait yang
terkenal pemalsuannya. Inilah yang kemudian diperingkatkan oleh ulama. Walaupun begitu
senyatanya, kebanyakan tafsir bil ma’tsur tidak lepas dari kekurangan terhadap kualitas
riwayat, termasuk Tafsir Al Thabari sekalipun yang penulisnya adalah pakar sejarah dan
menguasai hadis.
Walaupun begitu karya Al Tsa’laby ini tetap sangat berharga sehingga menjadi rujukan
para ulama setelahnya, sebab memiliki kelebihan, termasuk varian riwayat tadi dan penjelasan
qira’atnya. Maka, para ulama selanjutnya berusaha untuk meneliti riwayat-riwayat tersebut
sehingga terpisah antara yang benar dan bathil. Puncaknya adalah peringkasan tafsir ini dengan
perbaikan yang sangat baik oleh Imam Al Baghawy, yang akhirnya dikenal sebagai tafsir
Ma’aalim Al Tanziil yang dibahas sebelumnya, dimana kitab ini mendapatkan pengakuan dan
penerimaan yang luarbiasa dari para ulama.

2.2 Aliran Kalam dan Fiqh Al Tsa’Laby


Al Tsa’laby mempunyai akidah ahlus sunah wal jamah yang lurus sebagaimana banyak
terdapat pujian dan pembelaan terhadap karya maupun kepakarannya dalam tafsir, dan
memiliki aliran fiqh mazhab Asy-syafi’I sebagaimana yang tercantum dalam akhiran nama
beliau, ada tambahan “asy syafi’i”, Al Tsa’laby Al Naisabury Al Syafi’i.
2.3 Metode Penulisan Tafsir Al Kasyfuu wa Al Bayan
Tafsir Al Kasyfu wa Al Bayan mengggunakan metode tafsir tahlili, yang mana Al
Tsa’laby berusaha menerangkan arti ayat-ayat al-Quran dari berbagai seginya, berdasarkan
urutan-urutan ayat atau surat dalam mushaf, dengan menonjolkan kandungan lafadz-lafadznya,
hubungan ayat-ayatnya, hubungan surat-suratnya, sebab-sebab turunnya, hadis-hadis yang
berkaitan dengannya, kisah-kisah yang terkandung, pendapatan para mufasir sebelumnya dan
pendapat Al Tsa’laby sendiri dengan kekhasannya tersendiri.
2.4 Corak Penafsiran Tafsir Al Kasyfu wa Al Bayan
Tafsir Al Kasyfu wa Al Bayan mempunyai corak penafsiran bil Ma’sur, yang mana Al
Tsa’laby menafsirkan berdasarkan al-Quran atau riwayat yang shahih untuk menjelaskan
4
maksud dari firman Allah, maka akan kita temui penafsiran Al-Quran dengan Al-Quran, Al-
Qruan dengan Sunah, dan Tafsir berdasarkan tafsiran sahabat maupun tabi’in. (Dr. Muhammad
Sofyan, 2015)

2.5 Karakteristik Penafsiran Tafsir Al Kasyfu wa Al Bayan


Tafsir Al Kasyfu wa Al Bayan dengan kekhasannya sama seperti tafsir tahlili dengan
corak bil Ma’sur pada umumnya, namun yang menjadi perpedaan yaitu dengan
memunculkannya kisah-kisah Israilliyyat dalam penafsirannya, hal ini yang mendatangkan
kritik dari kalangan ulama.
Metode penafsiran memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing tidak
terkecuali penafsiran bi al-ma’tsûr. Dalam perkembangan penafsiran pada masa tabi’in, ketika
semakin banyak kalangan ahli kitab yang masuk Islam, merekapun ikut andil dalam kegiatan
menafsirkan al-Qur’an, sehingga penafsiran yang dinukil dari mereka sedikit banyak
terpengaruh agama dan kitab suci mereka sebelumnya. Dari sinilah muncul Isrâiliyyât dan
Nasraniyyat meski pada masa sebelumnya telah ada, namun tidak banyak.
contoh penafsiran Tsa’labî yang mengutip riwayat Isrâiliyyât:

ِ ‫ِإذْ أ َ َوى ْال ِفتْيَةُ إِلَى ْال َك ْه‬


…‫ف‬

“(Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam Gua…”

Dengan mengutip cerita-cerita isrâiliyyât, Tsa’labî menjelaskan kisah mengenai Sahabat Kahfi
dari riwayat Wahab bin Munabbih. Tsa’labi menerangkan nama-nama Sahabat Kahfi yaitu
Miktsilimitsa, pemuda yang paling besar dan pemimpin mereka, Imlikha, yang paling tampan,
rajin beribadah dan penuh semangat, Maktsitsa, Martus, Nawanus dan Kidastitanus. Sedangkan
anjing yang menyertai mereka bernama Qitmir.

Tsa’labî mengutip riwayat dari Ka’ab, yang menerangkan Sahabat Kahfi bertemu Anjing yang
sakit lalu membuntuti perjalanan mereka. Berkali-kali Sahabat Kahfi berupaya mengusir anjing
tersebut karena mereka merasa tidak nyaman. Tetapi Anjing itu tak kunjung pergi dan tetap
menyertai mereka dalam perjalanan. Anehnya, dalam cerita itu, Anjing tersebut kemudian
berdoa dan meminta agar Sahabat Kahfi tidak perlu khawatir terhadap keberadaannya. Doa
Anjing itu, seperti dikutip Tsa’labi “kalian jangan takut pada saya. Saya adalah kekasih tercinta
Allah. Tidurlah, saya akan menjagamu…”

5
Tsa’labi lalu melanjutkan kisah tersebut dalam tafsirnya dengan menjelaskan jika suatu waktu
Nabi Muhammad memohon kepada Allah untuk dapat dipertemukan dengan Sahabat Kahfi.
Namun permintaan pertemuan itu tidak dikabulkan oleh Allah dan meminta sahabat nabi saja
untuk bertemu Sahabat Kahfi. Sahabat nabi disini yang dimaksud adalah mereka yang turut
menyampaikan ajaran Islam, yaitu khulafa al-rasyidin. Setelah permintaannya tidak
dikabulkan, lalu Nabi Muhammad bertanya bagaimana cara mengutus sahabatnya untuk
bertemu Sahabat Kahfi. Kemudian Malaikat Jibril menjelaskan kepada nabi agar
membentangkan pakaiannya. Tiap sudut pakaian tersebut akan diduduki oleh Abu Bakr, Umar,
Utsman dan Ali. Setelah sudut pakaian itu diduduki, nabi mengundang kekuatan angin yang
dimiliki Nabi Sulaiman. Hembusan angin yang sangat kuat tersebut mengantarkan para sahabat
nabi untuk bertemu Sahabat Kahfi.

Angin yang membawa sahabat nabi mengantarkan mereka hingga mulut Gua. Sesampainya di
depan Gua, bebatuan yang menutupi mulai retak seolah akan runtuh. Lalu runtuhlah bebetuan
itu sehingga sahabat nabi bisa masuk Gua. Yang mengejutkan, sahabat nabi disambut oleh
Qitmir, sang Anjing yang menyertai Sahabat Kahfi. Dengan isyarat menundukkan kepala,
Qitmir menyilahkan empat sahabat nabi untuk masuk Gua dan bertemu Sahabat Kahfi. Dengan
kuasa Allah, ruh Sahabat Kahfi ditiupkan, lalu hiduplah mereka. Dalam pertemuan itu, sahabat
nabi tidak berbicara banyak. Mereka hanya menyapa dan menyampaikan salam dari Nabi
Muhammad untuk sahabat penghuni Gua. Sahabat Kahfi juga menitipkan salam untuk Nabi
Muhammad. Setelah itu, Sahabat Kahfi kembali tidur.

Contoh Kedua: Kisah isrâiliyyât yang dikutip dalam tafsir Tsa’labi Sûrah Yûsuf: 17-18

‫ت ِب ُمؤْ ِم ٍن‬ َ ‫ب َو َما أ َ ْن‬ ُ ْ‫الذئ‬ِ ُ ‫ف ِع ْندَ َمتَا ِعنَا فَأ َ َكلَه‬ َ ‫س‬ُ ‫قَالُوا َيا أ َ َبانَا ِإنَّا ذَ َه ْبنَا نَ ْست َ ِب ُق َوت َ َر ْكنَا يُو‬
‫س ُك ْم أ َ ْم ًرا‬
ُ ُ‫ت َل ُك ْم أ َ ْنف‬
ْ ‫س َّو َل‬
َ ‫ب َقا َل َب ْل‬ ٍ ‫يص ِه ِبدَ ٍم َك ِذ‬ِ ‫ع َلى قَ ِم‬َ ‫صا ِدقِينَ * َو َجا ُءوا‬ َ ‫َلنَا َو َل ْو ُك َّنا‬
ِ َ ‫علَى َما ت‬
َ‫صفُون‬ ُ ‫َّللاُ ْال ُم ْست َ َع‬
َ ‫ان‬ َ َ‫ف‬
َّ ‫صب ٌْر َج ِمي ٌل َو‬
“Mereka berkata, ‘Wahai ayah kami! Sesungguhnya kami pergi berlomba dan kami
tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan
engkau tentu tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami berkata benar’. Dan
mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) darah palsu. Dia
(Yakub) berkata, ‘Sebenarnya hanya dirimu sendirilah yang memandang baik

6
urusan yang buruk itu; maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan
kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.’”

Menurut Tsa’labi, ayat di atas menjelaskan cerita Nabi Yûsuf bersama saudaranya yang
berburu seekor Serigala. Kemudian mereka –saudara Yûsuf- melumuri darah di paha Serigala
tersebut lalu membawa ke hadapan Yakûb dan mengatakan kepadanya jika Serigala itu telah
memakan domba-domba mereka dan melukai Yûsuf. Mereka menuturkan jika ada di paha
Serigala itu adalah darah Yusuf.

Lanjut cerita, Yakûb meminta agar Serigala itu dilepaskan, dan meminta agar Serigala itu
mendekat. Kemudian Yakûb bertanya kepada Serigala, “Kenapa engkau melukai anakku dan
itu membuatku mengalami kesedihan yang panjang?”. Yakûb pun berdoa kepada Allah agar
Serigala tersebut bisa berbicara dan menjawab pertanyaannya. Maka atas kuasa Allah, Serigala
itupun berbicara dan menjawab pertanyaan Yakûb. Serigala itu menolak tuduhan Yakûb dan
menjelaskan bahwa ia sebetulnya datang dari Mesir dan sedang berkelana mencari saudara-
saudaranya. Sang Serigala menegaskan bahwa ia sama sekali tidak menyakiti Yûsuf dan
mengharamkan dara para nabi baginya”. Kisah ini tentu terdengar aneh terlebih bagi kalangan
rasionalis. (Saputra, 2012)

2.6 Sistematika Penulisan Tafsir Al Kasyfu wa Al Bayan


Sistematika penyajian Tafsir Al Kasyfu wa Al Bayan sebagai berikut :
a. Beliau menyebutkan latar belakang penamaan dan hal yang berkaitan dengan surah
yang dibahas
b. Menyebutkan asbabun nuzulnya
c. Mengutip ayat per ayat lalu dijelaskan,
d. Memberikan analisa bahasa, ragam qiraa’at
e. Mengutip syair-syair arab untuk menjelaskan makna dan penggunaan kata dan
konteksnya
f. Mengutip riwayat-riwayat yang berkaitan dengan penafsiran baik dari nabi, sahabat,
tabi’in, tabi’ tabi’in
g. Beliau banyak menyebut kisah-kisah dalam tafisrannya.
h. Mengutip sebagian kisah-kisah Israiliyyat

7
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setiap Kitab Tafsir memiki ciri khasnya, dan terdapat juga kelebihan serta kekurangannya
masing-masing. Dengan kelebihan yang dimiliki tiap kitab tafisr tentu menjadi warisan besar
bagi umat yang mengambil banyak faidah darinya, juga dengan adanya kekurang dalam kitab
tafsir seakan membuktikan bahwa kitab yang tidak ada kekurangan didalamnya hanyalah al-
Quran al-karim Kitab tafsir Al Tsa’laby ini sangat berharga sebagai sebuah khazanah.
Kekayaan riwayat dan ketajaman analisanya mampu menginspirasi para ulama setelahnya,
baik untuk mengkritik, memperbaiki, dan menyempurnakan buah tulisannya, sehingga kajian
tafsir bertambah luas, dalam, dan kaya. Semoga Allah SWT berikan beliau keberkahan dan
rahmat atas segala ikhtiar muliannya dalam memahami kitab suci guna memberikan kemanfaan
bagi umat. Aaamiin. Wallahu’alam bi sowab.

8
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Muhammad Sofyan, M. (2015). Tafsir wal Mufassirun. Medan: Perdana Publishing.

Saputra, A. T. (2012). Konsespsi Penyimpangan Penafsiran Al-Quran Menurut Hisain Al-Dzahabi.


Jurnal UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 10-14.

Anda mungkin juga menyukai