PEMBAHASAN
Kitab Garāibu al-Qurān wa Ragāibu al-Furqān (غَ َرائِ ُب الْ ُق ْر ٰان َو َرغَائِ ُب
)الْ ُف ْرقَانmerupakan salah satu kitab tafsir sufi isyari yang ditulis oleh Niẓām ad-
Dīn al-Naisābūrī. Kata Garāib ))غرائبmerupakan bentuk jamak dari kata Garīb (
)غريبyang berarti asing, aneh, ganjil, tidak biasa, tidak umum, atau luar biasa.
Dalam kajian Alquran, kata ini mengacu pada istilah-istilah asing yang terdapat
dalam Alquran. Sedangkan kata Ragāib ( )رغ ائبmerupakan bentuk jamak dari
kata Ragaba ( )رغبyang berarti pengharapan.
1
Wāḥidi. Sedangkan corak bahasanya banyak diambil dari kitab Ṣahah al-Jauhari.
Adapun untuk kajian sastranya diambil dari kitab tafsir Mafātiḥ al-Gaib. Dan
untuk permasalahan mengenai hukum-hukum fiqih banyak dinukil dari kitab
Syarḥ al-Wajīz.
2
Kangdidik, “Metode Kitab tafsir Gharaibul Quran wa Raghaibul Furqan Karya an-
Naisaburi”, diakses dari https://www.kangdidik.com/2018/11/metode-kitab-tafsir-raghaibul-quran-
wa.html?m=1, pada tanggal 26 April 2021 pukul 22.40.
2
Dalam hal ini ia merujuk kepada penjelasan para ulama’ ahli bahasa yang
mumpuni dari para ulama’ yang telah mendahuluinya.
3
Ibid
4
Achmad Rifai, op.cit hlm. 27.
3
Al-Naisābūrī merupakan salah satu ulama Syiah yang begitu kental
dengan ajaran syiah dalam menafsirkan al-Qur’an. Sehingga ada ulama yang
mengatakan bahwa Al-Naisābūrī di bunuh karena ketaatannya pada Mazhab
Syiah.
5
Ibid., hlm. 31.
4
ِ ّ ﴾ لُك ُّ ن َ ْف ٍس َذآئِ َق ُة الْ َم ْو ِتۗ َون َ ْبلُ ْومُك ْ اِب لرَّش٣٤﴿ َو َما َج َعلْنَا ِلبَرَش ٍ ِّم ْن قَ ْبكِل َ الْ ُخدْل َ ۗ َافَا۟ئِ ْن ِّمتَّ فَه ُُم الْخٰدِل ُ ْو َن
٣٥﴿ ﴾ َوالْ َخرْي ِ ِف ْتنَ ًةۗ َو ِالَ ْينَا تُ ْر َج ُع ْو َن
Artinya: “Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum
kamu (Muhammad); Maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? Tiap-
tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya
kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiyā’ [21]: 34-35).
5
musibah, karena ujian bukan hanya digambarkan berupa musibah saja, karena
kenikmatan juga adalah sebuah ujian yang Allah Subḥānahu wa Ta’ālā berikan
kepada hamba-Nya. Setelah ujian demi ujian diberikan, maka hanya kepada Nya-
lah semuanya akan kembali.6
6
Ibid., hlm. 32-33.