Anda di halaman 1dari 94

PENGARUH MATA KULIAH MADZÂHIB AT-TAFSÎR TERHADAP

PEMAHAMAN DAN SIKAP TOLERAN MAHASISWA IAT


(Studi Kasus di Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, Institut Perguruan
Tinggi Ilmu Al-Qur’an (IPTIQ) Jakarta, dan Sekolah Tinggi Kulliyatul
Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok)

Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana


Agama (S.Ag)

Oleh:

Nur Mahbubah
NIM. 15210683

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ)
JAKARTA
1440 H/2019 M
PENGARUH MATA KULIAH MADZÂHIB AT-TAFSÎR TERHADAP
PEMAHAMAN DAN SIKAP TOLERAN MAHASISWA IAT
(Studi Kasus di Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, Institut Perguruan
Tinggi Ilmu Al-Qur’an (IPTIQ) Jakarta, dan Sekolah Tinggi Kulliyatul
Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok)

Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana


Agama (S.Ag)

Oleh:

Nur Mahbubah
NIM. 15210683

Pembimbing

Ali Mursyid, M.Ag

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ)
JAKARTA
1440 H/2019 M
MOTTO

ALL IS WELL

“Tak ada masalah yang cocok untuk seorang hamba yang dipenuhi dengan
CINTA”

“Lakukanlah hal GILA, maka SUKSES-mu pun akan meng-GILA”

iv
PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini saya persembahkan untuk kedua orang tua tercinta;

Saiful Jinan dan Siti Nur Halimah

Dan kepada sidang pembaca sekalian.

v
   
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah sang Maha Pencipta yang telah
memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga kita masih bisa hidup dalam
keadaan yang penuh berkah.

Shalawat serta salam senantiasa penulis ucapkan kepada Nabi


Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman
yang berilmu pengetahuan seprti halnya sekarang ini.

Selanjutnya penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT karena


atas pertolongan dan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan penulisan
skripsi ini dengan judul “Pengaruh Mata Kuliah Madzâhib at-Tafsîr
Terhadap Pemahaman dan Sikap Toleran Mahasiswa IAT”. Selain itu
penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada seluruh
pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih yang
terdalam kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, Rektor Instiitut Ilmu Al-
Qur‟an (IIQ) Jakarta beserta seluruh jajarannya yang telah berjasa
dalam kemajuan perguruan tinggi ini.
2. Dr. Muhammad Ulinnuha, Lc, MA sebagai dekan Fakultas
Ushuluddin dan Dakwah yang telah memberikan kemudahan dan
semangat untuk mahasiswinya.
3. Ali Mursyid, MA. dosen pembimbing yang luar biasa sabar dan
perhatian, yang memberikan banyak waktu, pikiran, tenaga dan
semangat untuk penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

vi
4. Bapak dan Ibu dosen Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta yang
telah mendidik dan membimbing penulis serta mengajarkan ilmu
pengetahuan yang bermanfaat.
5. Staf Fakultas Ushuluddin terima kasih atas semua waktu, semangat
dorongan dan motivasinya. Dan juga kepada Staf perpustakaan IIQ
Jakarta.
6. Ucapan terimakasih kepada Instruktur Tahfidz Ibu Hj.Muthmainnah,
Ibu Arbiyah, dan Ibu Istiqomah terimakasih atas waktu dan motivasi
luar biasa kepada penulis untuk lebih dekat dengan Al-Qur‟an.
7. Terimkasih kepada kedua orang tua yang tercinta Bapak Saiful Jinan
dan Ibu Siti Nur Halimah, beliaulah cahaya kehidupan yang tak
pernah lupa melafadzkan nama penulis di dalam do‟a-do‟anya.
Terima kasih atas setiap tetesan peluh dan keringat yang tak akan
bisa terbalas dengan hal apapun. Dari keduanya penulis belajar kuat-
dan sabar dalam keadaan apapun. Semoga Allah memberikan
kesehatan, kebahagiaan, perlindungan dan keselamatan dunia dan
akhirat kepada kedua cahaya kehidupan penulis. Aamiin.
8. Terimakasih kepada kakak kelas tercinta, mbak Isyroqotun
Nashoiha, sebagai inspirator penulis dalam menemukan ide
penelitian ini, semoga Allah membalas kebaikannya dengan sebaik-
baiknya balasan.
9. Terimakasih kepada Achmad Chasani, sahabat rantau yang sudah
membantu penulis hingga mempermudah jalannya wawancara dan
observasi dalam penelitian ini.
10. Terimakasih kepada Aisyah Zuhdi, Ni‟matillah Arifin, Yasirotul
Umuri, Siti Khalidah, dan Fatimatuzzahro yang tetap setia dan
menemani penulis hingga pada titik ujung yakni tugas akhir
perkuliahan ini.

vii
11. Kepada seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu,
semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dengan kebaiakan
yang berlipat ganda. Aamiin.

Jakarta, 04 Agustus 2019

Penyusun

Nur Mahbubah

viii
DAFTAR ISI

SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................. i

SURAT PENGESAHAN .............................................................. ii

PERNYATAAN PENULIS .......................................................... iii

MOTTO ........................................................................................ iv

PERSEMBAHAN ......................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................. vi

DAFTAR ISI ................................................................................. ix

ABSTRAK .................................................................................... xii

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................... xiv

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1


B. Permasalahan .................................................................... 7
1. Identifikasi Masalah ..................................................... 7
2. Pembatasan Masalah .................................................... 8
3. Rumusan Masalah ........................................................ 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...................................... 9
D. Tinjauan Pustaka ............................................................... 9
E. Metodologi Penelitian ....................................................... 12
1. Jenis Penelitian ............................................................. 12
2. Sumber Data ................................................................. 13
3. Teknik Pengumpulan Data ........................................... 13
F. Metode Analisis Data ........................................................ 16
G. Teknik dan Sistematika Penulisan .................................... 17

ix
BAB II: MADZÂHIB AT-TAFSÎR DAN TOLERANSI
A. Madzâhib at-Tafsîr
1. Pengertian Madzâhib at-Tafsîr .....................................
2. Katagorisasi Madzhab at-Tafsîr ..................................
3. Signifikiansi Kajian Madzâhib at-Tafsîr ......................
4. Faktor-faktor Munculnya madzhab-madzhab tafsir ....
B. Toleransi
1. Pengertian Toleransi....................................................
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Toleransi ............
3. Toleransi Sepanjang Sejarah Islam .............................
4. Toleransi di Indonesia .................................................
5. Ayat-Ayat tentang Toleransi .......................................
6. Hadis-Hadis tentang Toleransi ....................................
7. Indikator Toleransi ......................................................

BAB III: PROFIL MATA KULIAH MADZÂHIB AT-TAFSÎR DI IIQ


JAKARTA, PTIQ JAKARTA, DAN STKQ AL-HIKAM
A. Profil IIQ Jakarta ............................................................
1. Mata Kuliah Madzâhib at-Tafsîr .............................
2. Sejarah Berdirinya IIQ Jakarta ................................
3. Visi, Misi, dan Tujuan .............................................
4. Susunan Pembina dan Pengurus Yayasan
IIQ Jakarta periode 2018-2023 ................................
5. Sarana dan Prasarana ...............................................
B. Profil PTIQ Jakarta .........................................................
1. Mata Kuliah Madzâhib at-Tafsîr .....................................
2. Sejarah berdirinya PTIQ Jakarta..............................
3. Nilai dasar, visi, misi, dan tujuan ...........................

x
institut PTIQ Jakarta ................................................
4. Struktur organisasi pimpinan institut
PTIQ jakarta ............................................................
5. Profil fakultas Ushuluddin .......................................
C. Profil STKQ al-Hikam Depok ........................................
1. Mata Kuliah Madzâhib at-Tafsîr .............................
2. Sejarah berdirinya STKQ Al-Hikam .......................
3. Visi, misi, dan Tujuan STKQ Al-Hikam .................
4. Struktur Kurikulum STKQ Al-Hikam .....................

BAB IV: ANALISIS HASIL WAWANCARA DI IIQ JAKARTA, PTIQ


JAKARTA, DAN STKQ AL-HIKAM DEPOK

A. Mata Kuliah Madzâhib at-Tafsîr di IIQ Jakarta ...............


B. Mata Kuliah Madzâhib at-Tafsîr di PTIQ Jakarta ............
C. Mata Kuliah Madzâhib at-Tafsîr di STKQ
al-Hikam Depok ...............................................................
D. Analisis Perbandingan
1. Perbedaan ....................................................................
2. Persamaan ...................................................................

BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................
B. Saran .................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................


LAMPIRAN.................................................................................

xi
ABSTRAK

Nur Mahbubah, NIM 15210683, Pengaruh Mata Kuliah Madzâhib


at-Tafsîr Terhadap Pemahaman dan Sikap Toleran Mahasiswa IAT (Studi
Kasus di Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta, Institut Perguruan Tinggi
Ilmu Al-Qur‟an (IPTIQ) Jakarta, dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur‟an
(STKQ) Al-Hikam Depok)
Al-Qur‟an adalah tunggal, namun penafsiran Al-Qur‟an tidak
tunggal, sebab metode yang digunakan oleh para ulama berbeda-beda dalam
memahami Al-Qur‟an. Sekarang ini di media umum dan media sosial,
muncul perkembangan sikap beragama yang kurang toleran, dimana banyak
tokoh atau pihak yag dituduh kurang benar hanya karena melakukan hal-hal
diluar apa yang pada umumnya dilakukan banyak orang. Ini di antaranya
karena bahwa dalam Islam banyak madzhab fiqih dan banyak madzhab
tafsir, madzhab akidah, madzhab tasawuf yang kurang dipahami masyarakat
luas, sehingga orang yang berbeda dianggap dengan mudah sebagai pihak
yang salah. Sikap membenarkan satu madzhab saja lalu menafikkan
madzhab-madzhab fiqih dan tafsir yang lain adalah contoh orang yang
memahami bahwa tafsir Al-Qur‟an itu tunggal, hal ini menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan dan kehidupan bermasyarakat.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan dan kualitatif,
penelitian lapangan (field research) yaitu Suatu penelitian yang dilakukan
secara sistematis dengan mengangkat data yang ada di lapangan. penelitian
kualitatif. Dimana menurut Bodgan dan Taylor, metodologi kualitatif adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku dapat diamati. Pendekatan
kualitatif ini dipilih oleh penulis berdasarkan tujuan penelitian yang ingin
mengetahui pengaruh mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr terhadap pemahaman
dan sikap toleran mahasiswa IAT di IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta, dan (STKQ)
Al-Hikam Depok.
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan penulis, dapat
disimpulkan bahwa mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr sangat mempengaruhi
pemahaman dan sikap toleran mahasiswa IAT di IIQ Jakarta dan PTIQ
Jakarta, namun untuk mahasiswa dengan latar belakang keluarga dan
lingkungan yang kurang toleran, tidak sepenuhnya menjadi toleran.
Sedangkan di STKQ al-Hikam untuk mahasiswa yang tidak menyelesaikan
mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr hingga akhir ternyata juga berpengaruh
terhadap pemahaman dan sikap toleran mahasiswa.

xii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi ini berpedoman pada buku penulisan skripsi, tesis, dan disertasi
Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta tahun 2017. Transliterasi Arab-Latin
mengacu pada berikut ini:
1. Konsonan
No. Arab Latin No. Arab Latin
1.
‫ا‬ A 16.
‫ط‬ Th

2.
‫ب‬ B 17.
‫ظ‬ Zh

3.
‫ت‬ T 18.
‫ع‬ „

4.
‫ث‬ Ts 19.
‫غ‬ Gh

5.
‫ج‬ J 20.
‫ؼ‬ F

6.
‫ح‬ H 21.
‫ؽ‬ Q

7.
‫خ‬ Kh 22.
‫ؾ‬ K

8.
‫د‬ D 23.
‫ؿ‬ L

9.
‫ذ‬ Dz 24.
‫ـ‬ M

10.
‫ر‬ R 25.
‫ف‬ N

11.
‫ز‬ Z 26.
‫ك‬ W

xiii
12.
‫س‬ S 27.
‫ق‬ H

13.
‫ش‬ Sy 28.
‫ء‬ ,

14.
‫ص‬ Sh 29.
‫م‬ Y

15.
‫ض‬ Dh

2. Vokal
Vokal Tunggal Vokal panjang Vokal Rangkap

Fathah :a ‫آ‬ :ȃ ْ‫ ىَ ٍم‬.. : ai

Kasrah :i ‫م‬:ȋ ‫ ىَك‬.. :au

Dhammah :u ‫ك‬ :ȗ

3. Kata Sandang

a. Kata sandang yang diikuti alif lam (‫)اؿ‬ qamariyah.

Kata sandang yang diikuti alif lam (‫)اؿ‬ qamariyah di

transliterasikan sesuai dengan bunyinya.Contoh :

‫ البقرة‬: al-Baqarah ‫املدينة‬: al-Madȋnah

b. Kata Sandang yang diikuti oleh (‫ )اؿ‬syamsiah

xiv
Kata sandang yang diikuti alif lam (‫)اؿ‬ syamsiah

ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan


dan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

‫ْالرجل‬: ar-rajul ‫السيدة‬ :as-Sayyidah

‫الشمش‬: asy-syams ‫ الدارمي‬:ad-Dȃrimȋ

c. Syaddah (Tasydȋd)
Syaddah (Tasydȋd) dalam sistem aksara Arab digunakan lambang

ْ‫ ) هَ وَ ن‬sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan


huruf, yaitu dengan cara menggandengkan huruf yang bertanda


tasydȋd. Aturan ini berlaku secara umum, baik tasydȋd yang
berada di tengah kata ataupun yang terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiah. Contoh:

ْ‫ءى ىمنٌآْبًااللٌ ًه‬: Ȃmannȃ billȃhi ْ‫الرٌك ًع‬


ُّ ‫ ىك‬: wa ar-rukka’i
ً :Innaal ladzȋna
ْ‫الذيٍ ىْن ْإًف‬
‫هآءي‬
ْ ‫الس ىف‬ ُّ ْ‫ ء ىَ ىام ىن‬: Ȃmannȃas-Sufahȃ’u
d. Ta Marbȗthah (‫)ة‬

Ta Marbȗthah (‫ )ة‬apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh

kata sifat (na’at),maka huruf tersebut diaksarakan menjadi huruf


“h”. Contoh:
ً‫اىٍْلىفٍئً ىدْة‬ : al-Af’idah

xv
‫اى ٍْلى ًام ىعةيْا ًإل ٍس ىَل ًميىْةي‬ : al-Jȃmi’ah al-Islȃmiyyah

Sedangkan ta marbuthah (‫ )ة‬yang diikuti atau disambungkan (di-

washal) dengan kata benda (ism) maka dialih aksarakan menjadi


huruf ”t”. Contoh:

ْ‫اصبى ًة‬
ً ‫ع ًاملىةهْالنى‬
‫ى‬ : „Ȃmilatun Nȃshibah.

‫اىٍْْلىيىةىْالٍ يكٍبػىرل‬ : al-Ȃyat al-Kubra

e. Huruf Kapital

Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf capital, akan


tetapi apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan
awal kalimat,huruf awal, nama tempat, nama bulan, nama diri dan
lain-lain. Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih
aksara ini, seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan
ketentuan lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata
sandang, maka huruf yang ditulis capital adalah awal nama diri,
bukan kata sandangnya. Contoh: „Ali Hasan al-„Ȃridh, al-Ȃsqallȃnȋ,
al-Farmawȋ dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Alqur‟an
dan nama-nama surahnya menggunakan huruf capital. Contoh: Al-
Qur‟an, Al-Baqarah, Al-Fȃtihah dan seterusnya.

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Madzhab, ternyata tidak hanya ada dalam sejarah fiqih, tetapi
juga dalam sejarah perkembangan tafsir, bahkan dalam setiap disiplin
ilmu pengetahuan. Mempelajari Madzâhib at-Tafsîr, sesungguhnya
menelusuri sejarah dinamika perkembangan tafsir, dimana objek
formal atau hal yang menjadi fokus kajian adalah mengenai epistem
(cara berpikir), aliran, corak, kecenderungan, dan bahkan paradigma
yang ada dalam produk-produk tafsir. Asumsinya adalah bahwa
masing-masing produk tafsir dalam setiap kurun waktu tertentu,
memiliki ciri khas dan karakteristik yang berbeda satu dengan
lainnya.
Munculnya berbagai Madzhab dalam penafsiran Al-Qur’an
yang dikenal dengan istilah Madzâhib at-Tafsîr adalah dilatar
belakangi oleh aneka ragam keahlian yang dimiliki para mufassir
disamping setting sosial yang mmpengaruhinya, sehingga dapat
menimbulkan pula berbagai macam corak tafsir yang berkembang
dalam beberapa referensi kitab tafsir, baik tafsir klasik, maupun tafsir
kontemporer. Madzâhib at-Tafsîr yang merupakan salah satu pokok
bahasan dalam Studi Al-Qur’an sangat urgen untuk dikaji, karena
dapat memberikan peluang dan wawasan yang luas bagi para pakar
tafsir, disamping akan memiliki sikap toleransi terhadap sikap dan
perndapat yang berbeda.1

1
Sja’roni, “Madzahibut Tafsir Dalam Perspektif Studi Al-Qur’an”,
http://ejournal.kopertais4.or.id/tapalkuda/index.php/pwahana/article/download/1816/1343/,
diakses tanggal 22 Juni 2019

1
2

Istilah Madzâhib at-Tafsîr merupakan susunan idlâfah, terdiri


dari kata madzâhib dan at-Tafsîr . Kata madzâhib adalah bentuk
jamak dari kata madzhab, dalam bahasa Arab berarti jalan yang
dilalui atau yang dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang,
baik konkrit maupun abstrak.2
Sesuatu dikatakan madzhab bagi seseorang, jika cara atau
jalan tersebut menjadi ciri khasnya. Menurut para ulama, yang
dinamakan madzhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah
melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang
menjalaninya, menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batasan-
batasannya, bagian-bagiannya, dibangun diatas prinsip-prinsip dan
kaidah-kaidah. Dengan kata lain, madzhab adalah aliran pemikiran
(school of thought) atau madrasah fikriyyah, berisi tentang hasil-hasil
ijtihad, berupa penafsiran atau pemikiran para ulama dengan metode
dan pendekatan tertentu, yang kemudian dikumpulkan dan biasanya
diikuti oleh orang-orang berikutnya.
Sementara itu, kata tafsîr secara bahasa merupakan bentuk
isim mashdar dari fassara-yufassir-tafsîran yang berarti menjelaskan
sesuatu (bayan al-syai’ wa idlâhuhu). Kata tafsir dapat pula berarti
al-ibânah (menjelaskan makna yang masih samar), al-kasyf
(menyingkapkan makna yang masih tersembunyi), dan al-izh-hâr
(menampakkan makna yang belum jelas). Dari tinjauan makna
bahasa tersebut, maka tafsir secara istilah dapat diartikan sebagai
suatu hasil pemahaman atau penjelasan seorang penafsir, terhadap

2
Abdul Mustaqim, Aliran-Aliran Tafsir, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), Cet.
Ke-1, h. 1
3

Al-Qur’an yang dilakukan dengan menggunakan metode atau


pendekatan tertentu.3
Sejauh pembacaan penulis, istilah Madzâhib at-Tafsîr tersebut
digunakan pertama kali oleh Ignaz Goldziher dalam bukunya, Die
Richtungen der Islamischen Koranauslegung, yang diterjemahkan
oleh Dr. Ali Hasan Abdul Qadir, menjadi Madzâhib at-Tafsîr Al-
Islâmî (1955).

Tentang istilah Madzâhib at-Tafsîr, Ignaz Goldziher sendiri


tidak mendefinisakan secara eksplisit, namun dengan melihat tema-
tema pembahasan yang ada didalamnya, tampak bahwa dengan kitab
yang diberi judul Madzâhib at-Tafsîr, ia sebenarnya ingin
menjelaskan bagaimana dinamika sejarah tafsir Al-Qur’an sejak era
Nabi Saw hingga era moderen, yang di dalamnya termuat juga aliran-
aliran, madzhab-madzhab, kecenderungan-kecenderungan yang
4
dipilih seorang mufassir ketika mentafsirkan Al-Qur’an.

Pembelajaran Madzâhib at-Tafsîr sudah mulai dikenalkan di


berbagai madrasah atau perguruan tinggi di Indonesia, seperti di
Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah
Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok. Tiga lembaga
tersebut adalah objek dalam penelitian pada skripsi ini, dengan
pembatasan yang sudah penulis tentukan yakni penelitian ini akan
dilakukan terhadap mahasiswa IAT.
Munculnya berbagai aliran dalam penafsiran Al-Qur’an atau
Madzâhib at-Tafsîr adalah dilatar belakangi oleh aneka ragam

3
Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an Studi Aliran-aliran Tafsir
dari Periode Klasik, Pertengahan hingga Modern-Kontemporer (Yogyakarta: Idea Press,
2016) cet. 2, hal: 1-3
4
Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an Studi Aliran-aliran Tafsir
dari Periode Klasik, Pertengahan hingga Modern-Kontemporer, cet. 2, hal. 5
4

keahlian yang dimiliki para mufassir disamping setting sosial yang


mempengaruhinya, sehingga dapat menimbulkan pula berbagai
macam corak tafsir yang berkembang dalam beberapa referensi kitab
tafsir, baik tafsir klasik, maupun tafsir kontemporer. Madzâhib at-
Tafsîr yang merupakan salah satu pokok bahasan dalam studi Al-
Qur’an sangat urgent untuk dikaji, karena dapat memberikan peluang
dan wawasan yang luas bagi para pakar tafsir, disamping akan
memiliki sikap toleransi terhadap sikap dan pendapat yang berbeda.
Al-Qur’an adalah tunggal, namun penafsiran al-Qur’an tidak
tunggal, sebab metode yang digunakan oleh para ulama berbeda-beda
dalam memahami Al-Qur’an. Pendekatan yang dipakai juga tidak
sama, pendekatan bahasa, filsafat, sejarah, logika, sufistik atau
pendekatan fiqih, hasil penafsiran dengan beda pendekatan dapat
dipastikan hasilnya juga akan berbeda.
Karena tentang tafsir yang beragam madzhab, tentang fiqih
yang nyatanya ada beragam madzhab, masyarakat luas belum tahu
seluruhnya, maka muncul pro kontra tentang wudhu Sandiaga Uno
yang mencelupkan tangan beberapa kali ke dalam gayung berisi air.
Vidio wudhu Sandiaga Uno itu direkam saat berziarah ke makam
KH. Muhammad Thoha Imam Lapeo, Desa Lapeo, Kecamatan
Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Cara
wudhu demikian memicu perdebatan publik karena ada sebagian
muslim Indonesia yang merasa cara tersebut tak lazim. Namun di sisi
lain bukan hanya mantan Mahkamah Konstitusi Mahfud MD,
rupanya tokoh NU Nadirsyah Hosen alias Gus Nadir juga sependapat
soal cara wudhu Sandiaga Uno. Sama seperti penjelasan Mahfud MD,
menurut Gus Nadir, air bekas wudhu tidak lagi suci mensucikan
menurut pendapat yang utama dalam madzhab Syafi’i dan Hanafi,
5

sementara ada madzhab yang membolehkan yakni Maliki, dan satu


riwayat dari Imam Ahmad. Rupanya, tidak semua setuju dengan
pernyataan Gus Nadir, ada netizen yang membandingkan dengan
pernyataan Ustad Yusuf Mansur soal wudhu Sandiaga Uno tersebut.
Menurut cerita Ustad Yusuf Mansur hal ini seperti orang yang
tayamum, dan kalau itu tayamum, justru tidak memerlukan air.
Tayamum adalah pengganti wudhu ketika hendak sholat saat dalam
kondisi perjalanan.5
Pandangan perbandingan madzhab fiqih mengenai wudhu
menggunakan air musta’mal berbeda, Imam madzhab Hanafi
berpandangan bahwa air musta’mal adalah air yang membasahi
anggota wajib bersuci saja dan bukan air yang tersisa di dalam
wadah, air tersebut langsung memiliki status hukum musta’mal saat
menetes dari gota wajib bersuci sebagai sisa wudhu atau mandi besar.
Kemudian air yang masih dalam penampungan tidak menjadi air
musta’mal, status hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan
maksudnya air tersebut tetap suci tidak najis tapi tidak bisa digunakan
lagi untuk wudhu atau mandi besar. Iman Madzhab Maliki senada
dengan pendapat Imam Madzhab Hanafi dalam pengertian air
musta’mal. Namun ada titik perbedaan dalam penggunaan air
musta’mal kembali untuk berwudhu dan mandi besar. Air musta’mal
menurut Imam Maliki tetap suci dan mensucikan maksudnya air
tersebut bisa dan sah digunakan lagi untuk berwudhu atau mandi
besar selama air tidak berubah zatnya. Dalam pandangan Imam
madzhab Syafi’i sebagaimana diikuti mayoritas muslim Indonesia

5
https://bogor.tribunnews.com/amp/2018/12/31/niat-meluruskan-video-cara-
wudhu-sandiaga-uno-gus-nadir-disindir-soal-kesaksian-ustaz-yusuf-mansur?page=all,
diakses tanggal 8 Agustus 2019
6

bahwa air musta’mal adalah air sedikit yang telah digunakan untuk
mengangkat hadats dalam berwudhu dan mandi besar. Termasuk juga
dalam air musta’mal dalam pandangan Imam Syafi’i air mandinya
orang muallaf, mandinya mayit dan mandinya orang yang sembuh
dari gila, air tersebut baru digolongkan dikatakan musta’mal jika
sudah terlepas dan menetes dari tubuh manusia6.
Kemudian kasus mengenai tuduhan terhadap Quraish Shihab
yang dituduh sebagai orang yang bermadzhab Syiah hanya karena
mengutip Tafsîr al-Mîzân karya Muhammad Hussein Thabathaba’i
dalam tafsirnya, misal Jonru Ginting menuding Quraish Shihab orang
syi’ah dan sesat lantaran mengomentari pernyataan mantan menteri
agama tersebut dalam tayangan Tafsîr al-Misbâh yang disiarkan
metro TV pada edisi Sabtu tanggal 12 Juli 2019. Jonru berani
menggugat pendapat mufassir terkemuka ini karena menyebut bahwa
Nabi Muhammad saw. tidak mendapat jaminan tempat di surga. Dan
Jonru pun menyatakan bahwa dia bukanlah orang pertama yang
menyatakan bahwa Quraish Shihab adalah orang Syi’ah dan sesat.7
Sedangkan Nadirsyah Hosen sangat membantah tudingan
Jonru Ginting, menurutnya kekaguman Quraish Shihab terhadap
karya Thabathaba’i itu sudah sejak dulu. Itu sebabnya kitab Tafsîr al-
Misbâh banyak mengutip Tafsîr al-Mîzân, alasan kedua Quraish
Shihab pun tidak hanya merujuk pada Tafsîr al-Mîzân, tetapi juga
merujuk pada tafsir lain semisal Tafsîr al-Wasith karya Sayid
Thantawi dan juga kitab tafsir klasik semisal Tafsîr al-Qurtubi.

6
https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/harislana/5c2ad85867
7ffb2d4e58d6b9/sandiaga-uno-air-musta-mal-dan-wudhu, diakses tanggal 9 Agustus 2019
7
https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/n8sjii, diakses tanggal 8
Agustus 2019
7

Adapun alasan lainnya adalah meskipun beliau mengutip Tafsîr al-


Mîzân, namun dalam beberapa pembahasan Quraish Shihab terang-
terangan menunjukkan perbedaan pandangan beliau dengan
Thabathaba’i. Dari alasan-alasan tersebut tudingan Quraish Shihab
sebagai orang Syi’ah terbantahkan.8
Sikap membenarkan satu madzhab saja lalu menafikkan
madzhab-madzhab fiqih dan tafsir yang lain adalah contoh orang
yang memahami bahwa tafsir Al-Qur’an itu tunggal, hal ini
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kehidupan
bermasyarakat. Maka dari itu penulis sangat antusias untuk
menjadikan rasa penasaran ini menjadi sebuah karya ilmiah yaitu
skripsi untuk menganalisis semua permasalahan yang tersebut di atas.

B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Dari judul yang telah dipaparkan oleh penulis dapat
ditemukan beberapa masalah yang patut untuk dibahas. Diantara
masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
Pertama, dari data yang menyebutkan bahwa terjadi
banyak perpecahan dikarenakan adanya perbedaan memahami
tafsir Al-Qur’an, sehingga banyak yang saling mengkafirkan jika
tidak mempunyai pendapat atau pemikiran yang sama.
Kedua, Sekarang ini di media umum dan media sosial,
muncul perkembangan sikap beragama yang kurang toleran,
dimana banyak tokoh atau pihak yag dituduh kurang benar hanya

8
https://www.nu.or.id/post/read/74905/habib-prof-quraish-shihab-dan-tafsir-al-
mizan-syiah, diakses tanggal 8 Agustus 2019
8

karena melakukan hal-hal diluar apa yang pada umumnya


dilakukan banyak orang. Ini di antaranya karena bahwa dalam
Islam banyak madzhab fiqih dan banyak madzhab tafsir,
madzhab akidah, madzhab tasawuf yang kurang dipahami
masyarakat luas, sehingga orang yang berbeda dianggap dengan
mudah sebagai pihak yang salah.
Ketiga, tersebarnya kampus-kampus Islam yang
mempelajari tentang berbagai macam madzhab, apakah hal
tersebut tidak mempengaruhi terhadap pemahaman dan sikap
tolerannya?
Keempat, apakah adanya mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr
yang diajarkan pada mahasiswa IAT berpengaruh terhadap
pemahaman dan sikap tolerannya?

2. Pembatasan Masalah
Dari permasalahan-permasalahan yang tercantum dalam
identifikasi masalah, penulis melihat perlu melakukan
pembatasan masalah. Hal ini dilakukan agar permasalahan
penelitian tidak minimbulkan kerancuan, maka permasalahan
penelitian ini adalah tentang “Pengaruh Mata Kuliah Madzâhib
at-Tafsîr terhadap Pemahaman dan Sikap Toleran Mahasiswa
IAT di tiga perguruan tinggi Islam, yaitu Institut Ilmu Al-Qur’an
(IIQ) Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah Tinggi Kulliyatul
Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok”.

3. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di dalam latar belakang masalah di
atas, permasalahan-permasalahan yang akan diangkat dalam
9

penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh mata kuliah


Madzâhib at-Tafsîr terhadap pemahaman dan sikap toleran
mahasiswa IAT di IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah Tinggi
Kulliyatul Qur’an Al-Hikam Depok?”.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh mata


kuliah Madzâhib at-Tafsîr terhadap pemahaman dan sikap
toleran mahasiswa IAT di IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah
Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok.

2. Kegunaan penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini sebagai media sumbangsih dari peneliti
untuk memperkaya khazanah keilmuan dan pemikiran
keislaman dalam bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir,
khususnya dalam ranah studi kasus dan untuk dijadikan
bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.
b. Kegunaan Praktis
Penelitian ini ditujukan untuk menambah wawasan,
pemikiran dan motivasi kepada peneliti dan para pelajar
pada khususnya, tentang pentingnya mempelajari mata
kuliah Madzâhib at-Tafsîr dalam hidup untuk saling
bertoleransi terhadap siapapun.
10

D. Tinjauan pustaka
Tinjauan kepustakaan adalah suatu tinjauan yang
menjelaskan dan mengkaji buku-buku, karya-karya, pemikiran-
pemikiran dan penelitian-penelitian terdahulu terkait dengan
pembahasan skripsi. Tema mengenai Madzâhib at-Tafsîr bukanlah
bahasan yang baru dalam dunia pengetahuan, tema ini sering
menjadi bahan penelitian di dunia akademik, akan tetapi untuk
membahas mengenai pengaruh mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr
terhadap pemahaman dan sikap toleran mahasiswa IAT di IIQ
Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an
(STKQ) Al-Hikam Depok, penulis tidak menemukan penelitian
yang sama. Baik penelitian di perguruan tinggi lain, maupun di IIQ
(Institut Ilmu Al-Qur’an) Jakarta sendiri. Terlihat ada beberapa
skripsi yang hampir sama mengenai tema ini. Misalnya skripsi milik
Muamar Maulana yang berjudul “Konsep Toleransi Antar-Madzhab
dalam Risalah Amman” tahun 2006, skripsi ini membahas
bagaimana sejarah terbentuknya risalah Amman dan esensi dari
risalah tersebut serta konsep toleransi antar madzhab dalam risalah
tersebut, sehingga persamaan dengan skripsi ini adalah mengenai
tentang hubungan toleransi dengan adanya berbagai madzhab.
Juga skripsi milik Dadang Syarif al-Huda yang berjudul
“Madzhab-Madzhab Tafsir” yang merupakan skripsi di UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta tahun 2017. Skripsi ini fokus membahas
tentang beragamnya Madzâhib at-Tafsîr. Perbedaan dengan skripsi
ini adalah penulis lebih meneliti pada pengaruh mata kuliah
Madzâhib at-Tafsîr terhadap pemahaman dan sikap toleran,
sedangkan skripsi milik Dadang hanya menjelaskan aneka ragam
madzhab yang ada.
11

Adapun skripsi milik Siti Ana Mariyam fakultas Uhuludin di


UIN Jakarta dengan judul “Studi Pemikiran Ignaz Goldziher
Tentang Perkembangan Tafsir bi Al-Matsur” tahun 2016, skripsi ini
fokus membahas tentang pemahaman Ignaz Goldziher tentang tafsir
bi al-Ma’tsur yang juga ada kaitannya dengan penelitian yang
sedang penulis teliti dalam skripsi ini, namun sangat beda dengan
fokus penelitian yang penulis ambil.
Saat ini jurnal yang memiliki kesinambungan dengan
permasalahan skripsi ini adalah jurnal karya Sja’roni, dosen sekolah
tinggi agama Islam Pencawahan Bangil, dengan judul “Madzâhib
at-Tafsîr Dalam Perspektif Studi Al-Qur’an” tesisnya berisi tentang
pengenalan Madzâhib at-Tafsîr, dari pengertian hingga aliran dan
corak tafsir, ia menjelaskan faktor-faktor munculnya aneka ragam
corak dan aliran tafsir itu sendiri. Pada bagian abstrak jurnal ini juga
dikatakan bahwa Madzâhib at-Tafsîr memiliki pengaruh terhadap
sikap toleran. Dan ini sejalan dengan asumsi dasar penelitiian yang
akan digarap dalam rangka penyusunan skripsi kali ini.
Sedangkan pembahasan Madzâhib at-Tafsîr tersendiri,
penulis sangat terbantu dengan karya Dr. H . Abdul Mustaqim
dalam bukunya “Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an”, dalam buku
tersebut diuraikan pengertian Madzâhib at-Tafsîr, menjelaskan
secara jelas dan lengkap studi aliran-aliran tafsir dari periode klasik,
pertengahan hingga moderen-kontemporer.
Dari beberapa karya dan buku di atas, memang beberapa
membahas tentang madzhab, namun untuk membahas pengaruh
mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr terhadap pemahaman dan sikap
toleran, penulis tidak menemukan satu pun pembahasan seperti
penelitian yang akan penulis teliti ini.
12

Penelitian ini adalah kelanjutan dari semua penelitian-


penelitian sebelumnya, karena dengan kata pemahaman maka akan
mencakup sudut pandang yang luas. Dengan harapan, hasil
penelitian ini akan menjadi sebuah dasar agar lebih dalam dan
semangat lagi dalam mempelajari ilmu Madzâhib at-Tafsîr, dan
harapan besar akan adanya mata kuliah ini di seluruh perguruan
tinggi keagamaan islam.

E. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field


research) yaitu Suatu penelitian yang dilakukan secara
sistematis dengan mengangkat data yang ada di lapangan9.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah


menggunakan metode penelitian kualitatif. Dimana menurut
Bodgan dan Taylor, metodologi kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku dapat diamati.
Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara
utuh.10

Sedangkan menurut Nawawi pendekatan kualitatif dapat


diartikan sebagai rangkaian atau proses menjaring informasi,
dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek,
dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut
pandang teoritis maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai
9
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Research, (Tarsoto: Bandung, 1995), Hal. 58
10
Sri Mamindi dan Hang Rahardjo, Teknik Menyusun Karya Ilmiah, (Jakarta,
1995), hal. 23
13

dengan mengumpulkan informasi-informasi dalam situasi


sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi suatu generelasi yang
dapat diterima oleh akal sehat manusia.11

Oleh karena itu, pendekatan kualitatif ini dipilih oleh


penulis berdasarkan tujuan penelitian yang ingin mengetahui
pengaruh mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr terhadap pemahaman
dan sikap toleran mahasiswa IAT di IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta,
dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam
Depok.

2. Sumber data

Untuk mendapatkan data dalam penulisan skripsi ini,


maka penulis menggunakan sumber data yang relevan dengan
skripsi ini. Adapun sumber primer dari penelitian ini adalah data
yang diperoleh dari hasil di lapangan melalui observasi di IIQ
Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an
(STKQ) Al-Hikam Depok, dan wawancara langsung kepada
mahasiswa IAT di tiga perguruan tinggi Islam tersebut, juga
dosen IAT yang mengampu Madzâhib at-Tafsîr untuk
mendapatkan informasi yang lebih komprehensif.

Sedangkan sumber sekunder seperti dalam majalah,


jurnal, internet yang berkaitan dengan masalah skripsi ini. Data-
data yang telah didapatkan selanjutnya akan ditelaah secara
mendalam yang kemudian akan dikelompokkan sesuai dengan
bab dan sub bab dari urutan skripsi ini.

11
Nawawi Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1992), hal. 209
14

3. Teknik pengumpulan data


a. Observasi
Pengumpulan data dalam penelitian Pengaruh Mata
Kuliah Madzâhib at-Tafsîr Studi Kasus Mahasiswa IAT di
IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah Tinggi Kulliyatul
Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok, peneliti menggunakan
teknik observasi, yakni observasi tidak terlibat (not
participant observation) peneliti tidak terlibat langsung
dengan kegiatan sehari-hari orang yang diamati dan hanya
sebagai pengamat independen12 keterbatasan waktu yang
dimiliki peneliti dalam penelitian ini.
Dalam metode observasi tidak terlibat ini
dilaksanakan dengan cara peneliti berada di lokasi
penelitian, dan hanya pada saat melaksanakan penelitian,
dan tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti. Observasi yang dilakukan
selain untuk menjadi data secara umum, juga untuk
memperoleh informasi tentang siapa saja narasumber yang
layak diwawancarai pada perguruan tinggi yang menjadi
objek dalam penelitian ini.
b. Wawancara
Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan
wawancara dengan teknik “semi structured”, dalam hal ini
maka mula-mula interviwer menanyakan serentetan
pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu-persatu
diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut. Dengan

12
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, (Alfabeta:
Bandung, 2012), hal. 145
15

demikian jawaban yang diperoleh bisa meliputi semua


variabel, dengan keterangan yang lengkap dan mendalam.13
Adapun narasumber dalam wawancara ini adalah mahasiswa
IAT IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah Tinggi
Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok. Penulis akan
melakukan wawancara secara langsung kepada narasumber
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai mata
kuliah Madzâhib at-Tafsîr dan pengaruhnya dalam
mempelajari ilmu Madzâhib at-Tafsîr. Karena ini adalah
penelitian kualitatif, maka untuk menentukan narasumber
yang layak diwawancarai yakni melalui observasi di
lapangan.
c. Dokumentasi
Selain kedua teknik pengumpulan data diatas, terdapat
pula teknik pengumpulan data yang berkaitan dengan
sumber data yang digunakan dalam penelitian ini,
dokumentasi dalam penelitian merupakan alat bukti tentang
sesuatu baik berupa catatan, foto, rekaman, atau vidio yang
dialkukan peneliti.14 peneliti melakukan pengumpulan data
yang relevan dengan penelitian, data-data tersebut meliputi
arsip-arsip dan dokumen dari setiap perguruan tinggi yang
menjadi objek penelitian skripsi ini, buku-buku yang
digunakan sebagai refrensi penelitian pengaruh mata kuliah
Madzâhib at-Tafsîr, transkrip hasil wawancara, juga
dilengkapi dengan foto kegiatan saat penelitian berlangsung

13
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1998) cet. 11, Hal.232
14
Ibrahim, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2015), cet. 1, hal
96
16

seperti foto saat wawancara. Hal ini dilakukan untuk


menambah informasi dan melengkapi data-data yang
diperoleh dari teknik pengumpulan data sebelumnya.

F. Metode Analisis Data

Untuk menganalisis data penelitian dipergunakan metode


kajian secara kualitatif dari berbagai data yang telah terkumpul.
Metode yang digunakan adalah analisa deskritif, komparatif, dan
triangulasi data.

1) Metode Deskritif dalam penelitian ini hanya ingin


menggambarkan pengaruh pembelajaran Madzâhib at-
Tafsîr terhadap pemahaman dan sikap toleran mahasiswa
IAT di IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah Tinggi
Kulliyatul Qur’an Al-Hikam (STKQ) Depok, dari beberapa
data yang telah dikumpulkan, yaitu data yang diperoleh
dari kuesioner dan wawancara.
2) Metode Komparatif dalam penelitian ini berbentuk
persamaan dan perbandingan. Yakni untuk melihat
persamaan dan perbandingan pengaruh adanya mata kuliah
Madzâhib at-Tafsîr terhadap pemahaman dan sikap toleran
mahasiswa IAT di tiga perguruan tinggi Islam yang
menjadi objek khusus pada skripsi ini.
3) Metode Triangulasi data yaitu membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui sumber yang berbeda dalam metode
kulaitatif melalui wawancara terhadap mahasiswa IAT di
17

tiga perguruan tinggi Islam yang menjadi objek khusus


pada skripsi ini.

G. Teknik dan sistematika penelitian

Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada pembuatan


skripsi yang berjudul: Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan
Disertasi Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta (edisi revisi) yang
diterbitkan oleh IIQ Press, cetakan ke-2 tahun 2011.

Untuk mempermudah penulisan, maka pembahasan skripsi


dibagi dalam beberapa bab dengan rincian sebagai berikut: Bab
pertama, bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian serta
sistematika penelitian.

Bab kedua, penulis akan menjelaskan secara lengkap


pengertian Madzâhib at-Tafsîr dan tokoh-tokoh yang berpengaruh
besar terhadap pembelajaran Madzâhib at-Tafsîr, serta pembagian
Madzâhib at-Tafsîr, Penulis juga menjelaskan secara rinci mengenai
toleransi dan indikator toleransi.

Bab ketiga, pada bab ini penulis akan mendeskripsikan profil


mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr serta objek yang penulis teliti yaitu,
Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah
Tinggi Kulliyatul Qur’an Al-Hikam Depok.

Bab keempat, berisi hasil analisis penulis tentang pengaruh


pembelajaran Madzâhib at-Tafsîr tehadap pemahaman dan sikap
toleran mahasiswa IAT sertapersamaan dan perbedaan pengaruhnya
18

di tiga perguruan Islam yaitu IIQ Jakarta, PTIQ Jakarta dan Sekolah
Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok.

Bab kelima, pada bab ini berisi penutup, mencakup


kesimpulan dan saran-saran, diakhiri dengan lampiran-lampiran hasil
observasi penelitian.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan penulis, dapat
disimpulkan bahwa mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr mempengaruhi
pemahaman dan sikap toleran mahasiswa IAT di IIQ Jakarta, PTIQ
Jakarta, dan STKQ al-Hikam. Hal ini diperkuat oleh pengakuan
semua narasumber yang mengatakan merasa lebih terbuka dan
toleran setelah mempelajari mata kuliah ini. Namun penulis juga
menyimpulkan bahwa latar belakang awal narasumber juga sangat
mempengaruhi pemahaman dan sikap toleran, jika mahasiswa
berangkat dari keluarga yang kurang toleran atau pemahaman yang
sempit, maka setelah mempelajari mata kuliah ini pemahamannya
mulai terbuka dan mulai menerima pemahaman dan banyaknya
perbedaan terkhusus dalam madzhab tafsir meskipun tidak bisa
berpengaruh 100% langsung, sedangkan mahasiswa yang berangkat
dari keluarga dengan pemahaman luas dan sikap toleran yang tinggi,
setelah mempelajari mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr sikap tolerannya
lebih baik lagi dan pemahaman lebih luas lagi karena menambah
khazanah pengetahuannya.
Tidak menyelesaikan mata kuliah Madzâhib at-Tafsîr hingga
akhir ternyata juga sangat berpengaruh terhadap pemahaman dan
sikap toleran mahasiswa, mahasiswa yang mempelajari Madzâhib at-
Tafsîr setengah-setengah memiliki pemahaman yang sempit dan
sikap yang tidak toleran.
Perbedaan yang penulis dapat dari hasil wawancara adalah
bahwa mahasiswa IIQ dan PTIQ cenderung lebih toleran dibanding

121
122

mahasiswa STKQ al-Hikam, dan hal ini sangat terlihat dari


pandangan mahasiswa STKQ al-Hikam yang kaku mengenai
perbedaan madzhab fiqih maupun madzhab tafsir. Namun
pemahaman mereka yang tertutup ini pun bukan tanpa sebab,
melainkan karena belum menyelesaikan mata kuliah Madzâhib at-
Tafsîr hingga akhir. Sedangkan untuk persamaannya yaitu seluruh
narasumber merasakan pengaruh positif yang didapatkan dalam
pembelajaran mata kuliah ini, pengaruh positif ini termasuk pada
sikap toleran dan pemahaman yang mulai terbuka dengan perbedaan,
namun meski 100% narasumber merasa lebih terbuka setelah
mempelajari Madzâhib at-Tafsîr, pengaplikasian di masyarakat
belum sepenuhnya toleran dan terbuka.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan di atas,
maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Saran bagi Pembaca dan Peneliti Selanjutnya.
a. Bagi pembaca yang sedang melakukan penelitian dengan tema
atau objek yang serupa, hendaknya agar melakukan riset
berdasarkan data yang ada, jika memang sudah tersedia. Akan
lebih baik apabila dilakukan bersamaan dengan data angket,
jika memungkinkan.
b. Hendaknya bagi pembaca yang menelaah penelitian ini
menyadari bahwa ilmu Madzâhib at-Tafsîr sangat penting dan
berpengaruh pada pemahaman dan sikap toleran. Ada baiknya
untuk merujuk kepada penelitian ini, jika sedang mencari latar
belakang mahasiswa memiliki sikap toleran.
123

2. Saran bagi Mahasiswa


a. Hendaknya mahasiswa memiliki kesadaran yang tinggi akan
pentingnya belajar madzhab tafsir dengan sungguh-sungguh.
Karena selepas selesainya pendidikan dengan gelar S.Ag,
yang paling dibutuhkan oleh masyarakat adalah individu yang
mumpuni di bidang keagamaan serta penafsiran al-Qur’an
yang benar dengan keilmuan yang mumpuni.
b. Hendaknya mahasiswa meningkatkan kesadaran akan
pentingnya pemahaman luas dan sikap toleran yang tinggi
saat berada di tengah-tengah masyarakat, sehingga tidak ada
perpecahan yang ditimbulkan dari dalam islam sendiri
disebabkan pemahaman yang sangat kaku dalam menafsirkan
al-Qur’an dan keyakinan bermadzhab.

3. Saran bagi kampus yang memiliki prodi IAT


a. Hendaknya seluruh prodi IAT menjadikan Madzâhib at-Tafsîr
sebagai mata kuliah wajib di kampus, setelah melihat begitu
penting dan memiliki pengaruh besar dalam pemahaman dan
sikap toleran mahasiswa.
b. Hendaknya tema Madzâhib at-Tafsîr yang akan diberikan
pada mahasiswa strata S1 adalah mengenai pengertian dan
historitas Madzâhib at-Tafsîr berikut dengan
memperkenalkan macam-macam madzhab tafsir dengan
pemikiran dan arah alirannya secara jelas dan mendalam, agar
pemahaman mahasiswa sangat mumpuni dan tidak mudah
menafikkan madzhab lain.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,


Jakarta: PT Rineka Cipta, cet. 11, 1998.
Al-Dzahabi, Muhammad Husain, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Cairo: Daar al-
Kutub al-Haditsah, 1962.
Apriansyah, Rizqi, http://www.klikberita.co.id/opini/diskriminasi-dalam-
masyarakat-ini-tips-menghindarinya.html, diakses pada 23 Juni 2019.
Djalal, Abdul, H.A, Urgensi Tafsir Nawdhu’i pada masa kini, Jakarta:
Kalam Mulia, 1990.
Echols, John M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta:
Gramedia, 1999.
Fitriani, Dini, http://diarytoleransidini.blogspot.com/?m=1, diakses pada 23
Juni 2019.
Federspial, Howard M, Kajian Al-Qur’an di Indonesia dari Mahmud Yunus
hingga Quraish Shihab, Bandung: Penerbit Mizan, cet. 1, 1996.
Ghazali, Abd Moqsith, Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi
Berbasis Al-Qur`an.
Hanafi, Ahmad, Pengantar Teologi Islam, Jakarta: Djajamurni, 1967
http://www.markijar.com/2015/11/toleransi-antar-umat-
beragamalengkap.html diakes pada 23 Juni 2019.
https://ptiq.ac.id/ , diakses tanggal 1 Agustus 2019.

https://walisongoonline.com/stkq-alhikam/ diakses pada tanggal 1 Agustus


2019

https://walisongoonline.com/pmb-stkq-alhikam-2019/, diakses pada tanggal


1 Agustus 2019.

Izzan, Ahmad, Metodologi Ilmu Tafsir, Bandung: Tafakur, 2007.


125
126

Izad, Rohmatul, http://www.nu.or.id/post/read/87806/toleransi-dalam-


masyarakat-indonesia, diakses pada 23 Juni 2019.

Ibrahim, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, cet. 1, 2015.


Khaeruman, Badri, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an, Bandung: CV.
Pustaka Setia, 2004.
Misrawi, Zuhairi, Al-Qur`an Kitab Toleransi; Inklusivisme, Pluralisme dan
Multikulturalisme, Jakarta: Fitrah, 2007.
Mansur, Sufaat, Toleransi Dalam Agama Islam, Yogyakarta: Harapan Kita,
2012.
Maraghi, Muhammad Musthofa, Tafsir al-Maraghi, Mesir: Musthofa al-Babi
al-Halabi, vol. 2, 1962.
Mustaqim, Abdul, Aliran-Aliran Tafsir, Yogyakarta: Kreasi Wacana, Cet.
Ke-1, 2005.
Mamindi, Sri dan Hang Rahardjo, Teknik Menyusun Karya Ilmiah, Jakarta,
1995
Misrawi, Zuhairi, Pandangan Muslim Moderat: Toleransi, Terorisme, dan
Oase Perdamaian, Jakarta; Penerbit Buku Kompas, 2010.
Mursyid, Ali, https://iiq.ac.id/index.php?a=artikel&d=2&id=86, diakses pada
22 Juni 2019.
Mufidah, Laila, “Tingkat Self Efficacy Mahasantri Terhadap Kemampuan
Tahfidz Al-Qur’an”, Skripsi, Jakarta: Perpustakaan IIQ Jakarta, 2018.

Musa, Ali Masykur, Membumikan Islam Nusantara: Respons Islam terhadap


Isu-Isu Aktual, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2014.

Muslim, Imam, Shahih Muslim, vol.1, Mesir: Isa al-Babi al-Halabi,t.t.

Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan


Bintang, 1978.
127

Pohan, Rahmad Asri, Toleransi Inklusif, Yogyakarta: Kaukaba Dipantara,


2014
Rohan, Abujamin, Ensiklopedi Lintas Agama, Jakarta: Emerland, 2009.
Sja’roni, “Madzahibut Tafsir Dalam Perspektif Studi Al-Qur’an”,
http://ejournal.kopertais4.or.id/tapalkuda/index.php/pwahana/article/
download/1816/1343/, diakses tanggal 22 Juni 2019

Syukur, M. Asywadie, Perbandingan Madzhab, Surabaya: Pt. Bina Ilmu,


1982.
Sudarno, Jaja, https://bengkulu.kemenag.go.id/artikel/42737-tri-kerukunan-
umat-beragama, diakses pada 23 Juni 2019.
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1995.
Soekanto, Soerjono, Kamus Sosiologi, Jakarta: Royandi, 1985.
Thoha, Anis Malik, Tren Pluralisme Agama; Tinjauan Kritis, Depok: Gema
Insani, 2006
Ulfa, AM, http://eprints.walisongo.ac.id/6995/3/BAB%20ll.pdf, diakses pada
23 Juni 2019.
Wawancara dengan dosen pengampuh madzahibut tafsir IIQ Jakarta,
Muhammad Ulinnuha, Ciputat, 4 Juli 2015.
Wawancara dengan Mahasiswi IIQ Jakarta, Latifatur Rohimah, Kampung
Utan, 9 Juli 2019.
Wawancara dengan pasca sarjana IIQ Jakarta, Isyroqotun Nashoiha, Wates,
11 Juli 2019.
Wawancara dengan mahasiswi IIQ Jakarta, Ulya, Legoso, 9 Juli 2019.
Wawancara dengan dosen pengampuh madzahibut tafsir PTIQ Jakarta,
Abdul Kholiq, 9 Juli 2019.
Wawancara dengan mahasiswa PTIQ Jakarta, Ahmad Muntaha, Cirendeu, 24
Juli 2019.
128

Wawancara dengan mahasiswa PTIQ Jakarta, Achmad Chasani, Ciputat, 11


Juli 2019.
Wawancara dengan mahasiswa PTIQ Jakarta, Muhammad Ade Sevtian,
Gaplek, 11 Juli 2019.
Wawancara dengan dosen pengampuh madzahibut tafsir STKQ al-Hikam,
Yusni, Depok, 12 Juli 2019.
Wawancara dengan mahasiswa STKQ al-Hikam, Reza, Depok, 13 Juli 2019.
Wawancara dengan mahasiswa STKQ al-Hikam, Reva, Depok, 13 Juli 2019.
Wawancara dengan pasca sarjana STKQ al-Hikam, Nasril, Depok, 13 Juli
2019.
Zen, Muhaimin, Mengenang Gagasan DR. K.H. ACHMAD HASYIM
MUZADI, Depok:Fazaprinting, 2017.
Transkrip Wawancara

Narasumber : Dr. M. Ulinnuha Khusnan, MA


Tempat : Kampus IIQ Jakarta
Waktu : 4 Juli 2019
Pertanyaan : Mulai kapan madzahib tafsir dijadikan sebuah mata kuliah di
kampus ini? Dan sejak kapan bapak mengampuh mata kuliah
madzahib tafsir?
Jawaban : Madzahibut tafsir dijadikan mata kuliah di kampus IIQ
sudah lama, sejak adanya Ushuluddin berdiri pertama kali,
namun untuk nama mata kuliahnya tidak pure madzahib tafsir
tapi manahibut tafsir dan madzahibuhu, dan akhirnya
dijadikan madzahibut tafsir.
Saya agak lupa tahun kapan mulai mengampu madzahib tafsir,
perkiraan 2014 atau 2016, dan mata kuliah ini untuk semester
7, namun dari tahun kemarin sudah dimulai dari semester 6
Pertanyaan : Tujuan perkuliahan ini apa? Apakah tujuan tersebut sudah
terlaksana?
Jawaban : Pertama karena ada di silabus, intinya untuk mengenalkan
mahasiswa tentang keragaman madzhab-madzhab tafsir al-
Qur’an, setelah mereka paham, selanjutnya diharapkan
mereka mempunyai cakrawala pengetahuan mengenai
keberbagaian dan kewarna-warnian itu, sehingga terakhir
harapannya mereka bisa hidup saling menghargai dan
bertoleransi, tidak mengklaim dia benar dan yang lain salah.
Secara Kognitif sepertinya sudah terlaksana, selama
kehidupan di kampus sepengetahuan saya mereka sudah
toleran, namun untuk diluar kampus saya tidak mengetahui.
Pertanyaan : Apa latar belakang adanya mata kuliah ini?
Jawaban : Indikasinya adalah selain karena alasan akademik, bahwa ini
adalah bagian yang penting untuk diberitahu dan diajarkan
kepada mahasiswa, alasan yang kedua adalah untuk
menanggulangi fenomena banyaknya klaim kebenaran yang
dilakukan banyak orang, ada sih beberapa mahasiswa yang
mengklaim bahwa pandangannya benar dan yang lain salah,
tapi hal ini tidak mayoritas.
Pertanyaan : Apakah anda merasa mahasiswa IAT setelah mempelajari
mata kuliah madzahib tafsir lebih bertoleran ketika berdiskusi
atau bermusyawarah bahkan berdebat karena adanya sebuah
perbedaan?
Jawaban : Yang saya rasakan lebih bertoleran, diskusi sewajarnya,
namun jika untuk mahasiswi yang pernah mempunyai kasus
fanatik sebelumnya hanya diam saat di kelas, jadi memang
agak susah untuk menentukan dia sudah toleran atau belum.
Memang butuh untuk langsung di wawancarai saja.
Pertanyaan : Apakah ada mahasiswa bapak yang telah mempelajari mata
kuliah madzahib tafsir, namun masih sempit pemahamannya
sehingga mudah untuk menyalahkan orang yang berbeda
pendapat dengannya?
Jawaban : Jika memang ada, itu pun mahasiswi yang sama sekali belum
mempelajari mata kuliah ini, sejauh ini untuk mahasiswi yang
sudah mempelajari madzahibut tafsir tidak ada yang
pemahamannya justru lebih sempit, setelah belajar sepertinya
terbuka, tentu terbukanya wawasan itu tidak langsung 100%,
karena pembelajarannya hanya satu semester, dari yang
misalnya tertutup sama sekali akhirnya sudah mulai bisa angin
masuk, dan yang sudah bertoleran atau terbuka maka lebih
sangat terbuka dengan toleran dan wawasan yang lebih luas
lagi.
Pertanyaan : Apa keistimewaan atau kelebihan mata kuliah madzahib
tafsir di IIQ dibanding dengan mata kuliah tersebut di kampus
lain?
Jawaban : Kalau madzahib di iiq itu saya mengkombinasi dari berbagai
aspek, madzahib tafsir kan ada macam-macam, ada madzhab
berdasarkan tipologi geografik per daerah, misalnya tafsir
hijazi, tafsir madani, tafsir indonesi dan seterusnya itu satu
madzhab, ada madzhab tafsir lain yang tidak berdasarkan
geografik tapi berdasarkan madzhab pemikiran dalam ilmu
kalam, tafsir jabari, tafsir qodari, tafsir asyari, taafsir maturidi.
Lalu ada tafsir-tafsir alaa madzhab fuqoha, tafsir hanafi, tafsir
hambali, tafsir syafii dan seterusnya. Nah di IIQ saya coba
untuk mix, dalam 16 kali pertemuan disitu kita mencoba
mempelajari dari aspek madzhab kalam, madzhab kaidah lalu
madzhab fiqih, dan aspek yang tidak masuk dalam kaidah atau
fiqih, tapi issue pergerakan, misalnya madzhab tafsir wahabi
atau madzhab tafsir ikhwan muslimin. Jadi keistimewaan
silabus di mata kuliah ini yaitu kombinasi beberapa
kecenderungan yang berbeda-beda lalu kemudian kita mix
dalam satu mata kuliah.
Pertanyaan : Sejauh ini apakah ada konflik atau permasalahan yang
ditimbulkan karena adanya perbedaan madzhab di kampus
ini?
Jawaban : Sependek pengetahuan saya tidak ada.
Pertanyaan :Setelah saya observasi di kampus-kampus lain terkhusus
prodi IAT, ternyata tidak semua mahasiswa mempelajari ilmu
ini, menurut bapak apakah ilmu madzahib tafsir ini harus
dijadikan sebuah mata kuliah yang wajib di prodi IAT? Apa
alasannya?
Jawaban : Iya, apalagi dilihat konteks kehidupan masyarakat dengan
issue yang berkembang adalah tentang politik identitas,
gerakan klaim kebenaran, semangat untuk berislam secara
formalitas tanpa mempelajari alquran mendalam, jadi islam
hanya di pelajari pada aspek simbol-simbol, berjilbab
contohnya, tapi apakah hatinya fikirannya sudah berjilbab
jarang disentuh. Contoh lagi pakai simbol laa ila ha illallah,
seakan-akan yang memakai jubah atau simbol tulisan laa ila
ha illallah adalah yang paling islam, sedangkan yang lain
tidak.
Nah ditengah wacana keagamaan yang sangat dangkal ini
saya kira mata kuliah madzahibut tafsir menjadi sangat
penting, karena ini membicarakan tentang keragaman
mujtahid dari kalangan mufassirin untuk memahami isi al-
Qur’an.
Narasumber : Yusni, MA
Tempat : Masjid Al-Hidayah (Limo, Kota Depok)
Waktu : 12 Juli 2019
Pertanyaan : Mulai kapan madzahib tafsir dijadikan sebuah mata kuliah di
kampus ini? Dan sejak kapan bapak mengampuh mata kuliah
madzahib tafsir?
Jawaban : Saya kurang tau masalah sejak kapan, dan saya masih baru
di STKQ kemudian langsung mengampuh mata kuliah
madzahibut tafsir ini, memang di alhikam sendiri tidak sama
dengan kampus lain, alhikam hanya mempunyai satu prodi
yaitu IAT, dan setiap angkatan hanya ada satu kelas saja,
berjumlah 30an mahasiswa.
Pertanyaan : Tujuan perkuliahan ini apa? Apakah tujuan tersebut sudah
terlaksana?
Jawaban : Saya ingin dengan madzahibut tafsir yang saya ampuh ini,
temen-temen STKQ mendapat wawasan metodologis dari
peneliti barat dalam upaya mereka membaca perkembangan
ulama-ulama atau para mufassir dari masa ke masa dengan
berbagai macam kelas atau strata, intelektualnya sehingga itu
menambah pengetahuan mahasiswa menjadi komrehensif,
tafsir ini dari abad ke abad kan mempunyai semacam
perkembangan yang berjalan secara periodik, kalau Husen ad-
Dhahabi kita paham sekali pembagiannya, tafsir pada masa
sahabat, tafsir pada masa thabiin, pengaruhnya dan hanya
seputar israilliyat, qira’at, i’rab. Nah pembagian Husen Ad-
Dhahabi ini kan sangat populer untuk kalangan IAT, mudah
masuk dan mudah untuk dipahami, kalau tafsir orientalis ini
kan agak rumit, sebagian berdasarkan periode sebagian lagi
berdasarkan corak misalnya, ini yang terkadang sulit. tapi
semakin kesini akhirnya bisa kebaca arah pemikiran Ignaz
Goldziher.
Jadi dengan mengetahui itu, mereka dapat membaca kitab
tafsir sebagai prodak budaya, dialognya seperti apa, dialognya
dengan keadaan teksnya, misal saat disebutkan tafsir Ibn
Katsir mereka langsung terbayang tafsirannya ini tafsir abad
keberapa, sehingga sudut pandang mereka terhadap kitab
tafsir itu mapan, mapan disini maksudnya tidak hanya
berkutat dengan teks didalamnya, akhirnya mereka benar-
benar paham bahwa tafsir itu pun berdialog mengenai budaya.
Dengan begitu semakin luas sudut pandangnya sehingga
membantu mereka menafsirkan nantinya, contohnya dia sadar
sekarang dia hidup di abad 14H corak pemikiran penafsir
seperti apa, sadar pula bahwa dia berada di nusantara dan lain
sebagainya, itu berangkat dari mereka belajar mata kuliah
madzahibut tafsir. Dan dalam setengah tahun ini saya melihat
antusias belajar mereka. Tujuan khususnya membantu mereka
mudah menafsirkan Al-Qur’an dan melahirkan tafsir yang
kontekstual. Tafsir ini kan diharapkan adanya perubahan,
perubahan dalam pemahaman masyarakat, perubahan umat
islam khususnya yang membaca tafsir tersebut. Perubahan
disini masyarakat lebih toleran. Sehingga al-Qur’an ini
menjadi hidup didalam kehidupan masyarakat.
Pertanyaan : Apa latar belakang adanya mata kuliah ini?
Jawaban : Yang saya lihat mereka ini awalnya masih terkungkung
dalam tafsir model klasik yang kecenderungannya tekstual,
cara pandang tafsir klasik ini memang tidak bisa lepas dalam
penafsiran namun untuk menghidupkan al-Qur’an untuk
seluruh zaman yaa harus ikut dengan adanya culture atau
budaya. Jadi nilai tafsir itu menjadi tidak liberal,
kecenderungannya akhirnya moderat, klasiknya di pakai,
metode barat, dialognya dengan budaya setempat muncul.
Akhirnya mereka sadar dengan madzhabnya, bahwa mereka
ada di madzhab kontemporer dan di nusantara, karena seorang
mufassir harus sadar banget dengan zamannya.
Pertanyaan : Apakah anda merasa mahasiswa IAT setelah mempelajari
mata kuliah madzahib tafsir lebih bertoleran ketika berdiskusi
atau bermusyawarah bahkan berdebat karena adanya sebuah
perbedaan?
Jawaban : Saya yakin mata kuliah yang mereka dapatkan selain saya itu
banyak, dan memang teman-teman ini sangat terbuka, tidak
antipati dengan hal baru yang mungkin baru mereka dengar,
malah justru mereka sangat senang dengan pemahaman-
pemahaman madzhab yang baru mereka ketahui, antusias
sekali dan menerima pengetahuan di mata kuliah madzahibut
tafsir, saya rasa 80% mahasiswa STKQ ini toleran, mereka
seolah-olah dari sorot matanya mengatakan, saya akan
berusaha menggunakan metodologi ini, saya ingin
menafsirkan al-Qur’an dengan sangat sadar zaman dan
culturenya.
Pertanyaan : Apakah ada mahasiswa bapak yang telah mempelajari mata
kuliah madzahib tafsir, namun masih sempit pemahamannya
sehingga mudah untuk menyalahkan orang yang berbeda
pendapat dengannya?
Jawaban : Saya tadi mengatakan 80% mahasiswa STKQ toleran, untuk
yang 20% ini bukan tidak terbuka atau toleran melainkan
tidak aktif dalam kelas, atau malah tidak masuk saat mata
kuliah ini. Atau juga karena adanya teman-teman yang merasa
terlalu banyak kegiatan di pesantren alhikamnya sehingga
dalam kampus beberapa mahasiswa merasa mata kuliah ini
lumayan berat karena adanya banyak istilah asing, sehingga
ketinggalan dalam penjelasan saya.
Pertanyaan : Apa keistimewaan atau kelebihan mata kuliah madzahib
tafsir di IIQ dibanding dengan mata kuliah tersebut di kampus
lain?
Jawaban : Saya kurang tahu madzahibut tafsir di kampus lain, hanya
saja saya pribadi ingin madzahibut tafsir di STKQ ini
mengajak teman-teman untuk sadar mereka berada di
madzhab apa setelah belajar beberapa macam klasifikasi
madzhab yang disampaikan oleh timur barat, timur tengah,
indonesia. Jadi saya sengaja menggabungkan pemikiran dari
barat, timur dan indonesia sendiri. Keistimewaanya lebih
komprehensif, jadi lebih mencakup.
Pertanyaan : Sejauh ini apakah ada konflik atau permasalahan yang
ditimbulkan karena adanya perbedaan madzhab di kampus
ini?
Jawaban : Tidak ada, saya tidak pernah menemukan hal tersebut.
Pertanyaan : Setelah saya observasi di kampus-kampus lain terkhusus
prodi IAT, ternyata tidak semua mahasiswa mempelajari ilmu
ini, menurut bapak apakah ilmu madzahib tafsir ini harus
dijadikan sebuah mata kuliah yang wajib di prodi IAT? Apa
alasannya?
Jawaban : Jadi seperti yang saya ucapkan tadi, STKQ ini mempunyai
visi misi untuk menjadi sekolah tinggi tafsir terdepan dan
melahirkan mufassir, karena itu untuk masuk STKQ harus
hafal Al-Qur’an, kemudian mereka dicekokin dengan ilmu-
ilmu lain agar dapat menjadi kader mufassir kedepan. Jadi
saya sangat mengharuskan mata kuliah madzahibut tafsir di
prodi IAT, karena ilmu ini adalah ilmu wajib juga untuk
seorang kader mufassir.
Narasumber : Abdul Kholiq, MA.
Tempat : Kediaman pengampuh (Pondok Cabe)
Waktu : 9 Juli 2019
Pertanyaan : Mulai kapan madzahib tafsir dijadikan sebuah mata kuliah di
kampus ini? Dan sejak kapan bapak mengampuh mata kuliah
madzahib tafsir?
Jawaban : Saya alumni PTIQ, saya masuk tahun 2007, ketika saya di
PTIQ sudah ada mata kuliah ini, kalau sejarahnya sudah mulai
dari awal ushuluddin berdiri, Cuma memang diajarkan di
semester atas, semester 6 dan kemarin sempet di semster 8.
dan dari awal saya mendapat mata kuliah ini memang
namanya madzahibut tafsir.
Saya sendiri mengampuh madzahibut tafsir masih dua tahun
ini, sebelumnya mengampuh mata kuliah fiqih, ushul fiqih,
tafsir klasik dll.
Pertanyaan : Tujuan perkuliahan ini apa? Apakah tujuan tersebut sudah
terlaksana?
Jawaban : Madzhab kan diambil dari kata dzahaba berarti kita berjalan,
atau bisa diartikan sebagai at-thoriqoh atau jalan yang
digunakan seseorang untuk memahami al-Qur’an, dan
madzahibut tafsir itu mulai ada ketika orientalis Ignaz
Goldziher memperkenalkannya. ketika saya lihat seperti yang
di almufassirun, disitu dijelaskan ada banyak madzhab-
madzhab tafsir, tetapi kecondongan ali yazid ini tidak pada
teologi, melainkan madzhab tafsir pemahaman terkait
penafsiran yang berbeda-beda.
Tafsir bil ma’tsur seperti yang kita tahu tafsir yang diambil
dari perkataan nabi, sahabat dan tabi’in, walaupun
kebanyakan orang salah pemahaman juga, mereka mengira
tafsir bil ma’tsur ini tidak pakai akal, padahal tafsir bil ra’yi
maupun bil ma’tsur dua-duanya juga memakai ijtihad atau
akal.
Saya lebih menangkap ternyata saya lebih suka untuk
memberikan definisi terkait bil ma’tsur dan bi ra’yi ini
mengenai masa, pada waktu. Jadi tafsir bil ra’yi adalah karya
tafsir setelah masa Nabi, sahabat, dan tabi’in.
Tujuan mata kuliah ini selama ini yang saya gunakan di PTIQ
yang pertama untuk mencegah, karena beberapa hari ini
banyak aliran-aliran yang kurang toleran atau radikal,
sedangkan di PTIQ kan moderat, dan beberapa mahasiswa
yang menunjukkan gerakan kesitu, makanya ushuluddin
sebagai yang berkecimpung pada aliran-aliran itu, saya juga
andil, maka dari itu untuk madzahibut tafsir saya tidak
membahas tafsir tentang tafsir madzhab sunni, syi’i, atau
mu’tazili, tetapi saya lebih membahas tentang isyari, fiqih
ataupun ijtima’i dan sebagainya. Karena kalau saya
membahas tentang teologi lagi, semester pertama sudah ada
ilmu kalam, takutnya ada pengulangan pelajaran disini.
Karena di PTIQ ada mata kuliah tafsir klasik dan tafsir
kontemporer, nah di tafsir klasik ini nanti akan ada penjelasan
teologi itu tadi.
Dan yang pasti tujuan lain untuk memperkuat pemahaman
keislaman kemudian yang kita kuatkan sikap-sikap
moderatnya. Dan tujuan khususnya untuk menambah
khazanah terkait penafsiran mulai awal penafsiran hingga
sekarang. Dan yang saya rasakan semua tujuan ini sudah
terlaksana.
Pertanyaan : Apa latar belakang adanya mata kuliah ini?
Jawaban : kalau untuk alumninya secara garis besar berada di tengah
ahlus sunnah wal jama’ah, karena beberapa ada mahasiswa
saya dulu meninggal karena menjadi relawan ISIS sekitar
tahun 2015, dan mahasiswa ini belum mengikuti mata kuliah
madzahibut tafsir.
Pertanyaan : Apakah anda merasa mahasiswa IAT setelah mempelajari
mata kuliah madzahib tafsir lebih bertoleran ketika berdiskusi
atau bermusyawarah bahkan berdebat karena adanya sebuah
perbedaan?
Jawaban : kita tidak merundingkan pada teologi, jadi ketika di ruang
belajar, semuanya bertoleransi.
Pertanyaan : Apakah ada mahasiswa bapak yang telah mempelajari mata
kuliah madzahib tafsir, namun masih sempit pemahamannya
sehingga mudah untuk menyalahkan orang yang berbeda
pendapat dengannya?
Jawaban : Ketika kita membuka wawasan, otomatis wawasan mereka
bertambah, dan semakin wawasan bertambah maka mereka
akan lebih bertoleran atau moderat, kecuali kalau dari awal
ada yang mengajar dengan niatan mempersempit
pemahamannya sendiri, jadi yang seharusnya islam menjadi
agama yang rahmatan lil alamin, jadi rahmatan lil madzhab.
Pertanyaan : Apa keistimewaan atau kelebihan mata kuliah madzahib
tafsir di PTIQ dibanding dengan mata kuliah tersebut di
kampus lain?
Jawaban : Diawal keinginannya itu bagaimana mahasiswa tidak awam
dari karya-karya tafsir yang mana disitu banyak juga
madzhab-madzhab apapun, dari situ kemudian semua mata
kuliah yang saya ampuh yang terkategori tafsir atau
penafsiran lebih pada contohnya, misal kita membahas tafsir
fiqih, kemudian yang diambil al-badhawi diambil dari
arabnya, kemudian mereka disuruh membaca dan
menerjemahkan, jadi sambil memahami madzahibut tafsir
mereka juga belajar penafsiran dari mufassir.
Pertanyaan : Sejauh ini apakah ada konflik atau permasalahan yang
ditimbulkan karena adanya perbedaan madzhab di kampus
ini?
Jawaban : Sepengetahuan saya tidak pernah.
Pertanyaan :Setelah saya observasi di kampus-kampus lain terkhusus
prodi IAT, ternyata tidak semua mahasiswa mempelajari ilmu
ini, menurut bapak apakah ilmu madzahib tafsir ini harus
dijadikan sebuah mata kuliah yang wajib di prodi IAT? Apa
alasannya?
Jawaban : Kalau konsennya di IAT ya madzahibut tafsir menjadi mata
kuliah yang wajib, bukan hanya institut tertentu tetapi itu
menjadi program yang harus.
Karena munculnya tafsir-tafsir yang berbeda itu dengan latar
belakang yang berbeda pula, dari sana muncul penafsiran dan
pemahaman yang berbeda-beda, saya kira harus diajarkan
karena menjadi pengetahuan yang wajib diketahui.
Narasumber : Latifatur Rohimah
Tempat : Pesantren Takhassus IIQ Jakarta
Waktu : 9 Juli 2019
Hasil Wawancara
Pertanyaan : Apakah anda sudah mempelajari mata kuliah madzahibut
tafsir?
Jawaban : iya
Pertanyaan : Apa saja sub dari mata kuliah ini?
Jawaban : Pengertian dan historisitas Madzahib at-Tafsir, tafsir sunni,
tafsir Syi’ah, Tafsir Khawarij, tafsir Muktazilah, tafsir Sufi,
Tafsir Bathiniyah, Tafsir Qodyaniyah dan Baha’iyah/Babiyah,
Tafsir Hanafiyah, Tafsir Malikiyah, Tafsir Syafi’iyah, Tafsir
Hanabilah, Tafsir Zhahiriyah.
Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam
madzhab fiqih?
Jawaban : Simple saja, adanya perbedaan madzhab fiqih itu
menimbulkan keberkahan. Kenapa membawa keberkahan
karena dengan adanya madzhab fiqih kita bisa memilih salah
satu madzhab yang akan kita ikuti sesuai dengan keadaan dan
kondisi yang ada. Maka dari itu saya menyimpulkan pula
bahwa adanya perbedaan madzhab fiqih sangat memberikan
kemudahan.
Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam
madzhab tafsir?
Jawaban : Saya pribadi sangat bersyukur, karena madzhab satu dengan
madzhab yang lain dapat saling melengkapi, pastinya satu
madzhab tafsir tidak mampu mencakup aspek-aspek diluar
madzhab itu tadi, jadi saya sangat bersyukur dengan adanya
perbedaan-perbedaan tersebut. Sikap saya terhadap perbedaan
tersebut berusaha untuk lebih terbuka, dengan cara tidak
menyalahkan madzhab tafsir yang tidak sesuai dengan
keinginan atau pemikiran kita, karena setiap madzhab
memiliki idiologi atau tuntunan masing-masing. Selama hasil
penafsiran tidak keluar dan menyalahkan syariat, al-Quran
dan hadits maka perbedaan dalam penafsirannya aman saja.
Pertanyaan : Madzhab yang begitu banyak, menimbulkan banyak
perbedaan pandangan yang tidak sedikit menimbulkan banyak
permasalahan, contohnya kasus mantan gubernur DKI Jakarta
(Bpk. Ahok) yang melibatkan penafsiran surat al-Maidah ayat
51, apakah itu termasuk penistaan? Bagaimana sikap anda
menghadapi orang yang fanatik dalam menafsirkan ayat
tersebut?
Jawaban : Menurut saya ayat tersebut lebih fokus pada pengertian
pemimpin, namun tidak ada salahnya jika sebagian lain
mengartikan teman, yang di permasalahkan adalah pah ahok
ini mengatakan tentang sesuatu yang bukan pada ranahnya.
dan menurut saya itu adalah sebuah penistaan.
Pertanyaan : Apakah setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir
anda lebih terbuka dalam menerima saran dan perbedaan
dalam bermadzhab?
Jawaban : Saya sangat suka berdiskusi dan membagi pemahaman
kepada yang lain, jadi saya sangat menerima saran dan
perbedaan terkhusus dalam bermadzhab.
Pertanyaan : Jika anda menemukan permasalahan dalam penafsiran atau
madzhab tafsir sendiri, bagaimana sikap anda? apakah anda
akan mengungkapkan kegalauan pemikiran anda? Atau
memilih diam?
Jawaban : Saya akan mengungkapkan apa yang butuh saya ungkapkan,
dan tidak akan mengungkapkan yang tidak seharusnya
diungkapkan.
Pertanyaan : Apakah teman-teman anda adalah orang-orang yang satu
madzhab dengan anda?
Jawaban : Tidak ada. Karena memang tidak menemukan, bukan berarti
tidak mau untuk berteman dengan orang yang bermadzhab
lain. Namun saudara saya ada yang LDII (Lembaga Dakwah
Islam Indonesia) satu aliran yang dapat dikatakan fanatik, dan
hubungan saya dengannya baik-baik saja.
Pertanyaan : Bagaimana sikap anda jika kepercayaan madzhab teman
anda tidak sama dengan anda?
Jawaban : Karena saya tumbuh dalam keluarga yang notabene ibu saya
NU tulen dan ayah saya Muhmmadiyah tulen, sehingga saya
terbiasa hidup dalam toleransi yang tinggi, maka dari itu saya
tidak pernah mempermasalahkan pertemanan yang berbeda
madzhab.
Pertanyaan : Quraish Shihab adalah salah satu mufassir Indonesia yang
begitu terkenal dengan tafsir al-Misbahnya, namun
penafsirannya menegenai hijab sangat ditentang oleh oknum
tertentu. Bahkan ada yang menyebutnya syiah. Bagaimana
sikap anda mengenai hal ini? Apakah anda tetap akan
memberikan apresiasi atas karya beliau? Atau justru menolak
penafsirannya?
Jawaban : kalau menurut saya pribadi beliau bukan syiah, dilihat dari
penafsirannya malah cenderung kepada sunni, hanya satu hal
tentang hijab ini memang beliau syiah banget, dan hal ini
wajar karena dalam doktornya beliau mengkaji tentang kitab
syiah, jadi sedikit banyak mempengaruhi pola pikiran beliau.
Dan saya menerima dengan seluruh penafsirannya, terkhusus
untuk hijab saya menerima namun tidak mengaplikasikan
tafsiran tersebut.
Pertanyaan : Jika teman anda berbeda pemahaman dengan anda dalam
bermadzhab, apakah anda akan memaksa teman anda untuk
satu pemahaman madzhab dengan anda?
Jawaban : Lebih banyak berdiskusi, ajak obrol dan tetap tidak
memaksa argumen saya.
Pertanyaan : Setiap kepala memiliki pemikiran yang berbeda, mempunyai
argumen tersendiri dalam memilih atau mempercayai sebuah
madzhab, bagaimana perasaan anda dengan banyaknya
perbedaan disekitar anda? Senang atau justru lebih khawatir?
Jawaban : Khawatir, apalagi dewasa ini kabar ini masih sangat hangat
tentang sekte-sekte di indonesia, sebut saja BANSER yang
melarang ustad hannan attaki untuk ceramah, bukan menolak
penceramahnya, namun isi dari ceramahnya membawa atau
seakan-akan mengajak pada islam yang keras, hal ini
melampaui batas BANSER, seharusnya ini urusan POLRI.
Hal-hal seperti ini akan mengakibatkan pemecahan umat. Itu
sangat membuat saya khawatir.
Pertanyaan : Menurut anda madzhab mana yang paling toleran?
Alasannya?
Jawaban : Kalau menurut saya beberapa aliran mempunyai kadar
toleransi tersendiri. Namun jika harus disuruh memilih, saya
merasa yang paling toleran adalah sunni alasannya mungkin
karena belum mendalami aliran yang lainnya.
Pertanyaan : Dari semua pertanyaan saya, apakah semua itu adalah efek
setelah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir?
Jawaban : Sedikit banyak iya, namun selebihnya karena lingkungan
keluarga saya sudah mengajarkan saya toleran sejak kecil.
Narasumber : Isyroqotun Nashoiha
Tempat : Pesantren Takhassus IIQ Jakarta
Waktu : 11 Juli 2019
Hasil Wawancara
Pertanyaan : Apakah anda sudah mempelajari mata kuliah madzahibut
tafsir?
Jawaban : Yes dong
Pertanyaan : Apa saja sub dari mata kuliah ini?
Jawaban : Pengertian dan historisitas Madzahib at-Tafsir, tafsir sunni,
tafsir Syi’ah, Tafsir Khawarij, tafsir Muktazilah, tafsir Sufi,
Tafsir Bathiniyah, Tafsir Qodyaniyah dan Baha’iyah/Babiyah,
Tafsir Hanafiyah, Tafsir Malikiyah, Tafsir Syafi’iyah, Tafsir
Hanabilah, Tafsir Zhahiriyah.
Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam
madzhab fiqih?
Jawaban : Sebenarnya perbedaan itu semua dari segi fur’i, misalkan
madzhab syafii dalam segi wudhu, yang dibasuh tangannya
adalah pergelangan tangan sampai siku-siku, tapi yang pokok
dari wudhu di tangan itu adalah tangan itu sendiri bukan
batasannya, nah perbedaan dari madzhab fiqih dari segi fur’i
itu adalah pembahasan batasannya. Jadi bukanlah sebuah
permasalahan adanya perbedaan madzhab fiqih, tergantung
dimana kita berada dan dimana kita menerapkannya, jika kita
menerapkannya di tempat yang awam dalam bermadzhab
fiqih maka akan menjadi sebuah permasalahan, yakni kesalah
pahaman di masyarakat tersebut. Selebihnya saya sangat tidak
mempermasalahkan perbedaan-perbedaan yang berada di
madzhab fiqih itu sendiri.
Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam
madzhab tafsir?
Jawaban : Bagus dan dengan banyaknya perbedaan itu justru
menimbulkan hal-hal yang positif.
Pertanyaan : Madzhab yang begitu banyak, menimbulkan banyak
perbedaan pandangan yang tidak sedikit menimbulkan banyak
permasalahan, contohnya kasus mantan gubernur DKI Jakarta
(Bpk. Ahok) yang melibatkan penafsiran surat al-Maidah ayat
51, apakah itu termasuk penistaan? Bagaimana sikap anda
menghadapi orang yang fanatik dalam menafsirkan ayat
tersebut?
Jawaban : Bukan penistaan, itu hanya kesalahan pemahaman
kontekstual mereka yang kurang mengetahui asbabun nuzul
dari ayat tersebut. Karena ayat itu masih berkaitan dengan
ayat sebelumnya. Dan jika dipenggal hanya satu ayat tersebut
maka berakibat fatal bagi yang memahaminya.
Pertanyaan : Apakah setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir
anda lebih terbuka dalam menerima saran dan perbedaan
dalam bermadzhab?
Jawaban : kalau dulu saya syafi’iyah banget dan menolak yang lain,
tapi semenjak mempelajari madzahibut tafsir saya sangat
terbuka dan tidak menafikkan madzhab yang lain.
Pertanyaan : Jika anda menemukan permasalahan dalam penafsiran atau
madzhab tafsir sendiri, bagaimana sikap anda? apakah anda
akan mengungkapkan kegalauan pemikiran anda? Atau
memilih diam?
Jawaban : Saya akan mengungkapkannya namun tidak ngotot dalam
pendapat saya.
Pertanyaan : Apakah teman-teman anda adalah orang-orang yang satu
madzhab dengan anda?
Jawaban : Tidak, teman-teman pasca saya malah lebih bisa bikin kita
moderat karena berbeda madzhab, tapi jangan terlalu moderat
itu tidak baik juga.
Pertanyaan : Bagaimana sikap anda jika kepercayaan madzhab teman
anda tidak sama dengan anda?
Jawaban : Mendengarkan argumennya dan tetap butuh filter untuk
mengantongi yang dipahami sehingga tidak menafikkan
kepercayaan madzhab yang lain.
Pertanyaan : Quraish Shihab adalah salah satu mufassir Indonesia yang
begitu terkenal dengan tafsir al-Misbahnya, namun
penafsirannya menegenai hijab sangat ditentang oleh oknum
tertentu. Bahkan ada yang menyebutnya syiah. Bagaimana
sikap anda mengenai hal ini? Apakah anda tetap akan
memberikan apresiasi atas karya beliau? Atau justru menolak
penafsirannya?
Jawaban : Tidak, saya tidak setuju jika beliau dinobatkan menjadi
aliran syiah. Memang yang saya baca penafsiran beliau ada
yang merujuk pada thaba thaba’i, namun bukan berarti beliau
iu penganut syiah. Dan mengenai penafsiran hijab, saya
pernah mendengarkan dari guru saya yang sanadnya jelas
sampai pada pak Quraish, bahwa beliau pernah menyuruh
anak-anaknya untuk berhijab, namun karena sekarang
anaknya sudah bersuami maka lepas-lah tanggung jawab
untuk menyuruhnya dan diserahkan pada suaminya, jadi salah
jika ramai orang berbicara bahwa beliau tidak pernah
menyuruh anak-anaknya untuk berhijab.
Pertanyaan : Jika teman anda berbeda pemahaman dengan anda dalam
bermadzhab, apakah anda akan memaksa teman anda untuk
satu pemahaman madzhab dengan anda?
Jawaban : Saya ajak diskusi, jika memang sudah tidak bisa
sepemahaman setelah diskusi tersebut maka saya akan
membiarkan pemahamannya dengan dirinya, dan pemahaman
saya dengan diri saya, karena semua yg bernama pemaksaan
itu tidak enak.
Pertanyaan : Setiap kepala memiliki pemikiran yang berbeda, mempunyai
argumen tersendiri dalam memilih atau mempercayai sebuah
madzhab, bagaimana perasaan anda dengan banyaknya
perbedaan disekitar anda? Senang atau justru lebih khawatir?
Jawaban : khawatir karena takut menyesatkan satu sama lain, biasanya
kan orang kalau sudah kekeuh dengan pemahamannya akan
menyalahkan pemahaman yang lain, namun untuk selebihnya
semua perbedaan itu bagus dan sangat positif.
Pertanyaan : Menurut anda madzhab mana yang paling toleran?
Alasannya?
Jawaban : Menurut saya madzhab syafi’i adalah yang paling toleran,
namun sebenarnya semua madzhab sesuai dengan buku atau
kitab atau pedoman yang dianut oleh mereka, misalnya
madzhab hanafi pasti ada kitabnya sendiri, jadi semua
madzhab itu benar, disesuaikan dengan tempat yang
ditempati.
Pertanyaan : Dari semua pertanyaan saya, apakah semua itu adalah efek
setelah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir?
Jawaban : Sangat iya.
Narasumber : Ulya
Tempat : Pesantren Takhassus IIQ Jakarta
Waktu : 9 Juli 2019
Hasil Wawancara
Pertanyaan : Apakah anda sudah mempelajari mata kuliah madzahibut
tafsir?
Jawaban : Sudah
Pertanyaan : Apa saja sub dari mata kuliah ini?
Jawaban : Pengertian dan historisitas Madzahib at-Tafsir, tafsir sunni,
tafsir Syi’ah, Tafsir Khawarij, tafsir Muktazilah, tafsir Sufi,
Tafsir Bathiniyah, Tafsir Qodyaniyah dan Baha’iyah/Babiyah,
Tafsir Hanafiyah, Tafsir Malikiyah, Tafsir Syafi’iyah, Tafsir
Hanabilah, Tafsir Zhahiriyah. Tafsir wahhabiyah, Tafsir
Ikhwanul Muslimin
Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam
madzhab fiqih?
Jawaban : Sebagai muslim kita hidup seharusnya dengan kehidupan
yang syari’ah, ketika kita mentaati syariah berarti kita harus
terpaut pada al-Qur’an dan as-Sunnah, al-Qur’an sendiri
sudah banyak yang menafsirkan dan untuk as-Sunnah itu dari
perilaku atau ucapan Rasulullah, bahkan satu hadits pun bisa
diartikan dengan banyak pengertian oleh para mufassir dan
hal ini nanti akan turun menjadi fiqih, misalnya tentang sholat
itu kan nanti banyak perbedaan pendapat, jika mengikuti
syafi’i, ya harus istiqomah dengan syafi’i, berpegang teguh
dengan syafi’i namun tidak menafikkan yang lain. Karena
madzhab hanafi juga punya dalil, hambali dan maliki pun
demikian.
Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam
madzhab tafsir?
Jawaban :-
Pertanyaan : Madzhab yang begitu banyak, menimbulkan banyak
perbedaan pandangan yang tidak sedikit menimbulkan banyak
permasalahan, contohnya kasus mantan gubernur DKI Jakarta
(Bpk. Ahok) yang melibatkan penafsiran surat al-Maidah ayat
51, apakah itu termasuk penistaan? Bagaimana sikap anda
menghadapi orang yang fanatik dalam menafsirkan ayat
tersebut?
Jawaban : Lafadz auliya’ itu musytaroq kan, bisa diartikan pemimpin
atau teman setia, mau diartikan pemimpin atau teman tetap
saja intinya tidak boleh, khawatirnya apabila yang memimpin
ibu kota bukan muslim pasti mempengaruhi daerah-daerah
sekitarnya, misalnya ketika ada undang-undang dilegalkan
miras, efeknya daerah-daerah pun mengikuti. Diakibatkan
pemimpin yang bukan muslim sedangkan mayoritas
rakyatnya muslim malah dikhawatirkan tidak ada pengertian
tentang muslim itu sendiri, yang boleh apa atau sebaliknya.
Dan Terbukti pula ketika Rasulullah memimpin di zamannya
sangat bisa menaungi nasrani, majusi dan lainnya.
Pertanyaan : Apakah setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir
anda lebih terbuka dalam menerima saran dan perbedaan
dalam bermadzhab?
Jawaban : Kalau dulu, pengetahuan saya kan masih berhenti di bacaan
buku dan lain-lain, kalau ternyata ada madzhab dhohiri dan
sebagainya, masih belum pernah ketemu, masih kebayang aja
bukan prakteknya. Nah setelah mempelajari mata kuliah ini
dan melihat sekeliling masyarakat memang ada, jadi lebih
menambah khazanah pengetahuan dan menerima semua hal
yang ada tersebut.
Pertanyaan : Jika anda menemukan permasalahan dalam penafsiran atau
madzhab tafsir sendiri, bagaimana sikap anda? apakah anda
akan mengungkapkan kegalauan pemikiran anda? Atau
memilih diam?
Jawaban : Saya pribadi masih pemalu, jadi lebih kayak diem saja. Tapi
kalau hanya sedang berdua atau bertiga saya akan
mengungkapkan.
Pertanyaan : Apakah teman-teman anda adalah orang-orang yang satu
madzhab dengan anda?
Jawaban : Ada, dia sunni tapi yang salafi jadi agak fanatik.
Pertanyaan : Bagaimana sikap anda jika kepercayaan madzhab teman
anda tidak sama dengan anda?
Jawaban : Rasa ego atau fitrah manusia ya pinginnya orang ikut sama
kita, tapi kalau sudah mulai terbuka Saya akan lebih ngobrol
biasa, tapi kalau masuk dalam pemikiran, aku tetap dengan
pemikiranku dan dia dengan pemikirannya.
Pertanyaan : Quraish Shihab adalah salah satu mufassir Indonesia yang
begitu terkenal dengan tafsir al-Misbahnya, namun
penafsirannya menegenai hijab sangat ditentang oleh oknum
tertentu. Bahkan ada yang menyebutnya syiah. Bagaimana
sikap anda mengenai hal ini? Apakah anda tetap akan
memberikan apresiasi atas karya beliau? Atau justru menolak
penafsirannya?

Jawaban : Itu saat menafsirkan al-ahzab ayat 59, ada kata َ ِ‫َذل‬
‫ك أَ ْد ََن أَ ْن‬
‫يُ ْع َرفْ َن فَ ََل يُ ْؤذَيْ َن‬ sepemahan dan sepengetahuan ulya, itu kan
beliau menafsirkan bahwa ketika hijab itu fungsinya agar
perempuan itu dikenal dan tidak diganggu itu bisa di ganti
dengan konteks Indonesia yang beragam ini, kemanannya
bisa terjamin, terus untuk bisa dikenal jadi kita bisa dengan
KTP atau identitas lain.
Melihat mufassir-mufassir lain yang mewajibkan jilbab, di
tambah lagi dengan hadits-hadits Nabi, pun juga sudah
menjadi identitas muslimah, jadi menurut saya penafsirannya
kurang tepat mengenai jilbab ini. Namun untuk penafsiran
yang lain tidak ada masalah dalam pandangan saya, jadi saya
sangat setuju beliau adalah mufassir dengan keilmuan yang
mumpuni.
Pertanyaan : Jika teman anda berbeda pemahaman dengan anda dalam
bermadzhab, apakah anda akan memaksa teman anda untuk
satu pemahaman madzhab dengan anda?
Jawaban : Selama dia masih membuka, ya saya coba untuk bertukar
pemahaman, tapi kalau sudah dari merekanya menutup, ya
sudah jalan sendiri-sendiri tapi tetap dengan kemanusiaan,
saling sapa dan ngobrol biasa.
Pertanyaan : Setiap kepala memiliki pemikiran yang berbeda, mempunyai
argumen tersendiri dalam memilih atau mempercayai sebuah
madzhab, bagaimana perasaan anda dengan banyaknya
perbedaan disekitar anda? Senang atau justru lebih khawatir?
Jawaban : Khawatirnya begini, mungkin jika dia benar-benar orang
muslim, belajar di keilmuan muslim, lahir dari keluarga yang
benar-benar muslim, dan benar-benar mempelajari agama
dengan baik dan benar, kemudian dia menafsirkan ya kita bisa
lihat tafsiranya akan baik, kekhawatirannya ada orang-orang
yang menyamar. Misalnya tafsir bathiniyah, dhohiriyah itu
kan dari agama yang menyembah dewa, menyembah selain
Allah terus dia pura-pura masuk islam atau benar-benar
masuk islam tapi masih membawa agamanya dan dia
menafsirkan al-Quran dengan pemahamannya dia yang sangat
kurang akan ilmu penafsiran. Jadi akhirnya perilakunya bukan
islam tapi yang tercoreng islamnya.
Pertanyaan : Menurut anda madzhab mana yang paling toleran?
Alasannya?
Jawaban : Menurut ulya yang paling toleran adalah sunni karena
memang kita berada di lingkungan yang sangat sunni. Kalau
lihat syiah atau khawarij itu kayaknya ekstrem banget, dan
dari tafsir-tafsir atau dalil-dalil yang diambil tidak
memperhatikan keketatan jadi terlihat seperti asal gitu.
Pertanyaan : Dari semua pertanyaan saya, apakah semua itu adalah efek
setelah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir?
Jawaban : Iya ada pengaruh karena kita bisa lihat bagaimana tafsir
syi’ah, tafsir bathiniyah dan tafsir-tafsir lainnya, jadi lebih
membuka khazanah pengetahuan dan lebih menerima adanya
mereka.
Narasumber : Achmad Chasani
Tempat : Rumah Makan (Hosen)
Waktu : 11 Juli 2019
Hasil Wawancara
Pertanyaan : Apakah anda sudah mempelajari mata kuliah madzahibut
tafsir?
Jawaban : Pernah, Alhamdulillah
Pertanyaan : Apa saja sub dari mata kuliah ini?
Jawaban : Definisi madzhab tafsir, perbedaan antara madzhab, manhaj,
thariqoh, ittijah dan laun, perbedaan karakteristik tafsir dan
takwil, sejarah munculnya madzhab tafsir, tokoh di bidang
madzhab tafsir, urgensi dan out put mempelajari madzhab
tafsir, pengertian tafsir nabi dan sahabat, karakteristik tafsir-
tafsir nabi dan sahabat, sumber penafsiran sahabat, tokoh-
tokoh tafsir pada masa sahabat, karya tafsir pada masa tabi’in,
contoh penafsiran tabi’in, pengertian tafsir tabi’in, sumber-
sumber penafsiran tabi’in, karakteristik tafsir tabi’in, kualitas
tafsir tabi’in, tokoh-tokoh tafsir tabi’in, karya tafsir pada masa
tabi’in, contoh penafsiran tabi’in, pengertian tafsir bil
ma’tsur, pengertian tafsir bil ra’yi, tafsir sufi, tafsir Fiqh,
tafsir Isyari, Tafsir Ilmi, tafsir Lughawi.
Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam
madzhab fiqih?
Jawaban : Perbedaan itu rahmat, meskipun ucapan tersebut ada yang
mengatakan itu bersumber dari hadis kemudian ada yang
men-dhoif-kan hadis tersebut, tapi saya setuju dengan
perkataan itu, karena memang yang saya rasakan perbedaan
itu rahmat, karena dengan perbedaan itu kita dapat mengambil
islam yang rahmatan lil alamin, punya banyak sudut pandang
dalam menanggapi suatu hal, misal wudhu, madzhab mailiki,
hanafi, hambali, dan syafi’i punya syarat wajib, syarat sah,
dan berbagai macam komponen dalam wudhu yang berbeda-
beda. Nah kenapa saya bilang menjadi rahmat, misal ketika
kita berada di tempat yang minim air, kita bisa menggunakan
cara wudhu dengan mengikuti madzhab hambali atau maliki,
tidak bisa memaksakan mengikuti syafi’i yang dalam tanda
kutip boros air. Jadi saya sangat menerima dan bersyukur
dengan adanya perbedaan ini.
Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam
madzhab tafsir?
Jawaban : Selama orang yang mengemukakannya capable otomatis
saya dapat mendengar perkataan tersebut, bahkan bukan
hanya mendengar melainkan menjadikan sebuah refrensi
tersendiri bagi saya.
Pertanyaan : Madzhab yang begitu banyak, menimbulkan banyak
perbedaan pandangan yang tidak sedikit menimbulkan banyak
permasalahan, contohnya kasus mantan gubernur DKI Jakarta
(Bpk. Ahok) yang melibatkan penafsiran surat al-Maidah ayat
51, apakah itu termasuk penistaan? Bagaimana sikap anda
menghadapi orang yang fanatik dalam menafsirkan ayat
tersebut?
Jawaban : Orang yang fanatik dalam bermadzhab menurut saya adalah
orang yang kurang ngopi, kurang main dan kurang baca, jadi
sikap saya kepada mereka adalah diajak main, diajak ngopi,
diajak diskusi.
Ada buku yang menarik yang dapat dibahas tentang tafsir al-
Maidah ayat 51, yaitu buku Quraish Shihab yang baru-baru
ini di terbitkan, nah dari penjelasan penafsirannya saya
beranggapan bahwa yang dilakukan Ahok ini bukan penistaan
melainkan hanya pada titik politik saja.
Pertanyaan : Apakah setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir
anda lebih terbuka dalam menerima saran dan perbedaan
dalam bermadzhab?
Jawaban : Sangat, saya itu tipe orang yang sangat suka perbedaan, jadi
jika ada perbedaan didepan saya, justru saya sangat semangat
untuk mempelajari dan menuntaskan perbedaan itu,
menuntaskan disini bukan untuk memaksa salah satu diantara
kami harus mengikuti keinginan yang satunya, melainkan
lebih seperti saling memberikan argumen, berdiskusi, dan
pastinya lebih menambah wawasan.
Pertanyaan : Jika anda menemukan permasalahan dalam penafsiran atau
madzhab tafsir sendiri, bagaimana sikap anda? apakah anda
akan mengungkapkan kegalauan pemikiran anda? Atau
memilih diam?
Jawaban : Ya saya akan omongin, itu ruang musyawarah ya harus
bicara apapun yang ada di kepala.
Pertanyaan : Apakah teman-teman anda adalah orang-orang yang satu
madzhab dengan anda?
Jawaban : Sampai saat ini belum ada
Pertanyaan : Bagaimana sikap anda jika kepercayaan madzhab teman
anda tidak sama dengan anda?
Jawaban : Saya dari SMA pingin banget ketemu orang-orang yang
berbeda madzhab bahkan yang sampai fanatik gitu, tapi ya
nggak ketemu-ketemu, jadi masih hanya sekedar denger
cerita-cerita. Kalau sikap ya enjoy saja.
Pertanyaan : Quraish Shihab adalah salah satu mufassir Indonesia yang
begitu terkenal dengan tafsir al-Misbahnya, namun
penafsirannya menegenai hijab sangat ditentang oleh oknum
tertentu. Bahkan ada yang menyebutnya syiah. Bagaimana
sikap anda mengenai hal ini? Apakah anda tetap akan
memberikan apresiasi atas karya beliau? Atau justru menolak
penafsirannya?
Jawaban : Bukan syi’ah, kita itu tidak boleh menghukumi 100% orang
tersebut syiah, atau khawarij, atau sunni hanya dengan dari
pandangan satu tafsirannya tersebut, contohnya pak Quraish
kalau mengutip tafsiran pak Quraish sendiri kita bisa lihat
beliau mengakomodir banyak sekali madzahib tafsir, tidak
hanya sunni atau syi’ah. Jadi saya sangat tidak setuju dengan
orang yang beranggapan bahwa beliau adalah syi’ah, karena
banyak hal ketika kita melihat rekamannya beliau di youtube,
kita bisa menggaris bawahi bahwa gak mungkin beliau syi’ah
namun pandangannya tidak fanatik hanya dengan syiah.
Pertanyaan : Jika teman anda berbeda pemahaman dengan anda dalam
bermadzhab, apakah anda akan memaksa teman anda untuk
satu pemahaman madzhab dengan anda?
Jawaban : Tetap diskusi, dan menerima semua perbedaan.
Pertanyaan : Setiap kepala memiliki pemikiran yang berbeda, mempunyai
argumen tersendiri dalam memilih atau mempercayai sebuah
madzhab, bagaimana perasaan anda dengan banyaknya
perbedaan disekitar anda? Senang atau justru lebih khawatir?
Jawaban : Enjoy, ada perkataan yang menarik dari Sabrang, vokalisnya
Letto anaknya cak Nun, dalam suatu sesi diskusi, dia
menerangkan bahwa permasalahan diisyaratkan misal
kambing, perbedaan ini diibaratkan orang yang motret
kambing tersebut dari berbagai sisi, mereka yang motret
kambing dari sisi matanya, ya akan terlihat matanya saja,
mereka yang motret dari sisi kakinya maka yang terlihat
kakinya saja, bahkan mohon maaf yang motret kotorannya
pun akan terlihat kotorannya saja. Tapi di foto-foto tersebut
mereka tidak melihat secara utuh kambing tersebut sehingga
menghasilkan foto yang berbeda-beda, seperti itulah
perbedaan, mereka memang tidak sama namun secara hakikat
secara kesejatian merekaitu sebenarnya satu bagian yang utuh,
hanya saja dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda,
semakin banyak perbedaan semakin kita melihat kesejatian.
Pertanyaan : Menurut anda madzhab mana yang paling toleran?
Alasannya?
Jawaban : Mohon maaf mereka yang membawa nama islam secara
mayoritas itu malah yang paling kurang toleran menurut saya,
jadi saya lebih condong pada yang paling minoritas adalah
yang paling toleran.
Pertanyaan : Dari semua pertanyaan saya, apakah semua itu adalah efek
setelah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir?
Jawaban : Iya.
Narasumber : Ahmad Munthaha
Tempat : Cirendeu
Waktu : 24 Juli 2019
Hasil Wawancara
Pertanyaan : Apakah anda sudah mempelajari mata kuliah madzahibut
tafsir?
Jawaban : Iya
Pertanyaan : Apa saja sub dari mata kuliah ini?
Jawaban : Definisi madzhab tafsir, perbedaan antara madzhab, manhaj,
thariqoh, ittijah dan laun, perbedaan karakteristik tafsir dan
takwil, sejarah munculnya madzhab tafsir, tokoh di bidang
madzhab tafsir, urgensi dan out put mempelajari madzhab
tafsir, pengertian tafsir nabi dan sahabat, karakteristik tafsir-
tafsir nabi dan sahabat, sumber penafsiran sahabat, tokoh-
tokoh tafsir pada masa sahabat, karya tafsir pada masa tabi’in,
contoh penafsiran tabi’in, pengertian tafsir tabi’in, sumber-
sumber penafsiran tabi’in, karakteristik tafsir tabi’in, kualitas
tafsir tabi’in, tokoh-tokoh tafsir tabi’in, karya tafsir pada masa
tabi’in, contoh penafsiran tabi’in, pengertian tafsir bil
ma’tsur, pengertian tafsir bil ra’yi, tafsir sufi, tafsir Fiqh,
tafsir Isyari, Tafsir Ilmi, tafsir Lughawi.
Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam
madzhab fiqih?
Jawaban : Perbedaan dalam madzhab fiqih yang saya pahami dilatar
belakangi adanya nalar yang berbeda, saya berikan contoh,
Ada satu kebenaran yang bisa dijadikan objek, misal kita
ibaratkan objek tersebut adalah bunga, bunga dipotret dari
kanan bunga, dari kiri juga hasilnya bunga, atas atau bawah
tetap bunga, namun tetap terlihat dari sisi yang berbeda, itu
masih dari sisi belum tentang perbedaan dalam revolusi
kameranya, nah dari contoh tersebut sering sekali saya
jadikan contoh buat orang yang menjustifikasi kebenarannya
sendiri. Dari situ kita bisa menarik pada perbedaan fiqih, yang
pertama dari segi cara penarikan hukumnya, suatu contoh
famsahu bi ru’u sikum itu juga banyak perbedaan, ada yang
mengatakan bahwa itu cuma sebagian saja yang dibasuh, ada
juga yang mengatakan keseluruhan kepala. Selanjutnya dari
segi geografis, ada sebagian dari negara panas yang menganut
madzhab membasuh keseluruhan kepala agar mendapatkan
kesejukan tersendiri, ada pula negara yang dingin banget
mereka mengambil sebagian kepalanya saja. Pada intinya
perbedaan itu adalah sebuah kewajaran.
Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam
madzhab tafsir?
Jawaban : Menurut saya adanya perbedaan madzhab tafsir karena
dilatar belakangi satu kalam yang mereka pegang, kemudian
akan melahirkan syiah, sunni dan lain-lainnya. Yang kedua
karena pandangan fiqih yang berbeda juga yang dijadikan
rujukan mereka, sehingga akan menghasilkan karya tafsir
yang berbeda. Dan menurut saya perbedaan madzhab itu
sangat wajar ya.. tidak mungkin kita bisa menyatukan
pemahaman satu dunia ini.
Pertanyaan : Madzhab yang begitu banyak, menimbulkan banyak
perbedaan pandangan yang tidak sedikit menimbulkan banyak
permasalahan, contohnya kasus mantan gubernur DKI Jakarta
(Bpk. Ahok) yang melibatkan penafsiran surat al-Maidah ayat
51, apakah itu termasuk penistaan? Bagaimana sikap anda
menghadapi orang yang fanatik dalam menafsirkan ayat
tersebut?
Jawaban : Baik, Madzhab yang begitu banyak akan menimbulkan
banyak perbedaan, sampai situ saya setuju, namun jika
kalimatnya diteruskan dengan menimbulkan permasalahan,
maka saya rasa perlu dikaji ulang, karena menurut saya
perpecahan atau pemasalahan itu bukan diakibatkan karena
adanya banyaknya madzhab tafsir namun karena kurangnya
pemahaman orang, kurangnya minat baca masyarakat justru
disitu yang akan mengakibatkan permasalahan.
Saya tidak menganggap itu penistaan, justru saya melihat dari
sisi pandang yang lain, yang awalnya banyak orang tidak
mengetahui surat al-Maidah ayat 51, bahkan saya sendiri yang
awalnya masih asing dengan ayat ini, lantas dengan adanya
kasus ini malah membuat kita mengenal dengan ayat tersebut,
itu cara Allah menyentil kita. Penistaan itu kalau yang
ngomong orang islam terus omongannya tidak mengindahkan
al-Qur’an.
Sedangkan jika ditanya tentang sikap saya terhadap orang
yang fanatik terhadap penafsiran ayat tersebut, maka saya
akan katakan kepada mereka untuk membaca dan lebih
banyak membaca tentang penafsiran ayat tersebut di banyak
refrensi.
Pertanyaan : Apakah setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir
anda lebih terbuka dalam menerima saran dan perbedaan
dalam bermadzhab?
Jawaban : Jadi sebelum saya masuk ke PTIQ ini, saya masih
mengembara selama 6 tahun pasca lulus dari SMA, dengan
perjalanan itu membuat saya sebelum mempelajari mata
kuliah madzahibut tafsir saya sudah melihat banyak
perbedaan, saya juga sudah membaca beberapa buku, itu
membuat saya berkesimpulan “oh ternyata seperti ini toh”,
pernah ngaji tafsir juga, saya juga punya pengalaman menarik
bahwa dulu saat saya belajar tafsir di menara kudus itu
neranginnya simple banget, ternyata setelah perjalanan yang
saya lalui saya sadar bahwa beliau menjelaskan sebuah tafsir
dengan kata yang simple itu karena beliau melihat murid-
muridnya yang kebanyakan awam, nah dari sini akhirnya saya
juga punya pemikiran, pasti akan ada perbedaan dalam
penafsiran nantinya, entah satu kata, satu kalimat bahkan satu
ayat. Saya juga sebelum masuk PTIQ sudah membaca ulumul
qur’an karya santri Lirboyo, dan disana saya sudah
mengetahui tentang aliran syi’ah yang ta’wilnya jauh banget.
Nah setelah itu dari semester 6 akhirnya saya mendapatkan
mata kuliah madzahibut tafsir yang lebih menambah hasil
mengembara saya ini. Jadi saya sudah terbuka dan menerima
saran atau perbedaan sudah sejak sebelum mengenal mata
kuliah ini.
Pertanyaan : Jika anda menemukan permasalahan dalam penafsiran atau
madzhab tafsir sendiri, bagaimana sikap anda? apakah anda
akan mengungkapkan kegalauan pemikiran anda? Atau
memilih diam?
Jawaban : Saya tetap akan kekeuh untuk adu argument dengan apa
yang saya yakini, karena saya paham betul bisa jadi argumen
saya salah dan argumen teman yang lain ada kemungkinan
benar, atau sebaliknya. Jadi saya akan ungkapkan, karena
kalau saya pendam sendiri maka saya akan merasa itu benar
selamanya, dan saya akan rugi karena belum tentu yang saya
rasa benar itu benar.
Pertanyaan : Apakah teman-teman anda adalah orang-orang yang satu
madzhab dengan anda?
Jawaban : Ada
Pertanyaan : Bagaimana sikap anda jika kepercayaan madzhab teman
anda tidak sama dengan anda?
Jawaban : Saya tetap berinteraksi dengan baik dengan mereka yang
jelas syi’ah atau wahabi, dan saya tidak mempermasalahkan
hal itu sama sekali.
Pertanyaan : Quraish Shihab adalah salah satu mufassir Indonesia yang
begitu terkenal dengan tafsir al-Misbahnya, namun
penafsirannya menegenai hijab sangat ditentang oleh oknum
tertentu. Bahkan ada yang menyebutnya syiah. Bagaimana
sikap anda mengenai hal ini? Apakah anda tetap akan
memberikan apresiasi atas karya beliau? Atau justru menolak
penafsirannya?
Jawaban : Kurang baca aja sih mereka.
Pertanyaan : Jika teman anda berbeda pemahaman dengan anda dalam
bermadzhab, apakah anda akan memaksa teman anda untuk
satu pemahaman madzhab dengan anda?
Jawaban : Tidak juga, kita mempunya bacaan buku sendiri-sendiri,
mempunyai kapasitas pemahaman sendiri, punya kapasitas
daya nalar sendiri-sendiri, dan justru jika saya memaksakan
untuk sama itu bukan saya. Bahwa saya kekeuh dengan
argumen saya itu bukan untuk memaksa mereka mengikuti
pemahaman atau argumen saya.
Pertanyaan : Setiap kepala memiliki pemikiran yang berbeda, mempunyai
argumen tersendiri dalam memilih atau mempercayai sebuah
madzhab, bagaimana perasaan anda dengan banyaknya
perbedaan disekitar anda? Senang atau justru lebih khawatir?
Jawaban : Santai, dengan adanya perbedaan itu adalah untuk
memperkaya kita dalam menghadapi orang, menghadapi diri
sendiri, mengajarkan pada orang lain, dan itu sangat asik
sekali kalau kita sudah menguasai perbedaan itu. Dengan
perbedaan itu kita lebih arif dalam menghadapi orang.
Pertanyaan : Menurut anda madzhab tafsir mana yang paling toleran?
Alasannya?
Jawaban : Untuk saat ini saya belum membaca banyak tentang
madzhab-madzhab tafsir, tapi secara subjektif yang saya
anggap paling toleran itu sunni.
Pertanyaan : Dari semua pertanyaan saya, apakah semua itu adalah efek
setelah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir?
Jawaban : Pasti, tapi tidak sebesar pengaruh ketika saya mengembara 6
tahun sebelum masuk PTIQ.
Narasumber : Muhammad Ade Sevtian
Tempat : KFC Gaplek
Waktu : 11 Juli 2019
Hasil Wawancara
Pertanyaan : Apakah anda sudah mempelajari mata kuliah madzahibut
tafsir?
Jawaban : Pernah
Pertanyaan : Apa saja sub dari mata kuliah ini?
Jawaban : Definisi madzhab tafsir, perbedaan antara madzhab, manhaj,
thariqoh, ittijah dan laun, perbedaan karakteristik tafsir dan
takwil, sejarah munculnya madzhab tafsir, tokoh di bidang
madzhab tafsir, urgensi dan out put mempelajari madzhab
tafsir, pengertian tafsir nabi dan sahabat, karakteristik tafsir-
tafsir nabi dan sahabat, sumber penafsiran sahabat, tokoh-
tokoh tafsir pada masa sahabat, karya tafsir pada masa tabi’in,
contoh penafsiran tabi’in, pengertian tafsir tabi’in, sumber-
sumber penafsiran tabi’in, karakteristik tafsir tabi’in, kualitas
tafsir tabi’in, tokoh-tokoh tafsir tabi’in, karya tafsir pada masa
tabi’in, contoh penafsiran tabi’in, pengertian tafsir bil
ma’tsur, pengertian tafsir bil ra’yi, tafsir sufi, tafsir Fiqh,
tafsir Isyari, Tafsir Ilmi, tafsir Lughawi.
Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam
madzhab fiqih?
Jawaban : Semuanya benar, mereka untuk menemukan sebuah masalah
telah melewati proses yang panjaaaang, ijtihad yang sungguh-
sungguh, jadi semuanya tidak ada masalah, hanya saja kita
tidak boleh memakai 4 madzhab langsung, jadi harus bisa
menggunakan satu madzhab dengan istiqomah, kecuali dalam
keadaan atau situasi darurat sehingga menyebabkan harus
menggunakan madzhab yang lain.
Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam
madzhab tafsir?
Jawaban : Perbedaan adalah rahmat, bahkan bagi saya sih malah kalau
tidak ada perbedaan itu al-Qur’an seakan-akan baku.
Pertanyaan : Madzhab yang begitu banyak, menimbulkan banyak
perbedaan pandangan yang tidak sedikit menimbulkan banyak
permasalahan, contohnya kasus mantan gubernur DKI Jakarta
(Bpk. Ahok) yang melibatkan penafsiran surat al-Maidah ayat
51, Bagaimana sikap anda menghadapi orang yang fanatik
dalam menafsirkan ayat tersebut?
Jawaban : Auliya’ itu berdampingan, sejalan. Menurut saya kasus ahok
ini termasuk penistaan, tapi lebih ke etika sih. Seakan-akan
beliau tidak mengindahkan ayat tersebut dan juga pastinya
karena kekurangan pemahaman Ahok sendiri.
Untuk sikap saya, ya tetap sama dengan yang lainnya, selama
yang fanatik tidak mengganggu kehidupan saya, ya semua
sikap saya akan biasa saja, tidak ada yang harus di takutkan
atau di spesialkan. Gak ada yang salah jika kefanatikannya
tidak mengganggu. Yang salah itu kalau kita merasa paling
benar.
Pertanyaan : Apakah setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir
anda lebih terbuka dalam menerima saran dan perbedaan
dalam bermadzhab?
Jawaban : Iya, dari dulu sebenarnya sudah enjoy dan nyaman aja sama
semua perbedaan-perbedaan, ditambah belajar madzahibut
tafsir kan menambah khazanah, jadi semakin santai aja
melihat perbedaan yang beredar.
Pertanyaan : Jika anda menemukan permasalahan dalam penafsiran atau
madzhab tafsir sendiri, bagaimana sikap anda? apakah anda
akan mengungkapkan kegalauan pemikiran anda? Atau
memilih diam?
Jawaban : ya harus di ungkapkan, diajukan bahkan dimusyawarahkan.
Pertanyaan : Apakah teman-teman anda adalah orang-orang yang satu
madzhab dengan anda?
Jawaban : Banyak, saya pernah di Lipia dan disana juga banyak yang
berbeda madzhab, dan saya tetap berteman akrab dengan
mereka.
Pertanyaan : Bagaimana sikap anda jika kepercayaan madzhab teman
anda tidak sama dengan anda?
Jawaban : Bagaimana ya.. begini SD saya dulu itu gabung sama orang-
orang china, islamnya minoritas, nah disanalah kita belajar
bagaimana hidup rukun dalam beragama, dan ketika lebaran
idul fitri mereka ke rumah kita, dan kita juga ke rumah
mereka. Makanya saya sangat enjoy dengan semua perbedaan
apalagi Cuma perbedaan madzhab yang pada intinya sama,
satu islam.
Pertanyaan : Quraish Shihab adalah salah satu mufassir Indonesia yang
begitu terkenal dengan tafsir al-Misbahnya, namun
penafsirannya menegenai hijab sangat ditentang oleh oknum
tertentu. Bagaimana sikap anda mengenai hal ini? Apakah
anda tetap akan memberikan apresiasi atas karya beliau? Atau
justru menolak penafsirannya?
Jawaban : Saya tidak setuju kalau beliau dituduh syi’ah, kan itu hanya
penafsiran satu hal, bukan berarti dengan satu tafsirannya
yang menurut orang kurang tepatlah anggap saja begitu lantas
kita harus menafikkan penafsiran yang lain. Kan tidak bisa
begitu, misal tafsir sya’rawi itu kan dikenal tarbawi karena
disitu dominannya menampilkan dari segi tarbawi sendiri,
misal lagi Wahbah Zuhaili itu kan dikenal dengan tafsir
adabul ijtima’i karena memang kondisi ayat-ayat yang
ditelusuir orang-orang menyatakan penafsirannya lebih pada
adabul ijtima’i. Jadi saya sangat menerima dan sangat ta’dim
pada mufassir indonesia yaitu pak Quraish.
Pertanyaan : Jika teman anda berbeda pemahaman dengan anda dalam
bermadzhab, apakah anda akan memaksa teman anda untuk
satu pemahaman madzhab dengan anda?
Jawaban : Saya bukan tipe orang yang kekeuh bikin orang ikut sama
pemahaman saya. Tujuan hidup saya itu hanya ada dua,
pertama mengharap ridha Allah, dan yang kedua bermanfaat
dengan orang lain.
Pertanyaan : Setiap kepala memiliki pemikiran yang berbeda, mempunyai
argumen tersendiri dalam memilih atau mempercayai sebuah
madzhab, bagaimana perasaan anda dengan banyaknya
perbedaan disekitar anda? Senang atau justru lebih khawatir?
Jawaban : Enjoy dan Khawatir, saya enjoy karena perbedaan itu
rahmat, kata pak Ahsin Sakho al-Qur’an itu adalah berlian,
bisa dipandang di segala sudut, dan dari sudut manapun akan
terpancar cahaya yang indah, itulah mengapa saya enjoy.
Khawatirnya adalah takut adanya orang-orang yang
menafsirkan al-Quran namun ilmunya belum mumpuni,
sehingga banyak penafsiran salah tersebar.
Pertanyaan : Menurut anda madzhab mana yang paling toleran?
Alasannya?
Jawaban : Sunni, dan saya tidak menyalahkan yang lain. Alasannya
karena saya masih belum punya banyak ilmu terhadap
madzhab yang lain.
Pertanyaan : Dari semua pertanyaan saya, apakah semua itu adalah efek
setelah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir?
Jawaban : iya, karena disitu kita mengetahui banyaknya perbedaan, jadi
lebih membuka mata kita untuk melihat bahwa dunia ini
begitu banyak yang perlu dipandang lagi, tidak hanya satu
sudut yang kita percaya saja. Nah hal ini akhirnya
menimbulkan toleran dalam diri kita.
Narasumber : Reza
Tempat : Masjid STKQ Al-Hikam
Waktu : 13 Juli 2019
Hasil Wawancara
Pertanyaan : Apakah anda sudah mempelajari mata kuliah madzahibut
tafsir?
Jawaban : Iya pernah di semester 6, tapi masih belum kelar, masih
kurang 7 SKS.
Pertanyaan : Apa saja sub dari mata kuliah ini?
Jawaban : Madzhab Tafsir Kategori Ignaz Goldziher, Madzhab Tafsir
kategori J.J.G Jansen, Madzhab Tafsir Kategori Hussein Adz-
Dzahabi, Madzhab Tafsir kategori Amina Wadud, Madzhab
Tafsir kategori Abdul Mustaqiem, madzhab tafsir kategori
Masdar F. Mas’udi
Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam
madzhab fiqih?
Jawaban : Madzhab Fiqih itu dalam tafsir berarti mereka mencari ayat
yang berkaitan dengan fiqih, kemudian mereka menjelaskan
ayat tersebut sehingga sesuai dengan fiqih yang mereka
amalkan atau yakini.
Untuk perbedaan saya rasa sangat wajar, Karena terkadang
alasan yang diungkapkan madzhab syafi’i itu lebih rasional,
kadang madzhab yang alin yang lebih rasional di waktu atau
situasi yang berbeda.
Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam
madzhab tafsir?
Jawaban : kalau menurut saya tidak masalah, karena nanti tujuan
masing-masing biasanya positif, sehingga dengan
keberagaman tersebut akan di sesuaikan dengan kondisi
masing-masing
Pertanyaan : Madzhab yang begitu banyak, menimbulkan banyak
perbedaan pandangan yang tidak sedikit menimbulkan banyak
permasalahan, contohnya kasus mantan gubernur DKI Jakarta
(Bpk. Ahok) yang melibatkan penafsiran surat al-Maidah ayat
51, apakah itu termasuk penistaan? Bagaimana sikap anda
menghadapi orang yang fanatik dalam menafsirkan ayat
tersebut?
Jawaban : Auliya’ disini penafsirannya sangat umum, termasuk
pemimpin, teman menyimpan rahasia, termasuk juga teman
setia atau dekat, dan menurut saya kasus ini adalah penistaan,
karena dia mengatakan bahwa orang-orang di bohongi dengan
surat al-Maidah ayat 51, sementara dia tidak pantas untuk
mengatakan hal itu.
Pertanyaan : Apakah setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir
anda lebih terbuka dalam menerima saran dan perbedaan
dalam bermadzhab?
Jawaban : Masih menerima dan tetap diskusi, tapi keinginan untuk
membuat dia sepemahaman dengan pemahaman saya tetap
ada.
Pertanyaan : Jika anda menemukan permasalahan dalam penafsiran atau
madzhab tafsir sendiri, bagaimana sikap anda? apakah anda
akan mengungkapkan kegalauan pemikiran anda? Atau
memilih diam?
Jawaban : Mengutarakan, alasannya agar ilmu yang ada itu biar mereka
tahu dan kita punya amanah untuk menyampaikan itu.
Pertanyaan : Apakah teman-teman anda adalah orang-orang yang satu
madzhab dengan anda?
Jawaban : Ada
Pertanyaan : Bagaimana sikap anda jika kepercayaan madzhab teman
anda tidak sama dengan anda?
Jawaban : Kalau saya pribadi untuk pergaulan tidak perlu ada
pembatasan Cuma untuk kita menerima semua yang dia
sampaikan harus dibatasi, kemudian kalau bisa kita jelaskan
supaya dia bisa paham apa yang kita pahami itu.
Pertanyaan : Quraish Shihab adalah salah satu mufassir Indonesia yang
begitu terkenal dengan tafsir al-Misbahnya, namun
penafsirannya menegenai hijab sangat ditentang oleh oknum
tertentu. Bahkan ada yang menyebutnya syiah. Bagaimana
sikap anda mengenai hal ini? Apakah anda tetap akan
memberikan apresiasi atas karya beliau? Atau justru menolak
penafsirannya?
Jawaban : Yang saya tahu mengenai penafsiran pak Quraish tentang
hijab ini, beliau Cuma mengutarakan ukuran jilbab itu ulama
berbeda pendapat, yang mana intinya adalah pakaiannya harus
sopan dan rapi, tapi beliau tidak ada bicara bahwa jilbab itu
tidak wajib. Jadi tidak bisa dikatakan bahwa pak Qurais ini
syi’ah.
Pertanyaan : Jika teman anda berbeda pemahaman dengan anda dalam
bermadzhab, apakah anda akan memaksa teman anda untuk
satu pemahaman madzhab dengan anda?
Jawaban : Saya biarkan pemahaman dia setelah saya mencoba untuk
menyampaikan pemahaman yang menurut saya benar
pastinya. Dan juga harus mengayomi pemahaman dia juga,
tidak menerang terus, jadi diskusinya lebih terbuka.
Pertanyaan : Setiap kepala memiliki pemikiran yang berbeda, mempunyai
argumen tersendiri dalam memilih atau mempercayai sebuah
madzhab, bagaimana perasaan anda dengan banyaknya
perbedaan disekitar anda? Senang atau justru lebih khawatir?
Jawaban : Sangat lebih khawatir, seperti tadi jadinya ada konflik
akhirnya menjadikan masing-masing merasa paling benar,
seharusnya semuanya itu merucut pada satu titik yang sama
atau pemahaman yang sama sehingga tidak ada konflik yang
menyebabkan merasa paling benar, maksudnya disini merucut
pada satu madzhab yaitu sunni.
Pertanyaan : Menurut anda madzhab tafsir mana yang paling toleran?
Alasannya?
Jawaban : Menurut saya Sunni, kalau aliran yang lain kurang benar jadi
kurang mengayomi. Aliran yang sangat salah itu adalah
qodariyah, jabariyah dan mu’tazilah. Syi’ah pun sangat
menyimpang karena ketika mereka menafsirkan suatu ayat
pendekatannya itu tidak tepat.
Pertanyaan : Dari semua pertanyaan saya, apakah semua itu adalah efek
setelah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir?
Jawaban : Merasa lebih luas wawasannya, lebih terbuka dan lebih
paham kenapa masih ada orang yang sempit pemikirannya,
jadi semakin saya mempelajari madzahibut tafsir, saya
semakin memahami dan mempunyai keterbukaan dalam
pemikiran maupun sikap.
Narasumber : Reva
Tempat : Masjid STKQ Al-Hikam
Waktu : 13 Juli 2019
Hasil Wawancara
Pertanyaan : Apakah anda sudah mempelajari mata kuliah madzahibut
tafsir?
Jawaban : Iya, saya sudah masuk 5x pertemuan dalam mata kuliah ini.
Pertanyaan : Apa saja sub dari mata kuliah ini?
Jawaban : Madzhab Tafsir Kategori Ignaz Goldziher, Madzhab Tafsir
kategori J.J.G Jansen, Madzhab Tafsir Kategori Hussein Adz-
Dzahabi, Madzhab Tafsir kategori Amina Wadud, Madzhab
Tafsir kategori Abdul Mustaqiem, madzhab tafsir kategori
Masdar F. Mas’udi
Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam
madzhab fiqih?
Jawaban : Kalau kita ahlus sunnah wal jama’ah berarti kita wajib NU,
madzhabnya syafi’i, mempercampurkan madzhab itu gak
boleh, kecuali dalam keadaan darurat.
Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam
madzhab tafsir?
Jawaban : Sebenarnya setiap orang meneliti sesuatu pasti ada latar
belakangnya, madzhab-madzhab itu kan diawali dengan
ketidakpuasan suatu putusan, misalnya politik aja itu kan pasti
ada tujuannya, karena munculnya perbedaan berawal dari
ketidakpuasan apalagi kalau masuk dalam penafsiran, bisa
jadi penafsirannya malah ada asbab tujuan tertentu secara
pribadi. Itu garis besar negatif dari sebuah perbedaan, namun
tidak semua aliran madzhab seperti itu. Jika saya ditanya
tentnag NU atau Muhammadiyah maka saya akan jawab jika
bukan NU maka saya Muhammadiyah, karena madzhab selain
dua madzhab itu sangat keras.
Pertanyaan : Madzhab yang begitu banyak, menimbulkan banyak
perbedaan pandangan yang tidak sedikit menimbulkan banyak
permasalahan, contohnya kasus mantan gubernur DKI Jakarta
(Bpk. Ahok) yang melibatkan penafsiran surat al-Maidah ayat
51, apakah itu termasuk penistaan? Bagaimana sikap anda
menghadapi orang yang fanatik dalam menafsirkan ayat
tersebut?
Jawaban : Secara garis besar yang saya pahami auliya’ itu adalah
pemimpin, tapi kebanyakan orang kurang memahami
pemimpin ini bukan hanya sekedar presiden, gubernur atau
pangkat negara yang lain, melainkan setiap orang itu adalah
pemimpin bagi dirinya sendiri, dalam Q.S Yasin ayat 65, dan
pada hari itu semuanya akan berbicara, semuanya akan
memberikan kesaksian apa-apa yang telah dikerjakan, nah
dari kasus Ahok seharusnya umat mulim lebih sibuk dengan
intropeksi diri.
Untuk kasus Ahok ini, menurut saya setiap orang berbeda
sikap jika dalam keadaan marah atau dalam keadaan santai,
dan saya melihat ketika pak ahok mengatakan hal tersebut
dalam keadaan marah dan ada unsur ketidaksengajaan, jadi
bukan penistaan.
Pertanyaan : Apakah setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir
anda lebih terbuka dalam menerima saran dan perbedaan
dalam bermadzhab?
Jawaban : Jadi saya masuk sini itu bukan untuk dibilang alim atau
dipandang alim, namun saya ingin menjadi salah satu saksi
tentang keluasan ilmu Allah, maka dari itu tidak wajar jika
sombong apalagi hanya untuk dipandang karena sebuah gelar.
Justru setelah saya mempelajari matkul ini saya semakin
bahagia, lebih menambah wawasan dan terbuka.
Pertanyaan : Jika anda menemukan permasalahan dalam penafsiran atau
madzhab tafsir sendiri, bagaimana sikap anda? apakah anda
akan mengungkapkan kegalauan pemikiran anda? Atau
memilih diam?
Jawaban : Dalam konsep diskusi itu saya lebih mengambil jalan
tengah, saya tidak mengutarakan pemahaman saya. Tapi
dalam diskusi saya mengiyakan namun tidak membenarkan
hasil atau apa-apa yang berada dalam diskusi tersebut.
Pertanyaan : Apakah teman-teman anda adalah orang-orang yang satu
madzhab dengan anda?
Jawaban : Tidak, ada PERSIS
Pertanyaan : Bagaimana sikap anda jika kepercayaan madzhab teman
anda tidak sama dengan anda?
Jawaban : Jangankan yang sesama islam, yang non muslim pun masih
saya temani, jadi konsep saya itu begini “dalam hal yang
sama, mari kita kerjasama, dalam hal yang beda, mari kita
sama-sama kerja”
Pertanyaan : Quraish Shihab adalah salah satu mufassir Indonesia yang
begitu terkenal dengan tafsir al-Misbahnya, namun
penafsirannya menegenai hijab sangat ditentang oleh oknum
tertentu. Bahkan ada yang menyebutnya syiah. Bagaimana
sikap anda mengenai hal ini? Apakah anda tetap akan
memberikan apresiasi atas karya beliau? Atau justru menolak
penafsirannya?
Jawaban : Kita lihat dulu latar belakang beliau, seorang mufassir
dengan karya hebatnya al-Misbah, seorang profesor pernah
belajar di berbagai universitas ternama, sedangkan saya itu
apa hingga berani mengkritik beliau, kan gitu ya.. jadi dalam
konsep penafsiran pak Quraish itu pada dasarnya orang-orang
kurang paham, dalam urusan jilbab memang sedikitnya tafsir
almisbah mengutip thaba thab’i yang syiah itu, malah
menurut saya pak Quraish ini sangat moderat, makanya
mengambil dan belajar berbagai macam kitab tafsir, jadi gak
semena-mena mengambil sebuah refrensi untuk
penafsirannya.
Pertanyaan : Jika teman anda berbeda pemahaman dengan anda dalam
bermadzhab, apakah anda akan memaksa teman anda untuk
satu pemahaman madzhab dengan anda?
Jawaban : Dalam sebuah hadits bahwa islam itu seperti bangunan,
apabila yang satu disakiti maka yang lainnya ikut sakit, jadi
selama tidak mengusik ya tidak ada masalah, dan tidak harus
menyamakan pemahaman.
Pertanyaan : Setiap kepala memiliki pemikiran yang berbeda, mempunyai
argumen tersendiri dalam memilih atau mempercayai sebuah
madzhab, bagaimana perasaan anda dengan banyaknya
perbedaan disekitar anda? Senang atau justru lebih khawatir?
Jawaban : Ada dua pandangan, pertama saya enjoy karena saya bukan
orang pertama yang mempelajari tafsir, jadi banyak yang
sebelum saya mempelajari tafsir dan mereka aman-aman saja,
saya bisa menyaksikan perbedaan itu bentuk rahmat Allah.
Kedua khawatir, sekarang ini sudah zaman modern adanya hp
ini artinya dunia sudah ada di genggaman, takutnya
banyaknya orang-orang yang baru hijrah lantas dengan mudah
menyebarkan hadits atau dalil tanpa memeriksa kembali
kebenaran atau sanadnya, sehingga akan banyak korban hoax
dan ini menjadi sebuah problem yang besar untuk
kesejahteraan islam tersendiri.
Pertanyaan : Menurut anda madzhab tafsir mana yang paling toleran?
Alasannya?
Jawaban : Sunni
Pertanyaan : Dari semua pertanyaan saya, apakah semua itu adalah efek
setelah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir?
Jawaban : Banyak, tambah wawasan dalam kajian tafsir membuat saya
tidak mudah menyalahkan pemahaman orang lain, jadi saya
semakin ada ghirah untuk lebih belajar mengenai madzahibut
tafsir. Dan lebih objektif dalam menilai sesuatu.
Narasumber : Nasril
Tempat : Perpustakaan STKQ Al-Hikam
Waktu : 13 Juli 2019
Hasil Wawancara
Pertanyaan : Apakah anda sudah mempelajari mata kuliah madzahibut
tafsir?
Jawaban : Sudah
Pertanyaan : Apa saja sub dari mata kuliah ini?
Jawaban : Madzhab Tafsir Kategori Ignaz Goldziher, Madzhab Tafsir
kategori J.J.G Jansen, Madzhab Tafsir Kategori Hussein Adz-
Dzahabi, Madzhab Tafsir kategori Amina Wadud, Madzhab
Tafsir kategori Abdul Mustaqiem, madzhab tafsir kategori
Masdar F. Mas’udi
Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam
madzhab fiqih?
Jawaban : Perbedaan dalam madzhab fiqih ini menjadi rahmat dan
menjadi solusi, jadi sifatnya ini akan bermanfaat sekali
terhadap konteks-konteks yang mungkin pada madzhab
syafi’i tidak bisa dilaksanakan tetapi pada madzhab lain bisa
dilaksanakan. Kenapa dikatakan menjadi solusi, karena
madzhab yang 4 ini sekalipun berbeda mereka mempunyai
landasan yang diakui. Mereka mempunyai kerangka teori,
landasan yang bisa dikatakan benar, makanya dari itu
perbedaan-perbedaan madzhab yang 4 ini bisa dijadikan
solusi. Contoh yang paling dekat adalah misalkan ketika di
madzhab syafi’i itu bersentuhan dengan perempuan tidak
boleh, berarti ketika kita umroh yang bersentuhan pun tidak
boleh, kita akan terasa rigit dan kaku agama itu, tapi ketika
kita lari ke madzhab maliki disana boleh, disitulah rahmat itu
ada.
Pertanyaan : Bagaimana pandangan anda mengenai perbedaan dalam
madzhab tafsir?
Jawaban : Iya kalau perbedaan-perbedaan dalam madzhab tafsir itu ada
yang bisa dimasukkan sebagai pendapat yang boleh diterima
ada juga pendapat yang perlu di selektif, kenapa? Karena lagi-
lagi datanya kurang kuat, tidak bersumber dari data yang
otoritatif, nah itu yang kemudian perbedaan justru tidak
menjadi solusi, malah menjadi fitnah.
Pertanyaan : Madzhab yang begitu banyak, menimbulkan banyak
perbedaan pandangan yang tidak sedikit menimbulkan banyak
permasalahan, contohnya kasus mantan gubernur DKI Jakarta
(Bpk. Ahok) yang melibatkan penafsiran surat al-Maidah ayat
51, apakah itu termasuk penistaan? Bagaimana sikap anda
menghadapi orang yang fanatik dalam menafsirkan ayat
tersebut?
Jawaban : Kalau kita lihat di vidio itu secara verbal bisa masuk dalam
penistaan agama, karena ukurannya itu dikembalikan pada si
pemilik agama itu sendiri, ketika suatu ucapan kemudian
diarahkan pada orang lain, dan orang lain itu tersinggung
tentu ada ukurannya, dan itu masuk dalam kasus penistaan
Pertanyaan : Apakah setelah mempelajari mata kuliah madzahib tafsir
anda lebih terbuka dalam menerima saran dan perbedaan
dalam bermadzhab?
Jawaban : Sangat, setelah saya dikirim ke Riau, disana saya melihat
perbedaan madzhab yang saya pelajari di kampus, lebih lagi
pada teologinya, nah dari sana akhirnya saya lebih bisa
membuka mata dan pemikiran saya, bahwa perbedaan ini
nyata, perbedaan itu adalah keniscayaan.
Pertanyaan : Jika anda menemukan permasalahan dalam penafsiran atau
madzhab tafsir sendiri, bagaimana sikap anda? apakah anda
akan mengungkapkan kegalauan pemikiran anda? Atau
memilih diam?
Jawaban : Saya sering berbeda di kelas berdasarkan argumen saya
sendiri, dan saya tetap mengungkapn yang saya fikirkan.
Pertanyaan : Apakah teman-teman anda adalah orang-orang yang satu
madzhab dengan anda?
Jawaban : Tidak ada, tapi saya pernah berhadapan dengan orang yang
sedemikian fanatik akan madzhab, waktu itu saya pernah
dikirim ke Natuna kepulauan Riau, saya mendapatkan banyak
pemikiran-pemikiran seperti itu, misalnya wahabi.
Pertanyaan : Bagaimana sikap anda jika kepercayaan madzhab teman
anda tidak sama dengan anda?
Jawaban : Saya termasuk karakter yang memilih pendekatan dengan
bertukar pikiran, jadi untuk sikap sama saja tidak ada yang
harus dikhawatirkan.
Pertanyaan : Quraish Shihab adalah salah satu mufassir Indonesia yang
begitu terkenal dengan tafsir al-Misbahnya, namun
penafsirannya menegenai hijab sangat ditentang oleh oknum
tertentu. Bahkan ada yang menyebutnya syiah. Bagaimana
sikap anda mengenai hal ini? Apakah anda tetap akan
memberikan apresiasi atas karya beliau? Atau justru menolak
penafsirannya?
Jawaban : Kembali lagi, bagaimana seharusnya kita melebarkan
pemikiran dan memperluas khazanah, sehingga tidak melihat
atau menilai sesuatu hanya dalam satu sisi yang mungkin
bahkan kita tidak tau ilmunya. Jadi oknum-oknum seperti ini
harus lebih diwaspadai bukan malah didukung atau ikut men-
judge seorang mufassir yang sudah jelas mumpuni dalam
bidangnya.
Pertanyaan : Jika teman anda berbeda pemahaman dengan anda dalam
bermadzhab, apakah anda akan memaksa teman anda untuk
satu pemahaman madzhab dengan anda?
Jawaban : Saya lebih suka diajak dialog, selama dia masih bisa diajak
dialog maka saya akan ajak berdialog, namun ketika dia sudah
melangkah pada sikap yang mengganggi orang lain, maka
saya pun juga harus ambil sikap, seperti kita ajak, lalu kita
dudukkan, namun jika masih dalam pemikiran lebih sampai
pada dialog saja.
Pertanyaan : Setiap kepala memiliki pemikiran yang berbeda, mempunyai
argumen tersendiri dalam memilih atau mempercayai sebuah
madzhab, bagaimana perasaan anda dengan banyaknya
perbedaan disekitar anda? Senang atau justru lebih khawatir?
Jawaban : Dalam bidang akademik itu adalah suatu kajian ya, suatu
kajian yang cukup membantu untuk berfikir, karena memang
kita tidak bisa membendung mereka yang ingin berbeda tetapi
dari situlah kemudian kita berfikir dan menilai adanya
perbedaan itu, mana sih ukurannya yang bisa diterima dan
mana ukurannya yang masuk dalam agama kita sesuai dasar-
dasar yang benar, karena kita tidak bisa mengatakan kepada
orang lain “kenapa kamu begini” karena mereka berbeda pun
mempunyai landasan pikiran sendiri. Jadi saya lebih tenang,
karena kita itu harus menciba tidak antipati dengan
perbedaan.
Pertanyaan : Menurut anda madzhab tafsir mana yang paling toleran?
Alasannya?
Jawaban : Jadi madzhab itu memiliki porsi masing-masing, kalau
ditanya yang paling toleran maka itu relatif, tergantung
permasalahan dan konteksnya, kita bisa mengatakan yang
lebih pada sosial adabi ijtima’i, mungkin iya, hal itu bisa
menjawab permasalahan yang ada pada saat ini. Jadi madzhab
tafsir yang paling toleran itu relatif.
Pertanyaan : Dari semua pertanyaan saya, apakah semua itu adalah efek
setelah mempelajari mata kuliah madzahibut tafsir?
Jawaban : Salah satunya bisa dikatakan seperti itu, dulu dalam konteks
fiqih saya syafi’i sekali dan tidak mau melihat mereka, nah
ketika saya mencoba mendapatkan mata kuliah yang beragam,
bahkan sesuatu yang unik yang saya dapat adalah “jangan
membaca madzhab lain dengan kacamata kita”, misal
mu’tazilah itu kan selalu kita salahkan, tetapi coba baca
mu’tazilah dari kacamata orang-orang mu’tazilah itu sendiri.
Nah berangkat dai mata kuliah seperti madzahibut tafsir ini
membuat saya lebih tidak kaku dalam melihat perbedaan
madzhab yang lain.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BIODATA PENULIS

Nama : Nur Mahbubah

Tempat tgl lahir : Lumajang, 22 Desember 1994

Alamat Asal : Griya Djatiroto Permai Blok C no 1 Perumnas


Djatiroto Lumajang

Alamat Domisili : Pisangan Timur

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 24 Tahun

Agama : Islam

Status : Single / Belum Menikah

Hp : 0812-3399-6994

Email : nurmabuba30@gmail.com

Riwayat Pendidikan : TK Dharmawanita Lumajang (1999-2000)

SDN KALOR 04 Jatiroto Lumajang (2001-2006)

SMPN 01 Jatiroto Lumajang (2007-2010)

SMA AL-Amien Prenduan Sumenep Madura (2010-


2015)

Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta (2015-2019)

Anda mungkin juga menyukai