Anda di halaman 1dari 34

BAB III

TAFSIR AL-JASHASH DAN AL-QURTUBI

A. AL-JASHASH

1. Riwayat Hidup dan Karya-karya Al-Jashash

Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Ahmad Ibn Ali Al-Razi, yang
terkenal dengan sebutan Al-Jashash.1 AL-Jashash adalah seorang ahli
tafsir dan ahli ushul fikih ternama yang terkenal dengan panggilan Al-
Jashash (penjual kapur rumah). Ia disebut demikian, karena dalam mencari
nafkah hidup ia bekerja sebagai pembuat dan penjual kapur rumah.2 Ia
lahir di Baghdad tahun 305 H.di masanya ia adalah imam pengikut
madzhab Hanafi, dan kepadanya pula akhir pegangan para sahabatnya. Dia
berguru kepada Abu sahal Al-Zujaj, Abu Al-Hasan Al-Harakhi, dan
kepada orang alim fikih lainnya pada saat itu. Proses belajarnya menetap
di baghdad, dan perjalanan mencari ilmunyapun berakhir di sana.

Al-Jashash berguru tentang Zuhud kepada Al-karakhi dan


mengambil kemanfaatnya, saat jashash mencapai maqam Zuhud, di minta
untuk menjadi seorang penghulu (qadli), tapi ia tolak. Dan ketika di minta
lagi ia tetap tidak menerima.3

Al-jashash adalah salah seorang Imam fikih Hanafi pada abad ke


14 H, dan kitabnya Ahkam Al-Quran dipandang sebagai kitab fikih
terpenting, terutama bagi pengikut mazhab Hanafi. Al-Jashash terlalu
fanatik buta terhadap mazhab Hanafi sehingga mendorongnya untuk
memaksa-maksakan penafsiran ayat dan penakwilannya, guna mendukung
mazhabnya, ia sangat ekstrim dalam menyanggah mereka yang tidak

1
. Muhammad Husain Al Zahabi, Al Tafsir wa Al Mufassiruun, Daar Al Maktabah Al
Harisah, Mesir, 1976, hlm. 485
2
. Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan,
Jakarta, 1992, hlm. 485
3
. Muhammad Husain Al Zahabi, op. cit., hlm. 485

24
25

sependapat dengannya dan bahkan berlebih-lebihan dalam mentawilkan


sehingga menyebabkan pembaca tidak suka meneruskan bacaannya,
karena ungkapan-ungkapannya dalam membicarakan mazhab lain sangat
pedas.4

Disamping kegiatan belajar mengajar, kegiatan ilmiah yang


ditekuninya adalah menuliskan karya-karyanya dalam bentuk buku atau
kitab, diantaranya adalah:

1. Ushul Al-Jashash

2. Tafsir Ahkam Al-Quran

3. Syarah Mukhtashar Al-Karkhi

4. Syarah Mukhtashar Al-Tahawi

5. Syarah jami Al-Saghir Wa Al-Jami Al-Kabir

6. Syarah Asma Al-Husna

7. Jawab Al-Massail.5

Berdasarkan sekian karyanya yang ada, Al-jashash tergolong


seorang ulama pilihan yang alim. Banyak ulama lain yang mengembalikan
permasalahannya yang berkaitan dengan mazhab Hanafi kepadanya
berdasarkan bukti dan dalil yang ada. Al-Jashash wafat tahun 370 H.6

2. Bentuk Metode dan Corak Penafsiran Al-Jashash

a. Bentuk Penafsiran

Kitab tafsir Ahkam Al-Quran karya Al-Jashash termasuk dalam


tafsir ni Al-Matsur (bi Al-Riwayah), yaitu menafsirkan Al-Quran
dengan Al-Quran, dengan perkataan shahabat atau dengan apa yang

4
. Manna Khalil Al-Qattan, Mabahits fi Ulum Al-Quran, Terj. Mudzakir, Studi Ilmu-
Ilmu Quran, Litera Antara Nusa, Jakarta, 2000, Cet.V, hlm. 518
5
. Tim Penulis IAIN Syarif Hidayahtullah, op.cit., hlm 486
6
Muhammad Husain Al-Zahabi, op.cit., hlm. 439
26

dikatakan tokoh-tokoh besar tabiin disamping itu ia juga


mengemukakan beberapa pendapat berdasarkan pada pemikirannya.7

b. Metode Penafsiran

Kitab tafsir Ahkam Al-Quran karya Al-Jashash dikategorikan


pada tafsir yang menggunakan metode analitik (tahlili) yakni
menafsirkan ayat-ayat Al-Quran dengan memaparkan segala aspek
yang terkandung didalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta
menerangkan makna-maknanya yang tercakup didalamnya sesuai
dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-
ayat tersebut.8

c. Corak Penafsiran

Kitab tafsir Ahkam Al-Quran karya Al-Jashash termasuk tafsir


yang bercorak fikih. Dan pengarang membatasi diri pada ayat yang
berhubungan dengan hukum-hukum cabang (masalah-masalah
furuiyah) dengan menjelaskan maknanya dengan hadis dan beberapa
Imam mazhab.9

3. Penafsiran Al-Jashash terhadap Makanan yang diharamkan dalam


Al-Quran.

Pada bagian ini akan dikemukakan tentang penafsiran Al-jashash


terhadap ayat tentang makanan yang diharamkan dalam Al-Quran, dimana
pada bab dua telah di sebutkan bahwa ayat-ayat al-quran yang berbicara
tentang makanan yang haram, yang mana antara ayat satu dengan ayat
lainnya adalah saling berhubungan dan tidak dapat di pisahkan.

7
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2000, hlm. 32-33\
8
Ahmad Arif Junaidi, Pembaharuan Metodologi Tafsir Al-Quran, Gunung Jati,
Semarang, 2001, hlm. 27-28
9
Manna Khalil Al-Qattan, op.cit., hlm. 518
27

a. Surah Al-Baqarah ayat 173 :












(173:)
Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah daging, babi, dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tapi barang siapa
yang dalam keadaan terpaksa (memaksa) sedang ia tidak
menginginkannya dan tidak ( pula) melampaui batas, maka
tidak ada dosa baginya sesungguhnya Allah Maha
pengampun lagi maha penyayang.10

Abu bakar berkata: Bangkai menurut syarak adalah nama bagi


seekor hewan yang telah mati tanpa di sembelih dengan menyebut
nama Allah. Ada kalanya di bungkam hidungnya tanpa adanya campur
tangan manusia walaupun tanpa sengaja. Meskipun dalam kondisi niat
kepada Allah dan tanpa di sembelih, sedangkan pemahaman kita
tentang pengharaman bangkai, bahwa pengharaman,
penghalalan,larangan dan kebolehan itu berlaku dikalangan kita
(muslim) saja dan bukan golongan lain. Karena sesungguhnya arti
perlakuan itu merupakan suatu peringatan menurut ulama.11

Dalam aspek yang lain, para mufassir mengatakan tidak


diperbolehkan memakan bangkai anjing dan binatang buas. Karena
sesungguhnya itu merupakan bagian dari manfaat, dan Allah telah
mengharamkan bangkai secara mutlak yang di kuatkan dengan hukum
larangan. Maka tidak di perbolehkan sesuatu yang bermanfaat dari

10
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Surya Cipta Aksara, Surabaya,
1993, hlm 42
11
Abi Bakar bin Ali Ar-Razi Al-Jashash, Ahkamul Quran, juz I, Darul Kutub Ilmiah,
Bairut Libanon,t.th., hlm 130
28

bangkai kecuali sesuatu yang khusus menunjukkan dalil tentang


wajibnya.12

Diriwayatkan dari Muhammad SAW, yakni tentang


pengkhususan bangkai ikan dan belalang secara global hukumnya
boleh. Hal ini berdasarkan hadis yang di riwayatkan oleh Abdur
Rahman bin Zaid bin Aslam dari bapaknya dari Ibnu Umar berkata :
Rasulullah bersabda :

Artinya: Abu Masud menceritakan kepada kita dari Abdur Rahman


bin Zaid bin Aslam dari bapaknya dari Abdullah bin Umar
bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda: telah di halalkan
bagi kalian dua bangkai dan dua darah, adapun dua bangkai
itu adalah ikan dan belalang sedangkan dua darah yaitu hati
dan limpa.13

Sebagian orang juga mengambil dalil mengenai masalah


pengharaman bangkai ini dari firman Allah SWT.:

(96: )




Artinya: Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan yang
berasal dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu.14

12
Ibid, hlm 131
13
Sunan Al-Khafidh Ibn Abdullah Muhammad Ibn Yazid Al-Qajwini Ibnu Majah, Juz 2,
Darl fikr, libanon, hlm 1152
14
Departeman Agama, Op.Cit., hlm 78
29

Dan hadits Nabi SAW.:

: .
, , ,
: ,
" , "
Artinya: Hisyam bin Ammar telah menceritakan kepada kami, Malik
bin Amr berkata : telah menceritakan kepadaku Sofwan bin
Salim dari Said bin Salamah, bahwa Mughiroh bin Abi
Burdah, dan dia berasal dari Bani Abi Dar telah
menceritakan kepadanya : sesungguhnya dia mendengar
bahwa Abu Hurairah berkata Rasulullah SAW telah
bersabda: lautan itu suci airnya dan halal bangkainya.15

Diceritakan dari Abdul Baqi bahwa Rasulullah pernah di tanya


tentang masalah laut, kemudian Rasul menjawab: bahwa Laut itu suci
airnya dan halal bangkainya.

Abu bakar berkata: ada perbedaan pendapat pada ikan yang


mati terapung di atas air (Thofi), yaitu ikan yang mati di dalam air
dengan di bungkam hidungnya. Menurut Imam Malik dan SyafiI
hukumnya halal. Sedangkan menurut Atho bin Saib dan Abdullah bin
Ubay keduanya menghukumi makruh, menurut Abu Bakar Ash-Shidiq
dan Abi Ayyub hukumnya adalah boleh.

Sebagai orang pada umumnya ragu-ragu tentang kemakruhan


ikan thofi dari segi tetapnya dalam air hingga terapungnya di dalam
air. Letak perbedaan hukumnya adalah apabila ikan itu mati kemudian
terapung diatas air maka ikan itu boleh dimakan, tetapi jika matinya itu
karena dibungkam hidungnya dan tidak terapung diatas air maka itu
tidak boleh dimakan. Pemahaman yang dapat penulis ambil adalah
matinya di dalam air itu karena di bungkam hidungnya dan tidak ada

15
Sunan Al-Hafid Abi Abdillah Muhammad Ibn Yazid Ajwini, Op.Cit., hlm 1081
30

sebab lain.Pendapat ini mengambil dalil riwayat Abdul Baqi bahwa:


makanlah sesuatu yang terapung di laut16.

Dan firman Allah :

(96: )



Artinya: Dihalalkan bagimu binatang buruan laut.17

Dalil tersebut masih bersifat umum dalam menjelaskan thofi


dan lainnya, maka ada dua jawaban yaitu:

1. Bahwa dalil ayat tersebut adalah khusus pada hukum yang


menjelaskan tentang pengharaman bangkai dan dalil-dalil yang
berlaku tentang larangan memakan ikan yang mati terapung diatas
laut (thofi).

2. Dalil ayat tersebut diriwayatkan dengan cara menafsirkan firman


Allah yaitu suatu yang ada pada laut kemudian mati, dan firman
Allah adalah sesuatu yang diburu dan hidup.

Sedangkan thofi itu tidak termasuk dalam jawaban yang kedua,


karena thofi termasuk perkara yang ada pada laut dan tidak termasuk
pada buruan.18

Tentang memakan belalang Abu Bakar mengatakan boleh


memakanya secara mutlak, baik sesuatu yang ditemukan dalam
keadaan mati maupaun mati karena di bunuh.

Abu Bakar berkata:tidak ada perbedaan antara belalang yang


sudah jadi bangkai atau belalang itu mati karena di bunuh. Menurut
cerita Abu Atab dari Aisyah; bahwa Aisyah pernah memakan
belalang dan dia berkata bahwa Rasulullah juga pernah memakannya.
Dalam al-quran di sebutkan:
16
Abi Bakar Ahmad bin Ali Ar-Razi al- jashash, Op.Cit., hlm 132
17
Depertemen agama RI, loc .cit ,hlm 178
18
Abi Bakar Ahmad bin Ali Ar-Razi Al-Jashash, Op.cit,hlm 133
31

(3: )



Dimana ayat ini menunjukkan tentang haramnya bangkai, maka
jawabannya adalah bahwa pengkhususan yang ada di dalam hadis-
hadis Nabi di pakai para ulama bahwa mereka membolehkan memakan
bangkai belalang.Sedangkan menurut penulis bahwa belalang itu tidak
bisa di samakan dengan di larangnya ikan yang terapung diatas air.

Menurut Imam Malik, boleh memakan belalang yang


bangkainya itu mati sebab di bunuh, dengan memakai dasar tidak ada
perbedaan antara tidak di bunuh dan di bunuh. Karena sesungguhnya
hakikat membunuh belalang itu tidak termasuk penyembelihan.19

Tentang janin yang mati setelah induknya disembelih Abu


Bakar berkata : para ulama berbeda pendapat. Menurut Abu Hanifah :
tidak boleh di makan kecuali keluar dalam keadaan hidup maka
sembelihlah. Menurut Abu Yusuf : bahwa janin itu boleh dimakan baik
di bunuh ataupun tidak dibunuh. Sedangkan menurut Ali dan Ibnu
Umar :




. :
Artinya: Bercerita kepada kami Muhammad bin Yahya bin Faris
bercerita kepadaku Isha bin Ibrahim bin Ruhawayah dari
Athab bin Basyid dari Ubaidillah bin Abi Ziad Al- Qodah
Al-Maki dari Abi Zubair, dari jabir bin Abdullah, dari
Rasulullah SAW. Beliau bersabda : menyembelih janin
dengan menyembelih induknya.20

19
Ibid, hlm 134
20
Sunan Abi Dawud li khafid abi Daud sulaiman bin al-Asyasi al-jastani, jilid 2, Darul
fikr, libanon,t.t hlm 646
32

Imam Malik berkata: Ketika janin itu sudah sempurna


bentuknya dan sudah tumbuh rambutnya maka itu boleh dimakan.

Analisa yang di kemukakan oleh Abu Bakar: Bahwa Allah


mengharamkan bangkai itu secara umum dan mengecualikan hewan
yang di sembelih sifat dan syarat yang disebutkan pada penjelasan
Nabi. Dan sifat-sifat itu tidak ada dalam janin. Maka kalau melihat
dhohirnya ayat tersebut janin itu hukumnya haram.21

b. Surah Al-Maidah ayat 3:




































(3: )







Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,darah, daging
babi hewan yang di sembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, dan yang di terkam binatang buas, kecuali yang
sempat kamu sembelih dan (di haramkan bagimu) yang di
sembelih untuk berhala dan (di haramkan juga) mengundi
nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan pada hari
ini , orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu.Sebab itu janganlah takut kepada mereka dan
takutlah kepada-ku pada hari ini telah ku-cukupkan
kepadamu nikmatku dan telah kuridhai islam itu jadi agama
bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan
tanpa sengaja berbuat dosa. Sesungguhnya Allah Maha
pengampun lagi Maha penyayang.22

21
Abi Bakar Ahmad bin Ali Ar-Razi Al-Jashash Op.Cit, hlm 135
22
Depertemen Agama RI, Op,cit., hlm 157
33

Dari ayat diatas akan penulis uraikan satu-persatu sebagai


berikut:

: bangkai yaitu binatang yang hilang nyawanya tanpa

dengan disengaja yang sudah disyaratkan oleh syarak artinya binatang


yang mati dengan sendirinya (tanpa disembelih) atau binatang yang
disembelih tapi tidak memenuhi kreteria penyembelihan yang sah.

: darah yang diharamkan disini adalah darah yang

mengalir.23 Sebagaimana firman Allah surah Al-Anam 145:











(145: )
Artinya: Katakanlah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai atau
darah yang mengalir.24

Sedangkan darah yang tidak mengalir seperti hati dan limpa itu
halal dalam hadis Nabi SAW. ditegaskan:

, ,
, .
, . ,
: : ,
, , ,
.( ) .

Artinya: Khusain bin Ismail telah bercerita kepada kami: Ali bin
Muslim Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari ayahnya dari
Ibn Umar dari Nabi SAW. Bercerita kepada kami
Muhammad bin Mukhalid kepada Ibrahim Bin Muhammad
Al-atiq kepada Mutharof Abdullah bin Zaid bin Aslam dari

23
Abi Bakar Ahmad bin Ali Ar-Razi, OP.Cit., hlm. 135
24
Departemen agama RI, Op.Cit, hlm 157
34

Ayahnya dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah SAW


bersabda : telah dihalalkan untuk kita darah yaitu dua
darah, dan bangkai yang berupa dua bangkai, bangkai itu
adalah ikan dan belalang dandarah yang dihalalkan adalah
hati dan limpa. (lafad oleh mutarof).25

: Daging babi yang diharamkan tidak hanya

dagingnya saja melainkan juga minyak, tulang dan semua jenis-


jenisnya. Hanya disebut dengan istilah daging karena yang banyak
manfaatnya.

: Daging hewan yang di sembelih dengan


menyebut selain nama Allah.secara lahiriyah lafad ini sudah jelas,
yaitu haramnyaa daging hewan yang di sembelih dengan menyebut
selain nama Allah. Karena lafad adalah sebagai rasa penyebutan dan
penamaan (dzikir dan tasmiyah) maka di haramkan penyebutan nama
berhala sebagaimana yang di lakukan orang Arab dahulu ketika
menyembelih. : Mati karena di cekik dengan tali atau lainnya.

: Mati karena di pukul dengan kayu atau yang lainnya

sehingga mati. : Mati karena jatuh, hewan yang jatuh hingga


mati.

Menurut Abu Bakar: ketika ada sebab yang lain yang


menyebabkan dia mati karena jatuh dan matinya itu baru, maka
hukumya boleh dimakan.

: Mati karena di tanduk

: Kecuali sempat di sembelih.26

25
Sunan Darul Qutdni Imam Al-Kabir Ali bin Umar Al-dar qutdni,Op.Cit,hlm. 158
26
Imam Abu Bakar Ahmad Ar-Razi Al-Jashash,Ahkamul Quran, Juz II, Darul Fikr, tth,
hlm 430
35

Ulama fikih berbeda pendapat tentang sembelihan hewan yang


mati karena dipukul dan lainnya. Menurut Imam Muhammad disitu
ditemukan kejanggalan, artinya ketika hewan tadi mati karena dipukul,
dicekik, atau karena diterkam binatang buas dan sebelum mati sempat
disembilih, maka tergolong halal dan jika sebaliknya maka hukumnya
haram. Pendapat ini senada dengan Abi Yusuf.

Abu Bakar berkata bahwa firman Allah: itu

ditujukan untuk hewan yang masih dalam keadaan hidup.27 Mengenai


syarat menyembelih ada dua segi. Pertama dari segi tempat yang
disembelih dan apa yang dipotong.

Secara normal tempat yang disembelih pada hewan adalah pada


lehernya. Sedangkan menurut Imam Hanafi ada empat, yaitu rongga
udara, rongga makanan dan dua otot darah. Menurut Imam Syafii
cukup dua tempat yaitu rongga udara dan rongga makanan,dan yang
lebih sempurna adalah rongga udara makanan dan dua otot darah.28

Menurut Abu Bakar tidak ada pertentangan mengenai bolehnya


memotong pada tempat-tempat ini dan hal itu menunjukkan bahwa
memotong tempat-tempat itu merupakan syarat-syarat menyembelih.29

: Alat sembelih, ayat yang digunakan untuk menyembelih


adalah setiap benda tajam yang bisa memotong urat darah leher yang
mengalirkan darah.30

: Orang yang menyembelih semestinya muslim.

: Penyebutan nama ketika menyembelih dengan nama

Allah dan ketika lupa menyebutnya maka tidak apa-apa.

27
Ibid, hlm 431
28
Ibid, hlm. 434
29
Ibid, hlm 435
30
Ibid, hlm 436
36

: Sesuatu yang disembelih dengan tatacara


keberhalaan.

: Daging sembelihan yang pembagiannya

ditentukan dengan undian anak panah.

: Anak panah; kayu yang berbentuk anak panah,

tanpa mata dan bulu, orang jahiliyah digunakan sebagai alat untuk
mengundi apakah maksudnya boleh dilakukan atau tidak. Cara
undiannya dengan menggunakan tiga batang anak panah, masing-
masing batang tertulis Kerjakanlah, jangan kerjakan, dan yang satu
tidak tertulis apa-apa. Kemudian mereka letakkan di kabah dan
apabila sewaktu-waktu mereka membutuhkannya, mereka meminta
kepada juru kunci Kabah untuk mengambilkan salah satu anak panah
itu. Jika yang dipilih itu yang tanpa tulisan maka undian diulang lagi.31

c. Surah Al-Anam ayat 145:



















: )







(145
Artinya: Katakanlah: Tidaklah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang
yang hendak memakannya, kecuali jika makanan itu
bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena
sesungguhnya semua itu kotoran. (rijs) atau binatang yang
disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang
dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya

31
Ibid, hlm 440
37

dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya


Tuhanmu maha Pengampun lagi Maha Penyayang.32

Keharaman bangkai, darah, babi, sudah disebutkan pada


pembahasan sebelumnya. Pada lafad ,itu termasuk
pada lafad . Surat Al-Anam turun di Makkah (sebelum Nabi

hijrah) makanan diharamkan pada waktu itu yakni bangkai. Darah dan
babi. Sedangkan surah Al-Maidah turun di Madinah dan turunnya
lebih akhir daripada surat Al-Anam. Bisa saja ini sebagai penjelas

terhadap ayat yang turunnya lebih awal. Dan huruf ( ) pada ayat
... lafad ( ) ini kalau bersanding dengan
huruf ( ) maka mempunyai arti Dan, Tidak, Atau, sebagai

pilihan sehingga keharaman yang dimaksud adalah bangkai dan darah


yang mengalir, dan babi, tidak bangkai atauatau

Abu Bakar berkata: bahwa ada perbedaan pendapat diantara


para ulama, tentang keharaman hewan yang bertaring dan burung yang
mempunyai kuku tajam. Menurut Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf Zufr
dan Muhammad, Imam Malik dan Imam SyafiI, bahwa tidak
dihalalkan hewan yang mempunyai taring dan burung yang berkuku
tajam.33

Pendapat ini dikuatkan dengan hadist Nabi SAW:


:


32
Departemen Agama RI, Op.cit, hlm 213
33
Imam Abu Bakar Ahmad Ar-Razi Al-Jashash, Ahkam Al-Quran, Juz III, Darul Fik,
tth, hlm 26
38

Artinya: Bercerita kepada kami Mahmud bin Ghalib, bercerita


kepada kami Abu Nadhor Hasyim bin Al-Qosyim, bercerita
kepada kami Ikrimah bin Imar dari Yahya bin Abi Katsir
dari Abi Salamah dari Jabir ia berkata: Rasulullah SAW.:
telah mengharamkan yaitu pada hari perang khoibar
mengalirkan darah manusia dan daging kuda dan setiap
hewan buas yang memiliki taring dan burung yang
mempunyai kuku yang tajam.34

Tentang hewan singa bumi para ulama berbeda pendapat


diantaranya, menurut Imam Malik dan AuzaI bahwa memakankan
hewan singa bumi seperti landak, tikus dan lainnya itu hukumnya
makruh. Sedangkan menurut Imam SyafiI semua itu hukumnya haram
dengan alasan bahwa segala sesuatu binatang yang dianggap kotor atau
jijik oleh orang Arab tergolong khobaits, seperti srigala, tikus, ular,
gagak dan sejenisnya.

Karena dianggap kotor dan jijik maka keharamannya tergolong


pada .35

d. Sebagaimana firman Allah Surah Al-Araf ayat 157:































(157: )



Artinya: orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang Ummi, yang
(namanya) mereka dapati tertulis di dalam taurat dan injil
yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka megerjakan
34
Abi Isa bin Muhammad bin Isa, Al-JamiAs-Shahih Wa Huwa Sunan AT-Tirmidzi,
Jilid 4, Dar-Fikr, t.k, 1988, hlm 61
35
Imam Abu Bakar Ahmad Ar-Razi Al-Jashash, Op.cit., hlm 29
39

yang maruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang


mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik
dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan
membuang dari nereka beban-beban dan belenggu yang ada
pada mereka). Maka orang-orang yang beriman kepadanya,
memahaminya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (Al-Quran), mereka itulah
orang-orang yang beruntung.36

B. AL-QURTHUBI

1. Riwayat Hidup dan Karya-Karya Al-Qurtubi

Al-Qurtubi adalah salah seorang mufassir dan seorang alim yang


mumpuni.37 Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin
Ahmad bin Ali Abi Bakar bin Faraj Al Ansari Al Hajraji Al-Andalusi Al-
38
Qurtubi. Beliau termasuk salah seorang ulama yang dilahirkan di
Spanyol, dimana dan kapan tepatnya berkaitan dengan kelahiran beliau
tidak diketahui. Ia adalah hamba Allah yang saleh, bijaksana, wirai dan
zuhud. Beliau menghabiskan waktunya untuk urusan-urusan yang bisa
menolong kearah akhirat dan untuk mencari keridloan Allah, beribadah
dan mengarang.

Beliau merantau keluar daerahnya (Al-Makary) untuk belajar ilmu-


ilmu agama, sehingga menjadi sarjana yang teliti dan kehidupannya
cenderung asketisme dan selalu meditasi tentang kehidupan setelah mati.

Al-Qurtuby telah belajar ilmu-ilmu agama kepada para ulama di


masanya. Diantara para gurunya yang terkenal adalah Abu Abbas Ahmad
bin Umar Al Qurtuby yang mempunyai kitab Shahih Muslim. Tokoh ini
seorang guru ulama salaf yang terkenal ahli bahasa Arab.

36
Departemen Agama, Op.cit., hlm 246
37
As-Sayyid Muhammad Ali Iyaziy, Al Mufassiruun Hayatun wa Minhajuhum wizarah
as-saqafah wa Al-Irsyad Al Islamy, Teheran, 1414 H., hlm 409.
38
Muhammad Husain Al Zahabi, Al-Tafsir wa Al-Mufassirun, Juz , Daar Al-Maktabah Al
Harisah, Mesir, 1976, hlm. 457
40

Setelah Al-Qurtubi menuntut ilmu dari beberapa guru reputasinya


menjadi besar, pada kenyataannya setelah pergi ke arah timur di dataran
tinggi Mesir, beliau juga belajar ilmu hadis. Seperti Imam Nawawi telah
mengutip dari kitab mufhimnya di beberapa tempat dari karya-karyanya
yang menyebutkan ada dua tokoh dari siapa Al-Qurtuby telah belajar ilmu
hadis, yaitu dari Al Hafidz Abu Ali Hasan Ali bin Muhammad bin Ali
Hafzi bin Yahsubi.39

Dari beberapa ulama pada masanya ia belajar agama dan belajar


bahasa arab serta belajar ilmu hadis dari tokoh ulama di Mesir, beliau
menjadi paham agama serta meneruskan cita-citanya untuk mengarang dan
menulis yang berguna pada masanya.

Dimana terlihat semasa hidupnya banyak karya-karya ilmiahnya


yang antara selain sebagai berikut:

1. Al Jami li-Akham al-Quran

2. At-Tadzkiratu fi Ahwali al-Mauta wa Umuri al-Akhirati

3. Al-Asna fi Syarkhi al-Asma al-Husna

4. At-Tadzkaru fi Afdlali al-Adzkari

5. At-Tadzkiratu bi al-Umuri al-Akhirati

6. Syarh at-Tuqsho fi al-Hadis al-Nabawi

7. Al-Ilam bima fi Dini al-Nashoro min al-Mafasid wa al-Auhani wa


Idhari Makhosini Dini al-Islami. 40

Komentar-komentarnya dalam kitab diatas adalah sangat semurna


dan sangat berguna. Kebanyakan para pengarang yang menceritakan
tentang Al-Qurtubi mereka mengakui serta mengambil rujukan pendapat
dari komentar kitab Al-Qurtubi. E.J. Brill menjelaskan dalam kaitannya
muqoddimahnya tafsir Al-Jami li Ahkam al-Quran, yang menerangkan

39
. Ibid,. hlm. 512
40
. Muhammad Hussain al-Zahabi, op.cit., hlm. 457
41

pada nilai Al Quran akan mendapatkan tingkatan yang tinggi dan


keutamaan dimata Allah bagi mereka yang membawa dan mempunyai
kemampuan ijtihad untuk menggali isi kandungan Al Quran.41

Melihat kembali tentang karya-karya seperti kitab Al-Tadzkiroh fi


Umuri Al-Akhiroh dan kitab Syarh at-Tuqsho, ia Ibnu Farihun berkata:
bahwa saya tidak berkomentar dari kitab-kitab itu mempunyai bahar rojaz.

Imam Al-Qurtubi kemudian berdomisili di Munyah Ibnu Kasib,


selanjutnya beliau meninggal dan dimakamkan di Munyah pada malam
senin 9 Syawal 671 H. 42

2. Bentuk Metode dan Corak Penafsiran Al-Qurtubi

a. Bentuk Penafsiran Al-Qurtubi

Kitab tafsir jami li Ahkam al-Quran karya Al-Qurtubi


termasuk dalam tafsir Al-Rayi. Yaitu suatu metode penafsiran Al-
Quran yang pola pemahamanya dilakukan melalui ijtihad setelah
seorang mufassir Al-Rayi mengetahui beberapa syaratnya. 43Al-Rayi
terlebih dahulu harus mencari makna ayat-ayat Al-Quran yang terdapat
dalam Al-Quran itu sendiri, lalu pada sunnah Nabi SAW, perbuatan
para sahabat dan tabiin. jika tidak menjumpai dalil yang terdapat pada
beberapa sumber diatas, barulah seorang mufassir menggunakan
kekuatan akal pikirannya (ijtihad).44

b. Metode Penafsiran Al-Qurtubi

Berbeda dengan tafsir al-Quran karya para ulama sedunia .


tafsir al-jami li- ahkam al-quran lebih menekankan pada pemahaman
hukum islam dari segi fungsinya sebagai petunjuk bagi umat islam

41
. Ibid., hlm. 512
42
. Al-Qurtubi, Al Jami li Ahkam al-Quran, Juz I, Dar Al-Kutub Al-Misriyyah, 1967,
hlm. 1
43
. M. Nur Ichwan, Memasuki Dunia Al Quran, Lubuk Raya, Semarang, 2001, hlm. 180
44
. M. Nur Ichwan, Belajar Mudah Ilmu-Ilmu Al-Quran, Semarang, 2001, hlm. 215
42

untuk mencapai kebahagian hidup didunia dan akhirat, karena inilah


tujuan utama menafsirkan Al-Quran.

Metode yang digunakan al-qurtubi dalam menyusun tafsirnya


dapat di golongkan sebagai tafsir tahlili atau analitik. Karena dalam
penyusunannya dengan menafsirkan ayat-ayat sesuai dengan runtutan
dalam mushaf al-quran. Sedangkan dalam rangka menerangkan
maknanya yang terkandung dalam ayat dilakukan melalui beberapa ciri
yaitu ciri kebahasan, munasabah ayat, hubungan ayat dengan hadis,
hubungannya dengan sosial histori kultural.45

c. Corak Penafsiran Al-Qurtubi

Kitab tafsir jami ahkam karya Al-Qurtubi termasuk tafsir yang


bercorak fikih. Dalam tafsirnya ini Qurtubi tdak menafsirkan diri pada
ayat-ayat hukum semata, tetapi menafsirkan Al-Quran secara
menyeluruh.46

3. Penafsiran Al-Qurtubi terhadap Makanan Yang Diharamkan Dalam


Al-Quran

a. Surah Al-Baqarah Ayat 173:






: )





(173
Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan (harrama)
bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang
(ketika disembelih) di sebut (nama) selain Allah. Tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang

45
Muhammad Ali Iyazi, op.cit. hlm. 411
46
. Manna Khalil Al-Qattan, op.cit., hlm. 514
43

ia tidak mengingnkannya dantidak (pula) melampaui batas


maka tidak ada dosa bagimu. (Al-Baqarah, 173)47

Dalam ayat ini tidak ada hukum haram

yang dikeluarkan dari ayat tersebut, karena ayat tersebut turun di


Madinah dn dikuatkan dengan ayat lain yang menurut riwayat ayat itu
turun di Arofah. Bangkai adalah sesuatu ruh yang berpisah dengan cara
tidak di sembelih, dan sesuatu yang dimakan maka sembelihannyaq itu
seperti bangkainya.

Kebanyakan pakar ilmu itu memperbolehkan memakan sesuatu


yang ada di dalam laut baik itu mati ataupun hidup, ini merupakan
pendapat Imam Maliki.

Lafad itu adalah kalimat yang digunakan untuk meringkas

yang memuat makna tidak ada dan tetap maka suatu lafad yang di
ucapkan itu hukumnya tetap dan lafad yang tidak diucapkan
(selainnya) itu hukumnya tidak ada dan lafad yang ada pada ayat

tersebut itu berfaedah meringkas suatu yang haram, dan terkadang

menghasilka hukum halal, seperti pada ayat:


lafad maa yang ada pada ayat tersebut itu berfaedah membolehkan
mutlak. Maka tidak ada hukum haram yang dikeluarkan dari ayat
tersebut. Ayat tersebut turun di Madinah dan dikuatkan dengan ayat
yang menurut riwayat ayat itu turun di Arafah48.

47
. Departemen Agama RI, loc. cit.hlm. 42
48
. Li Abi Abdullah Muhammad Ibnu Ahmadi Al Ansori Al-Qurtubi, Jami al-Ahkam a-
Quran, Jilid 1-2, Dar al-Kutub al-Alamiah, Beirut, Libanon, 1993, hlm. 145
44


















(145: )







Artinya: Katakanlah: Tidaklah aku peroleh dalam wahyu yang


diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang
yang hendak memakannya, kecuali jika makanan itu
bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena
sewsungguhnya semua itu kotoran. (rijs) atau binatang yang
disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang
dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya
dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya
Tuhanmu maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 49

Bangkai adalah suatu ruh yang terpisah dengan jalan tidak


disembelih, dan sesuatu yang haram di makan seperti binatang buas.

Ayat diatas adalah umum, kemudian di takhsis dengan perkataan nabi:


:


Artinya: Abu Masud menceritakan pada kita dari Abdurrahman bin
Zaid bin Aslam dari bapaknya dari Abdullah bin Umar
sesungguhnya rasulullah SAW bersabda:telah dihalalkan
bagi kalian dua bangkai dan dua darah, adapun dua bangkai
itu adalah ikan dan belalang sedangkan dua darah yaitu hati
dan limpa. 50

49
. Departemen Agama RI, loc. cit, hlm 213
50
. Sunan Al-Hafidz bin Abdillah Muhammad ibn Yazid al-Qojwini ibnu Majah, Juz II,
Dar al-Fikr, hlm. 1152
45

Kebanyakan pakar ilmu madzhab Imam Maliki itu


memperbolehkan memakan sesuatu yang ada di dalam laut baik mati
atau hidup.

Dari hadits diatas dapat diambil kesimpulan bahwa memakan


bangkai belalang itu boleh dan halal bagaimanapun cara-mati-nya.
Dan pendapat itu didukung oleh Imam Nafi dan Ibnu Abdul Hakim
dan kebanyakan ulama pun mendukungnya. Dan keterangan itu juga
menurut Madzhab Syafii dan Abu Hanifah. Sedangkan Imam Malik
melarang memakan belalang yang matinya itu sebab dibungkam
hidungnya, karena itu termasuk binatang buruan darat.

Para ulama ikhtilaf (berbeda pendapat) tentang apakah boleh


mengambil sesuatu manfaat atau memanfaatkan bangkai atau sesuatu
yang najis. Menurut Imam Malik itu boleh, karena Nabi pernah
berjalan melewati bangkai kambingnya Maemunah, kemudian Nabi
berkata hendaklah kalian ambil kulitnya. Sedangkan menurut salah
satu ulama itu tidak boleh memanfaatkan sesuatu dari bangkai atau
sesuatu yang najis. Dan tidak diperbolehkan menyirami sesuatu
tanaman atau memberi minuman hewan dengan air yang najis dan
pendapat ini mengambil dalil dan hadits
nabi yang artinya bahwa Rasul itu melarang memanfaatkan sesuatu
dari bangkai bagaimanapun bentuknya. 51

Adapun onta sapi dan kambing yang disembelih dan didalam


perutnya itu terdapat janin yang mati, maka memakan janin itu
hukumnya boleh, karena penyembeliha janin itu termasuk
penyembeliha induknya. Kecuali ketika janin itu keluar dalam keadaan
hidup kemudian disembelih maka itu memiliki hukum sendiri. Begitu
juga apabila ada orang menjual kambing tetapi mengecualikan janin

51
. Li Abi Abdullah Muhammad Ibnu Ahmadi Al Ansori Al-Qurtubi, loc.cit., hlm 145
46

yang ada pada kambing itu maka hukumnya tidak boleh, karena antara
kambing dan janinnya itu satu anggota.

ulama sepakat bahwa darah itu haram dan najis sehingga

tdak boleh dimakan atau dimanfaatkan.

Dan menurut Ibnu Khuwaidz Mandhadhi bahwa darah yan ada


atau menempel pada daging itu tidak haram (di mafu).52 Sedangka
mayoritas ulama berpendapat bahwa darah itu haram dengan
mengambil dasar firman Allah surat Al-Maidah ayat 3 yang berbunyi:

(3: )



Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai dan darah.

Darah yang disebut dalam ayat tersebut diatas masih umum


karena segala macam darah masuk didalamnya dan hukumnya haram.
Pada ayat yang lain Allah berfirman:












(145: )

Artinya: Katakanlah:Tidaklah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang
yang hendak memakannya, kecuali jika makanan itu
bangkai, atau darah yang mengalir. 53
Ayat diatas menerangkan bahwa darah yang
itu

hukumnya haram. Dan diriwayatkan dari siti Aisyah ia berkata bahwa


kita pernah memasak hewan yang hidup di darat di laut pada zaman
rasulullah, kemudian kami menghilangkan warna kuning dari darah
kemudian kami memakannya.

Keadaan itu diperbolehkan karena ada masyaqoh dan suatu hal


yang masyaqoh dalam agama itu akan mendapatkan keringanan Allah

52
. Ibid. hlm. 145
53
. Departemen Agama RI, op.cit. hlm. 212-213
47

menyebutkan lafadz dalam al-Quran itu adalah mutlak dan

batasannya adalah pada surat al-Anam yaitu karena darah


kalau bercampur dengan daging kemudian darah itu mengalir maka
hukumnya haram dengan dalil ijma. Begitu juga dan
itu hukumnya haram.

Adapun mengenai darah itu para ulama berbeda pendapat


menurut riwayat dari Imam Al-Qobis bahwa darah ikan itu suci dan
tidak haram, dan pendapat ini dipilih oleh Ibn Al-Araby, ia berkata
bahwa kalau darah ikan itu najis maka syarak itu mensyariatkan untuk
menyembelihnya.

Allah mengkhususkan dengan menyebutkan

daging babi itu adalah untuk menunjukkan bahwa babi itu haram
baikitu di sembelih ataupun tidak disembelih.

Ulama ber-ijma tentang haramnya lemak babi karena daging


dan lemak itu ada persamaan arti, lemak itu termasuk daging tetapi
kalau daging tidak termasuk lemak, Allah mengharamkan lemak
kepada bani Israil.54

Allah berfirman surah Al-Anam ayat 146:

(146: )



Artinya: Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang
itu.55
Yaitu hewan yang disembelih

dengan menyebut nama selain Allah yaitu sembelihan orang Majusi,


orang Maatil, orang Watsani. Orang majusi menyembelih karena api,
orang Maatil menyembelih karena dirinya sendiri (karena tidak punya

54
. Li Abi Abdullah Muhammad Ibnu Ahmadi Al Ansori Al-Qurtubi, op.cit. hlm. 145
55
Departemen Agama RI, Op.,cit.hlm 213
48

kepercayaan) dan tidak ada perbedan tentang haramnya sembelihan


mereka (majusi dan lain-lain).artinya sembelihan mereka itu tidak
boleh di makan pendapat ini menurut imam malik, syafiI dan lain-
lain.56

b. Surah al-Maidah Ayat 3:





































(3: )







Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi, (daging hewan) yang disembelih atas selain Allah,yang
tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang
diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya), dan di haramkan bagimu) yang disembelih
untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib
dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari itu)
orang-orang kafir, telah putus ada untuk (mengalahkan )
agamamu, sebab itu janganlah, kamu untuk kepada mereka
dan takutlah kepadaku. Pada hari ini telah ku sempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu
nikmatku, dan telah kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.
Maka barangsiapa terpaksa) karena kelaparan tanpa
sengaja berbuat Dosa, sesungguhnya Allah mahapengampun
lagi maha penyayang57

: binatang yang mati karena di cekik.

56
Li Abi Abdullah Muhammad Ibnu Ahmadi Ansori Al-Qurtubim, Op.,cit., hlm 146
57
Departemen Agama RI, Op,cit., hlm 157
49

Qotadah dengan ibnu abbas mengatakan bahwa orang-orang


jahiliyah mencekik kambing dan hewan lainnya kemudian
memakannya.


: yakni binatang yang mati karena di pukul

dengan batu atau tongkat dengan tanpa disembelih.

Qotadah berkata: orang Jahiliyah melakukan hal-hal tersebut.


Sedangkan Ibnu Thalhah menambahi bahwa orang-orang Jahiliyah
memukul beberapa hewan ternak dengan kayu (tongkat) sampai mati
lalu memakannya. Sebagian dari mereka membunuh dengan benda
tajam.

Dalam shahih Muslim diriwayatkan dari Ubay Ibn Hatim


berkata : saya bertanya kepada Rasulullah SAW., sesungguhnya saya
melempar (berburu) hewan buruan lalu aku mendapatkannya. Rasul
menjawab jika hewan buruan tersebut tepat mengenai ujung panahmu
maka makanlah dan jika hanya mengenai panahmu (bukan ujungnya)
maka jangan kau makan.58

: yakni hewan yang mati karena dilempar dari atas


kebawah (baik dari atas gunung atau kesumur).

Jika terjadi pada dirimu, yaitu ketika kamu memanah hewan


buruan kemudian jatuh dari atas gunung kebumi maka haram kamu
makan. Karena kadang-kadang matinya sebab jatuh bukan karena
panahmu. Begitu juga apabila kamu temukan didalam air maka
janganlah kamu makan, sesungguhnya kamu tidak tahu bahwa yang
membunuh itu air tersebut bukan panahmu.

: yakni binatang yang diadu (bertengkar) salah

satunya mati sebelum disembelih.

58
L, Abi Abdullah Muhammad Ibnu Ahmad Ansori Al-Qurtubi, Op.Cit.hlm 151
50

Kata bermakna karena diantara kedua hewan


tersebut saling menanduk kemudian keduanya mati. Dikatakan
sebagian yang lain tidak boleh dikatakan ( di tanduk).

: Yaitu binatang yang memiliki taring dan kuku


tajam seperti harimau, anjing liar, serigala, macan tutul dan sejenisnya.
Semua itu adalah binatang liar.



: Yakni setiap hewan yang ditemukan dalam

keadaan sembelihan sesuai dengan penjelasan-penjelasan yang telah


disebutkan. Yang demikian itu dikembalikan pada cara-cara
penyembelihn sebagaimana telah dijelaskan diatas. Karena pada
hakekatnya pengecualian yang ada kembali pula pada Qaul-qaul atau
pendapat yang telah ada.

Lafad ini menurut perkatan orang arab


(menyembelih). Ibnu Sayyidah berkata dalam kitabnya Al-muhkam
sebagai berikut: Orang Arab mengatakan mengatakan menyembelih
janin berarti juga menyembelih induknya, artinya jika menyembelih
hewan kemudian didalamnya terdapat janinnya maka sudah termasuk
penyembelihan induknya.59

Al Qurtubi berkata: Bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Darul


Quthni dari cerita Abi Said dan Abu Hurairah dan Ali dan Abdullah
dari Nabi SAW. berkata: Menyembelih janin berarti juga
menyembelih induknya. Kecuali hadis yang diriwayatkan Abu
Hurairah Ia berkata: Jika janin tersebut keluar dari perut induknya
dalam keadaan mati maka hukumnya haram dimakan. Sebab
menyembelih induknya saja bukan berarti menyembelih janinnya.

59
Muhammad bin Ahmad Abu Bakar bin Farh Al-Anshori Al-Khazrozi Al-Qurtubi, Jami
li hkami Al-Quranjilid 3, Darl kutub Al-Alimiah, Bairut libanon,t.t,.hlm 33
51

Ibnu Mundzir berkata: Sebagaimana sabda Nabi, Bahwa


menyembelih janin termasuk juga menyembelih induknya.

Ini menunjukkan bahwa janin bukan termasuk induknya, Rosul


juga berkata: Jika menyembelih induknya tersebut ternyata hamil
sesungguhnya yang demikian itu termasuk menyembelih janinnya.
Sehingga penyembelihan induknya juga termasuk penyembelihan pada
janinnya.60

menurut bahasa berasal dari kata ( sempurna )yaitu

sempurna giginya. Binatang yang disembelih adalah adalah binatang


yang sudah sampurna tambah giginya, begitu juga sampurna kuatnya.

Arti ditemukan dari kata-kata sempurna. Sembelihlah


sembelihanmu sehingga keluar darahnya itu sesungguhnya lebih bagus
karena akan mempercepat dan meringankan rasa sakitnya daripada
disiksa.

Para ulama berbeda pendapat mengenai , menurut jumhur


ulama bahwa senjata yang digunakan itu harus alat penyembelihan
bukan gigi dan tulang. Karena hal tersebut menimbulkan luka.
Kemudian fuqoha mesir berpendapat bahwa gigi, kuku tajam tidak
boleh digunakan untuk menyembelih sebab keduanya tidak
menjadikan sekarat tetapi mencekik (tidak menyembelih).

Ibnu Abbas berpendapat: Boleh menyembelih hewan dengan


senjata apa saja yang dikehendaki. Sesunguhnya makruh menggunakan
gigi, tulang dalam keadaan apapun baik itu membuat sekarat binatang
atau tidak. Menurut Ibrahim dan Hasan dan Laits bin Said,
diriwayatkan dari SyafiI dengan hujjah hadisnya Rafi bin Khodij
berkata: Saya bertanya pada Nabi tentang penyambelihan tersebut,
Nabi menjawab, sembelihlah dengan cara yang patutatau pantas.

60
ibid hal. 36
52

Dalam kitab Al-Muwathonya Imam Malik dari Nafi dari laki-laki


(golongan Anshor) dar Muadz bin Saad; sesungguhnya budak
perempuan Kaab bin Malik melukai kambingnya hingga terluka,
kemudian aku menanyakan Nabi, Dia menjawab, tidak apa-apa dan
makanlah.

Imam Malik dan jamaahnya berkata, tidak sah dalam


penyembelihannya kecuali dengan memotong tenggorokan dan dua
urat leher. Imam SyafiI berkata sah sembelihan dengan memotong
kerongkongan dan tenggorokan (saluran makanan dari tenggorokan
sampai usus besar ) tanpa harus memotong urat leher. Karena
keduanya tempat lewat makanan dan minuman, sehingga tanpa
keduanya seekor binatang mustahil hidup. Dan disamping itu keduanya
sebagai pangkal kematian.61

dan diharamkan bagimu yan disembelih


untuk berhala. Ibnu Faris berkata: adalah batu yang didirikan

kemudian disembah. Lalu kepadanya dipersembahkan darah dari


penyembelihan binatang tersebut.

Ibnu Juraij berkata: orang-orang pedalaman Makkah


menyembelih binatang sambil menghadap Al-Bait (Baitullah)
kemudian mempersembahkan atau meletakkan daging sembelihannya
pada batu-batu tersebut. Kemudian setelah datang agama Islam yang
dibawa oleh Nabi kita mengatakan sesungguhnya kita mengagungkan
baitullah sebagaimana kita lakukan saat ini. Sepertinya Nabi tidak
memakruhkan yang demikian itu.62 Kemudian turun wahyu Allah surat
Al-Hajj ayat 37:

61
Ibid, hal 37
62
ibid hal 39
53







(37: )





Artinya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak
mencapai keridhoan Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah
yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah
medudukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan
Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah
kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.63

c. Surat Al-Anam ayat 145 :


















: )







(145
Artinya: Katakanlah tidaklah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang
yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu
bamgkai atau darah yang mengalir atau daging babi karena
sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih
atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan
terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak pula
melampui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.64

Pada ayat tersebut terdapat hal-hal yang mula-mula


diharamkan, kemudian dalam surah Al-Maidah diharamkan memakan
segala macam binatang buas yang mempunyai taring dan burung yang
mempunyai cengkeraman yang kuat.

63
Departemen Agama RI Op, Cit hal. 517
64
ibid hal. 213
54

Al-Qurtubi berkata: Bahwa sesungguhnya daging binatang


buas dan semua hewan selain manusia dan babi adalah mubah atau
boleh (dalam hal memakannya). Kemudian Syeh At-Thobari
menambahi bahwa : setiap perkara yang didiamkan oleh nabi adal
halal.(taqrir Nabi).

Sedangkan menurut Ibn Araby: bahwa ayat tersebut


madaniyah. Ayat tersebut bersamaan turunnya ayat
... pada waktu itu tidak diharamkan hal-hal yang ada pada ayat
tersebut. Setelah itu turun ayat Al-Maidah (yang menambahkan pada
hal-hal yang diharmkan ) kemudian Rasulullah sewaktu di Madinah
menjelaskan ayat tersebut dalam sabdanya
yaitu memakan setiap hewan yang mempunyai taring dan kaki
empat serta paruh yang kuat.

Para ulama berbeda pendapat tentang persoalan di atas. Maka


sesuai dengan ijma mengenai dhahirnya hadis yang diturunkan, yakni
mencegah memakan setiap hewan yang memiliki paruh yang kuat. Dan
pendapat mengenai hadis ini lebih utama.

Ibn Amr memahami: saya membenarkan perkataan


( tidak ada keharaman yang jelas kecuali sebagaimana yang
telah disebutkan dalam ayat Allah). Dan perlu diingat, bahwa diantara
keharaman itu adalah jika hewan tersebut secara jelas tidak disembelih
dengan nama Allah.

Menurut ahli fikih, Imam Malik, SyafiI , Abu Hanifah


mengatakan sesungguhnya memakan setiap hewan yang memiliki
taring dan paruh yang kuat adalah haram. Dan tidak ada yang dapa
mencegah setelah ditetapkan hukum lain, firman Allah
dan Nabi telah menetapkan bahwa
55

jadi memakan hewan yang memiliki taring dan

paruh yang kuat adalah haram.65

Sesungguhnya Nabi mencegah dari memakan dari setiap hewan


yang bertaring dan paruh yang kuat, kemudian terjadi perbedaan
pendapat dikalangan para sahabat dan ulama-ulama sesudahnya
mengenai keharaman tersebut. Kemudian sesuai dengan kaidah di atas
diperbolehkan bagi siapa saja yang mengetahui secara pasti tentang
lafadz-lafadz tahrim ini jika berkumpul dengan mani(pencegahan)
untuk menetapkannya makruh atau sejenisnya.

Seperti adanya tawil tentang Nabi mengharamkan daging


khimar yang kemudian sebagian sahabat mentawil bahwa: Hewan
tersebut najis serta beberapa kelompok lain yang memberikan tawil
yng berbeda mengenai hal tersebut, dan akhirnya menetapkan
keharaman khimar tersebut masih ikhtilaf dikalangan umat. Maka
diperbolehkan bagi seseorang yang mengikuti ulama untuk
menghukumi lafadz-lafadz tahrim tersebut karena berkumpul dengan
mani sebagai makruh atau sejenisnya sesuai dengan kemampuan
ijtihad dan qiyasnya.

Diriwayatkan dari Amr bin Dinar dari Abi syasya dari ibn
Abbas : bahwa orang jahiliyah itu memakan sesuatu dan meninggalkan
beberapa perkara. Allah mengutus Nabi dan menurunkan kitab-Nya
yang intinya bahwa hal yang dihalalkan oleh Allah adalah jelas
halalnya begitu juga sebaliknya. Sedangkan hal yang didiamkan oleh
Allah adalah pengampunan.

Jika kita melihat dhahirnya ayat yaitu sesuatu yang


tidak jelas pengharamannya itu hukumnya mubah. Diriwayatkan oleh
Zuhri dari Ubaidillah bin Abdillah bin Abbas sesunguhnya dia

65
Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farh Al-Ansori Al-Rozi Al-Qurtubi,
Jamiul Ahkam Al-Quran jilid 7-8, Al-Ilmiah, Bairut Libanon,tt, hal 76-77
56

membaca dia berkata: Sesungguhnya

diharamkannya atas kita memakan bangkai yakni memakan daging


bangkai tersebut. Adapun kulitnya, tulang, bulu, rambutnya adalah
halal.66

Di sini tidak dijelaska secara terperinci mengenai tafsirnya


( darah yang mengalir). Darah yang mengalir itu duhukumi
haram dan dihukummi mafu (dimaafkan).

Dan diceritakan oleh Al-Mawardi bahwa sesungguhnya darah


yang tidak mengalir dan hanya sedikit dan membeku seperti halnya
hati dan limpa itu hukumnya halal, sebagaimana sabda Nabi yang
artinya halal bagi kita dua bangkai dan dua darah. Dan jika tidak
sedikit dan keras dan bercampur dengan daging maka keharamnnya
didasarkan pada dua pendapat . yang pertama adalah haram karena
banyak yang mengalir atau sebagainya. Dan sesungguhnya penjelasan

mengenai ( darah yang mengalir)itu mengecualikan hati dan

limpa. Kedua darah tersebut tidak haram memakannya karena


pengkhususan (hukum) haram hanya pada
(darah yanng

mengalir) saja. 67

d. Surat Al-Araf Ayat 157:

66
Ibid hal. 79
67
ibid, hlm 80
57






(157: )


Artinya: Yaitu orang-orang yang mengikuti Rasul, nabi yang ummi
yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam taurat dan
injil yang ada disisi mereka. Yang menyuruh mereka
mengerjakan yang maruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang munkar dan menghalalkan begi mereka
segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban
dan belenggu belenggu yang ada pada mereka. Maka
orang-orang yang beriman kepadannya, memuliakannya,
menolongnya dan mengikuti cahaya yan terang yang
diturunkan kepadanya (Al-Quran) mereka itulah orang-
orang yang beruntung.68

Sesungguhnya (
)adalah semua jenis makanan yag
dihalalkan. Di sini seakan-akan Imam Malik mensifati halal dengan
thayyib, karena memuat kata sanjungan sedangkan
adalah makanan yang diharamkan. Sebagaiman kata Ibnu Abbas:
adalah daging giling, riba, dan lain-lain,maka imam malik

menghalalkan makanan jijik seperti ular, kalajengking dan


sejenisnnya.

Imam Syafii berpendapat bahwa adalah lafadz umum


untuk keharaman secara syarak dan juga makanan jijik. Maka Syafii
mengharamkan ular, kalajengking dan sejenisnya.69

68
Departemen Agama RI, Op. Cit, hal 246
69
Op. Cit hal. 191

Anda mungkin juga menyukai