Disusun oleh:
Dosen Pengampu:
SURABAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuhan mewahyukan Al-Qur‟an kepada Muhammad SAW, bukan sekedar
sebagai inisiasi kerasulan, apalagi suvenir. Secara praksis, Al-Qur‟an bagi Nabi
Muhammad SAW, merupakan inspirasi etik pembebasan yang menyinari
kesadaran dan gerakan sosial dalam membangun masyarakat yang sejahtera, adil
dan manusiawi.
Al-Qur‟an yang merupakan bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW,
sekaligus petunjuk untuk umat manusia kapanpun dan di mana pun, memiliki
berbagai macam keistemewaan. Keistimewaan tersebut, antara lain, susunan
bahasanya yang indah, dan pada saat yang sama mengandung makna-makna yang
dapat dipahami oleh siapa pun yang memahami bahasanya, walaupun tentunya
tingkat pemahaman mereka akan berbeda-beda akibat berbagai faktor. Redaksi
ayat-ayat Al-Qur‟an, sebagaimana setiap redaksi yang diucapkan atau ditulis,
tidak dapat dijangkau maksudnya secara pasti, kecuali oleh pemilik redaksi
tersebut. Hal inilah yang kemudian menimbulkan keanekaragaman penafsiran.
Kali ini akan dibahas salah satu bentuk penafsiran yakni tafsir bathiniyah,
yang berbeda dari bentuk penafsiran yang lainnya. Model penafsiran macam ini
banyak menuai kontroversi, tentunya ada yang pro dan ada pula yang kontra.
Perbedaan antara Tafsir bi al-Isyary dengan Bathiniyah terletak pada
pandangan mereka terhadap kedudukan lafazh ayat. Tafsir bi al-Isyary lebih
memberikan penekanan pada isyarat-isyarat batiniah seperti yang dialami para
sufi, namun tidak berarti mengabaikan lafazh atau dimensi zahir ayat.
Sedangkan dalam penafsiran Bathiniyah, makna isyaratlah yang dimaksud
oleh ayat, sementara lafazh dan maknanya tidak diakui, atau setidaknya makna
lahiriah ayat lebih ditujukan untuk orang awam, sedangkan makna Isyary untuk
kalangan khusus (sufi).1
1
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera Hati, 2013) h. 373
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah kelompok bathiniyah ?
2. Bagaimana penafsiran kelompok bathiniah ?
BAB II
PEMBAHASAN
2
Muhammad ulinnuha, Ad-Dakhil fit Tafsir. (Jakarta: Penerbit QAF 2019) 167.
diantaranya adalah Maimun bin Dishon yang terkenal dengan Qoddah dan
Muhammad bin Hasan yang berlaqob Dandan. Maimun bin Dishon
mendeklarasikan aliran ini di kota Sajn ibu kota Irak. Kemudian dakwah mereka
meluas ke sebelah barat oleh Dandan. Yang kemudian dakwah mereka meluas
setelah masuknya sebuah kelompok yang terkenal dengan nama Badain. Untuk
memperluas penyebaran aliran ini, Maimun pergi ke barat, dan di sana ia
menisbatkan dirinya kepada „Aqil bin Abi Tholib dan mengatakan bahwa dia
adalah keturunannya. Ketika kelompok dari Rafidhoh dan Hululiah bergabung
dengan mereka, sebagian dari mereka mengaku bahwa Maimun adalah salah satu
keturunan dari Muhammad bin Ismail bin Ja‟far as-Shodiq.
اجدِيه
ِ سَ س َو ْال َق َم َس َزأَ ْيت ُ ُه ْم ِلى َّ ت ِإ ِوّى َزأَيْتُ أ َ َحدَ َعش ََس ك َْى َكبًا َوال
َ ش ْم ِ ف ِِل َ ِب ْي ِه َياأ َ َب ُ ِإذْ قَا َل ي ُْى
ُ س
4
Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik ad-Dakhil fit-Tafsir : Cara Mendeteksi Adanya Infiltrasi
dan Kontaminasi dalam Penafsiran Al-Qur’an, (Jakarta : QAF Media Kreative, 2019), 183.
Ayat tersebut ditafsirkan bahwa kata ُ بَدّ ِْلهmaksudnya gantilah dengan Ali.
Padahal sudah jelas bahwa turunnya ayat tersebut sama sekali tidak ada
hubungannya dengan Ali.5
Sepanjang penafsiran Batini tersebut memenuhi dua syarat ini, makai a dapat
diterima dan layak dijadikan sebagai bagian dari tafsir Al-Qur‟an. Jika tidak maka
kritisisme terhadap penafsiran kelompok Batiniyah menjadi sangat penting, karna
banyak diantara penafsiran mereka yang tidak memenuhi dua prasyarat tersebut.
Diantara penafsiran kelompok Batiniyah yang mendapat dari Fayed adalah
penafsiran Nu‟man ibn Muhammad al-Tamimi (W 363 H), terhadap ayat berikut:
(QS.an-Nahl 16:80)
5
Muhammad Ali Al-Shabuni, Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Quran, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1983), 228.
6
Muhammad ulinnuha, Ad-Dakhil fit Tafsir. (Jakarta: Penerbit QAF 2019) 173.
7
Al-Shabuni, Muhammad Ali, Pengantar Ilmu..., 204.
2. Menurut Imam al-Zarqani
8
Ibid., 211.
9
Ibid., 205.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gerakan ini secara sistematis dan terstruktur pada era Khalifah al-Makmun
al-Abbasi (198-218 H) dibawah kepemimpinan Maymun Ibn Disan (W 180 H)
yang dikenal dengan julukan al-Qaddah. Ia adalah mantan penganut agama
Zeroaster dan bekas pembantu Ja‟far Ibn Muhammad al-Sidiq (80-148 H).
Aliran ini muncul secara terang-terangan pertama kali pada zaman
kekhalifahan Makmun dan penyebarannya pada masa khalifah Mu‟tasim. Imam
al-Baghdadi menambahkan bahwa orang yang pertama kali melandaskan aliran ini
diantaranya adalah Maimun bin Dishon yang terkenal dengan Qoddah dan
Muhammad bin Hasan yang berlaqob Dandan. Maimun bin Dishon
mendeklarasikan aliran ini di kota Sajn ibu kota Irak.
Tafsir bathiniyah adalah bentuk penafsiran yang mencoba menangkap
makna batin dari Al-Qur‟an. Dalam menafsirkan Al-Qur‟an kelompok Bathiniyah
lebih mengedepankan makna esoterik (batin) tanpa mengindahkan makna
eksoterik (lahir) ayat.
DAFTAR PUSTAKA