Anda di halaman 1dari 10

AL-DAKHIL FI AL-TAFSIR DARI KELOMPOK BATINIYAH

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah “ Al-dakhil fi al-tafsir “

Disusun oleh:

Muhammad Najih Sholahuddin Zam Zamy (E93216131)

Nurul Maulida (E93218123)

Ria Ramadhani (E03217042)

Dosen Pengampu:

Dr. Hj. Musyarrofah, MHI

PRODI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuhan mewahyukan Al-Qur‟an kepada Muhammad SAW, bukan sekedar
sebagai inisiasi kerasulan, apalagi suvenir. Secara praksis, Al-Qur‟an bagi Nabi
Muhammad SAW, merupakan inspirasi etik pembebasan yang menyinari
kesadaran dan gerakan sosial dalam membangun masyarakat yang sejahtera, adil
dan manusiawi.
Al-Qur‟an yang merupakan bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW,
sekaligus petunjuk untuk umat manusia kapanpun dan di mana pun, memiliki
berbagai macam keistemewaan. Keistimewaan tersebut, antara lain, susunan
bahasanya yang indah, dan pada saat yang sama mengandung makna-makna yang
dapat dipahami oleh siapa pun yang memahami bahasanya, walaupun tentunya
tingkat pemahaman mereka akan berbeda-beda akibat berbagai faktor. Redaksi
ayat-ayat Al-Qur‟an, sebagaimana setiap redaksi yang diucapkan atau ditulis,
tidak dapat dijangkau maksudnya secara pasti, kecuali oleh pemilik redaksi
tersebut. Hal inilah yang kemudian menimbulkan keanekaragaman penafsiran.
Kali ini akan dibahas salah satu bentuk penafsiran yakni tafsir bathiniyah,
yang berbeda dari bentuk penafsiran yang lainnya. Model penafsiran macam ini
banyak menuai kontroversi, tentunya ada yang pro dan ada pula yang kontra.
Perbedaan antara Tafsir bi al-Isyary dengan Bathiniyah terletak pada
pandangan mereka terhadap kedudukan lafazh ayat. Tafsir bi al-Isyary lebih
memberikan penekanan pada isyarat-isyarat batiniah seperti yang dialami para
sufi, namun tidak berarti mengabaikan lafazh atau dimensi zahir ayat.
Sedangkan dalam penafsiran Bathiniyah, makna isyaratlah yang dimaksud
oleh ayat, sementara lafazh dan maknanya tidak diakui, atau setidaknya makna
lahiriah ayat lebih ditujukan untuk orang awam, sedangkan makna Isyary untuk
kalangan khusus (sufi).1

1
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera Hati, 2013) h. 373
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah kelompok bathiniyah ?
2. Bagaimana penafsiran kelompok bathiniah ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Aliran Bathiniyah

Bathiniyah adalah sebutan bagi golongan ekstremis syi‟ah seperti


isma‟iliyah, Qomaritah, Kharmiyah dan Rafidah. Predikat ini disematkan karna
mereka sepakat meyakini bahwa tiap-tiap yang zahir pasti memiliki makna batin.
Makna zahir diibaratkan seperti kulit dan makna batin adalah isinya. Dengan
pemahaman yang semacam ini pada tahap tertentu, mereka mempropagandakan
gugurnya kewajiban keagamaan. Karna sederet kewajiban keagamaan sejatinya
adalah ekpresi lahiriyah yang menunjukkan kepada hakikat agama yang
sesungguhnya. Tanpa melampaui bentuk lahiriah tersebut seseorang tidak akan
mampu mencapai hakikat ajaran agama yang sesugguhnya. Hakikat ajaran ini
hanya mereka dapatkan dari para pemimpin (imam) yang ma‟sum. Berdasarkan
paradigma berfikir semacam ini, mereka kemudian menafsirkan teks-teks Al-
Qur‟an secara sporadis untuk menjustifikasi madzabnya. 2

Menurut al-Baghdadi, secara genealogis ajaran kelompok Batiniyah


berasal dari teologi Zeroaster. Bahkan al-Ghazali mensinyalir, selain berasal dari
sebagian doktrin filsafat yang telah dimodifikasi dan disesuikan dengan islam.
Kemudian gerakan ini secara sistematis dan terstruktur pada era Khalifah al-
Makmun al-Abbasi (198-218 H) dibawah kepemimpinan Maymun Ibn Disan (W
180 H) yang dikenal dengan julukan al-Qaddah. Ia adalah mantan penganut
agama Zeroaster dan bekas pembantu Ja‟far Ibn Muhammad al-Sidiq (80-148 H).
Maymun Ibn Disan bersama dengan koleganya mendeklarasikan dan
mempropagandakan ajaran Batiniyah dari balik jeruji besi yang kemudian
penyebarannnya terjadi secara masif stelah ia keluar dari penjara. Ia mengajak
penganutnya untuk menakwilkan Al-Qur‟an secara batin dengan menggunakan
dengan tanda-tanda seperti yang diajarkan dalam agama Zeroaster. Ajaran ini
terus berkembang hingga terpecah menjadi beberapa kelompok seperti al-
Babakiyah atau al-Kharmiyah dan al-Qomaritah.

Adapun permulaan muncul aliran bathiniah, seperti yang dikatakan ahli


sejarah bahwa aliran ini muncul secara terang-terangan pertama kali pada zaman
kekhalifahan Makmun dan penyebarannya pada masa khalifah Mu‟tasim. Imam
al-Baghdadi menambahkan bahwa orang yang pertama kali melandaskan aliran ini

2
Muhammad ulinnuha, Ad-Dakhil fit Tafsir. (Jakarta: Penerbit QAF 2019) 167.
diantaranya adalah Maimun bin Dishon yang terkenal dengan Qoddah dan
Muhammad bin Hasan yang berlaqob Dandan. Maimun bin Dishon
mendeklarasikan aliran ini di kota Sajn ibu kota Irak. Kemudian dakwah mereka
meluas ke sebelah barat oleh Dandan. Yang kemudian dakwah mereka meluas
setelah masuknya sebuah kelompok yang terkenal dengan nama Badain. Untuk
memperluas penyebaran aliran ini, Maimun pergi ke barat, dan di sana ia
menisbatkan dirinya kepada „Aqil bin Abi Tholib dan mengatakan bahwa dia
adalah keturunannya. Ketika kelompok dari Rafidhoh dan Hululiah bergabung
dengan mereka, sebagian dari mereka mengaku bahwa Maimun adalah salah satu
keturunan dari Muhammad bin Ismail bin Ja‟far as-Shodiq.

Dalam usaha penyebarannya banyak kelompok-kelompok maupun


perorangan bergabung dengan aliran ini termasuk hamdan qirmid (pada orang
inilah kelompok quromithoh di nisbatkan). Dalam sekejap kelompok ini menyebar
ke beberapa kota seperti di Persia melalui Makmun saudara dari Hamdan Qirmid,
di Bahrain melalui Abu Said al-Janabi, dan di Naisabur melalui as-Sya‟roni.
Golongan ini tidak pernah berhenti sejak pertama muncul hingga menyebar di
berbagai negara meskipun banyak yang menentang.

B. Tafsir Kelompok Bathiniyah

Defini tafsir menurut al-Kilabi adalah menjelaskan Alquran,


menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki berdasarkan
nashnya, isyaratnya dan tujuannya.3 Sedangkan tafsir bathiniyah adalah bentuk
penafsiran yang mencoba menangkap makna batin dari Al-Qur‟an. Dalam
menafsirkan Al-Qur‟an kelompok Bathiniyah lebih mengedepankan makna
esoterik (batin) tanpa mengindahkan makna eksoterik (lahir) ayat.

Penafsiran kelompok Bathiniyah terhadap alquran sangat bebas, dalam


artian mereka tidak mengenal takwil sebagaimana yang kita pelajari dalam ulumul
quran. Mereka mena‟wili ushul-ushul Islam dengan yang sesat. Bahkan mereka
3
Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran, (Bandung : Bulan Bintang, 1994),
178.
berani mena‟wili furu‟ syariat sesuka hati tanpa ada nash yang menguatkan hanya
untuk menghilangkan karakteristik Islam. penafsiran mereka merupakan cerminan
dari keyakinan yang mirip Plato. Mereka percaya bahwa hukuman ibadah seperti
shalat, puasa, dan sebagainya hanya perlu buat lapisan rakyat yang bodoh dan
awam. Akibatnya, setiap ayat al-Qur'an yang berkaitan dengan taklif, mereka
takwilkan dengan mengambil makna batinnya. Mereka menakwilkan wudlu
dengan kepemimpinan imam, zakat dengan penyesuaian jiwa melalui
pengetahuan keagamaan, dan lain sebagainya.

Contohnya seperti penafsiran yang dilakukan oleh Mirza Ali Muhammad


terhadap QS. Yusuf ayat 4 :

‫اجدِيه‬
ِ ‫س‬َ ‫س َو ْال َق َم َس َزأَ ْيت ُ ُه ْم ِلى‬ َّ ‫ت ِإ ِوّى َزأَيْتُ أ َ َحدَ َعش ََس ك َْى َكبًا َوال‬
َ ‫ش ْم‬ ِ ‫ف ِِل َ ِب ْي ِه َياأ َ َب‬ ُ ‫ِإذْ قَا َل ي ُْى‬
ُ ‫س‬

Ditafsirkan menjadi ; Ia berkata : “maksud Tuhan menyebut Yusuf


adalah jiwa Rasulallah SAW dan putra sang wanita suci yaitu Husain ibn Ali bin
Abi Thalib... Sesungguhnya yang dimaksud Tuhan dengan al-Syams adalah
Fathimah, al-Qamar adalah Muhammad, al-Nujum atau kaukab adalah para imam
yang disebut umm al-kitab. Mereka itulah yang sedih dan menangis atas peristiwa
yang dialami Yusuf dengan izin Allah baik dalam keadaan sujud maupun
berdiri.”4

Contoh lain dalam QS. Yunus ayat 15 :

... ُ ‫أن َغي ِْس َهرَا أ َ ْو َبدّ ِْله‬


ٍ ‫ت ِبقُ ْس‬
ِ ْ‫قَا َل الريه الَ َي ْس ُج ْىنَ ِلقَا َءوَا ائ‬...

Artinya: “... Orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami


berkata : Datangkanlah Al-Quran yang lain atau gantilah (dia)...”

4
Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik ad-Dakhil fit-Tafsir : Cara Mendeteksi Adanya Infiltrasi
dan Kontaminasi dalam Penafsiran Al-Qur’an, (Jakarta : QAF Media Kreative, 2019), 183.
Ayat tersebut ditafsirkan bahwa kata ُ‫ بَدّ ِْله‬maksudnya gantilah dengan Ali.
Padahal sudah jelas bahwa turunnya ayat tersebut sama sekali tidak ada
hubungannya dengan Ali.5

Menanggapi model penafsiran kelompok Batiniyah yang cenderung


mementingkan makna batin ini, Fayed memberikan dua parameter sebagai
prasyarat diterima tidaknya penafsiran dengan menggunakan makna batin yaitu

 Sesuai dengan aturan bahasa Arab (muwafaqot al arabiyah)


 Sejalan dengan syariat Islam (syahadat al-Syar‟i)

Sepanjang penafsiran Batini tersebut memenuhi dua syarat ini, makai a dapat
diterima dan layak dijadikan sebagai bagian dari tafsir Al-Qur‟an. Jika tidak maka
kritisisme terhadap penafsiran kelompok Batiniyah menjadi sangat penting, karna
banyak diantara penafsiran mereka yang tidak memenuhi dua prasyarat tersebut.
Diantara penafsiran kelompok Batiniyah yang mendapat dari Fayed adalah
penafsiran Nu‟man ibn Muhammad al-Tamimi (W 363 H), terhadap ayat berikut:
(QS.an-Nahl 16:80)

Nu‟man ibn Muhammad al-Tamimi (259-363 H) menafsirkan secara batini


kata buyut (rumah-rumah)sebagai wali-wali Allah yakni para imam, kata sakan
(tempat tinggal) sebagai ilmu para wali Allah (imam)yang menyebabkan
tenangnya hati kaum mukmin, yakni ilmu takwil. Sementara kata julud (kulit),
aswaf (bulu domba), awbar (bulu unta) dan asy‟ar (bulu kambing) di tafsiiri
sebagai pemahaman secara lahiriyah berupa kewajiban-kewajiban agama yang
dilakukan secara terus menerus oleh umat manusia sampai ajal menjemput. 6

C. Penilaian Ulama’ terhadap Tafsir Bathiniyah


1. Menurut Ali Al-Shabuni

Pengikut aliran Bathiniyah menafsirkan ayat Al-Qur‟an mengikuti hawa


nafsunya dan hanya mempermainkan ayat-ayat Al-Quran. Maka dari itu
kelompok Bathiniyah disebut kafir zindiq.7

5
Muhammad Ali Al-Shabuni, Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Quran, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1983), 228.
6
Muhammad ulinnuha, Ad-Dakhil fit Tafsir. (Jakarta: Penerbit QAF 2019) 173.
7
Al-Shabuni, Muhammad Ali, Pengantar Ilmu..., 204.
2. Menurut Imam al-Zarqani

Kelompok Bathiniyah sama sekali tidak memperhatikan tatanan bahasa Arab


dalam memahami ayat-ayat Al-Quran. Mereka memahami dengan menghayal
bahwa mereka adalah titik puncak yang paling mengetahui langsung dengan
Allah, sehingga mereka menganggap dirinya bebas dari syariat. Kelompok ini
dianggap keluar dari kebenaran ajaran islam serta menyesatkan.8

3. Menurut Imam Nasafi dan al-Taftazani


Tafsir Bathiniyah merupakan penafsiran orang kafir yang sengaja ingin
menyelewengkan makna ayat-ayat Al-Qur‟an. Penafsiran ini sangat
menyimpang dari nash-nash Al-Qur‟an.9

8
Ibid., 211.
9
Ibid., 205.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gerakan ini secara sistematis dan terstruktur pada era Khalifah al-Makmun
al-Abbasi (198-218 H) dibawah kepemimpinan Maymun Ibn Disan (W 180 H)
yang dikenal dengan julukan al-Qaddah. Ia adalah mantan penganut agama
Zeroaster dan bekas pembantu Ja‟far Ibn Muhammad al-Sidiq (80-148 H).
Aliran ini muncul secara terang-terangan pertama kali pada zaman
kekhalifahan Makmun dan penyebarannya pada masa khalifah Mu‟tasim. Imam
al-Baghdadi menambahkan bahwa orang yang pertama kali melandaskan aliran ini
diantaranya adalah Maimun bin Dishon yang terkenal dengan Qoddah dan
Muhammad bin Hasan yang berlaqob Dandan. Maimun bin Dishon
mendeklarasikan aliran ini di kota Sajn ibu kota Irak.
Tafsir bathiniyah adalah bentuk penafsiran yang mencoba menangkap
makna batin dari Al-Qur‟an. Dalam menafsirkan Al-Qur‟an kelompok Bathiniyah
lebih mengedepankan makna esoterik (batin) tanpa mengindahkan makna
eksoterik (lahir) ayat.
DAFTAR PUSTAKA

- Shihab M. Quraish, Kaidah Tafsir , Tangerang: Lentera Hati, 2013


- Ulinnuha Muhammad, Ad-Dakhil fit Tafsir, Jakarta: Penerbit QAF
2019
- Ash-Shiddieqy Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran,
Bandung : Bulan Bintang, 1994
- Al-Shabuni Muhammad Ali, Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Quran, Surabaya
: Al-Ikhlas, 1983

Anda mungkin juga menyukai