Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Berikut rumusan masalah yang dapat disimpukan:
1. Siapakan madzhab bathiniah itu?
2. Bagaimana bentuk tafsir madzhab bathiniah?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bathiniyah
Al-Bathiniyyah adalah nama yang dinobatkan kepada aliran-aliran
syi’ah yang ekstrim seperti aliran Isma’iliyyah, Qaramithah, Haramiyyah dan
ar-Rafidhah.1
Aliran ini adalah sebuah sekte yang tidak mau menafsirkan ayat-ayat
al-Qur`an dengan makna eksternal (dzahir). Sekte ini mengklaim bahwa ayat-
ayat al-Qur`an mempunyai dua makna, yaitu makna dzahir dan makna batin.
Ada keyakinan kuat dikalangan mereka bahwa mereka cenderung menafsirkan
al-Qur`an dengan makna internal atau aspek-aspek tersembunyi dari suatu
kalimat atau ayat.2
B. Sejarah Kemunculan Madzhab Bathiniah

Madzhab Bathiniah muncul pertama kali pada zaman al-Makmun


(Dinasti Abbasiyah). Madzhab ini disebut juga Madzhab Ismailiyyah, yaitu
pecahan dari Syiah Imamiyah yang dinisbatkan kepada Isma’il bin Ja’far al-
Shadiq.3 Ada juga yang mengatakan al-Qaramithah juga dikenal dengan
sebutan al-Bathiniyyah yakni aliran kebatinan, merupakan cabang dari aliran
Isma’iliyyah. Tetapi panggilan yang paling populer bagi kelompok
Isma’iliyyah itu adalah Qaramithah.4 Aliran ini juga dikenal dengan Syi’ah
Sab’iyyah atau Syi’ah Bathiniyyah.

Kelompok Madzhab Ismailiyyah meyakini bahwa Ismail putra Imam


Ja’far al-Shadiq adalah imam yang menggantikan ayahnya yang merupakan
imam ke-enam dari Madzhab Syiah secara umum. Memang setelah
meninggalnya Imam Ja’far, sekelompok penganut syiah percaya bahwa putra
beliau, Musa al-kadzim adalah imam ke-tujuh, sebagaimana kepercayaan
Syiah ‘As-ariyyah, sedang kelompok lainnya memercayai bahwa Ismail
1
Jamal Mustafa Abdul Hamid Abdul Wahab an-Najjar, Ushul ad-Dakhil fi Tafsir ay at-Tanzil, (Cairo:
Darul Handasia, 2009), hal. 236
2
Hasan Bari, dkk, Metodologi Tafsir al-Qur’an, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Pura, 2010), cet. II, hal.
238
3
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah, “Belajar Mudah Ulum Al-qur’an”, (Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2002)
hlm.255
4
Muslim Fathoni, Faham Mahdi Syi’ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1994), hal. 37
kemudian putranya Muhammad adalah imam sesudah ayah mereka. Padahal
Ismail wafat lima tahun sebelum wafatnya sang ayah. Namun menurut
kelompok ini Ismail belum wafat, dan kelak akan tampil kembali kepentas
bumi.5

Madzhab Ismailiyyah (Bahtiniah) hanya mempercayai tujuh orang


imam yaitu Sayyidina Ali, Hasan, Husein, Ali Zaenal Abidin, Muhammad al-
Baqir, Ja’far al-Shadiq dan Isma’il. Pengikut madzhab ini ialah Daulat
Fathimiyyah di Mesir, dan Agha Khan di Pakistan.6

Dalam sejarah diungkapkan bibit dari madzhab ini adalah adanya


sekelompok orang yang dipenjara pada masa Khalifah al-Ma’mun, tokohnya
adalah Abdullah ibn Maimun al-Qadah, Ja’far ibn Muhammad al-Shadiq dan
Muhammad ibn al-Husain yang dikenal dengan Dzidzan. Mereka berkumpul
dan mendirikan Madzhab Batiniah dan meletakkan dasar-dasarnya. Ketika
keluar dari penjara, muncullah dakwah mereka dan menyebar luas serta
berkembang diberbagai kawasan Islam.7

Mereka disebut sebagai Madzhab Bathiniah karena pendapat mereka


tentang makna bathin Al-Qur’an, bukan makna lahiriahnya, dan pendapat
mengenai Imam Bathin yang tersembunyi.8

Ahlu Sunnah hampir bersepakat mengenai apa sebabnya orang syi’ah


dijuluki al-Bathiniyyah. Hal ini karena orang syi’ah mempercayai bahwa al-
Qur`an ada dua, ada yang lahir dan ada yang batin. Al-Qur`an yang lahir
adalah pengertian makna bahasa Arab, baik yang sesungguhnya, maupun yang
figuratife (haqiqah dan majas), sedangkan al-Qur`an yang batin adalah yang
ada di belakang makna yang lahir dan hanya dipahami oleh orang-orang syi’ah
batiniyyah dan imam-imamnya, dengan penilaian karena mereka merupakan
pewaris ilmu Nabi SAW. dari Imam Ali r.a.9
5
M. Quraish Shihab, Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?, (Jakarta:Lentera Hati, 2007)
cet. II, hlm. 73
6
Sahilun A.Nashir, “Aliran Kalam “Teologi Islam)”,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010)
hlm.116
7
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm.194
8
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
(Ciputat: Qahya Media Pratama, 2007) hlm. 193
9
Abdul Mun’em Al-Nemr, Sejarah dan Dokumen-Dokumen Syi’ah, (Yayasan Alumni Timur Tengah,
1988), hal. 160
Ketika para pendiri madzhab ini merasa tidak mampu memunculkan
diri dihadapan kaum muslim, maka untuk melancarkan aksi mereka, mereka
menyusup kedalam barisan kaum muslim sambil berlindung dibawah
Madzhab Syiah dan mencintai Ahli Bait. Padahal mereka adalah orang-orang
yang antusias untuk menghancurkan aqidah kaum muslim dan memecah belah
mereka.10

Dengan masuk dibarisan madzhab Ahli bait mereka dapat mengalihkan


perhatian dengan pura-pura berempati atas apa yang menimpa terhadap ahli
bait, lalu mereka mengobarkan api fitnah dan kebencian dikalangan kaum
muslim. Mereka juga telah mengatur strategi yang kuat untuk menggoyahkan
aqidah kaum muslim.11

Menurut Imam Abdul Qadir al-Baghdady madzhab Batiniah bukan


berasal dari Islam, tapi ia berasal dari kelompok Majusi (penyembah api). Dan
ketahuilah bahwa madzhab bathiniah ini bahayanya terhadap kaum muslimin
lebih besar dari pada bahayanya Yahudi, Nasrani, Majusi serta dari semua
orang kafir bahkan lebih dahsyat dari bahaya Dajjal yang akan muncul di akhir
zaman.12

Syiah Ismailiyah (Batiniah) mempunyai tiga pokok kepercayaan sebagai


berikut:

1. Ilmu al-Faidh al-Illahi, yang Allah melimpahkannya pada imam. Maka


dengan ilmu itu imam-imam mempunyai kedudukan diatas manusia pada
umumnya dan berilmu melebihi manusia lainnya. Mereka secara khusus
mempunyai ilmu yang tidak dimiliki orang lain. Baginya mengetahui ilmu
syariat melebihi apa yang diketahui orang lain.
2. Sesungguhnya imam itu tidak harus tampak dan dikenal masyarakat, tetapi
boleh jadi samar tersembunyi. Namun demikian tetap harus ditaati.
3. Sesungguhnya imam itu tidak bertanggung jawab dihadapan siapapun,
seorangpun tidak boleh menyalahkan apapun yang diperbuatnya.

10
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm. 194
11
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm. 194
12
Jamal Mustafa Abdul Hamid Abdul Wahab an-Najjar, Ushul ad-Dakhil fi Tafsir ay at-Tanzil,
Masyarakat harus membenarkan bahwa apa yang diperbuatnya adalah baik,
tidak ada kejelekan sedikitpun. Sebab imam mempunyai ilmu yang tidak
dapat dicapai orang lain. Karena itulah mereka menetapkan bahwa imam itu
ma’shum. Hal itu bukan berarti mereka tidak pernah melakukan kesalahan
yang kita ketahui. Bahkan kadang-kadang sesuatu yang kita anggap sebagai
kesalahan, baginya ilmu yang menerangi jalan perjuangannya. Kadang-
kadang sesuatu yang menurut anggapannya layak baginya, tetapi tidak
layak bagi masyarakat. 13

Aliran Batiniah hingga kini masih memiliki pengikut-pengikut setia,


namun sebagian dari kelompok-kelompoknya memiliki pandangan-pandangan
yang dapat dinilai menyimpang. Kini, Aliran Batiniyyah tersebar dalam
kelompok minoritas di sekian banyak Negara, antara lain Afghanistan, India,
Pakistan, Suriah, dan Yaman, serta beberapa Negara Barat, seperti di Inggris
dan Amerika Utara.14

C. Tafsir Bathiniyah

Seperti yang telah di bahas sebelumnya bahwa aliran ini dinamakan


bathiniyah karena mereka menafsirkan ayat hanya dari dimensi bathiniah Al-
Qur’an. Bahkan, penafsirannya terlalu bebas, menjadikan takwil sebagai
sandaran dalam merealisasikan tujuan, dan tidak memiliki asas dan metode
penafsiran yang dapat dikaji dari suatu kitab tafsir tersendiri. Karena semua
yang dirwayatkan dari mereka berkenaaan dengan takwil Al-Qur’an hanya
merupakan teks-teks terpisah yang terdapat diberbagai kitab yang mereka
ambil dengan tujuan menghancurkan kehidupan kaum muslimn dengan
merobohkan syariat islam.15 Sebagaimana firman Allah Swt. Dalam Q. S. Al-
A’raf : 157 yang berbunyi:

ayat
Artinya: … dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu
yang ada pada mereka”

13
Salihun A Nasir, Pemikiran Kalam (teologi Islam), (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), cet. I, hlm.
117
14
M. Quraish Shihab, Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?, hlm. 73
15
Qodirun dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”, hlm
196
Menurut mereka ayat ini bertujuan untuk menghilangkan aqidah yang
harus di tunjukkan agar mereka dapat berdalih dengan dakwah yang batil
untuk menolak syariat yaitu syariat yang dibawa nabi Muhammad itu tidak
ada lagi beban yang dipikulkan kepada bani israil. Umpamanya, memotong
anggota tubuh bagi pencuri,dll.16

Ibnu jauzi berkomentar bahwa bathiniyah membawa agama baru yang


menyesatkan dan mengklaim pemikiran mereka adalah jalan yang benar.17

Tafsir bathiniah dapat digolongkan menjadi dua yaitu:

1. Tafsir Bathiniah Klasik


Karena tujuan dan sasaran utama bathiniah adalah untuk
menghancurkan ajaran islam, maka mereka bersemangat dalam meragukan
umat terhadap al-Qur’an dan mentakwilkannya tidak sesuai dengan yang
dikehendaki Allah Swt. Bagi mereka makna lahir dan bathin Al-Qur’an
bagaikan hubungan isi dan kulit. Berpegang pada makna lahirnya akan disiksa
dengan kekacauan al-kitab. maka bathiniyah mengharuskan meninggalkan
makna lahiriyahnya, berpegang pada firman Allah Swt. surat al-Hadid.18

‫يل ْار ِجعُ وا َو َراءَ ُك ْم‬ ِ ِ ِ ِ‫ول الْمن افِ ُقو َن والْمنافِ َق ات لِلَّ ِذين آمن وا انْظُرونَا َن ْقتب‬
َ ‫س م ْن نُور ُك ْم ق‬ ْ َ ُ َُ َ ُ َُ َ َ ُ ُ ‫َي ْو َم َي ُق‬
ِِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ
‫اب‬ ٌ َ‫ب َبْيَن ُه ْم بِ ُسو ٍر لَهُ ب‬
ُ ‫اب بَاطنُهُ فيه الرَّمْح َةُ َوظَاهُرهُ م ْن قبَله الْ َع َذ‬ َ ‫ض ِر‬
ُ َ‫ورا ف‬
ً ُ‫فَالْتَم ُسوا ن‬

Artinya: “Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan


berkata kepada orang-orang yang beriman: "Tunggulah kami supaya kami dapat
mengambil sebahagian dari cahayamu". Dikatakan (kepada mereka): "Kembalilah
kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu)". Lalu diadakan di antara
mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di
sebelah luarnya dari situ ada siksa”.
Jelas bahwa mereka menggunakan ayat itu bukan pada tempatnya sama
sekali, sebab ayat itu berkenaan dengan batas yang dijadikan oleh Allah

16
Jamal Mustafa Abdul Hamid Abdul Wahab an-Najjar, Ushul ad-Dakhil fi Tafsir ay at-Tanzil,
17
Jamal Mustafa Abdul Hamid Abdul Wahab an-Najjar, Ushul ad-Dakhil fi Tafsir ay at-Tanzil,
18
Qodirun dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”, hlm
197
diantara kaum munafik dan kaum mukmin kelak diakherat, sehingga tidak ada
hubungannya sama sekali pernyataan mereka.19
Bathiniyah klasik memiliki sejumlah takwil berkenaan dengan ayat-
ayat ayng nyata kesalahannya, karena tidak ada hubungan sama sekali dengan
makna lahiriah. Diantara takwil itu adalah:
Memaknai Shalat dengan orang yang berbicara yaitu Rasulullah saw.,
Wudlu berarti bersikap baik terhadap imam, tayamum berarti mengambil apa
yang diijinkan ketika imam tidak ada, yang tidak lain adalah hujjah, mandi
berarti memperbaharui perjanjian dari orang yg pernah membuka rahasia
mereka tanpa sengaja, zakat berarti membersihkan jiwa dengan mengenal
agama yang menjadi kewajiban mereka., ka’bah berarti nabi, pintu berarti Ali,
Thawaf baitullah sebanyak tujuh kali berarti berbuat baik terhadap tujuh
imam. Syurga berarti terbebasnya tubuh dari kewajiban agama, neraka berarti
beratnya tubuh menyangga beban agama20.
Kaum bathiniyah mengklaim bahwa orang yang mengerti makna
ibadah terlepas dari kewajiban ibadah. Dalam hal ini mereka mentakwilkan
firman Allah Swt. QS. Al-Hijr ayat 99.21
ayat
”.dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) “
Mereka mengaggap syurga tidak lain dunia dan kenikmatannya, neraka
dan siksaannya adalah kepayahan para pemegang syariat ketika shalat, puasa,
jihad, dan haji. Pertanyan itu jelas menafikan wujud Allah Swt. dan
menghancurkan sendi-sendi iman. Ini adalah kesesatan yang nyata bagi kaum
ateis dan zindiq. Mereka tidak hanya menafikan wujud Allah swt., mereka
juga menafikan wujud Nabi Muhammad saw., agar setelah itu mereka bisa
menghilangkan syariat secara keseluruhan, sehingga syariat adalah semu
belaka. 22
Kaum bathiniah sangat ekstrim dalam mengingkari kebenaran-
kebenaran agama. Mereka mengingkari mukjizat Rasulullah Saw.,
19
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm. 197
20
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm.198
21
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm. 199
22
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm. 200
mengingkari turunnya malaikat dari langit membawa wahyu, mengingkari
Adam, Ya’juj dan Ma’juj, Dajjal, Setan dan kebenaran-kebenaran lain yang
dinyatakan secara tegas dalam Al-Qur’an. Mereka bergegegas mentakwilkan
ayat-ayat dan yang mendustakan klaim-klaim mereka. Seperti mentakwilkan
“Malaikat” sebagai pendakwah-pendakwah mereka yang mengajak kepada
pemikiran mereka, “Setan” sebagai penentang mereka.23
Mereka juga mentakwilkan mukjizat para nabi. Seperti “Topan”
ditakwilkan Topan ilmu yang menenggelamkan orang-orang yang berpegang
teguh pada al-Sunnah, “Api Ibrahim” adalah kemarahannya, “Tongkat Musa”
adalah hujjahnya yang menguatkan kerancuan-kerancuan mereka,
“terbelahnya lautan” adalah terpecahnya ilmu Musa kedalam diri mereka
menjadi beberapa bagian,”menghidupkan orang mati oleh Nabi Isa’ adalah
menghidupkan mereka dengan ilmu dari kebodohan,”menyembuhkan orang
buta” adalah menyembuhkan dari kesesatan, dll.24
Ekstriminitas sebagian mereka mencapai puncaknya dengan mengaku
ketuhanan Muhammad bin Ismail ibn Ja’far al-Shadiq, dan dialah yang
berbicara kepada Musa as. dengan kata-katanya”25

ِ ‫َّك بِالْ َو ِاد الْ ُم َقد‬


)12( ‫َّس طًُوى‬ َ ‫ك إِن‬
َ ‫اخلَ ْع َن ْعلَْي‬ َ ُّ‫إِيِّن أَنَا َرب‬
ْ َ‫ك ف‬
Artinya:
“Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua
terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa”.
(QS.Thoha:12)
Pernayatan-pernyatan kaum bathiniah dalam penafsiranya adalah termasuk
kedalam penafsiran yang batil, dan merupakan penyusupan-penyusupan dalam
penafsiran.
2. Tafsir Bathiniah Modern
Tafsir bathiniah modern adalah tafsir yang dibawa oleh anak bathiniah
yang mengemban prinsip-prinsipnya dan mentakwilkan Kitabullah sesuai

23
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm. 198
24
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm. 198
25
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm. 200
dengan takwilnya, tidak lain adalah bathiniah dengan baju baru. Yaitu Babiyah
dan bahaiyah.26
D. Corak Penafsiran Bathiniah
Corak Tafsir Bathiniah dapat dikategorikan menjadi tiga:
1. Corak teologis yaitu satu bentuk penafsiran al-Qur’an yang tidak hanya
ditulis oleh simpatisan kelompok teologis tertentu, tetapi lebih jauh,
merupakan tafsir yang dimanfaatkan untuk membela sudut pandang
sebuah aliran teologis. Tafsir model ini akan lebih banyak
membicarakan tema-tema teologis dibanding mengedepankan pesan-
pesan pokok al-Qur’an. Sebagaimana layaknya diskusi yang
dikembangkan dalam literature ilmu kalam, tafsir ini sarat dengan
muatan sektarian dan pembelaan-pembelaan terhadap faham-faham
teologis yang menjadi referensi utama bagi mufassirnya. 27

Sebagaimana penafsiran QS.Thoha: 12

ayat

“Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua


terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa”.
(QS.Thoha:12)
Begitu pula menurut pemaparan Imam al-Ghozali terkait dengan contoh-
contoh penafsiran bathiniah:
“Menafsirkan al-jinabah berarti hubungan seksual dengan memberikan
rahasia kepadanya sebelum ia berhak menerimanya. Sedangkan al-ghusl
berarti pembaharuan janji untuk orang yang melakukan hubungan seksual itu.
Adapun az-zina mereka tafsirkan sebagai pemberian bibit ilmu bathin kepaada
orang yang belum menyatakan akad perjanjian dengannya. Dan al-ihtilam
mereka artikan keterlanjuran lidah untuk mengungkapkan rahasia yang tidak
pada tempatnya, maka ia diharuskan untuk mandi atau memperbaharui janji.
Mereka juga menafsirkan al-Mu’jizat kepada topan, yaitu topan ilmu yang
akan membuat orang berpegang teguh pada hukum Allah Swt. Dan tenggelam

26
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm 201
27
Sulaiman Ibrahim, Dimensi Pemikiran Dalam Studi Tafsir dan Hadis, (Jakarta: Orbit Publishing,
2010), hlm. 83-84
pada ilmu. Dan al-safinah diartikan tempat kukuh untuk berlindung, tempat
terkabulnya doa yang dipanjatkan. Dan api Ibrahim ditakwilkan sebagai
kemarahan Raja Namrud, bukan api yang sebenarnya, sedangkan
penyembelehan Ismail ditafsirkan sebagai pengambilan janji atasnya.28
2. Aliran ini juga menggunakan penafsiran yang bersifat sektarian.
Termasuk dalam kategori tafsir sekterain adalah tafsir yang ditulis oleh
para pengikut madzhab Ahl-Sunnah, Syiah, asy-‘Ariyah, khawarij, dan
Qadariyah. Tema-tema yang dikaji di dalamnya lebih cenderung untuk
membela madzhabnya masing-masing.29
Tafsir QS. Al-Nur: 36

)36( ‫اآلص ِال‬ ِ ِ ِ ٍ


َ ‫يِف بُيُوت أَذ َن اللَّهُ أَ ْن ُتْرفَ َع َويُ ْذ َكَر ف َيها امْسُهُ يُ َسبِّ ُح لَهُ ف َيها بِالْغُ ُد ِّو َو‬
Artinya: “Bertasbih kepada Allah di mesjid-mesjid yang telah diperintahkan
untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan
waktu petang”
Dalam menafsirkan lafadz fibuyutin (masjid-masjid), menurut presepsi
mereka adalah para imam-imam Syiah Ismailiyyah bathiniah dan para
nabi.30

E. Metode Tafsir Bathiniah


Tidak jauh berbeda dengan metode penafsiran Syi’ah Imamiyah Itsna
‘Asyariyah, Syi’ah Imamiyah Ismailiyah, atau dikenal dengan Syi’ah
Bathiniyah, juga menggunakan metode takwil dalam upaya-upaya mereka
menafsirkan al-Qur’an. Bedanya, mereka tidak menulis kitab-kitab tersendiri
yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Mereka hanya melakukan penafsiran
pada kitab-kitab secara terpisah. Dan perlu diperhatikan, penakwilan mereka
terhadap ayat-ayat al-Qur’an terlalu bebas, dalam arti tidak mengenal aturan-
aturan takwil, seperti yang kita ketahui dalam ‘Ulum al-Qur’an.31

Contohnya adalah ketika mereka menafsirkan surat al-Hijr ayat 99:

28
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah, Belajar Mudah Ulum Al-qur’an, hlm.256
29
Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafsir, (Yogyakarta: Nun Pustaka Yogyakarta, 2003) cet. I, hlm. 24
30
Jamal Mustafa Abdul Hamid Abdul Wahab an-Najjar, Ushul ad-Dakhil fi Tafsir ay at-Tanzil,
31
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir, hlm.
196
ayat

Artinya: “Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini


(ajal) “

Mereka mengatakan bahwa maksud al-yaqin adalah ma’rifat takwil.


Padahal, makna al-yaqin di sini adalah maut. Di lain tempat, kaum Bathiniyah
menghalalkan perkawinan dengan saudara-saudara perempuan dan semua
muhrim lainnya. Alasan mereka, saudara laki-laki lebih berhak atas saudara
perempuan mereka.32 Al-Qairuwani di dalam surat yang dikirimkan kepada
Sulaiman ibn al-Hasan, berkata:”Sungguh mengherankan ada orang yang
mengaku berakal, kemudian ia memiliki saudara atau anak perempuan yang
cantik, sedang ia tidak mempunyai istri, lalu mengharamkan atas dirinya sendiri,
lalu menikahkannya dengan orang lain.33

Karena terlalu bebasnya mereka menggunakan takwil, Dr. Mahmud


Basuni Faudah sampai berani menyebutkan, bahwa mereka bukanlah termasuk
golongan orang Islam, walaupun mereka mengklaim sebagai pengikut Ahl al-
Bait.34

F. Contoh Penafsiran

Dalam ayat ini para mufassir klasik menafsirkan bahwa rahasia Allah yang hanya
diketahui oleh Allah sendiri. Tetapi huruf itu ditafsirkan berbeda oleh madzhab
Bathiniah, yang tentu saja tidak dapat diterima dan bersifat aneh serta diragukan
kebenaranya, menurut madzhab bathiniah “Haa” berarti peperangan antara Ali dan
Muawiyah, “Miim” merupakan singkatan dari wilayah bani Marwan, “’Ain”,
bermakna wilayah Abbsyiah, “Siin” mengisyaratkan wilayah Sufyaniyyyah, dan
“Qaaf” adalah Mahdi dan seterusnya. Interpretasi ini merupakan penyimpangan yang
dilakukan oleh kaum pengingkar. Pengakuan yang demikian tidak diakui oleh Ahl
Sunnah wa al-Jama’ah karena tidak ada bukti dalam kitab-kitab hadis mengenai
penafsiran-penafsiran seperti itu.35
32
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm. 199
33
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Met,T`ode Para Mufasir”,
hlm. 199
34
Diakses ada tanggal 7 November 2016 http://Ayurahayu.wordpress.com
35
Hasan Basri dan Amroeni, Terjemah Metodologi Tafsir Al-Qur’an, (Jakarta: Riora Cipta, 2000), cet.
I, hlm. 41-42
ayat
Dalam surat Al-Baqarah ayat 179 kata Qishah yang ditafsirkan kisah-kisah Qurani,
oleh mereka ditafsirkan bahwa Qisash merupakan jaminan hidup bagimu wahai uli
al-bab.36

Ayat
Al-Qur’an mengatakan: Ya, Tuhan Kami, janganlah engkau pikulkan kepada kami
apa yang tak sanggup kami memikulnya,.. (QS. 2:286), ayat ini diartikan sebagai cinta
dan kasih sayang. Selanjutnya merea mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai
kekuatan atau power dan ini penafsiran yang keliru.37

Ayat

Al-Qur’an menegaskan “Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang
hijau, Maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu". (QS. 36:80). Mereka
menafsirkan al-Sajar al-Akhdhar sebagai Ibrahim dan Naar sebagai cahaya atau nuur
yang mengandung arti Nabi Muhammad Saw,. Penafsiran ini termasuk salah satu di
antara makna-makana yang ganjil yang tidak sesuai dengan makna bahasa Arab.38

36
Hasan Basri dan Amroeni, Terjemah Metodologi Tafsir Al-Qur’an, hlm. 42
37
Hasan Basri dan Amroeni, Terjemah Metodologi Tafsir Al-Qur’an, hlm. 42
38
Hasan Basri dan Amroeni, Terjemah Metodologi Tafsir Al-Qur’an, hlm. 42

Anda mungkin juga menyukai