PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Berikut rumusan masalah yang dapat disimpukan:
1. Siapakan madzhab bathiniah itu?
2. Bagaimana bentuk tafsir madzhab bathiniah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bathiniyah
Al-Bathiniyyah adalah nama yang dinobatkan kepada aliran-aliran
syi’ah yang ekstrim seperti aliran Isma’iliyyah, Qaramithah, Haramiyyah dan
ar-Rafidhah.1
Aliran ini adalah sebuah sekte yang tidak mau menafsirkan ayat-ayat
al-Qur`an dengan makna eksternal (dzahir). Sekte ini mengklaim bahwa ayat-
ayat al-Qur`an mempunyai dua makna, yaitu makna dzahir dan makna batin.
Ada keyakinan kuat dikalangan mereka bahwa mereka cenderung menafsirkan
al-Qur`an dengan makna internal atau aspek-aspek tersembunyi dari suatu
kalimat atau ayat.2
B. Sejarah Kemunculan Madzhab Bathiniah
10
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm. 194
11
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm. 194
12
Jamal Mustafa Abdul Hamid Abdul Wahab an-Najjar, Ushul ad-Dakhil fi Tafsir ay at-Tanzil,
Masyarakat harus membenarkan bahwa apa yang diperbuatnya adalah baik,
tidak ada kejelekan sedikitpun. Sebab imam mempunyai ilmu yang tidak
dapat dicapai orang lain. Karena itulah mereka menetapkan bahwa imam itu
ma’shum. Hal itu bukan berarti mereka tidak pernah melakukan kesalahan
yang kita ketahui. Bahkan kadang-kadang sesuatu yang kita anggap sebagai
kesalahan, baginya ilmu yang menerangi jalan perjuangannya. Kadang-
kadang sesuatu yang menurut anggapannya layak baginya, tetapi tidak
layak bagi masyarakat. 13
C. Tafsir Bathiniyah
ayat
Artinya: … dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu
yang ada pada mereka”
13
Salihun A Nasir, Pemikiran Kalam (teologi Islam), (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), cet. I, hlm.
117
14
M. Quraish Shihab, Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?, hlm. 73
15
Qodirun dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”, hlm
196
Menurut mereka ayat ini bertujuan untuk menghilangkan aqidah yang
harus di tunjukkan agar mereka dapat berdalih dengan dakwah yang batil
untuk menolak syariat yaitu syariat yang dibawa nabi Muhammad itu tidak
ada lagi beban yang dipikulkan kepada bani israil. Umpamanya, memotong
anggota tubuh bagi pencuri,dll.16
يل ْار ِجعُ وا َو َراءَ ُك ْم ِ ِ ِ ِول الْمن افِ ُقو َن والْمنافِ َق ات لِلَّ ِذين آمن وا انْظُرونَا َن ْقتب
َ س م ْن نُور ُك ْم ق ْ َ ُ َُ َ ُ َُ َ َ ُ ُ َي ْو َم َي ُق
ِِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ
اب ٌ َب َبْيَن ُه ْم بِ ُسو ٍر لَهُ ب
ُ اب بَاطنُهُ فيه الرَّمْح َةُ َوظَاهُرهُ م ْن قبَله الْ َع َذ َ ض ِر
ُ َورا ف
ً ُفَالْتَم ُسوا ن
16
Jamal Mustafa Abdul Hamid Abdul Wahab an-Najjar, Ushul ad-Dakhil fi Tafsir ay at-Tanzil,
17
Jamal Mustafa Abdul Hamid Abdul Wahab an-Najjar, Ushul ad-Dakhil fi Tafsir ay at-Tanzil,
18
Qodirun dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”, hlm
197
diantara kaum munafik dan kaum mukmin kelak diakherat, sehingga tidak ada
hubungannya sama sekali pernyataan mereka.19
Bathiniyah klasik memiliki sejumlah takwil berkenaan dengan ayat-
ayat ayng nyata kesalahannya, karena tidak ada hubungan sama sekali dengan
makna lahiriah. Diantara takwil itu adalah:
Memaknai Shalat dengan orang yang berbicara yaitu Rasulullah saw.,
Wudlu berarti bersikap baik terhadap imam, tayamum berarti mengambil apa
yang diijinkan ketika imam tidak ada, yang tidak lain adalah hujjah, mandi
berarti memperbaharui perjanjian dari orang yg pernah membuka rahasia
mereka tanpa sengaja, zakat berarti membersihkan jiwa dengan mengenal
agama yang menjadi kewajiban mereka., ka’bah berarti nabi, pintu berarti Ali,
Thawaf baitullah sebanyak tujuh kali berarti berbuat baik terhadap tujuh
imam. Syurga berarti terbebasnya tubuh dari kewajiban agama, neraka berarti
beratnya tubuh menyangga beban agama20.
Kaum bathiniyah mengklaim bahwa orang yang mengerti makna
ibadah terlepas dari kewajiban ibadah. Dalam hal ini mereka mentakwilkan
firman Allah Swt. QS. Al-Hijr ayat 99.21
ayat
”.dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) “
Mereka mengaggap syurga tidak lain dunia dan kenikmatannya, neraka
dan siksaannya adalah kepayahan para pemegang syariat ketika shalat, puasa,
jihad, dan haji. Pertanyan itu jelas menafikan wujud Allah Swt. dan
menghancurkan sendi-sendi iman. Ini adalah kesesatan yang nyata bagi kaum
ateis dan zindiq. Mereka tidak hanya menafikan wujud Allah swt., mereka
juga menafikan wujud Nabi Muhammad saw., agar setelah itu mereka bisa
menghilangkan syariat secara keseluruhan, sehingga syariat adalah semu
belaka. 22
Kaum bathiniah sangat ekstrim dalam mengingkari kebenaran-
kebenaran agama. Mereka mengingkari mukjizat Rasulullah Saw.,
19
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm. 197
20
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm.198
21
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm. 199
22
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm. 200
mengingkari turunnya malaikat dari langit membawa wahyu, mengingkari
Adam, Ya’juj dan Ma’juj, Dajjal, Setan dan kebenaran-kebenaran lain yang
dinyatakan secara tegas dalam Al-Qur’an. Mereka bergegegas mentakwilkan
ayat-ayat dan yang mendustakan klaim-klaim mereka. Seperti mentakwilkan
“Malaikat” sebagai pendakwah-pendakwah mereka yang mengajak kepada
pemikiran mereka, “Setan” sebagai penentang mereka.23
Mereka juga mentakwilkan mukjizat para nabi. Seperti “Topan”
ditakwilkan Topan ilmu yang menenggelamkan orang-orang yang berpegang
teguh pada al-Sunnah, “Api Ibrahim” adalah kemarahannya, “Tongkat Musa”
adalah hujjahnya yang menguatkan kerancuan-kerancuan mereka,
“terbelahnya lautan” adalah terpecahnya ilmu Musa kedalam diri mereka
menjadi beberapa bagian,”menghidupkan orang mati oleh Nabi Isa’ adalah
menghidupkan mereka dengan ilmu dari kebodohan,”menyembuhkan orang
buta” adalah menyembuhkan dari kesesatan, dll.24
Ekstriminitas sebagian mereka mencapai puncaknya dengan mengaku
ketuhanan Muhammad bin Ismail ibn Ja’far al-Shadiq, dan dialah yang
berbicara kepada Musa as. dengan kata-katanya”25
23
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm. 198
24
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm. 198
25
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm. 200
dengan takwilnya, tidak lain adalah bathiniah dengan baju baru. Yaitu Babiyah
dan bahaiyah.26
D. Corak Penafsiran Bathiniah
Corak Tafsir Bathiniah dapat dikategorikan menjadi tiga:
1. Corak teologis yaitu satu bentuk penafsiran al-Qur’an yang tidak hanya
ditulis oleh simpatisan kelompok teologis tertentu, tetapi lebih jauh,
merupakan tafsir yang dimanfaatkan untuk membela sudut pandang
sebuah aliran teologis. Tafsir model ini akan lebih banyak
membicarakan tema-tema teologis dibanding mengedepankan pesan-
pesan pokok al-Qur’an. Sebagaimana layaknya diskusi yang
dikembangkan dalam literature ilmu kalam, tafsir ini sarat dengan
muatan sektarian dan pembelaan-pembelaan terhadap faham-faham
teologis yang menjadi referensi utama bagi mufassirnya. 27
ayat
26
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm 201
27
Sulaiman Ibrahim, Dimensi Pemikiran Dalam Studi Tafsir dan Hadis, (Jakarta: Orbit Publishing,
2010), hlm. 83-84
pada ilmu. Dan al-safinah diartikan tempat kukuh untuk berlindung, tempat
terkabulnya doa yang dipanjatkan. Dan api Ibrahim ditakwilkan sebagai
kemarahan Raja Namrud, bukan api yang sebenarnya, sedangkan
penyembelehan Ismail ditafsirkan sebagai pengambilan janji atasnya.28
2. Aliran ini juga menggunakan penafsiran yang bersifat sektarian.
Termasuk dalam kategori tafsir sekterain adalah tafsir yang ditulis oleh
para pengikut madzhab Ahl-Sunnah, Syiah, asy-‘Ariyah, khawarij, dan
Qadariyah. Tema-tema yang dikaji di dalamnya lebih cenderung untuk
membela madzhabnya masing-masing.29
Tafsir QS. Al-Nur: 36
28
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah, Belajar Mudah Ulum Al-qur’an, hlm.256
29
Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafsir, (Yogyakarta: Nun Pustaka Yogyakarta, 2003) cet. I, hlm. 24
30
Jamal Mustafa Abdul Hamid Abdul Wahab an-Najjar, Ushul ad-Dakhil fi Tafsir ay at-Tanzil,
31
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir, hlm.
196
ayat
F. Contoh Penafsiran
Dalam ayat ini para mufassir klasik menafsirkan bahwa rahasia Allah yang hanya
diketahui oleh Allah sendiri. Tetapi huruf itu ditafsirkan berbeda oleh madzhab
Bathiniah, yang tentu saja tidak dapat diterima dan bersifat aneh serta diragukan
kebenaranya, menurut madzhab bathiniah “Haa” berarti peperangan antara Ali dan
Muawiyah, “Miim” merupakan singkatan dari wilayah bani Marwan, “’Ain”,
bermakna wilayah Abbsyiah, “Siin” mengisyaratkan wilayah Sufyaniyyyah, dan
“Qaaf” adalah Mahdi dan seterusnya. Interpretasi ini merupakan penyimpangan yang
dilakukan oleh kaum pengingkar. Pengakuan yang demikian tidak diakui oleh Ahl
Sunnah wa al-Jama’ah karena tidak ada bukti dalam kitab-kitab hadis mengenai
penafsiran-penafsiran seperti itu.35
32
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir”,
hlm. 199
33
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, “Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Met,T`ode Para Mufasir”,
hlm. 199
34
Diakses ada tanggal 7 November 2016 http://Ayurahayu.wordpress.com
35
Hasan Basri dan Amroeni, Terjemah Metodologi Tafsir Al-Qur’an, (Jakarta: Riora Cipta, 2000), cet.
I, hlm. 41-42
ayat
Dalam surat Al-Baqarah ayat 179 kata Qishah yang ditafsirkan kisah-kisah Qurani,
oleh mereka ditafsirkan bahwa Qisash merupakan jaminan hidup bagimu wahai uli
al-bab.36
Ayat
Al-Qur’an mengatakan: Ya, Tuhan Kami, janganlah engkau pikulkan kepada kami
apa yang tak sanggup kami memikulnya,.. (QS. 2:286), ayat ini diartikan sebagai cinta
dan kasih sayang. Selanjutnya merea mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai
kekuatan atau power dan ini penafsiran yang keliru.37
Ayat
Al-Qur’an menegaskan “Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang
hijau, Maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu". (QS. 36:80). Mereka
menafsirkan al-Sajar al-Akhdhar sebagai Ibrahim dan Naar sebagai cahaya atau nuur
yang mengandung arti Nabi Muhammad Saw,. Penafsiran ini termasuk salah satu di
antara makna-makana yang ganjil yang tidak sesuai dengan makna bahasa Arab.38
36
Hasan Basri dan Amroeni, Terjemah Metodologi Tafsir Al-Qur’an, hlm. 42
37
Hasan Basri dan Amroeni, Terjemah Metodologi Tafsir Al-Qur’an, hlm. 42
38
Hasan Basri dan Amroeni, Terjemah Metodologi Tafsir Al-Qur’an, hlm. 42