Anda di halaman 1dari 24

FIRQAH-FIRQAH DALAM ISLAM

AHMADIYYAH DAN MU’TAZILAH

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi
Tugas Perkuliahan Aswaja

Oleh: Kelompok 5
Rubiatun Adawiyah (2103060053)
Brinarya Nino Sudhipurwa (2103060054)
M. Ridho Rizky Ilhami (2103060055)

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI


FAKULTAS TEHNIK
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
NUSA TENGGARA BARAT
2021
1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menganugerahkan kepada kita semua
buah kecerdasan yaitu otak, dengan kapasitor memori yang besar, sehingga kita sebagai
khalifah di muka bumi ini, merupakan makhluk yang paling mulia derajatnya dari
sebaik-baik kejadian dari semua makhluk yang diciptakan Allah
Makalah ini dibuat sebagai tugas kelompok mata kuliah ASWAJA, yang dalam
hal ini sekaligus bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai
penjelasan firqah Ahmadiyyah dan Mu’tazilah. Penulisan makalah ini tidak lepas dari
bantuan serta dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, kami bermaksud
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini.
Tidak banyak kata yang dapat kami diutarakan, mengingat manusia adalah
tempatnya salah, oleh sebab itu kami sadar bahwa makalah ini memiliki kekurangan
dan kelebihan. Sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat di harapkan.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………… i

KATA PENGANTAR ………………………… ii

DAFTAR ISI ………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN ……………………… 4

 A. Latar Belakang ………………………………………….. 4


 B. Rumusan Masalah ……………………………………… 6
 C. Tujuan Penulisan ……………………………………….. 6

BAB II PEMBAHASAN …………………………. 4

 A. Sejarah Firqah Ahmadiyyah …………………………………… 7


 B. Pokok-Pokok Ajaran Firqah Ahmadiyyah ………………………………….. 10
 C. Sejarah Firqah Mu’tazilah ………………………………………. 17
 D. Pokok-Pokok Ajaran Firqah Mu’tazilah ………………………………. 19

BAB III PENUTUP …………………………………… 22

 A. Simpulan …………………………………………………… 22
 B. Saran ………………………………………………………… 22

DAFTAR PUSTAKA ………………………………… 24

BAB I
PENDAHULU
1. Latar Belakang AN
Firqah secara bahasa berarti kelompok manusia, yang bisa jadi punya
pemahaman berbeda dengan muslim lainnya. Istilah firqah biasa digunakan untuk
menyederhanakan kelompok, aliran, bahkan sekte.
Kelompok manusia dalam firqah ini merujuk pada cendekiawan yang memiliki
pengetahuan tinggi. Pendapat lainnya menjelaskan firqah adalah kelompok yang
memisahkan diri dalam urusan agama setelah ada ijma'.
3
Dikutip dari buku Teologi Al Banjari karya Khairil Anwar, penyebab
munculnya firqah dalam Islam dilatarbelakangi oleh perbedaan dan perselisihan
padangan tentang masalah politik dan teologi. Perbedaan pandangan inilah yang
memudahkan satu firqah mengkufurkan firqah lainnya.
Kami meenemukan beberapa faktor lain yang menjadi penyebab munculnya
firqah dalam Islam dari buku Hubungan Penguasa-Rakyat yang ditulis oleh Yahya
Ismail,
a. Cenderung berpendapat menurut pikiran sendiri
b. Tajamnya perselisihan dalam bidang fiqih
c. Perselisihan dalam masalah asma, sifat, dan perbuatan Allah SWT
d. Hilangnya kekuasaan politik Islam dan runtuhnya kekhalifahan
e. Berani menetapkan kedudukan sahabat Nabi SAW tanpa dasar yang kuat
f. Perbedaan Ijtihad di kalangan sahabat
g. Fanatisme kesukuan bangsa Arab
h. Perebutan jabatan khalifah
Firqah-firqah sudah banyak bermunculan dari sejak dahulu. Tapi disini kita
akan membahas firqah Ahmadiyyah dan Mu’tazilah.
Ahmadiyyah
Meskipun pada awalnya Ahmadiyah relatif dapat diterima oleh umat Islam
di Indonesia, para ulama terang-terangan tidak menyukai Ahmadiyah setelah
organisasi Rabithah Alam al Islami menyatakan Ahmadiyah bukan Muslim.
Maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa sesat terhadap
Ahmadiyah pada tahun 1980 yang kemudian diperkuat dengan fatwa lagi pada
tahun 2005 ,yang berisi bahwa Ahmadiyah merupakan aliran sesat, menyesatkan
dan sudah keluar dari Islam.
Gelombang protes dan fatwa MUI juga menuntut agar Ahmadiyah
dibubarkan meskipun gerakan itu sahih sebagai organisasi. Basis-basis Ahmadiyah
marak menjadi sasaran, termasuk rumah pribadi, tempat ibadah dan bahkan banyak
pula Ahmadi yang mendapat serangan fisik. Imbas dari fatwa MUI dituding
memicu 'kekerasan' atas nama agama.

4
Kini Mahkamah Konstitusi tengah menangani gugatan atas Undang-Undang
Penodaan Agama tahun 1965, yang diajukan oleh sembilan anggota Jemaah
Ahmadiyah Indonesia.
Mu’tazilah
Secara bahasa kata mu’tazilah berasal dari kata azala- ya’tazilu ‘azlan yang
artinya menyingkir atau memisahkan. Dan dalam istilah, Muktazilah berarti sebuah
sekte sempalan yang mempunyai lima pokok keyakinan (Al-Ushul Al-Khamsah)
meyakini dirinya merupakan kelompok moderat di antara dua kelompok ekstrim
yaitu murji’ah yang menganggap pelaku dosa besar tetap sempurna imannya, dan
khawarij menganggap pelaku dosa besar telah kafir.
Aliran ini berkembang pada masa Umawi sampai kepada pemerintahan
Abasiah, pelopor firqah ini adalah Wasil bin Atha’ dengan julukan Al-Ghazali yang
di lahirkan pada tahun 80 hijriah, dan meninggal pada tahun 131 hijriah, pada masa
khilafah Hisyam bin Abdul Malik.
Imam  Hasan al-Bashri memiliki majelis pengajian di masjid Basrah. Pada
suatu hari seorang laki-laki masuk ke dalam pengajian Imam Hasan Al-Basri dan
bertanya “wahai imam di zaman kita ini telah timbul kelompok yang mengkafirkan
para pelaku dosa besar yaitu kelompok wahidiah Khawarij.
Dan juga timbul kelompok lain yang mengatakan maksiat tidak
membahayakan iman sebagaimana ketaatan tidak bermanfaat sama sekali bila
bersama kekafiran, yaitu kelompok murji’ah. Bagaimana sikap kita? Imam Hasan
Al-Basri terdiam memikirkan jawabannya, saat itulah murid beliau yang bernama
Wasil bin Atha’ menyela “saya tidak mengatakan pelaku dosa besar itu mu’min sec
ara mutlaq dan tidak pula kafir, namun dia berada di satu posisi di
antara dua posisi tidak mu’min dan tidak kafir” jawaban ini tidak sesuai dengan Al-
Qur’an dan As-Sunah yang menyatakan pelaku dosa besar tetap mu’min namun
imanya berkurang.
Tentu saja Hasan Al-Basri membantah pendapat Atha’ yang tanpa dalil itu.
Kemudian Wasil pergi menyendiri di sudut masjid , maka Imam Hasan Al-Basri
berkata “ia telah memisahkan diri dari kita “ sejak saat itu dia dan orang-orang yang
mengkutinya disebut Mu’tazilah .

5
2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana sejarah terbentuknya firqah Ahmadiyyah ?

b. Bagaimana pokok-pokok ajaran firqah Ahmadiyyah Qadian?

c. Bagaimana sejarah terbentuknya firqah Muktazilah ?

d. Bagaimana pokok-pokok ajaran firqah Muktazilah?

3. Tujuan Penulisan

a. Mengetahui sejarah terbentuknya firqah Ahmadiyyah.

b. Mengetahui pokok-pokok ajaran firqah Ahmadiyyah Qadian.

c. Mengetahui sejarah terbentuknya firqah Muktazilah.

d. Mengetahui pokok-pokok ajaran firqah Muktazilah.

6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Firqah Ahmadiyyah
Firqah Ahmadiyyah adalah sebuah sekte/aliran yang dimana pendirinya mengaku
menerima wahyu dari Tuhan dan mengaku diangkat menjadi Nabi. Firqah Ahmadiyyah
terbagi menjadi dua yaitu Ahmadiyyah Qadian dan Ahmadiyyah Lahore.

1. Sejarah terbentuknya firqah Ahmadiyyah


Sejarah Ahmadiyyah Qadian diawali dengan pengakuan Mirza Ghulam Ahmad
pada tahun 1882 yang mengaku menerima wahyu dari Allah Taala yang berisi bahwa
Mirza Ghulam Ahmad di utus oleh Nya. Lalu pada akhir tahun 1888 Mirza Ghulam
Ahmad menyebarkan himbauan bai’āt.
Pada tanggal 12 januari 1889 Mirza Ghulam Ahmad mengumumkan 10 syarat
bai’āt. Dan pada tanggal 23 maret 1889 yang bertepatan dengan 20 Rajab 1306, Mirza
Ghulam Ahmad untuk pertama kalinya secara resmi menerima bai’āt, di kota Ludhiana.
Peristiwa itu dinyatakan sebagai fondasi pertama berdirinya jama’ah yang dia pimpin.
Mirza Ghulam Ahmad mendirikan gerakan Ahmadiyyah Qadian pada tanggal 23
Maret 1889 M di sebuah kota yang bernama Ludhiana di Punjab, India. Negeri ini oleh
para jemaat Ahmadiyyah Qadian disebut sebagai “Darul Bai’āt”.
Sebelumnya, Mirza Ghulam Ahmad mengklaim dirinya sebagai Messiah yang
dijanjikan, al-Mahdi, Rasul, dan Nabi Muhammad SAW yang datang untuk kedua
kalinya dalam bentuk Mirza Ghulam Ahmad untuk menyiarkan agama Islam. Dia juga
mengklaim telah menerima Wahyu dari Allah SWT.
Ahmadiyyah Qadian juga memiliki nama bulan dan tahun tersendiri yang sama
sekali berbeda dengan nama bulan dan tahun yang ada dalam agama Islam.
Agama Islam memiliki nama bulan dalam kalender Islam yaitu : bulan Muḥarram,
ṣafar, Rabi’ul Awwal, Rabi’ul Akhir, Jumadil Awwal, Jumadil Akhir, Rajab, Sha’ban,
Ramadhan, Shawwal, Dhulqaidah, dan yang terakhir Dhulhijjah. Dan tahun Hijriyah Umat
Islam sekarang adalah tahun 1434 H yang bertepatan dengan tahun 2013 M.
Akan tetapi dalam kalender Ahmadiyyah Qadian, nama-nama bulan dalam
kalender mereka adalah: ṣuluh, Tabligh, Aman, Shahadah, Hijrah, Iḥsan, Wafa’a, Zuhur,

7
Tabuk, Ikhfa’, Nubuwwah dan Fatah. Sedangkan tahun Ahamadiyah Qadian sekarang
adalah 1392 yang bertepatan dengan tahun 2013 M.
Mengenai informasi seputar perkembangan aliran dan penyebaran ajaran
Ahmadiyyah Qadian hingga saat ini sudah dikemas baik oleh Ahmadiyyah Qadian
sendiri maupun oleh pihak lain yang berkepentingan terus berlanjut.
Sejak tahun 1994 Ahmadiyyah Qadian sudah mulai melakukan transmisi luar
angkasa melalui satelit untuk merealisasikan penyebaran akidah dan informasi
Ahmadiyyah Qadian kepada mayoritas kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Yang
juga merupakan tujuan utamanya adalah dengan menggunakan beberapa stasiun televisi
dan radio. Maka berdirilah Muslim Television Ahmadiyya atau disingkat MTA yang
merupakan stasiun televisi milik Ahmadiyyah Qadian dengan menggunakan beberapa
bahasa dan menayangkannya setiap hari.
Adapun mengenai pendanaan, berdasarkan peraturan organisasi Ahmadiyyah
Qadian, setiap anggota diwajibkan mengeluarkan pendapatan bulanan sebesar 6 %
sebagai ‘Pendanaan Umum’. Di samping itu, wajib mengeluarkan biaya sebesar 10 % s/d
30 % jika dia mushi (orang yang dimakamkan di “Pekuburan Surga”). Ahmadiyyah
Qadian membuat tempat pemakaman khusus yang diberi nama “Bahesty Maqbaroh”.
Orang yang ingin dimakamkan di pemakaman ini harus menginfakkan 10 % dari
hartanya, dan akan mendapatkan “Sertifikat Wasiyyat”. Sehingga ada lebih dari 10
macam sumbangan yang diberikan oleh para jemaat Ahmadi, ada yang disebut dengan
sumbangan-sumbangan umum atau disebut dengan nama candah, dan sumbangan
wasiyat. Kedua macam sumbangan tersebut merupakan sarana primer perolehan dana
dari orang-orang Ahmadi. Ada juga sumbangan yang dinamakan Tabarruat Sanawiyyah
(Sumbangan Tahunan), meliputi Taḥrīk Jadīd (Kegiatan Baru), Waqaf Jadīd (Wakaf
Baru), dan Jalsah Salanah (Pertemuan Tahunan).
Setelah kematian Mirza Ghulam Ahmad, gerakan Ahmadiyyah Qadian terus
berlanjut dan dilanjutkan oleh para Khalifahnya. Pada masa-masa awal, gerakan
Ahmadiyyah Qadian berjalan di bawah “Petunjuk” pada majikannya yaitu penjajah
Inggris. Bahkan, sampai saat ini pun Pusat Gerakan Ahmadiyyah Qadian berada di kota
London, Inggris. Dan sekarang mereka mendapat sokongan dari Amerika Serikat dan
negara-negara anti-Islam lainnya.

8
Namun sekitar enam tahun setelah Mirza Ghulam Ahmad meninggal dunia, tahun
1914, Ahmadiyyah mulai mengalami kegoncangan pertama. Terjadi perbedaan pendapat
diantara para pengikutnya hingga akhirnya Ahmadiyyah terbagi menjadi dua, yakni
Ahmadiyyah Qadian dan Ahmadiyyah Lahore.
Sebab utama perpecahan jemaat Ahmadiyyah tersebut karena perbedaan
pandangan. Menurut kalangan Ahmadiyyah Qadian, perpecahan terjadi karena ketidak
setujuan sementara tokoh Ahmadiyyah terhadap pengangkatan khalifah II yaitu Mirza
Bashiruddin Mahmud Ahmad. Diantaranya adalah Mualvi Muhammad Ali dan Khawajah
Kamaluddin.
Sebelumnya, dalam periode khalifah I, para pengikut Mirza Ghulam Ahmad
terhimpun dalam organisasi yang dinamakan Jemaat Ahmadiyyah atau ada yang
menyebut Jamaah Ahmadi. Namun sepeninggal khalifah I, diantara mereka ada yang
menghendaki Muhammad Ali menjadi khalifah Masih II.
Namun dalam pemilihan khalifah tersebut mereka hanya mendapatkan dukungan
suara yang sedikit. Oleh karena kekalahan itu, mereka memisahkan diri dan pindah ke
Lahore dengan membentuk gerakan dibawah pimpinan Mualvi Muhammad Ali, yang
diberi nama Anjuman Ishaat Islam.
Akan tetapi kedua-duanya baik Ahmadiyyah Qadian maupun Ahmadiyyah
Lahore sama-sama mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Isa al-Masih yang
dijanjikan oleh Nabi Muhammad. Perbedaan terletak pada keyakinan mengenai status
kenabian Mirza Ghulam Ahmad.
Ahmadiyyah Qadian secara umum mengakui dan mempercayai bahwa Mirza
Ghulam Ahmad adalah seorang nabi, sementara Ahmadiyyah Lahore yakin bahwa Mirza
Ghulam Ahmad hanyalah seorang pembaharu ajaran (mujaddid) dan bukanlah seorang
nabi.
Beberapa poin dalam keyakinan Ahmadiyyah Lahore adalah:
a. Percaya pada semua aqidah dan hukum-hukum yang tercantum dalam al-Qur’an dan
Hadith, dan percaya pada semua perkara agama yang telah disetujui oleh para ulama
salaf dan ahlusunnah wa al-jama’ah.
b. Nabi Muhammad adalah khatamun nabiyyin. Sesudahnya tidak akan datang nabi.

9
c. Sesudah kepada Nabi Muhammad, jibril tidak akan membawa wahyu nubuwwat
kepada siapa pun.
d. Apabila malaikat Jibril membawa wahyu nubuwwat satu kata saja kepada seseorang,
maka akan bertentangan dengan ayat : walakin rasulallahi wa khataman nabiyyin (Qs
33: 44) dan berarti membuka khatamun nubuwwat.
e. Sesudah Nabi Muhammad, silsilah wahyu nubuwwat telah tertutup, akan tetapi
silsilah wahyu wilayat tetap terbuka agar iman dan akhlak umat tetap cerah dan segar.
f. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad bahwa didalam umat ini tetap akan datang
auliya Allah, dan para mujaddid dan para muhaddath, akan tetapi tidak akan datang
nabi.
g. Mirza Ghulam Ahmad adalah Mujaddid abad 14 H. Dan menurut Hadith, mujaddid
akan tetap ada.
h. Percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun
Iman, maka dari itu orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad tidak
bisa disebut kafir.
i. Ahmadiyyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah pelayan dan
mengemban misi Muhammad.
Adapun Ahmadiyyah Qadian berkeyakinan bila Mirza Ghulam Ahmad adalah
seorang nabi. Oleh karena itu, sahabat-sahabatnya pun dianggap sama seperti sahabat
dimasa Rasulullah. Setelah Mirza Ghulam Ahmad meninggal, dia digantikan oleh para
penerusnya yang menyandang gelar khalifah.

2. Pokok-pokok ajaran firqah Ahmadiyyah


a. Akidah Ahmadiyyah Qadian
Ahmadiyyah Qadian sebenarnya adalah umat yang berdiri sendiri. Oleh
karenanya kelompok mereka berbeda dengan mayoritas umat muslimin yang lain dari
banyak hal, diantaranya berbeda dalam masalah shari’at maupun masalah akidah atau
keyakinan. Diantara akidah atau keyakinan jamaah Ahmadiyyah Qadian adalah:

10
1) Akidahnya dalam tauhid.
Mirza Ghulam Ahmad berkata, Allah ta’ala berfirman kepadaku:

‫ انّي مع الرسول محيط‬. ُ‫انّي مع الرسول اجيبُ ا ُخط ُئ واصيب‬


“Sesungguhnya Aku bersama Rasul, Aku penuhi (permintaan), aku bersalah, aku
benar, sesungguhnya aku bersama rasul lagi maha meliputi”.
Disini Mirza Ghulam Ahmad menjelaskan bahwa Tuhan pun memiliki
kekurangan-kekurangan yang sama seperti makhluknya, yakni dapat melakukan
kesalahan sebagaimana ciptaannya. Bahkan Mirza juga berkata bahwa ia memiliki
kesempurnaan, sedangkan Allah tidak. Ia mengaku memperoleh wahyu yang berbunyi:
‫ك وال يَتِ ُّم ا ْس ِمي‬
َ ‫يَا أحْ َمد يَتِ ُّم اس ُم‬
“wahai Ahmad namamu telah sempurna, sedang nama Ku tidaklah sempurna.”
Terdapat perkataan Mirza tentang Tuhan yang sebenarnya sangat tidak layak
untuk disandarkan padaNya. Mirza berkata mengenai Tuhan dengan perkataan yang tidak
sepantasnya, ia berkata:
‫َربُّنَا عَاج‬
” Tuhan kita itu bengkok.”
Kaum Muslimin seluruhnya tanpa terkecuali berkeyakinan bahwa Allah sangat
jauh dari semua macam aib, kekurangan-kekurangan dan pengaruh-pengaruh yang
datangnya dari manusia. Akan tetapi Ahmadiyyah Qadian berkeyakinan bahwa Allah itu
bisa salah dan bisa benar. Padahal kesalahan adalah sesuatu yang lekat dengan
kebodohan.
Maha suci Allah dari hal-hal buruk yang mereka sandarkan. Sesungguhnya Allah
berfirman dengan lisan nabi Musa:
‫ضلُّ َربَّي َوالَ يَ ْنسى‬
ِ َ‫ال ي‬
“ Tuhan kami tidak akan salah dan tidak akan lupa.”
Allah juga berfirman dalam kitab-Nya yang agung,

َّ ‫ هللاُ ال‬.‫قُلْ هُ َو هللاُ اَ َح ْد‬.


‫ َولَ ْم يَ ُك ْن لَهُ ُكفُ ًوا أ َحد‬.‫ لَ ْم يَلِ ْد ولَ ْم يُوْ لَ ْد‬.‫ص َمد‬

“katakanlah, ‘Dialah Allah, yang maha esa. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia”.

11
2) Akidahnya Mengenai Wahyu dan Kitab Suci.
Dalam terjemahan kitab al Qadiani wa Mu’taqodātuhu, syaikh Manzhur Ahmad
Chinioti mengatakan, bahwa Mirza Ghulam Ahmad berkata:
“Sesungguhnya Allah menurunkan ayat-ayat untuk membuktikan kebenaran
risalahku, yang sekiranya ayat-ayat itu dibagi kepada seribu Nabi, niscaya cukuplah
ayat tersebut membuktikan kenabian mereka semua. Akan tetapi setan manusia tidak
percaya hal ini.”
Beliau syaikh Manzhur Ahmad Chinioti juga mengutip bahwa Mirza Ghulam
Ahmad berkata:
“ Demi Allah Yang Maha Agung. Aku beriman kepada wahyu sebagaimana aku
beriman kepada al-Qur’an dan kitab-kitab lainnya yang diturunkan dari langit. Aku
percaya bahwa ucapan yang turun kepadaku berasal dari Allah, sebagaimana aku
percaya al-Qur’an itu turun dari sisiNya.”
3) Akidahnya Mengenai Khātamun Nabiyyīn.
Syaikh Manzhur Ahmad Chinioti juga mengutip dalam bukunya bahwa Mirza
Ghulam Ahmad berkata :
“ Adalah merupakan ni’mat Allah bahwa para nabi itu senantiasa datang dan
mata rantai mereka tidak terputus. Ini adalah peraturan Allah yang kamu tidak mampu
menghadapinya”.
Suatu ketika khalifah Qadiani yang bernama Mahmud Ahmad ditanya oleh
seseorang, “ Apakah mungkin akan datang para nabi dimasa yang akan datang?”, maka ia
menjawab, “Ya benar. Akan datang para nabi hingga hari kiamat karena masih banyak
kerusakan didunia yang mengharuskan kedatangan para nabi.”
Dan bahkan anak Mirza Ghulam Ahmad, Basyir Ahmad pernah menulis:
“Perkara ini benar bahwa Ghulam Ahmad adalah seorang nabi dan seorang
Rasul. Ia dipanggil dengan nama Muhammad Shallallāhu Alaihi Wa Sallam atas nama
seorang Nabi. Allah berbicara dengannya dalam wahyu dengan ungkapanNya, ‘Wahai
seorang Nabi’.”

b. Shari’at Ahmadiyyah Qadian.

12
Terdapat beberapa shari’at Ahmadiyyah Qadian yang berbeda dengan
kebanyakan kaum muslimin pada umumnya, diantaranya ialah:
1) Tentang Haji
Para pengikut Al-Qadiyaniyah berkeyakinan bahwa Qadian, yakni desa dimana
didalamnya dilahirkan Mirza Ghulam Ahmad adalah tempat seperti Madinah
Munawwarah dan Makkah Mukarramah, bahkan lebih utama dari keduanya. Tanahnya
adalah tanah haram dan didalamnya terdapat syi’ar-syi’ar Allah.
Masjid di Qadian menyaingi Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid al Haram di
Makkah. Bahkan kampung ini menyaingi kiblat kaum Muslimin dengan Ka’bahnya.
Dalam bukunya yang berjudul Haqiqatu ar-Rukya, sebagaimana yang dikutip oleh Ihsan
Ilahi Dzahir dalam buku mengapa Ahmadiyyah dilarang, fakta sejarah dan I’tiqadnya,
Mirza Ghulam Ahmad menulis:
“ sesungguhnya Al-Qadian itu adalah Makkah Al-Mukarramah, maka orang
yang memboikotnya, maka ia akan diboikot dan dihancurkan. Maka takutlah jika kalian
sampai ditangkap dan dihancurkan sehingga terputuslah buahnya Makkah dan
Madinah. Akan tetapi buah Al-Qadian masih segar.”
2) Tentang Opium.
Dalam shari’at Ahmadiyyah, menggunakan opium untuk pengobatan itu
diperbolehkan, bahkan penggunaanya dengan dasar petunjuk dan perintah dari Allah.
Terlebih mereka menamakan opium dengan nama obat penawar ilahi. Putra Mirza
Ghulam Ahmad pernah menjelaskan hal ini dalam surat kabar Al-Fadhl, 19 Juli 1929 M,
sebagaimana yang telah dikutip oleh Dr. Ihsan Ilahi Dzahir, dalam bukunya, Ahmadiyyah
Qadianiyah, sebuah kajian analitis.
“Sungguh, opium itu banyak dipakai dalam dunia pengobatan. Sehingga ayahku
( Mirza Ghulam Ahmad) berkata, 'Opium adalah separuh kedokteran.' Oleh sebab itu,
pemakaiannya untuk pengobatan diperbolehkan dan tidak Mengapa. Sungguh opium itu
dibuat obat dengan nama obat penawar ilahi dengan dasar petunjuk Allah dan aku
mendukungnya. Bagian yang paling dominan dalam obat ini adalah opium. Obat ini
pernah diberikan kepada khalifah pertama, Nuruddin. Sebagaimana dia sendiri juga
memakainya dari waktu ke waktu untuk tujuan-tujuan yang bermacam-macam.”
3) Tentang Khamar.

13
Mirza Ghulam Ahmad pernah menulis surat yang dikirimkan kepada salah
seorang muridnya di Lahore agar dia mengirimkan kepadanya wine yang harus dibeli di
suatu toko milik orang bernama Balumer. Ketika sang murid bertanya kepada Balumer
apakah sebenarnya wine itu?, maka Balumer menjawab bahwa wine adalah bagian dari
tumbuh-tumbuhan obat yang memabukkan dan merupakan bagian dari khamar yang
diimpor dari Inggris dalam botol-botol yang tertutup.
4) Tentang Pernikahan.
Dalam buku Riwayat Hidup Mirza Ghulam Ahmad - Imam Mahdi dan Masih
Mau’ud Pendiri Jemaat Ahmadiyyah, Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Jemaat
Ahmadiyyah Indonesia, cetakan kedua, 1995: mengenai perkawinan Antar Sesama
Ahmadi, Mirza berkata:
“Pada tahun 1908 itu juga, untuk mendisiplinkan dan mengokohkan Jemaat,
serta untuk memelihara ciri khas keAhmadiyyahan, Hazrat Ahmad as. telah
menganjurkan kepada orang-orang Ahmadi peraturan-peraturan perkawinan serta
cara-cara pergaulan hidup, dengan menetapkan bahwa wanita Ahmadi tidak boleh
kawin dengan orang-orang non Ahmadi.”
Dengan terang-terangan Mirza Ghulam Ahmad menulis bahwa dirinya adalah :
a) Juru selamat.
“Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, Imam Mahdi/Masih Mau’ud a.s. atas petunjuk
Ilahi mengatakan di dalam risalah ini bahwa kejadian itu merupakan suatu tanda samawi
yang menunjang kebenaran kehadiran beliau sebagai Juru selamat yang dijanjikan…,”
b) Ajaran Ahmadiyyah sebagai Penyelamat.
“Sebagaimana Nabi Nuh a.s. diperintahkan untuk membangun bahtera, demikian
pula Hazrat Imam Mahdi a.s. diperintahkan Allah Ta’ala untuk membangun bahtera.
Naiklah kamu sekalian ke dalam bahtera ini dengan menyebut nama Allah di waktu
berlayar dan berlabuhnya. Tiada yang dapat melindungi hari ini dari takdir Ilahi selain
Allah Yang Maha Penyayang, demikian wahyu turun kepada beliau,”.

c) Orang yang berbai’āt kepada Mirza Ghulam Ahmad sama dengan berbai’āt
kepada Allah.

َ ْ‫اِصْ ن َِع ْالفُ ْلكَ بِأ َْعيُنِنَا َو َوحْ يِنَا إِ َّن الَّ ِذ ْينَ يُبَايِعُوْ نَكَ إِنَّ َما يُبَايِعُوْ نَ هللاَ يَد هللاِ فَو‬.
‫ق أَ ْي ِد ْي ِه ْم‬

14
“Buatlah bahtera itu dengan pengawasan petunjuk wahyu Kami. Barangsiapa
yang bai’āt kepada engkau, mereka sesungguhnya bai’āt kepada Allah. Tangan Allah
ada di atas tangan mereka,” (Ayat-ayat itu wahyu Ilahi dalam Al-Qur`an yang turun
kepadaku).
d) Orang yang masuk ke dalam Ahmadiyyah akan selamat.

‫ص َم ْاليَ ْو َم ِم ْن أَ ْم ِر هللاِ إِاَّل َم ْن َر ِح َم‬


ِ ‫اِرْ َكب ُْوا فِ ْيهَا بِس ِْم هللاِ َمجْ َراهَا َو ُمرْ َساهَا اَل َعا‬.
“Naiklah kamu sekalian ke dalam bahtera ini dengan menyebut nama Allah di
waktu berlayar dan berlabuhnya. Tiada yang dapat melindungi hari ini dari takdir Ilahi
selain Allah Yang Maha Penyayang,” Qadian, 5 Oktober 1902.
e) Hanya Bahtera Ahmadiyyah yang akan menyelamatkan umat manusia.
Kemudian Mirza Ghulam Ahmad pun menulis kembali, ”Ada zaman ketika tidak
diperoleh seorang anak Ahmadi pun yang pernah menelaah kitab ”Bahtera Nuh” yang
penting ini, akan tetapi saya kira banyak sekali anak keturunan kita, banyak anak muda
Ahmadi di berbilang negeri yang barangkali pernah mendengar nama kitab itu, namun
boleh jadi tidak mendapat taufik untuk menelaah kitab yang penting ini. Dikatakan
penting karena Bahtera yang dianugerahkan kepada Hazrat Masih Mau’ud a.s. bukanlah
terbuat dari papan dan paku melainkan terbuat dari sebuah Ajaran.” Pendek kata, di
dalam zaman yang merupakan zaman kebinasaan ini, saat azab yang beraneka ragam
bentuknya siap melanda bumi, penting sekali bagi semua warga Jemaat Ahmadiyyah
mengenal kandungan kitab “Bahtera Nuh” ini dan hendaknya mereka mengetahui bahwa
dengan perantaraan bahtera yang bagaimana coraknya (Dia) Tuhan akan menyelamatkan
manusia. Sebab, siapa pun yang tidak menaiki bahtera ini tidak boleh berharap sedikit
pun untuk mendapatkan keselamatan. Demikian sabda Imam kita yang tercinta…,”.67

f) Hanya Ahmadiyyah yang dijamin selamat oleh Allah


Mirza Ghulam Ahmad mengatakan, “Hendaknya difahami dengan jelas bahwa
ikrar bai’āt secara lisan saja tidak berarti, selama bai’āt itu tidak dihayati dengan
sesempurna-sempurnanya disertai kebulatan tekad dalam hati. Jadi, barangsiapa
mengamalkan ajaranku dengan sesempurna-sempurnanya, ia masuk rumahku –perihal
rumah itu ada janji yang tersirat dalam Kalam Ilahi :

15
ِ ‫إِنِّي أُ َح‬.
ِ ‫اف ظ ُك ّل َم ْن فِ ْي ال َّد‬
‫ار‬

“Tiap-tiap orang yang tinggal di dalam rumahmu akan Kuselamatkan,”.


g) Mirza Ghulam Ahmad adalah jalan terakhir dari segala jalan Tuhan.
Mirza Ghulam Ahmad menulis, ”Berbahagialah dia yang mengenali diriku. Aku
adalah jalan terakhir di antara segala jalan Tuhan. Aku adalah nur terakhir di antara
segala nur-Nya. Buruklah nasib orang yang meninggalkan diriku, sebab tanpa diriku
segala-galanya gelap gulita,”.
h) Harapan Mirza Ghulam Ahmad, Ahmadiyyah menjadi organisasi besar.
Mirza Ghulam Ahmad menulis, “Tidak kah hal ini merupakan suatu mukjizat
yang gilang gemilang? Karena, dua puluh tahun sebelum ini telah diungkapkan dengan
perantaraan ilham di dalam kitab “Barahin Ahmadiyyah” bahwa, “Orang-orang akan
berusaha keras untuk menggagalkan engkau dan untuk itu mereka berusaha mati-matian.
Akan tetapi Aku akan menjadikan kamu suatu Jemaat besar,”70
i) Mirza Ghulam Ahmad meminta bantuan finansial.
Mirza Ghulam Ahmad menulis, “Setiap orang yang merasa dirinya termasuk
dalam lingkungan orang-orang yang telah bai’āt, telah tiba saat baginya mengkhidmati
Jemaat ini dengan harta juga,.”
j) Mirza Ghulam Ahmad bersumpah bahwa semua kata-katanya adalah wahyu.
Mirza Ghulam Ahmad menulis, “Aku bersumpah dengan nama Tuhan, yang
memiliki diriku dan dengan kebesaran-Nya! Kata-kataku semua ini bersumber pada
wahyu suci Ilahi. Tiada perlu bersilat lidah perihal lain, memadailah sudah hal ini bagi
orang yang hatinya telah menjadi gelap pekat sebab mengingkari daku

B. Firqah Mu’tazilah
Mu’tazilah adalah salah satu aliran teologi Islam yang mengagungkan akal di atas
segala hal. Dalil-dalil nas Al-Quran dan hadis adalah penopang dari kapasitas akal yang
sudah dianugerahkan Allah SWT kepada manusia, demikian kesimpulan umum dari
doktrin ajaran Mu'tazilah. Penganut aliran Mu'tazilah meyakini bahwa akal bisa
mengantarkan pada keimanan dan ketaatan pada Allah SWT.

16
1. Sejarah terbentuknya firqah Mu’tazilah
Kaum Mu`tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan
dunia Islam selama lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan,
selama waktu itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin
terutama para ulama Ahlus Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka. Sejarah
munculnya aliran Mu‟tazilah muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah,
tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan
dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah
mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha‟ Al-Makhzumi Al-
Ghozzal yang lahir di Madinah tahun 700 M, kemunculan ini adalah karena Wasil bin
Atha‟ berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang
berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih
berstatus mukmin.
Inilah awal kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid
dan Guru, dan akhirnya golongan mu‟tazilah pun dinisbahkan kepadanya. Sehingga
kelompok Mu‟tazilah semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya. kemudian
para petinggi mereka mendalami buku-buku filsafat yang banyak tersebar di masa
khalifah Al-Makmun. Maka sejak saat itulah manhaj mereka benar-benar diwarnai oleh
manhaj ahli kalam yang berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al
Qur‟an dan As Sunnah.
Secara harfiah kata Mu‟tazilah berasal dari I‟tazala yang berarti berpisah atau
memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri, Mu‟tazilah, secara
etimologis bermakna: orang-orang yang memisahkan diri. Sebutan ini mempunyai suatu
kronologi yang tidak bisa dipisahkan dengan sosok Al-Hasan Al-Bashri, salah seorang
imam di kalangan tabi‟in. Asy-Syihristani berkata: Suatu hari datanglah seorang laki-laki
kepada Al-Hasan Al-Bashri seraya berkata: “Wahai imam dalam agama, telah muncul di
zaman kita ini kelompok yang mengkafirkan pelaku dosa besar. Dan dosa tersebut
diyakini sebagai suatu kekafiran yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama, mereka
adalah kaum Khawarij. Sedangkan kelompok yang lainnya sangat toleran terhadap
pelaku dosa besar, dan dosa tersebut tidak berpengaruh terhadap keimanan. Karena
dalam madzhab mereka, suatu amalan bukanlah rukun dari keimanan dan kemaksiatan

17
tidak berpengaruh terhadap keimanan sebagaimana ketaatan tidak berpengaruh terhadap
kekafiran, mereka adalah Murji‟ah umat ini. Bagaimanakah pendapatmu dalam
permasalahan ini agar kami bisa menjadikannya sebagai prinsip dalam beragama.
Al-Hasan Al-Bashri pun berpikir sejenak dalam permasalahan tersebut. Sebelum
beliau menjawab, tiba-tiba dengan lancangnya Washil bin Atha‟ berseloroh: “Menurutku
pelaku dosa besar bukan seorang mukmin, namun ia juga tidak kafir, bahkan ia berada
pada suatu keadaan di antara dua keadaan, tidak mukmin dan juga tidak kafir.” Lalu ia
berdiri dan duduk menyendiri di salah satu tiang masjid sambil tetap menyatakan
pendapatnya tersebut kepada murid-murid Hasan Al-Bashri lainnya. Maka Al-Hasan Al-
Bashri berkata: “ ‫“ ” اِ ْع تَ تَ تَ ا تَ َّن ا تَ اِ ا ًل ا‬Washil telah memisahkan diri dari kita”,
maka disebutlah dia dan para pengikutnya dengan sebutan Mu‟tazilah. Pertanyaan itu
pun akhirnya dijawab oleh Al-Hasan Al-Bashri dengan jawaban Ahlussunnah Wal
Jamaah: “Sesungguhnya pelaku dosa besar adalah seorang mukmin yang tidak sempurna
imannya. Karena keimanannya, ia masih disebut mukmin dan karena dosa besarnya ia
disebut fasiq yakni keimanannya menjadi tidak sempurna.
Versi lain dikemukakan Tasy Kubra Zadah yang menyatakan bahwa Qatadah bin
Da‟mah pada suatu hari masuk mesjid Basrah dan bergabung dengan majelis Amr bin
Ubaid yang disangkanya adalah majlis Hasan Al Basri. Setelah mengetahuinya bahwa
majelis tersebut bukan majelis Hasan Al Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat
sambil berkata, “ini kaum Mu‟tazilah.” Sejak itulah kaum tersebut dinamakan
Mu‟tazilah.Al-Mas‟udi memberikan keterangan tentang asal-usul kemunculan
Mu‟tazilah tanpa menyangkut-pautkan dengan peristiwa antara Washil dan Hasan Al
Basri. Mereka diberi nama Mu‟tazilah, katanya, karena berpendapat bahwa orang yang
berdosa bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi menduduki tempat diantara kafir
dan mukmin (al-manzilah bain al-manzilatain).
2. Pokok-pokok ajaran firqah Mu’tazilah
a. At- Tauhid (ke-Esaan)
At-tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan intisari
ajaranmu‟tazilah. Sebenarnya, setiap mazhab teologis dalam islam memegang doktrin
ini.Namun bagi mu‟tazilah ,tauhid memiliki arti yang spesifik. Tuhan harus disucikan
dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaesaannya. Untuk memurnikan

18
keesaan Tuhan, Mu‟tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat. Konsep ini
bermula dari founding father aliran ini, yakni Washil bin „Atho. Ia mengingkari bahwa
mengetahui, berkuasa, berkehendak, dan hidup adalah termasuk esensi Allah.
Menurutnya, jika sifat-sifat ini diakui sebagai kekal-azali, itu berarti terdapat “pluralitas
yang kekal” dan berarti bahwa kepercayaan kepada Allah adalah dusta belaka. Namun
gagasan Washil ini tidak mudah diterima. Pada umumnya Mu‟tazilah mereduksi sifat-
sifat Allah menjadi dua, yakni ilmu dan kuasa, dan menamakan keduanya sebagai sifat-
sifat esensial. Selanjutnya mereka mereduksi lagi kedua sifat dasar ini menjadi satu saja,
yakni keesaan.9 Doktrin tauhid Mu‟tazilah lebih lanjut menjelaskan bahwa Tuhan dapat
dilihat dengan mata kepala. Juga, keyakinan tidak ada satupun yang dapat menyamai
Tuhan, begitupula sebaliknya, Tuhan tidak serupa dengan makhluk-Nya. Tegasnya
Mu‟tazilah menolak antropomorfisme. Penolakan terhadap paham antropomorfistik
bukan semat-mata atas pertimbanagan akal, melainkan memiliki rujukan yang yang
sangat kuat di dalam Al qur‟an yang berbunyi (artinya) : “ tidak ada satupun yang
menyamainya. ( Q.S.Assyura : 9 )
b. Al – ‘Adl (keadilan Tuhan)
Ajaran dasar Mu‟tazilah yang kedua adalah al-adl, yang berarti Tuhan Maha Adil.
Adil ini merupakan sifat yang paling gamblang untuk menunjukkan kesempurnaan, karena
Tuhan Maha sempurna dia pasti adil. Faham ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan
benar-benar adil menurut sudut pandang manusia. Tuhan dipandang adil apabila bertindak
hanya yang baik dan terbaik. Begitupula Tuhan itu adil bila tidak melanggar janjinya.
Dengan demikian Tuhan terikat dengan janjinya. Merekalah golongan yang
mensucikan Allah daripada pendapat lawannya yang mengatakan: bahwa Allah telah
mentaqdirkan seseorang itu berbuat maksiat, lalu mereka di azab Allah, sedang
Mu‟tazialah berpendapat, bahwa manusia adalah merdeka dalam segala perbuatan dan
bebas bertindak, sebab itu mereka di azab atas perbuatan dan tindakannya. Inilah yang
mereka maksud keadilan itu.11 Ajaran tentang keadilan berkaitan dengan beberapa hal,
antara lain :
1) Perbuatan manusia.
Manusia menurut Mu‟tazilah melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri,
terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan. Manusia benar-benar bebas untuk

19
menentukan pilihannya. Tuhan hanya menyuruh dan menghendaki yang baik. Konsep ini
memiliki konsekuensi logis dengan keadilan Tuhan, yaitu apapun yang akan diterima
manusia di akhirat merupakan balasan perbuatannya di dunia.
2) Berbuat baik dan terbaik
Maksudnya adalah kewajiaban Tuhan untuk berbuat baik, bahkan terbaik
bagimanusia. Tuhan tidak mungkin jahat atau aniaya karena itu akan menimbulkan
persepsi bahwa Tuhan tidak maha sempurna. Bahkan menurut Annazam, salah satu tokoh
mu‟tazilah konsep ini berkaiatan dengan kebijaksanaaan, kemurahan dan kepengasihan
Tuhan.
3) Mengutus Rasul.
Mengutus Rasul kepada manusia merupakan kewajiaban Tuhan karena alasan
berikut ini :
 Tuhan wajib berbuat baik kepada manusia dan hal itu tidak dapat terwujud kecuali
dengan mengutus Rasul kepada mereka.
 Al qur‟an secara tegas menyatakan kewajiban Tuhan untuk belas kasih kepada
manusia .Cara terbaik untuk maksud tersebut adalah dengan pengutusan rasul.
 Tujuan di ciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepadaNya dengan jalan
mengutus rasul.
c. Al-Wa’ad wa al-Wa’id (Janji dan ancaman)
Ajaran ini berisi tentang janji dan ancaman. Tuhan yang Maha Adil tidak akan
melanggar janjinya dan perbuatan Tuhan terikat dan di batasi oleh janjinya sendiri. Ini
sesuai dengan prinsip keadilan. Ajaran ketiga ini tidak memberi peluang bagi Tuhan selain
menunaikan janjinya yaitu memberi pahala orang yang ta‟at dan menyiksa orang yang
berbuat maksiat, ajaran ini tampaknya bertujuan mendorong manusia berbuat baik dan
tidak melakukan perbuatan dosa.
d. Al-Manzilah bain Al-Manzilatain (tempat diantara kedua tempat)
Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya mazhab mu‟tazilah. Ajaran
ini terkenal dengan status orang mukmin yang melakukan dosa besar, seperti dalam
sejarah, khawarij menganggap orang tersebut kafir bahkan musyrik, sedangkan menurut
pandangan Mu‟tazilah orang islam yang mengerjakan dosa besar yang sampai matinya
belum taubat, orang itu di hukumi tidak kafir dan tidak pula mukmin, tetapi diantara

20
keduanya. Mereka itu dinamakan orang fasiq, jadi mereka di tempatkan di suatu tempat
diantara keduanya.
e. Al Amr bi Al Ma’ruf wa Al Nahi an Al Munkar (Menyuruh kebaikan dan
melarang keburukan)
Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Ini
merupakan konsekuensi logis dari keimananan seseorang. Pengakuan keimanan harus
dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dan
mencegahnya dari kejahatan. Perbedaan mazhab Mu‟tazilah dengan mazhab lain
mengenai ajaran kelima ini terletak pada tata pelaksanaanya. Menurut Mu‟tazilah jika
memang diperlukan kekerasan dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran tersebut.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kaum Ahmadiyyah adalah sekelompok manusia yang meyakini adanya nabi
setelah Muhammad SAW, yakni Mirza Ghulam Ahmad. Padahal, Allah telah menjelaskan

21
bahwa Rasulullah SAW adalah nabi terakhir. Ada banyak dalil yang menegaskan hal ini.
Salah satunya adalah Alquran surah al-Ahzab ayat 40.
Ahmadiyyah juga mempunyai kitab suci selain Alquran yang disebut Tadzkirah.
Padahal, Allah juga telah menyatakan, Islam adalah agama yang sempurna, sehingga tidak
ada lagi kitab suci sesudah Alquran.
Kaum Mu`tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan
dunia Islam selama lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan,
selama waktu itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin
terutama para ulama Ahlus Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka.
Aliran mu‟tazilah merupakan aliran teologi Islam yang terbesar dan tertua Kaum
mu‟tazilah secara teknis terdiri dari dua golongan dan masing-masing golongan
mempunyai pandangan yang berbeda. Golongan tersebut ialah golongan pertama, (disebut
Mu‟tazilah I) muncul sebagai respon politik murni dan golongan kedua, (disebut
Mu‟tazilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan
Khawarij dan Mur‟jiah akibat adanya peristiwa tahkim. Banyak sebutan mengenai kaum
mu‟tazilah salah satunya Ahlul ‘Adl Wa at-Tauhid (golongan yang mempertahankan
keadilan dan keesaan Allah). Sedangkan ajaran pokok mu‟tazilah yakni tentang : Keesaan
(at-Tauhid), Keadilan Tuhan (Al-Adlu), Janji dan ancaman (al-Wa‟du wal Wa‟idu),
Tempat di antara dua tempat (Al manzilatu bainal manzilatain), Menyuruh kebaikan dan
melarang keburukan („amar ma‟ruf nahi munkar). Dan yang paling penting yakni
kegiatan orang-orang mu‟tazilah baru hilang sama sekali setelah terjadi serangan orang-
orang mongolia atas dunia islam.

B. Saran
Semoga makalah ini bisa  membuat pembaca lebih banyak menambah wawasan
tentang firqah-firqah apa saja yang terdapat di sekitar islam. Terutama firqah Ahmadiyyah
dan Mu’tazilah yang memiliki keterkaitan kuat dengan Ahlusunnah Wal Jamaah. Apabila
pembaca menemukan adanya aliran atau firqah yang tidak sesuai dengan ajaran Islam
Rasulullah SAW. maka janganlah mengkafirkan mereka, karena jika kita mengatakan
orang kafir, maka sesungguhnya kita lah yang kafir.

22
DAFTAR PUSTAKA
1Ignaz Goldziher, Mazhab Tafsir: dari klasik hingga modern, (Yogyakarta, eLSAQ
Press, 2010) h, 129
2Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, ( UI Press, 1986) jilid II
hlm 36

23
3Ibid, hlm. 47
4Abdul Rozak,Anwar ,Rosihoa. Ilmu Kalam, cet.iv, (Bandung : CV. PustakaSetia
2009), Hlm.78
5Ibid, hlm 80
6Ignaz Goldziher, Op Cit hlm 150
7Abdul Rozak,Anwar ,Rosihan, Op cit, hlm. 80
8Ibid. hlm 81
9Sharif (ed). Aliran-aliran Filsafat Islam. (Bandung : Nuansa Cendekia2004), hlm.
21
10Abdul Rozak,Anwar ,Rosihan, Op cit, hlm. 82
11Thahir Taib, Abd.Mu‟in. Ilmu Kalam, (Jakarta : Penerbit Widjaya. 1986),
hlm.103
12Ibid hlm. 84
13Madkour, Ibrahim.. Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta PT. Bumi Aksara,
2009) hlm. 46-47
14Harun Nasution, Op Cit. hlm 40

https://ahmadbinhanbal.com/tafsir-mutazilah/
https://tirto.id/sejarah-mutazilah-tokoh-aliran-pemikiran-dan-doktrin-ajarannya-gixq
https://republika.co.id/berita/n3gc01/mengenali-kesesatan-ahmadiyah
https://id.wikipedia.org/wiki/Ahmadiyyah
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5725218/arti-firqah-secara-bahasa-
penyebab-muncul-dan-jenisnya/1
https://www.maskuns.my.id/2021/02/sejarah-terbentuknya-firqah-firqah.html

24

Anda mungkin juga menyukai