DI INDONESIA
(Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri No. 9 dam 8 Tahun 2006)
Editor:
M. Yusuf Asry
KEMENTERIAN AGAMA RI
BADAN LITBANG DAN DIKLAT
PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN
JAKARTA, 2011
ISBN : 978-979-797-327-8
Hak Cipta pada Penerbit
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara
apapun, termasuk dengan cara menggunakan mesin fotocopy,
tanpa izin sah dari penerbit
Editor:
M. Yusuf Asry
Desain cover dan Lay out oleh:
Suka
Penerbit:
Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
Jl. MH. Thamrin No. 6 Jakarta
Telp/Fax. (021) 3920425, 3920421
ii
Kata Pengantar
Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Puji syukur kepada Allah SWT., Tuhan Yang Maha
Esa, Penerbitan Naskah Buku Kehidupan Keagamaan ini
akhirnya dapat diwujudkan. Penerbitan buku ini, merupakan
hasil kegiatan penelitian dan pengembangan Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI pada tahun 2010. Kami menghaturkan
ucapan terimakasih kepada para pakar dalam menulis prolog,
juga kepada para editor buku ini yang secara tekun telah
menyelaraskan laporan hasil penelitian menjadi sebuah buku
yang telah diterbitkan, yang hasilnya dapat dibaca oleh
masyarakat secara luas.
Pada tahun 2011 ini ditetapkan 9 (sembilan) naskah
buku untuk diterbitkan, yang meliputi judul-judul buku
sebagai berikut:
1. Dimensi-Dimensi Kehidupan Beragama: Studi tentang
Paham/Aliran Keagamaan, Dakwah dan Kerukunan,
editor: Nuhrison M. Nuh.
2. Perkembangan Paham Keagamaan Lokal di Indonesia,
editor: Achmad Rosidi.
3. Perkembangan Paham Keagamaan Transnasional di
Indonesia, editor: Ahmad Syafii Mufid.
4. Keluarga Harmoni dalam Perspektif Berbagai Komunitas
Agama, editor: Kustini.
5. Kepuasan Jamaah Haji terhadap Kualitas Penyelenggaraan Ibadat Haji Tahun 1430 H/2009 M, editor: Imam
Syaukani.
6. Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah
Ibadat dan Ormas Keagamaan, editor: Muchit A Karim.
iii
7.
8.
9.
Untuk itu, kami menyampaikan terimakasih setinggitingginya kepada para peneliti yang telah merelakan
karyanya untuk kami terbitkan, serta kepada semua pihak
yang telah memberikan kontribusi bagi terlaksananya
program penerbitan naskah buku kehidupan keagamaan ini.
Semoga penerbitan karya-karya hasil penelitian ini dapat
memberikan kontribusi bagi pengembangan khazanah sosial
keagamaan, serta ikut memberikan pencerahan kepada
masyarakat secara lebih luas tentang pelbagai perkembangan
dan dinamika sosial kegamaan yang terjadi di Indonesia.
Penerbitan buku ini dapat dilakukan secara simultan dan
berkelanjutan setiap tahun, untuk memberikan cakrawala dan
wawasan kita sebagai bangsa yang memiliki khasanah
keagamaan yang amat kaya dan beragam.
Tentu saja tidak ada gading yang tak retak, sebagai
usaha manusia, penerbitan ini pun masih menyimpan
berbagai kekurangan baik tampilan dan pilihan huruf, dimana
para pembaca mungkin menemukan kejanggalan dan
kekurangserasian. Dalam pengetikan, boleh jadi juga
ditemukan berbagai kesalahan dan kekeliruan yang
mengganggu, dan berbagai kekeliruan dan kejanggalan
lainnya.Untuk itu kami mohon maaf. Tetapi yakinlah,
berbagai kekurangan dan kekhilafan itu bukan sesuatu yang
disengaja. Itu sepenuhnya disebabkan kekurangtelitian para
editor maupun tim pengetikan. Semoga berbagai kekurangan
iv
vi
Sambutan
Kepala Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI
Assalamualaikum wr. Wb.
Salam sejahtera bagi kita semua
Suatu kebijakan dan instrumen pendoman penting
dalam memelihara kerukunan uamt beragama ialah
ditetapkannya Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala daerah dalam
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan
Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah
Ibadat. Selanjutnya disebut dengan PBM Tahun 2006.
PBM tahun 2006 merupakan kesepakatan majelismajelis agama tingkat pusat yang terdiri dari Majelis Ulama
Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia
(PGI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Parisadha
Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan Perwakilan Umat
Budha Indonesia (WALUBI) bersama wakil dari Kementerian
Agama dan Kementerian Dalam Negeri. Hasil kesepakatan
tersebut disahkan oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri pada tanggal 21 Maret 2006.
Sejak disahkan PBM tersebut dan diikuti langkah
sosialisasi kepada para pejabat terkait, pemuka agama dan
tokoh masyarakat tingkat pusat hingga daerah untuk
kemudian diimplementasikan.
Hasilnya telah terbentuk
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) provinsi dan
Kabupaten/Kota. Implementasi regulasi ini sebagaimana
dipaparkan dalam hasil penelitian, sangat memberikan
vii
viii
ix
PROLOG
Prof. Dr. H.M. Ridwan Lubis
Dosen Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xi
majelis agama yang terdiri dari MUI, PGI, KWI, Walubi, dan
PHDI. Persoalan terberat di dalam mengelola manajemen
keagamaan di Indonesia tertumpu pada penyiaran agama dan
pendirian
rumah
ibadat.
Penyiaran
agama
akan
bersinggungan dengan peta budaya yang sudah tertanam di
dalam benak masyarakat yaitu korelasi signifikan antara
etnisitas dengan religiositas yang disebut dalam istilah ilmu
social religious affinity. Religious affinity mengasumsikan
bertemunya dua hal yang berbeda sifat dan karakternya yaitu
etnisitas yang diperoleh melalui garis keturunan (ascribed
status) dan religiositas yang diperoleh melalui usaha sendiri
(achieved status). Persoalan kedua yang menyangkut
hubungan antar umat beragama adalah pendirian rumah
ibadat yang dipahami masyarakat memiliki muatan
kepentingan politis yaitu berpeluang merubah peta
regionalisasi agama di Indonesia. Sekalipun rumah ibadat
adalah bangunan biasa sebagaimana bangunan lainnya akan
tetapi di dalamnya memuat aspek lain yaitu asumsi politis
yang menyatakan bahwa kehadiran sebuah rumah ibadat
menjadi petunjuk adanya kelompok umat beragama yang
menggunakan bangunan rumah ibadat tersebut.
Pertanyaannya adalah apakah dengan adanya PBM
tersebut maka semua persoalan di antara umat beragama telah
selesai secara substansial ? Jawabannya tentulah belum karena
memang harus diakui terdapat persoalan yang amat besar di
dalam format rumusan hubungan di antara umat beragama di
Indonesia. Untuk memahami dua hal itu terutama faktor
pendirian rumah ibadat maka dilakukan penelitian yang
sifatnya adalah research and development yang disingkat
dengan R & D
dan kemudian diterjemahkan dengan
penelitian dan pengembangan. Penelitian dan pengembangan
menurut Prof. Dr. Sugiyono, bertujuan sebagai metode
xii
penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk itu.
Dalam pandangan umum, kelitbangan adalah hanya
berkenaan dengan aspek penelitian yang berkaitan dengan
bidang studi ilmu alam, farmasi, kedokteran, teknik dan lain
sebagainya. Akan tetapi tidak ada halangan untuk
menggunakan teknik penelitian R & D ini dalam penelitian
ilmu-ilmu sosial. Memang, R & D telah banyak dilakukan
dengan tujuan sebagai ujung tombak suatu industri untuk
menghasilkan produk-produk baru yang dibutuhkan oleh
pasar (Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi,
2009:333). Penelitian model R & D atau lebih jelasnya
penelitian yang bersifat kebijakan dimulai dengan
menetapkan potensi dan masalah. Dalam kaitan penelitian
terhadap PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006, maka potensi yang
terdapat didalamnya adalah bahwa peraturan ini berangkat
dari filosofi dasar bangsa Indonesia yang secara formulatif
tertuang dalam Pancasila yang kesemua silanya mengarahkan
semua warga bangsa untuk hidup rukun di dalam keimanan
masing-masing sebagai suatu pengejawantahan sikap
kemanusiaan yang adil dan beradab di dalam kerangka
persatuan seluruh bangsa Indonesia. Aktualisasi dari filosofi
kerukunan menuju persatuan bangsa tidak saja sebagai
sebuah kebenaran normatif yang bersumber dari teks ajaran
agama akan tetapi telah berkembang menjadi kebenaran
praktis di dalam tata laku kehidupan social yang disebut
dengan kearifan lokal. Di beberapa daerah, sebagaimana
penulis melakukan pengamatan dan sekaligus memperoleh
laporan bahwa terdapat beberapa rumah ibadat dari
kelompok agama yang berbeda didirikan pada letak yang
sangat berdekatan bahkan tidak jarang bertemunya atap dari
dua rumah ibadah yang berbeda.
xiii
xiv
xv
xvi
xvii
xviii
xix
xx
PRAKATA EDITOR
Pada tahun 1960-an, muncul fenomena gangguan
kerukunan umat beragama yang disebabkan oleh penyiaran
agama yang berorientasi pada penambahan penganut untuk
menampung eks-pemberontak PKI tahun 1965, dan
pengrusakan rumah-rumah ibadat. Kondisi tersebut tidak
kondusif bagi terpeliharanya kerukunan antarumat beragama,
persatuan dan kesatuan bangsa. Pada tahun 1969 pemerintah
menerbitkan Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri No 01/BER/Mdn-Mag/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin
Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan
Ibadat Agama oleh Pemeluk-pemeluknya. Selanjutnya disebut
SKB 1969. Pada waktu itu SKB tersebut menjadi acuan pokok
dalam memelihara kerukunan antarumat beragama.
Selanjutnya pada tahun 1980 diikuti pembentukan institusi
Wadah Musyawaran Antarumat Beragama (WMAUB) dengan
Keputusan Menteri Agama No 35 tanggal 30 Juni 1980. Wadah
ini merupakan forum konsultasi dan komunikasi
antarpemimpin/pemuka agama untuk membantu kerjasama
antarumat beragama dalam rangka pemeliharaan kerukunan
antarumat beragama.
Namun seiring dengan perkembangan ketatanegaraan
tentang pelaksanaan otonomi daerah dan peran WMAUB
yang terbatas, serta regulasi SKB dinilai memiliki kelemahan
dan multitafsir, maka diperlukan penyesuaian. Atas dasar
itulah pada era reformasi tepatnya tahun 2006- wakil-wakil
majelis agama yang difasilitasi oleh pemerintah berhssil
menyusun sebuah pedoman menggantikan SKB No
1/BER/Mdn-Mag/1969 pedoman dimaksud ialah Peraturan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 dan
xxi
xxii
xxiii
xxiv
xxv
Editor,
M. Yusuf Asry
xxvi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Kepala Puslitbang Kehidupan
Keagamaan
___ iii
Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI
___ vii
Prolog ___ xi
Prakata Editor ___ xxi
Daftar isi
___ xxvii
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang ___ 3
Permasalahan
___ 5
Tujuan dan Kegunaan ___ 5
Metode Penelitian
___ 5
Kerangka Pemikiran
___ 6
Sistematika Pembahasan ___ 8
II. PENDIRIAN RUMAH IBADAT DI BERBAGAI
DAERAH
1. Pendirian Rumah Ibadat di Jakarta Timur
Oleh: Reza Perwira
___ 11
2. Pendirian Rumah Ibadat di Kota Bekasi
Oleh: Ibnu Hasan Muchtar ___ 35
3. Pendirian Rumah Ibadat di Kabupaten Tangerang
Oleh: Titik Suwariyati ___ 67
4. Pendirian Rumah Ibadat di Kota Denpasar
Oleh: Bashori A Hakim
___ 83
5. Pendirian Rumah Ibadat di Kabupaten Minahasa Utara
Oleh: Mursyid Ali
___ 103
xxvii
III. PENUTUP
1. Kesimpulan ___ 137
2. Rekomendasi ____ 140
xxviii
BAB I
PENDAHULUAN
(1)
(2)
Penerimaan
pengguna
dukungan warga
rekomendasi
IMB
Penolakan
kepentingan
IMB
solusi pemecahan
masalah
Sistematika Pembahasan
Tulisan ini terdiri atas empat bab. Bab I Pendahuluan yang
berisi latar belakang, permasalahan, tujuan, kegunaan, metode
penelitian, kerangka pemikiran, dan sistematika pembahasan.
Bab II Hasil Penelitian berisi hasil-hasil penelitian tentang
pendirian rumah ibadat di 7 kabupaten/kota yaitu Kota Jakarta
Timur, Kota Bekasi, Kabupaten Tangerang, Kota Denpasar, dan
Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Sikka, dan Kota Sorong.
Bab III Pembahasan berisi analisis terhadap hasil
penelitian tentang pendirian rumah ibadat di 7 kabupaten/kota.
Bab IV sebagai Penutup, meliputi kesimpulan dan rekomendasi.
(8)
BAB II
PENDIRIAN RUMAH IBADAT
DI BERBAGAI DAERAH
(9)
(10)
1
Pendirian Rumah Ibadat
di Jakarta Timur
Oleh: Reza Perwira
Kondisi Geografi dan Demografi
Sebagai sebuah wilayah metropolitan, Jakarta Timur
tidak berbeda dengan kota-kota besar lain. Karakteristik yang
dimiliki antara lain penduduk yang padat, tinggi angka
pengangguran, kontradiksi pemukiman elit dengan pemukiman
kumuh, dan tingginya angka kriminalitas. Luas wilayah Jakarta
Timur yakni 187,75 km2, jika dibandingkan dengan luas wilayah
Provinsi DKI Jakarta yaitu 661,62 km2, wilayah Jakarta Timur
hanya 28,37% dari seluruh luas wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Jakarta Timur terdiri atas 10 kecamatan dan 65 kelurahan.
Kecamatan dimaksud adalah Kecamatan Pasar Rebo, Ciracas,
Cipayung, Makasar, Kramat Jati, Jatinegara, Cakung, Duren
Sawit, Pulogadung, dan Kecamatan Matraman.
Wilayah Jakarta Timur memiliki perbatasan dengan
Jakarta Utara dan Jakarta Pusat (sebelah utara), dengan Kota
Bekasi (sebelah timur), Kabupaten Bogor (sebelah selatan), dan
Kotamadya Jakarta Selatan (sebelah barat). Sebagian wilayah
Jakarta Timur berada di dataran rendah yang letaknya tidak jauh
dari pantai.
Sesuai registrasi penduduk tahun 2006, jumlah penduduk
Kotamadya Jakarta Timur sebanyak 2.141.228 jiwa dengan
585.984 rumah tangga. Jika dibandingkan dengan luas wilayah,
maka Jakarta Timur memiliki angka kepadatan penduduk yang
(11)
Kecamatan
Keluraha
n
Pertengahan tahun
Pertengahan tahun
2005
2006
Jml
Jml
Pasar Rebo
153.536
7,24
158.147
7,38
Ciracas
199.482
9,41
200.806
9,38
Cipayung
119.342
5,63
122.151
5,70
Makasar
174.192
8,22
177.158
8,27
Kramat Jati
202.041
9,53
204.178
9,54
Jatinegara
263.246
12,42
263.706
12,32
Duren Sawit
315.463
14,89
317.862
14,84
Cakung
218.106
10,29
224.001
10,46
Pulogadung
279.704
13,20
279.519
13,06
Matraman
194.168
9,16
193.700
9,05
Jumlah
65
2.119.280
100
2.141.228
Sumber: Peta Wilayah Kotamadya Jakarta Timur 2006
100
(12)
Agama
Jumlah Pemeluk
Prosentase
Islam
Kristen
1907378
125973
88,48
5,84
Katolik
93266
4,33
Hindu
12884
0,60
Buddha
16189
0,75
Khonghucu
7
Lainnya
Sumber: Data Kantor Kemenag Jakarta Timur, 2008.
Islam
1.068
Kristen
269
Katolik
10
Hindu
10
Buddha
Khonghucu
7
Lainnya
Sumber: Data Kantor Kemenag Jakarta Timur, 2008.
(13)
Potensi Konflik
Heterogenitas penduduk dalam memeluk agama menjadi
salah satu faktor yang mengkondisikan potensi konflik di
wilayah Jakarta Timur. Menurut hasil kajian yang dilakukan
FKUB Provinsi DKI Jakarta (2008), ada beberapa faktor yang
menyebabkan timbulnya konflik sosial keagamaan.
a. Persoalan pemahaman dan implementasi ajaran agama.
Dalam perspektif iman, pemeluk agama yang baik adalah
sosok yang senantiasa berupaya meningkatkan kualitas
keimanan dan ketaatannya dalam kehidupan sehari-hari.
Bentuk ketaatan umat antara lain dapat dilakukan melalui
penyampaian kabar gembira dan ajakan kepada umat lain
untuk menerima iman dan kebenaran ajaran agamanya.
Penyampaian kabar gembira ini dalam konsep Islam disebut
dakwah dan dalam konsep Kristen disebut dengan istilah
pekabaran Injil. Dalam konteks penyampaian kabar
gembira itu, keberadaan tempat ibadat dan aktivitas umatnya
menjadi hal yang sangat urgen.
Fakta di lapangan, pemenuhan kebutuhan tempat ibadat
seringkali harus berhadapan dengan realitas umat lain yang
cenderung merasa terancam oleh kehadiran misi atau
peribadatan. Persoalan ini hampir selalu menjadi sebab
substantif dari seluruh konflik antar umat beragama di
Indonesia khususnya, antara umat Kristen dan Katolik dengan
Islam.
b. Persoalan sosio kultural yang jika ditelusuri lebih lanjut ada
tiga penyebab utama. Pertama, munculnya budaya
pragmatisme dalam memecahkan masalah menggantikan
pendekatan dialogis dan musyawarah. Pada akhir konflik
dapat menimbulkan kekerasan fisik yang melibatkan
kelompok umat beragama yang berbeda. Kedua, lemahnya
peran elit agama dalam membina dan mendialogkan
persoalan kerukunan. Akibat yang muncul kemudian adalah
kerukunan umat beragama seringkali lahir karena tuntutan
yang berasal dari pihak luar dan bukan berasal dari
(14)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
Wakaf
Nomor
1/HMWAKAF/MUNJUL tanggal 11 November 1998;
f. KRK/RTLB Nomor 0047/GSB/JT/1/2009 tanggal 6 Februari
2009;
g. Persetujuan Teknis Nomor 82/PT/CP/IV/2009 tanggal 7
April 2009;
h. Surat Perintah Gubernur KDKI Jakarta Nomor 2828/1.711.5
tanggal 26 November 2008
Tidak ada biaya yang diperlukan bagi panitia
pembangunan masjid untuk menerbitkan IMB. Hanya inisiatif
dari Panitia untuk memberi honor bagi pihak-pihak yang
membantu perizinan.
Panitia Pembangunan Masjid masih merasakan kurang
informasi mengenai alur permohonan IMB rumah ibadah kepada
Pemerintah Daerah. Di instansi Kelurahan Munjul belum ada
informasi yang lengkap tentang hal tersebut. Panitia
diuntungkan dengan adanya anggota panitia pembangunan
masjid yang cukup memiliki pengalaman tentang seluk beluk
(24)
(26)
f.
(28)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
2
Pendirian Rumah Ibadat
di Kota Bekasi
Oleh: Ibnu Hasan Muchtar
Kondisi Geografi dan Demografi
Kota Bekasi merupakan daerah penyangga Ibukota Negara
Republik Indonesia terletak di pinggir Timur DKI Jakarta. Kota
Bekasi dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
48 Tahun 1981, memekarkan Kecamatan Bekasi menjadi Kota
Administratif (Kotif), terdiri atas 12 kecamatan, 56 kelurahan, 945
RW dan 6.463 RT. Kedua-belas kecamatan dimaksud adalah: (1).
Bekasi Timur, (2). Bekasi Selatan, (3). Bekasi Barat, (4). Bekasi
Utara, (5). Bantar Gebang, (6). Pondok Gede, (7). Jati Asih, (8). Jati
Sampurna, (9). Rawa Lumbu, (10). Medan Satria, (11). Pondok
Melati, dan (12). Mustika Jaya. Selain menjadi wilayah
pemukiman, Kota Bekasi juga berkembang sebagai kota
perdagangan, jasa, dan industri. Berkembangnya berbagai
potensi daerah di Kota Bekasi tidak lepas dari adanya fasilitas
akomodasi seperti perhotelan, perbankan, dan perumahan.
Pada bulan Juli 2009, tidak kurang dari 2.457.585 jiwa
penduduk di Kota Bekasi. Dari jumlah tersebut sebagian besar
(87.30%) beragama Islam. Selebihnya beragama Kristen (8.05%),
Katolik (2.98%), Hindu (1,12%), Budha (0.23%), dan Khonghucu
(35)
Kristen
Katolik
Hindu
Budha
Khong
hucu
Lain
Jumlah
Bekasi Timur
233.295
21.701
7.945
7.109
498
14
231
270.793
Beksi Selatan
181.078
20.001
7.644
1.724
534
10
168
211.159
Bekasi Barat
279.497
23.222
8.730
2.515
603
34
1.226
315.827
Bekasi Utara
274.512
24.876
7.958
4.019
687
14
314
312.380
Kecamatan
Bantr Gebang
93.596
2.437
791
426
70
11
695
98.026
Pondok Gede
246.087
20.979
7.652
1.574
783
25
2.770
279.870
Jati Asih
186.994
15.234
4.614
1.452
449
24
900
209.667
Jati Sampurna
93.498
7.522
2.926
533
286
11
624
105.400
Rawa Lumbu
158.890
19.365
5.661
2.512
466
13
513
187.420
Medan Satria
141.349
16.716
7.470
3.867
433
15
309
170.159
Pondok Melati
130,675
15.622
9.032
1.122
572
19
842
157.884
Mustika Jaya
125.976
9.125
2.801
629
234
11
224
139.000
2.145.447
196.800
73.223
27.482
5.615
201
8.816
2.457.585
87,30%
8.05%
2.98%
1,12%
0.23%
0,008%
0,35%
100%
JUMLAH
Persentase
(36)
Mjd
89
50
65
85
25
64
114
101
76
78
41
93
881
Grj
1
7
23
3
0
0
16
3
13
11
0
4
81
TI Kristen
Ruko
3
5
17
12
0
11
13
2
1
0
0
5
69
Rmh
3
3
5
5
6
1
2
2
3
3
0
16
49
G.Kat
Viha
Pura
Klen
0
0
1
0
0
0
1
0
1
1
2
2
8
0
0
1
1
0
0
4
3
0
0
0
0
11
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
(38)
April 2010.
Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia, CRCS UGM,
tahun 2009 hal. 29.
14
(39)
(40)
(41)
(43)
(44)
(45)
(46)
Hasil wawancara denga Ketua RT. 04/-02 Kel. Jatirahayu Bpk Ayu
Sujana tgl. 14 Maret 2010
21
(47)
(48)
(49)
(55)
(56)
(58)
(61)
(62)
(64)
Ringkasan
Dari hasil penelusuran yang dipaparkan di atas, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. Pendirian rumah ibadat yang kemudian memperoleh
penolakan dari warga sekitar disebabkan oleh berbagai hal;
1) Rencana lokasi pendirian rumah ibadat dianggap tidak
tepat karena sebagian besar calon pengguna tidak
bermukim di wilayah dimana akan dibangun rumah
ibadat dimaksud.
2) Tidak ada komunikasi sebelumnya antara panitia
pembangunan dengan masyarakat sekitar.
3) Pembangunan rumah ibadat tidak berdasarkan
keperluan nyata dan sungguh-sungguh.
4) Ada ketidakjujuran panitia dalam pencantuman nama
calon pengguna rumah ibadat.
b. Pendirian rumah ibadat yang disetujui warga:
1) Panitia maupun calon pengguna rumah ibadat
sebelumnya sudah bersosialisasi dengan warga
sekitar.
2) Mengikuti prosedur yang telah diatur oleh PBM
maupun peraturan pemerintah daerah.
3) Ada kerjasama dengan perwakilan yang ada di
pemerintah, dan ada kesabaran menunggu.
4) Betul-betul berdasarkan keperluan nyata dan
sungguh-sungguh.
c.
3) Menunda
dikeluarkannya
rekomendasi
oleh
Kementerian Agama Kota Bekasi (khusus Gereja
Galelia) karena kondisi masyarakat sekitar belum
kondusif.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
(66)
3
Pendirian Rumah Ibadat
di Kabupaten Tangerang
Oleh: Titik Suwariyati
Geografi dan Demografi
Kabupaten Tangerang terletak di bagian Timur Provinsi
Banten pada koordinat 10620'-10643' Bujur Timur dan 600'620' Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Tangerang
1.110,38 km2 atau 12,62% dari seluruh luas wilayah Provinsi
Banten. Wilayah di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa,
sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota
Tangerang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor
dan Kota Depok, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Serang dan Lebak.
Penduduk Kabupaten Tangerang sebanyak 3.103.299 jiwa
terdiri dari laki-laki 1.116623 jiwa dan perempuan 1.986.677 jiwa
tersebar di 29 Kecamatan. Kepadatan penduduk 3.129 jiwa/km.
Sebagai daerah penyangga Jakarta, banyak penduduk yang
bekerja di Jakarta. Namun karena Kab. Tangerang juga
merupakan daerah industri, sehingga banyak orang datang dan
bekerja di pabrik-pabrik. Perkembangan pemukiman di sekitar
pabrik-pabrik itu telah mempercepat pertambahan penduduk.
Mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia bermacam-
(67)
Jumlah
2.924 244 jiwa
61.946 jiwa
56 744 jiwa
21 486 jiwa
(69)
Prosentase
94,23
1,99
1,83
0,69
Buddha
Khonghucu
Jumlah
31 254 jiwa
7.625 jiwa
3.103.299 jiwa
1,01
0,25
(70)
(71)
(72)
(73)
Agama
Katolik
Katolik
Kristen
4
5
6
Hindu
Kristen
Katolik
Kristen
8
9
Kristen
Kristen
10
Katolik
11
Kristen
12
Buddha
13
14
15
16
Buddha
Buddha
Buddha
Kristen
17
18
19
Kristen
Khonghucu
Hindu
20
Kristen
21
Kristen
22
Kristen
23
Kristen
(74)
24
Kristen
25
Kristen
26
27
Buddha
Kristen
28
Kristen
29
Kristen
002/FKUB/KabTng/V/2007 Tanggal 2
Juni 2007
003/FKUB/KabTng/V/2007 Tanggal 2
Alamat
GerejeKristen
Bethel
Indonesia
(GBI) Bintaro
Sektor
III,Kel.Pondo
k Jaya
Pondok Aren
Gereja
Katolik Santa
Maria
Regina,Gadin
g Serpong
Desa Cihuni
Pagedangan
Gereja
Kristen
Status Izin
Realisasi
Ket IMB
Diproses
Sudah
dibangun
Ada
Diproses
Sudah
dibangun
Ada
Diproses
Belum
dibangun
Belum
(75)
Juni 2007
004/FKUB/KabTng/IX/2007 Tanggal
7 September 2007
005/FKUB/KabTng/IX/2007 Tanggal
7 September 2007
006/FKUB/KabTng/X/2007 Tanggal
31 Oktober 2007
007/FKUB/KabTng/XI/2007 Tanggal
16 November 2007
008/FKUB/KabTng/XI/2007 Tanggal
19 November 2007
009/FKUB/KabTng/XI/2007 Tanggal
23 November 2007
Indonesia
Pos I, Bintaro
Pondok Jaya
Pondok Aren
Pura Umat
Hindu Sikh
Yayasan
Sosial Guru
Nanak
Ciputat
Gereja
Kristen Jawa
Pamulang
Gereja
Katolik PGDP
Santa Monica
Blok O,
Melati Mas
Jelupang
Serpong
Utara
Gereja
Kristen Napiri
Sion Agape,
Jl.Vila
Permata,
Kel.Binong
Curug
Gereja
Gerakan
Pantekosta
Elim, Kel.
Cipayung
Ciputat
Gereja
Masehi
Advent Hari
Ketujuh
Komplek
Perumahan
Duta
Bandara,
Desa
Jatimulya
Kosambi
Diproses
Sudah
terbangun
Belum
Diproses
Belum
dibangun
Belum
Diproses
Belum
dibangun
Ada
Tidak
diproses
(tidak sesuai
peruntukan)
Sudah
terbangun
Belum, IMB
bermasalah
Diproses
Belum
dibangun
Belum
Izin tidak
diproses (ada
penolakan
warga)
Belum
dibangun
Belum
(76)
010/FKUB/KabTng/I/2008 Tanggal 9
Januari 2008
011/FKUB/KabTng/I/2008 Tanggal
10 Januari 2008
012/FKUB/KabTng/III/2008 Tanggal
26 Maret 2008
013/FKUB/KabTng/III/2008 Tanggal
26 Maret 2008
014/FKUB/KabTng/2008
017/FKUB/KabTng/VII/2009 Tanggal
4 Juli 2009
Gereja
Katolik Rasul
Barnabas
Pamulang
Gereja
Pantekosta di
Indonesia
Jemaat
Agape, Kel.
Kadu Agung
Tigaraksa
Vihara
Pimala Kirti
Kel. Mekar
Bakti
Panongan
Vihara
Pimala Kirti,
Desa
Kampung
Melayu Timur
Teluk Naga
Cetya (Romo
Holid) Paku
Haji
Vihara
Yayasan
Swadharma
Kerama,
Serpong
Diproses
Belum
dibangun
Sudah
Diproses
Sudah
terbangun
Belum ada
IMB
Diproses
Belum
dibangun
Belum
Diproses
Sedang
dibangun
Ada
Diproses
Sudah
dibangun
Sudah
diberikan
Sedang
dibangun
Ada
Rumah Ibadat
Gereja HKBP Cisauk
Alasan Ditangguhkan/
Ditolak
Keterangan
Tidak direkomendasi
Tidak direkomendasi
Tidak direkomendasi
Belum direkomendasi
Tidak direkomendasi
Belum direkomendasi
Tidak direkomendasi
Tidak direkomendasi
Tidak direkomendasi
Belum direkomendasi
Tidak direkomendasi
3. Hambatan:
a. Pada saat pemohon mengajukan surat ke FKUB, setelah
hasil penelitian FKUB, ternyata izin lingkungan 60
pendukung tanda tangan warga digunakan oleh kedua
gereja tersebut (GKI dan Elgibor).
b. Hasil rapat FKUB menolak pemberian rekomendasi
karena menyalahi PBM. FKUB melakukan rapat
koordinasi dengan instansi terkait dan surat permohonan
dikembalikan kepada pemohon untuk diadakan
sosialisasi ulang dan pemutakhiran data izin lingkungan.
Setelah panitia pembangunan rumah ibadat (GKI)
mengajukan lagi permohonan ke dua kalinya ke FKUB
tentang data yang terbaru, FKUB mengadakan rapat
koordinasi lagi, ternyata sebagian elemen masyarakat
masih keberatan. Dari berbagai elemen yang diundang
rapat yaitu unsur masyarakat, RT, RW, Lurah, Camat,
MUI, Polsek ternyata masih ada beberapa pihak yang
keberatan.
FKUB menunggu tindak lanjut dari pemohon apakah
sudah ada pemutakhiran data? FKUB menunggu kelengkapan
persyaratannya dan menangguhkan atau mengeluarkan
rekomendasi dua gereja ini menjadi satu, apa tetap keduanya
dibangun. FKUB belum menindaklanjuti karena masih dalam
tahapan penelitian. FKUB harus rapat koordinasinya dengan
Muspika, Lurah, RT, RW, apakah betul sudah kondusif atau
belum.
Ringkasan
Dari hasilenelitian dapat disimpulkan:
a. Proses pengajuan permohonan rekomendasi pendirian rumah
ibadat, berjalan lancar dan telah diterima sebanyak 29
permohonan. 15 telah dikeluarkan rekomendasinya.
Sedangkan sisanya masih ditangguhkan atau ditolak.
(81)
(82)
4
Pendirian Rumah Ibadat
di Kota Denpasar
Oleh: Bashori A Hakim
(83)
(94)
(95)
(96)
(97)
Rumah
Ibadat
d.
e.
f.
g.
(102)
5
Pendirian Rumah Ibadat
di Kabupaten Minahasa Utara
Oleh: Mursyid Ali
(107)
(108)
(109)
(110)
6
Pendirian Rumah Ibadat
di Kabupaten Sikka
Nusa Tenggara Timur
Oleh: Akmal Salim Ruhana &
M. Yusuf Asry
Sekilas Kabupaten Sikka
Kabupaten Sikka terletak di pulau Flores, Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Kabupaten yang beribukota Maumere ini
memiliki luas 1.731,91 km2, terbagi menjadi 21 kecamatan, 13
kelurahan, dan 147 desa.
Penduduk sebanyak 301.963 jiwa dengan kepadatan 174,35
per km2. Agama yang dipeluk adalah Katolik (89,9%), Islam
(9,09%), Kristen (0,92%), Hindu dan Buddha (0,11%). Suku yang
ada adalah Sikka Kerowe, Kerowe Tana Ai, Lio Kerowe, Palue
(Lua Kaparja), dan Tidung Bajo. Pekerjaan penduduk di
antaranya Nelayan, pedagang, dan PNS.
Kehidupan Keagamaan
Kehidupan keagamaan di Sikka cukup kondusif. Tidak ada
kasus yang luar biasa, selain beberapa kejadian penodaan agama
beberapa tahun yang lalu. Agama hadir di Sikka
berkembangannya aliran kepercayaan. Islam masuk ke Sikka
melalui orang Gowa/Sulsel, kemudian Katolik dibawa orang
Portugis, Kristen dibawa orang Belanda, serta Hindu dan
(111)
(116)
(117)
(118)
7
Pendirian Rumah Ibadat
di Kota Sorong
Oleh: Haidlor Ali Ahmad
Sekilas Kota Sorong
Nama Sorong berasal dari kata soren, dalam bahasa Biak
Numfor berarti laut yang dalam dan bergelombang. Nama Soren
untuk menyebut sebuah tempat di waliyah kepala burung Pulau
Papua, yang pertama kali menggunakan adalah suku Biak
Numfor yang berlayar dan berkelana hingga sampai dan
menetap di Kepulauan Raja Ampat. Suku Biak Numfor inilah
yang memberi nama Daratan Maladum dengan sebutan Soren
yang dilafalkan oleh para pedagang Tionghoa, missionaris dari
Eropa, Maluku dan Sangir Talaut dengan sebutan Sorong.
Kota Sorong memiliki beberapa fasilitas berupa pelabuhan
laut dan udara, sehingga menjadikan kota ini sebagai
persinggahan dan pintu gerbang bagi Provinsi Papua Barat, di
samping juga sebagai kota industri, perdagangan dan jasa. Kota
Sorong yang memiliki water front view (kota dengan
pemandangan laut) menjadikan kota ini sebagai kota
pariwisata.34
Kota Sorong terkenal karena terdapat aktivitas pengeboran
minyak bumi sejak jaman pemerintahan kolonial Balanda, yakni
34Andy,
(119)
35Sekarang
penduduk setempat hanya mengenal perusahaan
pengeboran minyak bumi milik Belanda dengan nama GPM dan mereka tidak
mengetahui kepanjangannya.
(120)
Sorong Timur
Sorong
Sorong Kepulauan
Sorong Utara
Jumlah
Kelurahan
Klabala
Saoka
Tanjung Kasuari
Rufei
Klawasi
Klablim
Klasaman
Remu Selatan
Malaingkedi
Klademak
Remu Utara
Klaligi
Kampung Baru
Malawei
Doom Barat
Doom Timur
Raam
Soop
Malanu
Klagete
Matalamagi
Klawuyuk
22 kelurahan
(121)
Luas (km2)
45.7
50.83
62.92
44.5
50,2
62.7
70.5
62.5
54.59
40.064
30.07
40.04
50.05
40.096
45.1
50.5
50.025
54.475
51.155
48.45
50.5
50.035
1,105
(122)
(123)
Kehidupan Keagamaan
Komposisi penduduk menurut agama yang dianut,
berdasarkan data Kantor Kementerian Agama Kota Sorong
Tahun 2008 dapat dilihat pada tabel berikut:
TABEL 2: JUMLAH PENDUDUK MENURUT AGAMA YANG
DIANUT
Kecamatan
Sorong Barat
Sorong Timur
Sorong
Sorong Kepulauan
Sorong Utara
Jumlah
Kristen
14.516
12,676
26,796
7,253
18.372
79,613
Katolik
6.829
5,019
1,913
133
5,837
19,732
Islam
11.331
21.415
29,599
1,291
7,776
71,413
Hindu
151
103
11
6
95
367
Buddha
1.039
108
404
178
1.78
Jumlah
33.867
39.322
58,724
8,684
32,258
172,855
Kristen
Katolik
Islam
Hindu Buddha
17.480
24.397
43.143
5.617
23.365
142.002
(08)
7.010
6.354
1.682
1.003
3.377
19.426
(06-07)
11.631
27.110
26.021
1.000
4.499
70.261
(06-07)
156
132
10
5
65
368
(08)
1.067
137
355
103
1.662
(08)
Jumlah
47.344
58.130
71.211
7.625
31.399
215.709
Sorong40
40 Kota Sorong dalam Angka 2009: 111; Yang ganjil dari data dalam tabel
di atas, pertama data jumlah penganut agama Katolik dan Islam merupakan data
tahun 2006-2007, tapi data jumlah seluruh penduduk semakin membengkak
menjadi 215.709 jiwa. Bandingkan dengan data dalam tabel sebelumnya yang
(124)
Katolik
Islam
Buddha
24741
6
9
70
16
3
1
43
Sumber: Kantor Kementerian Agama Kota Sorong
Hindu
Pure
142
secara keseluruhan merupakan data tahun 2008, tapi jumlah penduduknya lebih
kecil, 172.855 jiwa; Kedua, tabel di atas diambil dari Kota Sorong dalam Angka 2009,
di bawah tabel disebutkan sumbernya dari Kantor Kementerian Kota Sorong,
tapi justru jumlah penduduk dalam tabel ini berbeda dengan data yang peneliti
peroleh dari Kantor Kementerian Agama Kota Sorong (tabel 4).
41 Jumlah gereja Kristen Protestan yang terdaftar sebanyak 247,
sementara ada beberapa gereja yang belum terdaftar (informasi dari staf Urusan
Agama Kristen Kantor Kementerian Agama Kota Sorong).
42 Pembangunan pura sedang dalam proses, sekarang sudah dibangun
fondasi di Kelurahan Klasaman Kecamatan Sorong Timur. Meski demikian
setiap purnama tilem diadakan sembahyang dan pada hari nyepi tgl 16 Maret
2010 juga dipakai untuk sembahyang. Menurut rencana pura yang akan
dibangun ini adalah tingkat pura jagat raya yang disediakan untuk seluruh umat
dan diberi nama Buana Kerti.
(125)
(126)
(127)
(129)
(130)
Sebagai
seorang
Muslim
ia
wajib
membela
dan
mempertahankannya. Dan Kapolres sebagai seorang Muslim
diharap dapat memahaminya. Akhirnya Muhsin diizinkan
pulang.
Dari dua indikator kiranya dapat menunjukkan bahwa
bukan hanya 300 pemuda Muslim saja yang siap tetapi generasi
tua pun ternyata juga mendukung secara moral dan spiritual.
Dan ini juga merupakan sinyal lampu kuning untuk hati-hati
(saling menahan diri) dan aparat untuk tidak selalu memandang
sebelah mata terhadap kalangan minoritas yang sering
diidentikkan dengan pendatang. Karena realitanya menurut
keterangan guru-guru MAN Model dan Juga Adnan bahwa
belakangan ini sering diadakan seminar tentang Sejarah
Kedatangan Islam di Bumi Papua, di mana banyak tokoh-tokoh
tua (termasuk di kalangan Nasrani yang tidak bisa memungkiri
fakta sejarah, bahwa agama Islam datang lebih dahulu dari pada
agama Nasrani. Bahkan yang menyambut kedatangan dan
mengantarkan para misionaris dan zending kala itu adalah
tokoh-tokoh Muslim. Hal ini menunjukkan bahwa agama Islam
memiliki sejarah yang jauh lebih dulu tertanam bukan hanya di
Sorong tapi di Bumi Papua, termasuk Manokwari yang sudah
diklaim sebagai Kota Injili.
Sebagai pendukung kerukunan di Sorong dibangun
kearifan lokal baru atau sebagai semboyan daerah yang diambil
dari nama salah satu makanan tradisional orang Papua dan
Maluku yang terbuat dari sagu yaitu Papeda yang
kepanjangannya Papua Ingin Damai. Secara khusus Kota
Sorong yang penduduknya terdiri berbagai etnis layaknya
miniatur Indonesia memiliki semboyan yang berbunyi
Sakoba (Sorong Kota Bersama).
Adnan menambahkan sewaktu-waktu pada malam
Minggu para tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh formal
melakukan pertemuan non formal, sambil bakar ikan, dengan
tujuan koordinasi dan akomodasi permasalahan dan mencarikan
solusihya.
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
BAB III
PENUTUP
(137)
(138)
Kesimpulan
erdasarkan uraian yang dipaparkan pada babbab sebelum ini dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
(139)
(140)
(141)
(142)
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Buku Tanya
Jawab Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri No. 9 & 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan
Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat,
Jakarta, 2008
_______, Hasil Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Pemuka
Agama Pusat dan Daerah
_______, Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri No. 9 & 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan
Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat,
Jakarta, 2006
Badan Pusat Statistik, Minahasa Utara dalam Angka, 2009
Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Timur. Jakarta Timur
dalam Angka. 2007.
Basyuni, Muhammad M, Kebijakan dan Stratergi Umat Beragama,
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI,
Jakarta, 2006.
Center for Religious & Cross Cultural Studies (CRCS), Laporan
Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2009, Universitas
Gajah Mada Yogyakarta, 2009.
_______, Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia Tahun
2008, Yogyakarata.
Creswell. John W. 2007. Qualitative Inquiry & Research Design:
Choosing Among Five Approaches. London. Sage
Publications.
George Ritzer, Douglas J. Goodman, Modern Sosiological Theory,
2004.
(143)
(144)