Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kelahiran Utsman Bin Affan


Nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin
Umayyah bin Abd Al-Manaf dari suku Quraisy. Lahirnya pada tahun 576
M. Enam tahun setelah penyerangan Ka’bah oleh pasukan Bergajah atau 6
tahun setelah kelahiran Rasulallah SAW. Ibu khalifah Utsman bin Affan
adalah Urwy binti Kuraiz bin Rabiah bin Habib bin Abdi As-Syams bin
Abd Manaf. Utsman bin Affan masuk islam pada usia 30 tahun atas ajakan
Abu Bakar. Sesaat setelah masuk islam, ia sempat mendapatkan siksaan
dari pamannya, Hakam bin Abil Ash. Ia dijuluki Dzun Nurain, karna
menikahi kedua putri Rasulallah SAW. Secara berurutan setelah yang satu
meninggal, yakni Ruqayyah dan Ummu Kulsum.

Khalifah Utsman bin Affan ikut berhijrah bersama istrinya ke


Abesenia dan termasuk muhajir pertama ke Yastrib. Ia termasuk orang
yang saleh ritual dan sosial. Siang hari ia gunakan untuk puasa dan
malamnya untuk solat. Ia sangat gemar membaca Al-quran, sehingga
Khalid Muh Khalid menulis bahwa untuk solat dua rakaat saja, Usman
menghabiskan waktu semalaman karena banyaknya ayat Al-Quran yang
dibaca, dan saat khalifah Usman wafat, Al- Quran berada dipangkuannya.
Kesolehan sosialnya terbukti dan membeli telaga milik Yahudi seharga
12.000 Dirham dan menghibahkannya kepada kaum muslimin saat hijrah
ke Ysatrib. Mewakafkan tanahnya seharga 15.000 Dinar untuk perluasan
masjid Nabawi. Menyerahkan 940 ekor unta, 60 ekor kuda, 10.000 Dinar
untuk keperluan jaisyul usrah pada Perang Tabuk. Setiap hari jumat,
Usman bin Affan membebaskan seorang budak laki-laki dan dua orang
budak perempuan.

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, Utsman bin Affan mengikuti


beberapa peperangan diantaranya Perang Uhud, Khaibar pembebasan kota
Makkah, Perang Thaif, Hawazin, dan Tabuk

(Sejarah Peradaban Islam) 1


B. Proses Pengangkatan Khalifah Utsman bin Affan
Sebelum meninggal, Umar telah memanggil tiga calon
penggantinya, yaitu Utsman, ‘Ali, dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Dalam
pertemuan dengan mereka secara bergantian, Umar berpesan agar
penggantinya tidak mengangkat kerabat sebagai pejabat. Disamping itu,
Umar telah membentuk dewan formatur yang bertugas memilih
penggantinya kelak. Formatur yang dibentuk Umar berjumlah enam orang.
Mereka adalah ‘Ali, Utsman, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abd Ar-rahma bin
‘Auf, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Disamping itu,
Abdullah bin Umar dijadikan anggota, tetapi tidak memiliki hak suara.
Mekanisme pemilihan Khalifah di tentukan sebagai berikut:
Pertama, yang berhak menjadi khalifah adalah yang dipilih oleh
anggota formatur dengan suara terbanyak.
Kedua, apabila suara terbagi secara berimbang Abdullah bin Umar
yang berhak menentukannya.
Ketiga, apabila campur tangan Abdullah bin Umar tidak diterima,
calon yang dipilih oleh Abd Ar-Rahma bin ‘Auf harus diangkat menjadi
khalifah. Kalau masih ada yang menentangnya, penentangan tersebut
hendaklah dibunuh.
Anggota yang khawatir dengan tata tertib pemilihan tersebut
adalah ‘Ali. Ia khawatir Abd Ar-Rahma (yang mempunyai kedudukan
strategis ketika pemilihan) tidak bisa berlaku adil karena antara Utsman
dan Abd Ar-Rahma terdapat hubungan kekerabatan. Akhirnya, ‘Ali
meminta Abd Ar-Rahma berjanji untuk berlaku adil, tidak memihak, tidak
mengikuti kemauan sendiri, tidak mengistimewakan keluarga, dan
menyulitkan ummat. Setelah Abd Ar-Rahma berjanji, ‘Ali menyetujuinya.
Langkah yang ditempuh Abd Ar-Rahma setelah Umar wafat adalah
meminta pendapat kepada anggota formatur secara terpisah untuk
membicarakan calon yang tepat untuk diangkat menjadi khalifah. Hasilnya
adalah munculnya dua kandidat khalifah, yaitu Utsman dan ‘Ali. Ketika

(Sejarah Peradaban Islam) 2


diadakan penjajagan suara diluar sidang formatur yang dilakukan oleh
Abd Ar-Rahma, terjadi sidang pemilihan, ‘Ali di pilih oleh Utsman dan
Utsman dipilih oleh ‘Ali. Disamping itu, Zubair dan Sa’ad bin Abi
Waqqash mendukung Utsman. Sementara, Thalhah dan Zubair tidak
ditanyai pendapat dukungannya karena keduanya ketika itu sedang berada
diluar Madinah sehingga tidak sempat dihubungi. Abd Ar-Rahma
bermusyawarah dengan masyarakat dan sejumlah pembesar diluar anggota
formatur. Ternyata, suara masyarakat telah terpecah menjadi dua, yaitu
Kubu Bani Hasyim yang mendukung ‘Ali dan Kubu Bani Umayyah
mendukung Utsman.
Abd Ar-Rahma memanggil ‘Ali dan menanyakan pendapatnya,
seandainya ia dipilih menjadi khalifah, sanggupkah dia melaksanakan
tugasnya berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah, dan kebijaksanaan
khalifah sebelum dia? ‘Ali menjawab dirinya berharap dapat berbuat
sejauh pengetahuan dan kemampuannya. Abd Ar-Rahma berganti
mengundang Utsman bin Affan dan mengajukan pertanyaan yang sama
kepadanya. Dengan tegas Utsman menjawab, Ya! Saya sanggup. Dengan
jawaban itu Abd Ar-Rahma menyatakan Utsman sebagai khalifah ketiga,
dan segeralah dilaksanakan baiat waktu itu, usia Utsman tujuh puluh
tahun. Dalam hubungan ini, patut dikemukakan bahwa ‘Ali sangat kecewa
dengan cara yang dipakai Abd Ar-Rahma tersebut. Sejak semula ia sudah
merencanakannya bersama Utsman sebab kalau Utsman yang menjadi
khalifah, berarti kelompok Abd Ar-Rahma bin ‘Auf yang berkuasa.1

C. Visi dan Misi Khalifah Utsman bin Affan


Mengetahui visi dan misi khalifah Usman Bin Affan dalam
menjalankan kekholifahannya, dapat dilihat dari isi pidato setelah Usman
bin Affan dilantik atau di baiat menjadi khalifah ketiga negara Madinah, ia
menyampaikan pidato penerimaan jabatan sebagai berikut;

1
Sori Monang An-Nadwi, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Kelasik Hingga Modern,
(Medan: Panjiaswaja Press, 2013), h.79-81

(Sejarah Peradaban Islam) 3


“Sesungguhnya kamu sekalian berada di Negeri yang tidak kekal
dan dalam pemerintahan yang selalu berganti. Maka bersegeralah kamu
berbuat baik menurut kemampuan kamu untuk menyongsong waktu akhir
kamu. Maka sampaikanlah waktunya untuk saya berkhidmat kepada kamu
setiap saat. Ingatlah sesungguhnya dunia ini diliputi kepalsuan maka
janganlah kamu dipermainkan kehidupan dunia dan janganlah kepalsuan
mempermainkan kamu terhadap Allah SWT. Beriktibarlah kamu dengan
orang yang telah lalu, kemudian bersungguh=sungguhlah dan janganlah
melupakannya, karena sesungguhnya masa itu tidak akan melupakan
kamu. Dimanakah di dunia ini terdapat pemerintahan yang bertahan
lama? Jauhkanlah dunia sebagaimana Allah SWT, memerintahkannya,
tuntutlah akhirat sesungguhnya Allah SWT, telah memberikannya sebagai
tempat yang lebih baik bagi kamu. Allah SWT berfirman, “ Dan berilah
perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai
air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya
tumbuh-tumbuhan dimuka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi
kering yang diterbangkan oleh angin. Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.” (QS.AL-Kahfi/18:45).

Pidato di atas, menggambarkan dirinya sebagai ahli sufi, dan citra


pemerintahannya lebih bercorak agama ketimbang corak politik. Dalam
pidato itu, Usman mengingatkan beberapa hal penting;

a) Agar umat Islam selalu berbuat baik sesuai dengan kemampuan sebagai
bekal menghadapi hari kematian dan akhirat sebagai tempat yang lebih
baik yang disediakan oleh Allah SWT.
b) Agar umat Islam jangan diperdaya kemewahan hidup dunia yang penuh
kepalsuan sehingga membuat mereka lupa kepada Allah SWT.
c) Agar umat Islam mau mengambil ikhtibar pelajaran dari masa lalu,
mengambil yang baik dan menjauhkan yang buruk.
d) Sebagai khalifah ia akan melaksanakan perintah Al-Quran dan Sunnah
Rasul SAW.

(Sejarah Peradaban Islam) 4


e) Disamping ia akan meneruskan apa yang telah dilakukan
pendahuluannya, juga akan membuat hal-hal baru yang membawa
kepada kebajikan.
f) Umat Islam boleh mengkritiknya bila ia menyimpang dari ketentuan
hukum.

Roda pemerintahan Usman bin Affan pada dasarnya tidak berbeda


dari pendahuluannya. Dalam pidato pembai’atannya. Ia tegaskan akan
meneruskan kebiasaan yang di buat pendahulunya. Pemegang kekuasaan
tertinggi berada ditangan khalifah, pemegang dan pelaksana kekuasaan
ekskutif. Pelaksanaan tugas eksekutif dipusat di bantu oleh seketaris
negara dan dijabat oleh Merwan bin Hakam, anak paman khalifah. Jabatan
ini sangat strategis, karena mempunyai wewenang untuk memengaruhi
keputusan khalifah. Karena dalam prateknya, Marwan bin Hakam tidak
hanya sebagai seketaris negara, tetapi juga sebagai penasihat pribadi
khalifah. Selain seketaris negara khalifah Usman juga dibantu oleh pejabat
pajak, pejabat kepolisian, pejabat keuangan atau Baitul Mal, seperti pada
pemerintahan Umar bin Khattab.

Untuk pelaksanaan administrasi pemerintahan di daerah, khalifah


Usman memercayakan kepada seorang geburnur untuk setiap wilayah atau
provinsi. Pada masanya, wilayah kekuasaan negara Madinah dibagi
menjadi 10 provinsi:

a. Nafi’ bin Al-Harist Al-Khuza;I, Amir wilayah Makkah


b. Sufiyan bin Abdullah Ats-tsaqofi, Amir wilayah Thaif
c. Ya’la bin Munabbih Halif bani Naufal bin Abd Manaf, Amir wilayah
shan’a
d. Abdullah bin Abi Rabiah, Amir wilayah Al-Janad
e. Usman bin Abi Al-Ash Ats-tsaqofi, Amir wilayah Bahrain
f. Al-Mughiroh bin Syu’bah Ats-Tsaqofi, Amir wilayah Kufah
g. Abu Musa Abdullah bin Qais Al-Asy’ari, Amir wilayah Bashrah
h. Muawwiyah bin Abu Sufyan, Amir wilayah Damaskus
i. Umar bin Sa’ad, Amir wilayah Himsh

(Sejarah Peradaban Islam) 5


j. Amr bin Al-Ash As’-Sahami, Amir wilayah Mesir

Setiap Amir atau gebernur adalah wakil khalifah di daerah untuk


melakukan tugas administrasi pemerintahan dan bertanggung jawab
kepadanya. Seorang Amir di angkat dan diberhentikan oleh khalifah.
Kedudukan gebernur disamping kepala pemerintahan daerah, juga sebagai
pemimpin agama, pemimpin ekspedisi militer, penetap undang-undang
dan pemutus perkara, yaitu dibantu oleh katib (seketaris), pejabat pajak,
pejabat keuangan, dan pejabat kepolisian.

Adapun kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Penasihat atau


Majelis Syura, tempat khalifah mengadakan musyawarah atau konsultasi
dengan para Sahabat Nabi terkemuka. Majelis ini memeberikan saran,
usul, dan nasihat kepada khalifah tentang berbagai masalah penting yang
dihadapi negara. Akan tetapi, pengambilan keputusan terakhir berada
ditangan khalifah. Artinya berbagai peraturan dan kebijaksanaan, diluar
ketentuan Al-Quran dan Sunnah Rasul SAW, dibicarakan didalam majlis
itu. Dengan demikian, Majelis Syura diketuai oleh khalifah.

Jadi, kalau Majelis Syura ini disebut sebagai lembaga legislatif, ia


tidak sama dengan lembaga legislatif yang dikenal sekarang yang
memiliki ketua sendiri. Bagaimanapun, dengan adanya Majelis Syura telah
ada pendelegasian kekuasaan dari khalifah untuk melahirkan berbagai
peraturan dan kebijaksanaan. Dari fungsi ini, ia dapat dikatakan sebagai
lembaga legislatif untuk zamannya.2

D. Kekhalifahan Usman bin Affan


Khalifah Utsman adalah seorang yang taqwa, wara’, selalu
menjalankan puasa sepanjang tahun dan selalu berhaji setiap tahun.
Utsman terkenal sebagai orang yang baik budi, penyantun, rendah hati dan
sangat mengasihi sesama. Dia adalah seorang yang sangat lembut hatinya
dan sangat pemalu sehingga sifat ini dijadikan sebagai sifat khusus yang
dialamatkan Nabi kepadanya. Khalifah Utsman dikenal orang yang
dikaruniai harta melimpah seperti halnya para hartawan, dia tinggal

2
Dedi Supriadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), h. 89-82

(Sejarah Peradaban Islam) 6


dirumah miliknya yang dibangun dari bahan batu dan kapur. Dan
kemudian sebahagian pintu-pintunya terbuat dari bahan kayu jati dan kayu
ar’ar (kayu Sarw atau kayu pilihan).

Karya besar monumental Khalifah Usman bin Affan adalah


membukukan mushaf Al-Quran. Pembukuan ini didasarkan atas alasan
dan pertimbangan untuk mengakhiri perbedaan bacaan dikalangan umat
islam yang diketahui pada saat ekspedisi militer ke Armenia dan
Azerbaijan. Pembukuan ini dilaksanakan oleh suatu kepanitian yang
diketahui oleh Zaid bin Tsabit.

Adapun kegiatan pembangunan di wilayah islam yang luas itu,


meliputi pembangunan daerah-daerah pemukiman, jembatan, jalan,
masjid, wisma tamu, pembangunan kota-kota baru yang kemudian tumbuh
pesat. Semua jalan yang menuju ke Madinah dilengkapi dengan khalifah
dan fasilitas bagi para pendatang. Masjid Nabi di Madinah diperluas.
Tempat persedian air dibangun di Madinah, di kota-kota pasir, dan
diladang-ladang peternakan unta dan kuda. Pembangunan berbagai sarana
umum ini menunjukkan bahwa Usman sebagai khalifah sangat
memerhatikan kemaslahatan publik sebagai bentuk dari manifestasi,
kebudayaan sebuah masyarakat.

Utsman adalah orang yang pertama kali memberikan hasil dari


tanah pinjaman atau gaduhan yang pertama kali memberikan perlindungan
kepada tanah larangan, yang pertama kali memelankan suara saat
bertakbir, yang pertama kali melicinkan masjid, yang pertama kali
menyuruh adzan pertama dalam sholat jum’at dan yang pertama kali yang
memberi rezki atau imbalan kepada muazzin. Khalifah Utsman yang juga
membukukan alquran dan menjadikan satu mushaf dengan qiraat yang
sama. Utsman yang pertama kali berkhutbah memakai kata-kata sulit. Ia
berkata Wahai segenap manusia sesungguhnya awal kendaraan itu sulit
dan setelah ini ada rangkaian hari-hari bila aku hidup akan datang
kepadamu khutbah sesuai yang diharapkan. Dan kami bukanlah khatib.
Allah akan mengetahui kami demikian ibnu Sa’ad meriwayatkan.

(Sejarah Peradaban Islam) 7


Masa pemerintahan Utsman bin Affan termasuk yang paling lama
dibandingkan dengan khalifah lainnya, yaitu selama 12 tahun, Abu Bakar
2 tahun, dan ‘Ali 5 tahun, awal pemerintahan Utsman, kira-kira 6 tahun
masa pemerintahannya penuh dengan berbagai prestasi.
Perluasan pemerintahan islam telah mencapai Asia dan Afrika, dan
bagian yang tersisa dari Persia, berhasil menumpaskan pemberontakan
yang dilakukan orang Persia. Dalam bidang sosial budaya, Utsman bin
Affan membangun bendungan besar untuk mencegah banjir dan mengatur
pembagian air ke kota. Membangun jalan, jembatan, mesjid, rumah
penginapan para tamu dalam berbagai bentuk, serta memperluas mesjid
Nabi SAW, di Madinah.
Setelah melewati masa yang penuh dengan prestasi, pada paruh
terakhir, khalifah menghadapi pemberontakan dan pembangkangan di
dalam dan luar negeri. Di dalam negeri, pemberontakan lebih terpusat
pada kebijakan-kebijakan khalifah yang nepotism, harta kekayaan umum
yang hanya berputar pada kalangan keluarga dan sikapnya yang tidak
tegas terhadap sahabat utama. Adapun diluar negeri, pemberontakan lebih
banyak berasal dari negeri-negeri yang ditaklukan, seperti Romawi dan
Persia yang menambah dendam dan sakit hati karena sebagian wilayahnya
telah diambil oleh kaum muslimin, juga fitnah yang disebarkan oleh orang
Yahudi dari suku Qainuqa dan Nadhir serta Abdullah bin Saba’.3
Khalifah Utsman bin Affan adalah pemimpin yang berusia cukup
lanjut, sehingga tidak lagi mampu memperhatikan tanggung jawab
pemerintahan sekalipun ia adalah seorang yang sangat bersih dan banyak
keutamaannya. Dan sudah banyak beliau melakukan ekspansi kekuasaan
Islam didaratan Eropa. Namun pada kurun waktu 12 tahun kepemimpinan
beliaulah muncul konflik internal, sehingga memunculkan dendam
dikalangan umat islam. Pada akhir tahun 35 Hijriah Utsman wafat
terbunuh.

3
Op.cit, Sori Monang, h. 80

(Sejarah Peradaban Islam) 8


E. Proses Pengangkatan Ali bin Abi Thalib
Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga
orang khalifah sebelumnya. Ali dibai’at ditengah-tengah suasana
berkabung atas meninggalnya Utsman, pertentangan dan kekacauan, serta
kebingungan umat Islam di Madinah. Sebab, kaum pemberontak yang
membunuh Utsman mendaulat Ali supaya bersedia dibai’at menjadi
khalifah. Setelah Utsman terbunuh, kaum pemberontak mendatangi para
sahabat senior satu persatu yang ada di kota madinah, agar bersedia
menjadi khalifah, namun mereka menolak.
Ia diba’iat oleh mayoritas rakyat dari Muhajirin dan Anshor serta
para tokoh Sahabat, seperti Thalha dan Zubair4
Dalam pemilihan Khalifah terdapat perbedaan pendapat antara
pemilihan Abu bakar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib. Ketika kedua
pemilihan Khalifah terdahulu (Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Ustman
ibn Affan), meskipun mula-mula terdapat sejumlah orang yang
menentang, tetapi setelah calon terpilih dan diputuskan menjadi Khalifah,
semua orang menerimanya dan ikut berbaiat serta menyatakan
kesetiaannya. Namun lain halnya ketika pemilihan Ali bin Abi Thalib,
justru sebaliknya. Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, masyarakat
beramai-ramai datang dan membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah.
Beliau diangkat melalui pemilihan dan pertemuan terbuka, akan tetapi
suasana pada saat itu sedang kacau, karena hanya ada beberapa tokoh
senior masyarakat Islam yang tinggal di Madinah. Sehingga keabsahan
pengangkatan Ali bin Abi Thalib ditolak oleh sebagian masyarakat
termasuk Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Meskipun hal itu terjadi, Ali masih
menjadi Khalifah dalam pemerintahan Islam. Terjadinya pro dan kontra
terhadap pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah dikarenakan
beberapa hal yaitu bahwa orang yang tidak menyukai Ali diangkat menjadi
Khalifah, bukanlah rakyat umum yang terbanyak, akan tetapi golongan
kecil (keluarga Umayyah) yaitu keluarga yang selama ini telah hidup
bergelimang harta selama pemerintahan Khalifah Ustman. Mereka

4
Op.cit,Dedi Supriyadi, h. 93

(Sejarah Peradaban Islam) 9


menentang Ali karena khawatir kekayaan dan kesenangan mereka akan
hilang lenyap karena keadilan yang akan dijalankan oleh Ali. Adapun
rakyat terbanyak, mereka menantikan kepemimpinan Ali dan
menyambutnya dengan tangan terbuka. Beliau akan dijadikan tempat
berlindung melepaskan diri dari penderitaan yang mereka alami.5

Setelah Ali bin Abi Tholib dibai’at menjadi khalifah di Masjid


Nabawi, ia menyampaikan pidato penerimaan jabatannya sebagai berikut:

“Sesungguhnya Allah telah menurunkan kitab suci Al-Quran


sebagai petunjuk yang menerangkan yang baik dan yang buruk maka
hendaklah kamu ambil yang baik dan tinggalkan yang buruk. Kewajiban-
kewajiban yang kamu tunaikan kepada Allah, akan membawa kamu ke
surga. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan apa yang haram, dan
memuliakan kehormatan seorang muslim, berarti memuliakan kehormatan
seluruhnya, dan memuliakan keikhlasan dan tauhid orang-orang muslim.
Hendaklah, setiap menyelamatkan manusia dengan kebenaran lisan dan
tangannya. Tidak boleh menyakiti seorang muslim, kecuali ada yang
membolehkannya. Segerahlah kamu melaksanakan urusan kepentingan
umum. Sesungguhnya urusan manusia menanti di depan kamu dan orang
yang dibelakang kamu sekarang bisa membatasi, meringankan urusan
kamu. Bertaqwalah kamu kepada Allah, sebagai hamba Allah, kepada
hamba-hamba-Nya dan negeri-Nya. Sesungguhnya kamu bertanggung
jawab dalam segala urusan tanah dan binatang. Dan taatlah kepada
Allah, dan jangan kamu mendurhakai-Nya. Apabila kamu melihat yang
baik, ambillah dan jika kamu melihat yang buruk, tinggalkanlah. Dan
ingatlah ketika kamu berjumlah sedikit lagi tertindas dimuka bumi. “
Wahai manusia, kamu telah membai’at saya sebagaimana yang kamu
telah lakukan terhadap khalifah-khilifah yang dulu daripada saya. Saya
hanya boleh menolak sebelum jatuh pilihan. Akan tetapi, juka pilihan
telah jatuh, penolakan tidak boleh lagi. Imam harus kuat, teguh, dan
rakyat haruis tunduk dan patuh. Ba’iat terhadap diri saya ini adalah

5
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana Publishing, 2016), h. 67

(Sejarah Peradaban Islam) 10


ba’iat yang merata umum. Barang siapa yang munkirdarinya, terpisahlah
ia dari Islam.”6

F. Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib


Pemerintahan khalifah Ali dapat dikatakan sebagai pemerintahan
yang tidak stabil karena adanya pemberontakan dari sekelompok kaum
muslimin sendiri. Pemberontakan pertama datang dari Thalhah dan Zubair
diikuti oleh siti Aisyah dengan alasan Ali tidak mau menghukum para
pembunuh Usman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Usman yang
telah ditumpahkan secarah zalim. Yang kemudian terjadi perang Jamal.
Dikatakan demikian, karena siti Aisyah pada waktu itu menggunakan unta
dalam perang melawan Ali. Ali berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan
Thalha terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan
dan dikirim kembali ke Madinah.
Pemberontakan yang kedua datang dari Muawiyah, yang menolak
meletakkan jabatan, bahkan menempatkan dirinya setingkat dengan khalifah
walaupun ia hanya sebagai gubernur Damaskus, yang berakhir dengan
perang Siffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase) tapi tahkim
ternyata tidak menyelesaikan, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ke
tiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya,
diujung masa pemerintahan Ali bin Abi Tholib umat islam terpecah menjadi
3 kekuatan polotik, yaitu Muawwiyah, Syi’ah Ali, dan al-Khawarij.
Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya
Hasan selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan ternyata lemah,
sementara Muawwiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian
damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan ummat Islam kembali dalam
satu kepemimpinan politik, dibawah Muawwiyah bin Abi Sofyan. Disisi
lain, perjanjian itu juga menyebabkan Muawwiyah menjad penguasa absolut
dalam Islam. Tahun 41 Hijriyah (661), tahun persatuan itu, dikenal dalam
sejarah sebagai tahun Jama’ah (‘am jama’ah). Dengan demikian berakhirlah

6
Op.cit, dedi Supriyadi, h. 94

(Sejarah Peradaban Islam) 11


apa yang disebut dengan masa Khulafa’ur Rasyidin, dan dimulailah
kekuasaan Bani Umayya dalam sejarah politik Islam.7

7
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h.
39-41

(Sejarah Peradaban Islam) 12


BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Dari masa ke masa pemimpin ummat Islam selalu berganti,
itu semua dikarenakan dunia ini bukanlah kekal. Semua peristiwa ini
adalah pelajaran bagi kita semua terkhususnya bagi para pemimpin
bahwa pemimpin yang adil akan bertahan memerintah negara
tersebut, begitu sebaliknya pemerintah yang yang tidak adil akan
runtuh begitu saja.
Semua khalifah yang ada pada saat itu melaksanakan
tugasnya dengan ketentuan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Tetapi mengapa masi banyak yang tidak bertahan sampai akhir hayat
hidupnya? Semua meninngal dalam keadaan terbunuh, begitu kejam
pada masa dahulu, khalifah yang dipilih oleh Rasul dan ummatnya
begitu besar perjuangannya dalam mengembangkan Islam. Semua
takut melakukan yang bukan ajaran Islam, selalu hati-hati dalam
mengambil keputusan, dan selalu dalam jalur yang telah diajarkan
Rasullullah SAW.

II. Saran
Banyak pelajaran yang dapat kita petik dalam kehidupan
Khulafa’ur Rasyididn terkhususnya bagi kita yang seorang
pemimpin negara. Jika ingin selamat dunia dan akhirat, jalan yang
ditempuh sudah ada dan tinggal lagi kita yang sadar dan terdorong
untuk melakukannya.
Dari penulisan makalah kami ini, munkin banyak kesalahan
yang kami perbuat, semua itu bukanlah kami sadari, munkin jikalau
kami sadar, tidak adalah kesalahan yang kami perbuat. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun siap menanti dari seluruh
pembaca, agar kedepannya lagi dalam penulisan makalah dapat lebih
sempurna lagi dan berkurang dari kesalahan yang telah diperbuat.

(Sejarah Peradaban Islam) 13


DAFATAR ISI

An-Nadwi, Sori Monang. Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Kelasik Hingga

Modern. Medan: Panjiaswaja Press. 2013

Supriadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia. 2008

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2003

Zubaidah, Siti. Sejarah Peradaban Islam. Medan: Perdana Publishing. 2016

(Sejarah Peradaban Islam) 14

Anda mungkin juga menyukai