Tentang
SEJARAH PEMBUKUAN HADIS
Dosen Pengampu
HJ. Rustini N. M. Ag
Oleh : surida
Nim : 0130401120
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam mengenal dua sumber primer dalam perundang-undangan. Pertama, Al-Quran dan
kedua al-Hadits. Terdapat perbedaan yang signifikan pada sistem inventarisasi sumber tersebut.
Al-Quran sejak awal diturunkan sudah ada perintah pembukuannya secara resmi, sehingga
terpelihara dari kemungkinan pemalsuan. Berbeda dengan hadits, tak ada perlakuan khusus yang
baku padanya, sehingga pemeliharaannya lebih merupakan spontanitas dan inisiatif para sahabat.
Hadits pada awalnya hanyalah sebuah literatur yang mencakup semua ucapan, perbuatan, dan
ketetapan Nabi Muhammad SAW. Persetujuan Nabi yang tidak diucapkan terhadap orang-orang
pada zamannya, dan gambaran-gambaran tentang pribadi Nabi. Mula-mula hadits dihafalkan dan
secara lisan disampaikan secara berkesinambungan dari generasi ke generasi.
Setelah Nabi wafat pada tahun 10 H., islam merasakan kehilangan yang sangat besar. Nabi
Muhammad SAW. Yang dianggap sebagai yang memiliki otaritas ajaran islam, dengan
kematiannya umat merasakan otoritas. Hanya Al-Quran satu-satunya sumber informasi yang
tersedia untuk memecahkan berbagai persoalan yang muncul di tengah-tengah umat islam yang
masih muda itu, wahyu-wahyu ilahi, meskipun sudah dicatat, belum disusun dengan baik, dan
belum dapat diperoleh atau tersedia secara materil ketika Nabi Muahammad SAW. wafat.
Wahyu-wahyu dalam Al-Quran yang sangat sedikit sekali mengandung petunjuk yang praktis
untuk dijadikan prinsip pembimbing yang umum dalam berbagai aktivitas. Khalifah-khalifah
awal membimbing kaum muslim dengan semangat Nabi, meskipun terkadang bersandar pada
penilaian pribadi mereka. Namun, setelah beberapa lama, ketika muncul kesulitan-kesulitan yang
tidak dapat lagi mereka pecahkan sendiri, mereka mulai menjadikan sunnah, seperti yang
merupakan kebiasaan perilaku Nabi sebagai acuan dan contoh dalam memutuskan suatu
masalah. Sunnah yang hanya terdapat dalam hafalan-hafalan sahabat tersebut dijadikan sebagai
bagian dari referensi penting setelah Al-Quran. Bentuk-bentuk kumpulan hafalan inilah yang
kemudian disebut dengan hadits.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Sejarah Perkembangan Hadits ?
2. Bagaimana Kodifikasi Sejarah Perkembangan Hadits ?
3. Bagaimana Perkembangan Hadist Pra-Kodifikasi Pada Masa Rosulullah SAW ?
4. Bagaimana Perkembangan Hadits Masa Khulafa al-Rasyidin ?
5. Bagaimana Perkembangan Hadist Masa Sahabat Kecil dan Tabiin Besar ?
6. Bagaimana Perkembangan Hadits Pasca Kodifikasi Pada Masa Abad II dan III ?
7. Bagaimana Perkembangan Hadits Pada Masa Mutaakhir ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalaha sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui Pengertian Sejarah Perkembangan Hadits.
2. Untuk Mengetahui Kodifikasi Sejarah Perkembangan Hadits.
3. Untuk Mengetahui Perkembangan Hadist Pra-Kodifikasi Pada Masa Rosulullah SAW.
4. Untuk Mengetahui Perkembangan Hadits Masa Khulafa al-Rasyidin.
5. Untuk Mengetahui Perkembangan Hadist Masa Sahabat Kecil dan Tabiin Besar.
6. Untuk Mengetahui Perkembangan Hadits Pasca Kodifikasi Pada Masa Abad II dan III.a
7. Untuk Mengetahui Perkembangan Hadits Pada Masa Mutaakhir.
BAB II
PEMBAHASAN
telah aku tinggalkan untuk kalian dua pusaka. Jika kalian berpegang teguh kepada keduanya
niscaya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah (Al-Quran) dan Sunah Rasul-Nya.
(Mudasir.1999.hal 95)
Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadits tersebar secara terbatas.
Penulisan hadits pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan pada masa itu,
Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadits dan sebaliknya Umar
menekankan agar para sahabat mengerahankan perhatiannya untuk menyebarluaskan Al-
Quran*. Pembatasan tersebut dimaksud agar tidak banyak dari sahabat yang mempermudah
penggunaan nama Rosulullah SAW.dalam berbagai urusan. Segala periwayatan yang
mengatasnamakan Rosulullah SAW harus dengan mendatangkan saksi.*
Pada masa itu, khalifah Umar memiliki gagasan untuk membukukan hadits, namun maksdu
tersebut diurungkan setelah beliau melakukan istikharah.
Pada masa pemerintahan Utsman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib tentang periwayatan
tidak berbeda dengan apa yang telah ditempuh oleh kedua khalifah sebelumnya. Namun, langkah
yang diterapkan tidaklah setegas Khalifah Umar Ibn al-Khattab. Dalam sebuah kesempatan,
Utsman meminta para sahabat agar tidak meriwayatkan hadits yang tidak mereka dengar pada
zaman Abu Bakar dan Umar. Namun pada dasarnya periwayatan hadits pada masa pemerintahan
ini lebih banyak daripada pemerintahan sebelumnya. Sehingga masa ini disebut dengan masa
penyebaran sebuah hadits. Hal ini disebabkan oleh karakteristik pribadi Utsman yang lebih
lunak jika dibandingkan dengan Umar. Selain itu, wilayah kekuasaan Islam yang semakin luas
juga menyulitkan pemerintah untuk mengontrol pembatasan riwayat secara maksimal.
Sementara pada masa Ali ibn Abi Thalib, situasinya pemerintahan Islam telah berbeda
dengan masa-masa sebelumnya. Masa itu merupakan masa krisis dan fitnah dalam masyarakat.
Terjadinya peperangan antara beberapa kelompok kepentingan politik juga mewarnai
pemerintahan Ali. Secara tidak langsung, hal itu membawa dampak negative dalam periwayatan
hadits. Kepentingan politik telah mendorong pihak-pihak tertentu melakukan pemalsuan hadits.
Dengan demikian, tidak seluruh periwayatan hadits dapat dipercaya periwayatannya.
Dalam prakteknya, ada dua tipologi cirri-ciri periwayatan hadits dalam perkembangannya yang
dilakukan para sahabat, yakni :
1. Dengan lafadz asli, lafazh yang mereka terima dari Nabi SAW.yang mereka hafal benar lafazh
dari Nabi.
2. Dengan maknanya saja, mereka meriwayatkan maknanya karena tidak hafal lafazh asli dari
Nabi SAW.(Maslani.2009.hal )
A. Simpulan
Sejarah perkembang hadits merupakan masa atau periode yang telah dilalui dari masa
lahirnya dan tumbuh dalam pengetahuan, penghayatan, dan pengalaman umat darigenerasi ke
generasi.
periodisasi sejarah hadits yang membaginya pada lima periode :
1. Periode pertama : masa Rasullulah semenjak Rasullulah diangkat jadi Rasul sampai wafatnya
Masa turun wahyu dan pembentukan masyarakat Islam
2. Periode kedua : masa KhulafaAr-Rasyidin (11 H - 40 H)Masa membatasi dan penyedikitan
periwayatan
3. Periode ketiga : Masa Sahabat kecil dan Tabiin Masa perkembangan dan penyebarluasan
periwayatan hadits.
4. Periode keempat : Masa abad II dan III Hijriyah Masa pembukuan dan penulisan.
5. Periode kelima : Masa Mutaakhir Masa Penyempurnaan penyususnan hadits
Pada periode ini sejarah hadist disebut Ashr al Wahyiwa al Takwin ( masa turunnya
wahyu dan pembentukan masyarakat islam ). Pada saat inilah Hadist lahir berupa sabda (aqwal),
afal da taqrir. Nabi yang berfungsi menerangkan al-quran dalam rangka menegakkan syariat
islam dan membentuk masyarakat Islam
Perkembangan hadits pada masa khulafaal-Rasyidin ini disebut juga sebagai Ashr-At-
Tatsabbut wa Al-Iqlal min Al-Riwayah. Yaitu masa pembatasan dan penyedikitan periwayat
Perkembangan Hadist Masa Sahabat Kecil dan Tabiin Besar in disebut juga Ashr Intisyar
al-Riwayah ila A-Amshr. Yaitu masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadits
Perkembangan Hadist pada masa abad II dan III H Periode ini disebut ASAHR AL-Kitabah
Al-Tadwin, yakni masa penulisan dan pembukuan. Maksudnya penulisan dan pembukuan secara
resmi, yakni yang diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah secara umum. Sebab kalau
secara peroranga sebelum abad II H. hadist sudah banyak ditulis baik pada masa tabiin sahabt
kecil, sahabat besar dan bahkan sejak masa nabi SAW
Perkembangan Hadist Masa Mutaakhir ini Periode ini disebut Ashr al-Tahzhib wa al-Tartib
wa al-Istidrak wa al-JamiI wa al-Syarh wa al-Takhrij wa al-Bahts,yaitu masa pembersihan,
penyusunan, penambahan, pengumpulan, penyerahan, pentakhrijan dan pembahasan yang
berlangsung sejak abad IV sampai 656 H. Ulama yang hidup pada mulai abad IV disebut ulama
Mutaakhir, sedangkan ulama yang hidup sebelumnya disebut ulama Mutaqaddimin.
B. Saran
Dengan adaNya makalah ini saya berharap dengan mengetahui sejarah perkembangan hadits
agar umat Islam lebih bersifat inskusif terhadap beberapa hasanan pemikiran tentang segala hal.
Sehingga ajaran Islam dapat menjadi dinamis dan dapat menjawab berbagai tuntunan perubahan
zaman.