Anda di halaman 1dari 12

MACAM – MACAM IBADAH DITINJAU

DARI BERBAGAI SEGI


A. Pengertian Ibadah dalam Berbagai Perspektif

Secara etimologis, kata ibadah merupakan bentuk mashdar dari


kata kata abada yang tersusun dari huruf ‘ain, ba, dan dal. Arti
dari kata tersebut mempunyai dua makna pokok yang kelihatan
bertentangan atau bertolak belakang. Pertama, mengandung
pengertian lin wa zull yakni ; kelemahan dan kerendahan. Kedua
mengandung pengertian syiddat wa qilazh yakni; kekerasan dan
kekasaran.
H. Abd. Muin Salim menjelaskan bahwa, dari makna pertama
diperoleh kata ‘abd yang bermakna mamluk (yang dimiliki) dan
mempunyai bentuk jamak ‘abid dan ‘ibad. Bentuk pertama
menunjukkan makna budak-budak dan yang kedua untuk makna
“hamba-hamba Tuhan”. Dari makna terak hir inilah bers umber kata
abada, ya’budu,’ibadatan yang secara leksikal bermakna “tunduk
merendahkan, dan menghinakan diri kepada dan di hadapan Allah.
Dalam bukunya Jalan Lurus Menuju Hati Sejahtera dijelaskan,
bahwa kata ibadah mengandung ke-mujmal-an dan kemudahan.
A y a t - a y a t a l - Q u r a n y a n g m e n g g u n a k a n k a t a ‘ a b d ( ‫ ) عـبـد‬d a n y a n g
serupa dan dekat maknanya adalah seperti khada’ (tunduk
merendahkan diri); khasya’a (khusyuk); atha’a (mentaati), dan zal
(menghinakan diri).
T. M . H a s b i A s h - S h i d d i e q y j u g a m e n j e l a s k a n b a h w a i b a d a h d a r i
segi bahasa adalah “taat, menurut, mengikut, tunduk, dan doa”.
Menurut istilah, tidak disepakati tentang pengertian ibadah.
Dengan demikian, ibadah secara terminologis ditemukan dalam
ungkapan yang berbeda-beda. TM. Hasbi Ash-Shiddieqy dalam
mengutip beberapa pendapat, ditemukan pengertian ibadah yang
beragam, misalnya ; perspektif ulama tauhid mengartikan ibadah

M. Quraish Shihab, menyatakan, ibadah adalah suatu bentuk


ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya sebagai
dampak dari rasa pengagungan yang bersemai dalam lubuk hati
seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia tunduk. Rasa itu
lahir akibat adanya keyakinan dalam diri yang beribadah bahwa
obyek yang kepadanya ditujukan ibadah itu memiliki kekuasaan
yang tidak dapat terjangkau hakikatnya.
B. Macam Ibadah Ditinjau Dari Berbagai Segi

1. Dari Segi Ruang Lingkupnya


Dilihat dari segi ruang lingkupnya dapat di bagi menjadi 2 macam yakni :

• • Ibadah Khassah, yaitu ibadah yang ketentuan dan cara


pelaksanaannya telah ditetapkan oleh nas. seperti; Shalat, zakat,
puasa, haji, dan lain sebagainya.

• • Ibadah ‘Ammah, yaitu semua pernyataan dan perbuatan yang


baik, dilakukan dengan niat yang baik, semata-mata karena Allah SWT
(Ikhlas), seperti; makan, minum, bekerja, berbuat kebaikan kepada
orang lain dan lain sebagainya.
2. Dari Segi Bentuk Dan Sifatnya
Dilihat dari segi bentuk dan sifatnya ibadah dibagi menjadi 4 macam yaitu :

• • Ibadah yang berupa Perkataan, yakni tasbih, takbir, tahlil, do’a,


tadarus, Al-Qur’an, menyahuti orang yang sedang bersin, adzan,
istiqamah, dan lain sebagainya.
• • Ibadah yang berupa Perbuatan, yang tidak ditentukan bentuknya,
seperti: menolong orang yang tenggelam, jatuh, menyelenggarakan
pengurusan jenazah, membela diri dari gangguan orang lain, dan lain
sebagainya.
• • Ibadah yang dalam pelaksanaannya berupa Menahan Diri,
seperti puasa, i’tikaf (menahan diri dari jima’) bermubasyarah (bergaul
dengan istri), wuquf di Arafah, Ihram, menahan diri untuk menggunting
rambut dan kuku ketika haji.
• • Ibadah yang bersifat Menggugurkan Hak, seperti:
membebaskan orang yang berhutang dari hutangnya, memaafkan
kesalahan dari orang yang bersalah.
3. Dari Segi Waktu dan Keadaannya
Dilihat dari segi waktu dan keadaannya, Hasbi As-Shiddiqi membagi kepada
36 macam. 10 macam, diantaranya adalah :

a. Muadda‘ yaitu ibadah yang dikerjakan dalam waktu yang telah


ditetapkan oleh syara’. Contoh melaksanakan shalat lima waktu yang masih
dalam batas waktu yang ditetapkan, sehingga shalatnya disebut ada’.

b. Mua’ad yaitu suatu ibadah yang dikerjakan dengan diulangi sekali lagi
dalam waktunya untuk menambah kesempurnaan, contoh melaksanakan
shalat secara berjama’ah dalam waktunya setelah melaksanakannya secara
munfarid atau sendirian pada waktu yang sama.

c. Maqdi yakni ibadah yang dikerjakan setelah melampaui batas waktu


yang telah ditetapkan oleh syara’.Ibadah ini merupakan ibadah pengganti
dari ibadah yang tertinggal, baik dengan sengaja maupun tidak. Seperti
karena sakit, tertidur, maupun dalam perjalanan. Ibadah ini disebut dengan
qada’.
d. Muwaqqat yakni suatu ibadah yang dikaitkan dengan syara’ dengan waktu
tertentu dan terbatas, seperti shalat 5 waktu, bahkan termasuk puasa dibulan
ramadhan.

e. Mutlaq, yaitu ibadah yang sama sekali tidak dikaitkan waktunya oleh syara’
dengan waktu yang terbatas, seperti membayar kaffarat, sebagai hukuman bagi
yang melanggar sumpah.

f. Muwassa’ yaitu ibadah yang lebih luas waktunya dari waktu yang diperlukan
untuk melaksanakan kewajiban yang dituntut pada waktu itu, seperti shalat lima
waktu. Maksudnya seseorang diberikan hak mengerjakan shalatnya diawal waktu,
pertengahan, dan akhir, asalkan setelah selesai melaksanakannya belum berakhir
waktunya.

g. Mu’ayyan yaitu seperti ibadah tertentu yang dituntut oleh syara’ seperti
kewajiban atas perintah shalat, sehingga tidak boleh digantikan dengan ibadah lain
sebagai alternatif pilihannya.
h. Mudayyaq, yaitu ibadah yang waktunya sepanjang dan sebanyak yang
di fardhukan dalam waktu itu, seperti puasa. Dalam puasa ramdhan, hanya
dikhususkan untuk puasa wajib dan tidak dibolehkan mengerjakan puasa
yang lain pada waktu itu.

i. Mukhayyar, yaitu suatu ibadah yang boleh dipilih salah satu dari yang
diperintahkan. Seperti kebolehan memilih antara beristinja dengan air atau
batu, kemudian atau memilih kaffarat sumpah dengan memberi makan
orang miskin atau memerdekakan hamba sahaya.

j. Ghairu Muhadda yaitu ibadah yang tidak dibatasi kadarnya oleh


syara’, seperti mengeluarkan harta dijalan Allah, memberi makan orang
musafir.
C. Hikmah Adanya Ibadah
Hikmah Ibadah ditulis yakni 5 macam :

a. Tidak Syirik
Seorang hamba yang sudah berketetapan hati untuk senantiasa beribadah
menyembah kepada Nya, maka ia harus meninggalkan segala bentuk syirik.
Ia telah mengetahui segala sifat-sifat yang dimiliki Nya adalah lebih besar dari
segala yang ada, sehingga tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli-Nya.

b. Memiliki ketakwaan
Ketakwaan yang dilandasi cinta timbul karena ibadah yang dilakukan manusia
setelah merasakan kemurahan dan keindahan Allah SWT. Setelah manusia
melihat kemurahan dan keindahan Nya munculah dorongan untuk beribadah
kepada Nya. Sedangkan ketakwaan yang dilandasi rasa takut timbul karena
manusia menjalankan ibadah dianggap sebagai suatu kewajiban bukan
sebagai kebutuhan. Ketika manusia menjalankan ibadah sebagai suatu
kewajiban adakalanya muncul ketidak ikhlasan, terpaksa dan ketakutan akan
balasan dari pelanggaran karena tidak menjalankankewajiban.
c. Terhindar dari kemaksiatan
Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat sehingga dapat menjadi tameng dari pengaruh kemaksiatan,
tetapi keadaan ini hanya bisa dikuasai jika ibadah yang dilakukan berkualitas. Ibadah ibarat sebuah baju
yang harus selaludipakai dimanapun manusia berada.

d. Berjiwa sosial
Ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan keadaan lingkungan disekitarnya, karena
dia mendapat pengalaman langsung dari ibadah yang dikerjakannya. Sebagaimana ketika melakukan
ibadah puasa, ia merasakan rasanya lapar yang biasa dirasakan orang-orang yang kekurangan.
Sehingga mendorong hamba tersebut lebih memperhatikan orang lain.

e. Tidak kikir
Harta yang dimiliki manusia pada dasarnya bukan miliknya tetapi milik Allah SWT yang seharusnya
diperuntukan untuk kemaslahatan umat. Tetapi karena kecintaan manusia yang begita besar terhadap
keduniawian menjadikan dia lupa dan kikir akan hartanya. Berbeda dengan hamba yang mencintai Allah
SWT, senantiasa dawam menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT, ia menyadari bahwa miliknya adalah
bukan haknya tetapi ia hanya memanfaatkan untuk keperluanya semata-mata sebagai bekal di akhirat
yang diwujudkan dalam bentuk pengorbanan hartauntuk keperluan umat.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai