Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah : Tafsir dan Hadits Tarbawi
Dosen Pengampu : Drs. Rofi’i, M.Ag.

Oleh:
Dahlianti
NIM 1901140033
Purnama Uswatun Khasanah
NIM 1901140027

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS TARBIYYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI
TAHUN 1442 H / 2021 M
KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr. Wb

Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan Rahmat, Taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan
dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia. Adapun makalah yang
akan dibahas yaitu dengan judul “Lingkungan Pendidikan”.

Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dalam penyusunan


makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca
sangat diharapkan guna penyempurnaan makalah ini dan sebagai bahan acuan
untuk kedepannya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
mata kuliah Tafsir dan Hadits Tarbawi yakni, Drs. Rofi’i, M.Ag. Atas ketersediaan
menuntun penulis dalam penulisan makalah ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah ikut
berpartisipasi dalam penyusunan dan pengumpulan data makalah ini. Tanpa
bantuan dan dukungan dari teman-teman semua makalah ini tidak akan
terselesaikan dengan tepat waktu.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Palangkaraya, 14 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 2

C. Tujuan Masalah ............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Hadits Tentang Pengaruh Orang Tua ............................................................ 3

1. LM: 1702 .................................................................................................... 3

B. Hadits Pengaruh Lingkungan Terhadap kepribadian .................................... 5

1. HR. Bukhari: 5018 ...................................................................................... 5

C. Hadits Pengaruh Guru ................................................................................... 8

1. HR. Muslim: 5327 ....................................................................................... 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................... .19

B. Saran ............................................................................................................... .20

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya auntuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bnagsa, dan negara. Untuk itu,
kualitas sumber daya manusia (SDM) perlu ditingkatkan melalui berbagai
program pendidikan yang dilaksanakan secara sistematis dan terarah
berdasarkan kepentingan yang mengacu pada kemajuan ilmu pegetahuan dan
teknologi (IPTEK). Dan dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan (IMTAK).

Pendidikan Islam merupakan sebuah sistem yang memiliki keterkaitan


antar-komponen-komponen. Komponen-komponen itu adalah tujuan, pendidik,
pserta didik, alat-alat pendidikan, dan lingkungan, yang antara satu dengan
aiinya saling berkaitan dan membentuk suatu sistem terpadu (Tafsir, 1994: 47).

Lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting terhadap


keberhasilan pendidikan Islam. Karena perkembangan jiwa anak itu sangat
dipengerahui oleh keadaan lingkungannya. Lingkungan dapat memberikan
pengaruh yang positif dan pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan dan
perkembangan jiwa anak, sikapnya, akhlaknya, dan perasaan agamanya.
Pengaruh tersebut terutama datang dari teman sebaya dan masyarakat
lingkunganya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa isi hadits tentang pengaruh orang tua?
2. Apa hadits pengaruh lingkungan terhadap kepribadian?
3. Apa hadits pengaruh guru?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa hadits tentang pengaruh orang tua.
2. Untuk mengetahui apa hadits pengaruh lingkungan terhadap
kepribadian.
3. Untuk mengetahui hadits pengaruh guru.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hadits tentang Pengaruh Orang Tua


1. LM: 1702

‫ ( َما ِم ْن َموْ لُوْ ٍد‬:‫ قَا َل النَّبِ ِى صلى هللا عليه و سلم‬.ُ‫ع ْنه‬ َ ُ‫حديث أَبِى ُه َري َْرةَ َر ِض َي هللا‬
ُ‫ َك َما ت ُ ْنت َ ُج البَه ْي َمة‬.‫سانِ ِه‬
َ ‫ فَأَبَ َوهُ يُ َه ِودَانِ ِه أَوْ يُنَ ِص َرانِ ِه أَوْ يُ َم ِج‬.‫علَى ال ِف ْط َر ِة‬
َ ُ‫إَالَّيُوْ لَد‬
ِ
:‫بَ ِه ْي َمة جَمْ عَا َء َه ْل ت ُ ِحسُّوْ نَ فِ ْي َها ِم ْن َج ْدعَا َء ؟) ث ُ َّم يَقُوْ ُل أَبُوْ ُه َري َْرةَ رضي هللاُ عنه‬
ِ َ‫ ذَا ِلك‬,ِ‫ق هللا‬
‫ أخرجه‬-‫الدي ُْن ال َقيِ ُم‬ ِ ‫علَ ْي َها الَت َ ْب ِد ْي َل ِل َخ ْل‬ َ َّ‫فِ ْط َرةَ هللاِ التِى فَ َط َر الن‬
َ ‫اس‬

Artinya :

“Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi saw. bersabda: Tiada bayi yang dilahirkan
melainkan lahir di atas fitrah, maka ayah bundanya yang menjadikannya
Yahudi, Nasrani, dan Majusi, sebagai lahirnya binatang yang lengkap
sempurna. Apakah ada binatang yang lahir putus telinganya ? Kemudian Abu
Hurairah r.a. membaca : Fitrah yang diciptakan Allah pada semua manusia,
tiada perubahan terhadap apa yang dicipta oleh Allah. Itulah agama yang
lurus” (Bukhari Muslim).

At-Thabari dan Ibn al-Mundzir menjelaskan, dengan mengutip


pendapat Mujahid, bahwa fitrah yang dimaksud adalah agama (dîn) Islam. Ini
juga makna yang dipegang oleh Abu Hurairah dan Ibn Syihab. Maknanya
bahwa seorang anak dilahirkan dalam keadaan selamat dari kekufuran. Itulah
janji setiap jiwa kepada Allah tatkala masih dalam kandungan, sebagaimana
diisyaratkan dalam surah al-A’raf 172-173 :.

‫علَى أ َ ْنفُس ِِه ْم‬ ْ َ ‫ُور ِه ْم ذُ ِريَّت َ ُه ْم َوأ‬


َ ‫ش َهدَ ُه ْم‬ ِ ‫ظه‬ ُ ‫َوإِ ْذ أ َ َخذَ َربُّكَ ِم ْن بَنِي آدَ َم ِم ْن‬
َ‫غافِ ِلين‬َ ‫ْت ِب َر ِب ُك ْم قَالُوا بَلَى ش َِه ْدنَا أ َ ْن تَقُولُوا يَوْ َم ْال ِقيَا َم ِة إِنَّا ُكنَّا ع َْن َهذَا‬ ُ ‫أَلَس‬
‫ش َركَ آبَا ُؤنَا ِم ْن قَ ْب ُل َو ُكنَّا ذُ ِريَّة ِم ْن بَ ْع ِد ِه ْم أَفَت ُ ْه ِل ُكنَا ِب َما‬ْ َ ‫) أَوْ تَقُولُوا إِنَّ َما أ‬271(
َ‫فَعَ َل ْال ُمب ِْطلُون‬

3
Artinya:
172.Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap
Ini (keesaan Tuhan)",
173. Atau agar kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya orang-orang tua
kami Telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami Ini adalah
anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau
akan membinasakan kami Karena perbuatan orang-orang yang sesat
dahulu?" (QS. Al-A’raf : 172-173)
Maka fitrah adalah seperti yang disampaikan oleh Ibn Abd al-Bar dan
Ibn ‘Athiyah, yaitu karakter ciptaan dan kesiapan yang ada pada diri anak
ketika dilahirkan, yang menyediakan atau menyiapkan untuk
mengidentifikasi ciptaan-ciptaan Allah dan menjadikan dalil pengakuan
terhadap Robb-nya, mengetahui syaritnya dan mengamatinya.
Abu al-‘Abbas menyatakan bahwa Allah Swt. menciptakan hati anak
Adam siap untuk menerima kebenaran seperti menciptakan mata siap untuk
melihat dan telinga siap untuk mendengar. Hanya saja, faktor-faktor berupa
bisikan setan jin maupun setan manusia serta hawa nafsu bisa
meggelincirkannya dari kebenaran. Jadi, ibu-bapaknya dalam hadis di atas
merupakan permisalan dari bisikan setan yang menjadikannya seorang kafir
atau musyrik.
Ibn al-Atsir mengomentari hadis di atas: Fitrah adalah ciptaan atau
kreasi. Fitrah di antaranya adalah kondisi seperti berdiri atau duduk. Hadis
tersebut bermakna bahwa setiap insan dilahirkan di atas suatu jenis dari
jibillah (ciptaan) dan tabiat yang siap-sedia untuk menerima agama. Hal
senada diungkapkan oleh Zamakhsyari. (Al-Fâ’iq, 3/128).

4
Berdasarkan nash-nash di atas, maka makna fitrah adalah karakteristik
ciptaan, yaitu karakteristik bawaan yang melekat dalam diri setiap manusia sejak
dilahirkan.
Jika kita analisis, karakteristik bawaan itu tidak lain adalah potensi
kehidupan manusia berupa hajât al-‘udhâwiyah (kebutuhan untuk tetap hidup) dan
gharâ’iz—jamak dari gharîzah—(naluri/insting). Tabiat yang berupa kesiapan
menerima agama dan kelurusan itu tidak lain adalah gharîzah at-tadayyun (naluri
beragama). Jadi, kesaksian dalam surat al-A'raf tersebut adalah kesaksian
naluriah/instingtif (syahâdah ghâriziyyah atau syahâdah fithriyyah) dan bukan
kesaksian imani (syahâdah îmâniyyah). Kesaksian itu tidak akan bisa dilupakan
oleh manusia karena melekat dalam dirinya dan tidak akan hilang sampai
Setelah anak itu di didik oleh kedua orang tuanya, maka pendidik
selanjutnya adalah lingkungan. Tetapi, Allah menciptakan manusia itu mempunyai
naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid,
maka itu hanya pengaruh lingkungan.
Maka, lingkungan itu penting sekali untuk perkembangan anak. Maka kita
harus berhati-hati dalam memilih lingkungan. Kalau lingkungan itu bagus, maka
perkembangan jiwa anak itu akan bagus. Tapi bisa sebaliknya. Kalau manusia itu
di dalam akal atau pikirannya sudah tahu yang benar dan yang salah, maka itu
dirinci oleh al qur’an. Memang, manusia perlu dan butuh al qur’an. Dan manusia
harus:
a. Baca al qur’an
b. Memahami isi al qur’an
c. Melaksanakan isi al qur’an
d. Menyiarkan atau mengamalkan al qur’an sampai akhir zaman.

B. Pengaruh Lingkungan Terhadap Kepribadian


1. HR. BUKHARI: 5108
َ ُ ‫َحدَّثَنَا ُم َح َّمدُ ب ُْن ْالعَ ََل ِء َحدَّثَنَا أَبُو أ‬
َ ‫سا َمةَ ع َْن ب َُر ْي ٍد ع َْن أَبِي بُرْ دَةَ ع َْن أ َ ِبي ُمو‬
‫سى‬
ِ ‫سلَّ َم قَا َل َمث َ ُل ْال َج ِل‬
‫يس الصَّا ِلحِ َوالسَّوْ ِء‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫اَّلل‬ َ ِ ‫ع ْنهُ ع َْن النَّ ِبي‬ َّ ‫َر ِض َي‬
َ ُ‫اَّلل‬

5
َ ‫ام ُل ْال ِمس ِْك إِمَّا أ َ ْن ي ُْح ِذيَكَ َوإِمَّا أ َ ْن ت َ ْبتَا‬
‫ع ِم ْنهُ َوإِ َّما أ َ ْن‬ ِ ‫ير فَ َح‬ ِ ‫ام ِل ْال ِمس ِْك َونَافِخِ ْال ِك‬
ِ ‫َك َح‬
‫ير إِمَّا أ َ ْن ي ُْح ِرقَ ثِيَابَكَ َوإِمَّا أ َ ْن ت َ ِجدَ ِريحا َخ ِبيثَة‬ ِ ‫ت َ ِجدَ ِم ْنهُ ِريحا َط ِيبَة َونَافِ ُخ ْال ِك‬
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al 'Ala`] telah
menceritakan kepada kami [Abu Usamah] dari [Buraid] dari [Abu Burdah]
dari [Abu Musa] radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
beliau bersabda: "Perumpamaan teman yang shalih dengan teman yang
buruk bagaikan penjual minyak wangi dengan pandai besi, bisa jadi penjual
minyak wangi itu akan menghadiahkan kepadamu atau kamu membeli
darinya atau kamu akan mendapatkan bau wanginya sedangkan pandai
besi hanya akan membakar bajumu atau kamu akan mendapatkan bau tidak
sedapnya." (HR. Bukhari: 5108).
Ada tiga faktor yang mempengaruhi sikap mental dan kepribadian
seseorang. Pertama, faktor keluarga. Rasulullah Saw bersabda:
َ ‫يُنَ ِص َرانِ ِه أَوْ يُ َم ِج‬. ‫رواه البخارى عن أبى هريرة‬
‫سانِ ِه‬

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka orang tualah


yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR Bukhari
dari Abi Hurairah)

Kedua, faktor masyarakat atau lingkungan. Rasulullah Saw bersabda:

ُ ‫ع َلى ِدي ِْن َخ ِل ْي ِل ِه فَ ْليَ ْن‬


‫ظرْ َم ْن يُ َخا ِل ُل رواه الترمذى والحاكم عن أبى هريرة‬ َ ‫الرَّ ُج ُل‬

“Seseorang berada pada keagamaan temannya, maka lihatlah siapa


yang dijadikan temannya.” (HR Tirmizi dan al-Hakim dari Abi
Hurairah)

Beberapa penelitian ilmiah telah menemukan bahwa sikap, mental


dan kepribadian seseorang sangat dipengaruhi siapa teman dekatnya.
Selaras dengan itu, Ali bin Abi Talib berkata, “Bersahabatlah dengan orang
yang selalu berbuat kebajikan, niscaya engkau menjadi salah satu dari
mereka, dan jauhilah yang gemar berbuat jahat, niscaya engkau akan
terhindar dari akibat kejahatan mereka.”

6
Ketiga, faktor pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal,
pendidikan agama maupun pendidikan keagamaan. Para pakar pendidikan
dan psikologi telah sepakat, pengaruh keturunan, pengaruh pendidikan masih
kalah kuat dibanding dengan pengaruh pergaulan. Tentang mahalnya arti
sebuah lingkungan sebagaimana yang difirmankan Allah, dalam surah
Ibrahim (14) : 37

َ‫ججعَ ۡل أَ ۡفد مَة ِمن‬ َّ ‫غ ۡي ِر ذِي َز ۡرعٍ ِعندَ بَ ۡيتِكَ ۡٱل ُمحَرَّ ِم َربَّنَا ِليُ ِقيمُواْ ٱل‬
ۡ ‫صلَ ةوةَ َف‬ َ ‫َنت ِمن ذُ ِريَّتِي بِ َوا ٍد‬ُ ‫رَّ بَّنَا ٓ إِنِ ٓي أ َ ۡسك‬
ِ ‫اس ت َ ۡه ِو ٓي إِلَ ۡي ِهمۡ َو ۡٱر ُز ۡقهُم ِمنَ ٱلث َّ َم ة َر‬
َ‫ت لَعَلَّهُمۡ يَ ۡش ُك ُرون‬ ِ َّ‫ٱلن‬

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian


keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di
dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami
(yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat, maka jadikanlah
hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah
mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”

Do’a ini dipanjatkan Nabi Ibrahim as saat beliau akan meninggalkan


isteri dan anaknya, yakni Hajar dan Ismail putra tercintanya, di sebuah
lembah yang tandus, kering kerontang tidak ada tumbuh-tumbuhan dan
tanaman, bahkan tidak ada kehidupan. Dari sinilah banyak hikmah yang bisa
diteladani, terutama dengan metode pendidikan yang diterapkan Nabi
Ibrahim as kepada keluarganya.

Pertama, beliau tidak meninggalkan keluarganya di sembarang tempat.


Beliau menempatkannya di dekat Baitullah (rumah Allah). Tentu saja ini
bukan suatu kebetulan, melainkan sebagai pertanda: sejak awal, Nabi Ibrahim
as ingin mengkondisikan keluarganya untuk dekat dengan Baitullah. Seakan
beliau yakin betul betapa tidak mungkin anak dan keluarganya menjadi saleh
dan taat, tanpa mengenal Baitullah. Dalam konteks sekarang bisa berupa
masjid. Sangat kontras dengan yang terjadi pada anak-anak kita sekarang,
lebih suka pergi ke mall daripada ke masjid. Hal ini terjadi karena banyak

7
orang tua yang tidak mempertautkan hati anak-anaknya dengan masjid,
sehingga Baitullah menjadi tempat yang asing bagi mereka.

Kedua, beliau meminta dalam do’anya, “Agar mereka mendirikan


salat.” Ini adalah permohonan yang berorientasi untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Sebuah permohonan yang tidak jarang dikumandangkan oleh
para orang tua, dan kaum pendidik sekarang. Visi dan Misi dunia pendidikan
sekarang lebih dominan material oriented, lebih menitik-beratkan pada
kecerdasan intelektual daripada kecerdasan spiritual. Salat yang merupakan
simbol keharmonisan hubungan dengan Allah, akan membuahkan
kesuksesan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, pada saat ini kurang
diperhatikan oleh orang tua.

Ketiga, permohonan berikutnya, “Jadikanlah hati sebagian manusia


cenderung kepada mereka.” Beliau mengharapkan anak turunannya jadi
orang-orang yang dicintai masyarakat, dan seseorang itu dicintai karena
akhlaknya. Inilah indikasi keberhasilan metode pendidikan, yaitu ketika
mampu meluluskan anak-anaknya yang berakhlak mulia. Semakin lama
seseorang belajar, seharusnya semakin baik akhlaknya. Semakin tinggi gelar
seseorang, seharusnya semakin bermoral. Namun kenyataan di lapangan tidak
demikian, betapa mereka bergelar tinggi, justru tidak bermoral, korupsi dan
melakukan banyak kedzaliman.

Keempat, Nabi Ibrahim menutup do’anya dengan rezeki material, “Dan


berilah mereka rezeki dari buah-buahan.” Logika kita, akan mengatakan
seharusnya permohonan inilah yang mesti didahulukan, mengingat
keberadaan keluarganya di lembah yang kering dan tandus. Tetapi
kenyataannya yang diminta Nabi Ibrahim as tidak demikian.

C. Pengaruh Guru
1. HR. MUSLIM: 5327
‫ع ْب ِد الرَّ ْح َم ِن ب ِْن أَبِي لَ ْيلَى‬
َ ‫ت ع َْن‬ٌ ِ‫سلَ َمةَ َحدَّثَنَا ثَاب‬ َ ‫َحدَّثَنَا َهدَّابُ ب ُْن َخا ِل ٍد َحدَّثَنَا َحمَّادُ ب ُْن‬
َ‫سلَّ َم قَا َل كَانَ َم ِل ٌك فِي َم ْن كَانَ قَ ْبلَ ُك ْم َوكَان‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫اَّلل‬ َّ ‫ب أ َ َّن َرسُو َل‬
َ ِ‫اَّلل‬ ُ ‫ع َْن‬
ٍ ‫ص َه ْي‬

8
‫غ ََلما أُعَلِمْ هُ الس ِْح َر فَبَعَ َ‬
‫ث إِلَ ْي ِه‬ ‫ت فَا ْبعَ ْث إِلَ َّي ُ‬‫اح ٌر فَلَمَّا َك ِب َر قَا َل ِل ْل َم ِل ِك إِنِي قَ ْد َك ِبرْ ُ‬
‫س ِ‬‫لَهُ َ‬
‫س ِم َع ك َََل َمهُ فَأ َ ْع َجبَهُ فَكَانَ إِذَا‬
‫سلَكَ َراهِبٌ فَقَعَدَ إِلَ ْي ِه َو َ‬ ‫غ ََلما يُعَ ِل ُمهُ فَكَانَ فِي َط ِري ِق ِه إِذَا َ‬ ‫ُ‬

‫شكَا ذَ ِلكَ ِإلَى الرَّ ا ِه ِ‬


‫ب‬ ‫ب َوقَعَدَ ِإلَ ْي ِه فَ ِإذَا أَتَى الس ِ‬
‫َّاح َر ض ََربَهُ فَ َ‬ ‫أَتَى الس ِ‬
‫َّاح َر َمرَّ ِبالرَّ ا ِه ِ‬
‫َّاح ُر‬
‫سنِي الس ِ‬ ‫سنِي أ َ ْه ِلي َو ِإذَا َخشِيتَ أ َ ْه َلكَ َفقُ ْل َحبَ َ‬‫َّاح َر َفقُ ْل َحبَ َ‬
‫فَقَا َل ِإذَا َخشِيتَ الس ِ‬
‫اس فَقَا َل ْاليَوْ َم أ َ ْعلَ ُم آلس ِ‬
‫َّاح ُر‬ ‫س ْت النَّ َ‬‫علَى دَابَّ ٍة ع َِظي َم ٍة قَ ْد َحبَ َ‬‫فَبَ ْينَ َما ُه َو َكذَ ِلكَ ِإ ْذ أَتَى َ‬
‫ض ُل أ َ ْم الرَّ اهِبُ أ َ ْف َ‬
‫ض ُل َفأ َ َخذَ َح َجرا َفقَا َل اللَّ ُه َّم ِإ ْن كَانَ أَمْ ُر الرَّ ا ِه ِ‬
‫ب أَحَبَّ ِإ َليْكَ ِم ْن أَمْ ِر‬ ‫أ َ ْف َ‬
‫اس َفأَتَى‬ ‫اس فَ َر َما َها فَقَتَلَ َها َو َمضَى النَّ ُ‬ ‫مْض َي النَّ ُ‬ ‫َّاح ِر فَ ْ‬
‫اقت ُ ْل َه ِذ ِه الدَّابَّةَ َحتَّى يَ ِ‬ ‫الس ِ‬
‫ض ُل ِم ِني قَ ْد َبلَ َغ ِم ْن أَم ِْركَ َما‬ ‫ب فَأ َ ْخ َب َرهُ فَقَا َل لَهُ الرَّاهِبُ أ َ ْي بُنَ َّي أ َ ْنتَ ْال َيوْ َم أ َ ْف َ‬‫الرَّ ا ِه َ‬
‫ص‬‫علَ َّي َوكَانَ ْالغُ ََل ُم يُب ِْرئُ ْاْل َ ْك َمهَ َو ْاْلَب َْر َ‬ ‫أ َ َرى َو ِإنَّكَ َ‬
‫ست ُ ْبتَلَى فَ ِإ ْن ا ْبتُلِيتَ فَ ََل تَدُ َّل َ‬
‫يس ِل ْل َم ِل ِك كَانَ قَ ْد ع َِم َي فَأَتَاهُ بِ َهدَا َيا َك ِث َ‬
‫ير ٍة‬ ‫س ِم َع َج ِل ٌ‬‫اء َف َ‬‫سا ِئ ِر ْاْل َ ْد َو ِ‬
‫اس ِم ْن َ‬‫َويُدَا ِوي النَّ َ‬
‫اَّللُ َف ِإ ْن‬
‫ش ِفي َّ‬ ‫ش ِفي أ َ َحدا ِإنَّ َما َي ْ‬
‫شفَ ْيت َ ِني فَقَا َل ِإ ِني َال أ َ ْ‬
‫فَقَا َل َما َها ُهنَا لَكَ أ َ ْج َم ُع ِإ ْن أَ ْنتَ َ‬
‫اَّللُ فَأَتَى ْال َم ِلكَ فَ َجلَ َ‬
‫س إِلَ ْي ِه َك َما‬ ‫اَّللِ فَ َ‬
‫شفَاهُ َّ‬ ‫شفَاكَ فَآ َمنَ بِ َّ‬‫اَّللَ فَ َ‬
‫ت َّ‬ ‫أ َ ْنتَ آ َم ْنتَ بِ َّ‬
‫اَّللِ دَعَوْ ُ‬
‫غي ِْري قَا َل َربِي‬ ‫ص َركَ قَا َل َربِي قَا َل َولَكَ َربٌّ َ‬ ‫س فَقَا َل لَهُ ْال َم ِل ُك َم ْن َردَّ َ‬
‫علَيْكَ بَ َ‬ ‫كَانَ يَ ْج ِل ُ‬
‫علَى ْالغُ ََل ِم فَ ِجي َء بِ ْالغُ ََل ِم فَقَا َل لَهُ ْال َم ِل ُك أ َ ْي‬ ‫اَّللُ فَأ َ َخذَهُ فَلَ ْم يَ َز ْل يُعَ ِذبُهُ َحتَّى دَ َّل َ‬
‫َو َربُّكَ َّ‬
‫ش ِفي‬‫ص َوت َ ْفعَ ُل َوت َ ْفعَ ُل فَقَا َل إِنِي َال أ َ ْ‬ ‫س ْح ِركَ َما تُب ِْرئُ ْاْل َ ْك َمهَ َو ْاْلَب َْر َ‬ ‫بُنَ َّي قَ ْد بَلَ َغ ِم ْن ِ‬
‫ب فَ ِقي َل‬
‫ب فَ ِجي َء بِالرَّ ا ِه ِ‬ ‫اَّللُ فَأ َ َخذَهُ فَلَ ْم يَ َز ْل يُعَ ِذبُهُ َحتَّى دَ َّل َ‬
‫علَى الرَّ ا ِه ِ‬ ‫أ َ َحدا إِنَّ َما يَ ْ‬
‫ش ِفي َّ‬
‫شقَّهُ َحتَّى‬‫س ِه فَ َ‬ ‫ق َرأْ ِ‬ ‫ض َع ْال ِمئْش َ‬
‫َار فِي َم ْف ِر ِ‬ ‫لَهُ ارْ ِجعْ ع َْن دِينِكَ فَأَبَى فَدَعَا بِ ْال ِمئْش َِار فَ َو َ‬
‫َار فِي‬‫ض َع ْال ِمئْش َ‬
‫يس ْال َم ِل ِك فَ ِقي َل لَهُ ارْ ِجعْ ع َْن دِينِكَ فَأَبَى فَ َو َ‬ ‫شقَّاهُ ث ُ َّم ِجي َء بِ َج ِل ِ‬
‫َوقَ َع ِ‬
‫شقَّاهُ ث ُ َّم ِجي َء بِ ْالغُ ََل ِم فَ ِقي َل لَهُ ارْ ِجعْ ع َْن دِينِكَ فَأَبَى‬
‫شقَّهُ بِ ِه َحتَّى َوقَ َع ِ‬ ‫ق َرأْ ِ‬
‫س ِه فَ َ‬ ‫َم ْف ِر ِ‬
‫صعَدُوا بِ ِه ْال َجبَ َل فَ ِإذَا‬ ‫اذ َهبُوا بِ ِه إِلَى َجبَ ِل َكذَا َو َكذَا فَا ْ‬‫ص َحابِ ِه فَقَا َل ْ‬‫فَدَفَعَهُ إِلَى نَفَ ٍر ِم ْن أ َ ْ‬
‫ص ِعدُوا بِ ِه ْال َجبَ َل فَقَا َل‬
‫اط َرحُوهُ فَذَ َهبُوا بِ ِه فَ َ‬‫بَلَ ْغت ُ ْم ذُرْ َوتَهُ فَ ِإ ْن َر َج َع ع َْن دِينِ ِه َوإِ َّال فَ ْ‬
‫طوا َو َجا َء يَمْ شِي إِلَى ْال َم ِل ِك فَقَا َل لَهُ‬ ‫سقَ ُ‬‫ف بِ ِه ْم ْال َجبَ ُل فَ َ‬
‫شئْتَ فَ َر َج َ‬ ‫اللَّ ُه َّم ا ْك ِفنِ ِ‬
‫يه ْم بِ َما ِ‬
‫ص َحابِ ِه فَقَا َل ْ‬
‫اذ َهبُوا بِ ِه‬ ‫اَّللُ فَدَفَعَهُ إِلَى نَفَ ٍر ِم ْن أ َ ْ‬
‫يه ُم َّ‬ ‫ْال َم ِل ُك َما فَعَ َل أ َ ْ‬
‫ص َحابُكَ قَا َل َكفَانِ ِ‬
‫اقذِفُوهُ فَذَ َهبُوا بِ ِه‬ ‫َّطوا ِب ِه ْالبَ ْح َر فَ ِإ ْن َر َج َع ع َْن دِينِ ِه َوإِ َّال فَ ْ‬ ‫اح ِملُوهُ فِي قُرْ قُ ٍ‬
‫ور فَت َ َوس ُ‬ ‫فَ ْ‬
‫س ِفينَةُ فَ َغ ِرقُوا َو َجا َء يَمْ شِي إِ َلى ْال َم ِل ِك‬‫شئْتَ فَا ْن َك َفأ َ ْت ِب ِه ْم ال َّ‬ ‫فَ َقا َل اللَّ ُه َّم ا ْك ِفنِ ِ‬
‫يه ْم ِب َما ِ‬
‫اَّللُ فَقَا َل ِل ْل َم ِل ِك إِنَّكَ لَسْتَ ِبقَاتِ ِلي َحتَّى ت َ ْفعَ َل‬ ‫فَقَا َل لَهُ ْال َم ِل ُك َما فَعَ َل أ َ ْ‬
‫ص َحابُكَ قَا َل َكفَانِ ِ‬
‫يه ُم َّ‬

‫‪9‬‬
‫علَى ِج ْذعٍ ث ُ َّم ُخ ْذ‬ َ ‫صلُبُنِي‬ْ َ ‫اح ٍد َوت‬
ِ ‫ص ِعي ٍد َو‬ َ ‫اس فِي‬ َ َّ‫َما آ ُم ُركَ بِ ِه قَا َل َو َما ُه َو قَا َل ت َ ْج َم ُع الن‬
‫ب ْالغُ ََل ِم ث ُ َّم ارْ ِمنِي‬ َّ ‫س ْه َم فِي َك ِب ِد ْالقَوْ ِس ث ُ َّم قُ ْل بِاس ِْم‬
ِ ‫اَّللِ َر‬ َّ ‫س ْهما ِم ْن ِكنَانَتِي ث ُ َّم ضَعْ ال‬ َ
َ‫علَى ِج ْذعٍ ث ُ َّم أ َ َخذ‬َ ُ‫صلَبَه‬َ ‫اح ٍد َو‬
ِ ‫ص ِعي ٍد َو‬ َ ‫اس فِي‬ َ َّ‫فَ ِإنَّكَ ِإذَا فَ َع ْلتَ ذَ ِلكَ قَت َ ْلتَنِي فَ َج َم َع الن‬
‫ب ْالغُ ََل ِم ث ُ َّم َر َما ُه‬ َّ ‫س ْه َم فِي َك ْب ِد ْالقَوْ ِس ث ُ َّم َقا َل ِباس ِْم‬
ِ ‫اَّللِ َر‬ َ ‫س ْهما ِم ْن ِكنَانَتِ ِه ث ُ َّم َو‬
َّ ‫ض َع ال‬ َ
ُ َّ‫س ْه ِم َف َماتَ فَقَا َل الن‬
‫اس‬ َّ ‫ص ْد ِغ ِه فِي َموْ ِض ِع ال‬ ُ ‫ض َع يَدَهُ فِي‬ َ ‫ص ْد ِغ ِه َف َو‬ُ ‫س ْه ُم فِي‬ َّ ‫َف َوقَ َع ال‬
َ‫ب ْالغُ ََل ِم فَأُتِ َي ْال َم ِل ُك فَ ِقي َل لَهُ أ َ َرأ َ ْيتَ َما ُك ْنت‬
ِ ‫ب ْالغُ ََل ِم آ َمنَّا ِب َر‬
ِ ‫ب ْالغُ ََل ِم آ َمنَّا ِب َر‬ ِ ‫آ َمنَّا ِب َر‬
ِ ‫اس فَأ َ َم َر ِب ْاْل ُ ْخدُو ِد فِي أ َ ْف َوا ِه‬
‫السك َِك فَ ُخدَّ ْت‬ ُ َّ‫اَّللِ نَ َز َل ِبكَ َحذَ ُركَ قَ ْد آ َمنَ الن‬
َّ ‫ت َ ْحذَ ُر قَ ْد َو‬
‫يرانَ َوقَا َل َم ْن لَ ْم يَرْ ِجعْ ع َْن دِينِ ِه فَأ َ ْح ُموهُ ِفي َها أَوْ ِقي َل لَهُ ْاقت َ ِح ْم فَفَ َعلُوا َحتَّى‬ َ ‫الن‬
ِ ‫ض َر َم‬ ْ َ ‫َوأ‬
ْ ‫س ْت أ َ ْن تَقَ َع ِفي َها فَقَا َل لَ َها ْالغُ ََل ُم َيا أ ُ َّم ْه ا‬
‫ص ِب ِري‬ َ ‫َجا َء ْت امْ َرأَةٌ َو َمعَ َها‬
َ ‫ص ِب ٌّي لَ َها فَتَقَا‬
َ ‫ع‬
ِ ‫علَى ْال َح‬
‫ق‬ َ ‫فَ ِإنَّ ِك‬
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Haddab bin Khalid telah
menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah telah menceritakan
kepada kami Tsabit dari Abdurrahman bin Abu Laila dari Shuhaib
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Dulu, sebelum
kalian ada seorang raja, ia memiliki tukang sihir, saat tukang sihir sudah
tua, ia berkata kepada rajanya: 'Aku sudah tua, kirimlah seorang
pemuda kepadaku untuk aku ajari sihir.' Lalu seorang pemuda datang
padanya, ia mengajarkan sihir kepada pemuda itu. (Jarak) antara
tukang sihir dan si raja terdapat seorang rahib. Si pemuda itu
mendatangi rahib dan mendengar kata-katanya, ia kagum akan kata-
kata si rahib itu sehingga bila datang ke si penyihir pasti dipukul,
Pemuda itu mengeluhkan hal itu kepada si rahib, ia berkata: 'Bila tukang
sihir hendak memukulmu, katakan: 'Keluargaku menahanku, ' dan bila
kau takut pada keluargamu, katakan: 'Si tukang sihir menahanku.' Saat
seperti itu, pada suatu hari ia mendekati sebuah hewan yang besar yang
menghalangi jalanan orang, ia berkata, 'Hari ini aku akan tahu, apakah
tukang sihir lebih baik ataukah pendeta lebih baik.' Ia mengambil batu
lalu berkata: 'Ya Allah, bila urusan si rahib lebih Engkau sukai dari pada

10
tukang sihir itu maka bunuhlah binatang ini hingga orang bisa lewat.' Ia
melemparkan batu itu dan membunuhnya, orang-orang pun bisa lewat.
Ia memberitahukan hal itu kepada si rahib. Si rahib berkata: 'Anakku,
saat ini engkau lebih baik dariku dan urusanmu telah sampai seperti
yang aku lihat, engkau akan mendapat ujian, bila kau mendapat ujian
jangan menunjukkan padaku.' Si pemuda itu bisa menyembuhkan orang
buta dan berbagai penyakit. Salah seorang teman raja yang buta lalu ia
mendengarnya, ia mendatangi pemuda itu dengan membawa hadiah
yang banyak, ia berkata: 'Sembuhkan aku dan kau akan mendapatkan
yang aku kumpulkan disini.' Pemuda itu berkata: 'Aku tidak
menyembuhkan seorang pun, yang menyembuhkan hanyalah Allah, bila
kau beriman padaNya, aku akan berdoa kepadaNya agar
menyembuhkanmu.' Teman si raja itu pun beriman lalu si pemuda itu
berdoa kepada Allah lalu ia pun sembuh. Teman raja itu kemudian
mendatangi raja lalu duduk didekatnya. Si raja berkata: 'Hai fulan, siapa
yang menyembuhkan matamu? ' Orang itu menjawab: 'Rabbku.' Si raja
berkata: 'Kau punya Rabb selainku? ' Orang itu berkata: 'Rabbku dan
Rabbmu adalah Allah.' Si raja menangkapnya lalu menyiksanya hingga
ia menunjukkan pada pemuda itu lalu pemuda itu didatangkan, Raja
berkata: 'Hai anakku, sihirmu yang bisa menyembuhkan orang buta,
sopak dan kau melakukan ini dan itu.' Pemuda itu berkata: 'Bukan aku
yang menyembuhkan, yang menyembuhkan hanya Allah.' Si raja
menangkapnya dan terus menyiksanya ia menunjukkan kepada si rahib.
Si raja mendatangi si rahib, rahib pun didatangkan lalu dikatakan
padanya: 'Tinggalkan agamamu.' Si rahib tidak mau lalu si raja meminta
gergaji kemudian diletakkan tepat ditengah kepalanya hingga
sebelahnya terkapar di tanah. Setelah itu teman si raja didatangkan dan
dikatakan padanya: 'Tinggalkan agamamu.' Si rahib tidak mau lalu si
raja meminta gergaji kemudian diletakkan tepat ditengah kepalanya
hingga sebelahnya terkapar di tanah. Setelah itu pemuda didatangkan
lalu dikatakan padanya: 'Tinggalkan agamamu.' Pemuda itu tidak mau.

11
Lalu si raja menyerahkannya ke sekelompok tentaranya, raja berkata:
'Bawalah dia ke gunung ini dan ini, bawalah ia naik, bila ia mau
meninggalkan agamanya (biarkanlah dia) dan bila tidak mau,
lemparkan dari atas gunung.' Mereka membawanya ke puncak gunung
lalu pemuda itu berdoa: 'Ya Allah, cukupilah aku dari mereka
sekehendakMu.' Ternyata gunung mengguncang mereka dan mereka
semua jatuh. Pemuda itu kembali pulang hingga tiba dihadapan raja.
Raja bertanya: 'Bagaimana kondisi kawan-kawanmu? ' Pemuda itu
menjawab: 'Allah mencukupiku dari mereka.' Lalu si raja
menyerahkannya ke sekelompok tentaranya, raja berkata: 'Bawalah dia
ke sebuah perahu lalu kirim ke tengah laut, bila ia mau meninggalkan
agamanya (bawalah dia pulang) dan bila ia tidak mau meninggalkannya,
lemparkan dia.' Mereka membawanya ke tengah laut lalu pemuda itu
berdoa: 'Ya Allah, cukupilah aku dari mereka sekehendakMu.' Ternyata
perahunya terbalik dan mereka semua tenggelam. Pemuda itu pulang
hingga tiba dihadapan raja, raja bertanya: Bagaimana keadaan teman-
temanmu? ' Pemuda itu menjawab: 'Allah mencukupiku dari mereka.'
Setelah itu ia berkata kepada raja: 'Kau tidak akan bisa membunuhku
hingga kau mau melakukan yang aku perintahkan, ' Raja bertanya: 'Apa
yang kau perintahkan? ' Pemuda itu berkata: 'Kumpulkan semua orang
ditanah luas lalu saliblah aku diatas pelepah, ambillah anak panah dari
sarung panahku lalu ucapkan: 'Dengan nama Allah, Rabb pemuda ini.'
Bila kau melakukannya kau akan membunuhku.' Akhirnya raja itu
melakukannya. Ia meletakkan anak panah ditengah-tengah panah lalu
melesakkannya seraya berkata: 'Dengan nama Allah, Rabb pemuda ini.'
Anak panah di lesakkan ke pelipis pemuda itu lalu pemuda meletakkan
tangannya ditempat panah menancap kemudian mati. Orang-orang
berkata: 'Kami beriman dengan Rabb pemuda itu.' Kemudian
didatangkank kepada raja dan dikatakan padanya: 'Tahukah kamu akan
sesuatu yang kau khawatirkan, demi Allah kini telah menimpamu.
Orang-orang beriman seluruhnya.' Si raja kemudian memerintahkan

12
membuat parit di jalanan kemudian disulut api. Raja berkata: 'Siapa pun
yang tidak meninggalkan agamanya, pangganglah didalamnya.' Mereka
melakukannya hingga datanglah seorang wanita bersama anaknya,
sepertinya ia hendak mundur agar tidak terjatuh dalam kubangan api
lalu si bayi itu berkata: 'Ibuku, bersabarlah, sesungguhnya engkau
berada diatas kebenaran." (HR. Muslim: 5327)

Untuk menjadi seorang pendidik yang baik, Imam Al-Ghazali


menetapkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang guru.Al-
Ghazali berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas mendidik adalah
guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik
akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki
berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang
baik ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan
kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan
mengarahkan anak-anak muridnya. Selain sifat-sifat umum yang harus
dimiliki guru sebagaimana disebutkan di atas, seorang guru juga harus
memiliki sifat-sifat khusus atau tugas-tugas tertentu sebagai berikut :

Pertama, Jika praktek mengajar merupakan keahlian dan profesi dari


seorang guru, maka sifat terpenting yang harus dimilikinya adalah rasa kasih
sayang, seperti kasih sayangnya orang tua terhadap anak- anaknya. Persis apa
yang dikatakan oleh Nabi sebagaai seorang guru terhadap sahabatnya-sahabat
:

‫ إنما أنا لكم مثل الوالد‬: ‫عن أبي هريرة عن النبي صلى هللا عليه و سلم قال‬

Artinya : Dari Abu Huraerah, Rasulullah SAW bersabda,


“Sesungguhnya keduukan saya terhadap kalian (sahabat-sahabat
Nabi) hanyalah seperti halnya orang tua (terhadap anak-anaknya).”

Kedua, karena mengajarkan ilmu merupakan kewajiban agama bagi


setiap orang alim (berilmu), maka seorang guru tidak boleh menuntut upah
atas jerih payahnya mengajarnya itu. Seorang guru harus meniru Rasulullah

13
SAW. yang mengajar ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar
itu ia dapat bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT. Demikian
pula seorang guru tidak dibenarkan minta dikasihani oleh muridnya,
melainkan sebaliknya ia harus berterima kasih kepada muridnya atau
memberi imbalan kepada muridnya apabila ia berhasil membina mental dan
jiwa. Murid telah memberi peluang kepada guru untuk dekat pada Allah
SWT.

Ketiga, seorang guru yang baik hendaknya berfungsi juga sebagai


pengarah dan penyuluh yang jujur dan benar di hadapan murid-murid Ia tidak
boleh membiarkan muridnya mempelajari pelajaran
yang lebih tinggi sebelum menguasai pelajaran yang sebelumnya. Ia juga
tidak boleh membiarkan waktu berlalu tanpa peringatan kepada muridnya,
bahwa tujuan pengajaran itu adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan
bukan untuk mengejar pangkat, status dan hal- hal yang bersifat keduniaan.
Seorang guru tidak boleh tenggelam dalam persaingan, perselisihan dan
pertengkaran dengan sesama guru lainnya.

Keempat, dalam kegiatan mengajar seorang guru hendaknya


menggunakan cara yang simpatik, halus dan tidak menggunakan kekerasan,
cacian, makian dan sebagainya. Dalam hubungan ini seorang guru hendaknya
jangan mengekspose atau menyebarluaskan kesalahan muridnya di depan
umum, karena cara itu dapat menyebabkan anak murid memiliki jiwa yang
keras, menentang, membangkang dan memusuhi gurunya. Dan jika keadaan
ini terjadi dapat menimbulkan situasi yang tidak mendukung bagi
terlaksananya pengajaran yang baik.

Kelima, Seorang guru harus bersikap toleran dan mau menghargai


keahlian orang lain. Seorang guru hendaknya tidak mencela ilmu-ilmu yang
bukan keahliannnya atau spesialisasinya. Kebiasaan seorang guru yang
mencela guru ilmu fiqih dan guru ilmu fiqih mencela guru hadist dan tafsir,
adalah guru yang tidak baik.

14
Keenam, seorang guru yang baik juga harus memiliki prinsip mengakui
adanya perbedaan potensi yang dimiliki murid secara individual dan
memperlakukannya sesuai dengan tingkat perbedaan yang dimiliki muridnya
itu. Dalam hubungan ini, Al-Ghazali menganjurkan agar guru membatasi diri
dalam mengajar sesuai dengan batas kemampuan pemahaman muridnya, dan
ia sepantasnya tidak memberikan pelajaran yang tidak dapat dijangkau oleh
akal muridnya, karena hal itu dapat menimbulkan rasa antipati atau merusak
akal muridnya.

Ketujuh, seorang guru yang baik menurut Al-Ghazali adalah guru yang
di samping memahami perbedaan tingkat kemampuan dan kecerdasan
muridnya, juga memahami bakat, tabiat dan kejiawaan muridnya sesuai
dengan tingkat perbedaan usianya. Kepada murid yang kemampuannya
kurang, hendaknya seorang guru jangan mengajarkan hal-hal yang rumit
sekalipun guru itu menguasainya. Jika hal ini tidak dilakukan oleh guru, maka
dapat menimbulkan rasa kurang senang kepada guru, gelisah dan ragu-ragu.

Kedelapan, seorang guru yang baik adalah guru yang berpegang teguh
kepada prinsip yang diucapkannya, serta berupaya untuk merealisasikannya
sedemikian rupa. Dalam hubungan ini Al-Ghazali mengingatkan agar seorang
guru jangan sekali-kali melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
prinsip yang dikemukakannya. Sebaliknya jika hal itu dilakukan akan
menyebabkan seorang guru kehilangan wibawanya. Ia akan menjadi sasaran
penghinaan dan ejekan yang pada gilirannya akan menyebabkan ia
kehilangan kemampuan dalam mengatur murid-muridnya. Ia tidak akan
mampu lagi mengarahkan atau memberi petunjuk kepada murid-muridnya.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dalam hadits LM:1702 bahwa peran orang tua dalam mendidik anak
sangat lah penting. Karena anak sendiri adalah fitrah yang diberikan
oleh Allah swt.
2. Ada tiga faktor yang mempengaruhi sikap mental dan kepribadian
seseorang, yaitu faktor keluarga, faktor masyarakat, dan faktor
pendidikan.
3. Untuk menjadi seorang pendidik yang baik, Imam Al-Ghazali
menetapkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang
guru.Al-Ghazali berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas
mendidik adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga
guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya

B. Saran
Dengan selesainya makalah ini, penulis menyadari tentunya masih
banyak kekurangan dalam penulisannya, maka dari itu kami mengharapkan
kritikan dan saran yang sifatnya membangun dari teman-teman, tak
terkecuali dari bapak dosen pembimbing yang membawakan mata kuliah
ini. Dan kami harap makalah ini dapat bermanfaat dengan menjadikannya
salah satu referensi baca untuk teman-teman dan banyak orang.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ibnu hajar al-Asqolani, al-Imam al-Hafizh, Fathul Baari Syarah Shahih al


Bukhari,diterjemahkan oleh Ghazirah Abdi Ummah, Fathul Baari jus 1, Jakarta,
Pustaka Azzam, 2003.
Khon, Abdul Majid. Hadis Tarbawi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012.
Ibnu hajar al-Asqolani, al-Imam al-Hafizh, Fathul Baari Syarah Shahih al
Bukhari,diterjemahkan oleh Ghazirah Abdi Ummah, Fathul Baari jus 1, Jakarta,
Pustaka Azzam, 2003.
M. Fuad Abdul Baqi, al-Lu’lu wal Marjan, diterjemahkan oleh H. Salim Bahreisy, al-Lu’lu
wal Marjan jus 2, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 2003.

20

Anda mungkin juga menyukai