Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jarimah hudud adalah tindak pidana yang diancam hukuman had, yakni
hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlah (berat ringan) sanksinya yang
menjadi hak Allah swt melalui dalil naqli.
Dalam hubungannya dengan hukuman had, maka hak Allah mempunyai
pengertian bahwa hukuman tersebut tidak bisa dihapuskan oleh perseorangan (orang
yang menjadi korban atau keluarganya) atau oleh masyarakat yang mewakili negara.
Ada tujuh macam perbuatan jarimah hudud yaitu, zina, menuduh orang lain
berbuat zina (qadzaf), minum minuman keras, mencuri, menggangu keamanan
(hirabah), murtad, dan pemberontakan (al-Bagyu).Untuk lebih jelasnya mengenai
jarimah hudud, akan kami paparkan dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan, terdapat beberapa rumusan
masalah diantaranya :
1. Apa yang di maksud dengan Jarimah Zina?
2. Apa yang di maksud dengan Jarimah Qadzaf?
3. Apa yang di maksud dengan Jarimah Meminum Khamar?
4. Apa yang di maksud dengan Jarimah Sariqah (Pencurian)?
5. Apa yang di maksud dengan Jarimah Merompak?
6. Apa yang di maksud dengan Jarimah Riddah (Murtad)?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Jarimah Zina
1. Pengertian Zina
Ulama malikiyah mendefinisikan zina dengan me-wa-thi-nya seorang laki-laki
mukallaf terhadap faraj wanita yang bukan miliknya dilakukan dengan sengaja.
Ulama Syafi’iyah mendefinisikan bahwa zina adalah memasukan zakar ke dalam
faraj yang haran dengan tidak subhat dan secara naluri memuaskan hawa nafsu.1
2. Sanksi Zina
“terimalah dariku! Terimalah dariku! Terimalah dariku! Allah telah memberi
jalan kepada mereka (wanita-wanita yang berzina itu).Bujangan yang berzina dengan
bujanag dijilid seratus kali dan diasingkan selama setahun. Dan janda (orang yang
telah kawin) yang berzina dengan janda dijilid seratus kali dan di rajam dengan batu”
(HR Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit)
Berdasarkan hadis di atas bila seseorang jejaka dan seorang perawan berzina ,
maka sanksinya adalah seratus kali dijilid dan dibuang selama setahun. Untuk
hukuman jilid para ulama sepakat untuk dilaksanakan, sedangkan untuk hukuman
buang adalah hak Ulil Amri.Adapun hukuman rajam menurut Fathi Bahansi adalah
sanksi bersifat siyasah syah’iyah.Jadi diserahkan kepada kebijakan Ulil Amri untuk
menerapkanya atau tidak melaksanakanya tergantung kepada kemslahatan.Sedangkan
menurut Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad wajib dilaksanakan keduanya.
3. Alat bukti zina
a. Saksi
Disepakati oleh para ulama bahwa zina itu tidak dapat diterapkan kecuali
dengan empat orang saksi berdasarkan firman Allah SWT:
‫فاستشعد و ا عليعن ار بعة منكم‬

1
Abdur Rahman, Tindak Pidana dalam Syariat Islam, hal 83.

2
“… hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikanya)
(QS an-Nisa ; 15)
Syarat-syarat saksi
Baligh, Berakal, Al-hihzhu, Dapat bicara, Bisa melihat, Adil, Islam.
b. Pengakuan
Jarimah zina dapat ditetapkan dengan pengakuan.Imam Abu Hanifah dan
Imam Ahmad mensyaratkan pengakuan ini harus empat kali.Karena
diqiyaskan kepada empat orang saksi.Jika wanita atau lelaki itu sudah
mengaku marak rajamlah.
c. Qarinah / Tanda-tanda / Indikasi-indikasi
Qarinah yang dianggap sebagi barang bukti perzinaan yang sah adalah
jelas kehamilanya wanita yang tidak bersuami.Qarinah yang berupa
kehamilan ini ditetapkan oleh sahabat nabi, seperti Umar yang berkata
“bahwa saksi zina wajib dikenakan atas setiap pelaku zina bila ada
pembuktian atau hamil mengaku.”
4. Pelaksanaan hukuman zina
Pelaksanaan hukuman zina pada zaman Nabi SAW bila si terhukum itu adalah
orang laki-laki sambil berdiri dipegang dan diikat.Alat yang digunakan untuk
menjilid adalah cambuk yang berukuran sedang. Cambukan itu tidak boleh melukai
kulit dan mengeluarkan darah, serta tidak boleh mencambuk muka., faraj, dada,
kepala dan perut. Jadi cambukan itu diarahkan ke punggung. Adapun bila terhukum
itu adalah seorang wanita , maka hukuman yang dilaksankan wanita dalam keadaan
duduk. Danbila si wanita yang akan dijatuhi hukuman itu sedang hamil. Maka para
ulama sepakat bahwa hukumanya harus ditangguhkan sampai melahirkan. Dan bila
anaknya tidak ada yang menyusui maka harus tunggu sampai anaknya lepas
menyusui.2

2
Ibid,,,

3
B. Menuduh Zina (Qadzaf)
Dalam hukum Islam , menuduh zina itu ada dua macam , yakni menuduh zina
yang diancam dengan had dan menuduh zina yang diancam dengan ta’zir. Suatu
perkataan bisa dianggap sebagi tuduhan bilamana tidak sesuai dengan
kenyataanya.Suatu prinsip fiqh jinayah bahwa barang siapa menuduh dengan sesuatu
yang haram, maka wajib atasnya membuktikan tuduhan itu. Apabila ia tidaak dapat
membuktikan tuduhanya itu maka ia wajib dikenakan hukuman.
Adapun kepada orang yang menghina orang lain dan yang bersangkutan tidak
rela, maka ia tidak dituntut untuk membuktikan penhinaanya, sebab sudah jelas
penghinaanya itu tidak dapat dibenarkan.3
1. Unsur-unsur jarimah Qadzaf
 Menuduh zina atau mengingkari nasab
 Orang yang dituduh itu muhsan
 Ada itikad jahat.
2. Alat Bukti Qadzaf
a. Persaksian. Bagi orang yang menuduh zina itu dapat mengambil beberapa
kemungkinan, yaitu:
b. Pengakuan. Yakni si penuduh mengakui telah melakukan tuduhan zina
kepada seseorang.
c. Menurut Imam As-syafi tuduhan itu dapat dilakukan dengan sumpah.
3. Sanksi Qadzaf
Dalam qadzaf ada hukuman pokok yaitu jilid dan hukuman tambahan yaitu
tidak ditermanya persaksian.Jumlah jilid adalah 80x tidak dapat dikurangi maupun
ditambah. Bila ia bertobat , menurut Imam Abu Hanifah tetap tidak dapat diterima.
Sedangkan menurut Imam Malik, Imam As-Syafi’I dan Imam Ahmad dapat
diterima kesaksianya kembali apabila telah bertobat.

3
Abd Al-Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy juz II (Beirut: Dar Al-Kitab Al-‘Arabi,
tanpa tahun), hal. 518.

4
4. Hapusnya Hukuman Qadzaf
Sanksi qadzaf dapat dihapus karena beberapa hal, diantaranya :
a. Bahwa saksi menarik persaksianya yang telah semula mengatakan bahwa
seseorang yang menuduh zina
b. Bila yang dituduh membenarkan tuduhan penuduh.

C. Jarimah Minum-minuman keras (Asyrih)


Syariat Islam telah mengharamkan khamr sejak 14 abad yang lalu dan hal ini
berkaitan dengan penghargaan Islam terhadap akal manusia yang merupakan anugrah
Allah yang harus dipelihara secara baik-baik dan sekarang mulai orang non-muslim
menyadari akan manfaat diharamkanya khamr setelah terbukti bahwa khamr dan
sebgaimana penyalahgunaan narkoba dan miras membawa madharat bagi bangsa.
1. Unsur-unsur Jarimah dalam minum Khamr
Ada dua unsure dalam jarimah minum khamr, yaitu minum-minuman yang
memabukan dan ada itikad jahat.Yang dimaksud dengan minum adalah memasukan
minuman yang memabukan ke mulut lalu ditelan masuk ke perut melalui
kerongkongan, meskipun bercampur dengan makanan lain yang halal.Yang dimaksud
dengan itikad jahat adalah sudah tahu bahwa minuman yang memabukan itu haram
tetapi tetap diminum juga.
2. Sanksi Minum Khamr
Menurut Imam abu Hanifah dan Imam Malik sanksi minum khamr itu delapan
puluh kali jilid. Sedangak munurut Imam Syafi’I adalah empat puluh kali jilid,
meskipun ia kemudian menambah sampai delapan puluh kali jilid bila imam
menghendakinya .Jadi empat puluh selebihnya bagi Imam Syafi’I adalah Ta’zir.
3. Alat bukti minum khamr
Alat bukti dalam minum khamr adalah persaksian.Jumlah sanksinya adalah
dua orang laki-laki dengan syarat seperti telah dikemukakan. Menurut Imam abu
Hanifah dan Abu Yusuf, saksi harus mencium bau minuman yang memabukan itu
keudian menyaksikanya.

5
Alat bukti yang kedua adalah pengakuan minum dan pengakuan ini cukup
sekali diucapkan. Alat bukti yang ketiga adalah bau mulut. Menurut Imam Maliki ,
bau mulut dengan minuman yang memabukan dapat dianggap sebagai bukti bahwa
yang bersangkutan minum khamr, meskipun ulama yang lain tidak mengakui sebagai
alat bukti.
4. Hapusnya hukuman Minuman Khamr
Hukuman had bagi peminum khamr dapat dihapus, apabila:
 Para saksi menarik persaksianya, apabila tidak ada bukti lain.
 Pelaku menarik kembali pengakuanya, karena tidak ada bukti yang
menguatkanya.4

D. Pencurian (Sariqah)
1. Definisi
Pencurian menurut Mahmud Syaltut adalah mengambil harta orang lain
dengan sembunyi-sembunyi yang dilakukan oleh orang yang tidak dipercayai
menjaga barang tersebut. Disamping itu, definisi tersebut mengeluarkan pengambilan
harta orang lain secara terang-terangan dari kategori pencurian, seperti pencopet yang
mengambil barang secara terang-terangan dan membawanya lari. Begitulah
kesepakatan fuqaha.
Sedangkan pencurian menurut syara’ adalah pengambilan oleh seorang
mukallaf yang baligh dan berakal terhadap harta milik orang lain dengan diam-diam,
apabila barang tersebut mencapai nisab (batas minimal), dari tempat simpanannya,
tanpa ada syubhat dalam barang yang diambil tersebut.
2. Dasar Sanksi Hukum bagi Pencuri
Allah berfirman di dalam Alquran Al-Maidah ayat 38 sebagai berikut.

4
Ibid,,,,

6
Laki-laki yang jmencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan
dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Diriwayatkandari Abu Hurairah ra.Katanya : Rasullah saw. Bersabda: Allah
melaknat seorang pencuri yang mencuri telur sehingga di potong tangannya,
kemudian dia mencuri tali lalu di potong tangannya.
3. Syarat Hukum Potong Tangan bagi Pencuri
Berdasarkan ayat Al-Qur’an dan Alhadis yang secara tegas mengungkapkan
bahwa sanksi hukum terhadap pelanggaran pidana pencurian, yaitu potong tangan
dengan syarat sebagai berikut:
 Nilai harta yang dicuri jumlahnya mencapai satu nishab, yaitu kadar
harta tertentu yang ditetapkan sesuai dengan undang-undang.
 Barang curian itu dapat diperjualbelikan.
 Barang dan / uang yang dicuri bukan milik baitul mal.
 Pencuri usianya sudah dewasa.
 Perbuatan dilakukan atas kehendaknya bukan atas paksaan orang lain.
 Tidak dalam kondisi dilanda kemiskinan.
 Pencuri melakukan prbuatannya bukan karena untuk memenuhi kebutuhan
pokok.
 Korban pencurian bukan orang tua, dan bukan pula keluarga
dekatnya(muhrim)
 Pencuri bukan pembantu korbannya. Jika pembantu rumah tangga mncuri
perhiasan.
 Ketentuan potong tangan, yaitu sebelah kiri. Jika ia masih melakukan
untuk yang kedua kalinya maka yang harus dipotong adalah kaki
kanannya. Jika ia masih melakukan untuk yang ketiga kali maka yang
harus dipotong adalah tangan kanannya. Jiak ia masih melakukan untuk
yang ke empat kalinya maka yang harus dipotong adalah kaki kirinya. Jika

7
ia masih melakukan untuk yang kelima kalinya maka harus dijatuhkan
hukuman mati.

4. Syarat Barang yang dicuri


Dalam kaitan dengan barang yang dicuri, ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi untuk bisa dikenakan hukum potong tangan. Syarat-syarat tersebut adalah
sebagai berikut:
 Barang yang dicuri harus berupa mal mutaqawwim.
 Barang tersebut harus barang yang bergerak.
 Barang tersebut tersimpan di tempat simpanannya.
 Barang tersebut mencapai nishab pencurian.
 Harta tersebut milik orang lain
 Adanya niat yang melawan hukum
 Kadar atau Batas Pencurian yang dikenai Hukuman dalam Fiqh Jianayah

E. Merompak (Hirabah)
1. Definisi Merompak
Hirabah yaitu sekelompok manusia yang membuat keonaran, pertumpahan
darah, merampas harta, merampas kehormatan, merampas tatanan serta membuat
kekacauan di muka bumi. Orang-orang seperti ini bisa masuk kategori perampok dan
penyamun. Pada dasarnya hirabah merupakan sebuah tindak pidana yang mengambil
harta orang lain dangan cara memaksa yang disertai kekerasan dan secara terang-
terangan baik diperkotaan maupun pedesaan, baik ditempat yang sepi maupun ramai,
asalkan tidak mengambil di dalam rumah si korban. Karena pada
intinya hirabah sangat berbeda dengan tindak pidana pencurian, baik dari segi unsur
khususnya maupun dari segi lainnya.5
2. Dasar Sanksi Hukum Bagi Pelaku Perompakan
Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 33-34 yaitu sebagai berikut :

5
Abdur Rahman, Tindak Pidana dalam Syariat Islam, hal. 90

8
(33) “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah
dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh
atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau
dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu
penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar,”
(34)“Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat
menguasai (menangkap) mereka; Maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
3. Hukuman kepada para perompak
Hukuman yang dijatuhkan ke atas perompak adalah mengikut kesalahan yang
dilakukan yaitu:
 Dihukumkan takzir dengan dipenjara atau sebagainya jika ia hanya menakut-
nakuti orang saja, tanpa melakukan pembunuhan dan tidak mengambil harta
yang menyebabkan si pengambil dihukum dengan hukuman potong tangan.
 Dihukum mati jika melakukan pembunuhan dengan sengaja dan tidak
mengambil harta.
 Dipotong tangan kanan dan kaki kiri jika ia mengambil harta sekurang-
kurangnya ¼ dinar dan tidak melakukan pembunuhan dan dipotong tangan
kiri dan kaki kanan jika ia melakukannya lagi.
 Dihukum bunuh dan mayatnya digantungkan tiga hari jika ia melakukan
pembunuhan dengan sengaja dan mengambil harta sekurang-kurangnya ¼
dinar.
Perompak yang bertaubat sebelum tertangkap, maka gugur daripadanya
hukuman yang khusus untuk perampok. Adapun hukuman mengenai
qishashkerana membunuh dan pengambilan harta tidak gugur dengan
bertaubat

9
4. Pengecualian Hukuman Terhadap Tindak Pidana Hirabah
Hukuman yang ada dalam tindak pidana hirabah dapat terhapus karena sebab-
sebab yang menghapuskannya, hal ini sudah dijelaskan dalam Q.S. al-Maidah ayat
34, yang artinya:
“Kecuali orang-orang yang bertaubat (diantara mereka) sebelum kamu
dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Di dalam ayat ini terdapat pengecualian bagi mereka yang insyaf dan
bertaubat kepada Allah sebelum tertangkap. Dia bertobat dengan sebenar-benarnya
taubat, tidak bercampur lagi dengan gerombolan penjahat itu dan menarik diri dari
kelompoknya serta betul-betul diaTubatan Nasuha. Tentu saja bukti taubat itu harus
ditunjukkannya, yaitu dengan menyerahkan diri kepada yang berkuasa, mengakui
kesalahannya dan mulai memperbaiki hidup. Maka hukuman-hukuman itu bolehlah
tidak dilakukan lagi terhadap dirinya, setelah Hakim menyelidiki bahwa telah benar
taubatnya, baik taubat sendiri maupun dengan semuanya. Jika Hakim melihat dan
menimbang bahwa taubat mereka telah benar, maka hukum tidak dijatuhkan lagi
kepada mereka. Tetapi harta benda orang yang telah mereka rusak dan rampas harus
dan wajib diganti.6

F. MURTAD (Riddah)
1. Definisi Murtad (Jarimah Riddah)
Yang dimaksudkan dengan murtad ialah kembalinya orang Islam yang berakal
dan dewasa kepada kafir dengan kehendak sendiri tanpa paksaan baik lelaki ataupun
perempuan atau kembali menjadi kafir setelah Islam. Murtad adalah merupakan dosa
besar yang menghapuskan amal-amal soleh sebelumnya dan di akhirat akandi balas
dengan azab yang pedih.

6
Mardani, Sanksi Potong Tangan Bagi Pelaku Tindak Pidana Pencurian dalam Prespektif
Hukum Islam, Jurnal Hukum No. 02 vol. 15 April 2008, hal 246-247.

10
2. Dasar Hukum Jarimah Riddah
Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 217 :
Artinya :“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati
dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat,
dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” (QS. Al-Baqarah :
217)

3. Akibat dari Murtad :


Jika orang Islam bertindak murtad, maka akan berlakulah perubahan-perubahan di
dalam muamalat harian diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Putus hubungan suami isteri.
2) Putus hak mewarisi harta kerabat-kerabat muslimnya.
3) Digugurkan hak menjadi wali terhadap orang lain dan kerabat-kerabat yang muslim.
4) Jenazahnya haram di shalatkan dan haram di kubur pada tanah perkuburan orang-
orang Islam.
4. Hukuman Bagi yang Murtad
Murtad boleh terjadi dengan pengakuan yang jelas dari seseorang atau dengan
perbuatan yang boleh diperlihatkan, apabila ini terjadi pemerintah hendaklah
membicarakan hal ini dengan sejelas-sejelasnya.Kewajipan pemerintah di dalam
urusan ini sangat penting sebelum hukuman dibuat.
Oleh karena itu, penukaran agama dari Islam kepada kafir perlu diberi kawalan
yang ketat dan rapi, maka menurut undang-undang Islam hukuman yang wajib
dijatuhkan ke atas orang yang murtad ialah dibunuh.

G. Pemberontakan (Al-baghyu)
Pemberontakan atau Al-Bagyu menurut arti bahasa adalah mencari atau
menuntut sesuatu.
1. pendapat Malikiyah

11
pemberontakan adalah menolak untuk tunduk dan taat kepada orang yang
kepemimpinannya telah tetap dan tindakannya bukan dalam maksiat, dengan cara
menggulingkannya, dengan menggunakan alasan (Ta’wil). Dari pengertian tersebut,
Malikiyah mengartikan bagyu (pemberontakan) sebagai berikut
2. pendapat Hanafiyah
pemberontakan adalah keluar dari kekuatan Imam (kepala Negara) yang benar
(sah) dengan cara yang tidak benar.
3. pendapat Syafi’iyah dan Hanbaliyah
pemberontakan adalah keluarnya kelompok yang memiliki kekuatan dan
pemimpin yang ditaati, dari kepatuhan kepada kepala negara (Imam), dengan
menggunakan alasan (Ta’wil) yang tidak benar.
Dari definisi-definisi yang dikemukakan oleh para Ulama’ tersebut , terlihat
adanya perbedaan yang menyangkut persyaratan yang harus dipenuhi dalam
Jarimah pemberontakan, tetapi tidak dalam unsur prinsipil. Apabila diambil intisari
dari definisi-definisi tersebuit, dapat dikemukakan bahwa pemberontakan adalah
pembangkangan terhadap kepala negara (Imam) dengan menggunakan kekuatan
berdssarkan argumentasi atau alasan (Ta’wil).
2. Unsur-unsur Jarimah Al-Bagyu (pemberontakan)
Dari definisi yang telah dikemukakan tadi, dapat kita simpulkan bahwa unsur-
unsur jarimah pemberontakan itu ada tiga yaitu:
1. Pembangkangan terhadap Kepala Negara
2. Pembangkangan dilakukan dengan menggunakan kekuatan, dan
3. Adanya niat yang melawan hukum (Al-Qasd Al-Jinaiy)

3. Sanksi jarimah Al-Baghyu


Pertanggung jawaban tindak pidan pemberontakan, baik pidn maupun perdata,
berbeda-beda sesuai dengan kondisi tindak pidananya. Pertanggung jawaban
sebelum Mughabalah dan sesudahnya berbeda dengan pertanggung jawaban atas
tindakan pada saat terjadinya Mughabalah (penggunaan kekuatan).

12
1. Pertanggung jawaban sebelum Mughabalah dan sesudahnya
Orang yang melakukan pemberontakan dibebani pertanggung jawaban atas
semua tindak pidana yang dilkukannya sebelum sebelum Mughabalah (pertempuran),
baik perdata maupun pidana, sebagai jarimah biasa. Demikian pula halnya jarimah
yang terjadi setelah selesainya Mughalabah (pertempuran).
2. Pertanggung jawaban atas perbuatan pada saat Mughabalah
Tindak pidana yang terjadi pada saat-saat terjadinya pemberontakan dan
pertempuran ada dua macam yaitu:
a. Yang berkaitan langsung denag pemberontakan
Tindak pidana yang berkaitan langsug dengan pemberontakan, seperti
merusak jembatan, membom gudang amunisi, gedung-gedung pemerintahan,
membunuh para pejabat atau menawannya, semuanya itu tidak dihukum dengan
hukuman untuk jarimah biasa, melainkan dengan hukuman dengan jarimah
pemberontakan, yaitu hukuman mati apabila tidak ada pengampunan (Amnesti).
Caranya degan melakukan penumpasan yang bertujuan untuk menghentikan
pemberontakannya dan melumpuhkannya. Apabila mereka telah menyerah dan
meletakan senjatanya, penumpasan harus di hentikan dan mereka di jamin
keselamatan dan jiwanya.
b. Yang tidak berkaitan langsung dengan pemberontakan
Adapun tindak pidana yang terjadi pada saat berkecamuknya pertempuran
tetapi tidak berkaitan dengan pemberontakan. Seperti minum minuman keras, zina
atau pemerkosaan, di anggap sebagi jarimah biasa, dan pelaku perbuatan tersebut
dihukum dengan hukum hudut sesuai dengan jarimah yang di laukuan nya.dengan
demikian, apabila pada saat berkecamuknya pertempuran seorang anggota
pemberontak memperkosa seorang gadis dan ia ghair muhshan maka ia dikenakan
hukuman jilid (dera) seratus kali di tambah dengan pengasingan.7

7
Mardani, Sanksi Potong Tangan Bagi Pelaku Tindak Pidana Pencurian dalam Prespektif
Hukum Islam, Jurnal Hukum No. 02 vol. 15 April 2008, hal 246-247.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam Jarimah, pembagiannya dibagi menjadi tiga yaitu: jarimah hudud,
jarimah qishash – diyat, dan jarimah ta’zir. Jarimah Hudud yaitu jarimah yang
diancam dengan hukuman had. Had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh
syara’ dan merupakan hak Allah. Jarimah Hudud meliputi: Jarimah al-hudud adalah
tindak kejahatan yang menjadikan pelakunya dikenakan sanksi had.
Macam- Macam tindakan yang tindakan yang tergolong kedalam jarimah
hudud ialah: Zina, Qadzaf, Meminum Khamr, Pencurian, Hirabah, Riddah dan
Albaghyu (pemberontakan). Dasar hukum yang melandasi pemidanaan dalam suatu
tindak pidana adalah Al-Quran Surat Alhujuarat:9, Al-uqubat (Hukum Pidana),
Hudud dan Ta’dzirat. Tujuan dilakukannya pemidanaan: pencegahan serta Perbaikan
dan Pendidikan.

B. Saran
Demikianlah makalah ini penyusun buat, adapun substansi yang terkandung
didalamnya semoga akan menjadi suatu bahan acuan bagi setiap orang dalam
melaksanakan tindakannya dimuka bumi ini. Dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat karena pembahasan dari makalah ini sangatlah berguna bagi siapapun
terlebih bagi setiap manusia yang berada dibumi ini agar senantiasa beribadah dan
taat dalam menjalankan ajaran Allah SWT.
Apabila di dalam makalah ini terdapat suatu hal baik itu perkataan, penulisan
ataupun hal – hal lain yang menuju kearah kesesatan mohon kiranya agar makalah ini
dapat dikoreksi, karena sebagai manusia biasa tentunya penyusun pasti banyak
melakukan kesalahan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdur Rahman, Tindak Pidana dalam Syariat Islam

Abd Al-Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy juz II Beirut: Dar Al-Kitab Al-
‘Arabi, tanpa tahun

Mardani, Sanksi Potong Tangan Bagi Pelaku Tindak Pidana Pencurian dalam
Prespektif Hukum Islam, Jurnal Hukum No. 02 vol. 15 April 2008

Mardani, Sanksi Potong Tangan Bagi Pelaku Tindak Pidana Pencurian dalam
Prespektif Hukum Islam, Jurnal Hukum No. 02 vol. 15 April 2008

15

Anda mungkin juga menyukai