PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hadits adalah sumber hukum islam kedua setelah al qur’an. Hadits merupakan segala
tinkah laku, ucapan, keteetapan nabi Muhammad saw.
Hadits dibagi menjadi dua, yakni berdasarkan kuantitas rawi dan berdasarkan kualitas
rawi.Hadits berdasarkan kuantitas rawi dibagi menjadi dua, yakni hadits mutawattir dan hadits
ahad.
Sedangkan hadits berdasarkan kualitas rawi dibagi menjadi tiga, yakni hadits Shahih,
hadits Hasan, hadits Dha’if.Pada makalah ini kami akan mencoba menjelaskan tentang hadits
Hasan. Mengenai pengertian, klasifikasi, dan kehujjahannya.
Rumusan masalah
1. Apa itu hadits hasan ?
2. Apa saja klasifikasi hadits hasan ?
3. Apa saja istilah hadits hasan ?
4. Apa itu kehujjahan hadits hasan ?
5. Kitab apa saja yang mengandung hadits hasan ?
Tujuan
1. Agar mengetahui tentang pengertian hadits hasan
2. Agar mengetahui klasifikasi hadits hasan
3. Agar mengetahui tentang istilah - istilah dari hadits hasan
4. Agar mengetahui tentang kehujjahan hadits hasan
5. Agar mengetahui tentang kitab yang mengandung hadits hasan
1
BAB II
PEMBAHASAN
. ما نقله عدل قليل الضبط متصل السند غير معلل وال شا ذ
Hadits yang diriwayatkan oleh periwayat yang adil, kurang kuat hafalannya, bersambung
sanadnya, tidak mengandung illat, dan tidak pula mengandung syadz.[5]
2. Menurut Imam at-Tirmidzi
. كل حديث يروى ال يكو ن فى إسنا ده من يّتّهم با لكذب وال يكو ن الحديث شا دّا و يروى من غير وجه نحو ذالك
Tiap-tiap hadits yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta, pada matannya
tidak terdapat keganjalan, dan hadits itu diriwayatkan tidak hanya dengan satu jalan (mempunyai
banyak jalan) yang sepadan dengannya.
Definisi hadits hasan menurut at-Tirmidzi ini terlihat kurang jelas, sebab bisa jadi hadits
yang perawinya tidak tertuduh dusta dan juga hadits gharib, sekalipun pada hakikatnya
berstatus hasan. Tidak dapat dirimuskan dalam definisi ini sebab dalam definisi tersebut
disyariatkan tidak hanya melalui satu jalan periwayatan (mempunyai banyak jalan periwayatan).
Meskipun demikian, melalui definisi ini at-Tirmidzi tidak bermaksud menyamakan hadits hasan
2
dengan hadits shahih, sebab justru at-Tirmidzilah yang mula-mula memunculkan istilah hadits
hasan ini.[6]
3. Menurut At-Thibi
. مسند من قرب من درجة الثقة أو مرسل ثقة وروي كال هما من غير وجه وسلم من شدو ٍذ ا وال علة
Hadits musnad ( muttasil dan marfu’ ) yang sanad-sanadnya mendekati derajat tsiqah. Atau hadits
mursal yang sanad-sanadnya tsiqah, tetapi pada keduanya ada perawi lain, dan hadits itu
terhindar dari syadz ( kejanggalan ) dan illat (kekacauan).[7]
Dengan kata lain hadis hasan adalah :
ّ هو ما ا تصل سنده بنقل العدل الذى ق َّل ضبطه و خال من ال
. شذوذ والعلة
Hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil,
kurang sedikit ke-dhabit-annya, tidak ada keganjilan (syadz) dan tidak ada illat. [8]
Dengan kata lain, syarat hadits hasan dapat dirinci sebagai berikut.
Sanadnya bersambung
Perawinya adil
Perawinya dhabit tetapi ke-dhabit-annya dibawah ke-dhabit-an perawi hadits shohih
Tidak terdapat kejanggalan (syadz)
Tidak ada illat (cacat)[9]
3
Contoh hadits hasan lidzatih :
ى قال سمعت أبي
ّ ي عن ابي بكر بن ابي موسى اال شعر
ّ ي عن ابي عمران الجو ن
ٌّ حدثنا قتيبة حدثنا جعفر بن سليما ن الضبع
إن ابواب الجنّة تحت ظالل السيوف
ّ بحضر ة العد ّ ِو يقول قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
“......dari Abu Bakar bin Abu Musa al-Asy’ari, (berkata), saya mendengar ayahku ketika berada
dihadapan musuh berkata, Rasulullah saw. Bersabda: ‘sesungguhnya pintu-pintu surga berada
dibawah bayang-bayang pedang’.” (HR.al-Tirmidzi)
Menurut Mahmud al-Thalan, Hadits diatas berkualitas hasan, karena para rawinya
terpercaya (tsiqah), kecuali Ja’far bin Sulaiman al-Dhuba’iy. Karena itulah, Hadits tersebut tidak
mencapai hadits shahih. Terkait rawi yang satu ini, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani berkomentar
: ( الحديث حسنhadits yang disampaikannya baik). Penilaian Ibnu Hajar ini menunjukkan bahwa
hadits itu berkualitas hasan.
2. Hadits Hasan Li Ghairih
Hadits hasan li ghairih adalah hadits-hadits dhaif yang tidak terlalu parah (kedhaifannya)
dan diriwayatkan dengan melalui beberapa jalur. Beberapa periwayatan hadits yang dhaif ini
kemudian saling menguatkan, dan akhirnya naik menjadi hasan. Sementara bila beberapa riwayat
hadits itu termasuk kategori dha’if yang berat, seperti hadits matruk, munkar, maudhu. Dan
sebagainya, maka hadits itu tidak bisa naik menjadi hasan li ghairih.[13]
Hadits dha’if bisa naik menjadi hadits hasan li ghairih dengan dua syarat, yaitu :
Harus ditemukan periwayatan sanad lain yang saling seimbang dan lebih kuat.
Sebab kedha’ifan hadits tidak berat seperti dusta dan fasik, tetapi ringan sepert hapalan
yang kurang atau terputusnya sanad atau tidak diketahui dengan jelas (majhul) identiras
perawi.[14]
Contoh hadits hasan li ghairih
Hadits tentang keutamaan malam nishfu sya’ban (tanggal 15 sya’ban). Hadits-hadits
tentang tema ini cukup banyak. Dalam hitungan Ali Mustafa Ya’qub, jumlah hadits-hadits tersebut
tidak kurang dari sembilan buah. Namun disini akan di kemukakan lima saja. Hadits-hadits
tersebut adalah :
Hadits riwayat Ali bin Abi Thalib
ّ ى
الخال ل حدثنا عبد الرزاق انبأنا ابن ابي سبرة عن ابرا هيم بن محمد بن معا وية بن عبدِهللا بن جعفر ّ ٍ حدثنا الحسن بن عل
فإن. اذا كانت ليلة النصف من شعبان فقو موا ليلها فصو موا يومها- م.عن ابيه عن علي بن طا لب قال قال رسو ل هللا ص
4
هللا ينزل فيها لغروب الشمس الى سماء الدنيا فيقول أال من مستغفر فأغفر له أال مسترزق فأرزقه أال مبتلًى فأ ُ عا فِ َيهُ أال كذا أال
) (رواه ابن ما جه. كذا حتّى يطلع الفجر
“....diriwayatkan dari Ali ra., beliau berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda : Apabila datang
malam nishfu sya’ban, maka shalatlah kalian pada malam itu dan puasalah besoknya ! karena Allah
akan turun ke langiy dunia (yang terdekat dengan bumi) seraya berkata : Adakah orang yang minta
ampun ? (bila ada) maka Aku akan memberinya ampunan. Adkah orang yang meminta rizki ?
(mala bila ada), Ku akan beri rizki. Adakah yang sakit (yang meminta kesembuhan)? (maka bila
ada), Aku akan menyembuhkannya. Adakah yang meminta ini dan itu. Allah melakukan hal itu
sejak terbenam matahari sampai terbit fajar.”
Hadits diatas diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majjah. Dalam rangkaian sanadnya terdapat
seorang rawi yang bernama Ibn Abi Sabrah. Menurut imam Ahmad bin Hanbal, rawi ini adalah
seorang pendusta dan emalsu hadits. Imam al-Bukhari menambahkan, bahwa Ibn Abi Sabrah
adalah (الحديثمنكرhaditsnya munkar karena banyak berbuat maksiat). Sementara menurut imam al-
Nasa’i Ibn Abi Sabrah adalah matruk (dituduh pendusta ketika meriwayatkan hadits).
Dengan beberapa penilain dari ulama hadits diatas, maka bisa disimpulkan bahwa
riwayatnya berkualitas dhaif sekali, yaitu termasuk Hadits munkar dan matruk. Dengan demikian.
Hadits diatas tidak tidak bisa dijadikan dalil sama sekali.
5
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi, dari Katsir bin Murrah. Menurut Imam
al-Baihaqi sendiri, sanad Hadits ini nilai mursal jayyid (mursal yang baik).
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzi dari Aisyaj ra.. Sanad Hadits ini munqathi
(terputus).
Dari beberapa penilaian para Ulama hadits diatas, maka dapat disimpulkan, bahwa hadits
riwayat Ali bin Abi Thalib pada nomor satu termasuk kategori Hadits dha’if kelas berat, yaitu
munkar dan matruk. Sekali lagi, riwayat hadits ini tidak bisa dijadikan dalil dalam hukum.
Sementara empat riwayat selainnya, memang termasuk kategori dha’if, hanya saja tidak termasuk
kedalam kelas berat. Karenanya ia bisa saling menguatkan antara yang satu dengan lainnya,
sehingga naik derajatnya menjadi hadits hasan li ghairihi. Dan hadits ini bisa dijadikan dalil dalam
hukum islam.[15]
6
berlaku untuk shahih dan hasan, dan bagi hasan serta yang mendekatinya, al-musyabbah terhadap
haidt hasan bagaikan a-ljayyid terhadap hadits shahih.
b. Perkataan mereka muhadditsin =هذا حديث حسن اإلسنا دini hadits hasan sanadnya. Maknanya
hadits ini hanya hasan sanad-nya saja sedang matan-nya perlu penelitian lebih
lanjut. Mukharrij hadits tersebut tidak menanggung kehasanan matan mungkin ada
syadzdz atau illat.berararti ada kesempatan luas bagi para peneliti belakangna untuk
mengadakan penelitian lebih lanjut tentang atan hadits tersebut apakah matannya juga
hasan atau tidak.
c. Ungkapan at-Tirmidzi dan yang lain : = حديث حسن صحيحini hadits hasan shahih. Makna
ungkapan ini ada beberapa pendapat, diantaranya :
1. Haddits tersebut memiliki dua sanad, yang shahih dan hasan.
2. Terjadi perbedaab dalam penilaian hadits sebagian berpendapat shahih dan golongan lain
berpendapat hasan.
3. Atau dinilai hasan li dzatih dan hasan li ghairih.
7
Yang termasuk hadits mardud adalah segala macam hadits dha’if. Hadits mardud tidak dapat
diterima sebagai hujjah karena terdapat sifat-sifat tercela pada rawi-rawinya atau pada
sanadnya.[17]
8
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil,
kurang sedikit ke-dhabit-annya, tidak ada keganjilan (syadz) dan tidak ada illat.
Hadits hasan dibagi menjadi :
1. Hadits Hasan Li Dzatihi
Hadits hasan li dzatih adalah hadits hasan dengan sendirinya, karena telah memenuhi
segala kriteria dan persyaratan yang ditentukan.
2. Hadits Hasan Li Ghairih
Hadits hasan li ghairih adalah hadits-hadits dhaif yang tidak terlalu parah (kedhaifannya)
dan diriwayatkan dengan melalui beberapa jalur. Beberapa periwayatan hadits yang dhaif ini
kemudian saling menguatkan, dan akhirnya naik menjadi hasan. Sementara bila beberapa riwayat
hadits itu termasuk kategori dha’if yang berat, seperti hadits matruk, munkar, maudhu. Dan
sebagainya, maka hadits itu tidak bisa naik menjadi hasan li ghairih.
Hadits hasan dapat dijadikan hujjah walaupun kualitasnya dibawah haidts shahih. Semua
fuqaha, sebagian muhadditsin dan ushuliyyin mengamalkannya kecuali sedikit dari kalangan
orang yang sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan hadits (musyaddidin). Bahkan
sebagian muhadditsin yang mempermudah dalam persyaratan shahih (mutasahilin)
memasukannya ke dalam hadits shahih, sepert al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah.
Disamping itu, ada ulama yang mensyaratkan bahwa hadits hasan dapat digunakan sebagi
hujjah, bilamana memenuhi sifat-sifat yang dapat diterima.
9
DAFTAR PUSTAKA
[1] Zuhdi Rifa’i, Mengenal Imlu Hadits, cet-1, (Jakarta: al-Ghuraba,2008)hlm 161
[2]Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, cet-3(Jakarta: Amzah,2009) hlm 159
[3] Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, cet-1 (Bogor: Ghalia Indonesia,2002) hlm 114
[4] Abdul Majid Khon, Loc. Cit
[5]Idri, Studi Hadits, cet-1, (Jakarta: Kencana,2010) hlm159
[6] Sohari Sahrani, Loc. Cit
[7] Sohari Sahrani, Ibid hlm 115
[8] Abdul Majid Khon, Loc. CIt
[9][9] Sohari Sahrani, Ibid hlm 116
[10][10] Abdul Majid Khon, Ibid hlm 161
[11][11] Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, cet-1 (Bandung: Pustaka Setia, 2009)
hlm 146
[12][12] Zuhdi Rifa’i, Ibid hlm 167
[13][13] Ibid hlm 166-167
10
[14][14] Abdul Majid Khon, Ibid hlm 161
[15] Zuhdi Rifa’i, Ibid hlm 167-170
[16][16] Abdul Majid Khon,Ibid hlm 161
[17][17] Agus Solahuddin dan agus Suyadi, Ibid hlm 147
11